OPINI

Mencari dan Menemukan Pahlawan

Al-Quran menghadirkan beberapa pahlawan dalam lintasan sejarah. Selain para nabi dan rasul, Al-Quran menyajikan sosok Dzulkarnain, Luqman, Thalut, Maryam, dan Ibu Musa sebagai berikut. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta PAHLAWAN adalah pejuang yang gagah berani. Seseorang dengan kelebihan tertentu yang dipandang berjasa kepada individu maupun kelompoknya. Pahlawan rela berkorban untuk sesama, dan memiliki rasa tanggung jawab kepada orang-orang di sekitarnya. Pahlawan identik dengan tokoh, aktivis, eksponen, aktor, motor, inisiator, pelopor, pemrakarsa, pemuka, pencetus, penggagas, penggerak, dan bintang. Setiap zaman melahirkan pahlawan. Konon istilah pahlawan berasal dari kata pahalawan, orang yang memperoleh pahala atas jasa-jasanya di masyarakat, antara lain dengan menyumbangkan ide, gagasan, tenaga, maupun harta benda untuk kemaslahatan bersama. Setiap kota seluruh Indonesia terdapat tempat pemakaman para pahlawan yang telah mengabdikan diri untuk bangsa dan negara. Demikian banyak pahlawan di mana-mana, sehingga tak mungkin taman makam pahlawan untuk menampung semua. Salah satu gelar kepahlawanan disematkan kepada para guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka berjasa mendidik dan mencerdaskan anak-anak bangsa. Tidak ada profesi tanpa sentuhan tangan guru. Orang bijak berpesan, “Berjasalah, tapi jangan minta jasa.” Sudah sepatutnya setiap anak manusia menyenandungkan lagu terima kasih kepada guru-guru yang tulus. Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan, sebagai bekal kehidupan. Setiap hari mendidik agar tumbuh bakat murid-muridnya. Nasihat-nasihatnya patut diingat sepanjang waktu. Kepahlawanan terdapat di segala lini kehidupan. Presiden Abraham Lincoln dipandang sebagai pahlawan penghapus perbudakan di Amerika Serikat. Nelson Mandela pahlawan kemerdekaan dari apartheid di Afrika. Mahatma Gandhi pahlawan kemerdekaan dari penjajahan Inggris. Sukarno dan Hatta pahlawan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Di antara para Pahlawan Indonesia perintis kemerdekaan adalah Pangeran Diponegoro, Achmad Soebardjo, Soepomo, RM Tirto Adi Soerjo, H.O.S Tjokroaminoto, Jenderal Soedirman, KH Ahmad Dahlan, dan KH Hasyim Asyari. Sedangkan pahlawan perempuan Indonesia antara lain Cut Nyak Dien dari Aceh, Cut Nyak Meutia dari Aceh, Hajjah Rangkayo Rasuna Said dari Maninjau, Agam, Sumatera Barat, Fatmawati Soekarno dari Bengkulu, dan Dewi Sartika dari Jawa Barat. Para penemu adalah pahlawan pada bidangnya. Colombus adalah pahlawan pembuka jalan bangsa Inggris ke benua Amerika. Thomas Alva Edison adalah pahlawan pembawa terang dengan lampu pijarnya. Issac Newton adalah matematikawan, fisikawan terbesar, dan ilmuwan paling berpengaruh sepanjang masa. Orangtua adalah pahlawan bagi putra-putrinya. Anak sulung adalah pahlawan bagi adik-adiknya. Ketua RT adalah pahlawan bagi warganya. Setiap murid TK punya pahlawan guru idola. Demikian pula murid SD, SMP, dan SMA. Tidak terkecuali mahasiswa Strata Satu, Dua, dan Tiga. Setiap anggota atau warga ormas juga mempunyai pahlawan idaman di antara para pemimpinnya. Al-Quran menghadirkan beberapa pahlawan dalam lintasan sejarah. Selain para nabi dan rasul, Al-Quran menyajikan sosok Dzulkarnain, Luqman, Thalut, Maryam, dan Ibu Musa sebagai berikut. Mereka bertanya kepadamu tentang Dzulkarnain. Katakanlah, “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentang dia.” Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di bumi, dan Kami berikan kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu, maka dia pun menempuhnya. Ketika sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di laut berlumpur hitam, dan mendapati segolongan umat. Kami berkata, “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau berbuat kebaikan kepada mereka.” Dzulkarnain berkata, “Orang yang aniaya akan kami azab, kemudian dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya tiada tara. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, baginya pahala terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya perintah yang mudah.” (QS 18:83-88) Kami berikan hikmah kepada Luqman, “Bersyukurlah kepada Allah. Siapa yang bersyukur ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan siapa yang tidak bersyukur, Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” Ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya memberi pelajaran, “Hai anakku, janganlah mempersekutukan Allah, sungguh mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.” Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu-bapaknya. Ibunya mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak kamu tahu, jangan ikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Luqman berkata, “Hai anakku, jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat, suruhlah manusia mengerjakan yang baik, dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar, serta bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sungguh yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah. Dan janganlah memalingkan mukamu dari manusia karena sombong, dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS 31:12-19) Nabi mereka mengatakan, “Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab. “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Siapa di antara kamu meminum airnya, ia bukan pengikutku, dan siapa yang tidak meminumnya, kecuali seceduk tangan, dia adalah pengikutku.” Mereka meminumnya kecuali beberapa orang. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersamanya telah menyeberangi sungai itu, mereka yang telah minum berkata, “Kami tak sanggup melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang yakin akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak, Thalut dan tentaranya berdoa, “Tuhan, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan menangkanlah kami atas orang-orang kafir.” Tentara Thalut mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah, dan Daud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberikan kepadanya pemerintahan dan hikmah, dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam. (QS 2:247-251) Ceritakanlah kisah Maryam di dalam Al Quran, ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, lalu ia mengadakan tabir dari mereka. Kami mengutus roh Kami kepadanya menjelma di hadapannya berbentuk manusia yang sempurna. Maryam berkata, “Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” Jibril berkata, “Sesungguhnya aku utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.”  Maryam berkata, “Bagaimana akan ada seorang anak laki-laki, padahal tak seorang pun yang pernah menyentuhku, dan aku bukan pezina.” Jibril berkata, “Demikianlah, Tuhanmu berfirman, ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku, untuk Kami jadikan tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu perkara yang sudah diputuskan.” (QS 19:16-21) Hati ibu Musa menjadi kosong. Hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya. Ibu Musa berkata kepada saudara perempuan Musa, “Ikutilah dia.” Maka ia melihat Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya, dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusuinya. Saudara Musa berkata, “Maukah aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya dan berlaku baik kepadanya?” Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita, dan supaya ia tahu bahwa janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak tahu. (QS 28:10-13) Demikian banyak pahlawan yang telah Allah munculkan di muka bumi untuk diteladani, maka jadilah pahlawan, sekurang-kurangnya untuk diri sendiri. (*)

Laksdya Muhammad Ali dan Laksdya Herru Kusmanto Kandidat Terkuat KSAL Pengganti Yudo Margono

Maka sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang juga mengamanatkan, Presiden memiliki hak prerogratif untuk menunjuk dan mengangkat Panglima TNI dan para kepala staf Angkatan. Oleh: Selamat Ginting, Analis Komunikasi Politik dan Militer dari Universitas Nasional (Unas) dan Kandidat Doktor Ilmu Politik APABILA Laksamana Yudo Margono ditunjuk menjadi Panglima TNI, maka siapa yang akan menggantikan posisinya sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL)? Saat ini ada sembilan perwira tinggi (pati) bintang tiga aktif TNI AL. Dari sembilan pati tersebut, tujuh Laksamana Madya/Laksdya (Korps Pelaut) dan dua Letnan Jenderal/Letjen (Korps Marinir). Mereka berasal dari empat lichting (kelas) berbeda, yakni abituren Akademi Angkatan Laut (AAL) 1987, 1988-A, 1988-B, dan 1989. Tujuh Laksdya tersebut adalah: Wakil KSAL Laksdya Ahmadi Heri Purwono (AAL 1988-A) kelahiran 1965; Panglima Komando Armada RI Laksdya Herru Kusmanto (AAL 1988-B) kelahiran 1966; Komandan Pushidrosal Laksdya Nurhidayat (AAL 1988-B) kelahiran 1965; Panglima Kogabwilhan I Laksdya Muhammad Ali (AAL 1989) kelahiran 1967; Kepala Bakamla Laksdya Aan Kurnia (AAL 1987) kelahiran 1965; Sekjen Wantannas Laksdya Harjo Susmoro (AAL 1987) kelahiran 1965; dan Rektor Unhan Laksdya Amarulla Octavian (AAL 1988-A) kelahiran 1965. Sementara dua Letjen Marinir adalah Komandan Kodiklatal Letjen (Mar) Suhartono (AAL 1988-B) kelahiran 1966; dan Letjen (Mar) Bambang Suswantono (AAL 1987) kelahiran 1965. Lalu siapa yang paling berpeluang di antara mereka? Untuk menjawab hal itu mesti dipahami dahulu tugas TNI AL, titik berat tugasnya mengamankan laut, bukan di darat. Domain alat utama sistem senjata (alutsista)-nya adalah kapal perang, karena itulah posisi KSAL akan selalu dipimpin Korps Pelaut yang pernah menjadi komandan kapal perang, bukan Korps Marinir yang merupakan pasukan pendarat amfibi. Dari situlah yang memungkinkan untuk menjadi KSAL tentu saja hanya tujuh Laksdya. Dari tujuh nama tersebut, tentu saja usianya harus lebih muda daripada KSAL Laksamana Yudo Margono, abituren AAL 1988-A kelahiran 26 November 1965 dan akan pensiun 1 Desember 2023. Sehingga yang lahir pada 1965, peluangnya untuk menjadi KSAL tipis sekali, karena masa tugasnya kurang dari satu tahun. Termasuk peluang Wakil KSAL Laksdya Ahmadi Heri Purwono, karena justru pensiun satu bulan lebih dahulu daripada Laksamana Yudo Margono. Maka yang masih berpeluang hanya kelahiran 1966 dan 1967. Punya waktu sekitar 1,5 hingga 2,5 tahun masa pensiun. Dari data tersebut di atas, yang paling memungkinan untuk menjadi pengganti Yudo sebagai KSAL hanya dua orang, yakni Panglima Komando Armada RI Laksdya Herru Kusmanto (56 tahun, delapan bulan); dan Panglima Kogabwilhan Laksdya Muhammad Ali (55 tahun, tujuh bulan). Herru dari Korps Pelaut (Komando Pasukan Katak), sedangkan Ali dari Korps Pelaut (Kapal Selam). Jika melihat peluangnya dari sisi usia dan junior dari Yudo Margono, maka kesempatan ada pada diri Laksdya Muhammad Ali. Sebelum menjadi KSAL, Yudo juga menduduki posisi Panglima Kogabwilhan I, seperti yang kini diemban Muhammad Ali. Ali juga pernah menjadi Panglima Koarmada I menggantikan Yudo Margono (2018-2019). Kemudian Ali menjadi asisten perencanaan dan anggaran KSAL (2020-2021). Pernah menjadi Gubernur AAL (2018-2019), dan Koordinator Staf Ahli KSAL (2019). Dia satu-satunya abituren AAL 1989 berpangkat laksdya. Sedangkan Laksdya Herru Kusmanto yang pernah menjadi ajudan Wakil Presiden Boediono, berasal dari Korps Pelaut (Komando Pasukan Katak/Kopaska). Ia pernah menjadi Komandan Lantamal Jayapura. Jabatan bintang duanya, dimulai sebagai Panglima Kolinlamil (2018-2019), Panglima Komando Armada II (2019-2020), Asrenum Panglima TNI (2020-2022), dan kini Panglima Koarmada RI. Kembali lagi ke konstitusi, pasal 10 UUD 1945 menyatakan, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Maka sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang juga mengamanatkan, Presiden memiliki hak prerogratif untuk menunjuk dan mengangkat Panglima TNI dan para kepala staf Angkatan. Kita hanya bisa menunggu keputusan Presiden, apakah Laksdya Muhammad Ali atau Herru Kusmanto yang akan menjadi KSAL pengganti Yudo Margono. Jalesveva Jayahahe, Justru di Lautan Kita Menang. (*)

Jangan Contoh HIPMI dan PMII

Oleh Nuim Hidayat, Direktur Akademi Dakwah Indonesia, Depok Hari-hari ini ramai di medsos video kerusuhan atau perkelahian sesama anggota ormas besar PMII dan HIPMI. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia rusuh dalam Musyawarah Pimpinan Nasionalnya di UIN Tulungagung. Kerusuhan terjadi dua kali, hari Kamis (17/11) dan Senin (21/11). Penyebabnya karena peserta tidak puas dengan pelayanan/fasilitas yang diberikan panitia.  Sumber lain menyebutkan bentrokan terjadi karena ada sebagian peserta yang tidak mau PMII diarahkan untuk mendukung Cawapres Muhaimin Iskandar. Kerusuhan ini menyebabkan 75 orang mahasiswa diamankan polisi. Di antara peserta itu banyak yang luka. Selain kursi dan fasilitas ruangan banyak yang rusak. Sedangkan kericuhan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) terjadi di Solo, terjadi Senin lalu (21/11). Tepatnya dalam acara Musyawarah Nasional untuk memilih ketua di Hotel Alila, Solo. Menurut media CNBC kericuhan terjadi karena perbedaan pendapat antar peserta sidang dilanjutkan atau tidak, karena waktu sudah malam. Namun entah apa yang terjadi sebenarnya, masyarakat masih bertanya-tanya. Yang jelas, HIPMI adalah organisasi yang terkenal pendukung kuat Presiden Jokowi.  Mantan Ketua Umum HIPMI, Mardani H Maming beberapa bulan lalu pernah menyatakan siap mendukung dan mengikuti apa yang menjadi petunjuk Presiden Jokowi untuk 2024. “Apapun kebijakan beliau di 2024, kita keluarga HIPMI siap mendukung dan mengikuti apa petunjuk beliau, lanjutkan, lanjutkan, lanjutkan,” kata Maming dalam perayaan 50 Tahun HIPMI 2022 (10/6/2022). Seperti diketahui, Maming saat ini sedang dicokok KPK karena terlibat korupsi. Melihat dua fenomena kerusuhan organisasi di atas, banyak masyarakat mengeluhkannya. Mereka membandingkan dengan Muktamar Muhammadiyah yang adem ayem dan sukses, meski dihadiri ratusan ribu orang. Mengapa banyak organisasi rusuh atau pecah dalam perjalanannya? Tentu penyebabnya banyak. Bisa karena perebutan jabatan, perebutan uang atau yang lainnya. Dua hal ini biasanya yang mengemuka. Organisasi, bila kehilangan idealismenya maka yang terjadi adalah perebutan jabatan dan uang.  Apalagi bila ada ‘investor politik’ masuk yang menawarkan keduanya. Bila sang ketua umum atau dewan syura (dewan pembina) tidak bisa memenejnya dengan adil, yang terjadi adalah perpecahan.  Kelompok yang merasa tidak mendapatkan apa-apa dalam organisasi itu, tentu akan membuat rusuh atau membuat perpecahan di organisasi itu. Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi pada PMII dan HIPMI, tapi terjadi di ormas-ormas lain atau partai politik. Di sini peran Ketua Umum atau Ketua Dewan Syura sangat penting. Keduanya yang menahkodai organisasi, harus bisa bersikap adil dalam organisasi. Bila ada dana masuk misalnya, maka dana harus dibagi secara  merata kepada pengurus (sesuai dengan keaktifannya). Bila ada jabatan pemerintah yang ditawarkan, harus dipilih orang yang paling mumpuni (kapabel dan amanah) untuk memegangnya. Bila nahkoda organisasi bersikap tidak adil terhadap pengurus (anggotanya), maka kerusuhan atau perpecahan akan terjadi. Ini akan menimpa organisasi Islam atau organisasi umum lainnya. Makanya dalam Islam, sikap adil adalah hal yang sangat penting dimiliki seorang pemimpin. Rasulullah menyatakan bahwa yang pertama mendapat perlindungan di hari kiamat (hari hisab) itu adalah pemimpin yang adil. Kenapa? Karena menjadi pemimpin yang adil itu sulit. Pemimpin itu cenderung bersifat zalim. Pemimpin cenderung mengutamakan orang yang ia sukai, baik teman dekatnya atau keluarganya. Pesan al Quran ini perlu kita renungkan,” \"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.\" (QS al Maidah 8). Wallahu alimun hakim. II 

Anies, NU, dan Jawa

Di luar itu, Anies adalah manusia kosmopolitan sebagai hasil pergulatan pemikirannya dengan ideologi-ideologi besar dunia dan pengalaman hidupnya sendiri. Itu sebabnya, kendati jauh dari Barat secara geografis, Anies disegani  karena ia berbagi perspektif demokrasi dan HAM dengan mereka. Oleh Abdurrahman Syebubakar dan Smith Alhadar, IDe (Institute for Democracy Education) SESUNGGUHNYA, identitas Anies Rasyid Baswedan berlapis-lapis. Ia seorang Jawa, Muslim moderat, nasionalis, dan kosmopolit. Saat berada di lingkungan Jawa, secara kultural Anies adalah seorang Jawa. Saat berada di tengah kaum Muslimin, ia seorang Muslim moderat yang menerima dengan tulus budaya lokal sebagai nilai-nilai yang inheren dalam keberislaman di Indonesia. Dengan kata lain, Anies Baswedan memaklumi konsep Islam kontekstual atau pribumisasi Islam yang disodorkan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur). Artinya, pada sosoknya telah berhimpun nilai-nilai Islam lokal dan universal sekaligus, terbebas dari sektarianisme dalam Islamic sphere. Bahkan, orang bisa menemukan Islam tradisional atau Islam ahl sunnah waljamaah khas NU dalam pandangan dan sikap keislamannya. Keindonesiaannya justru lebih menonjol. Ia adalah representasi warga bangsa masa kini, sosok yang lahir dari Indonesia modern yang tak dapat dipisahkan dari dinamika perkembangan global di mana Indonesia telah terintegrasi ke dalamnya. Pembagian masyarakat Indonesia masa kini ke dalam dua kubu-nasionalis dan Islamis, secara tajam tidak lagi relevan. Secara kultural, sosial, dan politik, Indonesia makin cair. Kian banyak orang Jawa, yang dulu dikelompokkan antroplog Clifford Geertz sebagai kaum abangan, secara intensif telah mengadopsi nilai-nilai Islam. Juga, pasca Nurcholish Majid alias Cak Nur mencetuskan slogan: “Islam Yes, Partai Islam No”, di mana politik bukan wilayah sakral yang mengharuskan kaum Muslim memilih parpol berbasis agama dalam politik elektoral, banyak orang Islam bermigrasi ke wilayah kultural dan memiliki preferensi politik yang beragam. Itu terlihat dari kecilnya perolehan suara parpol berbasis massa Islam dibandingkan dengan parpol-parpol nasionalis. Bahkan, sebagian Muslim dari keluarga santri justru sangat anti populisme Islam. Di antara benturan budaya, sosial, dan politik di kalangan masyarakat Indonesia era sekarang, Anies muncul sebagai sosok yang mempersatukan semua itu karena ia memang lahir dari rahim Indonesia. Dari keluarga, ia mendapatkan nilai-nilai nasionalis-relijius. Dari perjumpaannya dengan mahasiswa-mahasiswa dari seluruh Indonesia saat kuliah di UGM, selain dengan membaca banyak buku tentang sejarah Indonesia, memperluas wawasannya tentang kebangsaan Indonesia. Sedangkan mengenai pemahaman dan penghayatannya terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal diperoleh ketika ia kuliah S2 dan S3 di Amerika Serikat. Bahkan, ia telah bergaul dengan siswa-siswa dari segala bangsa saat menghabiskan satu tahun bersekolah di SMA di AS. Sehingga, Anies menjadi titik temu berbagai pemikiran politik dan budaya sekuler maupun relijius orang-orang Indonesia. Ia juga menjadi juru bicara Indonesia dan Dunia Islam yang otentik bagi komunitas Internasional. Anies memang telah menginternalisasi banyak nilai luhur yang dihasilkan budaya-budaya utama dunia. Dari situ terbentuk karakter intelektual, karakter moral, dan karakter kinerja-nya. Juga hasratnya belajar yang tak dapat dihentikan. Pemikiran dan sikap Anies yang melampaui primordialisme apa pun terlihat dari kepemimpinannya di Jakarta. Pemikirannya selalu kreatif dan fundamental dalam mengembangkan ibu kota di mana tujuan memanusiakan manusia menempati titik sentral. Ia berhasil menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh warga tanpa kecuali, tanpa membedakan satu dengan yang lain berdasarkan primordialisme. Dalam sikap, ia sangat tegas, tapi demokratis dan toleran dalam berinteraksi dengan semua golongan. Sangat bijaksana menghadapi lawan-lawannya, termasuk para influencer dan buzzer. Karakter seperti ini tidak kita temukan pada sosok-sosok pemimpin Indonesia masa kini yang umumnya mengalami defisit moral, nir kepemimpinan otentik, dan tak punya pemahaman yang mendalam tentang Indonesia itu sendiri. Di luar itu, Anies adalah manusia kosmopolitan sebagai hasil pergulatan pemikirannya dengan ideologi-ideologi besar dunia dan pengalaman hidupnya sendiri. Itu sebabnya, kendati jauh dari Barat secara geografis, Anies disegani  karena ia berbagi perspektif demokrasi dan HAM dengan mereka. Terlebih, sistem otoritarianisme RRC yang sedang dilirik dunia ketiga yang repot berurusan dengan demokrasi dan HAM. Sedangkan negara-negara Timur Tengah menaruh harapan besar padanya untuk mempromosikan pemikiran Islam moderat ke panggung internasional saat Islam di kawasan itu terlanjur dicap sebagai kekuatan destruktif bagi perkembangan peradaban dunia. Peran ini juga yang (ingin) dimainkan NU di pentas global. (*)

Mengapa Anies Selalu Disambut Meriah?

Dalam survei yang dilakukan Vox Populi dan LSI menunjukkan kepuasan warga Jakarta terhadap kinerja Anies. Nilainya tidak main-main, 83,5% dan 80% warga merasa puas. Sangat tinggi. Oleh: M Chozin Amirullah, Pemerhati Politik MULAI awal November 2022, Anies Baswedan melakukan silaturahmi kebangsaan ke beberapa daerah di Indonesia. Diawali dari Medan, lalu dilanjutkan ke Solo, Jogjakarta, Ciamis, dan Tasikmalaya. Dari beberapa kunjungan tersebut, ada satu fenomena yang sama, yaitu Anies selalu disambuat masyarakat dengan meriah. Ada satu pertanyaan yang menggelitik dari kunjungan dan silaturahmi tersebut. Apa yang membuat Anies selalu disambut begitu meriah? Padahal dia bukan pejabat negara. Dia juga bukan petinggi partai atau ormas. Bahkan dia juga bukan ketua keluarga atau ikatan alumni sebuah kampus. Bagi saya, ini satu fenomena yang menarik. Ingat, Anies sekarang adalah warga negara biasa. Bukan lagi pejabat. Tapi selalu disambut dengan gegap gempita. Saya akan coba mengurai satu per satu faktor apa saja yang membuat kehadirannya selalu ditunggu oleh masyarakat. Pertama, kerja Anies dilihat masyarakat. Meskipun Anies hanya memimpin DKI Jakarta selama lima tahun (2017-2022), tapi kinerja Anies bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Terasa hiperbolik? Tunggu dulu. Saya akan tunjukkan buktinya.  Kesungguhan Anies dalam menuntaskan janji membangun Jakarta selama lima tahun sudah dipenuhi. Bukan hanya pada status selesai, tapi dipenuhi dengan sangat baik. Dalam survei yang dilakukan Vox Populi dan LSI menunjukkan kepuasan warga Jakarta terhadap kinerja Anies. Nilainya tidak main-main, 83,5% dan 80% warga merasa puas. Sangat tinggi. Kepuasan warga tersebut tidak lepas dari kebijakan-kebijakan yang diambil Anies Baswedan. Berbagai fasilitas publik dibangun dengan menawan selama Anies menjabat Gubernur DKI Jakarta. Ibukota benar-benar jadi kota dunia. Banyak sekali fasilitas publik keren yang dinikmati masyarakat. Fasilitas publik yang menawan itu, banyak yang dijadikan tempat beraktivitas. Masyarakat yang menggunakannya kemudian mendokumentasikannya dan menyebarkan ke media sosial, lalu viral. Kecantikan kota Jakarta akhirnya bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Dampaknya apa? Banyak wisatawan dari luar kota, bahkan ada dari luar negeri, datang ke Jakarta untuk menikmati fasilitas publik di Jakarta. Masih ingat Citayam Fashion Week kan? Fasilitas publik di Dukuh Atas tersebut digunakan oleh warga dari luar kota. Hebatnya lagi, Citayam Fashion Week di Jakarta menginspirasi warga kota lain untuk membuat pagelaran sejenis seperti Bandung Fashion Week, Semarang Fashion Week, Makassar Fashion Week dan lainnya. Kedua, masyarakat kita semakin rasional. Ya, masyarakat kita sekarang ini bisa menilai kinerja pejabat publik dengan rasional. Jadi, bila bagus memang dinilai bagus, bila kurang baik dinilai kurang baik. Kebijakan-kebijakan yang diambil dan dijalankan Anies selama memimpin Jakarta, terbukti berdampak positif bagi warga DKI Jakarta dan Indonesia. Hal tersebut dinilai positif oleh masyarakat. Ada banyak contoh kebijakan Anies yang kebijakannya mendapat penilaian positif dari masyarakat. Transportasi publik terintegrasi lewat JakLingko, harga pangan di Jakarta terkendali, penataan kampung-kampung Jakarta, pembangunan stadion kelas internasional, dan masih banyak lagi. Ketiga, kharisma Anies. Menurut saya, Anies adalah sosok kharismatik. Menurut sosiolog Max Weber, memang ada tipe-tipe pemimpin kharismatik, yaitu pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa. Hal tersebut menurut saya ada dalam diri Anies. Itulah tiga hal yang membuat Anies selalu disambut gegap gempita setiap berkunjung ke satu daerah. Pertanyaan selanjutnya, apakah sambutan-sambutan tersebut hanya terjadi kemarin, atau masih mungkin terjadi di lokasi-lokasi lainnya? Meminjam istilah bahasa kekinian, sambuatan Anies ke depan akan semakin pecah. (*)

Dolar AS Tidak Langka: Cadangan Devisa Lebih Dari 130 Miliar Dolar AS

BI telah menentukan pilihan kebijakannya. BI secara sadar menahan laju kenaikan suku bunga acuan jauh di bawah kenaikan The Fed fund rate. BI juga sangat paham konsekuensi dari pilihan kebijakan tersebut. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) DOLAR AS langka? Pernyataan ini tidak benar, terkesan fitnah (cari kambing hitam), bahkan terdengar seperti membodohi publik. Karena, cadangan devisa Indonesia masih sangat besar. Sangat aman. Begitu kata BI. Cadangan devisa Indonesia lebih dari 130 miliar dolar AS. Bagaimana bisa langka? Cadangan devisa tersebut sebagian besar (atau lebih tepat, semuanya) berasal dari investor asing, yang membawa dolar masuk ke Indonesia, untuk investasi di Indonesia. Sekarang, investor asing tersebut mau menarik kembali dolarnya. Mau dibawa ke negeri asalnya. Tidak banyak, hanya 16 miliar dolar AS, dalam satu tahun terakhir ini, tercermin dari penurunan cadangan devisa dari 146 miliar dolar AS (tertinggi, pada 09/2021) menjadi 130 miliar dolar AS (10/2022). Masalahnya, pemilik dolar AS lainnya tidak mau melepas dolarnya. Mereka juga mau pegang dolar AS, tidak mau pegang rupiah. Membuat permintaan terhadap dolar AS jauh lebih besar dari supply. Hal ini diperparah dengan intervensi Bank Indonesia (BI) yang membuat kurs rupiah tertahan di bawah Rp16.000. Tanpa intervensi mungkin kurs rupiah sudah tembus Rp16.000 atau Rp17.000 per dolar AS. Artinya, kurs rupiah hasil intervensi ini artifisial, tidak menarik bagi investor asing, mengingat suku bunga The Fed sudah naik cukup tinggi, dan sudah mendekati suku bunga acuan BI, dengan selisih hanya sekitar satu persen saja, sehingga pemilik dolar tidak mau melepas dolarnya. Jadi, dolar AS tidak langka. Yang langka adalah kebijakan yang tepat dalam merespons kebijakan The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat. Untuk mengatasi inflasi yang sangat tinggi, The Fed terpaksa menaikkan suku bunga acuannya cukup agresif. Selama 6 bulan terakhir suku bunga The Fed sudah naik 4 persen. Kebijakan ini diambil untuk menyelamatkan ekonomi Amerika Serikat, untuk menyelamatkan ekonomi rakyat Amerika Serikat yang daya belinya digerogoti inflasi. Tidak ada yang salah dengan kebijakan The Fed ini. Bahkan BI dan Bank Sentral lainnya, seharusnya sudah dapat memprediksi dan mengantisipasinya. Antara lain dengan menaikkan suku bunga acuan, sebagai respons atas kebijakan the Fed. Tetapi hal ini tidak dilakukan sepenuhnya oleh BI. Kenaikan suku bunga acuan BI hanya 1,75 persen versus kenaikan suku bunga The Fed sebesar 4,00 persen. Maka itu, dolar lari keluar, bukan langka. Dan kurs rupiah melemah. Begitu juga dengan ECB, European Central Bank, yaitu bank sentral untuk negara-negara pengguna mata uang euro. ECB hanya menaikkan suku bunga acuannya sebesar 2 persen, maka itu kurs euro anjlok 20%, dari sekitar 1,2 dolar AS per euro menjadi sekitar 1 dolar AS saja. Bahkan sempat di bawah 1 dolar AS. Kesimpulannya, tak ada makan siang gratis. Tidak bisa hanya mau menikmati usaha The Fed, tanpa ikut menanggung “derita” kenaikkan suku bunga acuan. BI telah menentukan pilihan kebijakannya. BI secara sadar menahan laju kenaikan suku bunga acuan jauh di bawah kenaikan The Fed fund rate. BI juga sangat paham konsekuensi dari pilihan kebijakan tersebut. Yaitu dolar AS kabur dan rupiah anjlok. Bukan dolar AS langka! Dolar Langka Sebelumnya, seperti dilansir CNN Indonesia, Jumat (18 Nov 2022 07:20 WIB), BI mengungkapkan dolar AS sedang langka di pasaran. Kelangkaan mata uang Negeri Paman Sam ini tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lain. “Jadi apa yang terjadi di global sekarang ini dolar shortage,” ungkap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti saat konferensi pers BI, dikutip Jumat (18/11/2022). Menurutnya, kelangkaan ini disebabkan oleh kondisi bank sentral utama dunia, yakni The Federal Reserves (The Fed) yang menaikkan suku bunga secara agresif untuk menekan lonjakan inflasi. Kebijakan itu membuat yield obligasi AS menanjak. “Fed Fund Rate (FFR) terus meningkat kemudian juga bond yield di AS untuk dolar AS juga tinggi,” imbuhnya. Hal tersebut membuat banyak pelaku pasar yang beralih ke obligasi dan dolar AS. Tercermin dari arus keluar yang terjadi di banyak negara baik maju maupun berkembang. “Ini mendorong arus balik dolar AS dari beberapa negara emerging market termasuk Indonesia, termasuk negara maju juga di Eropa dan sebagainya itu masuk kembali ke AS,” jelasnya. Baliknya modal asing ke AS ini tercermin dari Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) yang naik 106,28 atau 11,09 persen hingga November ini. “Ini akhirnya menyebabkan adanya dolar shortage atau kelangkaan dolar di negara-negara emerging market, termasuk negara maju,\" pungkasnya. Kelangkaan dolar AS menjadi satu faktor yang menekan rupiah. Pada perdagangan kemarin, Kamis (17/11), nilai tukar rupiah berada di level Rp 15.662 per dolar AS. Mata uang Garuda melemah 63 poin atau 0,40 persen dari perdagangan sebelumnya. (*)

Rakyat Berjuang Sendiri, Hasilnya untuk Kekuasaan Partai?

Teringat tahun 1965 di Jawa Barat, bagaimana pasukan baret hijau dari Kodam Siliwangi mengawal rakyat, mahasiswa dan siswa yang demo Tritura dan membubarkan PKI. Oleh : DR. Ir. Memet Hakim, Alumnus UNPAD, Pengamat Sosial, Ketua Umum APIB GNPR (Gerakan Nasional Pembela Rakyat) gabungan ratusan ormas dan relawan yang dimotori oleh PA 212 dan GNPF sudah beberapa kali unjuk rasa ke Istana. Dengan tiga tuntutan: Turunkan harga BBM, Turunkan harga lainnya dan Tegakkan supremasi hukum. Tidak digubris oleh pemerintah. Terakhir pada unras 411 GNPR merubah tuntutannya menjadi tunggal, yakni: Turunkan Jokowi! Pada kegiatan tersebut Buruh dan Mahasiswa juga turut serta dengan tuntutan tunggal yang seragam Turunkan Jokowi. Presiden Jokowi dinilai sebagai sumber ketidak-beresan di negeri ini, banyak “bohongnya”. “The King of The Lip Service” menurut BEM UI. Tiga tuntutan GNPR agar harga-harga diturunkan dan tegakkan supremasi hukum. Dengan dinaikannya harga BBM telah membuat kemiskinan dan penderitaan rakyat bertambah, PHK di mana-mana sebagai akibat kebijakan yang salah. Melalui beberapa kali unras GNPR yang didukung oleh masyarakat, sama sekali tidak digubris oleh penguasa. Sehingga tuntutan mundur kepada Presiden Jokowi sangatlah wajar. Aksi GNPR memang mewakili kebanyakan rakyat, mereka berjuang menyuarakan ketidakadilan karena DPR sebagai parlemen wakil rakyat sudah tidak bisa diharapkan. Fraksi di DPD RI dan DPR RI bersikap “membebek” dan “berdiam diri” membiarkan rakyat semakin miskin dan bergerak sendiri. Mereka Partai Politik asyik masyuk dengan mainannya sendiri. Alangkah tidak terpuji dan tidak bermartabatnya sikap tersebut. Partai hanya mengambil keuntungan dari penderitaaan rakyat. Mereka sangat pragmatis. Prinsip usaha dari peluang kekuasaan mencari untung sebesar mungkin dengan modal dan resiko sekecil mungkin. Partai telah bergeser dan tidak lebih hanya alat kekuasaan semata. Sementara para aktivis, ulama, dan tokoh yang kritis menyuarakan penderitaan rakyat mereka biarkan dikriminalisasi oleh penguasa, dituduh radikal, intoleransi, bahkan dituduh teroris dan ditangkap dengan alasan yang semena-mena. Para buzzer sewaan para penguasa menyerang para aktivis dan tokoh kritis dengan sebutan Kadrun dan memaki-maki dengan kosa-kata binatang. Sudah tidak peduli penderitaan rakyat masih saja menyerang yang berjuang untuk rakyat. Partai dan elit politik hanya mampu membuat baliho, menyebar spanduk bendera dimana mana, menyebar bantuan dengan bungkus kampanye terselubung. Mendekat Pemilu mereka rajin berkunjung ke Pesantren. Tiba tiba tampak soleh dan solehah bersarung, berkopiah, berkerudung.  identitas Islam mereka pakai dengan murah. Sebaliknya mereka juga menyatakan jangan, ada politik identitas. Munafik lebih tepat untuk label mereka. Penulis menyakini memang tidak semua elit politik, sebagian mereka yang lurus hanya terikat dengan sistim fraksi. Namun jika saja ada yang cerdik dan berani “mendukung” gerakan rakyat memperjuangkan aspirasinya baik secara personal maupun partai atau sayap partai, mereka akan mendulang simpati dan suara rakyat. Di sinilah seharusnya partai pro rakyat berada, berjuang bersama rakyat. Dulu jaman memperjuangkan “kemerdekaan” rakyat yang dipimpin oleh para ulama berjuang, bersimbah darah dan berkorban harta “melawan kekuasaan” para penjajah Belanda. Sekarang ini melalui sistem demokrasi kriminal, jual-beli jabatan. Partai yang full berdaulat. Berkoalisi mendukung penguasa untuk mendapatkan kue kekuasaan, melupakan rakyat yang memilihnya. Sekarang di jaman “mengisi kemerdekaan” rakyat yang “miskin dan menderita“ karena dijajah bangsa sendiri. Siapa yang memperjuangkan? Partai? Rakyat yang berunjuk rasa dipimpin oleh Ulama melalui GNPR bergerak turun ke jalan. Tanpa dukungan partai. Tapi jika berhasil seperti dulu Proklamasi kemerdekaan. Setelah itu partailah yang rebutan kekuasaan. Akankah pola ini terjadi lagi? Teringat tahun 1965 di Jawa Barat, bagaimana pasukan baret hijau dari Kodam Siliwangi mengawal rakyat, mahasiswa dan siswa yang demo Tritura dan membubarkan PKI. Begitu juga terjadi di daerah lain. TNI masih bersama rakyat. Bukan dalam arti slogan. Sekarang bisakah terjadi? Rakyat yang telah dibela oleh kekuasaan, saat ini kembali bersuara dan ingin merdeka lagi tanpa bantuan partai atau TNI. Sejarah yang akan berbicara kelak, apakah partai dan TNI akan berjalan masing-masing atau bersama rakyat. Bandung, 21 November 2022. (*)

Interaksi Simbolik Kunjungan Mensesneg dan Calon Panglima TNI

Sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, penunjukan Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Oleh: Selamat Ginting, Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (UNAS), Kandidat Doktor Ilmu Politik SIAPA yang akan menduduki posisi Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa? Bisa dilihat dari aktivitas Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. Jika Mensesneg mengunjungi Mabesad, maka yang akan menjadi Panglima TNI adalah KSAD Jenderal Dudung Abdurachman. Jika Pratikno mengunjungi Mabesal maka KSAL Laksamana Yudo Margono yang akan menjadi Panglima TNI. Begitu pun jika mengunjungi Mabesau, KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo yang jadi Panglima TNI. Kunjungan Mensesneg dalam ilmu komunikasi sejalan dengan teori interaksi simbolik. Teori yang memiliki asumsi manusia membentuk makna melalui proses komunikasi. Teori interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri dan persepsi yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan individu lain. Setahun lalu, misalnya. Mensesneg Pratikno mengunjungi Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad) menemui Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa. Saat itu Andika menjadi salah satu calon Panglima TNI. Kunjungan bermakna interaksi simbolik tersebut, saat itu dibungkus dengan alasan Mensesneg melihat fasilitas baru di Mabesad. Bahkan, Pratikno membantah pertemuan itu berkaitan dengan bursa Panglima TNI. Beberapa hari setelah itu, DPR mengumumkan surat presiden tentang calon Panglima TNI sudah diserahkan Sekretariat Negara kepada Ketua DPR. Hasilnya, Jenderal Andika yang ditunjuk menjadi Panglima TNI. Hal itu berlaku jika di masa normal. Artinya tidak ada percepatan pergantian Panglima TNI. Berbeda ketika Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akan digantikan Marsekal Hadi Tjahjanto. Saat itu diam-diam Mensesneg menyerahkan surat presiden kepada Ketua DPR. Artinya ada hal rahasia, Gatot Nurmantyo dicopot lebih cepat tiga bulan dari usia pensiunnya. Gatot mestinya diganti pada Maret 2018 dipercepat pergantiannya menjadi Desember 2017. Maknanya Presiden Jokowi sudah merasa tidak sejalan dengan kebijakan Jenderal Gatot sebagai Panglima TNI. Jadi dilakukan dengan operasi intelijen atau rahasia agar Jenderal Gatot tidak mengetahui keputusan politik Presiden Jokowi. Setidaknya dalam sepekan ini, publik bisa melihat gerakan komunikasi politik yang akan dilakukan Mensesneg Pratikno. Apakah ia akan mengunjungi Mabesad, Mabesal, atau Mabesau? Atau jangan-jangan menggunakan pola komunikasi interaksi simbolik yang berbeda. Yang jelas, tiga kepala staf angkatan memenuhi syarat sesuai UU TNI, calon Panglima TNI akan diambil dari tiga kepala staf angkatan atau yang pernah menjadi kepala staf angkatan. Sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, penunjukan Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Jadi, siapa pun perwira tinggi bintang empat yang akan ditunjuk oleh Presiden Jokowi harus siap melajsanan tugas baru. Begitu pun yang tidak dipilih harus siap menerima keputusan politik ini. Tidak boleh matranya \'ngambek\', karena pimpinannya tidak ditunjuk menjadi Panglima TNI. Ini bukan hanya semata-mata urusan pergiliran, tapi lebih dari itu, untuk kepentingan organisasi TNI. Bahkan lebih penting dari itu hakikat ancaman menjadi alasan utama untuk menentukan siapa yang paling pas untuk menjadi Panglima TNI. Sebagai penjaga kedaulatan negara, TNI harus tetap solid. (*)

Antara Mubahalah Bambang Tri dan Sumpah Presiden Jokowi

Sumpah Presiden itu merupakan “perjanjian” langsung dengan Allah SWT selaku pencipta. Namun, apakah Jokowi “menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya”? Oleh: Juju Purwantoro, Advokat/Tim Kuasa Hukum Gus Nur & Bambang Tri USTADZ Sugi Nur Raharja alias Gus Nur dan Bambang Tri telah ditangkap dan ditahan oleh Bareskrim Polri sejak 13 Oktober 2022. Penyidik menganggap mereka telah dengan sengaja di muka publik melakukan praktik bersumpah dengan memanfaatkan simbol ajaran agama Islam, dan berusaha meyakinkan publik dengan materi sumpah yang mengandung dusta. Hal tersebut, menurut penyidik, termasuk sebagai tindakan penyalahgunaan agama terkait penodaan atau penistaan terhadap ajaran agama Islam. Sesungguhnya Mubahalah merupakan ajaran dan keyakinan individu umat muslim, adalah bagian dari syariat Islam. Tujuan mubahalah mereka adalah, karena meyakini tentang ketidak-absahan ijazah sekolah Presiden Joko Widodo yang ditulis dalam bukunya “Jokowi Under Cover”. Mubahalah biasanya adalah sebagai bentuk peringatan, atau \'shock theraphy\' kepada pihak lain agar tidak mudah berbohong dalam sesuatu hal. Terasa aneh, jika ada pihak yang mempersoalkan/intervensi tentang Mubahalah. Apalagi sampai menjadikannya sebagai materi penodaan agama atau tindak pidana kejahatan. Hal itu justru tampaknya sebagai upaya kriminalisasi terhadap ajaran kepercayaan (aqidah) Islam. Padahal tentang mubahalah kita dapat mengacu \'QS. Ali Imran\' (ayat 61) ; “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” Mubahalah sendiri dilakukan dengan niat yang tulus, juga tidak diatur dalam hukum formal atau suatu Undang-Undang, dan hanya dilakukan secara fundamental sesuai syariat Islam (nonformal). Sangat mungkin, ada pertentangan kepentingan (conflict of interest) dan pertentangan hukum (conflict of law) jika ustadz Gus Nur dan Bambang Tri dipersoalkan secara hukum dan menjadikan mereka sebagai tersangkanya. Dengan mubahalah menunjukkan keyakinan akan kebenaran, dan komitmen kesiapan seseorang menerima laknat Allah jika dusta, dasarnya adalah norma keagamaan. Penyidik dalam hal ini tampak tendensius (obstruction of justice), karena menganggap mereka melakukan tindak pidana penodaan agama sesuai pasal 156 a KUHP. Seyogiyanya dalam menentukan ada tidaknya unsur pasal 156 a KUHP tentang penodaan agama harus dipenuhi dengan adanya keterangan ahli agama Islam yang  representatif dan independen, misalnya ahli yang mewakili Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pengalaman selama ini  juga belum pernah ada  seseorang, bahkan ada tokoh nasional yang melakukan mubahalah tidak berakhir di jeruji penjara. Apalagi tuduhan penyebaran pemberitaan bohong, sehingga menimbulkan keonaran di masyarakat, tampak sangat mengada-ada dan dipaksakan, terpenting bagaimana mereka bisa ditahan. Keduanya disangkakan Pasal 156 a huruf a KUHP tentang Penistaan Agama, Pasal 45 a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan. Kemudian, Pasal 14 ayat 1 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana tentang penyebaran pemberitaan bohong sehingga menimbulkan keonaran di masyarakat. Sumpah Presiden Bagaimana dengan Sumpah Presiden dan Wakil Presiden? Apakah jika tidak dipenuhi sumpah atau janjinya selama menjabat bisa dikenakan pasal sebagai Penistaan Agama dan Penyebaran Berita Bohong? Cobalah simak isi Sumpah Presiden dan Wapres saat Jokowi dan Ma’ruf Amin dilantik sebagai Presiden dan Wapres pada 20 Oktober 2019 di depan MPR RI. Pengucapan sumpah atau janji dilakukan secara bergantian. “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa,” ujar Presiden Jokowi. Setelah itu giliran Ma\'ruf Amin yang mengucapkan sumpah atau janji. “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa,” ucap Ma\'ruf. Setelah itu, keduanya menandatangani berita acara pelantikan. Selain Presiden Jokowi dan Ma\'ruf Amin, seluruh Pimpinan MPR juga ikut menandatangani berita acara pelantikan. Sebanyak 689 anggota MPR hadir dalam Sidang Paripurna. Acara Pelantikan Presiden 2019 ini diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Setelah itu prosesi pelantikan dilanjutkan dengan mengheningkan cipta untuk para pahlawan bangsa. Dalam pelantikan tersebut hadir pula tamu kenegaraan dan utusan dari negara-negara sahabat. Sumpah Presiden itu merupakan “perjanjian” langsung dengan Allah SWT selaku pencipta. Namun, apakah Jokowi “menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya”? Silakan rakyat yang menilai janji presiden tersebut dengan 689 saksi di MPR yang bisa dimintai keterangan oleh penyidik. (*)

Pura Mangkunegaran, Istana Bukan untuk Nikahan

Jokowi sebagai seorang Presiden dan Bhre Cakrahutomo sebagai seorang Adipati mestinya dapat memberi keteladanan tentang implementasi nilai-nilai norma-etika. Oleh: Jlitheng Suparman, Budayawan Solo SANGAT disesalkan jika Joko Widodo akan benar-benar menyelenggarakan ngundhuh mantu di Pura Mangkunegaran. Lebih disesalkan lagi ketika Mangkunegoro (MN) X yang bernama asli Bhre Cakrahutomo, sedemikian dengan mudah mengijinkan Pendhapa Ageng Mangkunegaran dipakai untuk ngundhuh mantu Kaesang. Jokowi yang kebetulan menjabat sebagai Presiden RI, dan Bhre Cakrahutomo yang kebetulan menjabat sebagai MN X, kedua-duanya kita berharap jangan sampai miskin wawasan sejarah dan norma etika. Pura atau Kadipaten Mangkunegaran bukanlah kadipaten “manca negari”, kadipaten kecil yang berada di bawah kekuasaan otoritas kerajaan yang lebih besar. Pura Mangkunegaran statusnya juga kerajaan setara dengan Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Lahan dan struktur bangunan situs Pura Mangkunegaran memang tidak seluas dan sebesar Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Namun, otoritas politik Mangkunegaran di kala itu boleh dikata sejajar dengan dua kerajaan yang disebutkan belakangan. Bahkan di masa awal-awal keberadaan Mangkunegoro I sangat ditakuti oleh Pakubuwono III dan Hamengku Buwono I, juga VOC. Intinya, Pura Mangkunegaran secara kesejarahan juga merupakan sebuah kerajaan. Pendhapa Ageng Mangkunegaran statusnya sama dengan Pendhapa Ageng Sasana Sewaka Keraton Surakarta maupun Yogyakarta, yakni sebagai Istana. Sama dengan Istana Merdeka di Indonesia sekarang. Istana itu bukan tempat tinggal maupun milik pribadi. Istana merupakan kantor, tempat kerja, ruang kerja resmi Raja ataupun Presiden. Statusnya sebagai asset negara bukan hak milik privat. Sesuai statusnya sebagai Istana, sudah tentu pemanfaatannya hanya untuk kegiatan resmi kenegaraan. Kegiatan-kegiatan pribadi sebenarnya tidak bisa diselenggarakan di situ. Sejauh pengetahuan belum pernah terjadi Istana dipakai untuk resepsi mantenan. Kalau pun memang pernah terjadi berarti pemegang otoritas bersangkutan tak mengerti atau sengaja menyalahgunakan otoritasnya. Pura Mangkunegaran, Keraton Surakarta, Keraton Yogyakarta, dan keraton-keraton setara lainnya di Indonesia sekarang ini memang sudah tidak lagi memiliki otoritas politik. Keberadaannya sebatas institusi (cagar) budaya. Sebagai sebuah cagar budaya terdapat nilai-nilai yang mesti dijaga supaya eksistensinya sebagai representasi jejak peradaban tetap lengkap. Unsur-unsur kesakralan dan kewibawaan sebagai sebuah kerajaan harus dilestarikan. Itulah mengapa sampai saat ini, seperti misal Sasana Sewaka Keraton Surakarta sama sekali tidak digunakan untuk kegiatan lain selain seremoni adat-tradisi resmi kerajaan. Dari uraian di atas, maka rencana Jokowi ngundhuh mantu di Pura Mangkunegaran layak disesalkan. Pertama, hajat pernikahan merupakan urusan ranah pribadi. Dari itu ngundhuh mantu tidak selayaknya diselenggarakan di Pendhapa Ageng Mangkunegaran yang statusnya secara historis-kultural merupakan Istana Kerajaan. Kedua. Dalam konteks Republik Indonesia, Jokowi memang berkedudukan atau menjabat sebagai Presiden. Namun dalam kontek sosio-historis-kultural terkait dengan eksistensi Pura Mangkunegaran, Jokowi selaku pribadi statusnya adalah sebagai kawula atau rakyat biasa. Yang bestatus Raja atau Adipati saja tidak boleh seenaknya menggunakan fasilitas Pendhapa Ageng untuk urusan pribadi, apalagi orang yang berkedudukan sebagai rakyat biasa. Ketiga, jika perhelatan ngundhuh mantu tetap dilaksanakan, kita masyarakat dan bangsa Indonesia sungguh semakin kehilangan keteladanan dalam hal menjaga dan menjalani norma-etika dalam berperikehidupan di segala bidang. Jokowi sebagai seorang Presiden dan Bhre Cakrahutomo sebagai seorang Adipati mestinya dapat memberi keteladanan tentang implementasi nilai-nilai norma-etika. Keempat, kenekatan penyelenggaraan ngundhuh mantu di Pura Mangkunegaran hanya akan mempertontonkan perilaku arogansi penguasa. Dumeh Presiden, dumeh Mangkunegoro, lantas dapat berbuat seenaknya tanpa peduli norma etika. Tindakan tersebut juga dapat dikategorikan pelecehan budaya. Bagaimana pun Pura Mangkunegaran sebagai sebuah representasi jejak peradaban berstatus Kerajaan keberadaannya beserta struktur nilai yang terdapat di dalamnya, tetap harus dihormati. Presiden Joko Widodo maupun KGPAA Mangkunegoro X sebagai bagian dari wong Jawa yang katanya berkepribadian adi luhung, jangan sampai mempertegas sinyalemen “wong Jawa ilang jawane”. Jadi, kalau dipaksakan bisa merusak tatanan karaton karena Jokowi hanya Kawulo (rakyat). Semoga. Sukoharjo, 21 Nopember 2022. (*)