OPINI
Pinjaman Luar Negeri (PLN): Bahaya Serius Dalam Nilai Tukar
Intinya adalah negatif cash flow akan membahayakan nilai tukar. Pemerintah tidak pernah fokus pada perbaikan nilai tukar. Sepanjang era reformasi yang terjadi adalah pelemahan ekonomi Indonesia melalui perlahan nilai tukar secara rapi dan sistematis. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) SAAT arus pinjaman luar negeri sudah negatif maka siap-siaplah nilai tukar akan memburuk. Apakah ada yang diuntungkan? Selalu ada, lihat cadangan devisa melemah pada saat harga komoditas tinggi. Berarti ada yang menyimpan uang hasil ekspornya dalam mata uang asing dalam jumlah besar. Mereka menunggu kejatuhan rupiah untuk mengambil alih semuanya di dalam.negeri. Termasuk membeli kepala pemerintahan. Semua bahaya yang akan dihadapi oleh pemerintahan sekarang dan ke depan semunya berawal dari penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memang didesain untuk menguntungkan segelintir orang dan menjadikan negara sebagai bancakan oligarki nasional kolaborator bandit internasional. Bagaimana alurnya? Perhatikan fakta berikut. Masih tinginya Pinjaman Luar Negeri (PLN) merupakan instrumen utang yang lebih dulu dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk membiayai defisit APBN. Hal itu sejalan dengan usaha pemerintah untuk semakin meningkatkan peran investor domestik melalui penerbitan SBN dan mengurangi ketergantungan terhadap sumber pembiayaan luar negeri. Masalahnya adalah pinjaman luar negeri terus mengalami penurunan secara relatif terhadap total utang. Namun demikian, peran penting pinjaman luar negeri tidak dapat dipungkiri dalam mendukung pendanaan proyek terutama proyek infrastruktur. Realisasi penarikan pinjaman tunai dalam periode 2018-2021 rata-rata mencapai target sebagaimana yang direncanakan dalam APBN. Realisasi tertinggi pinjaman tunai terjadi pada tahun 2020 saat Pemerintah menarik pinjaman tunai senilai US$ 6,9 miliar, yang antara lain bersumber dari World Bank sebesar ekuivalen US$ 1,2 miliar, dan Asian Development Bank (ADB) sebesar ekuivalen US$ 1,6 miliar. Penarikan pinjaman tunai pada tahun 2020 juga melebihi target karena adanya tambahan penarikan pinjaman program sampai dengan Rp 102.25, triliun atau 473,4 persen dari APBN sebagai bagian strategi pemerintah dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional. (Ini bahasa APBN, gak salah ini? Lihat prosentasenya). Secara bruto, realisasi penarikan Pinjaman Luar Negeri periode tahun 2018-2022 rata-rata mencapai 186,7 persen dari target penarikan dalam APBN. Di samping melakukan penarikan pinjaman luar negeri, Pemerintah juga melakukan kewajiban pembayaran cicilan pokok PLN sesuai dengan jadwal jatuh tempo. Bahayanya sekarang adalah perkembangan realisasi pembayaran cicilan pokok PLN terutama dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan jadwal pembayaran pinjaman jatuh tempo. Penarikan pinjaman tunai dalam mata uang asing tahun 2023 direncanakan sebesar US$ 2,0 miliar atau ekuivalen Rp 29.5, triliun. Sementara itu, untuk 2024-2027 penarikan pinjaman tunai dalam mata uang asing direncanakan sebesar US$2,0 miliar atau ekuivalen dengan Rp28.9 triliun. Target penarikan pinjaman program tersebut dapat disesuaikan dengan mempertimbangkan kondisi pasar SBN, kapasitas mitra pembangunan multilateral dan bilateral, serta kesiapan pemenuhan policy matrix. Angka ini mengecil, karena kapasitas Indonesia tidak layak lagi dapat pinjaman. Akibatnya Aliran uang Pinjaman Luar Negeri (PLN) yang masih Negatif. PLN (neto) dalam RAPBN tahun anggaran 2023 direncanakan sebesar negatif Rp 17.37 triliun, yang terdiri atas penarikan PLN (bruto) sebesar Rp 62.05 triliun. Sementara pembayaran cicilan pokok PLN sebesar negatif Rp 79.42 triliun. (Ingat ini sudah negatif, akan ada bahaya besar dalam nilai tukar, memang ini desainnya, gak bakal bisa ditahan). Dengan demikian, penarikan PLN (neto) RAPBN tahun anggaran 2023 lebih rendah jika dibandingkan dengan target outlook APBN tahun 2022 sebesar Rp 44.401,1 miliar terutama disebabkan oleh lebih rendahnya rencana penarikan pinjaman tunai. (Perhatikan sebenarnya ini logika dibuat-buat, yang terjadi ada tidak mungkin lagi menarik pinjaman luar negeri karena geopolitik, dan situasi politik nasional yang tidak lagi baik bagi investor). Dari sisi mata uang, cicilan pokok PLN jatuh tempo pada tahun 2023 akan dibayarkan terutama dalam mata uang dolar Amerika Serikat, yen Jepang, dan Euro. Sedangkan dari sisi kreditur terbesar, cicilan pokok PLN jatuh tempo tahun 2023 akan dibayarkan kepada kreditur bilateral seperti Jepang, Jerman, dan Korea Selatan, serta kreditur multilateral seperti ADB dan World Bank. Intinya adalah negatif cash flow akan membahayakan nilai tukar. Pemerintah tidak pernah fokus pada perbaikan nilai tukar. Sepanjang era reformasi yang terjadi adalah pelemahan ekonomi Indonesia melalui perlahan nilai tukar secara rapi dan sistematis. Pergantian pemerintahan SBY ke Jokowi Indonesia kehilangan separuh dari daya nilai tukar mata uangnya. Sekarang transisi pemerintahan tampak akan kehilangan separuh lagi. Jadi, kurs ini bisa jadi diproyeksikan berada pada Rp 25 ribu sampai 30 ribu per USD. Jadi apa kira kira, Men? (*)
Menkeu Harus Klarifikasi!
Pemerintah selalu mengatakan subsidi salah sasaran. Masyarakat berharap Menkeu Sri Mulyani bisa menjelaskan apa arti “salah sasaran”. Bagaimana kriterianya. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) KETIKA “wawancara” dengan KompasTV, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyebut Subsidi BBM naik dari Rp 152 triliun menjadi Rp 502,4 triliun (menit 2:24), akibat kenaikan harga minyak mentah ICP dari asumsi US$ 63 menjadi US$ 100 per barel. Pembengkakan Subsidi BBM ini kemudian dijadikan alasan utama menaikkan harga BBM. Tetapi, ternyata Subsidi BBM tidak sebesar itu. Apakah Menkeu memang ada maksud penyesatan informasi? Pembohongan publik? Sebagai konsekuensi, kebijakan berdasarkan informasi yang salah, maka tidak sah. MenKeu Sri Mulyani juga menyebut, konsumsi pertalite dan solar diperkirakan naik, masing-masing dari 23 juta Kilo Liter menjadi 29 juta KL dan 15 juta KL menjadi 17 juta KL, yang mana mengakibatkan Subsidi BBM membengkak lagi menjadi Rp 698 triliun (menit 4:54): atau naik Rp 195,6 triliun. Artinya, dengan hanya kenaikan konsumsi pertalite 6 juta KL dan solar 2 juta KL, total 8 juta KL, Subsidi BBM naik Rp 195,6 triliun? Artinya, Subsidi BBM mencapai rata-rata Rp 24.450 per liter, yaitu Rp 195,6 triliun dibagi 8 juta KL? Sepertinya mustahil? Mohon Menkeu klarifikasi. Pemerintah selalu mengatakan subsidi salah sasaran. Masyarakat berharap Menkeu Sri Mulyani bisa menjelaskan apa arti “salah sasaran”. Bagaimana kriterianya. Apakah kelompok buruh dengan upah di atas Rp 3,5 juta per bulan dianggap salah sasaran: sehingga tidak berhak menerima Subsidi BBM, dan juga BLT? Apa konsekuensinya seorang pejabat negara yang melakukan pembohongan, sengaja memberi informasi tidak benar dan menyesatkan, digunakan untuk mengambil kebijakan yang mempunyai dampak negatif luas, yang menyebabkan demo terus-menerus: apakah patut diduga sengaja memicu keonaran, pasal 14 UU No1/1946? (*)
Kekuasaan Presiden Sekalipun Ada Batasnya
Kasus Sambo dan semakin dibukanya borok-borok elit oleh hackers Byorka yang meretas data masyarakat semakin menunjukkan, penguasa tidak lagi bisa melindungi segenap bangsa dan tanah air Indonesia. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila BERBAGAI kebijakan pemerintah tidak memperhatikan keadaan rakyatnya menjadi kesengsaraan rakyat. Naiknya harga BBM tentu mempunyai efek domino terhadap segala kehidupan kalau angkutan naik maka semua barang dan jasa akan ikut naik. Bagi rakyat kecil sungguh penyiksaan, sebab sudah kecil pendapatannya masih harus ditekan dengan biaya hidup yang besar. Demo yang dilakukan mahasiswa, elemen rakyat, dan emak-emak sudah memasuki minggu ketiga. Demo yang merata seantero negeri dari Sabang sampai Merauke. Harus bisa mengetuk hati Presiden Joko Widodo, jangan pongah merasa berkuasa yang berada di atas Angin. Bung Karno mengatakan, deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada batasnya. ... Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat. Dan di atas segalanya adalah Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Indonesia sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 maka negara yang berdasarkan Pancasila sudah diganti menjadi negara super Kapitalis dan super Liberal. Listrik untuk rakyat kecil 450 watt diganti dengan 900 W. Mengapa harus diganti? Tujuannya gas elpiji melon akan diganti dengan kompor listrik. Apakah kompor listrik lebih merah dibanding gas elpiji? Tidak jelas. Mengapa kebijakan tidak pro terhadap rakyat? Ujung-ujungnya kepentingan oligarki perubahan kompor gas ke kompor listrik tentu butuh biaya besar. Siapa yang punya pabrik kompor listrik, tentu para oligarki. Tidak nyambungnya keinginan rakyat dengan kemauan elit politik, serta pemimpin akibat tidak paham dan tidak mengerti apa itu “Amanat Penderitaan rakyat”. Presiden Soekarno pernah mensitir tulisan yang mengharukan hati di atas nisan kuburan Sdr. Ali Archan, pejuang kita yang gugur di Boven Digul. Bunyinya, ”obor yang kunyalakan di malam gelap ini kuserahkan kepada angkatan yang kemudian”. Inilah Amanat Penderitaan Rakyat yang kita laksanakan terus sampai tempat yang dituju, yaitu hari depan kita yang gilang gemilang. Dan kitalah ”angkatan” yang kemudian itu, pengemban Amanat Penderitaan Rakyat (sambutan JM Menteri Penerangan) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 sebuah kalimat tertera hitam di atas putih bahwa ”Fakir Miskin dan Anak-Anak Terlantar Dipelihara Oleh Negara”. Jadi, sangat keliru kalau rakyat miskin dan anak terlantar hanya diberi BLT 150 ribu perbulan, dan dianggapnya beban kehidupan pemerintah memberi subsidi. Pemerintah menganggap penguasa dan rakyat adalah budak Belian yang perlu disubsidi oleh juragan atau majikannya. Subsidi adalah kata politik untuk mengelabuhi dalam proses pembodohan terhadap rakyat, padahal rakyatlah yang berdaulat, bukan partai politik atau penguasa. Pada hakikatnya, UUD 1945 ayat 34 ayat 1 adalah upaya pengejawantahan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi kenyataan. Sebagai ikhtiar mendukung perjuangan negara, bangsa dan rakyat Indonesia menempuh perjalanan menuju Masyarakat Adil dan Makmur yang bahagia hidup bersama di dalam sebuah negeri gemah ripah loh jinawi, tata tenteram kerta raharja. Tetapi sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 sistem pemerintahan diganti Visi Misi Negara diganti dengan Visi Misi Presiden, Visi Misi Gubernur, Visi Misi Bupati/Walikota, maka tujuan bernegara sudah diganti. Jadi tidak mungkin Keadilan sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia diletakkan pada sistem kapitalisme liberalisme seperti sekarang ini yang tidak mengenal apa itu Amanat Penderitaan Rakyat. Kerusakan kehidupan berbangsa dan bernegara terus berlanjut, satu-satu kebobrokan oleh kekuatan alam semesta dibongkar. Kasus Sambo adalah alam semesta yang membongkar bagaimana bobroknya kepolisian sebagai bhayangkara negara justru berbuat nista, dengan menggunakan kendaraan Satgassus Merah Putih menjadi backing judi online, perjudian, narkoba, pencucian uang, dan banyak lagi kasus pertanahan. Padahal agenda reformasi memisahkan ABRI dengan dwifungsi ABRI justru sekarang Polisi menjadi multifungsi, segala jabatan dimasuki, bahkan peran combatan TNI diambilalih senjata Polri menjadi senjata combatan. Brimob lebih tentara dari tentara dengan peralatan yang combatan. Kepangkatan Polisi juga meniru kepangkatan TNI, sistemnya komando padahal Polisi itu komandonya Hukum. Kerusakan semua ini tanggungjawab siapa? Harusnya Presiden berani melakukan reformasi pada tubuh Polisi karena komandan tertinggi Polri adalah Presiden. Sistem hukum yang sudah menjadi mafia hukum Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, mafia peradilan kini berkembang menjadi mafia hukum. Menurut Mahfud, jika mafia peradilan beroperasi di saat proses peradilannya, namun mafia hukum beroperasi sudah sejak pembuatan ketentuan hukum. Tidak ada jalan lain bagi bangsa dan negara ini jika ingin menyelamatkan Negeri ini, tidak ada jalan lain kecuali melakukan revolusi penegakan kembali Amanat Penderitaan Rakyat kembali ke UUD 1945 Asli dan Pancasila. Rakyat harus sadar bahwa masa depan anak cucu kita diambang kehancuran. Tanpa kesadaran seluruh rakyat Indonesia, maka mustahil perubahan akan terjadi. Alam semesta telah memberikan tanda-tanda semakin zalim pemerintahan ini terhadap rakyatnya. Kasus Sambo dan semakin dibukanya borok-borok elit oleh hackers Byorka yang meretas data masyarakat semakin menunjukkan, penguasa tidak lagi bisa melindungi segenap bangsa dan tanah air Indonesia. Semakin hari terus dipertontonkan ketidakadilan kedaulatan rakyat semakin tidak ditanggapi. Dengan demo yang sudah berhari-hari, kemarahan rakyat sudah berada pada keputusasaan hal demikian yang semakin membuat cipta kondisi menuju kenekatan yang tak terbendung. (*)
Ketum PSSI Ikut Pilkada Jabar, Tapi Mau Stadion Gratisan
Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI RUPANYA, suara sumbang Ketum PSSI soal Jakarta Internasional Stadium (JIS) bagai ada udang di balik batu. Selain ikut-ikutan rezim melontarkan narasi bersayap dan tendensius ke Anies, mantan Kapolda Metro Jaya itu mereduksi JIS dengan menyembunyikan hasratnya dalam kampanye cagub Jabar, sembari mengharap penggunaan stadion gratis. Ingin mengikuti Edi Rahmayadi yang sukses menduduki gubernur Sumut. Iwan Bule lupa kalau dia, dari institusi Polri yang kini sudah remuk-redam di mata publik. Ketum PSSI bukan hanya menjadikan olah raga sebagai alat politik dan tunggangan kepentingan pribadi. Lebih miris lagi, ia menunjukkan mental pemimpin yang tidak memiliki atitude, tidak respek dan tidak menghargai prestasi orang lain. Sudah tidak mampu mengangkat prestasi sepak bola nasional, melalui organisasi PSSI yang digawanginya. Moch. Iwan Iriawan kadung menjelekan JIS yang menjadi kebanggaan warga Jakarta dan seluruh rakyat Indonesia. Tanpa introspeksi, refleksi dan evaluasi terhadap kinerjanya, Ketum PSSI yang programnya dibiayai APBN itu, malah sibuk kampanye pilgub Jabar dan usil terhadap JIS yang notabene menjadi karya dan prestasi Anies selaku Gubernur Jakarta. Mestinya fokus mengembangkan dan membesarkan prestasi sepak bola nasional secara kapabel, akuntabel dan transparan. Buat apa saja dana PSSI selama dipimpinnya, kok bisa-bisanya minta penggunaan stadion gratis. Dengan perilaku yang yang tidak memiliki karakter, terlalu politiking dan sepi prestasi. Ketum PSSI tanpa sadar menunjukan kelemahan dan keterbasannya mengomentari JIS baik dari aspek arsitektur, struktur dan infra struktur maupun filisofis pembangunannya. Bahkan saking gelap mata dan ambisius pada kepentingan politiknya serta ikut menggerus figur Anies, mantan Kapolda Metro Jaya yang dikenal luas sangat tidak ramah dan cenderung represif di lapangan saat menghadapi aksi 212 dan gelombang gerakan demonstrasi menuntut demokrasi lainnya di Jakarta. Nyaris tidak pernah sukses menjalankan peran kepemimpiannya baik dalam institusi kepolisian maupun cabang olah raga sepak bola. Kasus menyudutkan JIS sekaligus menohok Anies, Iwan Bule biasa dipanngil hanya dilihat publik sebagai bagian dari upaya menjilat kekuasaan dan itu saja yang menjadi kebisaannya. Biar bagaimanapun dan dilihat dari dimensi apapun. Anies yang juga menjadi pembina The Jack Mania, jauh berbeda dan tidak layak dibandingkan dengan Ketum PSSI yang pragmatis itu. Anies dengan segudang prestasi yang diikuti pelbagai penghargaan nasional dan internasional serta behavior yang santun dan beradab. Tak perlu melayani dan menggubris orang semodel Ketum PSSI yang konditenya begitu memprihatinkan. Janji Anies membangun JIS uttuk Persija dan masyarakat pecinta sepak bola di Jakarta, biarlah menjadi contoh dan keteladanan bagaimana memimpin dengan cara sunyi tapi penuh prestasi. Tidak omdo alias banyak komentar, tapi tak satupun ada yang berhasil dan membanggakan. Warga Jakarta dan seluruh rakyat Indonesia, dapat menyaksikan dari gelanggang olah raga dan stadion sepakbola. Siapa sesungguhnya yang pantas menjadi pemimpin?. Jangan mau ikut Pilgub dari demokrasi yang kapitalistik dan transaksional tapi mau pakai stadion gratisan. (*)
Rakyat Menolak Kenaikan Harga BBM
Oleh : Marwan Batubara | IRESS PADA tulisan kedua ini diuraikan beberapa alasan lain mengapa kenaikan harga BBM harus ditolak. Alasan tersebut terutama terkait pernyataan pemerintah bahwa APBN akan “jebol” jika harga BBM tidak naik akibat semakin membengkaknya subsidi BBM di APBN karena naiknya harga minyak dunia. Diyakini APBN tidak akan jebol, meskipun untuk menahan agar harga BBM tidak naik, subsidi BBM di APBN meningkat sekitar Rp 200 triliun. Selain itu, diungkap faktor utama yang menjadi penyebab jebolnya APBN, seperti diuraikan berikut ini. Kenaikan harga BBM berdampak luas pada perekonomian, mulai dari naiknya inflasi, terpangkasnya daya beli, tertahannya pemulihan ekonomi (terutama setelah pendemi korona), melambatnya pertumbuhan, hingga meningkatnya kemiskinan dan pengangguran. Jika inflasi tinggi, maka garis kemiskinan pun ikut naik (dari sekitar Rp 480.000 menjadi Rp 505.000). Maka, populasi orang miskin bertambah (dari 26 juta menjadi sekitar 28 juta). Hal-hal ini yang menjadi alasan utama mengapa kenaikan harga BBM harus ditolak. Dengan akibat yang demikian luas, maka BLT tidak akan cukup menutup semua dampak negatif kenaikan harga BBM, terutama karena penerima BLT hanya sebagian kecil dari rakyat yang terdampak. Apalagi, pembagian BLT pun hanya bersifat sementara, mungkin 3-4 bulan, sementara biaya hidup rakyat telah terlanjur naik, dan naiknya biaya ini terus berlaku berkepanjangan.Prinsipnya hidup rakyat semakin susah dan menderita. Padahal agar harga BBM tidak naik, seperti disinggung pada tulisan pertama, kenaikan subsidi BBM masih bisa ditanggung APBN. Sebab, dengan windfall income dari sektor batubara, CPO dan migas, penerimaan APBN justru meningkat. Menkeu Sri Mulyani Mengatakan surplus APBN sampai akhir Juli 2022 adalah Rp 106 triliun (8/8/2022). Diperkirakan windfall income APBN hingga akhir 2022 bisa melebihi Rp 200 triliun, lebih dari cukup untuk menutup kenaikan subsidi energi jika BBM tidak naik. Terlepas dari surplus APBN di atas, pemerintah harus membuka secara transparan, berapa sebenarnya windfall income tersebut. Diperkirakan jumlahnya lebih kecil dari potensi, terjadi akibat moral hazard pembuatan & pelaksanaan kebijakan. Ditengarai harga crude yang harus dibeli (kilang) Pertamina over-valued, dan hal ini menjadi beban rakyat. Pada sisi lain, penerimaan migas negara bertambah signifikan untuk menutup kekurangan anggaran subsidi BBM jika BBM tidak naik. Sedangkan harga batubara acuan (HBA) untuk ekspor ditengarai ditetapkan under-valed, tidak transparan, serta royalti dan pajak masih rendah. Biasanya terjadi tansfer pricing, cost, dll. Hal-hal ini jelas menguntungkan para pengusaha oligarkis. Namun sekaligus mengurangi penerimaan negara/APBN. Hal yang sama diyakini terjadi pada CPO, terutama terkait ketentuan pajak dan kebijakan harga yang berhubungan dengan biodiesel (B20 atau B30) yang hak produksinya “diberikan” hanya kepada segelintir konglomerat seperti Sinar Mas, Wilmar, dll. Keuntungan dari kebijakan yang tidak transparan dan bernuansa moral hazard ini sangat besar untuk dinikmati oligarki. Namun pada saat yang sama, sangat signifikan mengurangi penerimaan negara/APBN. Rakyat harus menuntut audit menyeluruh atas kebijakan-kebijakan tersebut. Di samping windfall income, pemerintah bisa menambal kenaikan subsidi BBM dengan menunda berbagai proyek pro oligarki seperti IKN, KA Cepat Jakarta-Bandung, dan sejumlah proyek infrastruktur yang tidak mendesak. Sebab, jika pengusaha untung besar, maka para penguasa pembuat kebijakan pun ikut menerima keuntungan dan kekuasaan pun bisa langgeng. Untuk itu, pemerintahan Jokowi lebih memilih menghemat anggaran subsidi BBM yang berdampak sangat menyengsarakan rakyat dibanding merealokasi dan menghemat APBN dari proyek-proyek oligakis. Pemerintah pun sangat gencar \"memasarkan\" proyek IKN kepada “investor” dan negara asing, Untuk itu pemerintah memaksakan diri membangun berbagai *infrastruktur dasar IKN. Agar biayanya terlihat kecil, sejumlah proyek infrastruktur IKN “diseludupkan” dalam mata anggaran berbagai kementrian. Bahkan, dana APBN pun telah digunakan sebelum UU IKN No.3/2022 berlaku. Dengan demikian, sebenarnya anggaran APBN untuk IKN yang dialokasikan di APBN lebih besar dari yang tertulis. Nafsu besar oligarki berburu rente berdaya rusak sangat besar pada keuangan negara. Meski penerimaan negara terbatas, proyek-proyek oligarkis tetap menjadi prioritas pemerintah. Tak peduli defisit APBN sangat tinggi. Defisit ditutup dengan menambah hutang, maka hutang negara terus meningkat (Juli 2022: Rp 7.163 triliun!). Selain itu, agar layak terus dapat berhutang, credit rating harus tinggi, maka pembayaran bunga dan pokok hutang harus lancar. Untuk itu, mata anggaran pembayaran hutang menjadi prioritas dalam APBN, mengalahkan anggaran subsidi yang dinikmati ratusan juta rakyat, bahkan meskipun rakyat akan sekarat. Prinsipnya, salah satu penyebab utama defisit APBN adalah pembayaran bunga hutang sangat besar. Tahun 2022 ini pengeluaran APBN untuk utang jatuh tempo (Rp 443 triliun) dan bunga (Rp 405 triliun) mencapai Rp 848 triliun. Bunga hutang meningkat akibat jumlah hutang negara yang terus meningkat, dan menjadi sangat pesat selama pemerintahan Jokowi. Besarnya peningkatan jumlah hutang tersebut terutama diakibatkan ambisi oligarki penguasa-pengusaha membangun proyek-proyek mercusuar, tidak mendesak dan tidak layak, yang diyakini sarat KKN dan perburuan rente melalui penggelembungan biaya. Demi proyek oligarki, sebesar apa pun peningkatan hutang dan dampaknya terhadap rusaknya APBN, tampaknya pemerintah tidak peduli. Di sisi meskipun dinikmati mayoritas rakyat, subsidi BBM di APBN dikorbankan. Tampaknya di mata pemerintahan Jokowi, sagelintir manusia oligarkis jauh lebih penting dibanding ratusan juta rakyat. Fakta lain, guna mendukung pendanaan proyek oligarkis, pemerintah terus menyuntik modal berupa Penyertaaan Modal Negara (PMN) ke BUMN. Bahkan modusnya pun ditengarai dimanipulasi. Untuk menambah modal BUMN, di samping suntikan PMN, BUMN dibiarkan leluasa membuat hutang. Namun bunga hutang BUMN tersebut menjadi tambahan beban negara. Ringkasnya, karena proyek-proyek BUMN bernuansa oligarkis, beban APBN bertambah, baik melalui PMN maupun melalui bunga hutang BUMN. Modus pertambahan hutang BUMN ini tampaknya diambil agar terhindar dari pembahasan dan persetujuan DPR. Sehingga jelas telah melanggar UU Keuangan Negara No.17/2033 dan UUD 1945. Ternyata, setelah proyek-proyek infrastruktur BUMN tersebut selesai dibangun, sebagian besar justru mangkrak atau diobral kepada “investor oligarkis” dan asing. Maka pembangunan infrastruktur dan proyek BUMN bukannya mensimulasi ekonomi nasional, tetapi justru menambah beban negara melalui penjualan aset jauh di bawah nilai investasi, menambah beban operasi pemeliharaan dan menambah beban bunga hutang. Sebagai rangkuman, prinsipnya windfall income migas, batubara dan CPO lebih dari cukup untuk menutup peningkatan subsidi BBM. Selain itu, jika pro rakyat, belanja APBN bisa direlokasi, proyek-proyek infrastruktur penyebab utama membengkaknya bunga hutang, bisa ditunda atau bahkan dibatalkan, sehingga subsidi BBM bisa dinaikkan. Dengan demikian, kenaikan harga BBM dapat dicegah. Yang jadi masalah, pemerintah pro oligarki, termasuk investor asing, terutama China. Tak heran kepentingan rakyat dikorbankan. Rakyat masih tetap diam? (*)
Mewaktu
Maka dari itu, sosok dari perwujudan manusia bukanlah fakta eksistensi yang sudah selesai (in actu), melainkan fakta eksistensi dalam proses menjadi (in potentia). Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim SAUDARAKU, keseluruhan itu lebih dari jumlah bagian-bagiannya. Dalam psikologi dikenal dengan teori Gestalt. Misalnya, kita melihat lampu lalu-lintas. Kalau dilihat satuan-satuannya ada tiga warna: hijau, kuning, merah. Jika ketiga warna itu berdiri sendiri-sendiri, hasil penjumlahan ketiga warna itu tak mengandung arti tertentu, kecuali sekadar menunjukan perbedaan warna. Namun, jika kita melihatnya secara keseluruhan sebagai suatu sistem, maka rangkaian paduan warna yang menyatu dan koheren ini, barulah mengandung makna yang utuh. Bahwa setiap warna itu mewakili fungsi penanda tertentu dalam suatu kesatuan integral dengan warna (penanda) lain yang secara keseluruhan membentuk sistem aturan lalu-lintas. Begitu pun cara kita melihat biografi manusia. Kita tidak bisa menilainya hanya dengan menangkap fragmen-fragmen penampakan dalam perjalanan hidupnya. Manusia harus dilihat secara keseluruhan sebagai makhluk yang dinamis dalam proses mewaktu (berkembang dalam waktu). Subjektivitas manusia dalam proses mewaktu dibentuk oleh hasil interaksi antara simbolisme budaya, biografi individual, disposisi biologis, kebiasaan sosial yang melekat, dan pemikiran deliberatif. Maka dari itu, sosok dari perwujudan manusia bukanlah fakta eksistensi yang sudah selesai (in actu), melainkan fakta eksistensi dalam proses menjadi (in potentia). Tidak ada identitas tunggal dan tak ada identitas yang fixed. Bahkan, seorang pendosa bisa bertaubat; bahkan, seorang teroris bisa insyaf; bahkan, seorang tokoh agama bisa bejad; bahkan seorang polisi bisa kriminal; bahkan, seorang pemimpin bisa khianat. Bahkan, lawan politik bisa jadi sekutu. Bahkan, teman se-ideologi bisa beda kubu. Setiap pensuci memiliki masa lalu; setiap pendosa memiliki masa depan. Maka, sebaik-baik biografi manusia adalah mereka yang bisa mengakhiri kisah hidupnya dengan baik dan indah (Husnul khatimah). (*)
Pemerintah Masih Doyan Lahap Batubara Meski Sebagai Pemimpin Transisi Energi Dunia
Namun, karena pembangkit batubara yang dibangun swasta wajib dibeli oleh PLN berdasarkan regulasi, maka pembangunan pembangkit batubara terus digenjot. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) MESKIPUN pemerintah Indonesia sekarang ini sebagai G20 Presidency dan mengemban amanat dunia untuk memimpin transisi energi, tapi tampaknya pemerintah masih doyan melahap batubara khususnya doyan dengan proyek pembangkit batubara. Meskipun semua itu berlawanan dengan agenda G20 Presidency. Adapun agenda transisi energi yang semestinya disukseskan Indonesia G20 Presidency, yakni usaha untuk beralih dari ketergantungan pada energi fosil menjadi energi baru terbaharukan. Salah satu caranya adalah dengan elektrifikasi seluruh sektor mulai dari transportasi industri rumah tangga, beralih ke listrik yang dihasilkan oleh energi ramah lingkungan. Lalu apa buktinya bahwa pemerintah masih doyan batubara? Ini termaktub dalam RUU APBN tahun 2023 yang saat ini sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR RI. Di dalam RUU tersebut termuat komitmen pemeriuntah untuk membangun pembangkit batubara. Pemerintah masih memberikan perhatian penuh terhadap pembangunan pembangkit batubara. Kebijakan pemerintah yang doyan pembangkit batubara juga dilakukan dengan pemberian penjaminan pada percepatan pembangkit batubara. Selain itu pemerintah tetap berambisi melanjutkan pembangunan pembangkit batubara tertunda. Dalam RUU APBN tahun 2023 prioritas pembangunan pembangkit masih terus dilakukan. Pasal 42 Ayat (2) Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. pemberian jaminan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara. Adapun pasal 42 ayat 1 berbunyi Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk: a. penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional; b. dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau c. penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara. Selain itu APBN masih memberikan program Penjaminan terhadap Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara. Penjaminan berupa anggaran dari APBN agar memdahkan investasi pembangkit batubara mendapatkan dana pembiayaan bank dalam negeri. Adapun proyek yang mendapatkan penjaminan adalah; 1) Penjaminan pemerintah dalam mendukung program percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik diberikan kepada pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara (Proyek 10.000 MW Tahap I). Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batu Bara. Di dalam RUU APBN 2023 juga terdapat penjaminan terhadap risiko kontinuitas pasokan batu bara yang akan berdampak pada operasional pembangkit, beberapa mitigasi risiko yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) antara lain: (1) berkontrak dengan multi pemasok; (2) koordinasi kebutuhan dan ketersediaan batu bara secara rutin dengan pemasok; 3) melakukan monitoring pasokan batu bara; (4) memastikan kesiapan fasilitas penerimaan dan penyimpanan batu bara; (5) melakukan stakeholders management; (6) mengoptimalkan blending batu bara; (7) memastikan ketersediaan jenis energi primer yang lain sebagai alternatif; dan (8) melakukan koordinasi terkait kebijakan ESDM untuk lebih mampu menjaga security of supply batu bara. Berdasarkan hal di atas, maka tampaknya pemerintah makin doyan dengan pembangkit batubara dan terus digenjot untuk dibangun. Meskipun saat ini telah terjadi over supply listrik di Indoensia terutama di Jawa Bali. Namun, karena pembangkit batubara yang dibangun swasta wajib dibeli oleh PLN berdasarkan regulasi, maka pembangunan pembangkit batubara terus digenjot. Mungkin karena utang perusahaan pembangkit batubara di bank-bank nasional dan bank BUMN sudah terlalu banyak. Sehingga pembangunan pembangkit batubara terus dipaksakan, meskipun dengan resiko menanggung malu di G20 Presidency. Aku ra po po… (*)
Dari PSI Hingga ke PSSI, Gede Bacot Sepi Prestasi
Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI ANIES tak terbendung lagi semakin menguat dan unggul dalam kontestasi pilpres 2024. Seiring kinerja dan prestasinya selaku gubernur Jakarta, simpati dan dukungan rakyat terus mengalir mendorongnya menduduki kursi orang nomor satu di republik ini. Lantas, fitnah dan cara apa saja yang ingin menjegal cucu pahlawanan nasional yang identik dengan integritas dan kerendahan hati ini?. Sejak menjabat gubernur Jakarta, sejak saat itu pula Anies didera sikap kebencian, permusuhan dan bahkan ada yang menyatakan anti Anies. Sikap menolak Anies dari lawan-lawan politiknya menjadi buntut dari persaingan pilkada DKI tahun 2017. Tak sekedar kecewa dan tidak puas, resistensi terhadap Anies menjadi dendam politik yang tak pernah surut hingga menjelang tugas kepala daerah DKI berakhir diemban Anies. Mulai dari buzzer, politisi, birokrat dan aneka profesi seolah merasa penting untuk bersikap sinis dan menghujat Anies. Dari personal hingga institusional seakan relevan untuk ikut-ikutan membully pemimpin yang semakin populer didukung dan dicintai rakyat terutama menjrlang pilpres 2024. Setelah Partai Solideritas Indonesia (PSI) melalui Giring Ganesha dan Grace Natalia tak pernah berhenti menyerang Anies. Seolah telah menjadi program kerja partai gurem itu untuk menjatuhkan Anies. Di ujung berakhirnya tugas Anies di Balai Kota, giliran PSSI mencoba mengikis prestasi Anies lewat komentar nyeleneh soal JIS. Agar tak terlalu mencolok politis mendowngrade Anies, Ketum PSSI dengan narasi bersayapnya yang tendensius, mengumbar sikap \"under estimate\" terhadap JIS. Sebuah pernyataan yang asal bunyi dan menunjukkan kualitas rendah dari seorang pemimpin asosiasi sepak bola nasional. Mochamad Iriawan atau bisa dipanggil Iwan Bule, yang tidak paham sepak bola karena berkarir sebagai polisi. Seperti menelanjangani wawasannya sendiri yang cekak tentang olah raga khususnya sepak bola, dengan mengatakan JIS tidak memenuhi standar FIFA. Mantan Kapolda Meto Jaya tersebut, terlalu sembarangan dan tanpa pikir panjang mengomentari hal yang sesungguhnya dia belum pahami. JIS yang merupakan karya anak bangsa dan menjadi stadion kebanggaan bukan hanya warga Jakarta tapi seluruh rakyat Indonesia. Menariknya JIS dibangun oleh rakyat Indonesia sendiri buka TKA Cina, melalui kerjasama Operasi (KSO) oleh PT. WIKA, PT. Pembangunan Perumahan dan PT. Jaya Konstruksi. Selain memiliki keindahan dan kemewahan arsitekturnya, dari segi struktur bangunan dan fungsinya JIS telah memenuhi standar FIFA. JIS sesuai dengan namanya, memang memang layak menjadi stadion berkapasitas internasional. Minimal sebagai home base Persija klub kebanggan warga Jakarta dan hajatan sepak bola nasional maupun even sepak bola dunia. Kinerja ketum PSSI yang sejauh ini belum mampu mengangkat persepakbolaan nasional, malah terlihat gagap dan berantakan mengembangkan potensi pemain usia dini, sistem pelatihan dan kompetisi serta timnas sepakbola yang membanggakan. Sepak bola Indonesia tetap sulit bersaing dalam turnamen Asia, apalagi dunia. Dengan membatalkan gelaran FIFA Matchday antara timnas Indonesia melawan Curacao pada tanggal 27 September 2022 di JIS, dengan alasan belum memenuhi standar FIFA termasuk infrastruktur bangunan, lahan parkir dan harga sewa yang mahal. Membuktikan pemahaman sepak bola punggawa PSSI terhadap JIS belum integral dan holistik. Bisa dibilang kerdil atau setidaknya sangat politis. JIS yang berdiri di atas lahan seluas 22 hektar dengan menyerap anggaran 1,04 triliun. Menjadi stadion dengan kapasitas 82 ribu orang, jumlah penonton yang hampr menyamai stadion GBK. JIS juga mampu menyediakan tempat parkir 1200 mobil bahkan melebihi stadion Barnebau milik Real Madrid yang hanya mampu memuat 500 mobil. Pun demikian, penyedian lahan parkir itu mendukung semangat dan visi Anies dalam memaksimalkan penggunaan transportasi massal. Tahukah si Iwan Bule itu?. Seperti rangkaian paduan suara politik yang didesain untuk mengerdilkan sekaligus membunuh karakter Anies. PSSI yang harusnya profesional dan fokus pada pembenahan dunia sepak bola Indonesia, jadi ikut-ikutan berpolitik. Mungkin Iwan Bule yang lebih terlihat kampungan dalam politik, terlalu syur dengan agenda kampanye dirinya yang ingin menjadi gubernur Jawa Barat. Sehingga ia tidak berkelas dan berkualitas menilai JIS karena agenda pribadi dan tujuan politik. Mungkin juga ada pesanan dari sponsor politik misalnya dari orang partai atau oligarki, itu bukan hal yang mustahil. Cukup dengan iming-iming tertentu, untuk giat dalam proyek politik menggerus figur anies. Begitupun dengan sekjend PSSI Yunus Nusi yang ngomongnya mencla-mencle soal JIS karena takut sama ketuanya. Sama seperti kebanyakan suasana di partai politik, hampir semuanya senang menjadi kacung berlagak elit, tidak ada kebebasan dan karakter meski hanya untuk berpikir, bersuara dan bersikap. Alih-alih memajukan sepak bola Indonesia, pengurus PSSI lebih banyak menjadi faktor utama kemunduran sepak bola nasional. Sebaiknya PSSI lebih fokus lagi membenahi wajah timnas serta perkembangan sepak bola di tanah air. Pengurus PSSI harusnya diisi oleh orang-orang yang profesional dan memahami sepak bola, tidak asal comot. Orang-orang yang kapabel, kompeten dan akuntabel wajib ada agar sepak bola Indonesia bermartabat dan membanggakan. Sepak bola Indonesia tanpa suap dan korupsi, tanpa katabelece dalam perekrutan pemain timnas, tanpa tawuran penonton dan pemain serta yang utama mampu membuat prestasi yang membanggakan. Itu menjadi wajib dan penting buat Ketum PSSI dan jajarannya ketimbang mengurus politik dan agenda lainnya di luar sepak bola. Perhatikan saja kesejahteraan pemain sepak bola baik timnas, klub dan usia dini agar memiliki motivasi dan semangat menjadi bintang dengan contoh dan keteladanan memimpin PSSI. Jadi kalau sudah tidak punya kinerja yang baik, jangan lebih mempermalukan diri lagi dengan omong kosong dan perilaku yang memuakan. Jangan seperti partai politik tanpa integritas atau lebih buruk lagi sebagai buzzer yang hobi menyebar intrik, isu dan finah. Sekali lagi saran sekaligus pesan moral buat ketum PSSI, jangan kebanyakan omong dan betingkah. Jangan ssmpai supporter dan rakyat berseloroh, dari PSI ke PSSI gede bacot sepi prestasi.
Revolusi Dalam Sepiring Nasi
Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI Terlalu lama, rakyat berharap dan mengagungkan demokrasi. Terlalu lama, rakyat percaya dan setia melaksanakan konstitusi. Terlalu lama, rakyat tunduk pada negara, aparat dan institusi. Terlalu lama, rakyat teguh menjunjung tinggi moral dan hati nurani. Namun begitu cepat, para penyelenggara pemerintahan bernafsu mengejar harta. Namun begitu cepat, politisi bersekongkol dengan birokrasi hingga tega menjual kekayaan negara. Namun begitu cepat, aparatur negara gesit menghalalkan segala cara memburu tahta. Namun begitu cepat, cepat para pemimpin menimbulkan bencana dan angkara murka. Terlalu lama, negara dipenuhi drama pencitraan dan janji. Terlalu lama, para penguasa hipokrit dan bertindak tak lagi manusiawi. Terlalu lama, TNI bersama Polri secara substansi dan hakiki tak melindungi, mengayomi dan melayani. Terlalu lama, negeri ini dikuasai para cecunguk dan boneka oligarki. Namun begitu cepat, liberasi dan sekulerisasi menggejala. Namun begitu cepat, agama dan ulama menjadi mudah dihina dan dinista. Namun begitu cepat, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI tak lagi bermakna. Namun begitu cepat, rakyat teriak dan berkehendak revolusi tapi takut lapar, sengsara dan menderita.
Menanti Pelantikan Pimpinan MPR dari Unsur Dewan Perwakilan Daerah
Kisruh yang terjadi di DPD bukan urusan personal. Realita politik ini mengemuka bukan karena sentimen pribadi. Bung Fadel adalah politisi senior yang kita hormati. Langsung atau tidak, dia merupakan guru bagi tidak sedikit politisi muda, termasuk penulis. Oleh: Ajbar, Sekretaris DPD di Majelis Permusyawaratan Rakyat SEMINGGU sudah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo menerima surat Pemberhentian Fadel Muhammad sebagai Pimpinan MPR dari unsur DPD. Kita berharap, Pimpinan MPR segera mengagendakan pelantikan Wakil Ketua MPR baru yang terpilih secara demokratis melalui Sidang Paripurna Ke-2 DPD RI, 18 Agustus 2022. Harapan itu didasari atas empat pertimbangan. Pertama, agar kekosongan jabatan Wakil Ketua MPR tidak berlarut-larut. Kedua, agar kepentingan-kepentingan DPD atau Dewan Perwakilan Daerah di MPR tidak terhambat oleh kekosongan jabatan dimaksud. Ketiga, sebagai penghormatan Pimpinan MPR terhadap keputusan lembaga DPD yang dihasilkan melalui Sidang Paripurna Ke-2. Keempat, sekaligus yang paling penting, Tata Tertib (Tatib) MPR memerintahkan agar pelantikan dilakukan maksimal 30 hari sejak Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya. Mengacu pada Pasal 9 ayat 1 Tata Tertib (Tatib) MPR, Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena tiga hal. Pertama, karena meninggal dunia. Kedua, karena mengundurkan diri, dan Ketiga karena diberhentikan. Terhadap Pimpinan MPR yang berhenti dari jabatannya, Pasal 29 Ayat 3 Tata Tertib MPR mengatur waktu pelantikannya, yakni maksimal 30 hari tadi. Sidang Paripurna Ke-2 DPD dilaksanakan pada 18 Agustus 2022. Sidang itu antara lain memutuskan pemberhentian Fadel Muhammad dari jabatannya sebagai Pimpinan MPR RI dari unsur DPD RI sekaligus memilih pengganti beliau secara demokratis. Melihat tanggal pelaksaanan sidang, tenggang waktu pergantian agaknya telah mendekati batas sebagaimana diatur Tatib. Oleh karena itu, Pimpinan MPR sebaiknya bergegas mengagendakan pelantikan Pimpinan MPR dari unsur DPD yang telah dipilih secara demokratis tersebut. Saat ini ada upaya hukum dan politik yang ditempuh Bung Fadel. Kita menghargai dan menaruh hormat atas langkah-langkah tersebut. Bagaimana pun juga, ia punya hak untuk itu. Namun, langkah tersebut sejatinya tidak dapat menjadi alasan bagi Pimpinan MPR untuk menunda pelantikan. Selain karena perintah tata tertib, kekosongan jabatan yang terjadi akan sangat merugikan DPD. Mosi Tidak Percaya Penarikan Bung Fadel dari jabatannya sebagai Pimpinan MPR dipicu oleh penarikan dukungan atau mosi tidak percaya mayoritas Anggota Dewan. Bagi DPD, mosi tidak percaya bukan perkara baru. Dalam perjalanan lembaga DPD, mosi tidak percaya telah beberapa kali mencuat dan membuahkan keputusan baru. Mayoritas Anggota DPD menandatangani mosi tidak percaya. Kongkritnya 97 dari 136 Anggota DPD, atau sebanyak 71,3 persen. Jumlah ini tentu sangat signifikan. Oleh karena itu, Pimpinan DPD wajib merespon dan menindaklanjuti aspirasi ini demi menjaga situasi kondusif internal DPD RI. Alasan anggota mengajukan mosi tidak percaya tentu beragam. Namun, secara umum, anggota menginginkan agar kepentingan DPD di MPR dapat diperjuangkan dengan optimal. Juga agar Pimpinan MPR dari DPD tidak berjarak dengan Anggota DPD. Dalam perkembangan terbarunya, dua Anggota DPD manarik pernyataan mosi tidak percaya. Sementara dua Pimpinan DPD juga mencabut dukungan penarikan Bung Fadel. Sebelumnya, empat Pimpinan DPD secara lengkap menandatangani Keputusan DPD RI Nomor 2/DPDRI/I/2022- 2023 tentang Penggantian Pimpinan MPR RI dari unsur DPD RI Tahun 2022-2024. Kesempatan terlibat langsung dalam proses pemilihan jelas terlihat, mulai dari pemilihan pada subwilayah masing-masing hingga menulis dan memasukkan nama ke kotak suara yang sudah disiapkan. Keselurahannya terekan dalam dan disediakan secara lengkap oleh Biro Humas atau Hubungan Masyarakat Sekretariat DPD. Kita menghargai keputusan penarikan dukungan atas mosi tidak percaya tersebut. Tentu, penghormatan yang sama harus pula diberikan kepada kawan-kawan yang menarik dukungannya kepada Bung Fadel. DPD RI adalah lembaga politik. Memberi dukungan dan menarik dukungan adalah hal biasa, sepanjang tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Hanya saja, harus dipahami bahwa penarikan Bung Fadel telah melalui serangkaian mekanisme formal di internal lembaga DPD sebelum akhirnya diputuskan dalam Sidang Paripurna DPD. Artinya, perubahan sikap dari satu-dua orang tidak berpengaruh terhadap keputusan sidang, apalagi membatalkannya. Keputusan sidang paripurna hanya bisa dibatalkan melalui sidang paripurna juga. Sebaiknya Pimpinan MPR peka menangkap sinyalemen itu. Kisruh yang terjadi di DPD bukan urusan personal. Realita politik ini mengemuka bukan karena sentimen pribadi. Bung Fadel adalah politisi senior yang kita hormati. Langsung atau tidak, dia merupakan guru bagi tidak sedikit politisi muda, termasuk penulis. Penarikan dukungan atau mosi tidak percaya tentu tidak menggugurkan kehormatan itu. Namun, mosi tidak percaya mempunyai pengaruh pada masalah legitimasi. Perspektif legitimasi itu seharusnya menjadi alasan tambahan bagi Pimpinan MPR supaya segera mengagendakan pelantikan pimpinan dari usur DPD. (*)