OPINI
Etika Politik Santun Anies, dan Spekulasi Pilihan Capres NasDem
Oleh Ady Amar - Kolumnis PILIHAN Surya Paloh, dan itu pilihan Partai NasDem, pada Anies Baswedan sebagai Capres yang diusungnya-- di samping prestasi yang dibuat selaku Gubernur DKI Jakarta, dan juga elektabilitas Anies yang terus menapak tinggi. Tapi agaknya ada juga pertimbangan lain, itu sepertinya jadi aspek yang tidak bisa ditawar-tawar, etika politik santun Anies. Tidak banyak politisi negeri ini yang mengedepankan etika santun dalam aksi politiknya. Hal biasa yang justru sering ditemui, adu \"pantun\" saling menyerang antarpolitisi. Publik disuguhi sikap politisi yang tidak saling menghargai satu dengan yang lain. Itu yang hari-hari ini kita temui. Anies muncul sebagai poltisi antitesa dari kebanyakan politisi yang ada. Anies tidak dibuat sempit sebagai antitesa dari Presiden Jokowi--sebagaimana politisi NasDem Zulfan Lindan menyebutnya, yang karenanya mendapat \"kartu kuning\" dari partainya. Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem, juga dikenal sebagai politisi yang memegang etika politik. Ia sadar bahwa NasDem yang dipimpinnya, masih bagian dari koalisi kaninet Presiden Jokowi. Jadi memperhadapkan Anies dengan Jokowi, itu offside. NasDem memang telah resmi mencalonkan Anies Baswedan sebagai Capres 2024, (3 Oktober 2022). Dan itu sah-sah saja. Seperti juga pilihan NasDem membersamai Presiden Jokowi sampai akhir masa jabatan, (2024), itu pun sah-sah saja. Langkah NasDem itu tetap bisa disebut etika politik selayaknya. Meski telah mencalonkan Anies sebagai capres 2024, itu sama sekali tidak menelikung komitmen membersamai Presiden Jokowi sampai jabatannya berakhir. Artinya, mencalonkan Anies itu rencana masa depan NasDem, sebuah langkah persiapan untuk menggantikan Presiden Jokowi. Karenanya, NasDem jauh hari perlu menegaskan, Anies Baswedan adalah capres pengganti Jokowi. Sekali lagi, sah-sah saja pilihan NasDem itu. Sebagaimana juga sebelumnya Partai Gerindra sudah memutuskan mengusung Ketua Umumnya Prabowo Subianto, sebagai capres. Melihat pilihan politik NasDem, semestinya sama dengan apa yang dilakukan Gerindra. Tapi tidak demikian yang muncul. Setelah deklarasi capres NasDem, muncul reaksi perlawanan dari politisi lain, yang juga dari partai koalisi pendukung Presiden Jokowi. Meminta NasDem, meski tersirat, untuk meninggalkan kabinet. Itu yang santer didengungkan. Tentu itu etika politik di luar kelaziman. Etika politik santun juga dimainkan Surya Paloh, yang memang bukan politisi yang terbiasa menyerang lawan politiknya. Etika politik yang dipunya Paloh, itu mirip Anies yang tidak terbiasa saling serang dengan mereka yang memberitakan dengan tidak sebenarnya. Membiarkan saja serangan itu, meski sampai tingkat fitnah sekalipun. Anies menjawabnya dengan kerja yang terukur. Hasil kerjanya bisa dilihat, dan itu yang mendongkrak elektabilitasnya, yang tanpa perlu rekayasa segala. Maka, pilihan NasDem pada Anies Baswedan, itu tentu dengan pertimbangan matang. Semua aspek yang bisa menuju pada kemenangan capres yang diusungnya dilihat seksama. Melihat Anies dengan obyektif, yang tampak memang paket komplit. Dilihat dari aspek manapun: intelektualitas, kepribadian dan spiritualitasnya--di atas rata-rata. Ini yang menjadikan NasDem kepincut dan jatuh hati. Langkah NasDem mencalonkan Anies Baswedan, itu langkah strategis yang dipilihnya, tentu dengan kalkulasi politik yang tidak bisa diintervensi kekuatan lain. Sebagaimana jika muncul pilihan partai lain pada kandidat capresnya, itu pun pilihan politik yang mesti dihormati. Mengapa pilihan NasDem pada Anies Baswedan sebagai capresnya, itu buat partai lain gerah dan \"memaksa\" Presiden Jokowi mengusir \"partai biru\" itu dari kabinet. Padahal tidak satu pun komitmen yang dilanggar, bahwa NasDem jelas akan membersamai Presiden Jokowi sampai masa jabatannya berakhir. Mari sama-sama melihat \"kedewasaan\" sikap macam apa yang akan diambil Presiden Jokowi, memperlakukan NasDem pasca deklarasi capresnya. Mengusir NasDem atau tetap mempertahankannya dalam barisan koalisi. Memang menjadi aneh jika NasDem mesti \"diusir\" dari barisan koalisi--itu karena pilihan capres pada Anies Baswedan--yang itu tidak dilakukan yang sama pada Gerindra. Spekulasi pun muncul menemui bentuknya, bahwa persoalan itu lebih pada capres yang diusung NasDem, itu tidak dikehendaki \"pengendali\" istana. Muncul perlakuan istana yang tidak sama antara NasDem dan Gerindra. Kita lihat saja dalam hitungan pekan atau bulan ke depan, akankah penggusuran NasDem dalam barisan koalisi benar-benar terjadi. Tapi satu hal, bahwa etika politik itu memang antitesa dari politik menghalalkan segala cara. Itu pasti. (*)
Dua Isu: PKI dan Ijazah Palsu
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan Sangat memprihatinkan sorang Presiden di negeri Republik Indonesia diterpa isu dahsyat soal keturunan PKI dan ijazah palsu. Kedua isu dipicu oleh orang bernama Bambang Tri Mulyono. Publik sudah terlanjur bertanya-tanya tentang kebenarannya. Sayang Presiden sendiri yang menjadi obyek tuduhan sama sekali tidak melakukan klarifikasi. Persoalan seperti ini dibiarkan untuk menjadi gunjingan publik. Diperlukan pernyataan hukum dari Presiden sendiri. Alangkah bagusnya jika sekali-ksli Jokowi berpidato menyinggung G 30 S PKI apa bahayanya dan pentingnya rakyat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan bangkitnya gerakan komunisme. Menjelaskan makna Tap. MPRS No XXV/MPRS/1966 Jo Tap No I/MPR/2003 Jo KUHP Pasal 107. Seluruhnya terkait PKI dan larangan menyebarkan faham Komunisme/Marxisme-Leninisme. Untuk kasus asal-usul keluarga tentang apakah ibunda Presiden itu Sudjiatmi atau Sulasmi atau Yap Mei Hwa, sebaiknya dikeluarkan pernyataan sendiri bahwa Jokowi siap membuktikan bahwa ibundanya adalah Sudjiatmi. Pernyataan hukumnya yaitu kesiapan untuk test DNA atau saat membuat Surat Keterangan Waris siap menyatakan dan bersumpah dihadapan Hakim Pengadilan Agama. Tidak cukup dengan menepis bahwa apa yang dituangkan dalam buku \"Jokowi Under Cover\" itu adalah hoax, tidak berdasar bukti, atau pernyataan penolakan lainnya. Harus ada pembuktian ilmiah misalnya hasil test DNA atau sumpah decisoir. Sebagai muslim model \"mubahalah\" juga bisa dilakukan untuk meyakinkan seluruh rakyat Indonesia. Begitu juga dengan status ayah Jokowi yang bukan aktivis PKI. Untuk kasus dugaan ijazah palsu SD, SMP, dan SMA yang dituduhkan dan digugat secara perdata, tidak cukup dijawab dengan Konperensi Pers Rektor UGM dan Dekan. Pernyataan atau pembuktian hukum Jokowi adalah dengan menunjukkan kepada publik semua ijazah SD, SMP, SMA dan UGM yang diyakini aslinya. Apa susahnya ? Atau diajukan saja semua bukti keaslian ijazah tersebut di muka persidangan perdata PN Jakarta Pusat. Hal ini sebagai wujud dari pertanggungjawaban hukum untuk menuntaskan gonjang-ganjing publik. Diawali dengan pernyataan politik tentang kesiapan untuk mengajukan bukti-bukti ijazah asli yang dimilikinya itu di muka persidangan. Melalui Kuasa Hukum saja nanti diajukannya. Penangkapan dan penahanan Bambang Tri bukan solusi. Apalagi dengan tuduhan ujaran kebencian dan penistaan agama yang dinilai mengada-ada. Unsur menimbulkan keonaran juga tidak berdasar. Masalah yang memerlukan pembuktian adalah palsu atau tidaknya ijazah yang dimiliki dan digunakan oleh Jokowi itu. Hal ini yang serius menjadi ujian Presiden Republik Indonesia. Memang seperti yang dipidatokan Pak Jokowi sendiri situasi itu ruwet ruwet ruwet. Masalah asal usul keturunan dan ijazah saja terpaksa menjadi isu politik yang membuat bangsa ini semakin terpuruk. Rakyat terus menerus diterpa kegaduhan. Ternyata pemimpin yang cerdas, jujur dan transparan itu memang sangat dibutuhkan untuk memimpin bangsa dan negeri yang besar ini. Ayo sudahi isu PKI dan ijazah palsu dengan sikap yang elegan. Buktikan berdasar fakta bukan dengan bermain kata-kata atau tindakan sok kuasa. Bukan pula membungkam dan memaksa orang masuk penjara. Bukankah kita ini adalah negara merdeka yang menghormati hak-hak asasi manusia? Bandung, 15 Oktober 2022
Muhammad SAW: Sang Mutiara-03
Keadaan dunia seperti ini yang merindukan kehadiran Muhammad SAW. Seorang Rasul yang telah dilahirkan dan diamanahi untuk menghadirkan lentera kehidupan Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation TAK bisa terpungkiri lagi bahwa Rasulullah SAW dihadirkan untuk menjadi manusia terbaik dan termulia. Nilai-nilai (values) agung yang beliau miliki menjadikan semua kalangan tak mampu mengingkari kata batinnya untuk mengakui jika beliau adalah manusia sempurna. Kesempurnaan yang kita maksud tentunya adalah kesempurnaan dalam mewakili wajah Islam yang sempurna (kamaliyat Al-Islam). Karena beliau memang adalah “the walking qur’an” (Al-Quran yang berjalan). Kesempurnaan baginda Rasulullah ini diakui, bahkan oleh mereka yang tidak mengimaninya sebagai utusan Tuhan (Rasul Allah). Ketidak imanan mereka atau kekafiran mereka kepada kerasulan (risalah atau ajarannya) tidak mampu menutup realita akan keagungan dan kemuliaan sosok Rasulullah SAW. Sikap ini sekaligus menampakkan sebuah paradoks. Mengingkari kerasulan Rasulullah yang relevansinya pengingkaran kepada “risalah” (ajaran atau message) Rasulullah. Tapi, di sisi lain mengagumi Rasul yang sejatinya memiliki kepribadian yang terbentuk mulia karena risalah itu. Bukankah “akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an?” (Hadits). Sikap paradoks itu terjadi, bahkan terbuka tanpa malu. Ambillah sebagai misal, bagaimana dunia Barat dengan konsep sekularisme sudah berusaha memisahkan antara agama dan kehidupan publik. Seolah urusan agama itu adalah urusan privat dengan ruang yang sangat sempit dalam rana kehidupan manusia. Islam itu sholat dan dzikir. Tapi Islam jangan dikaitkan dengan ekonomi dan pasar. Itu relevan dengan masjid. Tapi, jauhkan Islam itu dari parlemen. Sikap paradoks itu kemudian terjadi ketika seorang penulis Barat menempatkan Muhammad sebagai pemimpin dunia yang paling berpengaruh dengan pengakuan positif. Bahwa betapa Muhammad SAW telah menghadirkan kepemimpinan yang luar biasa. Memberikan pengaruh positif kepada milyaran manusia dengan pendekatan yang unik. Ketika Michel Chart memberikan penilaian kepada Rasulullah itu apakah penilaian itu ada pada kepemimpinan agama dalam arti yang sempit? Atau penilaian itu adalah kepemimpinan yang bersifat universal dalam kehidupan manusia? Logika sederhana pastinya menyimpulkan Bahwa kepemimpinan yang dimaksud itu adalah kepemimpinan universal kemanusiaan (imaman linnas). Bahwa Muhammad SAW telah hadir sebagai “Most Influential” dari 100 pemimpin dunia yang dinilai saat itu. Sungguh pengakuan di bawah alam sadarnya bahwa Muhammad dan risalahnya (Islam) telah hadir membawa tuntunan kepemimpinan yang paling dirindukan oleh dunia. Sikap Barat khususnya dan dunia umumnya terhadap baginda Rasulullah ini merupakan penampakan ketidak jujuran mereka kepada Rasulullah SAW. Persis sikap orang-orang musyrik Mekah ketika itu. Memperlihatkan resistensi yang tinggi kepada Rasulullah. Tapi ketika mereka berada di antara kaum mereka sendiri mereka memuji ketinggian akhlak Rasulullah SAW. Kelahiran Rasulullah SAW lima belas abad silam tetap menjadi “busyra” (berita gembira) kepada dunia yang sedang dilanda berbagai dekadensi dalam segala lini kehidupan dan sedang terjangkiti penyakit kronis. Berbagai ancaman itu semakin nampak. Kebangkrutan ekonomi tak dipungkiri. Kebangkrutan politik yang terancam oleh kebangkitan new konservatisme yang bertopeng Demokrasi. Dan, yang paling berbahaya adalah kebangkrutan moralitas manusia. Korupsi dan deviasi dari kehidupan “Fitri” yang melanda secara masif kehidupan manusia pada galibnya karena kebangkrutan moralitas tadi. Jahatnya seringkali kekuatan perekonomian dan kekuasaan politik menjadi alat untuk meloloskan berbagai deviasi (immoralitas) itu. Oligarki mengontrol kekuasaan yang mengantar kepada legalisasi berbagai penyelewengan itu. Terjadi justifikasi berbagai deviasi atau korupsi dengan dalih Konstitusi. Penyelewengan-penyelewengan itu kemudian menjadi biasa bahkan dibungkus dengan Konstitusi. Pada akhirnya terjadi pembenaran korupsi dan deviasi atas nama Konstitusi (penyelewengan konstitusional). Keadaan dunia seperti ini yang merindukan kehadiran Muhammad SAW. Seorang Rasul yang telah dilahirkan dan diamanahi untuk menghadirkan lentera kehidupan. Kini Nabi itu dirindukan oleh dunia. Mungkin dalam bahasa Karen Amstrong: “Muhammad, the Prophet of our time”. Judul buku yang luar biasa itu mengakui secara jujur bahwa Muhammad itu adalah “salvation” (penyalamatan) dunia saat ini dari ambang kebangkrutannya. Semoga! NYC Subway, 13 Oktober 2022. (*)
Tragedi Kanjuruhan Pemerintah Harus Bertanggung jawab
Oleh Marwan Batubara - TP3- UI Watch SEBAGAI sesama anak bangsa, sangat pantas kita menyampaikan dukacita yang sangat mendalam kepada seluruh keluarga korban dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Semoga ratusan korban yang meninggal dunia mendapat ampunan dan tempat terbaik di sisi Allah SWT, serta ratusan pula korban yang mengalami luka-luka segera diberi Kesehatan dan keberkahan. Pasti ada pihak-pihak yang harus bertanggungjawab atas pembantaian terhadap ratusan korban Kanjuruhan. Mereka antara lain termasuk para pemangku jabatan di PSSI, Kemenpora, Pemerintah Daerah terkait, pihak keamanan seperti Polri dan TNI, pihak ketiga yang diberi tugas sebagai pelaksana teknis seperti PT. Liga Indonesia Baru (PT. LIB) dan Panitia Pelaksana (Panpel). Untuk menilai siapa pihak atau lembaga yang paling harus bertanggungjawab, perlu dilakukan penyelidikan mendalam komprehensif guna menemukan kategori pelanggaran yang terjadi, yakni apakah hanya kecelakaan biasa, pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM Berat. Sejumlah lembaga/aktivis HAM dan kemanusiaan telah mengindikasikan dan menilai bahwa tragedi Kanjuruhan masuk kategori pelanggaran HAM Berat, sesuai ketentuan Pasal 7 dan Pasal 9 UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM. Hal ini dapat ditelusuri dari adanya tindakan yang sistematis mulai dari persiapan, perintah mobilisasi aparat ke dalam stadion yang membawa senjata termasuk gas air mata, hingga dilakukannya penembakan gas air mata. Polisi bersenjata datang karena dimobilisasi sesuai perintah dan garis komando.Terdapat unsur kesengajaan, keserentakan dalam menembakkan gas air mata yang diyakini ada unsur komandonya. Karena masuk kategori pelanggaran HAM Berat maka penyelidikan harus dilakukan secara menyeluruh oleh Tim Independen Komprehensif (TIK) dengan melibatkan berbagai unsur yang mewakili semua pihak terkait dan relevan, termasuk yang mewakili keluarga korban, akademisi, LSM, pakar berbagai disiplin ilmu terkait, aktivis HAM dan lain-lain. Mereka harus diberi wewenang bekerja secara independen, bebas dari intervensi pemerintah, lembaga penegak hukum, PSSI dan LIB. Pemerintah memang sudah membentuk TGIPF yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD. Namun TGIPF bukanlah tim yang mewakili seluruh pihak terkait, terutama korban dan keluarga korban. Meskipun menyandang nama independen, TGIPF adalah tim yang dibentuk penguasa, yang dinilai belum dan tak mampu bekerja secara independen. Diyakini, TGIPF dibentuk dan bekerja sesuai kepentingan pemerintah, termasuk guna melindungi atau mengamankan berbagai pihak yang seharusnya bertanggungjawan dan harus diproses secara hukum. Jika Tim Independen Komprehensif tidak segera dibentuk, maka dikhawatirkan pembantaian Kanjuruhan tidak akan diproses sesuai hukum dan rasa keadilan. Proses hukumnya akan dipendam dan direkayasa jauh dari rasa keadilan, seperti terjadi pada kasus pembantaian lebih dari 800 petugas KPPS Pemilu 2019, pembantaian 10 demonstran di depan Bawaslu Mei 2019, dan pelanggaran HAM Berat terhadap 6 pengawal HRS pada Desember 2020. Prinsipnya, kalau menyangkut penyelewengan dan pelanggaran oleh aparat negara, rasanya rakyat yang umumnya tidak berdaya, memang tidak perlu berharap banyak untuk tegaknya hukum dan keadilan. Mau berharap kepada siapa? Bahkan mayoritas wakil-wakli rakyat pun, dalam kasus-kasus pembunuhan ratusan petugas KPPS, pembantaian demonstran di depan Bawaslu dan pembantaian 6 pengawal HRS, hampir tak terdengar suaranya. Dalam hal ini, permohonan TP3 untuk menyampaikan aspirasi tidak pernah digubris Pimpinan DPR. Jika kondisinya sudah demikian, tidak ada cara lain, bahwa rakyat bersama para aktivis HAM dan kemanusiaan, LSM-LSM, pimpinan ormas dan tokoh-tokoh masyarakat harus bersatu melakukan advokasi. Hal seperti inilah yang selama ini kami dari TP3 dan UI Watch telah dan akan terus lakukan. Untuk itu, kami mengajak teman dan sahabat seperjuangan untuk bergabung. Dengan begitu, minimal tanggungjawab moral sebagai sesama anak bangsa telah ditunaikan. Adakah kemungkinan bahwa Satgasus terlibat dalam pelanggaran sistemik berstatus HAM Berat dalam tragedi pembantaian lebih dari 130 orang di Stadion Kanjuruhan? Apakah kita layak berharap kepada TGIPF, yang pada dasarnya tidak independen karena pimpinan dan anggotanya didominasi oleh pejabat-pejabat pemerintah? Sementara itu, di sisi lain, kesewenangan wenangan aparat keamanan, sebagaimana diperankan Satgasus Merah Putih sudah biasa terjadi. Rekayasa kasus, perusakan dan penghilangan barang bukti merupakan tindakan yang sering terjadi dan tidak pernah diusut. Selama beberapa tahun terakhir, belajar dari sejumlah kasus kekerasan yang jamak dilakukan Polri sebelumnya, tampaknya pembantaian Kanjuruhan menjadi “legitimate” dan terpaksa diterima rakyat. Aparat negara yang diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM berat demikian berkuasa dan tampaknya hampir tak pernah dipersoalkan Pemerintah. Kapoda Jatim yang wajar dimintai pertanggungjawaban, hanya dimutasi ke Polri Pusat. Jika kita hanya diam dan tidak peduli, maka kesewenangwenangan akan terus berlangsung, seakan berjalan pada jalur bebas hambatan. Jika ini terjadi, tragedi biadab yang tak berprikemanusiaan tersebut kelak akan kembali berlangsung dan bisa saja menimpa kita dan keluarga kita. Merujuk pendapat bebagai kalangan, TP3 meyakini, dari berbagai pihak/lembaga yang pihak yang terlibat, maka yang dituntut paling bertanggungjawab adalah Polri, terutama Kapolda Jatim. Kapolda Jatim bersama Kapolda Jaya dan Kapolda Sumut merupakan anggota Satgasus Merah Putih Polri yang dipimpim Ferdy Sambo. Sedangkan Satgasus Merah Putih adalah “Tim Elite” Polri yang dibentuk oleh Mantan Kapolri Tito Karnavian atas restu Presiden Jokowi. Karena itu, di samping Kapolda Jatim, bisa saja rakyat menuntut Presiden Jokowi ikut bertanggungjawab, terutama jika pembantaian Kanjuruhan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM Berat. []
Pak Ibul, Dapat Salam dari HRS Tuh!
Awal September lalu Forum News Network (FNN) bertamu ke kediaman Habib Rizieq Syihab (HRS) yang tengah menjalani bebas bersyarat sejak Rabu (20/7/2022) lalu. Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan yang biasa dipanggil Iwan Bule, disingkat Ibul, jadi topik pembicaraan. Kok bisa? Oleh: Rahmi Aries Nova, Wartawan Senior FNN DALAM obrolan semi serius lebih dari dua jam kami membicarakan banyak hal, merekonstruksi banyak peristiwa, dan pada akhirnya memetik banyak hikmah dari kejadian demi kejadian yang dialami Habib Rizieq Syihab (HRS). Salah satu yang serius adalah saat HRS menceritakan Ketua Umum PSSI Iwan Bule. \"Dia yang ingin mengkriminalisasi saya lewat kasus chat mesum. Yang akhirnya memaksa saya pergi ke Mekkah, Arab Saudi,\" ujar HRS. Bisa dibayangkan andai saja kasus itu bisa dibawa Iwan Bule, yang kala itu adalah Kapolda Metro Jaya dengan Nico Afinta, Kapolda Jawa Timur yang dicopot karena tragedi Kanjuruhan, Malang, sebagai Dirreskrimumnya, ke pengadilan betapa akan dipermalukannya HRS dan keluarga. Padahal, jelas-jelas chat mesum yang dipakai Ibul untuk menjerat HRS adalah fitnah dan rekayasa. Bahkan, Hermansyah ahli IT yang membuktikan hal itu disergap dan dibacok di jalan tol oleh orang-orang yang tidak dikenal. Singkat cerita, saat HRS di Mekkah beberapa petinggi Polri dan BIN (Badan Intelijen Negara) justru mencoba \'berdialog\' dengan HRS. \"Saya tidak anti dialog, tapi harus ada win-win, mereka ada permintaan, saya pun ada,\" jelas HRS. Di antara permintaan HRS yang dipenuhi adalah di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) atau dihentikannya penyidikan beberapa kasus yang membelitnya, baik di Polda Metro Jaya maupun Polda Jawa Barat. Tentu saja termasuk kasus chat mesum bidikan Iwan Bule dan Nico. Semua bukti tertulis didokumentasikan oleh HRS. Dicopotnya Iwan Bule dari jabatan Kapolda Metro pada 21 Juli 2017, konon juga bagian dari \'negosiasi\' HRS. Begitu pula Anton Charliyan yang dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jabar pada 25 Agustus 2017. Iwan Bule sendiri seperti memberi isyarat bahwa pencopotan dirinya, digantikan Idham Azis, yang akhirnya jadi Kapolri menggantikan Tito Karnavian, ada hubungannya dengan HRS. Ia bahkan mengeluarkan pernyataan kontroversial usai dimutasi, dengan menyebut-nyebut nama Habib Rizieq. Begini persisnya omongan Iwan Bule saat itu, seperti dilansir VIVA.co.id: \"Itu (Rizieq, red) saudara saya juga. Satu iman sama saya. Terima kasih mungkin doanya beliau kepada saya, Alhamdulillah saya diberikan jabatan strategis sama Pak Kapolri, karena saya juga berkawan sama beliau (Rizieq, red). Saya sudah bilang tunggu beliau kembali. Pasti akan kembali. Enggak mungkin lama di sana (Mekkah),\" kata Iwan Bule ketika itu. Dalam pernyataannya, jelas Iwan Bule tidak menghargai HRS karena hanya menyebut HRS dengan Rizieq tanpa Habib. Doa yang dia sebut bisa jadi maksudnya permintaan HRS secara tersirat dan dua kalimat terakhir sepertinya bernada \'ancaman\' jika HRS kembali ke tanah air. Begitulah waktu terus berjalan, setiba dari Arab Saudi, HRS kembali dikriminalisasi. Hanya karena menyebut dirinya sehat dan baik-baik saja, HRS harus mendekam di penjara sejak 12 Desember 2020 hingga 19 Juli 2022, kehilangan enam laskarnya dalam peristiwa pembantaian KM 50 dan organisasinya Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan. Usai menjalani masa tahanan 1 tahun 7 bulan, HRS kini memang belum bisa bebas sepenuhnya. Statusnya masih \'tahanan kota\' dan gerak-geriknya terus diawasi, tetapi jiwanya merdeka, bahagia. Wajahnya selalu bersinar melihat kerinduan umat padanya. Setiap hari lima ratus hingga seribu orang mengantre di kediamannya, di Petamburan, untuk bertemu dengannya. Mereka datang dari seluruh Indonesia. Bagaimana dengan Iwan Bule? Saat ini ia tengah didesak mundur dari kursi Ketua Umum PSSI setelah insiden gas air mata oleh aparat kepolisian yang menelan korban 132 jiwa. Sejarah mencatat, di masa kepemimpinannya Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi ladang pembantaian Aremania pada Sabtu kelabu, 1 Oktober 2022 lalu. Jika Nico akhirnya dicopot dari jabatannya, Iwan Bule, sepertinya, akan \'ditolong\' FIFA (Federasi Sepakbola Internasional) yang datang ke Jakarta untuk \'menyelamatkan\' event miliknya, Piala Dunia U-20 2023, dan keluguan Shin Tae-yong, pelatih tim nasional yang akan pasang badan untuknya. Badannya mungkin selamat, tetapi jiwanya pasti tidak. Terlebih jika Ibul tahu ada salam dari HRS untuknya. (*)
Adakah Sambo di Kanjuruhan?
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SETELAH Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta diberhentikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit, maka publik menilai bahwa Kapolda memang melakukan kesalahan yang seharusnya ia pertanggungjawabkan. Sebelumnya Danki III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman telah ditetapkan sebagai tersangka. Nico Afinta ditarik ke Mabes Polri. Bersama dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran dan Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak, Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta disebut sebagai \"Gang Sambo\" yang didalami dan ditelusuri oleh Mabes Polri akan keterlibatan dalam rekayasa kasus Duren Tiga yang menewaskan Brigadir J. Kegiatan Satgassus menjadi terkuak dengan operasi-operasi khusus yang berbau mafia. Dimulai dengan kekalahan Arema FC di kandang sendiri 2-3. \"Maine kurang sangar\" teriak sebagian penonton yang kecewa. Adakah permainan skoring di era judi online ? Lalu bergerak pasukan gas air mata yang \"membabi buta\" menembakan ke tribun penonton yang tidak ikut dalam kerusuhan. Temuan Koalisi Masyarakat Sipil adalah adanya pengerahan pasukan aparat membawa senjata gas air mata di pertengahan pertandingan. Pada saat yang sama sekali tidak ada ancaman terjadinya kerusuhan. Penembakan ke arah tribun penonton yang menyebabkan kepanikan itulah yang menewaskan sekurangnya 132 orang. 33 orang di antaranya anak-anak. Anehnya pintu pun tertutup. Gejala ada kesengajaan inilah yang perlu ditelusuri oleh Tim Independen. Kepolisian ternyata menetapkan 6 tersangka dengan tuduhan melanggar Pasal 359 dan 360 KUHP yang \"hanya\" merupakan perbuatan kelalaian (culpa). Kelalaian yang menyebabkan kematian. Pada hari ini Jum\'at 14 Oktober 2022 Presiden memanggil Kapolri dan jajaran Kepolisian untuk mendapat pengarahan. Agenda spesial dengan melepas atribut topi dan tongkat komando serta tanpa HP diganti note dan pulpen ini agak aneh. Tidak jelas konten pengarahan. Adakah soal kinerja Kepolisian dimulai kasus Ferdy Sambo hingga kerusuhan atau pembunuhan di stadion Kanjuruhan Malang ? Publik menuntut perubahan mendasar atas kinerja Kepolisian yang terus memburuk. Kasus Kanjuruhan berbasis aparat Kepolisian yang telah melanggar aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulation yang melarang penggunaan senjata gas air mata. Senjata gas air mata ini 58 tahun lalu telah menewaskan 328 penonton di Elstadio Nacional Lima Peru. Polisi menembakkan gas air mata ke arah penonton yang tidak turun ke lapangan. Adakah Kepolisian tidak tahu aturan FIFA atau ada penyusupan ke dalam pengamanan di stadion Kanjuruhan ? Siapa pemberi komando pengerahan pasukan dan menembakan gas air mata ke arah penonton di tribun ? Pertanyaan jauh adalah apakah peristiwa ini dimulai dengan pengaturan skor 2-3 sebagai sejarah kekalahan Arema FC di kandang sendiri oleh Persebaya ? Di tengah peran Satgassus Sambo yang merajalela kemana-mana termasuk perjudian dan kekerasan ala mafia wajar jika publik bertanya adakah Sambo di Kanjuruhan. Ketika PSSI menyatakan tidak bertanggungjawab, kecurigaan ini bertambah kuat. Tim Independen harus mampu menjawab. Sementara TGIPF buatan Mahfud MD mengindikasi mandul dan tidak bergigi. Hanya basa-basi saja khas Pemerintahan Jokowi. Apa \"arahan\" Jokowi kepada Kapolri dan jajaran Kepolisian hari ini ? Mungkin basa basi lagi. Atau ada hubungan dengan ijazah palsu? Bandung, 14 Oktober 2022
Muhammad SAW: Sang Mutiara-02
Karenanya dengan wafatnya Rasulullah SAW, Umat ini dengan sendirinya diamanahi untuk melanjutkan misi tersebut. Ragam ayat dalam Al-Quran menegaskan kewajiban itu. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SALAH Satu hal yang biasa dipahami secara tidak proporsional tentang Rasulullah SAW adalah bagaimana relasi dan kewajiban Umat ini kepada beliau. Apakah relasi darah, ras atau suku? Apakah relasi kebangsaan? Atau relasi Umat ini dengan beliau jauh melebih semua bentuk relasi kemanusiaan apapun? Relasi Umat dan Rasulullah ternyata sebuah relasi yang melebihi relasi sosial kemanusiaan apapun. Melebihi relasi darah dan kekeluargaan, ras dan etnis, dan juga kebangsaan. Relasi umat dan Rasulnya adalah relasi “hati”. Relasi hati ini yang terekspresikan dalam wujud keimanan (Al-iman), kecintaan (al-hubb), dan kasih sayang (ar-Rahmah). Ayat-ayat yang menjelaskan tentang keimanan itu begitu banyak. Salah satunya di surah Al-A’raf ayat 157: “Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur\'an), mereka itulah orang-orang beruntung”. Kecintaan Umat ini kepada beliau juga dijelaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah SAW. Bahkan digambarkan bagaimana kecintaan kepada beliau melebihi kecintaan seseorang kepada diri, orang tua dan anak, dan kepada siapapun. Rasulullah sendiri misalnya dalam sebuah hadits menekankan: “Tidak beriman di antara kalian hingga dia mencintai aku lebih dari orang tuanya, anaknya, dan semua manusia”. Penggambaran kasih sayang yang ada diantara Rasul dan Umatnya digambarkan dalam Al-Quran Surah Muhammad: “Muhammad Rasulullah. Dan yang orang-orang yang bersamanya tegas kepada orang-orang kafir dan saling mengasihi di antara mereka”. Yang ingin juga saya uraikan kali ini secara singkat adalah apa saja kewajiban utama Umat ini kepada baginda Rasulullah SAW. Kewajiban itu mencakup 6 hal: Satu, kewajiban mengenal Rasulullah (Ma’rifatur Rasul). Dalam agama ini memang semuanya berdasarkan kepada ma’rifat. Iman kepada Allah sekalipun esensinya karena ma’rifat. Karenanya dasar dari semua relasi umat dan Rasul adalah ma’rifat (mengenal). Bagaimana mungkin mengimani, mencintai tanpa mengenalnya? Di sìnilah salah satu makna urgensi belajar sirah Rasul SAW. Dua, kewajiban menginami Rasulullah seperti yang disebutkan di atas. Syahadat Laa ilaaha illa Allah tidak sempurna dan tak akan diterima tanpa syahadat kepada Rasulullah: Asyhadu anna Muhammad Rasulullah. Kewajiban ini bukan sekedar mengimaninya sebagai Rasul. Tapi mengimaninya sebagai Rasul yang terakhir dan membawa ajaran yang sempurna. Tiga, mencintai Rasulullah. Selain sebagai persyaratan iman kepada beliau, mengimaninya juga menjadi prasyarat untuk membersamai beliau di dalam syurgaNya Allah SWT. Kesimpulan ini diambil dari pertanyaan seorang sahabat tentang hari Kiamat yang berujung pada: “engkau akan bersama dengan siapa engkau cintai di dalam syurga”. Empat, menauladani dan mengikuti (mentaati) Rasulullah. Ayat tentang Ketauladanan tentunya sangat populer (laqad kaana lakum fii Rasulillah uswatun hasanah). Demikian pula penegasan prasyarat iman kepada Allah dengan mengikuti Rasulullah (qul inkuntum tuhibbuna Allaha fattabi’uun). Dalam hadits lain Rasulullah menekankan bahwa semua umatnya akan masuk syurga kecuali yang membangkang. Ketika ditanya siapa pembangkang itu? Beliau menjawab: “siapa yang mentaatiku masuk syurga. Tapi siapa yang tidak mentaatiku maka dia membangkang”. Lima, membela kemuliaan dan kehormatan Rasulullah. Selain memang bagian dari keimanan untuk membela (nashoruuh wa azzaruuhu) kecintaan (rasa emosi atau sentimen) Umat ini melebihi kepada diri dan siapapun. Kecintaan ini menumbuhkan rasa “ghirah” atau kecemburuan dan kemarahan jika kehormatan dan kemuliannya dirusak. Teman-teman non Muslim, khususnya di dunia Barat, gagal memahami ini. Sehingga mereka terkadang terheran-heran ketika Umat ini siap berkorban membela Rasulnya. Enam, melanjutkan misi (dakwah) kerasulan Muhammad SAW. Rasulullah adalah utusan Allah yang terakhir. Beliau dikenal sebagai “penutup kenabian” (khatamun nabiyyin). Pada sisi lain beliau adalah Rasul untuk seluruh alam (alamin) hingga akhir zaman. Konsekwensi logis dari kenyataan itu adalah bahwa misi risalah dan kenabian mutlak berlanjut ke seluruh penjuru alam hingga akhir masa. Karenanya dengan wafatnya Rasulullah SAW, Umat ini dengan sendirinya diamanahi untuk melanjutkan misi tersebut. Ragam ayat dalam Al-Quran menegaskan kewajiban itu. Satu diantaranya adalah: “katakan (wahai Muhammad) inilah jalanku. Yaitu mengajak ke jalan Allah, saya dan siapa saja yang menjadi pengikutku”. Demikian enam kewajiban umat terhadap Rasulullah yang wajib dijalankan dan dijaga hingga akhir zaman. Pengakuan sebagai Umat tapi pada saat yang sama tidak mengikuti keenam hal yang dimaksud boleh jadi sebuah pengakuan palsu. NYC Subway, 12 Oktober 2022. (*)
Istikharah Politik Cawapres Anies: Antara Khofifah dan AHY
Di tingkat nasional, Khofifah juga dapat diandalkan. Ia berpotensi meraup suara dari kaum perempuan, karena Khofifah adalah Ketua Muslimat Nahdhatul Ulama (NU). Oleh: Tamsil Linrung, Wakil Ketua MPR Terpilih/Anggota DEWAN Perwakilan Daerah (DPD) RI PARTAI NasDem resmi mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai Bakal Calon Presiden (Capres) 2024. Dalam tempo dekat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat diperkirakan menyusul. Melihat cuaca politik pekan-pekan terakhir ini, tidak menutup kemungkinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bergabung. Setali tiga uang dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Tidak ada keraguan, wajah Anies bakal terpajang di kertas suara Pemilihan Presiden (Pilpres). Syaratnya dua. Pertama, yaitu jika para punggawa politik menjungjung tinggi Pemilu jujur dan adil, mendorong Pemilu tepat waktu, juga tidak saling mengkriminalkan. Syarat kedua, Anies bakal lolos menuju kontestasi Pilpres jika partai-partai pengusungnya tak egois memaksakan Bakal Calon Wakil Presiden (Cawapres). Di titik ini, kompromi politik memang jadi tikungan krusial. Tidak hanya bagi Anies, tetapi nyaris semua koalisi partai dalam kontestasi Pilpres kerap buyar dan bubar, tergelincir karena tidak satu kata soal Cawapres. Lain halnya dengan Anies, ada kesan dan pesan serta kredo tidak tertulis yang ditangkap publik, Cawapres akan ditentukan berdasarkan pertimbangan paling rasional. Tentu saja yang memiliki daya katrol elektabilitas mumpuni. Karakter dan personal branding Anies yang berlatarbelakang akademisi cuma intelektual, sangat identik dengan rasionalitas dan hal-hal saintifik, tentu menjadi bagian penting dalam pertimbangan menentukan Cawapres. Bukan soal like or dislike, apalagi preferensi selera pribadi. Pemilihan Cawapres sangat mendasar, menentukan, tetapi juga krusial sekaligus rentan. Keliru memilih Cawapres sama halnya bunuh diri politik. Tidak heran, kalau media massa, pengamat, dan lembaga survei gempita menyodorkan analisa. Ada yang objektif, ada pula yang (mungkin) pesanan. Tantangan terbesar koalisi Partai Nadem, PKS, dan Demokrat ada pada Cawapres. Di antara nama-nama yang sering disebut-sebut, agaknya ada dua yang paling moncer, yakni Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). AHY bukan anak muda biasa. Dia luar biasa. Dia ketua umum partai, visioner, cerdas, muda, dan bisa diandalkan dalam urusan kepemimpinan. Leadhership AHY teruji ketika Partai Demokrat diobok-obok pihak lain. AHY membuktikan, dirinya mampu menyatukan seluruh kadernya dalam satu barisan, bersama menghalau pengkudeta dari Istana. AHY punya daya ungkit elektabilitas tinggi. Pemilih milenial bakal tertarik dengan figurnya yang elok, muda, dan segar. Tidak diragukan, AHY punya modal dan peluang besar mendampingi Anies. Tetapi, apakah AHY sebagai Cawapres Anies adalah realistis secara politik? Harus diakui, AHY belum sepenuhnya berpengalaman dalam politik. Tanpa berniat memandang sebelah mata, sepak terjangnya di politik masih seumur jagung. Faktor sang ayah, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), memang tidak boleh ditepikan. Namun, dalam konteks kepemimpinan nasional, AHY harus dipandang sebagai figur yang mandiri. AHY dan Anies cenderung dipersepsikan publik sebagai tokoh oposisi. Anies adalah kanal bagi kaum oposisi, sementara Partai Demokrat yang dipimpin AHY cukup representatif untuk disebut oposisi sebagai partai non-pemerintahan. Maka, kombinasi Anies-AHY adalah kombinasi oposisi dengan oposisi. Sekilas ini luar biasa dan mengundang euforia besar. Persoalannya, apakah gabungan keduanya mampu mengalahkan kekuatan kartelisasi politik saat ini? Kita tidak pesimistis. Hanya saja, harus berhitung cermat mengkalkulasi potensi perolehan suara, bukan hanya pasangan bertalenta dan enak dipandang. Sistem pemilihan one man one vote mau tak mau mengharuskan kita mengalkulasi pasangan Capres-Cawapres dari sisi dukungan suara masing-masing individu secara matematis, kongkrit, dan realistis. Caplok Suara Lawan Dalam konteks itulah Khofifah punya nilai lebih. Selain memiliki pengalaman politik mumpuni, basis dukungannya jelas, kongkrit, dan relatif di luar lingkaran oposisi. Menggandeng Khofifah sama halnya mencaplok suara lawan, sekaligus mengerem serangan politik bertajuk politik identitas, khilafah, dan seterusnya. Jawa Timur sering dianalisa sebagai penentu kemenangan Pilpres, selain Jawa Barat tentu saja. Inilah kelebihan utama Khofifah. Figurnya jelas mampu menambah bobot perolehan suara secara signifikan, mengingat lumbung suara Anies di Pulau Jawa diperkirakan berada di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Di tingkat nasional, Khofifah juga dapat diandalkan. Ia berpotensi meraup suara dari kaum perempuan, karena Khofifah adalah Ketua Muslimat Nahdhatul Ulama (NU). Dari perspektif koalisi partai, Khofifah sekaligus bisa menjadi jalan tengah yang memecah kebuntuan koalisi Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat. Mereka punya sejarah. Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2018, Khofifah didukung Partai Nasdem dan Partai Demokrat. PKS justru berada di kubu Syaifullah Yusuf. Partai Demokrat akan mendapat berkah lain jika koalisi penyokong Anies memilih Khofifah. Alasannya, Ketua DPD Demokrat Jawa Timur, Emil Dardak, yang juga Wakil Gubernur Jawa Timur secara otomatis menggantikan posisi Khofifah sebagai gubernur. Bukankah itu cukup manis? Maka, ada baiknya Partai Demokrat melihat dari sisi lain, menghindari kacamata kuda AHY sebagai Cawapres. Toh AHY masih sangat muda. Perjalanan politiknya masih panjang dan insya’ Allah gemilang. Dia calon pemimpin bangsa di masa depan. Apapun itu, Anies jugalah yang (sebaiknya) menentukan. Seperti kata Bang Surya Paloh, masalah Cawapres ini kita serahkan sepenuhnya kepada istikharah Anies Baswedan. (*)
RUU EBT Mengaburkan Rencana Transisi Energi Indonesia
Ini luar biasa bandar EBT Indonesia. Mereka mau menghasilkan portofolio EBT agar mendapatkan uang internasional dengan menabrak UU Nomor 30 Tahun 2009 Ketenagalistrikan. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) RUU Energi Baru Terbaharukan (EBT) yang saat ini sedang dibahas di DPR tampaknya justru mengaburkan rencana transisi energi Indonesia. RUU EBT sepertinya mengikuti pola yang digunakan selama ini dalam menjalankan Mega Proyek 35 ribu Megawatt telah terbukti gagal. Pola semacam ini menganut prinsip liberalisasi ketenagalistrikan, yang sudah menghilangkan fungsi negara dan melemahkan PLN dan memperkaya oligarki listrik. Padahal negara dan BUMN-lah yang harusnya berada di depan menyukseskan transisi energi sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 2016 tanggal 24 Oktober 2016, tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim). Lalu mengapa negara dan BUMN malah hendak dihilangkan perannya? Setidaknya ada 3 pasal dalam RUU EBT yang berpotensi mengaburkan rencana transisi energi Indonesia yakni pasal 29 A, pasal 47 A dan Pasal 60 yang secara garis besar berisikan: 1. Memberikan kewenangan penuh kepada swasta untuk membuat pembangkit EBT, berbisnis jaringan dan menjual listrik EBT-nya sendiri kepada masyarakat, perusahaan dan lainnya. 2. Memberikan kewenangan penuh kepada sektor swasta untuk pemanfaatan jaringan listrik PLN melalui mekanisme pemanfaatan bersama jaringan PLN. PLN wajib membuka akses kepada swasta untuk memanfaatkan jaringan PLN. 3. Dengan memanfaatkan jaringan PLN tersebut pembangkit swasta dapat menjual listrik EBT secara langsung kepada konsumen individu atau perusahaan. Ketiga hal itu memang terasa janggal jika dikaitkan dengan pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa PLN akan fokus ke binis jaringan. Dengan UU EBT jaringanpun disikat sektor swasta. Lalu negara dan PLN dapat apa? RUU EBT sama dengan melanggengkan liberalisasi ketenagalistrikan dengan menyerahkan potensi sumber daya EBT Indonesia kepada sektor swasta, dengan berbagai insentif dan fasilitas dari pemerintah. DPR dan Pemerintah tidak mau belajar dari mega proyek 35 ribu Megawatt yang sangat memanjakan oligarki swasta. Akhirnya ambyar, kan? Bahkan, agar liberalisasi UU EBT dengan sembarangan membuat satu pasal yakni pasal 60 bahwa UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tidak berlaku sepanjang itu adalah EBT. Ini luar biasa bandar EBT Indonesia. Mereka mau menghasilkan portofolio EBT agar mendapatkan uang internasional dengan menabrak UU Nomor 30 Tahun 2009 Ketenagalistrikan. Padahal RUU EBT merupakan salah satu regulasi kunci bagi ketahanan energi, pertahanan dan keamanan negara Indonesia ke depan. Dunia telah melakukan pelarangan pembatasan dalam seluruh lini bagi konsumsi energi fosil. Instrumen pembatasan meliputi pajak karbon, pembatasan perdagangan dan pelarangan sektor keuangan dan perbankan untuk membiayai energi fosil. Dengan demikian energi terbaharukan akan menjadi energi utama di masa depan. Jadi hati hatilah transisi energi adalah isue utama bagi Ketahanan Nasional. (*)
Anis Matta: Nabi Muhammad SAW Sudah Mengajarkan Cara Mengatasi Krisis Saat ini
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, umat Islam saat ini membutuhkan satu model pendekatan baru untuk meneladani Nabi Muhammad SAW dalam situasi dan kondisi krisis seperti sekarang. Sebab, Umat Islam seharusnya tidak hanya sekedar takzim atau mengagumi Rasulullah SAW saja, tetapi juga harus meneladani lebih jauh apa yang telah diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. \"Kita mengaguminya dan kita begitu mencintainya, tetapi kok susah betul masyarakat kita meneladani Beliau. Sehingga kita membutuhkan satu model pendekatan baru, bukan karena takzim saja,\" kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk \'Teladan Nabi Muhammad SAW, Pemimpin Teragung Sepanjang Zaman, Rabu (12/10/2022) sore. Pendekatan baru itu, menurut Anis Matta, adalah dengan mencari persamaan situasi krisis yang dihadapi Nabi Muhammad SAW ketika itu, dengan situasi krisis yang dihadapi umat Islam sekarang. \"Sebagai pemimpin dunia, Beliau telah mengajarkan bagaimana cara melewati dan menyelesaikan krisis, tidak hanya krisis ekonomi, tapi juga krisis militer dan krisis geopolitik,\" katanya. Dengan konteks mencari persamaan itu, maka Umat Islam dapat keluar dari krisis, sekaligus juga meneladani perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin teragung sepanjang zaman. Sedangkan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, keteladanan Nabi Muhammad SAW yang bisa diteladani adalah keberhasilan dalam membangun peradaban dunia saat ini. \"Rasulullah SAW berhasil mengangkat para sahabat sebagai penebar peradaban ke berbagai dunia saat ini, karena fokus pada pendidikannya. Pendidikan itu, fondasi membangun negara,\" kata Muhyidin. Ketika itu, Nabi Muhammad SAW lanjutnya, fokus membangun kepemimpinan melalui dunia pendidikan yang integratif, dengan menggabungkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. \"Pendidikan integratif ini sekarang dikenal sebagai pesantren atau boarding school. Boarding school itu, pesantren yang dimodifikasi. Terbukti yang sekolah di boarding school banyak diterima di universitas bergengsi di dalam dan luar negeri,\" katanya. Muhyidin lantas mengungkapkan, bahwa sistem boarding school juga telah diadopsi universitas terkemuka di dunia, yakni Universitas Oxford Inggris dan Universitas Harvard Amerika Serikat. \"Karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, lembaga pendidikan di Indonesia perlu mengikuti jejak dua universitas terhebat di dunia itu,\" katanya. Wakil Ketua MUI berharap masyarakat tidak lagi memperdebatkan soal sistem pendidikan pesantren atau boarding school dengan sistem pendidikan umum. \"Kita ingin membangun manusia, membangun sebuah peradaban umat yang memiliki tingkat kecerdasaan seperti para sahabat Rasulullah SAW dulu,\" tegasnya. Membaca peluang krisis Sementara itu, Ketua Ulama dan Da\'i Asia Tenggara KH. Muhammad Zaitun Rasmin berpandangan, bahwa keteladanan yang bisa diambil dari Nabi Muhammad SAW, adalah kemampuan sebagai pemimpin yang bisa membaca krisis sebagai peluang. \"Kemampuan Beliau sebagai pemimpin di tengah-tengah krisis, adalah melihat peluang lain karena fokus pada target-target umat Islam. Ini berhasil, dan ini bisa menjadi pelajaran buat kita, bagaimana kita meningkatkan diri untuk mampu membaca setiap peluang,\" kata Zaitun Rasmin. \"Di dalam menghadapi krisis ini, kita harus mengembangkan kualitas diri dengan maksimum, sehingga kita menemukan jalan terbaik atau solusi dalam menghadapi krisis,\" sambungnya. Cendikiawan Muda Islam Muhammad Elvandi menambahkan, bahwa pelajaran keteladanan yang bisa diambi dari Nabi Muhammad SAW adalah fokus dalam mengubah generasi yang begitu cepatnya dengan tujuan membangun peradaban Islam. \"Begitu cepatnya ketika Beliau mentransformasikan generasi menjadi sumber daya yang berkualitas, sehingga mampu membangun peradaban. Ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua,\" kata Elvandi. Elvandi berharap kualitas pemimpin Indonesia masa depan bisa seperti kejayaan generasi pada masa peradaban Islam. Dimana seorang pemimpin harus memiliki gagasan besar, sehingga bisa membangun peradaban baru. \"Selain itu, pemimpin juga harus bisa menyatukan, merekatkan semua dan membawa kedamaian, bukan pemimpin yang membuat provokasi-provokasi. Pemimpin harus bisa memberikan edukasi politik dan literasi kepada masyarakat,\" kata Elvani yang juga Wakil Ketua Bidang Narasi DPN Partai Gelora ini. (sws)