OPINI
Hanya Iblis Bernafsu Tiga Periode
Sembari menyiapkan presiden boneka lainnya yang sejalan dengan rezim sebelumnya dan tentunya menjadi anak haram mafia-mafia yang membajak negara dan tak tersentuh hukum itu, sebagai opsi kedua. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presiden GMNI BUKAN cuma presidennya yang ndablek karena kegagalan kepemimpinannya. Bahkan sebuah ormas kumpulan relawan tak bermutu, berlagak seperti partai politik membuat musyawarah yang mengklaim rakyat menginginkan presiden tiga periode. Rakyat yang mana? Rakyat yang menderita karena utang yang meroket, maraknya korupsi, pajak yang mencekik, rutinnya kenaikan BBM, harga sembako yang melambung, dan pelbagai kebobrokan lainnya penyelenggaraan negara? Selain bertentangan dengan konstitusi dan mengabaikan realitas obyektif kondisi rakyat yang begitu memprihatinkan, itu adalah pemikiran sesat dan upaya kasak-kusuk mengolah perpanjangan jabatan presiden menjadi tiga periode. Apalagi sampai mengamandemen UUD 1945 tentang masa jabatan presiden yang sudah baku dua periode demi kepentingan sesaat dan sesat. Bukan saja membunuh demokrasi dan melukai hati nurani rakyat. Lebih dari itu, syahwat kekuasaan yang menghalalkan segala cara, terkesan bagai orang kesurupan yang membabi-buta. Keinginan menjadi presiden untuk periode ketiga, saat waktunya belum genap dua periode menimbulkan kesengsaraan rakyat dan nyaris menghancurkan kehidupan bernegara dan berbangsa. Entah keinginan itu dari presidennya sendiri maupun orang di sekelilingnya atau bahkan dari ormas relawan pendukungnya. Hasrat sarat siasat itu hanya menunjukkan rezim ini memang benar-benar dalam kedunguan tingkat akut dan krisis moral yang identik dengan kebiadaban. Tanpa malu karena miskin prestasi, menjadi penguasa yang dzolim karena berorientasi harta dan jabatan serta memisahkan kehidupan rakyat dari kemakmuran dan keadilan. Aspek politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan pertahanan keamanan, cenderung mengalami distorsi yang diikuti kerusakan struktural dan sistemik menahun. Negara secara internal telah begitu tajam mengalami degradasi kemanusiaan, sementara secara eksternal terus tereliminasi dalam pergaulan internasional. Negeri nusantara sudah larut menjadi bangsa kacung yang primitif dan tak bermartabat. Konflik sesama akibat pembelahan sosial untuk berebut kekuasaan dan saling membunuh demi memenuhi kepuasan harta dan jabatan. Menjadi identifikasi paling relevan bagi Indonesia meskipun mengusung Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Dengan tingkat pendapatan perkapita paling rendah dilihat dari ukuran sebagai negara dengan kekayaan alam berlimpah. Kemudian terus-nenerus mengalami penurunan indeks demokrasi dan penegakan hukum. Serta yang paling miris terjadinya kemerosotan budaya yang tercermin dari kemiskinan ahlak seiring kemiskinan ekonomi bangsa. Pantaslah negeri ini dikatakan dipimpin oleh para pejabat yang tidak kompeten, tidak akuntabel dan nihil integritas. Kepemimpinan yang tidak manusiawi, yang tega dan acuh mengorbankan rakyatnya demi kepentingan pribadi dan kelompok. Membuat para pemangku kepentingan publik itu, tak ubahnya seperti gerombolan berwujud manusia yang dominan kerasukan setan. Melalui sokongan oligarki, tampaknya rezim ini terlalu percaya diri sekaligus tak tahu diri. Mengambil ancang-ancang berupaya merekayasa politik demi presiden tiga periode sebagai target utama. Sembari menyiapkan presiden boneka lainnya yang sejalan dengan rezim sebelumnya dan tentunya menjadi anak haram mafia-mafia yang membajak negara dan tak tersentuh hukum itu, sebagai opsi kedua. Ormas relawan bersama sub koordinat lainnya rezim yang ngga jelas peran dan fungsinya buat rakyat, terus menggonggong menyuarakan presiden tiga periode sembari berharap tetap dalam zona nyaman turut menikmati kue kekuasaan. Tanpa disadari menutup mata, telinga, dan batin dari kenyataan pahit yang dialami rakyat dan negara bangsa Indonesia. Tak lagi dapat membedakan mana kebenaran dan kejahatan, mana yang hak dan batil serta mana kejujuran dan kebohongan. Boleh jadi sisi-sisi kemanusiaanya telah raib dari jiwa raganya, dan perlahan namun pasti bertransformasi menjadi iblis kekuasaan. Iblis yang bernafsu tiga periode. (*)
Terkait Isu Kenaikan BBM, Polda Papua Barat Siagakan Personel di SPBU
Manokwari, FNN - Personel Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit) dan Direktorat Samapta Polda Papua Barat disiagakan di seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Manokwari terkait dengan isu kenaikan harga BBM.Kabid Humas Polda Papua Barat Komisaris Besar Polisi Adam Erwindi di Manokwari, Sabtu, mengatakan bahwa setiap hari lima hingga enam personel mengamankan setiap SPBU untuk antisipasi penimbunan di tengah isu keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).Adam khawatir informasi kenaikan harga BBM membuat masyarakat panik dan membeli dalam jumlah besar.Hingga saat ini, kata dia, situasi dan kondisi masih terpantau aman meski antrean pengisian BBM subsidi tetap terjadi. \"Sampai saat ini situasi aman terkendali, personel Polri akan bertugas untuk menjamin antrean kendaraan berlangsung aman dan lancar untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,\" katanya.Polda Papua Barat juga memberikan imbauan kepada masyarakat agar melaporkan jika menemukan penimbunan BBM di wilayah tersebut. \"Jika masyarakat melihat dan menemukan adanya penimbunan BBM, segera lapor ke kepolisian baik call center 110 ataupun ke kantor kepolisian terdekat,\" kata Kabid Humas.(Ida/ANTARA)
Meminta Klarifikasi Pernyataan Menteri Keuangan Bahwa Kuota BBM Bersubsidi Akan Habis September 2022
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) SANGAT disayangkan pernyataan menteri keuangan mengenai kuota BBM bersubsidi, Pertalite dan Solar, akan habis pada akhir September lalu, jika subsidi dan konsumsi tidak diatur. Pernyataan ini sangat berbahaya, terdengar atau terkesan seperti bernada ancaman. Seolah-olah, kalau harga BBM bersubsidi tidak naik maka kuota BBM bersubsidi akan segera habis, dan sebagai konsekuensi publik tidak bisa mendapat BBM bersubsidi lagi. Jadi harus beralih ke BBM lain, dalam hal ini, Pertamax yang harganya jauh lebih tinggi. Kalau publik tidak mau beralih ke Pertamax, maka mau tidak mau harus setuju dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Kalau harga naik, maka pemerintah bisa menyediakan tambahan stok BBM bersubsidi. Singkatnya, kalau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, maka dengan konsekuensi tidak bisa lagi mendapatkan BBM bersubsidi (karena kuota habis), dan silakan beralih ke Pertamax. Kalau mau BBM bersubsidi, maka silakan setujui kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Bukankah seperti itu? Kalau ini sampai terjadi, pemerintah patut diduga kuat telah melanggar hak konstitusi rakyat untuk mengkonsumsi produk BBM, dalam hal ini Pertalite dan Solar. Pemerintah tidak bisa membatasi jumlah konsumsi masyarakat, apalagi meniadakan barang yang seharusnya ada, hanya karena perbedaan harga: kalau harga naik, barang ada! Perlu dicatat, bahwa anggaran subsidi BBM di APBN hanya merupakan angka perkiraan, berdasarkan asumsi-asumsi tertentu. Jadi, bukan merupakan sebuah angka yang pasti, di mana realisasinya harus sama dengan anggaran. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, realisasi kuota BBM bersubsidi pada kenyataannya sudah sering terlampaui dibandingkan dengan anggaran. Tetapi selama ini tidak menjadi masalah, masyarakat tetap dapat membeli dan konsumsi BBM bersubsidi tersebut. Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu diingatkan lagi bahwa APBN memberi fleksibilitas, bahwa realisasi dapat berbeda dengan anggaran. Pasal 16 ayat (3) UU APBN mengatur: Anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro, perubahan parameter, dan/atau pembayaran kekurangan subsidi tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan realisasi subsidi BBM dari anggaran juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat yang sudah diaudit oleh BPK untuk tahun 2021, dikatakan: Realisasi Belanja Subsidi, realisasi mencapai Rp242,08 triliun atau melampaui sebesar Rp45,85 triliun dari Pagu APBN sebesar Rp175,35 triliun. Pelampauan realisasi Belanja Subsidi terutama pada Belanja Subsidi Energi, realisasi mencapai Rp140,0 triliun atau Rp29,9 triliun dari APBN 2021 Rp110.5 triliun. Penyesuaian pagu Belanja Subsidi sesuai dengan Pasal 16 UU APBN 2021 ayat (3), bahwa anggaran subsidi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan asumsi makro, perubahan parameter, dan/atau pembayaran subsidi tahun-tahun sebelumnya. Sesuai dengan realisasi tahun berjalan, karena dampak dari kenaikan ICP, pagu subsidi jenis bahan bakar tertentu dan subsidi LPG yang ditetapkan dalam APBN 2021 diperlukan penyesuain tambahan sebesar Rp28,1 triliun, untuk bisa memenuhi kebutuhan tahun berjalan. Dengan demikian, Menteri Keuangan tidak sepatutnya mengatakan kepada publik hal yang diduga bertentangan dengan UU APBN, yang terkesan atau terdengar seperti bernada ancaman. Semoga Menteri Keuangan dapat mengklarifikasi Surat Terbuka ini. Tembusan Komisi XI DPR RI. Terima kasih. Dari Seorang Warga. (*)
Tiga Langkah Jegal Anies
Jangan \"paksa\" Anies jadi tersangka jika tidak benar-benar ada bukti layaknya tersangka yang lain. Yang ada bukti, jelas dan kasat mata saja, gak kunjung dijadikan tersangka. Anies yang menurut banyak ahli hukum tidak melanggar mau dijadikan tersangka. Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa ANIES Baswedan gak boleh nyapres. Ini harga mati. Ada pihak yang merasa tidak aman kalau Anies nyapres. Apa yang tidak aman? Bisnisnya tidak aman, kepentingan politiknya tidak aman, bahkan diri mereka juga bisa tidak aman. Anies satu-satunya kandidat yang oleh mereka dianggap tidak bisa mereka kendalikan. Karena itu, Anies harus dihentikan. Sekali lagi, harus dihentikan. Ada upaya sangat serius untuk jegal Anies, kata Andi Arief. Politisi Demokrat yang terkenal tegas ini blak-blakan soal penjegalan terhadap Anies. Publik pun sebenarnya sudah sangat paham. Bagaimana cara menghentikan Anies? Ada tiga langkah. Langkah pertama, jadikan Anies tersangka. Pra pilgub DKI 2017 hingga hampir selesai masa kerja lima tahun sebagai gubernur, kasus demi kasus terus dicari. Kasus DP 0%, gak ketemu. Formula E? Commitment fee, ternyata bukan pelanggaran. Tanggal pembayaran? Di sini dicari celahnya. Meski sudah disetujui banggar, pembayaran Formula E tetap mau diutak atik. Pembayaran sebelum Sidang Paripurna DPRD mau dipermasalahkan. Padahal, tidak ada pelanggaran hukum. Itu hanya soal administrasi belaka. Apalagi, ini dilakukan untuk menghindari denda. Kalau kena denda, harus keluar uang lagi. Anies selamatkan event Formula E dari denda. Kok mau ditersangkakan? Ini bisa memicu gejolak sosial, kata salah seorang ketua umum partai dengan wajah marah. Hal yang sama dikhawatirkan sejumlah orang. Kalau Anies tetap \"dipaksa jadi tersangka\" apakah akan terjadi gejolak sosial, tanya sejumlah anggota Dewan dan aktifis ke saya. Boleh jadi apa yang diungkapkan Ketua Umum Partai itu benar-benar terjadi, jawabku. Jawaban yang aman. Saat ini, Anies boleh dibilang satu-satunya ekspektasi bagi rakyat yang selama ini merasa tidak terakomodir aspirasinya. Jika ekspektasi ini hilang, mereka bisa putus asa. Frustasi! Dan ini bisa menjadi sumber lahirnya gejolak sosial-politik itu. Sebab, tak ada lagi harapan. Ngeri! Jangan \"paksa\" Anies jadi tersangka jika tidak benar-benar ada bukti layaknya tersangka yang lain. Yang ada bukti, jelas dan kasat mata saja, gak kunjung dijadikan tersangka. Anies yang menurut banyak ahli hukum tidak melanggar mau dijadikan tersangka. Hal ini bukan saja akan dicatat sebagai sejarah terburuk bagi demokrasi di Indonesia, tapi juga berpotensi menimbulkan gejolak sosial-politik. Ini juga akan membuat kualitas pemilu pada 2024 menjadi pemilu terburuk di era reformasi. Emang ada yang mikirin kualitas pemilu? Banyak yang justru masa bodoh! Langkah kedua, Anies jangan sampai dapat tiket nyapres. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibentuk oleh PPP, PAN dan Golkar dibaca publik sebagai upaya untuk jegal Anies. Publik tahu bahwa kader dan pemilih PPP-PAN mayoritas mendukung Anies. Terlalu berisiko jika dua partai ini dukung capres lain. Elektoral bisa jeblok. Suka tidak suka, fakta politiknya menunjukkan bahwa kader dan konstituen dua partai ini mayoritas dukung Anies. Partai yang tidak aspiratif terhadap konstituennya, bisa collaps! Kita lihat di pemilu 2024 nanti. Golkar sendiri? Ada Jusuf Kalla dan Akbar Tanjung. Dua tokoh KAHMI ini masih punya pengaruh besar terhadap Golkar. Keduanya lebih dekat dengan Anies dari pada kandidat-kandidat yang lain. Ada kemungkinan merapat le Anies setelah KIB gak berujung. Kehadiran Partai Komunis China (PKC) ke kantor Golkar baru-baru ini juga dicurigai oleh sejumlah pihak sebagai upaya untuk menjegal Anies. Nah, kecurigaan ini perlu ditelusuri. Benarkah? Setelah KIB terbentuk, munculah Nasdem, PKS dan Demokrat yang semakin intens berkomunikasi. Arahnya akan mengusung Anies. Tiga partai ini hampir solid. Gabungan dari tiga partai ini cukup memenuhi syarat untuk mengusung Anies. Tapi, masih ada satu persoalan. Demokrat bisa pindah tangan jika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan Moeldoko. Mungkinkah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan melemah dan membuka ruang negosiasi untuk menghentikan langkahnya mendukung Anies? Hanya SBY dan Tuhan yang tahu. Teriakan Andi Arief sebagai kader militan Demokrat mungkin bisa dibaca dari sini. Langkah ketiga, jika langkah pertama dan kedua gagal dan Anies tetap bisa maju di pilpres 2024, maka cara terakhir adalah menggunakan infrastruktur kecurangan. Ini akan bisa masif jika kubu Anies tidak mengantisipasinya. Kemungkinan akan ada sejumlah institusi dan lembaga yang dilibatkan untuk mengalahkan Anies di pilpres 2024. Anda ingat pilgub DKI 2017? Ada instruksi kepada sejumlah kepala daerah datang ke Jakarta untuk memenangkan Ahok. Ada sejumlah TPS dimana di putaran pertama Anies-Sandi tidak dapat suara satupun. Baru di putaran kedua, Anies-Sandi bisa menang di beberapa TPS itu. Dahsyat bukan? Jadi, ini semua gak ada urusannya dengan isu kadrun, radikal, intoleransi atau sejenisnya. Itu semua sampah. Anda bodoh kalau percaya isu ini. Orang Arab bilang: \"bahlul murakab\". Yang terjadi adalah pertarungan politik tingkat tinggi, dimana munculnya Anies sebagai kandidat capres 2024 menjadi ancaman bagi kepentingan segelintir orang. Mereka merasa tidak aman. Munculah kemudian isu-isu sampah itu. Dan mereka yang goreng isu itu saat ini sedang bekerja keras untuk jegal dan hentikan Anies, sebagaimana yang Andi Arief bongkar itu. Paham? Akhirnya, apakah Anies akan terjegal dan bisa dihentikan? Atau Anies melenggang dan menjadi Presiden RI ke-8? Mari kita tunggu takdir masa depan bangsa ini. Jakarta, 2 September 2022. (*)
Masjid Tertua di Jakarta Arkaeologi Jakarta (I)
Oleh Ridwan Saidi Budayawan DALAM peta Jacatra 1618 di daerah Kali Besar timur dekat Gudang Lada ada messigiet (mesjid). 10 tahun lalu di lokasi masih ada minaret berbentuk spiral seperti minaret Babylon, ada tangga batu untuk azan, dan ada mihrab. Seperti halnya mesjid \"Pecinan\" di Banten unsur-unsur bangunan mesjid: mihrab, plaza untuk jamaah, dan minaret. Tidak ada keterangan time line mesjid \"Pecinan\". Kalau mesjid ini didirikan Banten Girang, niscayalah abad XIII. Mesjid di Kali Besar timur itu lokasinya termasuk Majakatera, posisinya sebrang selatan Menara Syahbandar. Di Majakatera sebelah barat dekat Jl Kakap ada sumur Mandi Rancan, mandi bersih. Mandi Rancan ada dalam laporan Bujangga Manik XIV M. Sangat mungkin Mandi Rancan tempat wudhu. Jaraknya dengan mesjid sekitar 100 meter saja. Time line berdiri mesjid Majakatera dengan mesjid \"Pecinan\" berdekatan sekitar abad XIII. Sampai dengan XIII M di Jakarta belum ada mesjid dengan bangunan induk. Di kampung Daleman ada mesjid juga. Kalau pembangunan medjid itu bersamaan dengan Kota Inten berarti setidaknya tahun 1540 mesjid itu sudah ada. Di kampung Kebon Pisang dekat Jl Cengkeh juga ada mesjid. Kebon Pisang kampung tua, tapi tidak mudah juga mengetahui time line berdirinya mesjid tersebut. Mesjid di Jakarta berdiri abad XIII dapat dipertanggung jawabkan secara historiografis. Tapi kita tak dapat buat simpulan terbalik bahwa sebelum XIII M di Jakarta belum ada mesjid. Apalagi Mualim Teko abad X M sudah menulis kitab tuntunan sembayang. (RSaidi)
Fenomena Anies dan Gerilya Oligarki
Jusuf Kalla memprediksi ada empat poros kekuatan politik dalam pilpres 2024. Salah satunya, poros Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat. Tiga partai ini diharapkan mengusung Anies Baswedan- Khofifah Indar Parawangsa. Khofifah adalah kandidat terkuat yang dapat diandalkan meraih suara mayoritas di Jawa Timur dan tidak menutup kemungkinan di Jawa Tengah. Oleh: Tamsil Linrung, Anggota DPD RI/Pejuang PT 0% JIKA saja ada jajak pendapat tentang siapa tokoh politik yang paling banyak dimaki, barangkali Anies Baswedan jawabannya. Kalau jajak pendapat itu diteruskan dengan pertanyaan siapa tokoh politik yang paling dingin menanggapi makian, mungkin jawabannya akan tetap Anies. Ini bukan sanjungan, bukan pula sokongan politik. Ini sekadar mengemukakan fakta, dan kita harus jujur menarasikan fakta. Di tengah buasnya UU Informasi dan Transaksi Elektronik memangsa rakyat, tak sekali pun Gubernur DKI Jakarta ini memanfaatkan kedigdayaan aturan itu. Padahal, dialah tokoh politik yang banyak mendapat serangan verbal. Siapa sangka, sikap dingin Anies justru menjadi kekuatan yang menyulap cacian banyak orang menjadi pengatrol simpati publik. Semakin diserang, semakin dia berkibar. Semakin sabar, semakin menampakkan kelas kenegarawanannya. Alih-alih menanggapi, Anies memilih tetap fokus membenahi Jakarta meski jabatannya tinggal menghitung hari. Konsep “gagasan-narasi-karya” yang menjadi pijakan kinerjanya, dalam lima tahun ini terasa telah mengubah Jakarta menjadi lebih baik. Konsep itu boleh dibilang antitesa semboyan “kerja-kerja-kerja” khas Presiden Joko Widodo. Rakyat bisa merasakan perbedaan keduanya. Rakyat juga bisa membandingkan capain keduanya, meski tidak apple to apple. Sebagai gubernur, prestasi Anies memang tidak diragukan. Bayangkan, 53 penghargaan pernah ia raih hanya dalam tempo 1 tahun 4 minggu. Anehnya, lawan politik, terutama oleh buzzer-buzzer itu, sering menyebut dia tidak bisa bekerja. Para buzzer itu juga tak bosan membandingkan kinerja Anies dengan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Padahal, jauh panggang dari api. Tidak perlu mengulik semua pencapaian untuk membuktikannya. Cukup menyodorkan fakta opini Wajib Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI untuk DKI Jakarta selama 5 tahun berturut-turut, maka kita bisa menarik kesimpulan. Bukankah pemerintahan yang bersih menjadi ukuran paling mendasar? Maka wajar, di antara deretan nama yang disebut-sebut bakal menjadi calon presiden, sosok Anies cukup menonjol. Karena segudang prestasi itu, ia tidak perlu menggandeng nama besar orang tua hingga kakek atau neneknya. Ia juga tidak perlu bergantung pada nama besar presiden, atau berharap dukungan tukang survei. Gaya komunikasi berikut jaringan internasional yang luas adalah kelebihan lain yang ia miliki. Kelebihan ini rasanya cukup menonjol di antara deretan nama-nama capres yang ada. Dan yang harus menjadi catatan tambahan, di antara nama-nama capres itu, hanya Anies yang relasinya relatif berjarak dari penguasa, bahkan cenderung dipersepsikan berseberangan. Dari perspektif itu, tantangan Anies melaju di 2024 menjadi kian besar. Terlebih, mekanisme politik kita agaknya didesain untuk tidak sungguh-sungguh menemukan calon pemimpin terbaik. Itu terlihat dari upaya kuat mempertahankan presidential threshol (PT) atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Padahal, PT ini telah puluhan kali digugat ke Mahkamah Konsitusi (MK), termasuk oleh saya dan beberapa rekan dari DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Akan tetapi, semua gugatan ditolak. MK (Mahkamah Konstitusi) berkukuh, partai politiklah yang memiliki legal standing. Lucunya, ketika Partai Bulan Bintang (dan lembaga DPD) mengajukan gugatan, nyatanya tetap ditolak dengan berbagai dalih. Sementara di sisi lain, kolega saya, fraksi-fraksi dari partai besar di DPR terlihat nyaman dengan aturan ini. Kita menemui jalan buntu karena hanya melalui dua lembaga inilah aturan presidential threshold dapat diubah. Oligarki Bergerilya Yang senang tentu oligarki. Ada oligarki politik, ada pula oligarki ekonomi. Pilpres adalah wadah yang tepat menyatukan kekuatan. Oligarki ekonomi menyiapkan cuan, oligarki politik bergerilya ke sana-kemari. Tujuannya, agar capres yang disodorkan ke hadapan rakyat adalah orang-orang mereka juga. Siapa pun yang unggul, pada akhirnya oligarkilah pemenang sejati. Sembari memekikkan demokrasi ala mereka, para oligarki menunggangi presidential threshold untuk mengatur paket boneka sebagai pemenang, dan paket lainnya sebagai lawan yang kalah. Dan kita akan terperangah karena yang kalah pun berpotensi duduk manis di kabinet yang diracik oligarki. Jusuf Kalla memprediksi ada empat poros kekuatan politik dalam pilpres 2024. Salah satunya, poros Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat. Tiga partai tersebut diharapkan mengusung Anies Baswedan- Khofifah Indar Parawangsa. Khofifah adalah kandidat terkuat yang dapat diandalkan meraih suara mayoritas di Jawa Timur dan tidak menutup kemungkinan di Jawa Tengah. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tentu layak diperhitungkan juga. Namun, anak muda cerdas ini barangkali lebih pas bila terlebih dahulu mengasah memimpin kementerian, mengikuti jejak sang ayah, Soesilo Bambang Yudhoyono. Jika AHY siap dengan gagasan itu, maka pasangan Anies Baswedan – Khofifah Indar Parawangsa dapat tampil elegan sebagai kandidat nonparpol. Nasdem telah menyatakan dukungannya kepada Anies Baswedan, selain kepada Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo. PKS belum resmi menyatakan sikap, namun agaknya mengarah kepada Anies. Pun dengan Partai Demokrat, mengingat karakter partainya agaknya sulit bila menyatu dengan PDIP, Gerindra, atau Golkar dalam konteks hari ini. Di banyak kesempatan, tiga partai ini terlihat makin harmonis. Namun, gerilya oligarki bukan tidak mungkin mencari celah. Bila salah satunya dapat “ditarik,” dua partai tersisa kemungkinan tersandung presidential threshold dan harus rela mengobral dukungan kepada capres dari poros lain. Layu sebelum berkembang, sinyalemen keretakan tiga partai itu mulai berdetak menyusul pelukan teletubbies Puan dan Bang Surya yang begitu dinikmati keduanya. Mungkinkah kemesraan ini membuyarkan prediksi terbaru JK terkait pasangan Anies – Khofifah? Kita tunggu saja. Yang jelas, tidak sedikit pengamat politik menduga bahwa oligarki akan bekerja ekstra keras untuk mengganjal Anies. Maka, terhadap kasak-kusuk politik di atas, boleh jadi merupakan bagian dari proyek politik para oligar, meski tidak juga menutup kemungkinan terjadi secara natural. Puan Maharani barangkali merasa semakin popular sehingga target sebagai Capres dalam pemilu 2024 menjadi harga mati. Itu artinya, Ganjar Pranowo yang berkomitmen tidak akan ikut pilpres bila tidak diusung PDIP, ya… akan terganjal pula. Satu hal yang pasti, selama presidential threshold menjadi rahim bagi lahirnya koalisi Parpol dan pasangan capres, selama itu pula pekik demokrasi hanya teriakan omong kosong belaka. (*)
Kasus Ferdy Sambo Harus Dikawal Terus
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN PUBLIK tak boleh lengah. Ada aroma tak sedap setelah reka ulang (rekonstruksi) peristiwa pembunuhan berencana Brigadir Yoshua atau Brigadir J. Kasus ini harus terus dikawal. Sebab, jalan ceritanya mudah berubah atau diubah. Rekonstruksi (reka ulang) di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo (Jalan Saguling) dan di rumah dinas mantan Kadiv Propam itu (Duren Tiga) pada 30 Agustus 2022, menunjukkan kasus ini rentan ditambal-sulam, ditambah atau dikurangi. Ingat, sejak awal pun berubah-ubah penjelan Polisi tentang apa yang terjadi. Cerita tembak-menembak yang menewaskan Brigadir J akhirnya berubah menjadi pembunuhan berencana yang didalangi dan dilakukan oleh Sambo. Ingat juga bahwa istri Sambo, Putri Candrawathi, yang semula mengaku dilecehkan oleh Brigadir J, ternyata tidak terjadi. Pimpinan Polri sendiri yang menafikan pengakuan Putri. Dan Kapolri mengatakan dalam jumpa pers yang sangat fenomenal itu bahwa Sambo memerintahkan Bharada E menembak Yoshua. Seiring penolakan pelecehan seksual itu, peliputan media umum dan media sosial tertuju pada sepak terjang Satgassus Merah Putih yang dipimpin Ferdy Sambo. Media umum dan media sosial membicarakan tentang operasi judi online dan judi offline serta peredaran narkoba yang dikaitkan dengan dugaan perlindungan atau pembekingan dari kelompok Sambo. Muncullah diagram (silsilah) yang berjudul “Kaisar Sambo Konsorsium 303”, yang merujuk pada operasi judi (online dan offline) yang dikatakan sebagai sumber duit besar Diagram ini menjelaskan keterkaitan Sambo dan orang-orangnya dengan para bandar judi. Tertulis di diagram ini bahwa Sambo dan kroninya menerima setoran 1.3 triliun tiap tahun. Diagram ini dibuat sangat rapi. Sangat prefesional. Tak mungkin dibuat oleh orang yang tidak tahu peta kelompok di Polri. Orang-orang Sambo , atau sering pula disebut Geng Sambo, di Polri meliputi sejumlah jenderal berbintang satu dan dua. Banyak pula kombes, AKBP, kompol, AKP hingga polisi berpangkat rendah yang ikut kelompok yang oleh Menkopolhukam Mahfud MD disebut sebagai “Mabes Di Dalam Mabes”. Semakin riuh liputan dan bahasan tentang Konsorsium 303 dan misi duit besar Sambo. Isu pelecehan atau aspek asmara yang semula diusung sebagai motif pembunuhan Brigadir J, semakin sedikit dibahas media umum dan media sosial. Gencar sekali pembahasan soal dana besar yang dikumpulkan Sambo. Ada cerita tentang bunker duit 900 miliar. Disusul soal rumah-rumah pribadi Sambo di Jakarta yang berharga mahal. Tak lama setelah kemunculan diagram “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303”, beredar pula diagram yang bertajuk mirip dengan diagram pertama. Di dalam diagram kedua yang berjudul “Konsorsium 303 dan Narkoba Medan Sumatera Utara” itu, nama Komjen Agus Andrianto (Kabareskrim) didiskreditkan sebagai orang yang menerima seteron sebesar 54 miliar tiap bulan. Menurut diagram tandingan yang tidak sedetail diagram Kaisar Sambo itu, Agus pun digambarkan punya struktur komando pengumpulan duit besar. Seperti halnya diagram Kaisar Sambo, diagram tandingan ini juga tidak diketahui siapa pembuatnya. Yang jelas, tidak salah kalau diagram ini disebut sebagai bentuk perlawanan kelompok Sambo. Kemungkinan perlawanan inilah yang perlu diamati. Publik perlu mewaspadai tekanan yang menginginkan agar kasus pembunuhan berencana Brigadir J digiring kembali ke drama pelecehan seksual atau perselingkuhan. Sehingga, dugaan keterlibatan Sambo dan para petinggi Polri lainnya dalam bisnis perjudian dan narkoba akan lenyap ditelan skenario perselingkuhan atau pelecehan seksual itu. Ini selaras dengan munculnya isu pelecehan martabat keluarga Sambo yang dikatakan terjadi di Magelang. Pelecehan Magelang ini tak pernah disebut sejak awal pembunuhan Yoshua terungkap. Tambahan cerita Magelang ini cukup aneh dan semakin aneh. Belakangan ada lagi tambahan cerita perselingkuhan. Salah seorang supir yang bernama Kuwat Ma’ruf –salah satu tersangka pembunuhan Yoshua-- diisukan punya hubungan intim dengan Putri Candrawathi. Skenario asmara atau pelecehan sekesual tampaknya sedang diusahakan untuk kembali menjadi motif pembunuhan Brigadir J. Motif demi kehormatan keluarga berkemungkinan untuk menyelamatkan Sambo dari hukuman berat. Mungkin juga dari pemecatan. Sekali lagi, kasus Sambo yang berdimensi mafia harus dikawal terus.[] 2 September 2022.
Pertahanan Negara Ditentukan oleh Sains dan Teknologi
Jakarta, FNN - Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan bahwa pertahanan sebuah negara ditentukan oleh sains dan teknologi.“Saya garis bawahi, pertahanan sebuah negara di abad XXI ditentukan oleh sains dan teknologi. Bangsa Indonesia harus merebut sains dan teknologi,\" kata Prabowo, sebagaimana dikutip dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.Hal tersebut dia sampaikan saat menjadi inspektur upacara Pembukaan Pendidikan Program Vokasi diploma (D-3), program sarjana (S-1), program magister (S-2) dan program doktoral (S-3) serta kenaikan pangkat kadet mahasiswa D-3 dan S-1 Universitas Pertahanan (Unhan) RI Tahun Ajaran 2022/2023 di Kampus Bela Negara Universitas Pertahanan, Bogor, Jawa Barat.Dalam kesempatan yang sama, Prabowo menilai Universitas Pertahanan merupakan lembaga pendidikan yang strategis dan vital terkait dengan persoalan pertahanan negara ini. Hal tersebut, lanjut dia, karena Universitas Pertahanan merupakan satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang mendalami seluruh spektrum kajian dan pelajaran tentang strategi manajemen pertahanan serta ilmu perang.“Pertahanan adalah hal yang mutlak. Kalau kita kaya, kita harus kuat menjaga kekayaan. Kalau kita ingin merdeka, kita harus kuat menjaga kemerdekaan. Kalau kita ingin berdaulat, kita harus kuat menjaga kedaulatan. Di sinilah pentingnya Universitas Pertahanan,\" jelas dia.Selanjutnya, Prabowo pun menyampaikan bahwa sejak awal bertugas sebagai Menteri Pertahanan, dia menempatkan pengembangan Universitas Pertahanan sebagai salah satu hal yang bernilai penting agar institusi pendidikan ini mampu melahirkan sumber daya manusia yang andal, idealis, dan profesional.Langkah tersebut dia lakukan karena pada saat ini perkembangan teknologi dan sains di dunia membutuhkan sumber daya manusia yang andal, idealis, serta profesional.Adapun mahasiswa Universitas Pertahanan yang dinyatakan lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2022/2023 ini berjumlah 792 orang dari seluruh provinsi di Indonesia. Mereka terdiri atas 175 orang di program D-3, 300 orang di S-1, 293 orang di S-2, serta 24 orang di S-3. (Sof/ANTARA)
Jokowi, Polri dan Oligarki
Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI TRAGEDI Polri dengan lakon Ferdi Sambo, sesungguhnya menjadi kisah cinta segitiga antara Jokowi, Polri dan oligarki. Hubungan terlarang ketiganya menjadi bagian dari episode panjang kisah perselingkuhan dipenuhi horor yang tragis dan mengerikan di republik ini. Tiada kemanusiaan dan tiada Ketuhanan, yang ada hanya nafsu kekuasaan untuk membunuh, menumpuk harta dan mempertahankan jabatan. Seperti pepatah setali tiga uang, maka Jokowi selaku presiden, kinerja institusi Polri dan pengaruh oligarki menjadi satu kesatuan yang identik dengan kekuasaan. Perbedaannya hanya ada pada seberapa besar derajat kekuasaannya yang digunakan dan saling memengaruhi di antara ketiga kekuatan itu. Di satu sisi sama halnya pada TNI, presiden sebagai panglima tertinggi Polri. Namun di lain sisi presiden tak leluasa melakukan intervensi dan bertindak tegas terhadap dinamika di tubuh Polri yang notabene dibawah hierarki dan tanggungjawabnya. Indikator itu terlihat ketika presiden secara keras mengingatkan penyelasaian kasus Sambo hingga empat kali untuk selanjutnya hanya menjadi basa-basi. Sementara baik presiden dan Polri, kini keduanya sama-sama berada dalam cengkeraman oligarki. Seperti yang terjadi pada pilpres 2 periode ini, sangat kentara presiden yang terpilih merupakan hasil dari rekayasa sosial dan politik, dari oligarki yang sering disebut menyerupai cukong atau mafia. Sindikat atau konsorsium pemilik modal besar tersebut, dapat melahirkan figur pemimpin hanya dengan kekuatan uang yang dapat membeli trilogi kekuasaan yang ada sebagai instrumen utama dan strategis, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta tak kalah vital dan pentingnya kekuatan media. Dahsyatnya uang dan jabatan yang menjadi keniscayaan sekaligus mengerikan, mampu membeli institusi negara termasuk aparatur pemerintahan di dalamnya. Kedaulatan rakyat pada segmen mekanisme demokrasi dan implementasi konstitusi, harus tunduk pada gemerlap dan kemewahan materi. Begitupun dengan Polri ketika secara institusional langsung dibawah presiden. Maka baik buruknya sektor hulu, akan menentukan baik buruknya sektor hilir. Meminjam istilah Kapolri Sigit Listyo Prabowo soal ikan busuk dimulai dari kepalanya, seakan memberi ilustrasi Polri sebagai cermin seorang presiden. Realitas itu semakin terlegitimasi oleh sistem dan kinerja Polri yang terpuruk dan terburuk yang ditunjukkan beberapa tahun belakangan ini. Bagaimana begitu sangat kapitalistik juga transaksional dalam jenjang karir dan pengangkatan jabatan di tubuh Polri. Hanya mampu menghasilkan efek domino kinerja Polri yang begitu miris dan memprihatinkan. Alih-alih mewujudkan Tri Brata dan Eka Prasetya, fungsi polisi yang diharapkan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat justru yang terjadi malah sebaliknya. Kebanyakan rakyat terlanjur menyebut aparat kamtibmas itu seperti polisi India, jika tidak mau terlalu kasar disebut cenderung menjadi musuh rakyat. Begitulah gambaran lembaga kepresidenan dan institusi Polri yang kadung dibawah hegemoni dan dominasi oligarki. Keduanya hanya menjadi alat kepentingan dan alat kekuasan oligarki yang sudah merangsek ke segala lini kehidupan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Oligarki yang sejatinya menjadi wajah baru kolonialisme dan imperialisme, bukan hanya melulu melakukan penetrasi ekonomi. Lebih dari itu, kinsorsium kekuasaan koroprasi, partai politik dan birokrasi, telah menjajah bangsa ini dalam bidang politik, hukum, sosial budaya dan pertahanan keamanan negara. Hanya hak untuk hidup meski tidak layak bahkan menderita yang dibiarkan oleh oligarki. Begitu digdayanya oligarki sehingga mampu mengebiri Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Memang uang dan jabatan begitu progressif merubah abdi negara menjadi abdi materi. Begitu revolusionernya oligarki membunuh kemakmuran dan keadilan bagi rakyat Indonesia, sehingga dapat melahirkan kembali bangsa ini yang hidup di zaman penjajahan modern. Zaman yang menggantikan republik Indonesia menjadi reoublik oligarki. Jadi jangan heran. Jangan bicara tentang keadilan dan jangan bicara tentang kemakmuran. Juga jangan bicara tentang nilai-nilai di negara ini. Karena revolusi mental yang digaungkan, telah rusak dan hancur oleh pencetus dan pegiatnya sendiri. Harap dimaklum, karena sejatinya Jokowi, Polri dan Oligarki merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Setali tiga uang, atau lebih enak membilangnya dengan istilah \"podo wae\".
Mengapa Kenaikan BBM Bersubsidi Harus Ditolak?
Oleh : Affandi Ismail Hasan - Ketua Umum PB HMI Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar oleh Pemerintah telah beberapa pekan terakhir kembali santer terdengar setelah beberapa bulan lalu memicu gelombang aksi protes yang sangat besar dari kalangan pelajar, mahasiswa, buruh dan elemen masyarakat sipil lainnya di berbabagai daerah di Indonesia. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini dihembuskan dari dalam istana Negara melalui beberapa Menteri Kabinet Jokowi, diantaranya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi & Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman & Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Bahkan secara terbuka Bahlil Lahadalia tegas mengatakan bahwa masyarakat Indonesia harus menyiapkan diri dengan kenaikan harga BBM di mana harga Pertalite naik menjadi Rp.10.000 per liter. Luhut Binsar Panjaitan pun pada satu kesempatan saat memberikan kuliah umum (stadium general) di Universitas Hasanuddin pada Jum’at 19 Agustus 2022, mengatakan bahwa akan ada kenaikan harga BBM dan olehnya itu Presiden Jokowi sudah mengeluarkan berbagai indikasi bila subsidi tidak lagi bisa ditahan. Diketahui bahwa rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini berdasarkan pada alasan Pemerintah yang mengatakan bahwa sudah terlalu besarnya jumlah Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (APBN) yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menanggung beban subsidi BBM. Alasan seperti yang telah disebutkan tadi juga dipertegas oleh Presiden Jokowi yang pada satu kesempatan mengatakan bahwa saat ini beban APBN sudah terlalu besar untuk menanggung beban biaya subsidi BBM yang mencapai nilai sebesar Rp. 502 triliun. Sehingga dikhawatirkan APBN tidak kuat dalam menahan besarnya beban biaya subsidi tersebut dan jika dibiarkan maka subsidi BBM justru bisa terus membengkak pada kisaran Rp. 200 triliun yang artinya secara total bisa mencapai Rp. 700 triliun. Itulah alasan yang didalilkan atau disampaikan oleh Pemerintah. Apakah benar demikian? Sudah saatnya rakyat kritis dan jangan buru-buru percaya. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu kekuatan civil society di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini dengan TEGAS MENOLAK rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang dihembuskan oleh Pemerintah. Tegasnya penolakan HMI terhadap rencana kenaikan harga BBM tersebut tentunya sangat beralasan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Situasi ekonomi sebahagian besar rakyat Indonesia dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir ini dapat dikatakan masih sangat terpuruk diakibatkan oleh karut marut dan rusaknya tatakelola Pemerintahan hampir pada semua sektornya terutama di sektor keuangan, kemudian ditambah terpaan Pandemi Covid 19 yang melanda Indonesia. Tentu masih sangat segar di ingatan kita semua saat Pemerintah sendiri mengatakan bahwa sedang fokus pada agenda pemulihan ekonomi Nasional yang artinya menegaskan bahwa situasi ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Jika melihat data dari Bank Dunia (World Bank) tahun 2021 jumlah rakyat/penduduk miskin di Indonesia berjumlah 138,9 juta jiwa dengan pendapatan di bawah Rp. 31.086,7/orang/hari (USD 2,09, jika nilai tukar rupiah per $ 1 = Rp. 14.899,25 per tanggal 2 September 2022) dan/atau di bawah Rp. 1.000.000/orang/bulan. Mereka yang berpendapatan rendah tersebut antara lain terdiri dari kalangan petani, nelayan, buruh, tenaga honorer, usaha mikro, sektor informal, etc., dan tentunya sangat dimungkinkan jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah pada tahun 2022 ini. 2. Kenaikan harga BBM bersubsidi sudah pasti akan memberikan dampak buruk secara domino terhadap kemampuan rakyat kelas menengah ke bawah dalam pemenuhan kebutuhan hidup (sandang, pangan dan papan) mereka yang salah satunya dikarenakan ikut naiknya harga kebutuhan-kebutuhan pokok (primer) lainnya di pasar. Jadi bukan saja dampak negatifnya yang secara langsung akan dirasakan oleh kelompok masyarakat yang telah disebutkan pada point 1 (satu) di atas, tetapi juga berdampak pada kebutuhan masyarakat yang proses produksi dan/atau distribusinya harus menggunakan BBM, sudah pasti akan mengalami kenaikan harga. Lalu jika demikian situasinya apakah mungkin 138,9 juta jiwa penduduk miskin Indonesia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Benar ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp. 600.000 untuk 4 (empat) bulan yang diberikan oleh Pemerintah kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan kepada 16 juta pekerja sebagai bentuk kompensasi atas naiknya harga BBM yang dialokasikan dari dana sebesar Rp. 12,4 triliun dari total penambahan dana bansos sebesar Rp. 24,17 triliun dan per tanggal 31 Agustus 2022 Presiden Jokowi sudah memulai penyaluran BLT BBM tersebut, di mana penyalurannya diberikan secara bertahap melalui kantor Pos di seluruh Indonesia. Berdasarkan catatan yang telah dihimpun, perlu diketahui oleh publik bahwa pembagian BLT BBM yang dilakukan oleh Jokowi bersamaan dengan rencana kenaikan harga BBM yang disebut-sebut akan diumumkan dalam waktu dekat ini, bahkan kabarnya Jokowi telah memegang harga baru dari Pertalite dan Solar ( Sumber : detikfinance 1 September 2022). Namun demikian pertanyaan fundamentalnya adalah apakah BLT BBM sebesar Rp. 150.000/bulan dengan pengalokasian per 2 (dua) bulan sekali tersebut mampu menopang daya beli masyarakat? Rasanya akal sehat kita harus mengatakan tidak. Sebab kalau dihitung secara matematis artinya yang diterima oleh 20,65 juta KPM dan 16 juta pekerja hanya sekitar Rp. 5.000 per hari dari BLT BBM tersebut dan meskipun ditambah dengan pendapat rata-rata Rp. 1.000.000 per bulan dari 138,9 juta penduduk miskin Indonesia berdasarkan data World Bank di atas, maka pastinya masih tidak dapat menopang daya beli dan menjamin kebutuhan hidup masyarakat. Maka dapat disimpulkan bahwa BLT BBM tidak lebih hanyalah alat (instrument) bagi Penguasa Rezim Jokowi guna meredam amarah rakyat Indonesia atas kondisi ekonomi yang semakin terpuruk saat ini. 3. Hal yang paling mengerikan sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi adalah ancaman akan terjadinya inflasi yaitu suatu kondisi di mana terjadi kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang terjadi secara terus menerus dalam waktu jangka panjang. Sebagai contoh, dijelaskan bahwa jika terjadi kenaikan harga Pertalite dari Rp. 7.650/liter menjadi Rp. 10.000/liter atau naik sekitar 30% maka inflasi akan naik 3,6%, di mana setiap kenaikan 10% BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2%. Perlu diketahui bahwa inflasi yang dialami oleh Indonesia saat ini nyaris menyentuh angka 5% dan kalaupun harga BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan maka inflasi diprediksikan akan tetap bergerak menyentuh angka 6% pada akhir tahun 2022 ini. Artinya jika inflasi naik 3,6% sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, maka secara total inflasi Indonesia akan mencapai 9,6%. Seketika harga BBM bersubsidi naik maka para pelaku bisnis transportasi baik yang konvensional maupun yang online seperti pengusaha bus, travel, taxi, ojek dan sejenisnya akan dengan segera menaikan tarif jasa angkutannya. Selain itu pula seperti yang sudah disinggung pada point ke 2 (dua) di atas, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan berbagai jenis produknya khususnya kuliner juga pasti akan melakukan penyesuaian harga karena lebih dahulu terdampak dan cukup sensitif terhadap perubahan harga BBM. Kondisi yang telah digambarkan di atas linier dengan kemampuan daya beli masyarakat yang semakin melemah dan itu artinya jumlah masyarakat yang masuk dan kemudian terjebak di dalam kubangan garis kemiskinan akan semakin bertambah banyak. Tentunya situasi yang demikian ini tidak boleh dibiarkan oleh seluruh pihak yang berkepentingan atas stabilitas Negara Indonesia yang sangat kita cintai ini, tidak terkecuali masyarakat sipil yang masih hidup di bawah garis kemiskinan (wong cilik). Kita tidak ingin melihat Indonesia menjadi negara bangkrut seperti Sri Lanka dengan krisis moneter dan krisis politik yang melanda salah satu diakibatkan karena inflasi yang begitu tinggi dan tidak terkendalikan lagi ditambah kejahatan korupsi yang menggurita. Namun bukan hal yang mustahil dengan melihat tatakelola Pemerintahan saat ini, situasi Indonesia juga bisa seperti Sri Lanka bahkan mungkin lebih parah daripada itu bila Rezim ini tidak segera berbenah sehingga membuat ketimpangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat semakin lebar yang kemudian akan menjadi salah satu faktor yang dapat mendelegitimasi Rezim Jokowi itu sendiri. Sedikitnya 3 (tiga) alasan di atas itulah yang mendasari HMI menolak dengan tegas, sekali lagi MENOLAK DENGAN TEGAS rencana Pemerintah untuk menaikan harga BBM bersubsidi yang dinilai akan semakin menyusahkan, menyengsarakan dan menambah penderitaan kurang lebih 50% dari populasi 270 juta jiwa rakyat Indonesia