OPINI
Rezim Baru dan BBM Lima Ribu Rupiah
Jika negara kaya raya seperti Indonesia bisa digenggam oleh elit-elit yang cinta rakyat, yang bekerja berdasarkan UUD 45 Asli pasal 33, sila ke-5 Pancasila dan tujuan kemerdekaan seperti pada preambul UUD45, maka persoalan harga BBM tidak menjadi urusan ruwet lagi nantinya. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Alumni ITB PEMERINTAH menaikkan harga Pertalite dan Solar masing-masing sebesar 31% dan 34%. Alasannya adalah harga keekonomian dan subsidi tidak tepat sasaran. Lalu mahasiswa bergerak marah di berbagai penjuru bumi pertiwi. Ketua-ketua partai asyik masyuk kasak kusuk cari pasangan copras capres tak peduli. Kaum buruh menjerit, bayang-bayang PHK muncul, baik jutaan buruh sektor otomotif yang baru akan pulih setelah kenaikan BBM 2014 dan pandemi, maupun buruh berbagai sektor lainnya. Ibu-ibu rumah tangga mulai hitung menghitung tambahan inflasi kebutuhan pokok yang akan sangat besar kali ini. Benarkah harga keekonomian terlalu tinggi? Sehingga subsidi yang diberikan pemerintah naik 3 kali lipat menjadi Rp. 502 Triliun tahun ini. Benarkah pernyataan Jokowi bahwa orang kaya menikmati subsidi BBM itu dalam porsi 70%? Bagaimana dengan 120 juta pemilik sepeda motor, apakah mereka orang-orang yang dituduh Jokowi penikmat subsidi tidak tepat sasaran itu? Tentu saja pemerintah boleh menaikkan harga BBM jika memang hal itu dapat dimengerti oleh Rakyat Indonesia. Namun, jika itu sebuah kebijakan yang salah, ketika ekonomi mulai bangkit setelah dua tahun kehancuran akibat pandemi, maka nasib rakyat bisa terperosok lebih buruk lagi. Bagaimana mengukur kebenaran dari kebijakan pemerintah ini, khususnya masih terngiang berita di bulan Juli, di mana Jokowi menyampaikan pada Forum Pemred, bahwa sepanjang tahun 2022 ini tidak ada kenaikan BBM. Soal Harga Keekonomian Pertama, mari kita lihat definisi harga keekonomian yang dimaksud pemerintah. Airlangga Hartarto, 16/8/22, menyatakan harga keekoniam pertalite adalah Rp 13.150, Menteri ESDM, awal September, mengatakan Rp. 17.000 dan Dirut Pertamina mengatakan Rp. 17.500. Dengan harga Pertalite, sebelum dinaikkan, Rp. 7.650, maka pemerintah memberikan subsidi yang besar. Urutan pernyataan menteri ini seharusnya terbalik atau aneh, karena harga minyak dunia lebih mahal ketika 16/8/22 dibandingkan awal September. Tapi begitulah pemerintah kalau memberi statemen. Entah mana yang benar. Kwik Kian Gie, mantan Menteri Perekonomian Era Gus Dur, alumni Erasmus University Rotterdam, jurusan ekonomi, pernah mengaku tidak paham istilah subsidi BBM ini. Sebab, menurutnya, sebagai produsen minyak, Indonesia tidak perlu memberikan istilah subsidi bagi barang miliknya sendiri. Bahkan, ketika kita menjadi net importir, tetap saja kita punya porsi minyak hasil perut bumi Pertiwi. Pada tahun 2008 Indonesia mendeklarasikan diri sebagai net importir minyak mentah. Kemampuan produksi kita tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus menerus meningkat. Awal tahun 2000an, grafik konsumsi dan produksi telah bersentuhan, grafik konsumsi terus tajam ke atas, sebaliknya grafik produksi tajam menurun ke bawah. Pada Juli 2022 lalu, Indonesia memproduksi minyak mentah 616.000 barrel pernah hari (Bph), namun kebutuhannya mencapai 1,4 juta Bph. Lalu bagaiamana menentukan harga keekonomian BBM kita? Minyak mentah 1,4 juta Bph diolah di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti Singapura, sehingga menjadi BBM. Refenery pada kilang dapat mengkonversi minyak mentah sekitar 50% menjadi bensin dan 20% solar. Sisanya bervariasi dalam bentuk produk lainnya, seperti kondensat, bahan kimia dll. Harga refenery berkisar 10 dollar perbarrel (Rp 890 per liter dengan asumsi $1=14.890) atau 3 dollar perbarrel jika kilang sangat besar/raksasa. Atau jika di Iran sekitar $1, 7 per barrel. Selain harga refenery, diperlukan harga angkut minyak mentah ke kilang dan sebaliknya ke penyimpanan. Lalu tambahkan ongkos distribusi sampai ke SPBU. Voltaoil.com dalam What Determines Retail Prices dor Gasoline and Diesel, 2015, memaparkan harga untuk memproduksi (cost of production) satu barrel minyak mentah bervariasi antara $20/barrel, seperti di Saudi Arabia, hingga $90/barrep di sumur minyak yang dalam. Menurutnya, struktur pembentukan harga sampai ke SPBU, di Amerika, untuk bensin, dibentuk oleh 51% biaya minyak mentah, 21% biaya Refining, 11% biaya distribusi dan marketing serta 16% pajak. Sedangkan untuk Diesel, biaya minyak mentah 49%, Refining 13%, Distribusi dan Marketing 19% dan pajak 18%. Di Indonesia, harga minyak mentah kita ditentukan oleh Menteri ESDM, bukan harga produksi. Menteri merujuk pada harga minyak Brent plus minus Alpha. Alpha, menurut panduan ESDM berkaitan dengan kualitas BBM, harga pasar internasional dan ketahanan energi nasional. Pada saat ini, 4/9/2022, oilprice.com memuat harga minyak mentah kita bervariasi $69, 74/barrel (Cinta), $99, 65/barrel (Duri) dan $87, 24/barrel (Minas). Sedangkan Brent pada harga $93, 02 dan WTI $86, 87. Menurut dataharian.esdm.go.id, harga minyak mentah kita per Juli adalah $106,73, turun dari bulan sebelumnya, Juni, $117, 62. Rerata ICP bulanan, Januari sampai Agustus 2022 adalah $103, 33 perbarrel. Rata-rata sampai tanggal 23 Agustus adalah $94, 65 perbarrel. Sementara asumsi APBN 2022 adalah $63 per barrel. Situs ini juga memuat harga BBM batas atas eceran per 1 Agustus, Bensin/liter Ron 89 Rp 17.078, Ron 90 Rp. 17.196, bensin Ron 92 Rp. 17.315, bensin Ron 95 Rp. 18.311, bensin Ron 98 Rp. 18.682, Solar PSO Rp. 19.652, Solar CN48 Rp. 19.651, Solar CN 51 Rp. 19.982. Pada saat yang sama, Data per 22/8/22, Bensin Ron 95 di Malaysia Rp. 6.801, Vietnam Rp. 16.042, Australia Rp 16.578 dan Indonesia Rp. 17.292. Lalu, Diesel, Malaysia Rp. 7.128, Thailand Rp. 14.509, Vietnam Rp. 15.239, Jepang Rp. 15.566, Australia Rp. 20.581 dan Indonesia Rp. 19.242 Di luar urusan harga, stock ketahanan BBM pada 28 Agustus disebut sebagai berikut, bensin Ron 90 cukup 17,7 hari (1.451.348 KL), Ron 92 cukup untuk 43,9 hari, bensin Ron 95 cukup untuk 92,3 hari, Solar CN 48 cukup untuk 20,9 hari, Solar CN 53 cukup untuk 56,2 hari. Apakah harga keekonomian BBM pertalite (Ron 90) benar-benar berkisar Rp. 17. 000? Seperti kata Menteri ESDM? Bagaimana kalau kita bandingkan dengan merk keluaran SPBU Vivo dengan harga Rp. 8.900 di Indonesia atau di Malaysia harganya Rp. 7.128? Kalau kita mengikuti struktur biaya pada voltaoil. com di atas, maka, dengan harga minyak mentah $100, harga sampai ke SPBU juga sekitar $100 per barrel, dengan asumsi negara memungut pajak sebesar16% kepada rakyat. $100 dollar per barrel artinya $0,63 per literliter atau Rp. 9.366 pada saat dollar di hari Jokowi menaikkan BBM kemarin lalu. Harga itu lebih mahal dari SPBU Vivo, yang menjual bensin Rp 8.900 per liter atau Malaysia menjual Rp. 7.128. Kita sudah mebuktikan bahwa harga keekonomian yang digunakan Airlangga Hartarto, Menteri ESDM maupun Dirut Pertamina tidak jelas asal usulnya. Apakah ada biaya siluman ataukah kita tidak efisein dalam usaha minyak/BBM? Sekarang kita lanjut sedikit tentang pikiran Kwiek Kian Gie, tentang barang kita sendiri. Seandainya komponen pembentukan minyak mentah kita mendekati 50-50 antara impor dan ekspor, lalu kapasitas kilang kita mencapai 1 jutaan PBH, tentu saja harga BBM kita pada akhirnya tergantung pada cara kita menghargai milik kita sendiri. Apakah bebasis ongkos produksi saja, seperti di Saudi Arabia, $ 20 atau katakanlah setengah harga dunia. Kalau kita memilih setengah harga dunia, atau sekitar $50, maka harga di SPBU adalah $75 per barrel untuk bensin. Atau Rp. 7000 per liter, seperti Malaysia. Apakah mungkin harga BBM kita menjadi Rp 5000 per liter? Tentu saja jika komponen pajak dikurangi. Atau basi harga minyak mentah dikurangi. Soal Subsidi Kedua, kita bicara soal subsidi. Apakah kita sedang mensubsidi rakyat soal BBM? Apakah orang-orang pengguna 120 juta motor sedang menerima subsidi negara? Apakah orang-orang ojek sedang menerima subsidi? Apakah mobil-mobil angkutan umum sedang menerima subsidi? Untuk harga BBM sekarang bahkan sampai harga Rp. 5.000 per liter, kita tidak perlu mengatakannya subsidi. Sebab, hal ini hanya terkait cara kita menafsirkan angka-angka dalam APBN kita, sisi pemasukan dan pengeluaran. Di Venezuela harga BBM Rp 330, di Iran Rp. 900 dan Libya Rp 500, begitu murahnya, mungkin karena kotak-katik APBN mereka tidak terjebak mazhab neoliberalisme barat. Apakah subsidi salah? Jika memang diperlukan subsidi, sebenarnya itu bukan sesuatu yang salah. Memang harus tepat sasaran agar mayoritas yang mendapatkan adalah yang berhak. Pertanyaan kenapa dana PEN (Pemilihan Ekonomi Nasional) setiap ekonomi menghadapi krisis, dikeluarkan negara untuk melindungi orang-orang kaya (juga)? Sekali lagi kita belum melihat adanya subsidi dan subsidi salah sasaran sejauh ini. Lalu apa motif pemerintah menaikkan BBM? Pertama tentunya mencari uang mudah dengan berdagang dengan rakyatnya sendiri. Ini penting untuk adanya uang dialokasikan pada projek-projek infrastruktur, seperti IKN dan Kereta Api KCIC. Kedua, takut mengevaluasi efisiensi dalam bisnis minyak ini. Begitu juga takut mengevaluasi berbagai rencana perluasan kilang yang tidak kunjung tiba. Ketiga, \"mindset\" penguasa yang tidak mampu melihat kesulitan rakyat yang datang bertubi-tubi, dari mulai pendemi covid-19, harga-harga kebutuhan pokok melambung akibat perang Rusia-Ukraina dan berbagai hal lainnya. Lalu apa dampaknya pada rakyat? Yang jelas Bank Indonesia sudah memperkirakan akan ada tambahan inflasi 1,3% perkenaikan BBM Rp 1000. Berbagai pengamat mengatakan akan mengakibatkan kenaikan inflasi 7-8% tahun ini. Sejatinya, dilapangan inflasi bisa berkali lipat, khususnya di sektor pangan dan transportasi. Untuk manufaktur sendiri, seperti otomotif, maka kejadian lesunya bisnis otomotif akibat kenaikan BBM 2014, akan terulang. Jutaan buruh dan keluarganya harus siap-siap menghadapi nasib buruk. Pengguna motor dan mobil untuk usaha, juga akan menghadapi nasib buruk. Apalagi kebijakan mewajibkan mobil 1400 Cc beli Pertamax, yang akan diteken dalam waktu dekat, semakin memukul usaha UMKM. Penutup Rakyat terhempas menderita yang dalam dengan BBM dinaikkan Jokowi. Sementara ketua ketua parpol sibuk kunjungan copras capres. Anggota DPR dan politisi diam seribu bahasa. Tinggallah rakyat, kaum buruh, mahasiswa, petani, ulama harus berpikir keras. Bagimana men-setting Indonesia ke depan? Kita sudah perlihatkan soal harga keekonomian dan subsidi salah sasaran, sebagai alasan kenaikan BBM sebuah omong kosong belaka. Jika presiden ke depan pro rakyat, maka harga BBM bisa Rp. 5000 per liter, tanpa istilah subsidi. Ini belum kita mengintegrasikan seluruh sumber energi, seperti batu bara, biofuel (sawit, buah Jarak, dll), energi angin dan Matahari dlsb. Jika negara kaya raya seperti Indonesia bisa digenggam oleh elit-elit yang cinta rakyat, yang bekerja berdasarkan UUD 45 Asli pasal 33, sila ke-5 Pancasila dan tujuan kemerdekaan seperti pada preambul UUD45, maka persoalan harga BBM tidak menjadi urusan ruwet lagi nantinya. Sekali lagi semua itu tergantung Mahasiswa, Buruh, Emak-emak, kaum purnawirawan TNI dan Ulama. (*)
Pesawat N-219 Dipamerkan di G20 Belitung oleh PT Dirgantara Indonesia
Belitung, Babel, FNN - PT Dirgantara Indonesia akan memamerkan pesawat N-219 kepada perwakilan menteri dan tamu undangan pertemuan tingkat Menteri Pembangunan G20 di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada 7-9 September mendatang.\"Dalam rangka side event Presidensi G20 di Belitung pesawat Nurtanio 219 sebagai karya anak bangsa hadir sebagai produk ikon nasional yang akan dipamerkan kepada perwakilan menteri dan tamu undangan yang hadir,\" kata Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia Batara Silaban di Tanjung Pandan, Senin.Hal ini disampaikan dia dalam acara penyambutan kedatangan pesawat N-219 di Bandara Internasional H. AS Hananjoeddin Belitung yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Statistic Display N-219 untuk delegasi side event G20 di Belitung.Pesawat N-219 tersebut berangkat dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung pada pukul 08.15 WIB dan tiba di Bandara Internasional H.AS Hanandjoeddin, Belitung pukul 10.00 WIB.Kedatangan pesawat N219 Nurtanio di Bandara Internasional H. AS Hanandjoeddin disambut oleh Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin didampingi Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban beserta para jajaran.Ia menilai, pelaksanaan pertemuan tingkat Menteri Pembangunan G20 di Belitung merupakan momentum untuk mempromosikan dan memperkenalkan pesawat N-219 kepada dunia internasional.\"Kesempatan \"show case\" N-219 dalam ajang G20 ini kami harapkan akan banyak \"key person\" melihat langsung pesawat N-219 sehingga pesawat ini lebih cepat tambah order,\" ujarnya.Dikatakan dia, pesawat N219 dikembangkan secara khusus untuk dapat beroperasi di wilayah pegunungan dengan kemampuan \"short take off landing\" di landasan yang panjangnya kurang dari 800 meter dan tidak beraspal.Dalam pemanfaatan pesawat N219 Nurtanio dapat digunakan dengan berbagai konfigurasi sesuai kebutuhan pengguna, baik untuk angkut penumpang, logistik, maupun \"medical evacuation\" dan \"flying doctor,\".\"Pesawat mampu terbang dalam waktu dua jam dan bisa mengangkut sebanyak 19 penumpang dan bisa mengangkut kargo sebanyak tujuh ton jadi pesawat ini sangat multi purpose,\" katanya. (Sof/ANTARA)
Soal Kenaikan Harga BBM, Presiden Jokowi Menjadi “Raja Tega”
Banyak pilihan kebijakan yang bisa diambil oleh Rezim Jokowi agar rakyat tidak menderita. Kewajiban Pemerintah yang sesuai butir Pancasila dan konstitusi UUD, untuk keadilan sosial dan mensejahterakan rakyat. Oleh: Ir. Tito Rusbandi, MM, Ketua Umum Komite Peduli Indonesia (KPI) KOMITE Peduli Indonesia (KPI) menilai bahwa Presiden Jokowi sangat “ngotot” untuk menaikan harga BBM, dengan prosentse harga tinggi sekali, mencapai lebih 30%. Kenaikan ini akan membuat semua harga akan terkatrol ikut naik secara luar biasa. Walaupun sebelumnya para analis ekonomi dan pengamat kebijakan publik sudah mewanti-wanti bahwa argumentasi Pemerintah tentang angka subsidi Rp 502 Triliun tersebut suatu kebohongan. Tidak sesuai dengan apa yang tercantum dan realisasi APBN. Presiden Joko Widodo telah menjadi “raja tega”, dalam situasi ekonomi rakyat sedang dalam krisis karena dihantam pandemi Covid selama dua tahun lebih. Penambalan APBN yang “katanya bocor” diletakkan di pundak rakyat, yang sudah terbebani kemiskinan karena banyaknya terjadi PHK selama pandemi Covid. Banyak perusahaan/usaha UMKM tutup dan gulung tikar. Ini adalah suatu kekeliruan dari pemerintah Jokowi. Narasi Pemerintah terkait APBN “bocor” karena subsidi BBM terus meningkat, padahal data per Juli 2022 menunjukkan APBN masih surplus cukup besar, lebih dari Rp 100 triliun. Begitu juga tentang argumentasi bahwa pengalihan melalui BLT rakyat miskin akan tertolong juga tidak benar. BLT bersifat sementara dan berjangka waktu (bagaikan memakan gula-gula). Sedangkan harga-harga akan tetap tinggi bisa-bisa akan menjadi permanen. BLT hanya diperuntukan bagi keluarga pra sejahtera yang datanya dari tahun- ke tahun tidak berubah. BLT hanya berfungsi sebagai “suap” pemerintah pada rakyat tak berdaya, supaya tidak melakukan aksi. Padahal akibat pandemi status ekonomi rakyat sudah banyak yang berubah. Karena semua asset sudah mereka jual. Bahkan ada yang sudah bergelimang utang/pinjol untuk mempertahankan hidup. Yang tadinya keluarga ekonomi menengah menjadi miskin. Tadinya keluarga dengan kategori miskin menjadi pra sejahtera. Dipastikan mereka yang sudah berubah satus tersebut, tidak terdatakan sebagai penerima BLT. Ketika usaha rakyat masih tertatih dan berusaha merangkak untuk kembali normal, di siang bolong dihantam palu godam “kenekadan” Jokowi dengan menaikan harga BBM, tanpa peduli kondisi rakyat yang sudah menderita. Termasuk para buruh, pegawai PNS/ASN, TNI/Polri golongan menengah bawah, dengan gaji tidak naik. Semua harga melambung naik tinggi sekali. Juga tidak termasuk mendapat gula-gula, sementara harga BBM sudak naik secara meroket. Banyak pilihan kebijakan yang bisa diambil oleh Rezim Jokowi agar rakyat tidak menderita. Kewajiban Pemerintah yang sesuai butir Pancasila dan konstitusi UUD, untuk keadilan sosial dan mensejahterakan rakyat. Bukan kebijakan mengorbankan dan memiskinkan rakyat. Pertama, melalui audit investigasi efisiensi dan efektifitas Pertamina meningkatkan keuntungan Pertamina, yang juga menjadi janji Jokowi pada masa kampanye, namun yang terjadi Pertamina inefisiensi kalah jauh dengan Petronas. Kedua, memilih menyetop proyek Infrastuktur yang jor-joran dan banyak yang sudah merugi. Ketiga, menghentikan proyek menara gading seperti Kereta Cepat dan proyek Ibu Kota Negara baru yang membebani APBN. Namun ternyata Jokowi lebih suka memilih membuat rakyat Indonesia menderita. Untuk hal tersebut KPI berpendapat, Negara telah salah urus oleh Presiden Jokowi. Perlu dilakukan perubahan cepat melalui Revolusi Ekonomi & Politik agar Indonesia terhindar menjadi Negara gagal (Failure State). Jakarta, 5 September 2022. (*)
BBM Naik, Jokowi Turun!
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan SULIT bersabar dan menoleransi kemampuan Jokowi untuk memimpin bangsa. Terlalu lama rakyat mengurut dada. Negara terus menjadi mainan, taruhan, dan batu loncatan. Untuk menumpuk kekayaan dan mempertahankan kekuasaan. Kulminasi dari ketidakmampuan dan kegagalan adalah kenaikan harga BBM berulang yang hal itu sama saja dengan mencekik leher rakyat. Presiden dan oligarki tetap nyaman di tengah kehidupan rakyat yang semakin berat. Sebenarnya ketika menyatakan bahwa kenaikan BBM adalah keputusan sulit, maka itu artinya kibaran bendera putih. Presiden Jokowi yang sudah tidak mampu lagi. Program BLT langsung subsidi BBM adalah tipu dari seribu tipu, bohong dari sejuta bohong. Tak ada arti dan hanya cerita tentang citra yang mengedepankan kepribadian ganda. Mana Megawati dan Puan Maharani dulu yang menangis (berpura-pura) membela rakyat. Tangis kegembiraan sebagai langkah menuju tampuk kekuasaan. Kini Jokowi bersama rezimnya termasuk barisan Megawati dan Puan Maharani sangat tega menaikkan harga BBM yang dipastikan semakin menyengsarakan rakyat semesta. Hukum politik harus berlaku, naik BBM adalah turun Jokowi. Empati dan simpati atas kesulitan Pemerintah sudah habis. Rakyat telah sadar bahwa mereka selalu dibohongi. Ternyata dunia pun dibohongi dengan plakat palsu. Sungguh memilukan memiliki pemimpin yang tidak punya rasa malu. Pada tanggal 13 Juli 2022 Presiden Jokowi menjamin bahwa sampai akhir tahun 2022 harga BBM tidak akan naik mengingat harga BBM dunia juga sedang turun. Tetapi baru bulan September 2022 ternyata harga BBM telah dinaikannya. Perubahan putusan yang sangat cepat dan sesat. Andai penyair besar Chairil Anwar masih hidup, mungkin dengan ruh dan semangat juangnya kini ia akan membuat puisi yang membela rakyat sebagai perlawanan atas ngototnya kekuasaan tiran. Imajinasi dengan sedikit ubahan dari \"AKU\". KAU Kalau sampai waktumu//Kau mau tak seorang kan merayu//Tidak juga Aku Tak perlu sedu sedan itu//Kau ini binatang jalang//Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitmu//Kau tetap meradang menerjang Luka dan bisa kau bawa berlari//Berlari//Hingga hilang pedih perih Dan kau akan lebih tidak perduli//Kau ingin hidup seribu periode lagi Ironi di tengah ketidakmampuan Jokowi memimpin negara, namun rekayasa aspirasi tiga periode masih dijalankan. Musyawarah \"rakyat-rakyatan\" dilakukan untuk mencari legitimasi. Netizen sering nyeletuk tentang kabar. Kabar baiknya bahwa Presiden tidak mau tiga periode, kabar buruknya yang ngomong itu Jokowi. Nah, semoga saat ini yang menjadi kabar buruknya adalah BBM naik dan kabar baiknya Jokowi turun. Turun.. Turun...Turuun !
Era Minyak Telah Berakhir
Itu tidak mungkin kata pengamat energi di Indonesia, mana mungkin dunia meninggalkan minyak, 100 tahun, 200 tahun dunia tetap akan berlumur minyak. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) DI sini masih ribut subsidi BBM, namun dunia sebagian besar tengah ribut bagaimana meninggalkan minyak. Tentu saja ribut karena sebagian besar dari bangsa kita masih hidup miskin. Sementara lebih dahsyat lagi dunia sedang ribut meninggalkan minyak tidak hanya sebagai bahan bakar, atau sebagai komoditas, tetapi minyak tidak lagi sebagai jangkar mata uang Dolar Amerika Serikat yang merupakan mata uang internasional saat ini. Sebagai isu politik minyak sebenarnya telah berakhir. Minyak tidak lagi dipandang sebagai jangkar mata uang global dolar Amerika Serikat. Rezim petro dolar yang ditopang oleh minyak sejak tahun 1971, sekarang sudah diakhiri oleh jaman digitalisasi dan transparansi. The Federal Reserve (The Fed) tidak lagi legitimate untuk mencetak uang dengan dasar minyak. Antara harga minyak dengan nilai mata uang dolar sudah tidak lagi memiliki korelasi. The Fed di era Obama dan di era Trump tidak lagi menjadikan minyak sebagai dasar dalam mencetak uang dolar. Uang dolar modal kertas dan tinta dicetak begitu saja dan lalu dituangkan ke seluruh dunia tanpa dasar colleteral sama sekali. Pelanggaran motener paling besar yang dilakukan The Fed dan tidak sejalan lagi dengan rezim petro dolar 1971. Lalu apa jangkar ekonomi yang baru? Belum jelas sampai sekarang. The Fed sendiri pusing sudah tujuh keliling menghadapi peningkatan permintaan dan penggunaan uang kripto. Digitalisasi akan melahirkan rezim baru menggantikan petro dolar. The Fed dan bank sentral seluruh dunia berencana menciptakan mata uang digital untuk menandingi uang kripto. Tapi bagaimana menandingi cripto curency, sementara mata uang kertas sendiri sedang tergerus legitimasinya akibat The Fed ugal-ugalan mencetak uang. Bagaimana Subsidi Minyak? Subsidi minyak adalah rezim yang dilahirkan oleh ideologi neoliberal. Subsidi adalah strategi yang dilahirkan oleh politik ekonomi neoliberal. Ideologi yang memisahkan antara negara dengan ekonomi. Negara tidak boleh memainkan peran langsung dalam ekonomi. Negara hanya menjadi “hansip” penjaga malam, pekerjaan negara adalah mengurusi mengatur agar swasta mengambil alih seluruh urusan ekonomi termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan layalanan publik atau bahasa konstitusi indonesia hajat hidup orang banyak. Semuanya tidak boleh lagi dijalankan oleh negara. Bagaimana negara berbuat agar public goods bisa dijangkau oleh daya beli masyarakat? Maka negara mengeluarkan uang yang bersumber dari pajak untuk mengatur harga barang dan jasa. Negara dalam ekonomi neolineral hanya mengurus fiskal. Bagaimana mendapatkan uang untuk membiayai pengeluaran negara, seperti menggaji apatur negara. Kalau sudah dapat uang, lalu uangnya dialokasikan negara untuk mengatur harga barang dan jasa yang dijual swasta dengan mengintervensi harga maka disebut dengan subsidi. Begitu pula dengan subsidi minyak. Minyak diserahkan kepada swasta atau badan usaha komersial, di Indonesia oleh perseroan terbatas. Mereka membeli minyak lalu menjual ke masyarakat. Negara boleh menetapkan harganya dengan jaminan negara memberikan ganti rugi jika terjadi selisih harga antara harta yang ditetapkan negara dengan harga yang sebenarnya. Itulah yang disebut subsidi minyak. Apa sesungguhnya pengertian subsidi menurut rezim internasional? Subsidi adalah sejumlah uang yang diberikan kepada pengusaha atau pebisnis oleh negara melalui pemerintah untuk mengganti kekurangan pendapatan dari perusahaan komersial akibat menjual barang atau jasa yang harganya di tetapkan oleh pemerintah. Jadi subsidi tetap merupakan pendapatan yang diterima oleh sektor bisnis dan tetap menjadi uang bisnismen. Pada Era 90-an kembali dipertegas melalui konsensus Washington, aturannya melalui liberalisasi pasar, privatisasi BUMN, reformasi pajak, disiplin anggaran negara dan pengetatan fiskal. Jadi anggaran negara tidak boleh dipakai untuk menanggung subsidi yang besar. Karena subsidi semacam itu dalam sistem liberalisasi pasar akan merusak persaingan usaha yang sehat dan menghabisi anggaran negara. Konsensus Washington ini ternyata tidak membuat negara menjadi banyak uang karena disiplin anggaran. Justru negara menetapkan sistem anggaran defisit. Negara meminjam uang sebagai pembiayaan pembangunan. Maka mulailah anggaran negara ditopang oleh utang. Konsesnsus Washington ternyata hanya memperkaya swasta namun membuat negara makin tergantung pada utang. Pada ujungnya negara tidak punya lagi uang dan kemampuan melakukan subsidi BBM. Makanya harga BBM harus diserahkan pada pengusaha dan menjadi urusan mereka. Silakan bisnis dan jual BBM sesuai harganya. Negara tidak punya uang untuk ikut campur. Subsidi Transisi Energi Tapi seiring waktu sektor BBM makin terjepit. Dunia tengah berada bawah ancaman yang serius dengan isue kurasakan lingkungan atau climate change. Bank bank internasional tidak lagi mau menginvestasikan uang mereka dalam sektor minyak. Satu persatu perusahaan minyak tutup dengan tanggungan utang yang besar. Tinggal beberapa perusahaan besar dunia, namun mereka terancam tekanan keuangan yang sangat besar. Kalau dulu ketika perusahan minyak ambruk, maka mereka akan ditolong oleh negara. Mengapa? Sebab negara sangat berkepentingan akan keberadaan mereka, sebagai sumber uang bagi negara penghasil minyak. Apalagi negara Amerika Serikat, minyak adalah alat dominasi mereka secara global melalui petro dolar. Namun sekarang ketika perusahaan minyak colaps, tidak ada lagi yang menolong mereka, perusahan minyak disita oleh pemilik modal atau investornya tanpa ada harapan untuk bangkit lagi seperti tahun 1971 lalu. Mereka lari meninggalkan ladang ladang minyak mereka di negara negara dunia ketiga atau negara berkembang. Lalu kemudian ladang ladang yang telah mengering itu diambil alih oleh perusahaan lokal. Namun perusahan lokal dan nasional tidak dapat leluasa mencapai level keekonomiannya. Bangkrut tapi perlahan lahan. Apakah negara masih bisa menyelamatkan mereka. Tergantung kalau negaranya punya uang. Kalau menerapkan geopolitik internasional sekarang, maka saat ini tidak ada yang lagi yang diperbolehkan untuk mensubsidi minyak. Bisa jadi tak lama minyak akan dipandang sebagai barang ilegal, sumber polusi dsn penyakit, yang malah akan dikenakan cukai oleh negara. Harga minyak pasti naik, minyak lama lama akan langka, bukan karena tidak ada minyak mentah di dalam perut bumi, tapi tak ada satu lembaga keuangan pun yang boleh membiayai eksplorasi dan ekploitasinya. Sementara perdagangan minyak makin tergencet pajak ekspor impor, sehingga konsumsi minyak digencet cukai. Maka minyakpun akan langka. Tak sampai di situ, setelah pertemuan Paris yang dilanjutkan dengan COP 26 Glasgow, minyak yang telah langka tadi akan dikenakan pajak karbon. Tidak main main, pajaknya mencapai 250 dolar per ton karbon yang diproduksinya. Bayangkan 1 liter minyak sama dengan 1,70 kg karbon. Jadi harga jual BBM sekarang harus naik 1,7 kali lagi. Akan mahal sekali. Langka mahal dan bisa jadi bahan bakar tercela dan terlarang. Itu tidak mungkin kata pengamat energi di Indonesia, mana mungkin dunia meninggalkan minyak, 100 tahun, 200 tahun dunia tetap akan berlumur minyak. Kalau minyak ditinggal, dimana orang mau mendapatkan energi kalau minyak telah langka, bagaimana nasib mobil, kapal, pesawat terbang dll. Tidak demikian yang terjadi. Sebaliknya dunia mengalami over supply energi, di Indonesia listrik yang diproduksi PLN melimpah tidak terserap oleh pasar lebih dari 50 %. Dahsyat kapasitas energi sekarang. Jadi hati hatilah dengan subsidi minyak dan bersiaplah untuk move on. (*)
Kudeta Itu Legal
Dalam Revolusi Rakyat itu, masih ada nama tokoh militer yang berperan saat itu. Adalah Gregorio Ballesteros Honasan II, lahir 14 Maret 1948), yang lebih dikenal sebagai Gringo Honasan. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih “HIDUP yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan” – (Sutan Syahrir). Dan jiwamu, jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebathilan” – (Imam Syafi’i). Kita terus dihadapkan pada sebuah rekayasa politik oligarki yang ugal-ugalan. Negara bukan hanya menjauh dari cita cita dan tujuan negara, tetapi sudah mengarah ke arah kehancurannya. Saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Indonesia, pintunya hanya People Power – Revolusi atau Kudeta oleh Rakyat. Setiap kudeta bisa bermakna legal, hanya satu kudeta yang legal. Yaitu kudeta dalam rangka menegakkan kedaulatan rakyat. Dalam rangka menggulingkan tirani. Seperti tertulis di dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat: ”….. Governments are instituted among Men, deriving their just powers from the consent of the governed. That whenever any Form of Government becomes destructive of these ends, it is the Right of the People to alter or to abolish it, and to institute new Government, laying its foundation on such principles and organizing its powers in such form, as to them shall seem most likely to effect their Safety and Happiness”. (Pemerintah dilembagakan di antara Manusia, yang memperoleh kekuasaan mereka yang adil dari persetujuan yang diperintah. Bahwa setiap kali Bentuk Pemerintahan apa pun merusak tujuan-tujuan ini, adalah Hak Rakyat untuk mengubah atau menghapusnya, dan untuk membentuk Pemerintah baru, meletakkan fondasinya di atas prinsip-prinsip tersebut dan mengatur kekuatannya dalam bentuk sedemikian rupa, karena bagi mereka tampaknya paling mungkin mempengaruhi Keselamatan dan Kebahagiaan mereka). A Prince whose character is thus marked by every act which may define a Tyrant, is unfit to be the ruler. (Seorang Pangeran yang karakternya ditandai oleh setiap tindakan yang dapat mendefinisikan seorang Tiran, dia tidak layak untuk menjadi penguasa). Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. Itulah yang pernah terjadi di Filipina. Revolusi EDSA atau Revolusi Kekuatan Rakyat (People Power) adalah sebuah demonstrasi massal tanpa kekerasan di Filipina yang terjadi pada 1986. Aksi damai selama empat hari yang dilakukan oleh jutaan rakyat Filipina di Metro Manila mengakhiri rezim otoriter Presiden Ferdinand Marcos dan pengangkatan Corazon Aquino sebagai presiden. EDSA merupakan singkatan dari Epifanio de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro Manila yang merupakan tempat demonstrasi. Pemicunya, pada 21 Agustus 1983, senator dan tokoh oposisi Benigno \"Ninoy\" Aquino Jr. ditembak mati di Manila International Airport (kini dikenal sebagai Ninoy Aquino International Airport) setelah kembali dari pengasingan selama tiga tahun di Amerika Serikat. Pembunuhan Ninoy mengejutkan dan membuat marah rakyat Filipina yang kebanyakan telah kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan Marcos. Hal tersebut juga mengejutkan pemerintahan Marcos yang melemah, karena penyakit Marcos yang terus memburuk. Istri Ninoy, Corazon \"Cory\" Aquino, kemudian menjadi figur populer yang menentang rezim Marcos. Pada 23 November 1985, Marcos secara mendadak, setelah adanya tekanan dari Washington DC, mengumumkan pemilihan presiden lebih cepat setahun dari jadwal. Pemilihan diadakan pada 7 Februari 1986. Konferensi Uskup Katolik Filipina menyatakan pemilihan tersebut terjadi kecurangan, Senat Amerika Serikat juga menyatakan resolusi yang sama. Yang terjadi kemudian: Revolusi. Revolusi ini dimulai ketika dua pemimpin kunci militer mencabut dukungan mereka kepada Marcos. Pada 22 Februari 1986, Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Wakil Ketua Angkatan Bersenjata Fidel Ramos mengumumkan penarikan dukungan dan menuduh Marcos melakukan kecurangan pada pemilihan sebelumnya. Dalam Revolusi Rakyat itu, masih ada nama tokoh militer yang berperan saat itu. Adalah Gregorio Ballesteros Honasan II, lahir 14 Maret 1948), yang lebih dikenal sebagai Gringo Honasan. Ia memainkan peran penting dalam Revolusi EDSA 1986 yang menggulingkan Presiden Ferdinand Marcos. Gringo Honasan meninggalkan barak, memimpin pasukannya bergabung bersama rakyat Filipina. Dan, masih banyak kudeta rakyat di negara-negara lain, yang tidak mungkin disebutkan satu-satu dalam tulisan ini. Bagaimana dengan Indonesia? Silakan cari sendiri ceritanya daripada dinilai sebagai provokator. (*)
Masa Depan Suram, Ganjar Makin Ambyar
Ganjar Pranowo dicitrakan sebagai sosok calon presiden yang mampu menggantikan Presiden Jokowi. Namun ia tak sadar punya masa lalu yang membelitnya. Impian Ganjar bisa ambyar. Oleh Fikri Dwi Nugroho | Jurnalis Yunior FNN MENJELANG tahun politik 2024, sejumlah partai politik (parpol) mulai bermanuver menyiapkan kandidat presiden dan wakil presiden, hingga melakukan kunjungan kepada Parpol lain untuk membentuk koalisi yang kuat. Adapun, tiga kandidat yang memiliki elektabilitas besar dari berbagai lembaga survei adalah Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo, Gubenur Jawa Tengah. Dari ketiga nama tersebut yang digadang-gadang oleh presiden Joko Widodo adalah Ganjar Pranowo. Meski tidak dikatakan secara eksplisit, namun dari perkataannya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V Projo di Balai Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5/2022), \"jangan tergesa-gesa, meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini.\" Hal itu menunjuk pada Ganjar yang juga berada di sana. Telah banyak dukungan yang diberikan oleh masyarakat dari berbagai daerah kepada kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut. Namun, meski memiliki elektabilitas yang tinggi dari berbagai survei, hal itu tidak lantas menjadikannya mendapatkan dukungan dari partainya. Melihat manuver yang dilakukan oleh Jokowi dan Ganjar itu pun membuat Ketum PDI-P, Megawati Soekarnoputri membuka suara. Megawati mewanti-wanti kepada kader partai untuk tidak bermanuver dalam ajang Pemilihan Presiden 2024. Hal itu karena dirinya memiliki hak prerogatif sebagai Ketum partai untuk menentukan bakal calon presiden. Mendengar hal itu, Ganjar hanya bisa pasrah dan mengikuti aturan main partai. Walaupun pada kenyataannya, dirinya masih digadang-gadang oleh berbagai pihak untuk dicalonkan, oleh partai Nasional Demokrat atau NasDem misalnya. Namun, meski memiliki elektabilitas yang tinggi dan mendapatkan restu dari Jokowi, apakah Ganjar benar-benar layak untuk menjadi presiden Indonesia? Memanglah benar bahwa privilese presiden begitu tinggi dalam memberikan restu. Akan tetapi, hal itu tidak akan ada artinya mengingat Ganjar pernah terseret dalam kasus kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP). Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan tidak menemukan bukti bahwa Ganjar Pranowo terlibat dalam kasus tersebut. Demikian Ganjar pun mengatakan ditawarkan, tetapi dia tolak. Namun, hal itu sangat bertentangan dengan kesaksian dari M. Nazaruddin dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/11/2017). Dalam kesaksiannya, Nazaruddin mengatakan bahwa Ganjar menerima sejumlah uang senilai 500 ribu Dollar AS, setelah menolak tawaran sebesar 150 ribu Dollar AS. Tak hanya itu, dalam kepemimpinannya pun, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menjadi provinsi termiskin di pulau Jawa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik regional bruto (PDRB) Jateng per kapita pada 2021, sebesar Rp38,67 juta per tahun atau Rp3,22 juta perbulan. Angka tersebut adalah yang terendah di pulau Jawa buka dibandingkan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebesar Rp40,23 juta per tahun. Diikuti Jawa Barat Rp45,3 juta per tahun, Banten Rp55,21 juta per tahun, dan Jawa Timur Rp60,04 juta per tahun, dan Jakarta yang tertinggi sebesar Rp274,71 juta per tahun. Besaran kemiskinan di Jateng pun sebesar 11,79 persen pada semester satu dan 11,25 persen pada semester 2 tahun 2021. Adapun jumlah itu lebih besar dari Jawa Timur sebesar 10,59 persen, Jawa Barat sebesar 7,97 persen, DKI Jakarta sebesar 4,6 persen, dan Banten sebesar 6,50 persen persemester 2 tahun 2021. Adapun jumlah penduduk miskinnya lebih dari 4,1 jiwa. Dan indeks pembangunan manusia (IPM) di Jateng 0,3 persen yang merupakan angka lebih rendah dibanding IPM Jabar, Jatim, dan Banten. Meskipun, angka kemiskinan menurun sebesar 0,55 persen. Hal itu belumlah cukup untuk menjadikan Ganjar sebagai pemimpin yang ideal. Masih banyak kemiskinan dan suara-suara rakyat yang tidak didengar olehnya. Salah satunya adalah peristiwa di Wadas. Masyarakat Wadas telah menolak penambangan batu andesit dan juga pembangunan waduk Bener sejak tahun 2016. Masyarakat menuntut Ganjar untuk mencabut Izin Penetapan Lokasi (IPL) terkait pembangunan waduk Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Masyarakat mendapatkan tekanan dari polisi yang tidak menurut, hingga terjadinya penangkapan bagi warga Wadas yang menolak pembangunan strategi nasional tersebut. Lantas apa yang dilakukan oleh Ganjar terhadap insiden yang terjadi pada 8 Februari 2022 itu? Ganjar hanya meminta maaf kepada warga Wadas. Meski telah tiga kali datang, tak ada ketuntasan dari kasus tersebut. Polisi yang harusnya menjadi institusi untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat, malah digunakan sebagai alat menekan rakyat. Hal itu telah menyalahi aturan dan bahkan nurani. Tidak ada kelanjutan terhadap nasib warga Wadas yang mengalami ketakutan sampai trauma. Mengapa tidak, tindak kekerasan sampai penangkapan oleh pihak berwenang nyata adanya dialami oleh warga Desa Wadas. Meski telah menolak dengan aksi, pamflet, hingga menuntut melalui jalur hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, tetap saja suara rakyat Wadas tidak didengarkan. Seakan, kedatangan Ganjar sebagai Gubernur Jateng hanyalah menjadi momen cuci muka terhadap warga Wadas. Lantas pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Ganjar layak untuk dicalonkan sebagai presiden? Mungkin tiga fakta tadi adalah satu alasan PDIP tidak menjadikan Ganjar sebagai bakal calon presiden? Tidak ada yang pasti dalam politik, mari bersama-sama kita kawal pesta politik, pesta demokrasi yang dilakukan lima tahun sekali itu dan menjadikan politik Indonesia bersih hingga mendapatkan pemimpin yang layak dan tepat. (fik)
Faktanya, Presiden Berpotensi Lakukan “Kudeta” Konstitusi!
Jika begitu strategi yang “dimainkan” Jokowi dan koleganya, sudah saatnya TNI sebagai penjaga terakhir konstitusi harus segera turun dan Selamatkan Indonesia dari kehancuran. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) DUKUNGAN Relawan Jokowi yang dikemas dalam format Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia di Kota Bandung pada Ahad (28/8/2022) yang dilakukan Presiden Joko Widodo, termasuk tindakan “Kudeta Konstitusi”. Mengapa? Meski Jokowi dalam sambutannya menyatakan dia taat konstitusi, namun dia juga tidak melarang wacana presiden menjabat 3 periode bergulir. Hal itu disampaikan merespons dukungan yang dilontarkan pendukungnya dalam forum Musra Jawa Barat tersebut. “Kan ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan,” kata Jokowi di hadapan para pendukungnya, seperti dilansir Kompas.com. Jokowi mengklaim, mengemukanya wacana jabatan 3 periode untuk seorang presiden merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi. Bagi dia, wacana-wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak berbeda dengan desakan publik agar presiden diganti atau mengundurkan diri. “Karena negara ini adalah negara demokrasi, jangan sampai ada yang baru ngomong 3 periode (lalu) kita sudah ramai,” ungkapnya. “Itu kan tataran wacana. Kan boleh saja orang menyampaikan pendapat, orang kalau ada yang ngomong \'ganti presiden\' kan juga boleh, ya enggak? \'Jokowi mundur\' kan juga boleh,” kata Jokowi. Dalam forum Musra ini, Jokowi juga kembali menerima dukungan dari para pendukungnya untuk maju lagi sebagai orang nomor satu di republik lewat Pilpres 2024. Merespons dukungan itu, mantan Wali Kota Solo tersebut mengaku dirinya akan taat kepada kehendak rakyat, selain kepada konstitusi. Mulanya, dia bercerita soal adanya pertanyaan-pertanyaan dari para pendukung soal sosok yang perlu mereka dukung dalam Pilpres 2024. “Ya nanti, ini forumnya, di Musra ini ditanya, siapa?” ujar Jokowi. Pertanyaan itu kemudian dijawab dengan seruan “Jokowi, Jokowi” dari para pendukung. Jokowi pun merespons. “Jokowi, Jokowi. Konstitusi tidak memperbolehkan, ya, sudah jelas itu,” kata dia. “Sekali lagi. Saya akan selalu taat pada konstitusi dan kehendak rakyat,” lanjut Jokowi disambut tepuk tangan para pendukung. Kalimat yang sama kemudian ia ulang sama persis sekali lagi. Tapi, justru para pendukungnya semakin kuat mendesaknya maju lagi sebagai capres. “Tiga kali!” seru mereka. “Jokowi! Jokowi! Jokowi!” mereka bersorak sambil bertepuk tangan. Jokowi kemudian mengundang salah satu orang dari kelompok pendukungnya di sana untuk maju menghampirinya. Seorang perempuan mengaku bernama Jeni asal Kota Bandung kemudian dipilih menghadap. Jokowi kemudian bertanya lagi, siapa sosok yang akan didukung oleh Jeni untuk maju capres 2024. “Pak Jokowi, Pak Jokowi lagi,” jawabnya. “Wong sudah diberi tahu, konstitusinya enggak boleh,” sahut Jokowi. “Rakyat mengharapkan Bapak,” jawab Jeni lagi. Jokowi lalu menghadiahinya jaket G20 yang menurutnya tidak dapat dipakai sembarang orang. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, muncul isu ada upaya menjegal Anies Baswedan maju Pilpres 2024. Jika dilihat dari elektabilitasnya yang selalu berada di tiga besar, menjegal Anies sesungguhnya bukan perkara mudah, tapi karena Anies tidak punya partai, hal itu juga bukan tidak mungkin. Isu adanya upaya penjegalan Anies pertama kali didengungkan Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief. Andi membangun asumsi tersebut dari pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut, belum tentu sosok yang elektabilitas tinggi bisa maju pada 2024. Apakah ucapan Jokowi itu secara khusus ditujukan kepada Anies Baswedan atau Ganjar Pranowo yang memang menunjukkan elektabilitasnya tinggi dari beberapa nama tokoh yang berpotensi maju Pilpres 2024? Hanya Jokowi dan Allah SWT yang tahu. Sebab, kewenangan mengajukan capres-cawapres ada di partai politik. Asumsi kemudian dia kuatkan dengan klaim mendengar kabar adanya upaya untuk menjegal koalisi yang akan mencalonkan Anies. Hal itu dilakukan agar Anies tidak mendapatkan tiket untuk maju Pilpres. “Saya mendengar ada upaya menjegal koalisi yang mencalonkan Anies. Anies tidak mendapat koalisi,” ucapnya, seperti dikutip Twitter @Andiarief_, Ahad (28/8/2022). Elektabilitas Anies Baswedan itu adu cepat dengan bakal dikeluarkannya sprindik. Anies berupaya untuk tampil sederhana dan tidak ada partai, tapi popularitas dia itu terletak pada kapasitas intelektualnya, dan prestasi dia yang memang diperlihatkan di DKI Jakarta. Tetapi, dari beberapa kali ucapan yang dilontarkan Jokowi soal “Ojo Kesusu” dan lantunan lagu dan pujian kepada Jokowi, “Ojo Dibandingke”, jawabannya sudah bisa ditebak: Jokowi Ingin Tiga Periode! Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta pendukungnya yang tergabung dalam organisasi Pejuang Bravo Lima agar tidak terburu-buru dalam menentukan calon presiden yang akan didukung pada Pilpres 2024 mendatang. Pengurus DPP Bravo Lima Ruhut Sitompul menyatakan, hal itu disampaikan Jokowi saat memberikan arahan dalam acara rapat pimpinan nasional Bravo Lima di Ancol, Jakarta, Jumat (26/8/2022). “Sudah itu masalah politik ojo kesusu, bersabarlah, ya entah siapa calon presidennya yang penting kita kerja, kerja, kerja,” kata Ruhut menirukan ucapan Jokowi saat dihubungi wartawan, Jumat siang. Ucapan serupa juga disampaikan Jokowi saat mengundang Relawan Jokowi ke Istana Bogor. Jokowi sampai mengucapkan ojo kesusu sebanyak 5 kali kepada organisasi relawan yang mendukungnya pada Pilpres 2014 dan 2019 di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/7/2022). Pernyataan itu disampaikan Ketum DPP Forum Relawan Demokrasi (Foreder) Aidil Fitri. Ia mengemukakan, konteks kata-kata Bahasa Jawa tersebut terkait penentuan nama capres dan cawapres) yang akan didukung pada Pemilu 2024 mendatang. “Tadi memberi arahan \'ojo kesusu\', jangan buru-buru menentukan capres-cawapres. Saya dengar langsung dan diucapkan sampai lima kali \'ojo kesusu\',” ujar Aidil saat dihubungi Antara di Jakarta pada Jumat malam. Ia melanjutkan, sikap Presiden Jokowi saat mengucapkan kata-kata tersebut sangat jelas ingin fokus dan tidak ingin diganggu oleh hal-hal lain yang dapat menjerumuskan. “Menurut saya ini sangat jelas, beliau ingin fokus tidak diganggu hal-hal yang dapat menjerumuskan beliau. Itu artinya, beliau memberi komando agar satu napas, satu komando dalam menentukan sikap, tapi tunggu waktunya beliau akan umumkan sendiri,” kata Aidil. Untuk dicatat, organisasi relawan yang hadir dalam pertemuan di Istana Bogor itu, selain DPP Foreder, hadir pula Projo, Pospera, Sahabat Buruh Relawan Jokowi, Seknas Jokowi, Pena 98, KIB, Duta Jokowi, Kornas Jokowi, Bara Jokowi Pribadi Jokowi meminta relawannya tidak terburu-buru memberikan dukungan untuk kontestasi Pilpres 2024. Ia mengingatkan relawannya supaya sabar dan tidak mendesak-desak soal dukungan kepada capres. “Kalau sudah menjawab (setuju untuk bersabar) seperti itu, saya jadi enak. Tapi kalau desak-desak saya, saya nanti keterucut. Sekali lagi, ojo kesusu,” kata Jokowi dikutip dari video YouTube. Ojo kesusu (dalam bahasa Jawa) memiliki arti “jangan terburu-buru”. Dalam joke-joke kasar masyarakat pinggiran, ojo kesusu dapat juga bermakna lain. Dalam konteks politik, kata atau frasa tertentu seringkali bermakna ganda dan bersayap. Dan, benar! Inilah buktinya. Justru frasa bersayap itu ternyata untuk pribadi Jokowi. Jawaban ini bisa dibaca dari Hasil Musyawarah Rakyat (Musra) I di Kota Bandung, Jawa Barat pada Ahad (28/8/2022). Ojo Kesusu yang diucapkan berkali-kali dalam pertemuan dengan relawan dan pendukungnya itu ternyata untuk kepentingan Jokowi Pribadi. Ia masih ingin tanduk untuk jabat presiden periode ketiga, meski konstitusi sudah memberi batasan dua periode saja. Hasil survei peserta Musra sebanyak 5721 orang itu, nama Joko Widodo ada di urutan teratas dengan jumlah 1704 suara (29,79%) sebagai Calon Presiden Harapan Rakyat. Disusul Sandiaga Uno 968 suara (16,92%), Ganjar Pranowo 921 suara (16,10%), Prabowo Subianto 635 suara (11,10%), Anies Baswedan 516 suara (9,02%). Sedangkan untuk Calon Wakil Presiden Harapan Rakyat, nama Ridwan Kamil ada di urutan teratas dengan 2225 suara (38,89%). Disusul Airlangga Hartarto 758 suara (13,25%); Erick Thohir 733 suara (12,81%), Arsjad Rasjid 591 suara (10,33 %), dan Puan Maharani 543 suara (9,49%). Apakah dengan survei terhadap 5721 suara rakyat Jawa Barat itu yang nanti bakal dijadikan pedoman Jokowi untuk meminta agar MPR mengamandemen UUD 1945 (hasil amandemen juga) perihal pasal yang mengatur pembatasan masa jabatan presiden (2 periode saja)? Jika Presiden Jokowi memaksakan hal tersebut, secara yuridis formal Jokowi telah melakukan “Kudeta Konstitusi”, apapun alasannya. Jika begitu strategi yang “dimainkan” Jokowi dan koleganya, sudah saatnya TNI sebagai penjaga terakhir konstitusi harus segera turun dan Selamatkan Indonesia dari kehancuran. Jangan ambil resiko terlalu lama, sehingga rakyat terus-menerus menderita. Apalagi, upaya menipu rakyat sudah ditunjukkan dengan menaikkan harga BBM bersubsidi dengan beragam alasan. Lengkaplah sudah penderitaan rakyat. Coba saja baca twiter Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), berikut. Bisnis dengan rakyat: harga pertalite naik Rp 2.350 per liter x sisa konsumsi tahun ini anggap 10 juta KL = Rp 23,5 triliun. Harga solar naik Rp 1.650 per liter x sisa konsumsi 5 juta KL = Rp 8,25 triliun. Inikah nilai menyakiti hati masyarakat, nilai keadilan: hanya Rp 31,75 triliun? Di lain sisi, Pendapatan Negara per Juli 2022 naik Rp 519 triliun (50,3%), akibat harga komoditas, yang notabene milik negara, meroket. Bukannya membagi rejeki ‘durian runtuh’ ini kepada masyarakat, sebagai kompensasi kenaikan harga pangan, yang ada malah menaikkan harga BBM: Sehat? Sedangkan ‘durian runtuh’ sektor batubara sangat besar, ekspor 2021 naik $12 miliar, dari $14,5 miliar (2020) menjadi $26,5 miliar. Kenapa Rp 31,75 triliun, sekitar $2 miliar saja, tidak ambil dari batubara ini? “Kenapa harus dari rakyat kecil? Bukankah batubara milik rakyat juga?” tanya Anthony Budiawan. (*)
Jokowi Butuh Anies
Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik, perkawinan kepentingan tidak haram selama demi kebaikan rakyat, negara dan bangsa. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI Bagaimana Joko Widodo pasca menjadi presiden? Hanya Tuhan yang tahu dan sebisanya menunggu reaksi rakyat. Dengan kondite buruk dan terus terpuruk, Jokowi perlu memikirkan bagaimana ia bisa \"soft landing\" usai tidak lagi ada di Istana. Sebaliknya dengan Jokowi, Anies Baswedan justru semakin bertumbuh dielu-elukan rakyat untuk menjadi presiden berikutnya. Sepertinya, Jokowi dan keluarga beserta lingkar kekuasaannya, masih membutuhkan Anies untuk keselamatan dan keamanan politik saat terjadinya transisi kekuasaan. Dibesarkannya oleh kekuatan oligarki, Jokowi bersama kroni kekuasaannya seiring waktu cenderung menjadi \"public enemy\" di ujung pemerintahannya. Praktik-praktik KKN dan pelbagai kejahatan kemanusiaan yang menyelimuti perjalanan pemerintahannya selama dua periode, semakin mengarah dan nyaris membuat Indonesia menjadi negara bangkrut. Kegagalan teknis dan strategis menyeruak dalam setiap kebijakannya dan implementasi pembangunan nasional. Infrastruktur yang tak terukur, uang negara yang terkuras bukan untuk kesejahteraan rakyat dan aparatur rakus dan brutal dalam menjalankan roda pemeruntahan merupakan warisan buruk rezim Jokowi, yang dihiasi perilaku penuh kebohongan dan tak punya sedikit pun integritas. Selain menjadi rezim otoriter dan cenderung dzolim kepada rakyat, Jokowi bersama infrastruktur kekuasaan politiknya, secara subyektif dan tendensius juga giat mereduksi figur Anies sebagai pemimpin potensial masa depan. Sebagian besar politisi-politisi dan birokrasi yang menjadi sub koordinat pemerintahan Jokowi, sangat kentara membenci dan memusuhi Anies. Mulai dari lembaga survey hingga para buzzer, intens membuat opini menyesatkan dan framing jahat, jika perlu \"membunuh\" karir politik Anies. Akan ada perjalanan waktu, layaknya hidup manusia seperti roda yang terus beputar, kadang di bawah kadang di atas. Begitupun posisioning politik Jokowi dan Anies, kedua figur pemimpin beda kutub yang paling berpengaruh dalam konstelasi politik nasional itu, bukan tidak mungkin menjadi dinamis, saling berhadapan atau bisa juga membuka ruang sinergi dan elaborasi. Mendorong terjadinya simbiosis mutual dan berorientasi pada kepentingan rakyat, negara, dan bangsa. Dengan karakteristik yang sesungguhnya jauh bertolak belakang secara signifikan, membuat relasi politik Jokowi dan Anies menjadi begitu menarik dan ditunggu-tunggu publik. Jokowi sebagai presiden yang disokong penuh oleh kekuatan oligarki, momen menjelang pilpres 2024 memungkinkan akan bertemu dengan Anies sebagai capres fenomenal yang berbasis dukungan rakyat. Akankah keduanya berkonflik ria dan mengambil langkah diametral? Ataukah keduanya bisa menemukan titik kompromis yang melalui transisi kekuasaan kepemimpinan nasional yang perhelatannya tak lama lagi? Oligarki menjadi faktor penentu dari polarisasi figur Jokowi dan Anies terkait usungan parpol dan basis dukungan massa keduanya, dalam menghadapi pemilu dan pilpres yang kental dengan kucuran modal besar dan serba transaksional. Keniscayaan kapitalisme dan pengaruhnya yang kini bermuara pada kekuatan oligarki, pada akhirnya menjadi pemain utama dan paling menentukan dari proses suksesi presiden. Bagaimana ongkos ekonomi, sosial danpolitik pesta demokrasi yang berbiaya tinggi itu dapat melahirkan pemimpin boneka atau yang sejati mengemban amanah rakyat. Menjadi krusial dan menarik untuk diikuti perkembangannya baik oleh rakyat maupun elit politik. Akankah kekuatan oligarki dapat memenangkan kembali pilpres 2024 seperti pilpres sebelumnya. Atau memang akan terjadi proses demokrasi sejati yang menghadirkan pemimpin yang berasal dari rahim rakyat. Bukan pula hal yang mustahil tercipta \"win-win solution\", dari friksi dan fragmentasi dalam pilpres 2024. Jokowi sebagai presiden yang dibayangi stigma kepemimpinan gagal, tentunya menjadikan pertarungan pilpres 2024 sebagai sesuatu yang \"to be or not to be\". Dengan kepercayaan diri tinggi dan dukungan oligarki di belakangnya, Jokowi hanya punya dua pilihan. Memenangkan jabatan presiden tiga perodenya, atau akan menyiapkan sekoci dengan figur siapapun yang nantinya akan terpilih di pilpres 2024. Meskipun dominan pragmatis, oligarki juga tak sekonyong-konyong mengatrol pemimpin yang rendah elektabilitas dan tingat keterpilihannya, terlepas dengan rekayasa sosial maupun secara alami lahir dari dukungan rakyat. Sebagai entitas ekonomi yang memiliki korelasi kuat dengan dunia politik, oligarki juga memiliki kalkulasi dan rasionalisasi politik selain dengan tidak meninggalkan karakter \"safety player\" yang sejauh ini sukses diperankan para pengusaha skala besar. Termasuk menggiring partai politik dan instrumen kelembagaan pemerintahan lainnya seperti KPU, TNI dan Polri. Kehadiran Anies dalam hingar-bingar panggung politik pilpres 2024 yang begitu trengginas, harus diakui sudah mulai mencuri perhatian para sutradara, aktor dan partisipan politik seantero Indonesia dan mencuri perhatian dunia internasional. Pelbagai apresiasi dan reaksi bermunculan mulai dari munculnya \"supporting system\" hingga menjadikannya sebagai ancaman, terasa menggeluti Anies. Lantas, bagaimana dengan Jokowi? Mengambil garis tegas dengan rivalitas terhadap Anies, atau membangun permufakatan politik yang bisa jadi menjadi konsensus transisi kepemimpinan nasional, yang menyelamatkan republik ini. Terutama di tengah situasi dan kondisi kebangsaan yang rapuh dan rentan berbahaya bagi masa depan Indonesia. Tak terbantahkan, dengan performan rezim pemerintahan sekarang yang semakin merosot. Sebaiknya Jokowi bisa pikir-pikir dulu sebelum jauh melangkah dan salah jalan dalam melakukan manuver dalam pilpres 2024. Mampu merangkai hubungan yang harmonis dan selaras, antara kekuatan oligarki bersama lokomotif dan gerbong politik rakyat. Pun, dengan Anies yang kini mengemuka dan tak bisa menghindarkan diri menjadi irisan dari domain pemain politik dan ekonomi. Karena bagaimanapun juga Anies semakin menguat menjadi bagian dari dinamika dan representasi substansi demokrasi kekinian. Terlepas adanya dualisme demokrasi yang mengemuka antara politik realitas dan politik ideal. Jokowi memungkinkan untuk sekali saja bisa menjadi figur pemimpin yang nasionalis dan patriotis. Mendengar suara rakyat dan sebisanya bergaul intim dengan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik, perkawinan kepentingan tidak haram selama demi kebaikan rakyat, negara dan bangsa. Demi mengembalikan Indonesia yang sebenarnya, termasuk jangan ragu jika kenyataannya Jokowi membutuhkan eksistensi Anies. Kebutuhan pada estafet kepemimpinan nasional yang kondusif dan terjaga keamanannya, termasuk sosial politik, sosial ekonomi dan sosial hukum. Masih ragu jika Jokowi butuh Anies? Tunggu saja rakyat akan melakukan apa dan sejarah yang akan menjawabnya. Catatan dari pinggiran kesadaran kritis dan perlawanan. (*)
Politik Identitas, Dicerca dan Dipuja
Para pihak yang selama ini membenci politik identitas, kini justru mengekornya. Yang pria pakai peci, yang perempuan pakai tutup kepala. Tak peduli apa agamanya. Oleh Octaviani Prisetyo | Jurnalis Yunior FNN TIDAK dapat dipungkiri bahwa politik identitas memegang andil tersendiri di Indonesia. Keberagaman etnis, suku, agama, kepercayaan, serta budaya semuanya kental dengan politik identitas dalam memenuhi tujuan yang sama. Politik identitas seringkali dijadikan sebagai alat atau media untuk menyuarakan aspirasi dalam upaya mendapat dukungan kelompok tertentu, misalnya oleh kaum minoritas. Makna politik identitas ini seharusnya tidak mengalami misinterpretasi atau bahkan disalahgunakan oleh para politikus, terutama yang tujuannya demi mendapat perhatian golongan tertentu sehingga berorientasi kepada kepentingan pribadinya. Berbagai persoalan mulai dari politik hingga ekonomi terjadi di negeri ini, antara lain mengenai tarik ulur rencana kenaikan BBM, mahalnya harga kebutuhan pokok, persiapan pemilihan umum (pemilu) 2024, dan masih banyak permasalahan lainnya. Pada pidato kenegaraan HUT Ke-77 Republik Indonesia, Presiden sempat menyinggung politik identitas dan meminta agar tidak terjadi lagi di pemilu yang akan datang. Politik identitas marak terjadi saat pergelaran pemilu, salah satu contohnya terjadi di tahun 2019, yang mana menghasilkan kubu-kubu politik antara pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo. Salah satu istilah kubu politik yang ada sejak pemilihan presiden (Pilpres) 2019 adalah \'Cebong\' atau istilah bagi pendukung Presiden Joko Widodo \"garis keras\". Dalam pantauan melalui media sosial, kelompok ini seringkali mengutarakan kritik dan komentar mereka mengenai kebijakan pemerintah maupun kelompok kubu politik lainnya. Beberapa di antara mereka mengkritik kegiatan keagamaan (sebagai politisasi identitas) yang digelar dalam rangka mendoakan pejabat negara yang akan maju menjadi calon presiden pada Pemilu 2024. Walaupun terkadang, orang yang berkomentar secara tidak sadar juga teridentifikasi melakukan politik identitas yang menjadikannya munafik dalam berpolitik. Kemudian di lain persoalan, tak jarang pula kita menemukan pejabat negara non-muslim yang rela mengenakan kopiah sebagai dalih untuk mendapat perhatian dan dukungan dari sejumlah golongan terkait. Banyak oknum pejabat negara yang mengaku bahwa dirinya merupakan bagian dari partai yang \'netral\' dan tidak ingin terjebak dalam polarisasi, namun pada kenyataannya masih berpihak dan mendukung pejabat lain yang dikenal sebagai salah satu pelaku politik identitas. Persoalan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari kepentingan politik yang dipimpin oleh elite politik untuk mempertahankan kekuasaan dengan memanipulasi politik identitas. Hal ini menyebabkan masyarakat mengalami krisis kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah sehingga memunculkan permasalahan baru di dalamnya. Pemilu yang seringkali mencampuradukkan persoalan agama dengan persoalan negara sehingga berujung pada diskriminasi agama memunculkan pertentangan politik identitas. Menurut pengamat Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, diperlukan adanya komitmen dari elite politik untuk meredam eksistensi dan perkembangan politik identitas. Salah satu fokus utamanya, yaitu dari pelaku yang akan berkompetisi dalam pemilu. Meskipun begitu, dirinya tidak membantah bahwa politik identitas akan selalu ada dalam pemilu dikarenakan kemajemukan etnis suku dan agama yang dimiliki Indonesia. Politik identitas telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia karena bagaimanapun, agama tidak bisa dipisahkan dari persoalan kenegaraan. Berdasarkan segi historis, sejarah kemerdekaan Indonesia telah membuktikan bahwa agama (dalam konteks ini Islam) telah memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk bangsa Indonesia, salah satunya disepakatinya Pancasila sebagai landasan negara. Tercapainya kemerdekaan Indonesia juga tidak lepas dari usaha para pemuda yang memperjuangkan persatuan bangsa, di antaranya diserukan oleh Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Betawi, dan lain sebagainya. Semua itu masih berkaitan dengan politisasi identitas yang ditunjukkan melalui keagamaan dan solidaritas antarpemuda dari setiap daerah. Artinya, politik identitas memiliki nilai sejarah penting dalam proses kemerdekaan Indonesia dan digunakan sebagai wahana pemersatu bangsa. Penyebaran informasi yang semakin cepat di era digital seperti saat ini mesti dibarengi dengan masyarakat yang bijak dalam mengkritisi informasi yang diterima. Kemajuan teknologi yang tidak diseimbangkan dengan kedewasaan masyarakat dalam menggunakan media dapat mengubah perspektif seseorang terhadap suatu hal. Kegagalan pemerintah dalam menjaga kredibilitas pemerintahan, ditambah dengan adanya keinginan mempertahankan kekuasaan menjadikan politik identitas dimanfaatkan untuk memperoleh suara rakyat. Penggiringan dan pembentukan opini publik melalui media massa maupun media sosial dapat berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Sebagai makhluk intelektual, kita dapat menyikapi politik identitas dengan memberikan ruang yang seluas-luasnya pada publik agar dapat membuktikan bahwa agama dan nasionalisme dapat sejalan dengan tujuan menjaga kedaulatan negara Indonesia. Pertentangan yang muncul tidak seharusnya dibiarkan meluas, apalagi hingga menghadirkan kebijakan yang mengandung propaganda. Merebaknya politik identitas merupakan salah satu tantangan serta ancaman bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, peranan masyarakat sekaligus pemerintah untuk tetap berpegang pada prinsip demokrasi dan melakukan pencegahan terhadap politik yang berpotensi menyebarkan SARA. (*)