OPINI
Mau Tahu Tabiat Asli Jokowi?, Lihat dan Kenali Polisi
Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI KEBOBROKAN di negara ini sudah menjadi rahasia umum. Dilakukan dengan cara yang tersembunyi, namun juga tak ragu dipertontonkan di hadapan publik. Mulai dari pelayanan masyarakat pada level terendah, hingga terstruktur sampai ke jajaran elit pengambil kebijakan strategis. Hampir merata pada semua institusi negara, namun yang paling menonjol adalah pada lembaga Kepresidenan dan Polri. Kejahatan pada umumnya sering terlihat dalam bentuk penipuan, pemerasan, pencurian dan perampokan. Tak berhenti sampai di situ, marak juga penculikan, perdagangan seks, perjudian, narkoba, miras, pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan. Keseharian banyak dilakukan orang-orang biasa, rakyat yang tergolong jelata pada umumnya. Sebagian besar karena faktor ekonomi yang membuat hidup dalam tekanan. Selebihnya karena faktor ingin mendapat kesenangan dan karena sering dilakukan pada akhirnya telah menjadi kebiasaan. Selain semua itu, ada korupsi, suap ijin ilegal, perusakan alam, pembunuhan massal dan genosida yang tergolong kejahatan luar biasa. Kalau kejahatan tingkat dewa ini, biasanya menjadi ranah para pejabat negara, pengusaha kelas kakap dan yang paling mumpuni pemimpin tertinggi dalam suatu pemerintahan. Mereka menjadi sedikit orang yang mengatur dan menguasai kepentingan banyak orang. Mereka hanya sedikit tapi menentukan nasib khalayak. Mereka itulah minoritas yang superior terhadap mayoritas. Mirisnya, bukan hanya dilakukan dengan cara sindikasi layaknya kejahatan terorganisir hingga disebut mafia. Untuk memuluskan begitu masif dan sistematiknya pelbagai penyakit peradaban manusia itu. Pelaku yang berjubah kekuasaan, sangat ahli dengan rekayasa yang penuh manipulasi dan konspirasi. Modusnya sering berupa distorsi kebijakan yang berujung tindakan represi, dibumbui isu, intrik dan fitnah. Kejahatan istitusional yang merupakan sinergi dan elaborasi antara birokrasi dan korporasi, menghasilkan daya rusak dan tingkat kehancuran yang tinggi. Menyebabkan penderitaan rakyat di sana-sini secara massal, bagai rasa sakit menahun dan sulit disembuhkan. Di tengah keterpurukan bangsa akibat ketidakmampuan rezim dalam mengelola negara, kehidupan ipolesosbudhankam menjadi begitu memprihatinkan. Salah urus dan buruknya tata kelola pemerintahan, menjadi faktor utama Indonesia kian deras menuju negara gagal. Utang dan defisit keuangan negara yang tinggi, lebih dipicu oleh perilaku dan mental korup. Uang rakyat lebih banyak digunakan untuk membiayai dan mempertahankan kekuasaan, ketimbang untuk pembangunan yang membuat rakyat sejahtera. Keadilan dan kemakmuran hanya untuk pemilik modal dan penguasa. Hukum menjadi alat penindasan bagi rakyat kecil yang lemah. Negara benar-benar dalam belenggu penjahat berwajah pejabat dan pemimpin formal, yang dilindungi kekuasaan atas nama demokrasi dan konstitusi. Dua periode jabatan presiden yang digenggam Jokowi, tak pernah sepi dari gugatan dan pembangkangan rakyat. Menjadikan Polri sebagai perpanjangan tangan sekaligus tameng dalam menjalankan pemerintahannya. Tak sekadar otoriter dan diktator tersembunyi, Jokowi terlanjur dicap publik sebagai pembohong nomor wahid. Sementara Polri dianggap bobrok, serusak-rusaknya aparat keamanan. Keharmonisan dan keselarasan antara Jokowi dan Polri, laksana pengantin yang sedang berbulan madu dan sulit dipisahkan. Antara Presiden dan Polri seperti senyawa yang kuat, sejoli yang memiliki chemistry saling silih mewangi. Baik kedua institusi kenegaraan itu, baik pula rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Begitupun sebaliknya, buruk presiden dan polri buruk pula negeri ini secara keseluruhan. Kini, di tengah sikap skeptis dan apriori rakyat terhadap presiden, pada kinerja yang jauh dari standar, pada mentalitas kepemimpinan yang tak layak dicontoh dan diteladani, Jokowi pada kenyataannya, terus dibayangi mosi tidak percaya dan tuntutan mundur dari jabatannya oleh rakyat. Demikian hal yang sama dengan Polri, bukan hanya pada pucuk dan jajaran pemimpinnya. Lembaga keamanan negara yang seharusnya melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat itu, harus berhadapan dengan arus gelombang desakan reformasi di tubuhnya. Presiden dan Polri saling merepresentasi dan saling mewakili, meskipun tak terhindarkan dan tak terbantahkan pada keadaan yang begitu memilukan. Susah senang bersama, kuat dan lemah saling menjaga menutupi. Begitulah presiden dan Polri, ibarat hubungan terlarang saling menyandera dan saling mengikat serta sulit bercerai. Meminjam istilah Kapolri Listyo Sigit Prabowo, tentang ikan busuk dari kepala. Tak cukup tendensius di kalangan internal Polri. Narasi itu bagai menohok Jokowi sang presiden yang menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan. Seperti memberi isyarat kepada rakyat Indonesia, mau tahu tabiat asli Jokowi?, cukup lihat dan kenali polisi. (*)
Lima Indikasi Satgassus Terlibat Dalam Pembantaian KM 50
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SATGASSUS Merah Putih namanya. Akan tetapi lebih pantas disebut Satgassus Merah Hitam karena terlalu banyak menumpahkan darah dan bekerja di ruang yang remang-remag bahkan hitam pekat. Lembaga yang bekerja bagaikan mafia ini didirikan oleh Tito Karnavian sewaktu yang bersangkutan menjadi Kapolri. Kepala Satgassus pertama adalah Idham Azis merangkap Kabareskrim Mabes Polri dan kedua Ferdi Sambo Kadiv Propam Mabes Polri. Satgassus terlibat dalam berbagai operasi yang di antaranya pembantaian 6 anggota Laskar FPI yang dikenal dengan kasus Km 50. Lima indikasi keterlibatan : Pertama, 30 personal Propam Mabes Polri pada kasus Km 50 bertugas melakukan \"operasi khusus\" dimulai penguntitan hingga pengamanan personal. Keberhasilan dalam \"membebaskan\" dua anggota Satgassus Fikri Ramadhan dan Yusmin Ohorella di PN Jakarta Selatan hingga Mahkamah Agung menjadi bukti suksesnya operasi khusus Satgassus di Km 50. Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam yang merangkap Kepala Satgassus adalah pemain di atas kamuflase khas mafia. Kedua, tampilnya Karo Paminal Divisi Propam Mabes Polri Brigjen Hendra Kurniawan yang memegang clurit saat konperensi pers tanggal 7 Desember 2O20 bersama Fadil Imran dan Dudung Abdurahman adalah bukti keterlibatan nyata. Rekayasa kronologi yang disampaikan merupakan \"obstruction of justice\". Brigjen Hendra adalah tangan kanan Sambo dalam Satgassus dan Tersangka dalam kasus Duren Tiga. Ketiga, pimpinan operasi Km 50 adalah AKBP Handik Zusen Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya. Tim Sambo kasus Duren Tiga ini ikut menjadi bagian perekayasa kasus. Keberadaan AKBP Handik Zusen dalam peristiwa Km 50 sangat jelas. Ia diduga sebagai \"komandan\" dari semua agenda di Km 50 termasuk selebrasi melingkar dengan yel kemenangan. Handik Zusen ditahan di Mako Brimob. Keempat, AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay yang merekayasa CCTV di Duren Tiga atas perintah Sambo melalui Hendra Kurniawan adalah ahli rekayasa CCTV. Perannya dalam mengotak-atik CCTV di Km 50 terungkap dalam pemeriksaan kasus Duren Tiga. Dakwaan JPU menyebutkan siapa Acay dalam kesaksisn AKBP Arif Rahman Hakim. Acay berperan besar baik dalam kasus Duren Tiga maupun Km 50. Kelima, adanya instansi lain dalam keterangan Polisi kepada Komnas HAM saat ditanya atau diperiksa mengindikasikan dua kemungkinan keterlibatan yaitu Institusi BIN yang telah terbongkar melakukan Operasi Delima atau Satgassus \"organ khusus\" yang tidak ada dalam struktur baku Polri. Demikian juga dengan mobil Land Cruiser hitam yang diduga \"milik\" Fredy Sambo. Beredar foto anggota Satgassus Bripka Matius Marey di sebelah Land Cruiser hitam. Lima indikasi keberadaan peran Satgassus pada kasus Km 50 itu membawa konsekuensi bahwa kasus Km 50 harus segera dibuka kembali. Jika Kapolri di depan DPR menyatakan siap membuka kasus Km 50 jika ada novum, maka keberadaan AKBP Acay di Km 50 adalah novum. Novum lain berupa Buku Putih TP3 dan fakta persidangan Habib Bahar Smith di PN Bandung. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran aktif dalam dua kasus baik kasus Sambo ataupun Km 50. Fadil Imran wajib dituntut atas tewasnya 6 anggota Laskar FPI. Fadil Imran harus segera check out dan diproses hukum. Mengingat dugaan pembantaian ini merupakan pembunuhan politik dengan target HRS, maka Presiden harus juga turut bertanggungjawab. Tidak tuntasnya pengusutan menjadi bukti telah dilakukan kejahatan pembiaran atau \"crime by ommission\" oleh Negara atau oleh Kepala Negara. Paket pelanggaran HAM berat lain Pemerintah Jokowi adalah tewasnya 894 petugas Pemilu 2019, pembantaian demonstran di depan Bawaslu 21-22 Mei 2019, pembunuhan keji dr Sunardi serta yang terakhir pembantaian 133 lebih orang tak berdosa di stadion Kanjuruhan Malang. Jokowi tidak bisa lari dari tanggung jawab. Pertanggungan jawaban Presiden Jokowi adalah mundur atau pemakzulan berdasarkan ketentuan Konstitusi UUD 1945 secepatnya. Bandung, 21 Oktober 2022
Muhammad SAW: Sang Muatiara-04
Dan, karenanya sebagai Umat yang menauladani beliau hendaknya kegelisahan dan keresahan itu ditumbuh suburkan di saat berbagai penyelewengan dan kezholiman merajalela. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation DUNIA yang gelap saat ini biasa juga disebut dengan dunia yang tidak menentu (a world with uncertainty). Dunia yang seperti ini pastinya mengalami kebingungan yang dalam (deep confusion). Di era Rasulullah SAW dunia seperti ini disebut dengan dunia yang penuh kegelapan (zhulumat). Kata “ظلمات” (dzulumaatin, kegelapan) dalam bahasa Al-Quran tidak saja dimaknai sebagai situasi di mana cahaya atau sinar tidak ada (absen). Tapi juga menggambarkan situasi kekacauan (chaotic) yang menimbulkan keresahan, bahkan penderitaan. Kata ini pada dasarnya lebih identik dengan keadaan yang keluar dari batas-batas kewajaran. Keadaan yang melanggar batas-batas kewajaran (thabiat) dalam bahasa sehari-sehari disebut “kezholiman” (zhulm). Kezholiman dalam berbagai wujudnya inilah yang menjadi kegelapan dalam hidup manusia. Kezholiman dalam akidah (syirik), kezholiman dalam pendidikan (kebodohan), kezholiman dalam kehidupan sosial dan perekonomian (ketidak adilan sosial), kezholiman dalam perpolitikan (kediktatoran). Baik kediktatoran kasar maupun halus, termasuk kediktatoran yang diakui sebagai sebuah prilaku politik “diktator yang Konstitusional”. Mekah saat itu penuh dengan ragam kegelapan atau kezholiman ini. Situasi ini yang menjadikan Muhammad yang batinnya terpelihara dalam kefitrahan menjadi resah. Beliau kemudian tergerak untuk melakukan perubahan. Hanya saja ketika itu beliau dalam kesendirian. Perilaku zholim ketika itu seolah telah menjadi bagian dari alam (alami). Melakukan sesuatu yang melawan kezholiman justeru akan dianggap keanehan, bahkan pemberontakan. Muhammad SAW yang ketika itu sesungguhnya telah memasuki masa hidup profesional sebagai “menejer bisnis” atau CEO di masa kini. Beliau mengelolah perusahaan isterinya yang saat itu dikenal sebagai “businesswoman” yang sangat berhasil dan terhormat. Beliau adalah Khadijah binti Khuwailid. Namun kesibukan Muhammad sebagai CEO tidak menjadikannya lupa akan tanggung jawab sosialnya. Membawa perubahan, menghadirkan cahaya dalam kehidupan manusia. Dari hari ke hari beliau resah. Gelisah dengan berbagai penentangan terhadap fitrah manusia dan kehidupan. Beliau pun seringkali menjauhkan diri dari situasi yang demikian. Seolah ingin melepaskan keresahan dan kegelisahan itu. Beliaupun menghabiskan banyak waktu di dalam sebuah gua di atas sebuah gunung di luar kota. Inilah yang dikenal dalam sejarah dengan “takhannuts” dan gunungnya kemudian lebih dikenal dengan sebutan “jabal Nur”. Kata “takhannuts” dimaknai sebagai perenungan yang mendalam dalam kesendirian. Sebagian menyamakannya dengan kegiatan meditasi. Sebagian yang lain cenderung melihatnya mirip dengan kegiatan “nyepi” dalam tradisi Hindu. Tapi pastinya walau ada persamannya, kegiatan “takhannuts” ini memiliki makna substantial maupun tujuan yang berbeda yang bukan saatnya saya elaborasikan. Hal yang paling mendasar dari takhannuts ini adalah bahwa kegiatan ini terlahir dari kegelisahan dengan berbagai deviasi yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan manusia. Maka dengan sendirinya kegiatan ini bertujuan untuk mencari solusi dari berbagai masalah kehidupan itu. Harapan untuk menemukan solusi itulah yang sesungguhnya terpenuhi dengan diangkatnya secara formal baginda Muhammad menjadi RasulNya (bi’tsah) dengan diturunkannya tuntunan (wahyu) untuk solusi yang dimaksud. Kesimpulan yang ingin saya sampaikan pada bagian dari tulisan ini adalah bahwa salah satu karakter dasar Muhammad adalah anti “kegelapan” (kezholiman, penyelewengan) dalam kehidupan manusia. Ada rasa kemarahan dan minimal keresahan, kegelisahan dengan berbagai penyelewengan yang terjadi di sekitarnya. Dan, karenanya sebagai Umat yang menauladani beliau hendaknya kegelisahan dan keresahan itu ditumbuh suburkan di saat berbagai penyelewengan dan kezholiman merajalela. Jangan sampai di satu sisi Umat ini mengaku pengikut Muhammad tapi pada saat yang sama membiarkan kezholiman itu tumbuh subur. Lebih jahat tentunya ketika ada di kalangan Umat ini menjadi kolaborator kezholiman. Bahkan menjadi pelakuka kezholiman… wal’iyadzu billah! NYC Subway, 20 Oktober 2022. (*)
Firli Bahuri, Anies Baswedan dan Kegilaan Adam Wahab
Dalam hal percakapan singkat Adam Wahab dan Firli, Adam begitu cerdik menanyakan isu penangkapan Anies Baswedan, sehingga langsung direspon cepat oleh Firli Bahuri. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle PEMBICARAN Adam Wahab dan Firli Bahuri, Ketua KPK, jadi perbincangan para aktivis yang kemarin hadir pada pemakaman almarhumah Intan, istri Teguh Santosa, pemimpin media online RMOL. Adam adalah pegiat medsos, mantan petinggi Kantor Staf Presiden (KSP) di era Luhut Binsar Panjaitan dan Teten Masduki, serta saat ini Ketua Alumni Institut Teknologi Bandung. Pembicaraan ini diungkap pula oleh Adam dalam akun Twitter dia, @DonAdam, sebagai berikut: “Ketemu Pak Firli dipemakaman istri sahabat. + Masih ingat saya Pak, ketika lebaran lalu sy ke rumah? - Iya ingat² + Kapan Anies ditangkap Pak? - Wah, ternyata banyak ya yg pengen Anies ditangkap? + Iya Pak, tapi tangkap Kaesang dulu. Lalu dia bergegas ninggalin sy. Salah sy apa?” (https://twitter.com/DonAdam68/status/1582879467311362048?t=nKIgOy0J4PpHlw2q91J6_Q&s=08) Pembicaraan itu memuat soal penangkapan Anies Rasyid Baswedan, yang isunya di publik cukup menguat, khususnya sebelum pencapresan Anies oleh partai Nasdem beberapa waktu lalu. Analisa politik yang dipahami pengamat, percepatan pencapresan itu, yang awalnya akan dilakukan pada November nanti, karena isunya tepat hari Selasa, sehari setelah pencapresan itu, adalah tanggal/hari penetapan Anies sebagai tersangka. Nasdem atau Surya Paloh melakukan langkah \"pre-emptive\", melakukan upaya \"perlindungan\". Langkah KPK ini dikaitkan dengan pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Andi Arief, Partai Demokrat, beberapa waktu lalu, yang kedua mereka membuat pembicaraan pentersangkaan Anies oleh Jokowi ataupun penangkapannya menjadi tersebar luas. Pembicaraan juga bergeser ke mana-mana, bahwa Anies tidak dikehendaki oligarki untuk maju sebagai kontestan capres ke depan. Di sini orang-orang pro Anies, khususnya ummat Islam yang dahulunya banyak pendukung Prabowo ketika pilpres 2014 dan 2019, juga dikabarkan banyak mulai mendaftar sebagai anggota Nasdem. Begitu juga muncul isu kekesalan sebagian umat Islam bahwa PKS seharusnya sebagai oposisi dan pro Islam lebih bertanggung jawab menyelamatkan Anies ketimbang Nasdem. KPK sendiri menyatakan bahwa pentersangkaan Anies tidak ada urusan politik, melainkan semata-mata karena urusan hukum. Professor Romli Atmasasmita, koruptor yang pernah di penjara dua tahun, menjadi saksi ahli yang memberatkan Anies. Dia menyebutkan bahwa Anies memang mempunyai unsur (mensrea) diduga melakukan tindakan pidana (lihat Tempo, 4/0/22). Dr. Ahmad Yani, praktisi hukum yang juga Ketua Partai Masyumi, yang mem-briefing saya tentang bagaimana KPK bisa mentersangkakan seseorang itu, menurut KUHAP menyatakan bahwa memang KPK bisa saja mentersangkakan Anies. Merujuk KUHAP, ada 5 unsur terkait hukum yang dua unsur terpenuhi bisa membawa Anies ke persidangan. Kelima unsur tersebut yakni adanya surat-surat, adanya saksi, adanya keterangan ahli, adanya petunjuk dan adanya pengakuan/keterangan tersangka. Pembuktian lebih lanjut dapat dilakukan kemudian di persidangan. Namun, Yani mengatakan bahwa secara prioritas, kasus Anies ini jauh di bawah urusan skandal Kaesang Pangarep, anak Joko Widodo, yang pernah dilaporkan Ubaidillah Badrun; urusan RS Sumber Waras dan \"tanah Cengkareng\" yang terkait Ahok; kasus suap perijinan Meikarta dan kasus Bansos, yang masih harus dikembangkan; ataupun suap E-KTP yang terungkap di persidangan Setya Novanto di mana dinyatakan Ganjar Pranowo dan anggota komisi 2 DPR lainnya terlibat, untuk disidik lebih dalam, jika KPK memang mau. Urusan Anies, jika dipaksakan menjadi prioritas KPK, maka memang terkesan KPK melakukan tebang pilih pada penanganan kasus-kasus yang ada, yang disesuaikan dengan agenda politik nasional. Terutama mengingat belum ada indikasi Anies Baswedan secara nyata merugikan negara pada kasus E-Formula, jika kita tidak ingin mengatakan Indonesia harusnya bangga dengan event tersebut. Dalam hal percakapan singkat Adam Wahab dan Firli, Adam begitu cerdik menanyakan isu penangkapan Anies Baswedan, sehingga langsung direspon cepat oleh Firli Bahuri. Adam mampu mengungkapkan tingginya isu penangkapan Anies ini ke dunia medsos. Sekarang menjadi terang bagi kita semua bahwa Anies benar-benar sedang ditarget KPK. Pernyataan Adam berikutnya rada gila, \"...tangkap Kaesang dulu\". Di sini Adam tepat menunjukkan bahwa kasus Anies ini harusnya bukan prioritas KPK. (*)
Kinerja GoTo Buruk, Pemegang Saham Perlu Suntikan Dana untuk Exit
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) KINERJA GoTo masih jeblok, fundamental bisnis “bakar uang” rapuh. Rugi Q2/2022 tercatat Rp7,56 triliun, lebih besar dari rugi Q1/2022 sebesar Rp6,57 triliun. Akumulasi rugi per Juni 2022 juga meningkat menjadi Rp92,8 triliun, mungkin akan mencapai Rp100 triliun per September 2022 ini. Maka itu, GoTo perlu suntikan likuiditas, untuk menghindari bangkrut. Targetnya Rp15,5 triliun. Mungkin untuk keperluan pendanaan 2 kuartal. Tidak heran, harga saham GoTo merosot terus, harga saham per hari ini Rp206 per saham. _Not Bad_ untuk perusahaan yang sedang rugi. Atau tepatnya perusahaan yang tidak pernah mendapat untung sejak didirikan 10-12 tahun yang lalu. Artinya, secara matematis, harga saham GoTo seharusnya anjlok lebih tajam lagi. Selain itu, GoTo tidak akan mampu bagi dividen, dan tidak boleh bagi dividen, selama masih ada akumulasi rugi, yang kemungkinan besar akan semakin membesar. Kalau begitu, apa yang diharapkan investor membeli saham GoTo? Apa yang diharapkan Telkomsel, anak perusahaan BUMN Telkom, dengan investasi “spekulatif” Rp6,4 triliun di saham GoTo? Tidak jelas! Yang jelas, investasi Telkomsel di GoTo sekarang sudah rugi lagi, mendekati Rp1,6 triliun. Karena tidak ada dividen, maka pengembalian investasi diharapkan dari kenaikan harga saham. Apakah mungkin? Sepertinya hampir mustahil. Bagaimana mungkin harga saham perusahaan yang sedang rugi bisa naik? Kecuali ada yang menaikkan! Masa waktu _lock-up_ 8 bulan akan segera berakhir, 30 November yang akan datang. Artinya, pemegang saham pendiri (lama) boleh menjual sahamnya. Exit. Siapa yang akan beli saham tersebut? Investor lokal? Hati-hati nantinya mangkrak! *Bagi pemegang saham lama, kalau bisa jual dengan harga Rp100 per saham, mereka sudah balik modal. Kalau Rp200 per saham, mereka akan untung 100 persen dari investasi mereka di GoTo. Maka itu, mereka berkepentingan menjaga harga saham tetap tinggi.* Dalam kondisi normal, investasi BUMN di perusahaan seperti ini bisa dianggap bermasalah, bisa menjadi temuan kerugian negara. Kondisi normal artinya KPK independen, dan profesional. Tapi saat ini kondisi sedang tidak normal. Telkom dan Telkomsel aman-aman saja. Waspada, resesi dunia kian dekat. Resesi juga akan mampir ke Indonesia. Bagaimana dengan prospek GoTo? Bagaimana dengan investasi “spekulatif” Telkomsel? Sulit berharap ada berita baik, kinerja GoTo akan semakin gelap gulita. (*)
Memilih Menjadi Manusia Gagal
Oleh Ady Amar - Kolumnis JIKA anda manusia biasa, seperti manusia pada umumnya, maka disebut sebagai manusia gagal mestinya malu. Bahkan jika pun marah sampai mencak-mencak segala, itu pun wajar. Tapi mau percaya atau tidak, ada individu atau kelompok manusia tertentu, yang justru memilih sebagai manusia gagal. Tapi meski memilih sebagai manusia gagal, ia tetap tak sudi disebut sebagai manusia gagal. Disebut sebagai manusia gagal, itu lebih pada mereka yang memilih tidak menggunakan otaknya dengan sempurna. Sehingga tidak mampu menyimpulkan yang baik dan buruk. Tidak mampu membedakan antara yang nyata dan tersembunyi. Bahkan tidak mampu mencium antara aroma harum dan busuk sekalipun. Layak diserupakan lalat hijau yang menari-nari di tong sampah tanpa rasa jengah. Jenis manusia yang memilih menjadi manusia gagal, pastilah sulit bisa beradaptasi dengan manusia pada umumnya, yang bertebaran saling bersapa dengan nalar sempurna. Jenis manusia gagal menjadi manusia ini lebih memilih bergerombol dengan kelompoknya, yang sebenaranya tidak banyak jumlahnya. Tapi konsen menyuarakan hal tidak sebenarnya. Menjadi manusia gagal seperti sudah jadi passion pilihannya. Jadi peluang pekerjaan. Bahkan jadi mata pencarian. Hanya di rezim ini memilih menjadi manusia gagal dipelihara--tentu bukan dipelihara negara seperti bunyi pasal 34 (ayat 1) UUD 45--tapi lebih dimanfaatkan sebagai pendengung tanpa perlu menggunakan otaknya, meski cuma sedikit. Bisa diserupakan robot yang digerakkan oleh kekuatan di luar dirinya. Menghadirkan manusia gagal menjadi manusia, itu hanya ditujukan untuk Anies Baswedan. Anies sebagai obyek yang terus dibicarakan dengan tidak sebenarnya. Anies jadi obyek persekusi, bahkan dengan fitnah segala. Hal tidak sebenarnya yang dilakukan Anies dipaksa seolah itu dilakukannya--kasus Formula E bisa jadi contoh bagaimana Anies terus dibayang-bayangi untuk dipenjarakan. Maka, Anies jadi sasaran dirusak personalnya. Bahkan itu dimulai jauh hari, saat Anies-Sandi memenangkan Pilkada DKI Jakarta (2017) mengalahkan petahana Ahok-Djarot. Tidak henti-henti Anies digempur dengan tidak ada benarnya oleh mereka yang memilih menjadi manusia gagal. Bisa dari perorangan, tapi ada juga dari anggota partai tertentu, yang memilih Anies sebagai obyek, meski kebijakan yang dibuat tidak sampai mampu diganjal, tapi terus dibicarakan seakan proyek gagal--sumur resapan air yang dibangun Anies untuk mengurangi dampak banjir dinyinyiri tak sepatutnya. Perjalanan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta, itu sarat dengan persekusi tiada henti. Lima tahun penuh persekusi, setidaknya dari anggota dua Fraksi di DPRD DKI Jakarta, PDIP dan PSI, yang coba mengganjal kebijakan yang dibuat Anies dan Pemprov DKI Jakarta. Meski Anies Baswedan sudah menyudahi jabatannya selaku kepala daerah (16 Oktober), tetap tidak menyurutkan gairah mengakhiri persekusi, bahkan makin menjadi-jadi. Apalagi pasca Partai NasDem (3 Oktober)-- sebelum Anies Baswedan purna tugas--mendeklarasikannya sebagai capres. Gairah dari manusia yang memilih jadi manusia gagal, makin bergairah untuk tidak menyudahi mempersekusi Anies, dengan caranya masing-masing. Ada yang memilih obyek menyematkan Anies sebagai \"bapak politik identitas\". Itu seperti jadi senjata yang ditembakkan terus-menerus, meski mendapat penolakan manusia pada umumnya, yang masih memiliki otak sempurna. Misal, sehari setelah Anies purna tugas (16 Oktober), lewat Twitter mereka perlu men-Twit, Syukur Alhamdulillah, Jakarta bebas dari politik identitas mulai hari ini. Jakarta bebas dari cengkeraman Firaun yang gagal... (Guntur Romli/@GunRomli). Ada pula Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, yang lagaknya seperti memilih menjadi manusia gagal. Lewat Twitternya, meski tersirat, ia berharap pada Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta yang baru, Heru Budi Hartono, untuk membenahi Jakarta. Bagini bunyi Twitnya. Setelah sampai di Balai Kota @DKIJakarta dan menyapa para ASN serta warga yang mengucapkan Selamat, Pak Heru langsung Gaspoll mengajak saya dan jajaran asisten untuk rapat sambil makan siang bersama. Permasalahan di Jakarta harus diselesaikan dari hulu sampai hilir. Prasetyo seolah perlu sampaikan pesan, bahwa pembangunan di Jakarta dibawah Anies Baswedan \"tidak beres\". Dan meminta Pj Gubernur Heru Budi Hartono, untuk membereskan dari hulu sampai hilir. Prasetyo mencoba menularkan \"virus\" tidak saja pada warga Jakarta, tapi bahkan se-nusantara, untuk mempersepsikan Anies seperti manusia yang telah memilih menjadi manusia gagal. Absurd. Memilih menjadi manusia gagal bisa disebut sebuah proyek dengan memakai jasa manusia, yang diprogram khusus guna menyerang Anies Baswedan. Proyek yang tampaknya tak akan berhenti, sampai memastikan Anies gagal dicapreskan. Maka, intensitas penyerangan akan dibuat makin dahsyat, guna mengubah mindset publik dalam melihat warisan karya Anies yang fenomenal, itu sebagai karya gagal. Jika mungkin, apa yang sudah dihasilkan Anies \"dirusak\" hingga tak berbekas. Sebuah kecenderungan jahat bisa saja terjadi. Dan, memilih menjadi manusia gagal, sepertinya siap untuk mengerjakan itu semua. Kita lihat saja nanti, dan bagaimana perlawanan akal sehat memastikan itu semua. Oh ya, apakah manusia yang memilih menjadi manusia gagal, ini bisa diserupakan dengan buzzer atau influencer. Bisa juga jika ingin diserupakan demikian. Karena sama-sama punya daya rusak yang kuat untuk Anies Baswedan. Hanya saja \"memilih\" menjadi manusia gagal, pelakunya dibuat menjadi lebih luas. Mereka pun tidak harus dibayar dengan uang, tapi jabatan yang diduduki dibuat aman, bahkan jika aktif mempersekusi Anies, bisa dipromosikan pada jabatan yang lebih tinggi. Tidaklah perlu heran jika ada anggota komisaris BUMN yang juga nyambi memilih menyerang Anies Baswedan. Rusak! (*)
Aktualisasi Resolusi Jihad Masa Kini
Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222 tentang Presidential Threshold 20% telah menyimpang dari konstitusi. Begitu pula penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah untuk masa dua tahun. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta DI mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 ialah seruan KH Hasyim Asy’ari kepada para ulama dan santri pondok pesantren di berbagai penjuru Indonesia untuk membulatkan tekad melakukan jihad membela tanah air melawan penjajah yang berpuncak pada pertempuran 10 November 1945 di Kota Surabaya. Munculnya resolusi jihad tidak dapat dipisahkan dari peristiwa-peristiwa sejarah sebelumnya. Setelah kemenangan Tentara Sekutu atas Jepang yang ditandai dengan menyerahnya Jepang tanpa syarat pada 14 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan secara de facto pada tanggal 17 Agustus 1945. Hari berikutnya, Indonesia menetapkan Undang-Undang dan Pemerintahan Indonesia serta Lembaga Legislatif (PPKI), sehingga dinyatakan merdeka secara de jure. Pendaratan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di Indonesia memicu kemarahan rakyat Indonesia yang tak rela untuk dijajah kembali oleh Belanda. Saat itu Indonesia tengah mempertahankan kemerdekaan dari tekanan penjajah. Beragam upaya dan provokasi dilakukan dalam menggoyahkan kemerdekaan Indonesia. Kondisi yang kian memanas mendorong Presiden Soekarno untuk berkonsultasi kepada KH Hasyim Asy’ari yang mempunyai pengaruh di hadapan para ulama. Melalui utusannya, Presiden Soekarno menanyakan hukum mempertahankan kemerdekaan. KH Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa umat Islam harus melakukan pembelaan terhadap tanah air dari ancaman asing. Pada tanggal 21-22 Oktober 1945 KH Hasyim Asy’ari berinsiatif melakukan rapat konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura di Bubutan, Surabaya. Lahirlah keputusan bernama Resolusi Jihad. Resolusi Jihad menyatakan perjuangan untuk merdeka adalah perang suci (jihad). Resolusi tersebut ditetapkan sebagai persiapan rakyat menolak pendudukan kembali Belanda yang tergabung dalam NICA. Pemerintah Republik Indonesia pun menyebarkan Resolusi Jihad melalui surat kabar pada 26 Oktober 1945. Berikut isi teks asli fatwa resolusi. Bismillahirrochmanir Rochim Resoloesi: Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsoel2) Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seloeroeh Djawa-Madoera pada tanggal 21-22 October 1945 di Soerabaja. Mendengar: Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeroeh Djawa-Madoera ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan ‘Alim Oelama di tempatnja masing-masing oentoek mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAOELATAN NEGARA REPOEBLIK INDONESIA MERDEKA. Menimbang: a. Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik Indonesia menurut hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe kewadjiban bagi tiap2 orang Islam. b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Oemmat Islam. Mengingat: 1. Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang menganggoe ketentraman oemoem. 2. Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan maksoed melanggar kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia. 3. Bahwa pertempoeran2 itu sebagian besar telah dilakoekan oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet hoekoem Agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja. 4. Bahwa di dalam menghadapai sekalian kedjadian2 itoe perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari Pemerintah Repoeblik Indonesia jang sesoeai dengan kedjadian terseboet. Memoetoeskan: 1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja. 2. Seoapaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabilillah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam. Soerabaja, 22 Oktober 1945 Resolusi Jihad dikukuhkan dalam Muktamar XVI NU di Purwokerto pada tanggal 26-29 Maret 1946 yang menegaskan sikap NU dalam membela kemerdekaan Indonesia sebagai berikut. Resolusi Jihad NU 1. Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 harus dipertahankan.2. Pemerintah RI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dipertahankan dengan harta maupun jiwa. 3. Musuh-musuh Indonesia, khususnya orang-orang Belanda yang kembali ke Indonesia dengan menumpang pasukan Sekutu (Inggris), sangat mungkin ingin menjajah kembali bangsa Indonesia setelah Jepang ditaklukkan. 4. Umat Islam, khususnya warga NU, harus siap bertempur melawan Belanda dan sekutu mereka yang berusaha untuk menguasai Indonesia kembali. 5. Kewajiban jihad merupakan keharusan bagi setiap Muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer (sama jaraknya dengan qashar, di mana meringkas shalat boleh ditunaikan oleh Muslim santri). 6. Mereka yang berada di luar radius itu mempunyai tanggung jawab mendukung saudara-saudara Muslim mereka yang tengah berjuang dalam radius tersebut. Presiden Joko Widodo menetapkan Resolusi Jihad sebagai tonggak Hari Santri Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 guna mendorong semangat santri untuk mempertahankan kemerdekaan. Dalam perspektif Islam jihad fi sabilillah merupakan pengejawantahan iman, sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran, Orang-orang mukmin ialah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tak pernah ragu, berjuang di jalan Allah dengan harta dan nyawa. Mereka itulah orang-orang yang tulus hati. (QS Al-Hujurat/49:15) Mukmin berpredikat sebagai umat terbaik, mengemban amanat menunaikan tugas amar makruf nahi munkar di tengah umat manusia. Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk segenap manusia, menyuruh orang berbuat benar, dan melarang perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, niscaya baiklah bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan mereka orang fasik. (QS Ali Imran/3:110). Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menyaksikan kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya, tetapi itulah selemah-lemah iman”. (HR Muslim) Allah swt berpesan dalam Al-Quran, Katakanlah, “Kalau kamu mencintai Allah, ikutilah aku; Allah akan mencintai kamu dan mengampuni segala dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran/3:31) Allah SWT menjelaskan karakter orang-orang munafik yang berlawanan secara diametral dengan orang-orang mukmin sebagai berikut. Kaum munafik, laki-laki dan perempuan, mempunyai saling pengertian satu dengan yang lain; mereka menganjurkan yang mungkar, dan melarang yang makruf; dan mereka menggenggam tangan. Mereka telah melupakan Allah, dan Dia pun melupakan mereka. Golongan orang munafik itulah orang-orang fasik. (QS At-Taubah/9:67) Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, saling menjadi pelindung satu sama lain. Mereka menganjurkan yang makruf, dan melarang yang mungkar, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, serta patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan mendapat rahmat Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS At-Taubah/91:71) Dalam konteks kekinian santri dipanggil untuk mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari rongrongan apa saja dan dari penjajahan siapa saja. Santri niscaya berjihad melawan korupsi, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta segala penyimpangan dari pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan empat kali, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002 telah menyimpang dari jiwa UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945, dan dari nilai-nilai Pancasila. Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat dengan system one man one vote (satu orang satu suara) menyimpang dari sila keempat Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222 tentang Presidential Threshold 20% telah menyimpang dari konstitusi. Begitu pula penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah untuk masa dua tahun. Menjadi tanggung jawab bersama untuk mengembalikan UUD NRI 1945 pada relnya. Masih ada dan cukup waktu untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala-kepala Daerah sebelum perhelatan akbar nasional Pemilihan Presiden 2024! Allah SWT berpesan dalam Al-Quran, Katakanlah, “Bekerjalah demi kebaikan, Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang Maha Tahu segala uang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah/9:105) Gajah mati meninggalkan gading; Harimau mati meninggalkan belang; Manusia mati meninggalkan jasa; Selamat Hari Santri Nasional. (*)
Habis Anies Terbitlah Heru
Jika benar, keterlambatan mencalonkan Anies karena kalah cepat dengan pengumuman tersangka oleh KPK akan membuat Anies sulit masuk ke gelanggang politik. Oleh: Djohermansyah Djohan, Pendiri Institut Otonomi Daerah (i-OTDA) TANGGAL 16 Oktober 2022 genap Anies Rasyid Baswedan selama lima tahun menjabat Gubernur Jakarta. Periode pertamanya memimpin ibu kota selesai. Tapi tidak ada pemilihan umum setelah Anies lengser. Pemilihan Gubernur Jakarta baru akan digelar 2024 karena Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Nomor 10/2016 mewajibkan pemilu secara serentak di 541 daerah otonom pada 27 November 2024. Pemilihan kepala daerah serentak ini mengikuti tata waktu pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang disatukan penyelenggaraannya pada 14 Februari 2024. Menurut para penyusun UU Pemilihan Kepala Daerah, pemilu serentak bertujuan menyederhanakan pemilu dan agar keriaan demokrasi ini berjalan efisien. Kemudian, siapa yang menggantikan Anies memimpin DKI Jakarta selama dua tahun mendatang? Di sinilah pangkal soalnya. Pembuat UU Pilkada tidak hati-hati, baik disengaja ataupun tak sengaja, mengatur jabatan kosong yang telah ditinggalkan kepala daerah yang pemilihannya tak klop dengan jadwal pemilu serentak dengan menunjuk penjabat dari kalangan pegawai negeri sipil. Penunjukan ini akan berakibat pada legitimasi kepala daerah. Sesuai amanah konstitusi, UU Pilkada seharusnya menyediakan mekanisme pemilihan oleh DPRD atau memperpanjang masa jabatan kepala daerah hingga terselenggara pemilu berikutnya. Mengangkat pegawai negeri sipil oleh Presiden atau Menteri Dalam Negeri, selain mencederai demokrasi, juga rawan konflik kepentingan. Terlebih lagi di masa jabatan kepala daerah yang ditunjuk itu ada pemilu legislatif dan pemilihan kepala daerah. Sudah bukan rahasia lagi penjabat dari kalangan PNS selama ini gampang disetir dan ditunggangi kepentingan politik. Di daerah, pada era demokrasi elektoral kini, faktor figur kepala daerah sangat menentukan. Dia menjadi lokomotif dalam melakukan transformasi. Suatu daerah bisa maju, jalan di tempat, atau malah mundur, bila salah memilih pemimpin kepala pemerintahannya. Karena itu pejabat yang berwenang mengangkatnya perlu hati-hati dan hendaknya menjadikan kriteria baku sebagai pedoman penunjukannya. Di samping itu, sejak 2007, warga Jakarta telah memilih sendiri secara langsung gubernurnya. Pada tahun itu sebagian besar penduduk Jakarta memilih Fauzi Bowo, seorang birokrat pemerintahan DKI Jakarta yang berkarier dari staf biasa hingga menjabat Sekretaris Daerah. Ia dikalahkan Wali Kota Solo Joko Widodo saat maju sebagai petahana di periode kedua. Dalam pemilihan kepala daerah 2017, Anies Baswedan mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama, wakil Jokowi yang melaju ke kursi presiden pada 2019. Rektor Universitas Paramadina yang menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menjadi DKI-1 mengalahkan Basuki lewat pertarungan sengit yang diwarnai politik identitas. Semua itu adalah proses demokrasi yang seharusnya tak diabaikan begitu saja oleh para pembuat undang-undang kita. Kini masa jabatan Anies Baswedan selesai. Menurut ketentuan pasal 201 ayat 10 UU Pilkada Nomor 10/2016, jabatan gubernur harus diisi oleh pegawai negeri yang menyandang jabatan setara eselon 1. Semula hanya Menteri Dalam Negeri yang bisa mengusulkan tiga nama calon pelaksana tugas gubernur kepada presiden. Belakangan atas desakan masyarakat, DPRD boleh pula mengajukan tiga nama. Tiga nama yang diusulkan DPRD DKI Jakarta kepada Presiden Jokowi adalah Heru Budi Hartono, Kepala Sekretariat Presiden yang pernah menjadi Wali Kota Jakarta Utara; Marullah Matali, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta yang pernah menjabat Wali Kota Jakarta Barat; dan Bachtiar, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri yang pernah menjadi penjabat Gubernur Kepulauan Riau. Dalam sidang tim penilai akhir (TPA) pada 6 Oktober 2022, Presiden Jokowi memutuskan Heru Budi Hartono sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta. Berarti dia dianggap “clean” dan cakap memimpin DKI Jakarta. Jika ada beberapa kasus hukum yang berkaitan dengan Heru Budi seperti disuarakan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), TPA tentu telah membahasnya dengan teliti. Nyatanya, Presiden telah menjatuhkan pilihan siapa yang memimpin Jakarta dua tahun ke depan. Naiknya Heru Budi menjadi DKI-1 memunculkan kesan “gubernur rasa Istana” untuk menunjukkan dulu ada “gubernur rasa Menteri Dalam Negeri”. Pada pilkada 2017, Jokowi juga mendapuk Heru Budi berpasangan dengan Basuki namun gagal. Butuh lima tahun Jokowi bisa menunaikan cita-citanya mengangkat Heru jadi Gubernur Jakarta. Setelah melantiknya, Jokowi berpesan agar Heru mengendalikan banjir Jakarta, menurunkan kemacetan melalui integrasi transportasi publik, juga membereskan tata ruang. Tugas lain adalah memfinalkan APBD DKI Jakarta 2023 paling lambat 30 Nopember 2022 ini. Dalam konteks itu, kemampuan Heru meyakinkan DPRD DKI Jakarta bakal diuji, sehingga anggaran bisa diketok tepat waktu. Dua tugas penting lain Heru Budi Hartono adalah memfasilitasi kepindahan ibu kota negara Nusantara dari Jakarta ke Kalimantan Timur dan mendukung kelancaran pemilihan legislator dan pemilihan presiden 14 Februari 2024 serta pemilihan Gubernur Jakarta 27 November 2024. Sebagai “orang Istana” rasanya Heru Budi Hartono tak akan banyak kesulitan menanganinya, karena ia punya akses ke pucuk kekuasaan, pengelola otorita Nusantara, para menteri dan pimpinan lembaga sipil dan militer. Sebagai pegawai negeri, Heru tentu wajib netral, tidak memolitisasi aparatur sipil negara, dan tidak mencalonkan diri menjadi gubernur Jakarta pada 2024. Bagaimana nasib Anies Baswedan? Di luar soal keberhasilannya menata Jakarta, meluaskan transportasi publik, menurunkan kemacetan, ia juga pemimpin yang kontroversial. Guna mewujudkan mimpi membuat Jakarta jadi kota global, pada 14 Juni 2022 ia menggelar balapan Formula E dengan alokasi biaya hajatan sekitar Rp 380 miliar. Belakangan KPK memeriksa Anies untuk menyelidiki dugaan korupsi di ajang balapan mobil listrik itu. KPK kabarnya segera menetapkan Anies Baswedan sebagai tersangka korupsi. Menurut majalah Tempo, rencana pengumuman itu yang membuat Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh buru-buru mengumumkan Anies sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024. Jika benar, keterlambatan mencalonkan Anies karena kalah cepat dengan pengumuman tersangka oleh KPK akan membuat Anies sulit masuk ke gelanggang politik. Dari kursi gubernur Jakarta kini Anies Baswedan terlempar ke kursi calon presiden. Bila hasil surveinya menanjak, koalisi partai pengusung berhasil dibentuk, dan calon wakil presiden yang dipilihnya bisa menambah suara, Anies berpeluang besar memenangi pemilihan presiden 2024. Berarti, ia meneruskan jejak Joko Widodo yang naik ke kursi Presiden dari jabatan gubernur DKI Jakarta. Kalau Anies Baswedan kalah dan tak jadi calon presiden, jika mau, ia masih terbuka peluang ikut lagi berlaga di pemilihan Gubernur Jakarta untuk periode kedua. Tapi ia harus menunggu pemilihan berikutnya setelah keriuhan pemilihan presiden beres akibat kekacauan desain Pemilu serentak dalam UU Pemilihan Kepala Daerah. (*)
Ketika Rakyat Rindukan Perubahan
Bahkan Mendagri Tito Karnavian – yang di mata publik sangat Jokowi sentris dalam artian berseberangan dengan Anies – mengakui kesuksesan cucu pahlawan nasional AR Baswedan itu. Oleh: Nasmay L. Anas, Wartawan Senior Harian Jawa Pos DI tengah sebaran hoax oleh para buzerRp, ternyata animo masyarakat terhadap pencapresan Anies Baswedan begitu luar biasa. Karenanya tidak terbayangkan lagi bahwa Anies hanyalah mantan Gubernur DKI Jakarta. Yang memang ibukota negara. Tapi dibandingkan dengan luas kepulauan Nusantara, ianya hanyalah sebuah titik kecil saja. Sebuah noktah merah dalam peta wilayah Republik Indonesia. Tak pelak hal ini tentu menimbulkan pertanyaan: Mengapa Anies begitu digandrungi? Ada apa, sehingga begitu luasnya dukungan dari berbagai kalangan di seantero bumi Nusantara? Tidak hanya di Jakarta, atau pulau Jawa saja. Tapi bahkan menyebar dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya dari mereka yang menyaksikan perjalanan politik Anies. Minimal 10-20 tahun terakhir. Tapi bahkan juga dari mereka yang mungkin sama sekali belum pernah mendengar nama tokoh idola ini. Melihat kecenderungan itu, tak banyak yang dapat dikomentari. Kecuali, rakyat seantero Nusantara sangat mengharapkan adanya perubahan. Tidak hanya perubahan bagi perbaikan kehidupan mereka. Tapi juga perubahan secara menyeluruh. Pertama, dari tata kelola pemerintahan. Kedua, perubahan sosok yang mengendalikan kekuasaan. Sesuai arah kebijakan yang pernah dilakukan. Menurut kacamata rakyat banyak, tentu saja. Apakah kebijakan yang ada selama ini berpihak kepada mereka atau tidak? Dan dari semua harapan dan asa yang terkandung di hati rakyat banyak, tampaknya perubahan yang kedua itulah yang paling ditunggu-tunggu. Karena, selama tujuh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, rakyat merasakan kehidupan yang semakin sulit. Sebagai akibat dari kebijakan yang centang prenang. Sekali lagi, di mata rakyat banyak, tentu saja. Meskipun pemerintah selalu mengatakan telah berusaha keras untuk menjalankan roda pemerintahan dengan sebaik-baiknya. Di tengah suasana yang ada sekarang ini, ternyata sejumlah nama telah ditampilkan sebagai para calon presiden yang akan datang. Paling tidak masa 5 tahun pasca 2024. Spanduk mereka yang ingin namanya dikenal masyarakat luas – dan tentu saja berharap sebagai yang terbanyak akan dicoblos rakyat pada Pemilu 2024 nanti – telah tersebar di mana-mana. Di pojok-pojok jalan di pusat kota. Bahkan sampai ke jalan-jalan di daerah pelosok yang jauh. Dengan senyuman sumringah terbaiknya. Berikut janji-janji bila terpilih nanti. Yang semuanya berjanji akan mengangkat harkat dan martabat rakyat banyak. Seperti yang pernah dilontarkan Jokowi menjelang pemilu 2014 dan 2019. Satu hal yang paling penting diingat, tentu saja, bahwa rakyat tidak ingin tertipu lagi. Baik oleh janji-janji manis yang hanya manis di bibir saja, tapi juga yang terlalu pahit dalam kenyataan. Begitu juga oleh sosok yang selalu ditampilkan. Yang begitu terkesan sederhana. Sangat merakyat. Sampai menjadi satu-satunya calon presiden di muka bumi yang berani masuk gorong-gorong. Sebagai gambaran akan siap bermandikan lumpur dan kotoran demi kesejahteraaan rakyat. Yang pada kenyataannya, sangat jauh panggang dari api. Semua itu telah terpatri dalam benak rakyat selama 7 tahun terakhir ini. Dengan kenyataan, hampir semua janji tidak ditepati. Termasuk janji akan mensejahterakan kehidupan rakyat. Dengan membuat ekonomi meroket. Tidak akan menambah hutang. Tidak akan bagi-bagi kekuasaan. Dan, akan membuka 10 juta lapangan pekerjaan. Dan sejumlah janji manis yang lain. Yang terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Hanya Anies Baswedan Perasaan kecewa yang begitu rupa dan semakin meningkatnya ketidak-percayaan publik terhadap penguasa, membuat rakyat mengharapkan sesuatu yang lain. Tepatnya, rakyat rindu perubahan. Agar penguasa nanti berpihak kepada mereka. Tidak ingin mendengar pada saatnya nanti ada yang bilang: Penguasa lebih peduli kepentingan oligarki dari pada kepentingan rakyat yang telah menjatuhkan pilihan untuknya dalam dua kali pemilu terdahulu. Dan, di antara sejumlah nama yang sudah beredar sebagai Capres Republik Indonesia ke depan, ternyata hanya Anies Baswedan yang memperlihatkan kecenderungan yang mungkin akan memenuhi harapan mereka. Hal ini tidak didasarkan subyektifitas kepada sosok maupun kepribadian Anies semata-semata. Yang tak perlu ditampilkan kesederhanaannya dari dandanan yang mirip rakyat jelata. Apalagi untuk ikut-ikutan masuk gorong-gorong segala. Tapi lebih-lebih pada figur yang siap bekerja keras untuk kemajuan seluruh anak bangsa. Tak peduli apa pun suku, agama, ras maupun etnisitasnya. Yang mungkin lebih mampu membebaskan diri dari pengaruh oligarki. Baik oligarki politik maupun ekonomi. Seperti yang telah diperlihatkannya ketika lima tahun memimpin ibukota Jakarta. Dan yang paling penting, dialah satu-satunya calon yang diharapkan akan mampu merajut kembali tata kelola pemerintahan, ke arah yang lebih baik. Yang terbebas dari pengaruh dan tekanan partai koalisi. Membangun kembali kepercayaan publik, dengan memperbaiki kondisi sosial ekonomi yang begitu terpuruk. Meningkatkan penegakan hukum. Kalau perlu dengan mengganti orang-orang yang tidak kompeten. Dan, mendorong dilakukannya perbaikan ketentuan undang-undang dasar, selepas amandemen undang-undang yang kebablasan pasca reformasi. Begitu juga, meluruskan tupoksi sejumlah lembaga – semisal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK) – yang kesannya cenderung jadi alat penguasa. Lalu, the last but not least, menghilangkan keterbelahan anak bangsa. Yang sejauh ini terjadi karena kebijakan penguasa membayar para buzzer. Demi memperbaiki citra yang terpuruk dan menghadapi serangan lawan-lawan politik. Di balik alasan mengapa orang merindukan sosok pemimpin seperti Anies tidak lain karena prestasi yang telah ditorehkannya selama lima tahun memimpin ibukota Jakarta. Terutama karena Anies telah memenuhi hampir seluruh janji kampanyenya. Hal ini antara lain dapat dilihat dari paparan Sosiolog Musni Umar. Yang menilai Anies Baswedan sukses membangun Ibu Kota dalam 5 tahun kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal tersebut disampaikan Musni dalam tulisannya berjudul \'Refleksi 5 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan: Sukses Bangun Jakarta Tanpa Penggusuran, Barnis For Anies 2024\'. “Dalam refleksi 5 tahun kepemimpinan Anies Baswedan memimpin Jakarta, kita bisa lihat berbagai kemajuan yang diwujudkan,” tulis Musni, seperti dikutip Sabtu (15/10/2022). Menurutnya, kesuksesan Anies membangun Jakarta bisa dilihat dari berbagai macam bidang, baik itu bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, transportasi, pembangunan infrastruktur, hingga revitalisasi sejumlah kawasan dan lainnya. Secara lebih rinci Musni menyebut, keberhasilan Anies merealisasikan program melindungi perempuan dan anak-anak Jakarta dari praktik pelecehan, kekerasan dan diskriminasi, serta praktik perdagangan orang dengan mengaktifkan 267 Rumah Aman. Mewujudkan pembukaan 200.000 lapangan kerja dengan mengaktifkan 44 pos pengembangan kewirausahaan warga. Dalam upaya menghasilkan 200.000 pewirausaha baru selama 5 tahun. Anies juga membangun sistem transportasi umum terpadu. Dalam bentuk interkoneksi antar moda dan perbaikan model manajemen layanan transportasi massal. Begitu juga membangun kembali Kota Tua yang diubah namanya menjadi kawasan Batavia. Membangun 377 taman kota, termasuk Tebet Eco Park dan Taman Literasi Christina Martha Tiahahu Blok M yang sangat disukai warga Jakarta. Dan, di antara legacy Anies yang paling fenomenal, kata sosiolog kondang itu, ialah pembangunan Jakarta Internasional Stadium (JIS) dan Sirkuit Taman Impian Jaya Ancol, yang sukses luar biasa menyelenggarakan balap mobil Formula E. Sekarang, meski para buzzerRp tak henti-henti melecehkan kinerja mantan Gubernur DKI Jakarta itu, namun mata hati dan mata kepala rakyat dapat melihat dengan terang benderang. Bukti nyata sukses kepemimpinan Anies di Jakarta. Yang mandiri dan terbebas dari pengaruh maupun tekanan pihak mana pun. Bahkan, Mendagri Tito Karnavian – yang di mata publik sangat Jokowi sentris dalam artian berseberangan dengan Anies – mengakui kesuksesan cucu pahlawan nasional AR Baswedan itu. Ketika bicara di Kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Senin (17/10/2022), Tito mengatakan, permasalahan di Jakarta sangat kompleks. Tapi Anies dapat menyelesaikannya dengan husnul khatimah. (*)
Anti Klimaks Soekarnoisme
Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Terlepas pro dan kontra serta polemik di seputar kehidupan dan sejarah yang menulis tentang figurnya, Soekarno telah lama menjadi ikon dari ideologi kebangsaan yang kuat melekat pada republik ini. Sayangnya setelah setengah abad kepergiannya, pemikirannya yang masih hidup dan biasa disebut dengan Soekarnoisme atau Marhaenisme itu, lebih kental menjadi komoditas politik oleh keluarga ataupun pengikutnya. Dipakai sebagai alat perdagangan dan transaksi kekuasaan oleh PDIP ataupun petualang politik pragmatis yang menggelutinya. Spiritnya hanya sebatas simbol dan sekedar jargon semata. Para Soekarnois itu, justru lebih suka membunuh Soekarno berkali-kali bahkan setelah kematiannya. Kalangan nasionalis kini sedang digugat. Pada sejarah masa lalunya, maupun tindak-tanduknya di masa kini. Sempat menjadi sumber energi dan bagai api yang menyala-nyala tak pernah padam. Ideologi nasionalis sempat mencapai puncak kejayaannya, tatkala bangsa ini dalam semangat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Menghidupkan revolusi Indonesia melawan penindasan dari kolonialisme dan imperialisme. Membebaskan rakyatnya dari belenggu penjajahan, tak peduli berapapun harganya tak peduli darah dan nyawa dikorbankan. Namun tak lama usai kemerdekaan dikumandangkan, nasionalisme di tangan pemimpin-pemimpin yang ego, ambisius dan cinta dunia. Telah mewujud menjadi nasionalisme yang \"chauvanistic\" dan cenderung \"facism\". Nasionalisme yang menggantikan kolonialisme dan imperialisme itu sendiri, melahirkan diktatorian dan otoriterian bagi rakyatnya sendiri. Kini setelah 76 tahun menghirup alam kemerdekaan, apa yang terjadi?. Nasionalisme menjadi seperti ayam sayur. Sebuah masakan yang sering menjadi ilustrasi sifat pecundang dan kekerdilan. Gagah berani mengobarkan semangat patriotis mengusir penjajahan di masa lampau, seiring waktu rakyat hanya menjadi menjadi korban dari kekuatan liberaliasi dan sekulerisasi yang sejatinya menjadi representasi kapitalisme modern. Nasionalisme nyaris tak mampu hadir atau menunjukkan keberadaanya saat negara dalam cengkeraman kekuasaan bangsa asing dan bangsa aseng. Pancasila, UUD 1945 dan NKRI terus diperkosa dan teraniaya oleh ideologi yang tak pernah terpikul dan dipikur oleh naturnya Indonesia. Ekonomi, politik dan hukum begitu tak berwibawa, bahkan kehilangan harga diri dan martabatnya, rakyat hanya menjadi bangsa kuli di atas kuli. Simbol sekaligus jargon nasionalis yang dulu kuat melekat pada pemimpin dan tokoh-tokoh kebangsaan terutama pada figur Soekarno. Menjadikan figur Soekarno seperti magnit yang menyatukan kekuatan revolusioner pada masanya. Kiri, kanan dan tengah sebagai istilah instrumen perlawanan mengusir penjajahan. Martchs Vorming Soekarno menyebutnya, meskipun pada akhirnya semua kekuatan yang menentang imperialisme dan kolonialisme disebutnya sebagai kelompok kiri. Dari situ domain dan irisan Soekarno tidak pernah lepas dari keyakinan dan pengaruh kekuatan kiri, yang dianggap berbasis pemikiran Karl Marx yang kemudian ditafsirkan sebagai ideologi komunis. Setelah orde lama, orde baru dan 24 tahun perjalanan reformasi. Konstelasi dan konfigurasi politik aliran dan ideologi itu, tak pernah surut mengiringi episode panjang drama dan konflik Indonesia sejauh ini. Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno bukan hanya sebagai salah seorang pendiri bangsa dan proklamator kemerdekaan Indonesia. Bung Karno juga menjadi presiden yang berkuasa dengan durasi cukup lama, sembari berkontribusi besar bagi dunia antara lain ikut mendirikan gerakan kekuatan non blok, menggagas Konferensi Asia Afrika ( KAA), pidato Pancasila yang menggetarkan sebagai ideologi alternatif dunia di Sidang Umum PBB, dlsb. Performans pribadinya juga menguat dengan pelbagai julukan yang memesona seperti pemimpin besar revolusi, penyambung lidah rakyat dan penggali Pancasila. Beragam pesona pada dirinya itu pada akhirnya membuat Bung Karno terjebak pada pertarungan dan kepentingan blok barat dan blok timur yang kala itu mengusung era perang dingin. Bung Karno harus jatuh dari kekuasaannya, ketika gagal memainkan politik luar negeri dalam rangka membangun kepentingan nasional dan menjaga keseimbangan dari pengaruh pendulum ideologi kapitalisme dan komunisme yang menguasai dunia. Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang begitu dibangga-banggakan Soekarno, harus terbelenggu, porak poranda dan bahkan mengalami kehancuran bukan karena semata sebab dampak perang dingin yang dimotori Amerika dan Uni Soviet. Negara yang kaya dan besar secara aspek geografis, geopolitis dan geostrategis, harus mengalami degradasi bahkan kemunduran peradaban akibat pertikaian dua kekuatan adidaya tersebut. Kepemimpinan berkarakter Bung Karno yang gagal menciptakan keharmonisan dan keselarasan kehidupan politik dsn ekonomi di dalam negeri. Juga posisi tawar negara dalam pergulatan dua ideologi paling berpengaruh demi menguatkan posisi Indonesia di luar dan di dalam negeri, menjadi faktor penting yang memicu tamatnya kekuasaan Bung Karno, tragedi kemanusiaan dan Indonesia berada di titik nadir. Peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965, menjadi indikator kelalaian kalau belum bisa dibilang kesalahan Bung Karno, selain dari hadirnya kompetisi dan pemenang pertarungan ideologi kapitalisme dan komunisme yang berimplikasi pada penaklukan Indonesia. Mengulang Sejarah Konstelasi dan konfigurasi politik dan ekonomi dalam pemerintahan orde lama dibawah kepemimpinan Soekarno menjelang kejatuhannya. Menunjukkan betapa sulitnya mengatur suatu negara sekaligus tampil ekspresif dalam pergaulan internasional, sekalipun pemimpin sekelas Bung Karno. Usia kemerdekaan negara yang belum genap 20 tahun pada saat itu, membuktikan konsolidasi nasional menjadi begitu penting dan utama ketimbang mengedepankan eksistensialis dan agresifitas pada percaturan global. Terlebih melawan negara-negara yang menjadi episentrum kapitalisme dan menyuburkan imperialisme dan kolonialisme dunia. Sikap tidak konsisten Bung Karno pada gerakan non blok yang diperjuangkannya sendiri. Membuat Bung Karno membawa Indonesia ke jurang marabahaya, dengan terlalu intim pada negara komunis yang menjadi representasi kekuatan blok timur. Tanpa disadari Bung Karno, afiliasi politik dan ekonomi yang condong ke Uni Soviet di saat geliat perang dingin, signifikan membangun resistensi kekuatan blok barat yang diwakili Amerika dan negara-negara sekutunya. Praktis politik luar negeri yang demikian menjadikan Indonesia pada akhirnya hanya sebagai negara yang menjadi irisan sekaligus etalase konflik internasional. Indonesia bukan hanya negara yang menarik ditinjau karena faktor taktis dan strategis, menyangkut kekayaan sumber daya alam serta sebagai faktor stabilisator regional dan internasional. Negeri yang bisa disebut baru seumur jagung dan terlalu lama dijajah itu, telah menjadi boneka cantik yang harus direbut dan dikuasai negara-negara kapital dunia. Bung Karno, terlepas dari kekhilafannnya sebagai manusia, harus lenger dengan begitu terpuruk hingga di akhir hayatnya. Meninggalkan hitam putih perjuangannya, hitam putih sejarahnya serta hitam putih kebaikan dan kesalahannya sebagai seorang yang tetap juga sebagai manusia meskipun menjadi pemimpin sekaliber dunia. Bung Karno yang terlalu dalam berinteraksi dan menjadi daya dukung utama kekuatan komunis saat menampilkan karakter kepemimpinan yang anti imperislisme dan kolonialisme. Harus jatuh menghadapi teori dan politik konspirasi. Betapapun fenomenal dan unik Bung Karno mengisi panggung politik perhelatan pergaulan dunia saat itu, Bung Karno adalah pemimpin yang keras kepala dan tak mudah menghentikan ambisinya. Bung Karno tetap kopeh mempertahankan dan bahkan melindungi PKI sebagai anasir komunisme internasional dalam perjalanan pemerintahannya. Realitas itu yang membawa dampak buruk bagi Indonesia bukan hanya soal krisis ideologi, lebih dari itu melahirkan krisis multidimensi kenegaraan dan kebangsaan. Politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan hingga keutuhan dan keselamatan Indonesia juga dipertaruhkan. Indonesia nyaris tenggelam setidaknya Pancasila, UUD 1945 dan NKRI mengalami situasi genting pada masa itu. Pemberontakan PKI tahun 1965 menghancurkan segalanya dan memulai segalanya, hingga Indonesia kekinian. Sejarah yang kemudian juga tak kalah hebatnya dalam dinamika politik dan ekonomi, yang diisi dan ditulis sendiri oleh kekuasaan orde baru. Orde lama dan orde baru telah tergusur dari pentas dan panggung politik utama secara formal dan normatif. Namun secara substansi, keyakinan-keyakinan ideologi keduanya tak pernah mati. Orde lama yang kental dicap sebagai komunis dan orde baru yang dituduh sangat kapitalistik, merupakan kekuatan laten yang tak pernah mati hingga era reformasi bergulir. Kedua irisan ideologi besar dunia itu seakan menjadi keniscayaan bagi proses penyelenggaraan dan keberlangsungan negara Indonesia. Landasan dan semangat yang berpijak pada pengamalan Pancasila, pelaksanaan UUD 1945 dan mewujudkan NKRI sebagaimana cita-cita proklamasi, terbukti sekedar basa-basi dan menjadi pepesan kosong. Eksistensi negara tak ubahnya seperti pemerintahan kolonial, rezim berwatak militeristik dan anti demokrasi. Sementara rakyatnya hidup menderita menjadi menjadi korban distorsi kekuasaan. Rakyat Indonesia harus pasrah dan rela menjadi korban dari eksploitasi manusia atas manusia dan eksploitasi bangsa atas bangsa baik yang dilakukan oleh bangsa asing maupun bangsanya sendiri. Kini setelah hampir 25 tahun reformasi bergulir, Indonesia tak berubah, tetap menjadi negara pecundang. Bahkan jauh lebih buruk dari orde lama dan orde baru. Sendi-sendi kehidupan negara yang fundamental dan prinsip telah hancur lebur. Pancasila telah mati setidaknya mati suri, konstitusi porak poranda dan yang paling miris ketika moral bangsa pada titik terendah menghinggapi bukan saja pada aparat, pejabat dan para pemimpin, penyakit ahlak yang kronis dan akut juga telah mewabah hingga ke rakyat jelata di semua penjuru. Hipokrit, penghianatan, ketidakjujuran, perilaku sadis dan dzolim hingga cinta harta, tahta dan dunia telah meresap ke tulang sumsum dan menjadi karakter manusia Indonesia. Bangsa ini secara perlahan dan masif telah berubah menjadi bangsa pembunuh dan menghalalkan segala cara untuk memuadkan nafsu syahwat atas harta, tahta dan wanita. Kritik Oto Kritik Soekarnoisme Antitesis Soekarno, sepertinya akan mengusik diskursus kemapanan politik dan ideologi kebangsaan yang selama ini didominasi oleh faham nasionalis. Bergenre nasionalis Soekarnois atau nasionalis, selain nasionalis religius dan religius nasionalis Marhaenis. Dengan menjadi platform kebangsaan yang sudah pasti menjadi landasan pemerintahan rezim siapapun yang berkuasa. Tak ubahnya warisan ideologi yang harus terus dipelihara dan abadi, ideologi nasionalis tak akan pernah tergantikan oleh pemahaman kebangsaan apapun. Nasionalisme yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Soekarno dan cenderung berhaluan kiri itu, seakan menjadi abadi, hidup terus sepanjang negara bangsa Indonesia ada. Tak boleh ada perdebatan lagi, tak boleh diganggu dan tak boleh dipertentangkan lagi. Konsensus nasional bervisi kebangsaan yang menjadi representasi piagam Jakarta, telah menetapkan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI sebagai nilai-nilai yang baku dan mutlak bagi proses perjalanan dan eksistensi republik. Seperti yang terus hingga kini terdengar begitu bising dan hiruk pikuk dengan teriakan Pancasila harga mati dan NKRI harga mati serta saya Pancasila dan saya NKRI. Sayangnya, semua itu hanya kamuflase dan manipulasi Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Sesungguhnya praktek-praktek penyelenggaraan negara dihidupkan oleh kekuatan kapitalisme dan komunisme global. Metamorfosis dari perang dingin yang diwakili blok Amerika dan Uni Soviet di masa lampau, seiring waktu menampilkan kedigdayaan Amerika dan Cina di era modern. Secara hakiki, perang dingin dalam wujud neoliberalisme masih menyelimuti Indonesia. Nasionalisme Soekarnois atau nasionalisme Marhaenis bersama instrumen nasionals sekuler lainnya yang terbukti gagal dan mengalami kebuntuan. Pada prskteknya masih dipertahankan oleh trah entitas politik seperti PDIP dan kompatriotnya dalam pelbagai insitusi negara baik dalam kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun kekuatan media, organisasi massa dan stage holder lainnya. Ideologi Soekarno atau identik dengan Marhaenisme, langgeng dan terus melenggang menjadi pemilik otoritas prinsip-prinsip pemerintahan dan tata kelola negara. Tak peduli betapapun betapa nilai-nilai kapitalistik dan komunis terus menggerogoti tafsir dan manifesto pemikiran Soekarno. Kenyataannya, penyelenggaraan negara dijalankan dengan prinsip-prinsip kapatalistik dan Marxis. Selain Amerika liberal dan sekuler, Cina yang komunis dan mulai intens mengadopsi kapitalisme. Keduanya negara super power itu tak terbantahkan telah menjadi nekolim atau penjajah baru bagi negeri yang sebagian rakyatnya memuja mengagungkan ideologi Soekarno atau Marhaenisme, yang dulu sangat menentangnya. Sementara tak ada tempat dan waktu bagi tafsir nasionalisme yang lain, terlebih bagi Islam yang selalu marginal yang sejatinya menjabarkan peradaban manusia dan dunia, lebih dari sekedar nasionalisme dan internasionalisme. Saatnya, rakyat membuka mata dan hati, saatnya bangsa ini sadar dari \'koma\' panjang. Bahwasanya nasionalisme Indonesia telah mengalami kebangkrutan dan kegagalan. Soekarno dengan ideologi Marhaenis boleh jadi sangat baik dalam pemikiran tapi boleh jadi sangat buruk dalam implementasinya. Secara historis dan empiris, terbukti tidak menjadi obat bagi persoalan peradaban manusia dan kehidupan dunia, khususnya bsgi rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Satu lagi hal yang paling mendasar, pentingnya memudakan pengertian nasionalisme yang lebih sederhana, segar dan menyehatkan bagi kesadaran ideologi dan politik di bumi nusantara ini. Harus ada pengertian dan toleransi bagi semua anak bangsa, terutama para pelaku politik dan pemangku kepentingan publik. Persefrktif ideologi dan kebangsaan tidak boleh dipaksakan seolah-olah nasionalisme itu hanya berasal dan bersumber dari pemikiran atau ideologi Soekarno. Hanya PDIP sebagai pewaris dan yang paling Seoekarnois. Termasuk tidak sempit dan picik mengaggap orang-orang Soekarnois itu mutlak paling nasionalis, atau sebaliknya yang nasionalis itu selalu harus Soekarnois. Terlebih ketika euforia Soekarnoisme melalui geliat PDIP justru pada prakteknya menimbulkan keterputukan bangsa. Ya, dengan situasi dan kondisi rakyat, negara dan bangsa Indonesia sekarang ini. Bisa dibilang determinasi ideologi Soekarnoisme justru berujung anti klimaks. (*)