OPINI

Empat Fitnah kepada Umat Islam

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MESKI menjadi umat mayoritas di negara Indonesia, akan tetapi umat Islam secara politik tidak dalam posisi sentral. Alih-alih ikut menentukan dan mengatur arah bangsa justru yang terjadi saat ini menjadi entitas yang selalu dibuat resah oleh perilaku pengambil kebijakan politik.  Elemen demokrasi yang realitanya tidak berdaya menghadapi oligarki.  Lebih jauh umat Islam pun menjadi sasaran fitnah yang sebenarnya tidak perlu. Fitnah yang tidak bagus dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan bangsa.  Empat fitnah yang meski tidak  pernah diungkap secara eksplisit namun dapat dirasakan sasaran akhirnya.  Pertama, terorisme. Berawal dari isu global konflik peradaban. Kelompok Islam yang ditarget adalah Al Qaida pimpinan Osama bin Laden. Afganistan, Irak, Suriah dan Yaman diobrak abrik. Dunia Islam termasuk Indonesia dipenuhi rekayasa kemunculan teroris-teroris \"amatir\". Terakhir perempuan berjilbab berhijab berpistol FN di depan Istana. Seperti ada disain baku bahwa teroris itu harus beratribut Islam.  Kedua, radikalisme. Fitnah berbiaya lebih murah dibanding proyek terorisme. Dihembuskan akan bahaya sikap radikal yang mengarah pada terorisme. BNPT yang seharusnya khusus mengurus terorisme kini sibuk ribut soal radikalisme. Proyek deradikalisasi dicanangkan dengan terma moderasi beragama. Sayangnya yang diwaspadai hanya kelompok Islam atau bagian dari umat Islam. Kemendikbud dan Kemenag menjadi garda depan program moderasi beragama. Hantu itu dibuat untuk menakut-nakuti.  Ketiga, intoleransi. Satu paket dengan radikalisme. Sikap tidak dapat menerima perbedaan. Konon anti kemajemukan. Satu dua orang yang berprisip demikian digeneralisasi sebagai sikap umum. Tentu tidak adil. Umat Islam yang meyakini hanya agamanya yang benar dimasukkan ke dalam sikap intoleran. Racunnya adalah semua agama itu  mengajarkan kebenaran. Semua agama benar.  Keempat, politik identitas. Ini yang aktual dijadikan semburan fitnah baru. Serangannya tetap kepada atribut keagamaan. Jika figur, Capres misalnya, mendapat dukungan dari umat Islam, maka itu disebut sebagai politik identitas. Pelekatan Islam pada kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik merupakan politik identitas. Sementara tempelan untuk agama lain tidak. Presiden yang tidak nempat memakai pakaian adat bukan politik identitas. Tidak ada politik identitas pada sekularisme, nasionalisme sempit, nativisme bahkan atheisme. Berjuang untuk LGBT juga bukan.  Fitnah kepada umat Islam itu sebenarnya bagian dari apa yang disebut dengan Islamophobia. Jika Mahfud MD menyatakan bahwa Pemerintah tidak memiliki sikap Islamophobia yang ada hanya di masyarakat, maka pernyataan itu bohong dan mengaburkan.  Sepanjang isu terorisme, radikalisme, intoleransi dan politik identitas terus digaungkan oleh Pemerintah dengan sasaran bagian dari umat Islam, maka Pemerintahan dimana Mahfud MD itu ada di dalamnya adalah Pemerintahan Islamophobia.  Rezim Jokowi nyata-nyata Islamophobist.  Stop fitnah umat Islam, hentikan isu terorisme, radikalisme, intoleransi dan politik identitas yang semata diarahkan kepada umat Islam. Indonesia adalah negara Pancasila. Kontribusi umat Islam sangat besar. Indonesia bukan negara sekuler, atheis atau komunis.  Atau mungkin negara ini memang sudah dikuasai oleh pemimpin negara yang berwatak komunis ? Benci dan takut pada agama Islam . Lalu menjadi tukang fitnah.  Bandung, 4 Nopember 2022

Penyakit Itu Bernama Wahan

Diakui atau tidak, sadar atau tidak, bahwa kehinaan demi kehinaan telah menyelimuti kehidupan Umat ini. Dan itu terjadi hampir dalam semua lini kehidupan. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation DALAM sebuah haditsnya Rasulullah SAW pernah memprediksi bahwa Umat ini suatu ketika akan menjadi bagaikan “buih” di tengah lautan. Terombang-ambing seiring tiupan angin yang berlalu. Di hadits yang lain disebutkan bahwa suatu masa Umat ini akan menjadi bagaikan “sepotong daging” (lezat) yang diperebutkan oleh anjing-anjing (yang kelaparan). Di hadits pertama para sahabat bertanya: “Apakah ketika itu kita sedikit (minoritas) ya Rasulullah?” Beliau menjawab: bahkan kalian ketika itu banyak (mayoritas). Tapi saat itu kalian dihinggapi penyakit “wahan”. Sahabat kembali bertanya: “apa itu wahan ya Rasulullah?” Baginda Rasul menjawab: cinta dunia dan benci (takut) mati”. Informasi yang disampaikan oleh Rasulullah di atas terasa semakin nyata ketika kita mau dan berani membuka mata kesadaran bahwa Umat ini memang sedang dihinggapi penyakit itu. Penyakit yang terindikasi oleh tendensi “materialistik” dengan mengabaikan nilai-nilai ukhrawi (spiritualitas). Ketika Rasulullah menjawab tentang apa itu wahan sesungguhnya beliau tidak memberikan arti kata maupun defenisi dari kata itu. Justeru yang beliau sampaikan adalah indikator atau penyebab terjadinya penyakit wahan itu. Seolah beliau ingin menyampaikan bahwa terjadinya penyakit wahan ini disebabkan oleh “حب الدنيا وكراهية الموت\" (cinta dunia, takut mati). Cinta dunia adalah penggambaran situasi kejiwaan (mental state) manusia yang sangat terkungkung oleh tendensi duniawi. Penyebutan cinta dunia ini  merupakan penggambaran dari cara pandang kehidupan manusia yang materialis dan bersifat sementara. Dalam bahasa kininya “cinta dunia” ini lebih dikenal dengan cara pandang atau konsep hidup yang materialis. Pahamnya dikenal dengan materialisme. Perilakunya dikenal dengan materislistik. Dalam bahasa Arab lebih dikenal dengan “المادية” atau cara pandang kehidupan yang dibatasi oleh hal-hal yang bersifat fisikal. Dengan demikian peringatan Rasulullah SAW tentang penyebab penyakit tadi sesungguhnya ada pada konsep kehidupan manusia yang saat ini telah mendominasi dunia, hampir tanpa kecuali. Paham materialisme seolah menjadi “diin” (jalan hidup) yang menguasai dunia. Dan Umat ini telah terpenjara di dalam paham itu. Untuk itu, dengan sendirinya sudah pasti penyakit wahan itu menjadi penyakit kronis yang menimpa Umat ini. Penyakit yang menjadikannya tidak memiliki posisi (stand) yang jelas dan tegas dalam merespon berbagai pergerakan global masa kini. Jika kita lihat lebih dekat lagi, sebenarnya kata “wahan” itu memiliki koneksi dengan kata “kehinaan” (hinatun). Kata ini juga memiliki konotasi yang dekat dengan kata “hayyin” (هين) yang bermakna lemah (tidak memiliki sofistikasi). Saya tidak bermaksud menggali derivasi kata ini. Tapi intinya adalah bahwa Umat ini sejak masa Rasulullah SAW telah diprediksi akan menderita penyakit wahan. Dan wahan dapat dimaknai sebagai kehinaan, rendah diri, atau situasi di mana Umat ini kehilangan “izzah” (kemuliaan). Diakui atau tidak, sadar atau tidak, bahwa kehinaan demi kehinaan telah menyelimuti kehidupan Umat ini. Dan, itu terjadi hampir dalam semua lini kehidupan. Di bidang perekonomian Umat tetinggal bahkan sering jadi sapi perahan. Secara militer jadi obyek dagang dan uji coba peralatan militer dunia. Secara ilmu dan tekonologi sangat terbelakang. Secara politik seringkali jadi mainan dunia global dan kekuatan dunia. Bahkan, secara sosial budaya jadi obyek kapitalisasi budaya orang lain. Dan semua itu terjadi karena cinta dunia tanpa kontrol (materialisme) yang mengakibatkan hilangnya harga diri (kemuliaan). Tanpa harga diri dan perasaan mulia dengan agama ini Umat tidak akan punya pegangan yang kuat (العروة الوثقي). Akibatnya, Umat hanya akan terbawa arus kekuatan dunia sesuai keinginan dan kepentingan mereka. Masanya membuka mata! NYC Subway, 2 Nopember 2022. (*)

Ketika Indonesia dan Presiden Jokowi Mendapat Mandat Memimpin Dunia

Bagaimana bisa Indonesia menjalankan. Apakah Indonesia mampu? Setahu kita, dunia sudah mampu gayuh sepeda 100 km, Indonesia merasa dirinya hanya bisa gayuh sepeda 2 km. Bagaimana memimpin? Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) INDONESIA memimpin dunia sudah benar, Presiden Jokowi sudah dilantik sebagai G20 Presidency, dan Indonesia telah diangkat menjadi Climate Change Super Power. Percaya tidak percaya, ini merupakan takdirnya Indonesia dan Jokowi. Secara spiritual ini wahyu jagat telah turun. Banyak yang mengira ini bukanlah sebuah posisi yang penting, bahkan ini cuma giliran kepemimpinan G20. Pandangan demikian sah-sah saja. Namun, dari sisi geopolitik saat ini dugaan semacam itu keliru. Karena ini adalah ujian terakhir bagi G20. Kredibel, kuat atau cuma dahan rapuh atau kerupuk. Selain itu, ini untuk pertama kali Indonesia berada pada posisi kepemimpinan yang sejalan dengan kebutuhan geopolitik dengan pembukaan UUD 1945, yakni menjaga ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karenanya butuh cara yang benar, satu cara saja bagi Indonesia untuk menuntaskan amanahnya. Kesempatan yang tidak akan datang lagi, kalau sekarang tidak bisa menjalankan, maka tidak akan pernah bisa apa-apa. Jokowi mesti berpikir keras, satu cara bisa tuntaskan banyak masalah. Satu kali dayung 7000 kilometer lebih panjang Indonesia terlampaui, jadi cara apa yang bisa dilakukan Indonesia – Jokowi? Coba kita perhatikan bagaimana kepemimpinan dunia pernah terjadi dalam sejarah modern yang kita dengar. Pertama, harus dipimpin atau dipandu oleh sebuah falsafah dan ideologi. Sebuah cara pandang baru yang merupakan jalan yang harus ditempuh dan itu tentu saja menjadi tawaran Indonesia. Selanjutnya yang kedua adalah strategi, yakni sebuah konstitusi baru dunia, konstitusi bersama yang jika dipegang secara konsisten maka masih ada peluang dunia selamat. Sebaliknya, jika tidak konsisten dan konsekuen maka dunia terus meluncur ke arah jurang sebagaimana yang terjadi sekarang sedang meluncur deras ke jurang. Ada yang berpegangan pada pohon, dahan, dan ranting yang telah rapuh. Pegangan yang lain belum disediakan oleh Indonesia. Ketiga, Indonesia harus dapat menyediakan uang. Untuk bisa menyediakan uang maka ada tiga cara yang bisa ditempuh oleh Indonesia yakni: Pertama, Indonesia harus membuat uang yang dapat digunakan seluruh dunia untuk dapat keluar dari masalah tidak adanya uang untuk menjalankan sistem baru yang ditawarkan indonesia. Kedua, kalau tidak bisa membuat uang maka Indonesia harus mencari uang. Ketiga, kalau tidak bisa mencari uang maka Indonensia harus meminta semua orang mengumpulkan uang. Tapi menjadi pemimpin kalau cuma bisa meminta orang mengumpulkan uang, wibawa pemimpin itu tidak ada. Pemimpin tidak boleh menjadi pengengemis, apalagi mengemis kepada yang sedang susah. Setelah selesai dalam masalah uang, maka harus membangun organisasi kerja multilateral yang kuat, tangguh dipercaya, dan mempunyai kredibilitas untuk menjalankan strategi yang ada. Di dunia ini terdiri jua dari orang tidak baik. Orang orang yang punya uang tapi membuat kerusakan. Juga, ada orang baik, tapi tidak punya kekuatan untuk berbuat kebaikan. Inilah fungsi organisasi baru yang akan dibangun. Organisasi yang mengurus perusahaan, mengurus negara dan mengurus seluruh anggota masyarakat dunia. Tapi mungkin pemerintah Indonesia, Jokowi bingung bagaimana memimpin dunia, bukan hanya memimpin negara-negara, tapi memimpin masyarakat dunia. Bagaimana bisa Indonesia menjalankan. Apakah Indonesia mampu? Setahu kita, dunia sudah mampu gayuh sepeda 100 km, Indonesia merasa dirinya hanya bisa gayuh sepeda 2 km. Bagaimana memimpin? Begini saja dulu, coba tunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mau, dan bersedia mengemban amanah ini. Cara menunjukkan kemauan itu bisa dimulai dari APBN Indonesia dan dana CSR Indonesia akan dialokasikan untuk membiayai komunitas global yang mau mendedikasikan hidup mereka pada perbaikan dunia, membangun inisiatif iklim dan mendorong keterbukaan digitalisasi secara internasional bagi  transparansi.  Kalau belum punya uang bisa dimulai dengan membiayai Asia dulu, kalau uang masih sangat sedikit bisa dimulai dari Asean. Intinya mulai dengan menjadi pemimpin yang banyak memberi. Bagaimana sinuhun, iso apa ora? (*)

Orang Yang Paling Ikhlas Mengurus Sepakbola adalah Nirwan Bakrie

\'Pekerjaan saya ngurus bola, bisnis itu cuma hobi\', itulah quotation yang kerap didengar dari Nirwan Dermawan Bakrie tiga puluh tahun lalu. Ternyata masih berlaku hingga hari ini. Oleh: Rahmi Aries Nova |Wartawan Senior FNN AKHIR Mei lalu penulis menerima pesan via WhatsApp dari NDB --begitu sebutan untuk Nirwan Bakrie--, ia bertanya: Egy (Egy Maulana Vikri) keluar dari Senica (klubnya di Liga Slovakia), dia mau main di mana? Saat itu media baru memberitakan bahwa Klub FK Senica yang dihuni dua pemain Indonesia Egy dan Witan Sulaeman tengah mengalami masalah keuangan, yang menyebabkan dua pemain Indonesia yang bermain di sana memutuskan kontraknya alias keluar. Witan yang berstatus pemain pinjaman kembali ke klub asalnya di Liga Polandia Lechia Gdansk. Bagaimana dengan EgyTernyata itu cukup meresahkan bagi seorang NDB. Ia tidak mau pemain yang jadi salah motor tim nasional itu tidak punya klub. \"Persija mau Egy,\" cetusnya singkat. Dan saya pun menyampaikan keinginan NDB tersebut via agen Egy Dusan Bogdanovic. \"Saya tersanjung karena pemain saya diminati oleh orang yang telah banyak berkorban untuk sepakbola Indonesia,\" ungkap Dusan, agen yang lima pemainnya berstatus pemain nasional. Egy sendiri juga berterimakasih dengan tawaran itu, tapi ia masih ingin mengembangkan karirnya di Eropa. Kecewakah Nirwan Bakrie?. \"Alhamdulillah. Kalau bisa berkiprah di luar, paling baik itu.  Doa dan full usaha agar berhasil. Aamiin\", tulis NDB saat mendengar keputusan Egy setelah dua pekan menunggu. Ini hanya sebagian kecil saja cerita yang menggambarkan kecintaan seorang NDB pada sepakbola Indonesia. Saya sendiri selalu menyebut NDB adalah Bapak Industri Sepakbola Indonesia. Meski ia tak pernah klaim, tapi Liga Indonesia yang ada saat ini adalah \'karyanya\'. Saat klub-klub liga tidak boleh memakai lagi dana APBD karena katanya itu pintu masuk korupsi pejabat daerah (kenyataan korupsi makin merajalela hingga hari ini), NDB lah yang menjadi penyelamat hingga liga tetap bisa bergulir. Di tim nasional kontribusinya juga tak pernah berhenti. Baik secara langsung saat menjadi Ketua BTN (Badan Tim Nasional) PSSI atau lewat program-program Primavera, Baretti, dan SAD yang mengirim pemain-pemain terbaik berlatih di Italia dan Uruguay. Ia juga pernah membeli Klub Liga 2 Belgia Vise, yang tadinya diperuntukkan untuk pemain Indonesia yang ingin merumput di Eropa. Hebatnya semua dilakukan tanpa \'pamrih\', semata hanya ingin membangun sepakbola. NDB pun sadar itu bukan kerja ringan dan singkat, bahkan tak jarang ia malah jadi sasaran fitnah. Sebutan mafia bola kerap diarahkan ke dirinya, yang hanya ia tanggapi dengan senyum enteng saja. \"Sudah biar saja. Orang kan tidak tahu, jadi kita tidak perlu marah,\" jawabnya ringan. Pada akhirnya memang waktu membuktikan hanya ia yang bertahan di sepakbola hingga hari ini (lebih empat puluh tahun). Bahkan di usianya yang menginjak 71 tahun (1 November 2022) ia masih \'aktif\' mengurus Persija, tim elit yang kabarnya musim ini menganggarkan Rp 220 Miliar untuk mendatangkan pelatih dan pemain asing, serta pemain lokal. Ia juga menjadikan Persija sebagai akademi terbaik dengan banyaknya pemain muda Persija yang dipanggil ke tim nasional. Jadi agak aneh jika masyarakat sepakbola, PSSI, bahkan mungkin pemerintah kesulitan mencari figur yang pas untuk menggantikan Mochamad Iriawan alias Iwan Bule yang akan mundur dari kursi Ketua Umum PSSI lewat Kongres Luar Biasa (KLB) Maret mendatang. Hanya Nirwan Bakrie yang paling ikhlas mengurus sepakbola, hanya Nirwan Bakrie yang pantas duduk di kursi itu.

Solusi Resesi Global: Hukum Progresif dan Keadilan Substantif

Mana yang akan terbukti? Kebangkitan sistem kekhalifahan baru ataukah makin kokohnya raksasa India, China dan Amerika? Atau justru yang akan terjadi adalah Cycle of Fear: Oleh: Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo DIREKTUR Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, pernah memberikan komentar penting terkait ancaman resesi yang melanda dunia. Ia menyebut bahwa pelemahan ekonomi itu kemungkinan besar terjadi. Kristalina mengatakan prospek ekonomi global telah “gelap secara signifikan” sejak April 2022 lalu. Ia mengatakan bahwa IMF akan menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global di angka 3,6% untuk tahun 2022. Disebutkan bahwa resesi global ini disebabkan oleh beberapa hal yang terjadi secara hampir bersamaan. Seperti penyebaran inflasi yang lebih universal, kenaikan suku bunga yang lebih substansial, perlambatan pertumbuhan ekonomi China, dan meningkatnya sanksi terkait dengan perang Rusia di Ukraina. Beberapa riset menyebutkan bahwa resesi ekonomi kemungkinan besar terjadi tahun depan. Terbaru, analisa Nomura Holdings menyebutkan bahwa resesi akan dialami negara-negara ekonomi besar seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Australia, Korea Selatan (Korsel), dan juga zona Euro (Kepala Riset Pasar Global Nomura, Rob Subbaraman). Enam negara ini berisiko mengalami resesi yang lebih dalam dari perkiraan jika kenaikan suku bunga memicu kegagalan perumahan dan deleveraging,\" tulis laporan yang dijelaskan Subbaraman itu. Bagaimana dengan China? Subbaraman juga memberikan penjelasan terkait China. Menurutnya, China memiliki tren cukup aneh di mana kebijakan nol-Covid tetap diterapkan, sementara ekonominya diprediksi bebas dari resesi. Mungkin kita akan kagum dengan keadaan ini, dan boleh jadi hal ini sesuai Ramalan NIC bahwa di tahun 2020-an China Menjadi Raksasa dan ada pula Ramalan Khilafah Baru akan muncul. Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council/NIC) pada Desember 2004, “A New Caliphate provides an example of how a global movement fueled by radical religious identity politics could constitute a challenge to Western norms and values as the foundation of the global system” [Maping The Global Future: Report of the National Intelligence Council’s 2020 Project]. Dokumen ini berisikan prediksi atau ramalan tentang masa depan dunia tahun 2020 yang telah lalu. Dalam dokumen tersebut, NIC memperkirakan bahwa ada empat hal yang akan terjadi pada tahun 2020-an yakni: (1) Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia. China dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia; (2) Pax Americana: Dunia tetap dipimpin dan dikontrol oleh AS; (3) A New Chaliphate: Kebangkitan kembali Khilafah Islam, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat; (4) Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (fobia), yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia – kekerasan akan dibalas kekerasan. Dari dokumen tersebut jelas sekali bahwa negara-negara Barat meyakini bahwa Khilafah Islam akan bangkit kembali. Menurut mereka, Khilafah Islam tersebut akan mampu menghadapi hegemoni nilai-nilai peradaban Barat yang kapitalistik sekuler. Bagaimana dengan Indonesia? Tekanan inflasi tinggi di AS juga mendorong kenaikan suku bunga acuan lebih tinggi. Secara historis tekanan inflasi tinggi di AS direspon dengan kenaikan suku bunga acuan yang tinggi juga di Indonesia. Ini bisa berpotensi menimbulkan gejolak dan volatilitas karena peranan dollar Amerika Serikat di dalam transaksi dunia lebih dari 60% dan ini memberikan dampak signifikan ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kalau kita cermati megapa resesi global khususnya di bidang ekonomi adalah karena Potensi Kenaikan Hutang dan Bunga. Dua hal ini lekat dengan pengelolaan perekonomian berbasis Sistem Kapitalisme Sekuler yang jauh dari tuntunan Alloh dan dengan demikian pasti telah terjadi Krisis Spiritualitas. Runtuhnya Sebuah Negeri Bermula dari Krisis Spritualitas Jika anda bertanya, apa sebab peradaban dunia dewasa ini justru bergerak mengalami kemunduran? Sejak dari ancaman perubahan iklim, ancaman kelaparan (krisis pangan), ancaman peperangan dan ancaman dari berbagai wabah penyakit menular, maka salah satu jawabannya dapat ditemukan dalam Al-Qur\'an surah Al-Rum. Di dalam Surah ini, Allah SWT memberitahu sebab-musabab hancurnya kerajaan Persia dan Romawi yang pernah menjadi negara adidaya pada masanya. Jadi inilah sebab musabab runtuhnya dua kerajaan besar di masa lampau (Persia dan Romawi/Konstantinopel). Dari sisi kemajuan pembangunan infrastruktur (pisik/lahiriah), mereka memang terdepan. Ayat ini juga mengakui hal itu. Namun mereka lalai dalam urusan kehidupan akhirat. Pola kehidupan semacam ini akan berpengaruh pada Hukum-Hukum yang Ditetapkan dan Diterapkan, yakni Hukum yang tidak memiliki Dimensi Keluhuran melainkan hanya Berdimensi Duniawi yang hanya berdasarkan Konsensus manusia yang dzalim. Ini terjadi baik dalam sistem sosial komunisme maupun liberal kapitalisme. Keduanya Sekuler dan telah terbukti \"menyengsengsarakan\" umat manusia dengan tanda-tanda Resesi Global. Apa solusinya? Secara singkat dapat dikatakan kita harus kembali kepada Hukum Progresif yaitu Hukum yang berdimensi spritualitas kehidupan. Mengapa begitu? Karena dimensi spritualitas ini memiliki keluhuran, ketinggian, kemuliaan daripada dimensi duniawi. Dengan demikian, jika menghendaki Peradaban duniawi kokoh, memiliki kedudukan yang mulia, tinggi, berkeadaban dan tidak mudah Jatuh Dalam Resesi maka kehidupan spritualitas dalam suatu masyarakat hendaknya diperhatikan Dan Membingkai Hukum yang Ditetapkan dan Diterapkan. Hukum apa yang sangat Progresif itu? Tidak lain adalah Hukum Alloh, Syariah Islam yang agung dalam mengelola kehidupan dalam segala aspeknya yang jauh dari praktik Ribawi. Bagaimana bisa diterapkan? Apakah dalam negara demokrasi bisa? Bisa tetapi tidak kaffah dan cenderung Prasmanan sehingga sulit juga untuk berkelit dari ancaman Resesi Global. Satu-satunya cara untuk dapat terjadi penetapan dan penerapan Hukum Islam adalah Sistem Pemerintahan Islam Global yang disebut Kekhalifahan atau pun Imamah. Sistem Pemerintahan dengan Hukum Islam inilah yang akan menjamin hadirnya Keadilan Substantif. Namun, berdasarkan sejarah, kita harus sadar betul bahwa setiap negeri, setiap peradaban tumbuh dan berkembang dalam dua alam sekaligus, secara beriringan (paralel) dalam batas-batas waktu yang telah ditetapkan atasnya. Dan oleh sebab itu, pasti adanya bahwa setiap negeri, setiap peradaban memiliki durasi masa pertumbuhan, perkembangan, dan kejayaannya masing-masing, untuk selanjutnya mengalami keruntuhan pada waktu yang telah ditentukan (oleh Allah) atasnya. Artinya, kekuasaan itu dipergilirkan. Kebanyakan, pengabaian kehidupan spritual itu terjadi karena tiadanya keyakinan pada diri seorang individu bahwa pertemuan dengan Allah merupakan keniscayaan yang pasti akan terjadi. Dan karena itu, mereka abai untuk melakukan persiapan-persiapan menyambut saat tibanya masa pertemuan yang dijanjikan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan Resesi Global selalu berulang terjadi. Pertanyaannya adalah: Apakah meski terlambat Ramalan NIC akan terbukti dengan melihat fakta-fakta yang muncul sekarang ini? Mana yang akan terbukti? Kebangkitan sistem kekhalifahan baru ataukah makin kokohnya raksasa India, China dan Amerika? Atau justru yang akan terjadi adalah Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (fobia), yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia – kekerasan akan dibalas kekerasan. Tabik...!!! Semarang, Rabu: 2 November 2022. (*)

Magma dan Bara Revolusi Akan Meletus

Amarah rakyat akan terbakar dan meletus. Magma gunung akan meletus dan gelombang tsunami akan datang, revolusi akan muncul, bersamaan dengan lahirnya pemimpin Revolusi. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih “ALAM telah memutuskan bahwa apa yang tidak sanggup membela diri, tak akan dibela” (Ralp Waldo Emerson). “Saat ini Indonesia telah menjadi milik kaum elit, para borjuis – kapitalis Oligarki, bebas mengatur dan mengendalikan negara dengan suka cita menjadi ambtenaar”. Terpantau dari media sosial telah memancing amarah, kejengkelan, kepada rezim yang mengatur negara dengan ugal-ugalan. Suara keras dari moncong pengeras suara pendemo, meminta agar Presiden Joko Widodo bersedia menemuinya. Rezim justru menjauh mendengar aspirasi apalagi dialog dari hati ke hati dengan pimpinan demo. Dari balik Istana justru terdengar nyaring keangkuhan Jokowi mengatakan: “berapa lama kalian akan bertahan untuk berdemo”. Presiden keluar-masuk melalui pintu belakang Istana. Keangkuhan dan kesombongan terus muncul di saat rezim seharusnya bisa bersama rakyat bergandeng tangan menghadapi kondisi ekonomi dan politik negara yang makin runyam dan gelap. Kebuntuan komunikasi antara rakyat dengan rezim menimbulkan percikan api ketidakpuasan dan kekecewaan makin membesar, arahnya bisa menjadi bara magma menjelang saatnya lahir gerakan people power atau Revolusi. Keadaan bergerak menuju titik terendah, penderitaan rakyat makin meluas. Rezim putar lidah menakut-nakuti (riil memang menakutkan) dengan terus memberi sinyal keadaan akan makin gelap, dengan bahasa yang rakyat tidak semua paham makna arus pengaruh global ekonomi yang terus memburuk. Loh menakut-nakuti rakyat tercium bau busuk hanya akan dijadikan alasan menunda Pilpres 2024. Agar tetap berkuasa sebagai boneka Oligarki. Sekuat- kuatnya berbohong pasti akan terkena batunya, semuanya akan terbongkar. Pada situasi sulit dan ketika para praktisi, ahli dalam bidang masing-masing khususnya para pakar ekonomi memberi saran stop proyek mercusuar seperti infrastruktur, sperti IKN agar dihentikan sementara, rezim fokuslah menolong menyelamatkan ekonomi rakyat. Sifat pongah rezim tersebut justru balik memberi jalan keluar seperti sedang kesurupan, melesat jauh dari rasional dan akal sehat dengan balik memukul rakyat dengan cuap-cuap, “Silakan tanam singkong, makan keong, enceng gondok”. Kebuntuan memaksa dan terpaksa para pakar sementara tetap di tempat, mengisi waktunya terus berdiskusi teori-teori klasik mengatasi resesi global yang dari satu negara ke negara lain. Membahas realitas memang berat bagaimana mengatasi kondisi yang makin mencekam. Sekalipun muncul dengan pemikiran riilnya tetapi masih jauh dari memadai sebagai kekuatan moral mendesak rejim lebih realistis mengatasi keadaan yang makin kritis. Rakyat terus menimbun rasa amarah, tapi tak tahu akan ke mana salurannya, jalan keluarnya masih menemui tembok buntu. Dalam media sosial saling melupakan kemarahannya tanpa titik temu bahkan sering terjadi pertengkaran sendiri dalam ruang yang sama-sama pengap dan gelap. Kesadaran sesekali muncul suara galaknya ini, waktunya rezim harus turun atau diturunkan dengan gerakan revolusi. Sayang, semuanya belum terlihat menjadi kekuatan yang riil masih saling menunggu, berharap sesekali memerintah orang lain untuk segera bergerak. Anehnya antara yang memerintah dan diperintah sama-sama berada di tempat yang sama. Semestinya dialog-dialog teori harus disudahi, mewujud, dan beranjak dari ruang debat tanpa ujung, bergerak menuju ruang perumusan pergerakan untuk penyelesaian masalah. Masalah yang sudah terang-benderang sewajarnya harus metamorfosa menjadi sebuah gerakan. Karena terus dibahas ketika selera gaya analis makin kelelahan justru makin buram dan gelap, semestinya dirumuskan menjadi lebih terang dan realistis Kemurkaan rakyat akan membentuk gelombang tsunami, sekalipun saat ini belum menunjukkan tanda gerak-gerik mengarah menjadi gelombang dahsyat penggulingan rezim. Fakta semua masih bermain-main dengan dalil wait and see, sedang di situlah sebenarnya seorang pengecut bersembunyi dan tiarap. Mereka tetap terus menunggu momentum, tidak sadar momentum hanya akan datang dengan tangan-tangan, keringat, dan keberanian kita untuk bergerak berjuang merubah keadaan yang makin sulit. Revolusi memang tidak bisa dipercepat dan tidak bisa ditunda, kalau lahar magma gunung amarah rakyat sudah waktunya meletus pasti akan pecah gunung tersebut, lahar akan menyambar dan menerjang kemana-mana. Amarah rakyat akan terbakar dan meletus. Magma gunung akan meletus dan gelombang tsunami akan datang, revolusi akan muncul, bersamaan dengan lahirnya pemimpin Revolusi. “Kehidupan adalah suatu pertempuran panjang, kita harus berjuang dalam setiap langkahnya....” (Athur Schopenhuer) ... (*)

Mungkinkah PKS Tak Mengusung Anies?

Oleh: Yarifai Mappeaty - Pemerhati masalah sosial politik, tinggal di Makassar PERTANYAAN di atas diam-diam merambat di benak publik, lantaran sejauh ini PKS belum juga melakukan deklarasi mengusung Anies. Padahal, PKS dikenal sebagai partai pengusung dan pendukung utama Anies di Pilkada DKI 2017. Secara kasat mata, publik tak melihat  ada halangan bagi PKS untuk melakukan itu. Logikanya, sebagai partai oposisi, mestinya PKS menjadi partai pertama mendeklarasikan Anies. Faktanya tidak. Justeru Partai Nasdem yang notabene partai pendukung rezim, loncat duluan merebut momentum itu. Publik lantas mengira bahwa PKS sengaja mengulur waktu, dan memang enggan menjadi yang pertama. PKS tak mau menjadi bahan olok-olok dan bully-an para buzzerRp, “Partai kadrun mengusung kadrun.” Jika itu benar, maka sikap PKS yang demikian dapat dimaklumi. Bahkan hingga dua pekan berlalu pasca Partai Nasdem mendeklarasikan Anies, publik masih tetap haqqul yakin kalau PKS akan tetap mengusung Anies. Apalagi setelah PKS menolak tawaran dua pos menteri dari rezim, asal mau meninggalkan Anies, makin mempertebal keyakinan itu.  Tetapi tak lama kemudian, suasana kebatinan pendukung Anies, kaget, ketika PKS tiba-tiba menyodorkan Ahmad Heryawan (Aher), mantan Gubernur Jabar, sebagai calon pendamping Anies. Memang, masalahnya apa? Aher sudah tak sepopuler dulu, seperti pada lima atau sepuluh tahun lalu. Ia telah hilang dari percakapan publik. Hemat penulis, ada benarnya. Sebab jangankan publik awam, penulis saja yang relatif melek infomasi, baru tahu kalau Aher saat ini adalah Wakil Ketua Dewan Syuro PKS. Seingat penulis, dalam satu atau dua tahun terakhir, Aher tidak pernah disebut-sebut oleh Lembaga survei manapun. Kalau keterkenalannya saja sudah redup, bagaimana bisa punya elektabilitas memadai sehingga layak dipertimbangkan untuk menjadi calon pendamping Anies? Aher memang cukup kuat di Jabar, anggap saja begitu. Tetapi bagaimana di provinsi lain, Jatim, misalnya? Diyakini Aher sulit terjual di sana. Dan, perlu diingat bahwa sudah dua kali Pilpres, 2014 dan 2019, Jatim selalu menjadi penentu kemenangan. Padahal, kalau berpikirnya menang, mestinya Anies dicarikan sosok pendamping yang memiliki hubungan sosio-kultural dengan Jawa Timur. Toh, di Jabar, elektabilitas Anies sudah tak kalah dari kedua pesaingnya. Sosok potensial yang tepat untuk itu, mau tak mau, kita mesti menyebut Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Bersama Partai Demokrat dan juga faktor SBY tentunya, AHY memiliki basis relatif kuat di wilayah Mataraman yang meliputi Nganjuk, Ngawi, Blitar, Magetan, Pacitan, Kediri, Ponorogo, Madiun, dan Trengalek. Tak kalah penting, AHY dari sisi elektabilitas, nyaris semua Lembaga survei menempatkannya di urutan keempat. Bahkan dalam berbagai survei simulasi pasangan Capres - Cawapres, elektabilitas Anies - AHY tertinggi. Bahwa AHY adalah Ketum Partai Demokrat, kesampingkan dulu. Kalau mau menang, jangan bersikap partisan, tetapi tetap persisten pada kerangka koalisi. Demikian pula para pengamat, nyaris semua menilai duet Anies – AHY jauh lebih punya daya jual ketimbang Anies – Aher. Apakah PKS tidak menyadarinya? Mustahil. Inilah yang membuat publik belakangan ini ragu pada sikap PKS tatkala menyodorkan Aher. Bahkan timbul spekulasi kalau Aher akan dijadikan alasan bagi PKS untuk meninggalkan Anies. Mengapa PKS bersikap begitu? Ada yang melontar bahwa PKS pada dasarnya tak benar-benar berdaulat, tetapi telah dikontrol oleh pemilik modal besar. PKS boleh saja istiqomah dari godaan rezim, tetapi bagaimana kalau pemilik modal itu main mata dengan rezim? Inilah yang menghantui para diehard Anies. Terhadap semua spekulasi itu, penulis sendiri tak mau percaya, terlalu liar. Lagi pula wajar saja kalau PKS menyodorkan kadernya, sepanjang itu bukan “pokoknya”. Dan, jangan lupa pada sikap PKS yang telah membuktikan istiqomahnya pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Mendeklarasikan Anies bagi PKS, hanya soal waktu.

Menyoal Presiden Sebagai Kepala Negara Tanpa Konstitusi

 Padahal TNI adalah alat negara, bukan alat kekuasaan. Tetapi dalam UUD 2002 itu jelas tidak ada kata kepala negara, maka kekuasaan presiden bisa melakukan sekehendaknya. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila KETELEDORAN yang sangat fatal dalam mengganti UUD 1945 dengan UUD 2002, karena di dalam UUD 2002 tidak ada satu pasalpun tentang Presiden sebagai kepala negara. Negara Indonesia adalah negara hukum. Demikian bunyi Pasal 1 Ayat 3 Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Yang dimaksud negara hukum adalah negara yang di dalamnya terdapat berbagai aspek peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar. Indonesia juga negara yang berdasar pada konstitusi. Pengertian konstitusi secara umum adalah asas-asas dasar serta hukum suatu bangsa, negara atau kelompok sosial. Di mana yang menentukan kekuasaan, tugas pemerintah dan menjamin hak-hak tertentu bagi warganya. Bagi sebuah negara, konstitusi merupakan kumpulan doktrin serta praktik yang membentuk prinsip pengorganisasian fundamental. Kita bisa bayangkan jika kepala negara tidak diatur dengan jelas di dalam konstitusi, maka tentu akan menjadi tidak jelas batas kekuasaan dan bisa menjadi penyalagunaan wewenang. Di dalam UUD 1945 tentang kepala negara ada di penjelasan kekuasaan kepala negara pada pasal 10,11,12,13,14,15, UUD 1945 kekuasaan kepala negara itu dijelaskan pada penjelasan UUD 1945. Ketika UUD 1945 diamandemen rupanya pengamandemen lupa memasukkan Presiden sebagai Kepala Negara tentu saja ini sangat fatal dan bisa berujung salah tafsir dan penyalagunaan wewenang. UUD 1945 Pasal 10 Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Dalam pasal 10 Presiden sebagai apa kepala pemerintahan atau kepala negara tidak jelas sebab tidak ada pasal tentang kepala negara. Dalam situasi apa Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Kalau tidak ada penjelasan tentang kepala negara ini sangat gawat, sebab Presiden bisa menyeret TNI dalam kehendaknya atau sebagai alat politik untuk mempertahankan kekuasaannya. Padahal TNI adalah alat negara, bukan alat kekuasaan. Tetapi dalam UUD 2002 itu jelas tidak ada kata kepala negara, maka kekuasaan presiden bisa melakukan sekehendaknya. Dari kasus ini harusnya profesor tata negara itu sadar terjadi bahaya dalam kenegaraan kita tidak ada jalan lain kecuali kembali pada UUD 1945 dan Pancasila. Kebobrokan sistem demokrasi liberal yang justru merampas kedaulatan rakyat dan demokrasi dikuasai oligarki. (*)

Profesor Machfud MD dan Memedi Khilafah

Syariah tentang ekonomi sedang berkembang pesat Ekonomi Syariah dan lembaga keuangan syariah. Syariah tentang produk halal dijalankan oleh pemerintah. Bukannya semua ini hukum Khilafah. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila PERNYATAAN Menko Polhukam RI Mahfud MD menyindir semua pihak yang ingin mengganti demokrasi dan ideologi Pancasila di Bumi Tanah Air. Hal itu diungkapkan oleh Mahfud pada saat menghadiri acara Kongres Forum Rektor PTN se-Indonesia yang berlangsung di Universitas Airlangga, Surabaya, Ahad (30/10/2022). Memang perlu waspada ada yang ingin mengganti dengan khilafah tetapi itu baru impian. Sementara Prof Mahfud MD lupa bahwa negara ini sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 sudah tidak ada lagi ideologi Pancasila. Dan sejak itu sistem MPR diganti dengan Presidensil. Sehingga, kekuasaan diperebutkan dengan pertarungan banyak-banyakan suara, kalah-menang, kuat-kuatan, jelas bertentangan dengan Pancasila. Dongeng Khilafah tersebut hanya untuk menakut nakuti umat. Yang justru pernyataan soal khilafah dilontarkan di tengah pusatnya ilmu pengetahuan yaitu Forum Rektor. Apa yang membuat kita ketakutan terhadap Khilafah? Khilafah itu mau mengganti Ideologi Pancasila, partai bukan, kekuasaan juga tidak punya. Jadi memedi atau momok Khilafah itu sangat tidak rasional jika dijadikan alat untuk menakut-nakuti kaum cerdik pandai yang tergabung dalam Forum Rektor kan sangat tidak relevan, dan seharusnya Forum Rektor membuat kajian dan kritis terhadap keadaan bangsa dan negaranya saat ini. Mengapa ideologi Individualisme, Liberalis, dan Kapitalis dibiarkan mengganti Ideologi Pancasila? Bahkan, lebih gila lagi dengan menggunakan sistem Presidensil visi-misi negara diganti dengan visi-misi Presiden, Gubernur, Walikota, dan Bupati. Dengan begitu negara sudah tidak lagi bertujuan Masyarakat Yang Adil dan Makmur. Jadi negara ini sudah bukan negara yang di-Proklamasi-kan 17 Agustus 1945. Bahkan, hari ini Pancasila sudah tidak menjadi Ideologi Negara, bukannya Ideologi Negara berdasarkan Pancasila itu oleh pendiri negeri ini diuraikan pada Batang Tubuh UUD 1945. Bukannya negara berdasarkan Pancasila itu adalah negara Khilafah model Indonesia. Khilafah itu dasarnya Tauhid dan sistemnya Majelis. Negara berdasarkan Pancasila dasarnya Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhid ), sistemnya MPR (majelis). Jadi, negara berdasarkan Pancasila itu Khilafah model Indonesia, bukannya Syariah Islam dijalankan di negeri ini. Syariah tentang Pendidikan ada dari Taman Pendidikan Al Qur\'an sampai perguruan tinggi. Syariah tentang kehidupan muamala kawin cerai, bagi waris, negara mendirikan Pengadilan Agama. Syariah tentang ibadah negara ikut mengatur hari-hari besar keagamaan umat Islam, umroh, dan Haji diatur melalui pelayanan haji dan umroh. Syariah tentang ekonomi sedang berkembang pesat Ekonomi Syariah dan lembaga keuangan syariah. Syariah tentang produk halal dijalankan oleh pemerintah. Bukannya semua ini hukum Khilafah. Jadi tidak masuk akal jika Khilafah dijadikan memedi untuk menakut-nakuti bangsa ini. Sudahlah, sebaiknya berhenti membuat Islamophobia dengan memedi Khilafah. Lebih baik energi bangsa ini untuk mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 Asli agar kita tidak termasuk menjadi pengkhianat bangsa dan seharusnya Forum Rektor itu menjadi garda terdepan mengembalikan UUD 1945 dan Pancasila untuk menyelamatkan masa depan bangsa. (*)

Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Melanggar Konstitusi, Bisa Kena Tindak Pidana Korupsi

Dalam hal ini, sudah ada niat jahat (mens rea). Yaitu, sudah tahu bahwa semua ini melanggar konstitusi, tapi tetap dijalankan. Dan sudah ada tindakan dan perbuatan (actus reus), yaitu penggunaan keuangan daerah. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) TAHUN 2022 dan 2023 tidak ada pemilihan Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati maupun Walikota. Kepala Daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2022 dan 2023 tersebut akan diganti dengan Penjabat Kepala Daerah yang dipilih atau ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri. Jumlah Kepala Daerah yang habis masa Jabatannya pada 2022 berjumlah 101 Kepala Daerah, dan pada 2023 berjumlah 170 Kepala Daerah. Pengangkatan atau penunjukkan Kepala Daerah oleh Kementerian Dalam Negeri ini pada hakekatnya bertentangan dengan Konstitusi yang mewajibkan Kepala Daerah dipilih secara demokratis. Artinya, tidak boleh diangkat atau ditunjuk, oleh siapapun termasuk oleh presiden, sesuai perintah Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar (UUD) yang berbunyi: Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota “dipilih secara demokratis”. Bunyi Pasal 18 ayat (4) ini sangat jelas, tidak bisa ada interpretasi lain. Yaitu, dipilih secara demokratis, yang berarti pengangkatan atau penunjukkan Kepala Daerah, menurut konstitusi, tidak sah: alias melanggar konstitusi. Maka itu, sebagai konsekuensi, menurut konstitusi telah terjadi kekosongan pejabat Kepala Daerah, untuk daerah-daerah yang masa jabatan Kepala Daerahnya sudah habis pada 2022 ini. Karena, Penjabat Kepala Daerah yang diangkat atau ditunjuk tersebut, menurut konstitusi, tidak sah. Sehingga yang bersangkutan, menurut konstitusi, juga tidak sah bertindak atas nama pemerintah daerah. Artinya, semua tindakannya tidak sah, dan melanggar konstitusi dan hukum. Termasuk penggunaan keuangan daerah atau APBD juga tidak sah, sehingga bisa masuk kategori merugikan keuangan daerah (negara), yang mana masuk kategori tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, sudah ada niat jahat (mens rea). Yaitu, sudah tahu bahwa semua ini melanggar konstitusi, tapi tetap dijalankan. Dan sudah ada tindakan dan perbuatan (actus reus), yaitu penggunaan keuangan daerah. Semoga semua tindakan yang bertentangan dengan konstitusi ini dapat segera dikoreksi. Semoga semua pihak dapat menghormati dan mentaati konstitusi. Bangsa yang tidak taat konstitusi, bangsa yang dengan sengaja melanggar konstitusi, akan menuju bangsa gagal. (*)