OPINI

Anies Baswedan Setuju Dana Saweran Untuk Pilpres

Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN  BELUM lama ini saya menjumpai Anies Baswedan di kediamannya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Berbincang tentang banyak hal. Kami kilas balik ketika dia masih mahasiswa UGM di Yogyakarta. Waktu itu, sekitar 1990-an awal, saya bertugas di BBC London. Kalau ada aksi-aksi mahasiswa di Yogya, saya telefon Anies yang ketika itu adalah salah seorang pentolan gerakan mahasiswa. Cukup sering wawancara telefon dengan Anies semasa dia di bangku kuliah. Sekarang, saya ngobrol dengan Anies dalam posisinya sebagai calon presiden. Salah satu aspek yang menarik dalam percakapan dengan mantan gubernur DKI itu adalah soal pendanaan pilpres 2024 nanti. Partai NasDem sudah resmi mendeklarasikan Anies sebagai capres. Sedangkan dua partai lain, PKS dan Demokrat, yang juga mendukung Anies, masih belum menentukan sikap.  Dari mana uang besar untuk membiayai Anies ikut pilpres? Ini pertanyaan yang sangat krusial. Siapa yang bisa menjawab? Tidak ada yang bisa menjelaskan ini. Dan sangat mungkin NasDem belum tahu juga dari mana dana untuk Anies akan dicarikan. Bisa jadi PKS masih belum deklarasi karena faktor duit itu. Bagaimana dengan Demokrat? Partai ini kelihatannya punya duit. Tapi, mereka ingin memastikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketum Demokrat, mendapat posisi cawapres. Singkatnya, dana untuk Anies belum ada. Di sisi lain, Anies sendiri tidak bersedia kalau para pemodal besar, terutama orang-orang yang selama ini disebut Oligarki, ikut memodali dirinya di pilpres nanti. Barangkali, itulah sebabnya Anies menyambut gagasan dana saweran alias gotongroyong rakyat. Orang lain menyebut ini “crowd funding”. Sumbangan masyarakat luas. Tentang saweran ini, saya tanyakan kepada Anies sewaktu bincang-bincang dengan beliau. Dia setuju. Diperkirakan, publik akan siap berdonasi sesuai kemampuan. Mungkin yang menjadi masalah adalah pengorganisasiannya. Apakah akan dibuatkan rekening nasional atau dikelola secara regional; per provinsi atau bahkan per kabupaten/kota. Pada prinsipnya saweran ini akan menjadi model yang pas. Semua pendukung akan ikut sebagai pemegang saham (shareholder). Anies mengatakan, dia melihat sendiri antusias masyarakat untuk menyumbang. Dia ceritakan ketika seorang pedagang menengah mau menyerahkan sejumlah uang tunai kepadanya. Anies menyarankan agar si pengusaha membantu kegiatan para relawan di daerahnya saja. Begitu juga bagi para donatur lain. Disarakan agar berkolaborasi dengan para relawan setempat. Itu mengenai dana saweran untuk biaya Anies ikut pilpres. Saya juga tanyakan kepada Anies perihal sikap PKS dan Demokrat. Menurut Anies, waktu yang ada ini cukup panjang. Pendaftaran resmi masih jauh. Beliau memahami kalau kedua partai calon koalisi itu masih belum mendeklarasikan dukungannya. Meskipun masih banyak waktu, kalangan relawan dan pendukung Anies mengkhawatirkan langkah PKS dan Demokrat. Mereka menginginkan kepastian koalisi PT 20% (presidential threshold) –jumlah terendah di DPR yang harus mendukung Anies. Kalau ketiga partai mendukung, maka Anies terjamin 25% lebih. Bagaimana dengan proyek Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur? Apa kata Anies tentang ini? Sangat normatif. Anies menegaskan, kalau dia terpilih sebagai presiden, dia akan melaksanakan semua perintah UUD 1945 dan UU yang menjadi panduan kerja. Termasuklah UU tentang IKN. Ketika saya tanyakan apakah dia akan melanjutkan pembangunan IKN, jawaban Anies selalu menggambarkan bahwa dia akan taat hukum. Dia akan menjalankan amanat konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. IKN diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2022. Selanjutnya, bagaimana dengan oligarki bisnis dan oligarki politik yang bisa menjadi hambatan? Dalam bincang-bincang yang lumayan panjang itu, Anies menegaskan bahwa dia punya resep sendiri untuk menghadapi mereka. Pertama, pendekatan nurani. Kedua, pendekatan supremasi hukum. Ketiga, pendekatan ekologi (kondisi alam). Dengan pendekatan nurani, Anies akan berusaha memberikan pemahaman bahwa negara ini didirikan untuk menghadirkan keadilan sosial dan untuk kebersamaan. Para pengusaha besar, termasuk mereka yang disebut oligarki bisnis, bisa menikmati kekayaan Indonesia dengan bebas. Tetapi, ada kelompok lemah yang perlu dilindungi dan dibantu. Anies ingin mengimplementasikan motto “Membesarkan yang Kecil, Tanpa Mengecilkan yang Besar”. Pendekatan supremasi hukum tentu lebih mudah dimengerti. Semua orang, siapa pun dia, harus mematuhi ketentuan konstitusi dan undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya. Tertib hukum pasti akan menghasilkan keharmonisan dan keadilan. Di atas itu semua, pembuatan undang-undang dan peraturan pelaksananya haruslah melibatkan publik seluas mungkin. Jangan sampai ada pasal-pasal yang dipesan oleh pihak tertentu untuk melayani kepentinngan pribadi atau kelompok. Sedangkan pendekatan ekologi adalah kunci untuk menjaga negara ini agar tidak mengabaikan kerusakan lingkungan. Eksploitasi yang melanggar hukum dan melewati batas kewajaran akan menyebabkan kehancuran. Sekarang saja kehancuran di Kalimantan dan Sumatera sudah sangat mencemaskan. Yang diobrolkan dengan Pak Anies termasuk tudingan “politik identitas”. Artinya, Anies memainkan sentimen Islam untuk mendulang dukungan. Sebelum mengerucut ke tudigan itu, perlu disinggung sedikit mengapa “politik identitas” diasosiasikan dengan ekploitasi sentimen Islam? Padahal, ada juga eksploitasi identitas-identitas lain: identitas komunisme, identitas buruh, identitas kapitalisme, identitas kesukuan, dlsb. Intinya, tudingan “politik identitas” yang bermakna memainkan sentimen Islam sangat tidak relevan. Ini tudingan absurd. Sekarang, apakah benar Anies memainkan sentimen Islam? Mantan gubernur DKI itu mengatakan silakan cari jejak eksploitasi sentimen Islam selama lima (5) tahun memimpin Jakarta. Anies minta ditunjukkan kapan itu terjadi. Memang tidak akan dijumpai. Anies menjelaskan bahwa dia bergaul dengan dengan semua komponen dan lapisan masyarakat. Mulai dari yang paling kanan sampai yang paling kiri. Yang paling atas sampai yang paling bawah. Anies mengatakan dia dekat dengan tokoh Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Huchu, dll. Tetapi, ketika suatu kebijakan harus diterapkan tentulah ada asas proporsionalitas. Ada aspek kuantitatif sesuai fakta-fakta demografis. Anies menambahkan, bagi dia tudingan “politik identitas” yang bolak-balik digoreng oleh pihak-pihak yang tidak suka kepadanya itu hanyalah persepsi. Dia tidak pernah menjawab persepsi orang tentang dia dengan persepsi dia tentang dirinya. Anies menjawabnya dengan tindakan-tindakan selama lima tahun di Jakarta. “Persepsi itu tidak terbukti,” kata Anies. Ada “hakim” yang telah menjatuhkan putusan tentang kualitas pribadi Anies. Hakim itu berkumpul belasan atau ratusan ribu ketika Anies meninggalkan Balai Kota Jakarta pada 16 Oktober. Kemudian, ada puluhan ribu lagi “hakim” yang menjatuhkan vonis tentang siapa Anies ketika dia datang ke Medan pada 4 November. Selanjutnya, ribuah “hakim” lainnya menyambut Anies di Yogyakarta beberapa hari yang lalu.[] 17 November 2022.

Anies Effect dan Quo Vadis PAN

Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati Masalah Sosial Politik  JIKA boleh meminjam terminologi politik pembelahan berbasis identitas Ade Armando, maka, sebagai parpol bernuansa religius, mestinya PPP, PKS, dan PAN, menjadi partai pengusung Anies Baswedan pada Pilpres 2024. Sebab kalau tidak, ketiga partai itu boleh jadi akan dihukum oleh konstituennya. Kisah tragis tentang parpol dihukum konstituennya, sungguh bukan isapan jempol. Setidaknya PPP sudah mengalami di DKI Jakarta pada Pileg 2019. Kala itu, PPP ditinggal oleh konstituennya sehingga hanya menyisakan 1 kursi di DPRD DKI Jakarta. Padahal pada Pileg sebelumnya, 2014, PPP masih anteng dengan 10 kursi. Tragedi itu menimpa lantaran PPP memilih tak mengusung Anies pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Tentu saja pemilih partai berlambang ka’bah itu di DKI Jakarta menyesalkan. Akibatnya sungguh fatal, PPP nyaris tak mendapat kursi. Sebaliknya dialami PKS dan PAN. Sebagai Parpol pengusung Anies, PKS mendapatkan tambahan 5 kursi menjadi 16 kursi. Lantaran faktor “Anies effect”, Partai Gerindra saja, meski tak tergolong partai religius, pun mendapat tambahan 5 kursi menjadi 19 kursi.  Begitu pulan dengan PAN, bukan lagi beruntung. Tetapi benar-benar mendapatkan durian runtuh dari faktor Anies effect. Padahal, meski baru belakangan bergabung mendukung Anies diputaran kedua, PAN juga mendapat tambahan 5 kursi menjadi 9 kursi, menyalip posisi PKB, Golkar, dan Nasdem.  Apa pelajaran yang dapat dipetik dari pada itu? Adalah jangan sekali-kali mencoba membangkang terhadap keinginan konstituen. Sebab konstituen punya cara terbaik memberi penghargaan. Demikian pula sebaliknya, punya cara paling kejam memberi hukuman.  Tetapi kendati begitu, tampaknya para pemegang otoritas  partai tak belajar-belajar juga. Mereka lebih suka sekadar dekat dengan kekuasaan, ketimbang mendengarkan suara batin konstituennya. Sudah tahu kecenderungan di akar rumput, namun tetap saja pura-pura buta dan tuli. Sebuah survei yang dirilis baru-baru ini mempertegas kecenderungan itu. Di Jakarta, misalnya, Indostrategic menyuguhkan informasi menarik mengenai kecenderungan pemilih Parpol untuk memilih Anies pada Pilpres 2024.  Pemilih Partai Gerindra, 39,2% memilih Anies, lebih besar dari pada yang memilih Prabowo Subianto, yaitu, hanya 31,2%. Meskipun Muhaimin Iskandar telah dideklarasikan sebagai Capres, namun pemilih PKB lebih memilih Anies sebesar 34,8.  Pemilih Parpol terbesar memilih Anies adalah Partai Nasdem 62,3%;  Partai Demokrat, 66,3%; dan PKS, 70,2%. Yang menarik di sini adalah pemilih Nasdem. Tentu pada Pilgub DKI 2017, mayoritas tak memilih Anies. Tetapi saat ini terjadi perpindahan secara besar-besaran ke Anies.   Bagaimana dengan konstituen partai yang tergabung dalam Kolaisi Indonesia Bersatu (KIB)? Walaupun Golkar telah mendeklarasikan Airlangga Hartatro sebagai Capres, namun yang memilihnya hanya 1,4%. Sedangkan yang memilih Anies, 35,2%, jauh lebih besar.  Sementara itu, PPP yang meraih 175.935 suara pada Pileg 2019, setengahnya memilih Anies. Artinya, jika PPP kembali tak mengusung Anies kali ini, maka PPP diprediksi akan mengalami kebangkrutan tanpa ada satu pun kursi tersisa di DPRD DKI Jakarta. PAN yang meraih 375.882 suara, lebih dari setengahnya (55%) memilih Anies. Sekiranya PAN benar-benar tak  mengusung Anies, maka sangat mungkin akan mengalami nasib yang sama dengan PPP. Bayangkan kalau 55% itu pergi meninggalkan PAN, maka suara yang tersisa pun tak cukup untuk satu kursi.  Pada gilirannya, temuan Indostrategic di atas dapat pula dimaknai bahwa “Anies Effect” berpengaruh besar terhadap elektabiltas Parpol, terutama yang bernuansa religius. Di mana Parpol yang akan mengusung Anies akan menuai hasil positif. Sebaliknya pun begitu.  Tetapi sebenarnya, faktor Anies effect itu sudah diendus oleh Habil Marati, jauh hari sebelumnya. Itu sebabnya kader senior PPP tersebut mengambil langkah antisipatif, kalau-kalau pada akhirnya PPP benar-benar tak mengusung Anies. Habil Marati telah menyiapkan sekoci penyelamatan dengan membentuk Forum Ka’bah Membangun untuk mendukung Anies.  Di Partai Golkar, kondisinya mungkin sedikit berbeda.  Anies effect dapat menaikkan elektabiltas Golkar, tetapi tidak terlalu berpengaruh sebaliknya. Kalaupun terjadi penurunan elektabilitas, paling jauh akan menghuni kelompok Parpol papan tengah. Kendati begitu, namun tetap saja ada kekhawatiran di kalangan tokoh muda Golkar, lalu menginisiasi terbentuknya Go – Anies. Sedangkan PAN yang diperkirakan tak bakal mengusung Anies, kondisinya kurang lebih sama dengan PPP, di mana Anies effect sangat berpengaruh. Hal ini  dirasakan oleh kader-kader PAN yang berpotensi menjadi balal calon legislatif ketika turun ke daerah, yang kemudian membuat mereka merasa gamang. Bagaimana tidak. Di satu sisi, kondisi elektabilitas PAN terus merosot. Sementara di sisi lain, kepemimpinan Zulkifli Hasan selaku Ketua Umum, terbukti tak cukup kuat untuk mengangkat elektabilitas PAN.  Beberapa dari mereka terang-terangan menyebut bahwa PAN membutuhkan Anies effect. Jika tidak, maka besar kemungkinan PAN tak lolos parliament threshold, seperti yang diprediksi oleh hampir semua Lembaga survei. Tentu sangat disayangkan kalau parpol yang lahir dari rahim reformasi itu sampai terlempar dari Senayan.  So, seperti orang Makassar bilang, “Lakekomae PAN?” Quo vadis? Depok, 17 November 2022

Nilai Strategis Muktamar Muhammadiyah

Mengingat strategisnya Muktamar Muhammadiyah ke-48 ini, maka sudah semestinya warga Muhammadiyah, khususnya para kader mampu bersinergi dan memfokuskan perhatian pada kesuksesan penghelatan akbar organisasi berkemajuan di Indonesia ini. Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Keagamaan SETELAH menunda rencana pelaksanaan tahun 2020, maka Muktamar Muhammadiyah ke-48 akan direalisasikan tanggal 18-20 Nopember 2022. Tetap bertempat di Kota Solo, Jawa Tengah. Agenda rutin yang dilakukan lima tahunan ini tentu penting bagi pengembangan Muhammadiyah ke depan. Muktamar ke-48 memiliki nilai yang sangat strategis, sekurangnya: Pertama, menjadi ajang silaturahim warga Muhammadiyah. Silaturahmi ini spesial mengingat diselenggarakan pasca pandemi Covid-19. Suasana yang mencekam akibat pandemi telah menghambat silaturahmi secara fisik. Tiga juta warga akan berada di area untuk temu kangen, temu rasa, dan sebagiannya temu pikir. Bergembira dalam bingkai persaudaraan. Kedua, evaluasi dan konsolidasi organisasi. Perjalanan 7 tahun ke belakang yang dinamis penting dievaluasi baik kerja institusi, jaringan maupun amal usaha. Program 5 tahun ke depan dirancang dengan pedoman perjuangan yang terus diperkuat. Maju dan mencapai keberhasilan pragmatis dengan berbasis ideologis. Ketiga, mengantisipasi perkembangan sosial politik. Muktamar menjelang tahun politik tentu rentan. Akan tetapi sistem baku yang telah dimiliki Muhammadiyah khususnya dalam pola pemilihan Pimpinan cukup kuat untuk menghadapi intervensi dan guncangan politik. Sebaliknya sikap politik yang direkomendasikan sangat diperlukan, relevan dan kontributif bagi kemajuan bangsa. Keempat, berdekatan dengan KTT G-20 di Bali memberi inspirasi dan spirit tersendiri bagi Muhammadiyah untuk lebih banyak berbuat di kancah global. Keberadaan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah di berbagai belahan dunia menjadi strategis bagi peningkatan kiprah tersebut. Muktamar untuk dunia yang lebih adil, damai, dan beradab. Kelima, penguatan nilai keagamaan dalam berbangsa dan bernegara. Di tengah arus kuat sekularisasi dan peminggiran nilai-nilai relijiusitas bangsa, Muhammadiyah bersama lembaga keagamaan lain harus mampu menjadi benteng pertahanan yang kokoh. Melalui gerakan da\'wah masif, nilai-nilai Qur\'an dan Sunnah diimplementasikan. Rezimintasi faham keagamaan harus dikoreksi dan diluruskan. Mengingat strategisnya Muktamar Muhammadiyah ke-48 ini, maka sudah semestinya warga Muhammadiyah, khususnya para kader mampu bersinergi dan memfokuskan perhatian pada kesuksesan penghelatan akbar organisasi berkemajuan di Indonesia ini. Muktamar harus berdaya guna bagi umat, bangsa dan negara. Muhammadiyah adalah organisasi Islam untuk Indonesia dan dunia. Selamat Muktamar Muhammadiyah ke-48. Argo Wilis, 16 Nopember 2022. (*)

Komunis Sudah Menjadi Sel-sel Masuk ke Segala Kehidupan Bangsa dan Negara

Bagaimana bisa dikatakan kumpulan ideologi dunia kalau justru bertentangan dengan Pancasila. Sungguh aneh jika elit politik melalui partainya tak lagi bisa memahami Pancasila justru mencari ilmu ke Partai Komunis China (PKC). Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila BANYAK partai politik mengirim kadernya ke Partai Komunis China (PKC) untuk belajar ke sana tidak jelas apa yang dipelajari dari PKC itu. Bukan hanya kader partai yang dikirim, tetapi perwira kepolisian juga dikirim ke negara Komunis China. Kita mengalami distorsi pemahaman tentang komunis sementara ideologi negara Pancasila sudah diamandemen, sudah tidak menjadi dasar negara. Dihilangkannya ideologi negara berdasarkan Pancasila itu banyak yang tidak memahami. Sementara lembaga negara MPR, DPR, dan Penguasa masih menganggap Pancasila itu ada. Kajian yang kami lakukan ternyata persoalan Ideologi Pancasila masih terjadi perdebatan dan tidak banyak mengerti Ideologi Negara Berdasarkan Pancasila itu yang mana dan ada di mana? Ada para pakar merasa Pancasila bukan Ideologi, ada yang mengatakan bahwa Pancasila adalah Kumpulan Ideologi dunia. Bagaimana Pancasila dikatakan kumpulan ideologi dunia kalau Pancasila itu antitesis Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme, dan Komunisme. Ideologi dunia Marxisme, Lininisme, Kapitalisme, Liberalisme, itu hanya bicara Manusia dan Materialisme. Sedangkan Pancasila bicara Tuhan, Manusia, dan Alam (materialisme). Bagaimana bisa dikatakan kumpulan ideologi dunia kalau justru bertentangan dengan Pancasila. Sungguh aneh jika elit politik melalui partainya tak lagi bisa memahami Pancasila justru mencari ilmu ke Partai Komunis China (PKC). Pancasila itu ilmu kehidupan berbangsa dan bernegara justru dicampakan. Ajaran komunis apapun bentuknya jelas dilarang, apalagi berangkat langsung ke Partai Komunis China jelas melanggar Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966. Bagaimana kita akan menegakkan hukum kalau elit dan penegak hukumnya melanggar komitmen berbangsa dan bernegara. Isu tentang PKI merebak ke mana-mana tetapi tentu PKI bukan bodoh dengan menggunakan logo palu arit dan tidak akan mengibarkan bendera PKI tetapi sudah menjadi sel-sel masuk yang ke semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita hanya mengendus cara-cara komunis merebak di kehidupan berbangsa dan bernegara, kita bisa merasakan masih adanya pecah-belah, juga adanya Islamophobia, adanya ketidakadilan. Semakin hari semakin terbuka bagaimana polisi kebobrokannya mulai soal judi, narkoba, backing mem-begking-i kelompok oligarki. Komunis sudah bangkit dan sudah masuk ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan kita lengah terhadap semua itu karena dengan digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 maka sesungguhnya yang diganti adalah UU ideologi Pancasila. Isi dari TAP MPRS XXV/1966 terdiri dari empat pasal, yaitu: Pasal 1 Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi yang seazas/berlindung/bernaung dibawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 Nomor 1/3/1966, dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut di atas menjadi Ketetapan MPRS. Pasal 2 Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang. Pasal 3 Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan. Pasal 4 Ketentuan-ketentuan di atas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia. Tap MPRS ini masih berlaku tetapi semua berkhianat dan tidak ada yang sadar ketika negeri ini sudah di titik nadir. Oleh sebab itu segera kembali ke UUD 1945 asli jika ingin menyelamatkan negeri ini. (*)

Berpotensi Dibawa ke Mahkamah Internasional: Gas Air Mata Penyebab Kematian Aremania!

Jika menyimak hasil uji laboratorium dari sampel gas air mata itu, maka yang patut dipertanyakan lagi adalah mengapa polisi sampai harus membawa dan menembakkan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan itu? Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network-FNN TEPAT peringatan 40 hari atas tewasnya 135 suporter Aremania di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, 1 Oktober 2022, suporter Arema FC itu menggelar aksi damai pada Kamis (10/11/2022). Ratusan suporter mengusung keranda dan membentangkan spanduk besar berlatar hitam dengan tulisan bernada sindiran yang menyasar aparat, “Urus Bokep Gerak Cepat Urus Tragedi Lemah Syahwat”. Aksi tersebut diposting melalui akun Twitter @punditfootball yang terpantau pada Jumat (11/11/2022) ini. Suporter Aremania menyentil langkah aparat yang cepat menangani skandal video porno “Kebaya Merah” di Kota Surabaya dibandingkan mengusut tragedi Kanjuruhan yang menurut Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) bentukan pemerintah dan Komnas HAM, dipicu dari aksi tembakan gas air mata dari aparat selepas pertandingan Arema FC Vs Persebaya itu. Dus, “40 hari pasca Tragedi Kanjuruhan, Aremania menggelar aksi pada Kamis sebagai bentuk kekecewaan karena lambatnya pengusutan,” cuit pemilik akun @punditfootball mengunggah foto yang nampak menunjukkan Aremania menggelar aksi dengan mengenakan busana serba hitam. Aremania membawa 135 keranda dalam aksinya representasi atas jumlah korban tewas, termasuk tragedi yang menjadi salah satu terbesar dalam pertandingan sepak bola profesional dunia. Dalam aksinya, Aremania juga memperlihatkan para foto korban. Selain keranda, Aremania FC ikut membawa spanduk, banner, hingga poster ungkapan duka maupun tuntutan untuk keadilan dalam penegakkan hukum Tragedi Kanjuruhan. Salah satu spanduk diantaranya juga tampak menyindir pengusutan kasus Tragedi Kanjuruhan yang dinilai urung menemukan titik temu. “Sementara, untuk penindakan kasus video porno terbilang cepat. Padahal, bukti foto dan video terkait Tragedi Kanjuruhan jauh lebih banyak,” lanjut keterangan tertulis Pundit Football disertai video singkat. Aremania menyampaikan sejumlah tuntutan dalam aksi memperingati 40 hari Tragedi Kanjuruhan. Salah satu tuntutan utama mereka yakni memproses secara hukum seluruh aktor di balik tragedi Kanjuruhan, termasuk petugas yang menembakkan gas air mata. Mereka juga menyatakan bahwa tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, seluruh korban dan keluarga dalam tragedi layak menerima kompensasi. Bersamaan dengan 40 hari peringatan terbunuhnya 135 Aremania itu, jauh dari Malang, Ketua DPR Puan Maharani dan ibunya yang juga Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri lebih memilih ke Korea Selatan. Padahal hari itu juga bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10 November 2022, keduanya memilih ke lokasi Tragedi Itaewon di Kota Seoul, Korsel daripada ke Stadion Kanjuruhan, yang waktu tempuhnya hanya sekitar 1,5 jam saja dari Jakarta. Kedua tokoh politik itu juga mengekspresikan rasa duka atas tragedi tersebut dengan menaruh bunga. Kedatangan keduanya dipersiapkan oleh protokoler DPR, KBRI Seoul, dan pihak Korsel. Keduanya mendatangi tempat menyampaikan duka bagi VIP. Di situ keduanya menaruh bunga dan menuliskan ucapan duka cita. Jarak tempat duka bagi VIP dan lokasi tragedi sekitar 300 meter, masih di wilayah Itaewon. Keduanya membawa nama sebagai pimpinan DPR dan Ketum partai ketika mengucapkan bela sungkawa. Sedangkan korban akibat penembakan gas air mata di Kanjuruhan nyaris tak dapat ucapan bela sungkawa sama sekali, apalagi didatangani oleh keduanya, padahal jarak Jakarta – Malang cuma sekitar 1.000 km saja. Ironis bukan? Miris sekali. Selamat jalan “Pahlawan Aremania”! Meski kedua tokoh politik itu tidak peduli dengan korban Stadion Kanjuruhan, toh masih banyak rakyat yang menaruh empati kepada mereka. Langgar HAM Berat Salah seorang diantaranya adalah budayawan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun, mendukung suporter Arema FC, Aremania, untuk melaporkan tragedi Stadion Kanjuruhan ke Mahkamah Internasional. Mengutip Kompas.com, Sabtu (05/11/2022, 19:40), dukungan Cak Nun pada Aremania itu disampaikan saat berkunjung ke Gate 13 Stadion Kanjuruhan, Jumat (4/10/2022) sore. Ditemani Aremania dan warga sekitar, Cak Nun mendatangi Gate 13 stadion yang menjadi titik fatal tragedi Kanjuruhan. Kemudian, dilakukan tabur bunga dan doa bersama untuk para korban yang tewas pada tragedi memilukan itu. Cak Nun menyayangkan terjadinya tragedi Kanjuruhan. Baginya, hal ini bisa terjadi karena adanya respons berlebihan aparat terhadap Aremania dengan tembakan gas air mata. Padahal, kata Cak Nun, suporter kecewa lalu turun ke lapangan itu biasa. “Tidak hanya Aremania, cara suporter sepak bola di Inggris pun justru lebih parah dari ini,” ujar budayawan yang juga biasa disapa Mbah Nun itu. Tokoh intelektual muslim Indonesia itu juga berpesan kepada Aremania dan warga Malang untuk terus mengawal proses hukum tragedi ini. Cak Nun juga siap memfasilitasi Aremania untuk melaporkan kasus tersebut ke Mahkamah Internasional. Cak Nun kemudian bertanya, ”Aremania ada yang sudah melaporkan kejadian ini ke Mahkamah Internasional, di Den Haag, Belanda? Kalau belum, ini saya membawa teman dari Yayasan Kalimasada Nusantara. Mereka siap memandu Aremania membawa tragedi ini ke Mahkamah Internasional.” Mahkamah Internasional (International Criminal Court-ICC) adalah peradilan yang menangani kasus pelanggaran HAM berat dan kejahatan kemanusiaan. Kasus pelanggaran HAM berat akan ditangani Mahkamah Internasional jika negara dirasa tidak mampu karena terjadi kegagalan sistem peradilan nasional secara menyeluruh maupun sebagian. Mahkamah Internasional juga bisa turun tangan jika sebuah negara dinilai tidak bersungguh-sungguh dalam menjalankan proses peradilannya. Cak Nun kemudian berharap dilakukan pengibaran 135 bendera setengah tiang di area Stadion Kanjuruhan, sebagai bentuk simpati kepada korban. Apalagi jika Pemerintah Daerah setempat kemudian mendukung dengan cara mengibarkan bendera merah putih setengah tiang se-Malang Raya. “Itu lebih baik,” kata Cak Nun. Sementara, hasil uji laboratorium memastikan ada komponen ikutan dalam gas air mata di Stadion Kanjuruhan. Komponen ikutan itu hasil penguraian senyawa utama di serbuk yang membahayakan. Hasil uji pada dua laboratorium ini mengungkap, selain senyawa CS gas yang menjadi komponen utama gas air mata, setidaknya ada empat senyawa lain yang ditemukan. Melansir Kompas.com, Kamis (10 November 2022 05:27 WIB), menyebutkan, komponen utama dari gas air mata adalah O-chlorobenzylidene malononitrile sebanyak 49,6 persen. Senyawa ini dikenal dengan sebutan CS gas. Namun ada empat komponen ikutan hasil penguraian CS gas yang ditemukan yakni, 2-chlorobenzaldehyde (36,5%), 0-chloropropylbenzene (11,6%), benzene (1,2%), dan benzyl dichloride atau p-Chlorobenzyl chloride (1,1%). Empat komponen ikutan dari sampel gas air mata yang ditembakkan polisi di Stadion Kanjuruhan memiliki sifat beracun, mudah terbakar, menimbulkan kerusakan organ tubuh, dan pada kondisi tertentu bisa memicu kematian. “Semua senyawa bisa memicu kanker. Ketika kena paparan gas, maka akan menjadi senyawa berbahaya,” kata peneliti AKS ditemui kampusnya, Rabu (2/11/2022). Sampel yang diuji merupakan gas air mata yang ditemukan di tribun utara Stadion Kanjuruhan. Menurut AKS, CS gas terurai menjadi empat senyawa berbahaya karena penyimpanan yang tidak layak, telah kedaluwarsa, serta akibat kelembapan udara. Senyawa ikutan ini teridentifikasi setelah peneliti melarutkan serbuk gas air mata dan memasukkannya ke mesin bernama Gas Chromatography Mass Spectrometer. “Pada menit ke-29, kami mendapatkan spektra (seperti sidik jari) senyawa ini,” ungkap AKS.. Faktor lain yang memperparah dampak gas air mata yaitu waktu penembakan malam hari. Penguraian zat gas air mata pada malam hari itu, kata AKS, lebih lambat dibanding siang hari karena pengaruh suhu udara. Empat komponen ikutan dari sampel gas air mata yang ditembakkan tersebut memiliki sifat beracun, mudah terbakar, menimbulkan kerusakan pada organ tubuh, dan pada kondisi tertentu bisa memicu kematian. Semua senyawa bisa memicu kanker. Ketika kena paparan gas, maka akan menjadi senyawa berbahaya. Hasil uji laboratorium dari salah satu kampus negeri di Jatim ini terkonfirmasi dengan pengujian sepuluh sampel gas air mata di laboratorium milik lembaga riset pemerintah. Dari dokumen hasil uji laboratorium yang diperoleh Kompas, salah satu butir risalah penelitian menyebutkan, dari semua sampel yang diuji itu, terdapat senyawa lain yang diperkirakan hasil penguraian CS gas. Namun tidak ada penjelasan nama senyawa lain tersebut. Risalah menyebut kemungkinan penambahan senyawa lain pada sepuluh sampel gas air mata. Sepuluh sampel gas air mata yang diuji di laboratorium milik lembaga riset pemerintah ini berasal dari Satuan Brimob Polda Jatim, Shabara Polres Malang, dan suporter Arema FC. Sampel berupa amunisi gas air mata hijau polos, ungu polos, merah polos, amunisi flashball powder kaliber 4 mm (merah), amunisi flashball smoke kaliber 4 mm (kuning), amunisi biru polos, selongsong perangkat gas air mata, amunisi silver polos, amunisi silver GL-2303/L, dan amunisi CS flashball. Jika menyimak hasil uji laboratorium dari sampel gas air mata itu, maka yang patut dipertanyakan lagi adalah mengapa polisi sampai harus membawa dan menembakkan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan itu? Bukankah FIFA melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion? Siapa yang mengizinkan dan perintahkan penembakan tersebut? Jangan korbankan polisi di level bawah untuk urusan ratusan nyawa yang melayang ini. Tidak salah kalau kemudian Cak Nun siap memfasilitasi jika Aremania pada akhirnya membawa tewasnya 135 suporter di Stadion Kanjuruhan ini ke MI di Den Hag, karena ini masuk kategori pelanggaran HAM berat. (*)

Pembunuhan Enam Pengawal HRS di KM 50 Tol Cikampek adalah Pelanggaran Berat, Jokowi Harus Bertanggungjawab!

Oleh Marwan Batubara - Koordinator TP3 Pada Selasa 15 November 2022, perwakilan dari TP3 dan UI Watch telah menyampaikan laporan pembantaian terhadap enam (6) pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) ke Kantor Perwakilan PBB di Jakarta. TP3 dan UI Watch prihatin terhadap pembunuhan sadis di luar hukum terhadap keenam syuhada pada 7 Desember 2020, yang dilakukan oleh aparat negara di sekitar Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan jalan tol KM50 Jakarta-Cikampek. TP3 telah melakukan penelitian secara menyeluruh dan hasilnya disajikan dalam bentuk Buku Putih yang juga telah diserahkan ke Kantor Perwakilan PBB tersebut. TP3 menyimpulkan bahwa kejahatan tersebut bukanlah kejahatan biasa tetapi merupakan kejahatan luar biasa yang dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Oleh karena itu, pelakunya harus diadili sesuai ketentuan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Hasil penelitian TP3 menunjukkan bahwa pembunuhan tersebut merupakan kejahatan negara (State crime), karena pelakunya tidak hanya melibatkan Polri tetapi secara sistematis juga melibatkan angkatan bersenjata dan aparatur negara lainnya. Kejahatan tersebut merupakan serangan sistematis yang diarahkan terhadap enam pengawal HRS yang hanya berstatus sebagai warga sipil. Mereka diserang secara brutal untuk dibunuh, dan sebelum dibunuh terlebih dahulu disiksa. Pembunuhan enam pengawal HRS telah melanggar ketentuan Konvensi Wina 1993 dan Statuta Roma 1998. Dengan demikian, kondisi dan proses eksekusi dapat dianggap sebagai tindakan penyiksaan berdasarkan Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment 1984. Kejahatan tersebut merupakan tindakan brutal dan kejam oleh Negara terhadap rakyat, bukan sekedar kejahatan oleh pelaku individual.  Namun, Pemerintahan Jokowi berusaha meyakinkan publik bahwa hal tersebut hanya kejahatan biasa melalui “kerja sama erat” dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang terlibat dalam pengusutan kasus pembunuhan sadis tersebut. Dalam hal ini, Komnas HAM bukannya melakukan penyelidikan sesuai ketentuan UU No.26/2000. Karena itu Komnas HAM hanya menghasilkan apa yang disebut sebagai “Laporan Pemantauan”. Sesuai laporan Komnas HAM pada 11 Januari 2021 disebutkan bahwa Negara mengakui pembunuhan pada 7 Desember 2020 di KM50 terhadap empat korban adalah pembunuhan di luar hukum. Komnas juga menegaskan bahwa dua korban lainnya dibunuh untuk membela diri. Hal ini membuktikan adanya niat sistematis untuk menipu publik dan menutupi keterlibatan aparat Negara dalam pembunuhan tersebut. Tindakan menutup-nutupi kasus kejahatan kemanusiaan ini berlanjut ketika Negara/Pemerintah menuntut dan mendakwa anggota Polri, Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan bertanggung jawab secara pidana atas pembunuhan tersebut. Keduanya adalah anggota Polri yang diduga sebagai pembunuh yang melanggar hukum. Keduanya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Jumat (18/3/2022). Namun, belakangan Majelis Hakim PN Jaksel) dan MA membebaskan kedua anggota Polri tersebut. Selama ini TP3 telah dengan jelas menyatakan bahwa persidangan di PN Jaksel adalah komedi. Karena semua korban sudah meninggal, mereka tidak bisa dimintai keterangan di persidangan. Selain itu saksi-saksi dari Pengawal HRS yang masih hidup tidak pernah diminta untuk bersaksi. Informasi yang didengar di Pengadilan hanya dari polisi dan pejabat negara. Tetapi itu bukan dari keluarga korban atau Pengawal HRS. Oleh karena itu, TP3 menyatakan bahwa ini bukan pengadilan yang kedibel, tetapi pengadilan dagelan. Sampai saat ini, Negara/Pemerintah Republik Indonesia belum secara terbuka mengakui tanggungjawabnya atas pembunuhan enam pengawal HRS. Selain itu, pemerintah pun telah gagal menyampaikan permintaan maaf atau belasungkawa kepada keluarga para syuhada atas kematian mereka dan bagaimana mereka dibunuh. Hal ini menunjukkan bahwa Negara/Pemerintah memang tidak berniat memproses kasus tersebut secara seksama, sehingga karena itulah persidangan di PN Jaksel  layak disebut lelucon tak lucu. TP3 dan UI Watch menegaskan Pemerintahan Jokowi tetap berhutang keadilan kepada para korban dan keluarganya, karena proses pengadilan pro justisia sesuai UU No.26/200 belum pernah berlangsung. Oleh karena itu, TP3 dan UI Watch akan terus menuntut Presiden Jokowi, yang merupakan pemimpin aparatur dari lembaga-lembaga Negara yang terlibat pembunuhan, untuk bertanggung jawab menuntaskan kasus pembunuhan sadis tersebut secara adil, transparan dan dapat diterima publik. Akhirnya dalam surat kepada Perwakilan PBB tersebut TP3 dan UI Watch menyampaikan rekomendasi sbb: 1. Negara/Pemerintah harus melakukan penyelidikan obyektif, adil dan transparan atas pembantaian enam pengawal HRS melalui penyusunan catatan penting atas masing-masing tersangka pelaku dan mengidentifikasi mekanisme pertanggungjawaban formal, seperti Pengadilan HAM Indonesia, pengadilan ad hoc atau gabungan, sesuai UU No.26/2000. 2. Negara harus mengakui hak-hak korban dan keluarganya, termasuk menyampaikan permintaan maaf, menjamin rehabilitasi korban pembunuhan, dan memberikan restitusi bagi keluarga korban. 3. Selain itu, Negara/Pemerintah harus melakukan peradilan yang adil dan kredibel melalui pengadilan yang independen dan akuntabel serta mencegah impunitas bagi para pelanggarnya. (*)

Rencana Satgasus KY Seperti Jurus Pendekar Mabok

Jika Komisi Yudisial membentuk Satgasus, secara tidak langsung Komisi Yudisial hanya mengamini bahwa mereka tidak bekerja dalam menjaga martabat pengadilan dan tidak becus dalam melakukan seleksi hakim di Mahkamah Agung. Oleh: Jajang Nurjaman, Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis-CBA TERJERATNYA dua Hakim Mahkamah Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh membuktikan bobroknya kinerja Komisi Yudisial (KY) dalam menjaga keluhuran, martabat, dan memverifikasi Hakim Agung. Perlu dicatat, masalah jual-beli perkara oleh hakim bukan kali ini saja terjadi, tercatat sejak 2012 sampai 2019 terdapat 20 hakim yang terjerat. Menyikapi fenomena luar biasa ini, baik Mahkamah Agung (MA) maupun KY belum menunjukkan langkah serius dan konkrit. Sebagai contoh yang tengah dilakukan Komisi Yudisial bukannya melakukan evaluasi terhadap kinerja di internalnya, yang dilakukan malah ingin membentuk Satgasus yang secara tidak langsung mengamini bahwa Komisi Yudisial memiliki kinerja yang rusak. Rencana Komisi Yudisial yang ingin membentuk Satgasus, adalah tindakan reaksioner atau tidak lebih dari jurus mabok yang tidak jelas landasan atau dasar hukumnya dan tidak terukur karena tidak jelas tujuannya. Sudah sejak 2012 atau setidaknya tahun 2019 dimana terdapat oknum hakim terlibat korupsi, tapi baru saat ini Komisi Yudisial ingin membentuk Satgasus. Idealnya, tanpa embel-embel Satgasus jika saja tugas, fungsi, dan wewenang Komisi Yudisial dijalankan dengan baik tidak akan ada cerita puluhan hakim terjerat karena melakukan jual-beli perkara. Komisi Yudisial adalah lembaga negara penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta pengawasan pada hakim yang transparan dan partisipatif guna menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga perilaku hakim. Selebihnya, UU Nomor 18 Tahun 2011 pasal 20 menjelaskan tugas dan fungsi Komisi Yudisial dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim, sehingga Komisi Yudisial harus melakukan pemantauan, dan pengawasan terhadap perilaku hakim, bukan malah membentuk Satgasus yang akan menghabiskan anggaran negara. Komisi Yudisial memang sudah seharusnya bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk melakukan pengawasan dalam rangka pemantauan terhadap indikasi pelanggaran-pelanggaran kode etik hakim oleh para hakim. Sehingga, persyataan yang disampaikan tidak lagi “akan bekerjasama dengan aparat penegak hukum”, tapi memang seperti itulah seharusnya dilakukan oleh komisi yudisial sejak dulu. Pernyataan Komisi Yudisial yang ingin “membentuk satgasus” dan “akan bekerjasama dengan aparat hukum” dalam menjaga hakim merupakan bukti minimnya kinerja Komisi Yudisial, minimnya pemahaman Komisi Yudisial dalam menjalankan amanat Undang-Undang. Sehingga, keinginan Komisi Yudisial untuk membentuk Satgasus dan bekerjasama dengan aparat hukum hanyalah upaya Komisi Yudisial lari dari tanggungjawab, dan Komisi Yudisial hanya akan melakukan pemborosan terhadap anggaran negara. Tidak perlu lagi membuat Satgasus. Jika Komisi Yudisial membentuk Satgasus, secara tidak langsung Komisi Yudisial hanya mengamini bahwa mereka tidak bekerja dalam menjaga martabat pengadilan dan tidak becus dalam melakukan seleksi hakim di Mahkamah Agung. Komisi Yudisial patut kembali membaca undang-undang terkait tugas fungsi dan wewenangnya. Banyaknya hakim yang terjerat dalam kasus tindak pidana korupsi membuktikan bahwa selama ini Komisi Yudisial belum menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, dan diperlukan pembenahan internal. Mulai dari proses seleksi hakim, pembinaan dan pengawasan hakim, serta sanksi dan hukuman bagi hakim yang melanggar hukum, keseluruhannya perlu dievaluasi, bukannya membuat Satgasus yang berpotensi menambah beban APBN. (*)

Rakyat Kelaparan, Mengapa Orang Islam Berhaji yang Disalahkan?

Coba kalau yang mati ini di era Anies alias ARB masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, maka habis Anies diberitakan, dibuli habis-habisan 7 hari 7 malam ditambah 3 bulan secara maraton. Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ustadz Kampung PASAL 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Dalam UU itu gak ada disebut orang Islam diamanatkan negara supaya fakir miskin tidak terlantar dan mati. Jelaskan apa ada undang-undangnya. Tapi, KOMPAS bikin artikel yang jadi berita lebih baik membiarkan orang kelaparan daripada pergi haji. Orang miskin dan anak terlantar bukan tugas orang pergi haji. Itu kewajiban negara. Tapi bagaimana rakyat bisa diurus kalau yang ngurus berijazah yang diduga palsu? Memang dalam Islam diajarkan kepedulian yang tinggi terhadap sesamanya. Tapi, kenapa kalau urusan begini kita kelihatan sok Islami tapi di sisi lain para ustadz, kiai, dan habaib suka ditangkap kalau gak mau nurut pada penguasa yang dzalim ini. Keluarga yang mati ini hidup di tengah-tengah pemukiman orang yang bukan Islam alias pemukiman China yang masyarakatnya loe loe gue gue. Kenapa KOMPAS tidak soroti itu. Koq langsung melimpahkan kesalahan itu kepada Umat Islam yang berhaji. Jelas kelihatan sekali KOMPAS sangat benci kepada Islam alias Islamophobia. Bukan dibikin berita dengan menyalahkan pemerintahnya, tapi menyalahkan Umat Islam yang berhaji. Kalau mau salahkan maka salahkan rezim laknat yang membangun IKN, membangun kereta api cepat dan membiayai buzzerRp dengan uang rakyat. Mending uang-uamg tersebut dipakai untuk kesejahteraan rakyat sehingga gak ada rakyat yang mati kelaparan. Orang pergi haji gak ngutang pada rezim laknat. Itu duit yang mereka pakai dari usaha keringat mereka sendiri. Memang Rasulullah SAW memerintahkan kalau ada tetangga kita yang kelaparan dan kita biarkan untuk membiayai pergi haji maka hajinya kurang Afdhol. Itu kalau tetangganya kelaparan. Nah sekeluarga itu tetangganya semua gak disunat dan pemakan babi serta anjing maka status hukumnya gak kena kepada Umat Islam pada umumnya. Harusnya yang lebih bertanggung jawab itu bukan orang berhaji tapi pemerintah sebagai rezim laknat. Kelihatan sekali sedikit demi sedikit rakyat miskin papa akan terus yang jadi Korban kematian setelah Anies Baswedan tidak jadi Gubernur DKI Jakarta. Mereka fakir miskin dan orang terlantar gak ada lagi pelindungnya. Mereka dibiarkan mati merana karena gak ada lagi yang memperhatikan mereka. Coba kalau yang mati ini di era Anies alias ARB masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, maka habis Anies diberitakan, dibuli habis-habisan 7 hari 7 malam ditambah 3 bulan secara maraton. Gak tahu ke depan apalagi yang Allah mau perlihatkan kepada kita semua rakyat Indonesia? Food Estate bagaimana kabarnya yang hutan sudah digundulin. Itu hanyalah tipu-tipu saja antara Wiwi dan Wowo dalam mengelabui rakyatnya. Ternyata penyakit tukang tipu itu bisa menular. Wiwi sudah tularkan kepada Wowo. Maka jadilah mereka satu kolam tukang tipu. Masih mau bertahan dengan rezim laknat ini? Wallahu A\'lam. (*)

Kabut Tebal Misteri Dugaan Ijazah dan Silsilah Keluarga Palsu

Namun, jika benar ternyata ijazah Jokowi itu palsu, apakah nanti akan dibuka transparan? Apalagi ini menyangkut “wibawa negara”. Karena bisa dipastikan, Negara bakal malu jika terbukti punya Presiden Berijazah Palsu! Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih Misteri Ijazah Palsu BUKU Jokowi Under Cover 2 tentang dugaan ijazah palsu sesungguhnya sudah ada di sebagian masyarakat, khususnya para pengamat politik dan para tokoh masyarakat luas lainnya. Buku setebal 226 halaman tersebut dipastikan sudah beredar dengan senyap melalui jaringan media sosial. Dalam kondisi Jokowi masih berkuasa dan bisa menggunakan kekuasaannya, mereka tidak berani mengungkap selain hanya diam setelah membacanya. Dalam buku itu memang terkesan belum rapi penyusunannya karena berisi informasi yang diulang-ulang dari satu halaman ke halaman lainnya. Tetapi tidak sulit untuk dimengerti dan ditangkap ceritanya. Cukup menarik tentang dugaan ijazah palsu ini, dilengkapi dengan bukti bukti dokumen dan petunjuk proses pemalsuannya sampai pada kesimpulan bahwa ijazah Jokowi khususnya ijazah SMA diduga kuat palsu. Misteri dugaan palsunya ijazah Jokowi ternyata juga merambah pada Ijazah SD dan SMP-nya. Sekalipun konon yang digugat ke pengadilan adalah dugaan ijazah palsy yang SMA-nya yang menjadi syarat kelengkapan administrasi saat maju sebagai Walikota, Gubernur, dan Presiden. Halaman 5-33 berisi kronologi ijazah palsu dan pada halaman 33 berdasarkan informasi dan penjelasan dari anak P Joel Martono yang menyatakan bahwa ijazah Jokowi di SMA Negeri Surakarta dari kelas 3 IPA 2 tahun 1980 tersebut bernomor seri 008112 adalah palsu. Karena no ijazah dengan no seri tersebut adalah milik Joko Wahyudi, bukan milik Joko Widodo. Dari halaman 40 hingga 51 terlihat proses cara pembuatan ijazah palsu diotak-atik nomor induk yang dipalsukan. Dalam proses pelacakan yang cukup rumit dan memakan waktu panjang ada pada halaman 52, Bambang Tri menemukan petunjuk lebih lanjut dari Ibu Sri Handayani (lulusan kelas 3 IPA 1- SMA 6 Surakarta) menjelaskan bahwa yang bersangkutan tidak mengenal yang namanya Joko Widodo dan memastikan ijasahnya palsu. Pada halaman tersebut Bambang Tri sudah bersumpah: “tembak kepala saya kalau saya tidak bisa membuktikan ijazah Jokowi palsu SD - SMP - SMA dan UGM”. Pada halaman 53, terlihat ijazah asli Ibu Sri Handayani setelah disandingkan dengan copy ijazah Jokowi, Bambang Tri menyimpulkan bahwa “no urut dan nomor seri ijazahnya asli hanya nomor induknya yang palsu (diduga hasil dari rekayasa editan). Pada halaman 158 ada penjelasan bahwa dalam ijazah seharusnya tertulis angka (tujuh, delapan, enam), bukan berupa huruf (a, b, c, d). Penjelasan dari Ibu Handayani masih muncul di halaman 65 bahwa ijazah asli hitam putih (tidak kenal editan) karena pada 1980 belum ada foto editan. Pada halaman 90-112 adalah cerita kedekatan Ibu Sri Handayani sebagai teman Jokowi sejak di SMP 1 Negeri Surakarta. Pada halaman 83, ternyata pada 2014 Cemplon (almarhum) juga bersumpah: “tembak kepala saya bila Jokowi asli lulusan UGM - SMA saja nggak lulus kok”. Lebih lanjut ulasan Cemplon terlihat pada halaman 86-89. Dalam buku tersebut tidak kalah banyak saksi hidup yang membenarkan bahwa ijazah Jokowi adalah asli. Silah sengkarut tak ada artinya kalau masing-masing bersikukuh benar dengan pendapatnya masing-masing. Jalan terbaik adalah: - Lewat pengadilan, sayang gugatan ke pengadilan telah dicabut. - Tunjukan ijazah asli Jokowi langsung ke masyarakat luas via sidang terbuka di DPR/MPR. Halaman 182 sampai akhir full contoh pembuktian foto rekayasa ijazah palsu. Tidak termuat dalam buku tersebut ada tanda tanya dari mana Bambang Tri bisa mengatakan dokumen yang dimiliki adalah palsu atau tidak palsu. Perlu chek-rechek yang terdengar info, ternyata Bambang Tri ada bantuan dari ahlinya yaitu Roy Suryo di Jogjakarta. Roy Suryo sering menjadi narasumber di berbagai media massa Indonesia untuk bidang teknologi informasi, fotografi, dan multimedia. Oleh media masa Indonesia ia sering dijuluki sebagai pakar informatika, multimedia, dan telematika. Misteri Silsilah Keluarga Misteri Jokowi bukan hanya soal dugaan ijazah palsusaja, tetapi juga muncul dalam buku tersebut tentang silsilah keluarga. Pada halaman 114 terbaca dugaan menurut Bambang Tri adalah fakta: 1. Sujiatmi alias Jinem itu ibu tiri Jokowi adalah fakta. 2. Widjiatno suami Jinem itu sopir DN Aidit adalah fakta. 3. Mulyono Irlambang itu ayah kandung Jokowi adalah fakta 4. Idayati itu adik tiri Jokowi adalah fakta. Contoh sebuah fakta lain yang membenarkan terjadinya fakta itu. Nama asli Sujiatmi adalah Jinem didukung oleh keterangan Kepala Desa Setempat yang memberikan keterangan begitu pada kakak kandung saya, Bambang Sadono, yang kemudian mengkhianati saya karena Bambang Sadono telah menolak permintaan saya agar kepala desa itu didatangkan di persidangan saya (pengadilan saat ditangkap BNN pertama). Pada halaman 116 ada foto wanita cantik, terlihat agak samar-samar dalam pertunangan Jokowi-Iriana, diduga ibu kandungnya Jokowi, yaitu Yap Mei Hwa? Lagi lagi dugaan tersebut harus dijelaskan oleh Jokowi langsung siapa wanita tersebut. Pada halaman 58, tentang ibu kandung Jokowi, diceritakan pula bahwa Mbah Kiman yang menangkap ibu kandung Jokowi, Yap Mei Hwa, pada 1965 untuk diserahkan kepada Kolonel Yasir Hadibroto. Mbah Kiman menangkap Yap Mei Hwa di rumah guru spiritual Mulyono di Banyubiru, Ambarawa - Semarang. Pada halaman 60 terlihat foto Mbah Kiman. Selanjutnya Yap Mei Hwa juga menunjukkan tempat persembunyian Aidit di belakang stasiun KA Solo. Fakta dalam dugaan Wijiatno adalah sopir Aidit disandingkan dengan beberapa foto pembenaran. Pada halaman 114 Bambang Tri sampai pada kesimpulannya bahwa Jokowi adalah anak Irlambang Mulyono, bukan Notomihardjo. Hubungan dengan  Hari Mulyono, beda ibu. Wajah Jokowi persis pamannya, Widjiatno. Sekali lagi status Hari Mulyono adalah adik kandung seayah Jokowi hanya bisa dibantah Jokowi bila dia melakukan test DNA. Jokowi membutuhkan sebuah fakta keras lainnya untuk membantah yaitu test DNA. “Saya (Bambang Tri) mendasarkan sinyalemen saya kepada fakta bahwa ijazah SD Jokowi mencantumkan nama ayah Irlambang Mulyono,” ungkap Bambang Tri. Pada halaman 171 ada tawaran dari Bambang Tri, jalan keluarnya yang juga mudah adalah dilakukannya tes DNA, kalau memang Ibu Sujiatmi itu adalah ibu kandungnya. Pada halaman 172,  juga ada tawaran dari Bambang Tri bahwa yang bisa membantah tuduhan itu adalah Jokowi sendiri dengan cara menunjukkan ijazah asli UGM dan SMA ke publik lewat akun resminya. Sekalipun Bambang Tri, sangat yakin “potong leher Bambang Tri kalau Jokowi bisa menunjukkan ijazah aslinya SMA dan UGM. Karena, dia memang tidak punya”. Sasaran fitnah ini harus segera diakhiri baik tentang dugaan ijazah palsu dan dugaan kebohongan tentang ayah ibu kandung Jokowi. Jalan terbaik memang lewat pengadilan. Namun, jika benar ternyata ijazah Jokowi itu palsu, apakah nanti akan dibuka transparan? Apalagi ini menyangkut “wibawa negara”. Karena bisa dipastikan, Negara bakal malu jika terbukti punya Presiden Berijazah Palsu! Yang paling mungkin adalah dengan membiarkan masalah ini menguap begitu saja hilang ditelan udara seperti suara – maaf – kentut yang tak berbekas. (*)

Di Manila, Irman Gusman Disambut Bak Negarawan

  Di Asia Tenggara, kata Irman, masih ada potensi-potensi konflik yang perlu diatasi, dan tak boleh diwariskan kepada generasi masa depan, sebab akan sangat berbahaya jika ditempatkan dalam konteks persaingan negara-negara besar. Oleh: Nasmay L. Anas, Wartawan Senior dan Pemerhati Persoalan Publik SEBUAH kejadian langka berlangsung di Manila, Filipina, ketika mantan Ketua DPD RI Irman Gusman disambut layaknya seorang negarawan yang masih menjabat. Ini cerita seorang wartawan yang hari ini pulang dari mendampingi mantan senator Sumatera Barat ini melawat ke negara tetangga itu. Diceritakan, lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang penuh khidmat di aula International Business Forum di Manila, menyusul lagu kebangsaan Filipina, “Lupang Hanirang”, mengawali pembukaan International Business Forum di Manila pada 10 November 2022. Siang itu, pada Hari Pahlawan, Ketua DPD RI 2009 - 2016 Irman Gusman disambut meriah sebagai negarawan Indonesia, yang diberi kehormatan memberikan “keynote speech” pada pertemuan para pebisnis terkemuka yang datang dari berbagai negara. Dalam pertemuan pebisnis mancanegara yang membahas tema “ASEAN Economic Recovery in Post-Pandemic Era” tersebut, Irman membeberkan keberhasilan Indonesia mengatasi pandemi Covid-19 serta peluang bisnis yang bertebaran di berbagai daerah di Indonesia, yang masih belum dikenal oleh pebisnis dari berbagai negara, khususnya dari Filipina. Menyampaikan pidatonya dalam bahasa Inggris, Irman juga menggugah komunitas bisnis internasional dengan mengutip ucapan negarawan, founding father, dan Presiden Negara Persemakmuran Filipina Manuel L. Quezon yang pada 9 Desember 1939 menjadi berita utama di berbagai negara. Presiden Manuel Quezon saat itu berkata, “I would rather have a government run like hell by Filipinos, than a government run like heaven by any foreigner. I said that once; I say it again, and I will always say it as long as I live.” [Lebih baik saya melihat suatu pemerintahan yang dijalankan seperti naraka oleh warga Filipina daripada melihat suatu pemerintahan yang dijalankan seperti surga oleh orang asing. Dulu saya katakan itu, kini saya ulangi lagi, dan akan terus saya katakan itu selama saya hidup]. Ungkapan yang dikutip Irman itu menggugah para pebisnis dan pejabat tinggi pemerintah dan Kongres Filipina yang hadir di acara tersebut. Bahkan di akhir acara itu Irman dikerumuni para petinggi dan wartawan Filipina yang memberikan apreasiasi atas pengutipan kalimat patriotik itu, yang membakar semangat juang rakyat Filipina untuk melepaskan diri dari penjajahan serta melawan campur tangan asing dalam penyelenggaraan negara. Di akhir pidatonya, Irman Gusman menggugah para pebisnis mancanegara untuk memperhatikan nasib warga masyarakat di daerah-daerah tempat mereka menjalankan usahanya. Cara Irman menggugah mereka bukan dengan himbauan, melainkan dengan kata-kata bijak yang sarat makna: Rivers do not drink their own water (Sungai-sungai tidak meminum airnya sendiri); Trees do not eat their own fruit (Pohon-pohon tidak memakan buahnya sendiri); The Sun does not shine on its self (Matahari tidak menyinari dirinya sendiri); Flowers do not spread fragrance for themselves (Kembang-kembang tak menyebarkan aromanya untuk diri sendiri); Living for others is a rule of nature (Hidup untuk orang lain adalah sebuah hukum alam); We are born to help each other (Kita dilahirkan untuk saling membantu); No matter how difficult it is (Betapa pun sulit); Life is good when you are happy (Hidup ini baik ketika kamu berbahagia); But much better when others are happy (Tapi jauh lebih baik ketika orang lain berbahagia); Because of you (Karena kamu). Hadirin bertepuk-tangan meriah ketika frasa terakhir itu (Because of you) diterjemahkan Irman ke dalam bahasa Tagalog: Dahil Sa Iyo. Dahil Sa Iyo sebetulnya merupakan judul lagu yang terkenal di Filipina sejak 1938. Ketika dijadikan lagu tema untuk film Bituing Marikit (Beautiful Star), dan dipopulerkan oleh penyanyi terkenal Rogelio de la Rosa, lagu ini digemari juga di Amerika dan berbagai negara lain usai diedarkan versi bahasa Inggrisnya pada 1964. Selain berbicara di International Business Forum tersebut, Irman Gusman juga mengadakan pertemuan dengan Federasi Kadin-Kadin China-Filipina yang beranggotakan lebih dari 170 kamar dagang. Chinese-Filipino Chamber of Commerce ini adalah penggerak ekonomi terbesar di Filipina yang bergerak di sektor swasta dan menyerap jutaan tenaga kerja. Mereka juga merupakan pendonor terbesar dalam mengatasi wabah Covid-19 di negara itu. Irman juga mengadakan pertemuan khusus di Quezon City dengan Congressman terkemuka, Rodante D. Marcoleta, untuk membicarakan krisis energi di Fillipina serta potensi Indonesia untuk mengatasi krisis tersebut. Peningkatan Kerjasama Militer Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman membahas peningkatan hubungan dan kerjasama bidang keamanan antara Indonesia dan Filipina ketika ia menemui pimpinan Angkatan Darat negara itu pada 10 November 2022. Dalam kunjungannya ke Markas Besar Angkatan Darat Filipina, sebelum memberikan ”keynote speech” pada International Business Forum di Manila, Irman Gusman diterima oleh Kepala Staf ad interim Angkatan Darat Filipina, Mayor Jenderal Jose Eriel M. Niembra. Mayjen Niembra mewakili Kepala Staf Angkatan Darat Letjen Romeo Browner yang mendampingi Presiden Ferdinand R. Marcos, Jr. dalam kunjungan ke Kamboja. Dalam pertemuan itu Ketua DPD RI 2009-2016 Iman Gusman disambut dengan protokol kenegaraan, meskipun Irman berkunjung ke Filipina dalam kapasitas pribadinya atas undangan panitia penyelenggara International Business Forum. Di atas meja pertemuan dengan pimpinan Angkatan Darat Filipina tersebut, bendera Merah Putih terpampang megah, diapit bendera Filipina saat kedua tokoh itu bertukar informasi dan membahas kelanjutan kerjasama militer antara dua negara bertetangga ini. Jenderal Niembra sangat mengapresiasi kerjasama TNI dengan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) termasuk pembelian kapal angkut perbekalan militer dari Indonesia dan berharap kerjasama militer kedua negara dapat terus ditingkatkan dan diperluas untuk menjaga keamanan wilayah Asia Tenggara. Pimpinan Angkatan Darat Filipina itu juga mengakui bahwa alutsista buatan Indonesia lebih cocok untuk digunakan di Filipina, ketimbang produk persenjataan buatan negara lain. Ia juga mengapresiasi kerjasama AFP dengan Densus 88 dalam memberantas terorisme. Keunggulan presisi senapan buatan PT Pindad juga diakui oleh jenderal Filipina tersebut yang mengatakan, “Pantas saja tentara Indonesia selalu menang dalam kejuaraan tembak, karena senjata buatan Indonesia bagus.” Sementara itu, Irman Gusman mempromosikan potensi dan kapasitas produksi alutsista dari industri strategis Indonesia sebagai “salah satu opsi terbaik untuk program modernisasi alutsista Filipina.” Usai pertemuan tersebut, Jenderal Niembra membawa Irman ke Gedung Pertemuan Angkatan Darat tempat Irman menyampaikan pidatonya tentang perlunya memperluas kerjasama pertahanan keamanan antara kedua negara untuk menanggulangi berbagai potensi ancaman di kawasan Asia Tenggara. Dalam pidatonya Irman mengatakan bahwa dilihat dari Jakarta, banyak kemajuan telah dicapai dalam kerjasama militer di bawah payung Philindo Military Cooperation Framework. Namun demikian, aspek-aspek non-militer perlu diberi perhatian khusus, karena sangat memengaruhi berbagai bidang kehidupan dan berdampak pada stabilitas dalam negeri kedua negara. Irman menjelaskan tentang berbagai bentuk ‘proxy wars’ yang kini bergulir, bahkan sampai menyentuh perumusan aturan hukum, kebijakan dan praktik-praktik bisnis internasional, perdagangan narkoba, aliran-aliran dana ilegal, bahkan upaya-upaya yang kian marak untuk mencuci otak dan merusak perilaku masyakarat sehingga berbahaya terhadap stabilitas dalam negeri kedua negara.  “Ancaman semacam ini tak dapat dihadapi dengan senjata,” tegas Irman, ”karena musuhnya tidak kelihatan, namun mereka terus beroperasi di berbagai negara.” “Tujuan mereka adalah untuk melemahkan ketahanan nasional dari berbagai aspek,” jelas Irman. Oleh karena itu maka kerjasama pertahanan dan keamanan kedua negara bertetangga ini perlu terus ditingkatkan dan diperluas, bukan hanya di bidang militer, kepolisian, dan intelijen, tetapi juga di berbagai bidang lainnya yang menyangkut komponen-komponen lainnya dalam masyarakat. Di Asia Tenggara, kata Irman, masih ada potensi-potensi konflik yang perlu diatasi, dan tak boleh diwariskan kepada generasi masa depan, sebab akan sangat berbahaya jika ditempatkan dalam konteks persaingan negara-negara besar. “Perlu diciptakan pendekatan baru yang komprehensif dan inklusif untuk mengakomodir kepentingan berbagai pihak terkait konflik Laut China Selatan, dengan konsep yang lebih luas dari Panduan Perilaku China-ASEAN, mengingat bahwa ASEAN sudah mempunyai Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif 2030 dengan China serta mempunyai Perjanjian Perdagangan Bebas dengan China dan India,” ujar Irman. Dalam konteks hubungan bilateral dengan Filipina, kata Irman, kedua negara tidak memiliki masalah di perbatasan, namun perlu meningkatkan patroli untuk mengamankan sumber daya kelautan serta memberantas perdagangan barang-barang ilegal. Juga untuk mencegah berbagai kegiatan terorisme. Selama kunjungan tiga hari di Filipina, Irman Gusman dan delegasinya dikawal oleh tim pengamanan khusus yang ditugaskan oleh Markas Besar Angkatan Darat Filipina. Sementara Kepolisian Filipina mengutus polisi lalu lintas yang menjadi fore-rider untuk mengamankan rute-rute perjalanan Irman Gusman ke berbagai tempat acara. Pasukan Angkatan Darat Filipina yang mengawal Irman Gusman dan delegasinya itu dipimpin oleh Irish O. Tan yang pernah bertugas dalam Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di perbatasan Israel-Syria. (*)