OPINI
Fahri “Buldozer” Anies?
Bukan tanpa sebab, Fahri menyebut ini bisa terjadi lantaran adanya pihak yang tidak terima atau marah dengan pencapresan Anies yang terlalu teburu-buru. Dia mengungkit potensi NasDem keluar dari kabinet. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network-FNN FAKTA, sejak nama Anies Rasyid Baswedan digadang-gadang sebagai Bakal Calon Presiden yang akan diusung Partai NasDem, sambutan rakyat betapa luar biasanya. Mereka menyambut Anies yang datang ke daerah mereka. Meski tahapan Pemilu 2024 belum sampai pada pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024, namun masyarakat seolah abai terhadap tahapan tersebut. Tampaknya ada yang gerah dengan euforia “kampanye” Anies di berbagai daerah di Indonesia ini. Sehingga, muncullah istilah “curi start” kampanye dan lain-lain. Anehnya, yang tuding Anies curi start itu justru BAWASLU, Badan Pengawas Pemilu, yang seharusnya juga mengawasi praktik manipulasi verifikasi oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Sementara, untuk nama-nama Bacapres lainnya, seperti Ganjar Pranowo dan Puan Maharani yang terang-terangan melakukan kampanye, tidak disentuh sama sekali. Bawaslu seakan terbentur dinding yang luar biasa kerasnya! Padahal, secara terang-terangan, kedua tokoh PDIP itu mulai sebar sembako gratis ketika blusukan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, sekarang ini ada beras kemasan dengan “merk” baru: Mbak Puan. Sedangkan Anies ketika datang dan silaturahim ke masyarakat, tak membawa sembako sama sekali. Meski “tangan kosong”, masyarakat tetap saja antusias datang ke tempat Anies mengadakan pertemuan dengan relawannya. Berbagai cara untuk menghambat laju gelombang dukungan terhadap Anies telah pula dilakukan aparat rezim Presiden Joko Widodo di berbagai daerah. Termasuk pula “pinjam mulut” akademisi atau bahkan politisi lainnya. Adalah mantan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini bergabung dengan Partai Gelora besutan Anis Matta dan Fahri Hamzah. Dengan ragam manuvernya, Fahri Hamzah yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini belakangan secara massif “menyerang” Anies Baswedan. Yang sempat menonjol adalah ucapan Fahri Hamzah yang berkomentar Anies tidak berterima kasih usai tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, kepada Prabowo Subianto, Ketum Partai Gerindra. Menurutnya, seharusnya Anies pertama kali menemui Prabowo Subianto yang telah mendukung penuh dalam pilgub DKI Jakarta 2017 lalu. Tapi sebaliknya, Anies malah pertama kali menemui Ketum Partai NasDem Surya Paloh usai tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Begitu kata Fahri Hamzah, seperti dalam unggahan di Kanal YouTube COKRO TV pada Jumat, 2 Desembar 2022. “Setelah dia selesai di DKI itu, dia kan seharusnya ada project dengan Prabowo harusnya,” ucap Fahri Hamzah, seperti dikutip Bertaji.com dari Kanal YouTube COKRO TV pada Sabtu, 3 Desember 2022. “Harusnya menurut saya ke Prabowo dulu mengucapkan terima kasih semua sudah selesai amanahnya,” sambungnya. Fahri pun mempertanyakan motif dari langkah yang diambil Anies. “Ini rute motifnya apa?” tutupnya. Bagi pegiat media, saluran yang dipakai Fahri (Cokro TV) bersuara itu adalah saluran TV yang selama ini dikenal sering membawa misi Islamophobia. Sering dipakai tokoh-tokoh Islamophobia seperti Ade Armando, Denny Siregar, Abu Janda, dan lain-lain. Apakah Fahri Hamzah sudah “tertular” Islamophobia seperti mereka? Wallahu ‘alam. Tapi, yang jelas, sejak kemunculan nama Anies yang digadang-gadang oleh NasDem, Fahri seakan sudah menjadi “buldozer” yang siap menggerus dan meratakan semua langkah mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Apapun langkah yang ditempuh Anies bakal digusur dengan “buldozer” Fahri. Mungkin yang perlu dipertanyakan, untuk siapa Fahri “bekerja”? Untuk Parti Gelora, rakyat, atau pribadi Fahri semata? Apalagi, hingga kini Gelora belum menentukan sikapnya siapa yang akan didukungnya maju Pilpres 2024. Semoga saja serangan terhadap Anies yang tampak massif ini tidak terkait dengan lolosnya verifikasi Partai Gelora sebagai salah satu partai yang bisa mengikuti kontestasi Pemilu 2024. Ketika masih menjabat Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah sudah mengkritik Anies Baswedan. Kritik terhadap kinerja Anies tersebut terlontar ketika Fahri ditanya soal kabar adanya prostitusi di Bar 4Play.Fahri ingin Anies jangan sibuk tanpa desain perencanaan kerja. Jangan terlalu banyak melayani kerja-kerja sektoral gitu. “Percayalah kepada birokrasinya itu sudah ada kerjaan itu. Ciptakan kedisiplinan, bukan dengan ngomong, tetapi dengan kerja konkret gitu,” kata Fahri di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (2/2/2018).“Karena Jakarta itu sebenarnya itu power-nya posisi strategisnya itu kayak negara. Jadi dia fokus saja. Cuma saya lihat bekerjanya itu kurang sistematis, kurang terencana gitu lho,” imbuhnya, seperti dilansir Detik.com, Jumat (02 Feb 2018 13:28 WIB). Ia menuturkan sistem kerja Gubernur di Ibu Kota hampir sama dengan sistem kerja presiden. Fahri pun kemudian mengungkit soal nama Anies yang kerap disebut-sebut akan maju sebagai capres pada 2019.“Kerjanya Gubernur DKI itu, Gubernur Ibu Kota mirip-mirip dengan kerjanya kepala negara. Jadi Pak Anies Baswedan nggak perlu pengen jadi presiden, dia sudah jadi presiden sekarang,” ujarnya. Bahkan, kini Fahri Hamzah berbicara terkait politik last minute yang terjadi di Indonesia. Dia menyebut tidak tertutup peluang capres Partai NasDem Anies Baswedan dibatalkan oleh NasDem di menit-menit terakhir jelang pendaftaran capres. Melansir Detik.com, Selasa (22 Nov 2022 06:26 WIB), Fahri awalnya bicara terkait tanggal pendaftaran capres, yakni 7 September 2023. Dia menyebut, hingga tanggal itu, semua yang dibicarakan partai adalah omong kosong. “Jadi sampai tanggal 7 September (2023), belum ada yang jelas, semua yang kita omongkan ini, mohon maaf ya, ini omong kosong sebenarnya, saya mohon maaf, karena itu kejadiannya sebelum-sebelumnya gitu,” kata Fahri dalam adu perspektif seperti disiarkan di YouTube detikcom, Senin (21/11/2022). Fahri menyebut hal itu sebagai politik last minute. Dia bahkan menyebut kemungkinan Anies Baswedan dibatalkan oleh NasDem sebagai capres. “Memang tidak ada, itu last minute semuanya berubah, last minute NasDem bisa men-drop Anies Baswedan. Sama dengan orang pacaran, terlalu lama, curiga juga orang tuanya itu,” ucapnya. Bukan tanpa sebab, Fahri menyebut ini bisa terjadi lantaran adanya pihak yang tidak terima atau marah dengan pencapresan Anies yang terlalu teburu-buru. Dia mengungkit potensi NasDem keluar dari kabinet. “Kita lihat sebentar lagi karena di sebelah sana ada yang marah, dianggap ini kecepetan, jadi misalnya kalau nanti tiba-tiba NasDem keluar dari kabinet kayak begitu, itu lain lagi tarikannya. Tapi ini semua karena politik yang penuh dengan informalitas, kita nggak pernah membuatnya jelas, konsep koalisi dari awal harus dibuat jelas, dipikirkan kembali,” jelasnya. “Makanya yang saya tawarkan itu tahapannya harusnya dari apa masalahnya dulu, setelah selesaikan masalah baru jawab dan jabarkan solusi, setelah jabarkan solusi baru kita cari figur yang pas menjawab persoalan ini,” lanjut dia. Namun demikian, Fahri menyebut partai-partai seakan-akan mengabaikan hal tersebut dan mementingkan figur capres terlebih dulu. Padahal, politik last minute pernah dialami oleh Mahfud MD pada 2019. “Oh nanti aja itu, kita kan sekarang lagi ikhtiar, lagi usaha, last minute, nggak ada, Mahfud MD sudah duduk, pakai baju, tinggal dipanggil, nggak jadi barang itu bos, last minute semua, makanya saya katakan politik ini last minute,” tuturnya. Tampaknya, Fahri akan buldozer Anies dengan pengalaman Mahfud MD yang batal dicalonkan sebagai Cawapres Jokowi, tiba-tiba diganti oleh Ma’ruf Amin? (*)
Jokowi di Ujung Tanduk
Di negeri kita tercinta, ada beberapa yang terindikasi sebagai penghianat yang bekerjasama dengan para Oligarki dan Neo-kolonialisme baru khususnya, dan munculnya dominasi kekuatan China, macam bentuk penghianatannya. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih “HAL yang paling menyedihkan tentang pengkhianatan adalah bahwa hal itu tidak pernah datang dari musuhmu”. Dalam perjuangan pra kemerdekaan sampai saat ini dan sampai kapanpun akan ada manusia sosok penghianat dalam setiap masa dan dalam level yang berbeda. Penghianat senyawa dengan sifat iblis yang hanya akan dimatikan pada hari kiamat. Tidak semanis dan seindah dalam teenlit. Banyak penghianat yang justru berbangga diri, lupa diri karena dipuja-puja, dielu-elukan, disanjung, dan dicintai oleh kelompoknya, sekalipun bentuk penghianatannya sampai pada kebiadaban menghianati agama, bangsa, dan negara. Tidak peduli hidupnya akan dikenang dan dicatat dalam sejarah hitam, bahkan tidak peduli dengan standar agama tentang baik dan buruk, dan resikonya dari perbuatan hianat pada hari pembalasan kelak. Sekedar contoh penghianat kelas kakap seperti Mustafa Kemal Atatürk atau Gazi Mustafa Kemal Paşa (Turki), ada apa sampai sekarang makamnya menebar bau busuk. Mir Jafar (India), Vidkun Quisling (Norwegia), Wang Jingwei (China) dan lainnya, manusia penuh dengan sandiwara dan tidak ada kepastian hidup yang berfaedah, ahirnya mati di ujung senjata. Ketika Amerika Serikat dikalahkan di Vietnam, mulai mundur kembali ke negaranya, para pengkhianat Vietnam yang bekerja sama dengan Amerika mulai melarikan diri dan mengejar pesawat terakhir yang akan lepas landas dari atap kedutaan besar Amerika karena takut akan pembalasan rakyat terhadap mereka. Para penghianat berlarian berebut menaiki tangga untuk naik helikopter terakhir, untuk menyelamatkan diri. Ketika mereka menghindari kerumunan rakyat yang akan menangkapnya. Adalah pelajaran untuk semua pengkhianat dan manusia yang bekerja sama dengan otoritas penjajah, setelah misi mereka berakhir, penjajah mengusir mereka tanpa ragu-ragu. Jangan sampai terjadi sejarah hitam di Indonesia dengan berbagai kebijakan negara saat ini oleh Presiden Joko Widodo berakhir pada keputusan rakyat bahwa Jokowi sebagai penghianat negara, yang sudah menjamah semua aspek Ipoleksosbud hankam. Di negeri kita tercinta, ada beberapa yang terindikasi sebagai penghianat yang bekerjasama dengan para Oligarki dan Neo-kolonialisme baru khususnya, dan munculnya dominasi kekuatan China, macam bentuk penghianatannya. Sejarah telah banyak mengingatkan kita, dalam perjuangan kemerdekaan begitu banyak setan yang bernama penghianat itu pasti ada dan akan terus hidup tumbuh di segala macam sendi-sendi perjuangan dan waktu yang berbeda-beda dan mereka berakhir dalam kehidupan yang nestapa dan nista. Rakyat mulai gelisah dan marah merasakan kekacauan tata laksana dalam penyelenggaraan negara yang amburadul di mana-mana, akibat lahir dan munculnya para penghianat negara yang secara terang-terangan justru mengabaikan, bahkan melawan kuasa rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara. Kini, para pengkhianat pun tidak terang-terangan mengusulkan perpajangan jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 yang jelas-jelas merupakan gerakan kudeta konstitusi. (*)
Laksamana Yudo Margono Jabat Panglima TNI, Habib Umar Al-Hamid : Semoga Dapat Memberikan Kesejukan dan Menjaga Amanat Konstitusi UUD 45!
Jakarta, FNN- Panglima Generasi Cinta Negeri (Gentari) Habib Umar Al-Hamid menyebutkan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono akan membuat situasi tahun politik menjadi sejuk dan damai tidak akan menjadi panas seperti diperkirakan banyak kalangan. Karena Yudo Margono akan lebih mengedepankan pendekatan dialogis dan kemanusiaan dalam menghadapi persoalan bangsa. \"Selamat menerima jabatan baru di akhir tahun, semoga Pak Yudo dapat memberikan kesejukan dan menjaga amanat konstitusi UUD 1945 dan NKRI,\" ujar Habib Umar Al-Hamid kepada wartawan, Kamis.(22/12/2022). Menurutnya, dilantiknya Laksamana Yudo Margono menjadi Panglima TNI sudah tepat dan benar, semoga Laksamana Yudo Margono dapat menjalankan tugas secara baik dan sesuai konstitusi. Ini bukan saja jatah atau giliran bagian AL menjadi Panglima TNI, tapi ini juga merupakan anugerah dari Allah untuk membuat bangsa ini sejuk dan damai,\" tuturnya. Lebih jauh Habib Umar menambahkan, jelang pergantian tahun kali ini dimana pemerintah telah menetapkan libur bersama yang cukup panjang. Ia meminta kepada semua masyarakat untuk memanfaatkan libur akhir tahun secara baik bersama keluarga dan kerabat. \"Hindari perbuatan tercela dan jangan melupakan untuk berdoa di akhir tahun agar negeri kita Indonesia dijauhkan dari malapetaka,\" katanya.
Penghargaan dan Kerikuhan
Untuk itu, semangat gotong-royong harus diperkuat, disertai tata kelola baik yang dapat mentransformasikan aksi kepeloporan individual ke dalam struktur solidaritas fungsional; dari karisma personal menuju karisma kelembagaan. Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia SAUDARAKU, Rabu (21/12/2022), Pemerintah (melalui Kemenko PMK) memberikan anugerah Revolusi Mental kepada beberapa tokoh dan lembaga. Termasuk saya untuk kategori tokoh “persatuan, kesatuan dan kebangsaan”. Penghargaan tersebut saya terima dengan perasaan mendua. Di satu sisi, saya berterima kasih atas perhatian dan apresiasi pemerintah terhadap pemikiran dan aksi kebangsaan saya selama ini. Di sisi lain, terbersit rasa rikuh. Faktor mental-kejiwaan sangat menentukan kualitas hidup. Namun, karena sifatnya yang niskala, cenderung diabaikan dalam pembangunan, atau paling jauh (hanya) sekadar ornamen pelengkap pembangunan fisik yang lebih terlihat dan mudah diglorifikasi. Dalam isu kebangsaan, saya pun bisa merasakan betapa beratnya tanggung jawab merajut persatuan di tengah masyarakat majemuk yang kian mengalami polarisasi dan fragmentasi. Peran seseorang ibarat satu kerlip kunang-kunang. Mungkin bisa memberi percik sinyal arah di tengah malam. Namun, diperlukan jutaan kunang-kunang yang serentak berpijar untuk dapat pancarkan gelombang cahaya pencerahan. Betapapun, saya belum kehilangan optimisme. Dari Danau Sentani di Papua hingga Danau Toba di Sumatra Utara, masih banyak mata air kecemerlangan yang mengalir dari ketulusan pengabdian dan kearifan lokal yang dapat memberi pelajaran, bahwa negara-bangsa ini memang banyak masalah, tetapi satu kepala manusia bisa menyelesaikan banyak hal. Apalagi, jika berbagai agensi dan pemangku kepentingan bisa berkolaborasi dan berkontribusi sesuai peran dan kapasitasnya. Untuk itu, semangat gotong-royong harus diperkuat, disertai tata kelola baik yang dapat mentransformasikan aksi kepeloporan individual ke dalam struktur solidaritas fungsional; dari karisma personal menuju karisma kelembagaan. Itu semua mensyaratkan tanggung jawab kepemimpinan. Seperti pesan Bung Hatta: Bahwa, “Indonesia luas tanahnya, besar daerahnya, dan tersebar letaknya. Pemerintahan negara semacam itu hanya dapat diselenggarakan mereka yang mempunyai tanggung jawab yang sebesar-besarnya dan mempunyai pandangan amat luas.” “Rasa tanggung jawab itu akan hidup dalam dada jika kita sanggup hidup dengan memikirkan lebih dahulu kepentingan masyarakat, keselamatan nusa, dan kehormatan bangsa.” (*)
Saat Luhut Tak Ada di Surga
Maradona dan Messi mampu mengangkat prestasi sepak bola klub dan negaranya. Fenomena kekuatan individu yang mampu memotivasi dan menggerakkan kemampuan tim secara optimal hingga ke puncak pentas dunia. Di Indonesia ada LBP yang seorang diri juga bisa menjadi representasi negara bahkan dalam segala urusan. Masalahnya, LBP ini penuh prestasi dan kebanggaan juga ngga? Membawa maslahat atau mudharat setidaknya bagi bangsa ini atau tidak? Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI SEPERTI tak mau kalah dengan Lionel Messi yang seorang superstar sepakbola dengan kehebatan dan pesonanya. Luhut Binsar Panjaitan (LBP), kembali menunjukan aksi yang seolah-olah seperti superman dalam pemerintahan rezim Jokowi. Kalau Messi yang dengan skill individunya mampu mengangkat klub dan negaranya di kancah sepak bola dunia. Messi juga mampu membuat segudang prestasi yang mengundang decak kagum dan menjadi idola sejagad raya. Selain banyak gelar juara, pemain yang dibesarkan klub Barcelona dan pemegang ban kapten timnas Argentina itu, juga banyak memecahkan rekor sepak bola pada banyak kategori. Lain lagi dengan Luhut yang seorang menteri koordinator maritim dan investasi. Terkesan ingin menyamai rekor Mesi, Luhut menjadi pejabat yang serba tahu, serba mampu dan serba bisa menyelesaikan masalah. Saking banyak jabatan yang diembannya, Luhut sampai dijuluki menteri segala urusan. Dari urusan utang menjulang berdalih investasi, penanganan covid dan bisnisnya yang tak kunjung usai, pembangunan infra struktur berujung proyek mangkrak dan dijual murah, hingga kereta cepat Jakarta Bandung yang menimbulkan polemik, anjlok dan ditabrak pula. Tak ketinggalan yang seksi dan strategis soal konstelasi pilpres yang rentan menghianati konstitusi, Luhut tak luput hadir pada ranah itu. Luhut memang pembisik dan penguasa presiden yang andal. Tak ada urusan sekecil apapun di republik ini yang tak bisa ditangani Luhut. Kalau perlu, jika gerombolan nyamuk dan lalat ingin berkumpul sembari bermusyawarah, bisa jadi Luhut akan menjadi panitia dan mengurus semua keperluannya. Luhut seakan tak mau kalah populer, kaya dan menyandang banyak predikat internasional layaknya Messi. Cuma sayang, keduanya sangat berbeda bak langit dan bumi. Messi yang berusia 35 tahun dan prestasinya di lapangan hijau, telah membuktikan dirinya sebagai The Greatest Of All Time (GOAT). Sedangkan Luhut, dalam usia senjanya semakin larut dengan kesibukannya yang menyita waktu, tenaga dan pikirannya. Lebih dari itu pastinya, telah menguras uang negara dan mempertaruhkan banyak kepentingan rakyat. Malah menjadi miris dan begitu memprihatinkan, Luhut yang setua itu justru cenderung menderita penyakit semakin cinta dunia dan takut mati (WAHN), yang indikatornya getol mengejar uang dan jabatan. Berbeda dengan Messi yang secara umum masih usia muda sudah bergelimang harta dan populeritas, namun dalam aspek sepak bola sudah memasuki masa pensiun tak lagi ngoyo untuk banyak hal. Meskipun begitu bukan Luhut kalau tak banyak masalah, sesuai dengan gelar jabatannya yang menteri segala urusan. Belum lama berselang saat acara di KPK, Luhut kembali melontarkan statemen konyol kalau tak mau disebut blunder. Ada penggalan pidatonya yang cukup menghentak publik, tatkala berucap *\"kita ngga usah bicara tinggi-tinggi lah kita, OTT-OTT itu kan enggak bagus sebenarnya buat megeri ini jelek banget. Kita mau bersih-bersih amat di surga ajalah kau, jadi KPK pun jangan pula sedikit-sedikit tangkap itu ngga bagus juga.\"* Publik bertanya-tanya, kenapa yang jelas-jelas terlibat korupsi tak boleh ditangkap?. Ada hubungan apa pemerintah dengan para koruptor itu?. Jangan-jangan ada apa-apanya nih dengan pemerintah, lumrah saja jika ada kecurigaan rakyat dan menilai ikut terlibat korupsi juga. Saat korupsi telah menjadi \"extra ordinary crime\" dan KPK telah menjadi leading sektor penanganannya. Celotehan Luhut justru berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi khususnya dan penegakan hukum pada umumnya. Luhut bisa disinyalir sebagai sosok terlebih sebagai menteri atau orang pemerintahan yang dekat dan bahkan dianggap melindungi koruptor. Kalimat bersayap dari Luhut itu juga seakan memberi sinyal atau eksplisit mengonfirmasi rezim kekuasaan penuh sesak oleh koruptor. Ada pesan terselubung dari Luhut kepada KPK agar bersikap lunak atau bahkan melindungi para pelaku kejahatan korupsi. Mungkin banyak lingkaran istana yang terlibat korupsi, pengusaha atau cukong kolega pemerintahan barangkali, mungkin juga petinggi partai politik atau DPR dan masih banyak lagi rombongan ternak-ternak oligarki lainnya yang terlibat kejahatan luar biasa tersebut. Tapi lepas dari persoalan korupsi dan tindajan OTT, ada yang menarik dari Luhut terkait ucapannya yang memunculkan diksi surga. *\"Kita mau bersih-bersih amat di surga ajalah kau\"*, bisa ditangkap sebagai realitas Luhut dan genknya seperti komunitas yang ngga bersih-bersih amat alias kotor juga. Bisa jadi memancing opini publik pada penilaian Luhut bersama pemerintahan yang sekarang memang kotor termasuk dalam soal-soal korupsi. Luhut dan konspirasinya tak ubahnya sedang memberikan penegasan mereka kotor, jahat dan tak pantas ada di surga. Pantas saja, antara Messi dan Luhut tak bisa senilai, selaras dan harmonis. Messi telah berkontribusi bagi dunia melalui olah raga sepak bola. Sementara Luhut masih dipertanyakan bahkan di dalam negerinya sendiri, apakah lebih banyak mendatangkan kemaslahatan atau kemudharatan. Apakah yang dijalankan Luhut halal atau haram dalam me gurus negara ini?. Tapi setidaknya di depan jajaran KPK dan dihadapan seluruh rakyat Indonesia, Luhut secara transparan menyatakan tak mau bersih-bersih amat. Luhut tak mau mengambil tempat di keabadiaan yang bahagia kelak. Jadilah si Luhut ini tak berada di surga. *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot, 22 Desember 2022/28 Jumadil Awal 1444 H.
Darurat Ibu Pertiwi
Sementara itu Jenderal Soedirman terus bergerilya melawan agresi militer Belanda. Republik ini kini sedang menuju kedaruratan yang berbahaya, karena konstitusi sebagai komando sedang dibajak oleh para komandan. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya, @Rosyid College of Arts HARI ini kita memperingati Hari Ibu, sedangkan beberapa hari lalu, tanggal 19 Desember kita memperingati Hari Bela Negara saat Syafrudin Prawiranegara mendeklarasikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia karena RI jatuh akibat agresi militer ke dua Belanda 1948. Kedua momen itu pada dasarnya sama, yaitu memperingati betapa negara, seperti ibu kita, perlu kita selamatkan dan bela sampai mati. Sejarah kemudian mencatat PM Syafrudin Prawiranegara menampilkan dirinya sebagai negarawan par excellence, seperti para tokoh Masyumi lainnya. Peringatan ini relevan karena baik ibu maupun negara kita saat ini dalam keadaan menderita sehingga harus diselamatkan. Ibu harus kita bela karena sosoknya kini makin murung oleh pembangunan yang makin eksploitatif, sehingga menjadi ibu merupakan peran yang makin disepelekan oleh pemerintah dan kaum perempuan sendiri. Ibu sebagai sosok utama dalam keluarga adalah tiang negara. Kehancuran ibu adalah kehancuran negara. Peminggiran peran ibu dimulai dari peminggiran peran keluarga. Industrialisasi besar-besaran sejak 50 tahun silam telah mengerdilkan peran keluarga sebagai satuan edukatif sekaligus satuan produktif. Peran edukatif keluarga dirampas oleh persekolahan massal paksa, dan peran produktif keluarga dirampas oleh pabrik-pabrik. Bahkan persekolahan massal dirancang sekedar untuk menyiapkan buruh yang cukup terampil untuk menjalankan mesin-mesin pabrik, sekaligus cukup dungu untuk setia bekerja bagi kepentingan pemilik modal. Persekolahan massal tidak pernah dirancang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi untuk membangun jiwa merdeka sebagai syarat budaya bagi bangsa yang merdeka. Persekolahan sebagai instrumen teknokratik itu dirancang gender-neutral, sehingga warga muda kehilangan konsep diri kelamin yang jelas. Juga akibat upah buruh murah, kepemimpinan keluarga oleh figur ayah melemah. Akibatnya, LGBT secara perlahan tapi pasti merebak. Puncaknya timbul gaya hidup tanpa menikah, child-free life style di kawasan-kawasan urban. Tidak saja peran ibu sebagai sekolah yang pertama dan utama runtuh, runtuh pula peran ayah. Kita menyaksikan sebuah fatherless country in the making. Ini adalah resep bagi kehancuran negara ini. Negara ini juga terus dihancurkan, bukan oleh agresi militer ala Belanda itu, tapi oleh perang proxy, melalui tafsir konstitusi yang manipulatif sejak Orde Lama, lalu Orde Baru, kemudian penggantian UUD 1945 oleh UUD 2002 sejak reformasi. UUD 1945 sebagai semacam aqad nikah para pendiri bangsa dibatalkan oleh para cucu pendiri bangsa yang durhaka. Akibatnya, terjadi deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang makin jauh dari cita-cita proklamasi kemerdekaan. Visi tentang bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur secara sistematis digusur oleh visi para petugas partai, jika bukan boneka oligarki. Pasar polity as public goods dimonopoli oleh para bandit, dan badut politik yang disokong oleh para bandar politik. Setiap pemilu hanya melahirkan kepiluan yang berkepanjangan. Pada saat Bung Karno dan Bung Hatta menyerah, untuk mencegah korban yang makin banyak berjatuhan, Syafrudin Prawiranegara memutuskan untuk menyelamatkan Republik ini dari kekalahan dengan mendeklarasikan PDRI di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Sementara itu Jenderal Soedirman terus bergerilya melawan agresi militer Belanda. Republik ini kini sedang menuju kedaruratan yang berbahaya, karena konstitusi sebagai komando sedang dibajak oleh para komandan. Konstitusi negara juga dipermainkan oleh para bandit dan badut politik untuk melanggengkan kekuasan dan cengkraman para bandar politik pemilik modal. Jabatan publik sebagai amanah kini diperebutkan, lalu dipertahankan dengan segala cara dan alasan tanpa rasa malu. Bandara Juanda, 22 Desember 2022. (*)
Tujuh Tantangan Besar Indonesia 2023: Demokrasi Harus Diselamatkan (Catatan Akhir Tahun ke-1)
Demokrasi juga adalah sebuah kepemimpinan yang seharusnya menghormati pemimpinnya, namun memastikan tidak adanya feodalisme kepemimpinan yang menjadikan pemimpin sebagai “Man Can Do No Wrong”. Oleh: DR. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle MENJELANG akhir tahun ini kita dihantui oleh berbagai ketakutan untuk bangkit sebagai bangsa beradab. Ketakutan ini beralasan, sebab sampai saat ini, misalnya, kepastian tentang tegaknya konstitusi kita begitu rentan dari peremehan, baik dari pemimpin lembaga tinggi negara, pejabat negara maupun organisasi massa yang dimobilisasi penguasa. Ini terkait dengan kepastian pemilu yang sudah diatur oleh UUD 1945, namun dilanggar sendiri oleh mereka yang ingin tetap mempertahankan Joko Widodo sebagai Presiden, baik dengan perpanjangan maupun tambah satu periode lagi. Ketakutan lainnya adalah ketimpangan sosial antar daerah dan antara lapisan masyarakat, yang juga disertai kemiskinan. Ketika pandemi Covid-19 terjadi, negara sibuk menyelamatkan kekayaan orang-orang kaya. Restrukturisasi hutang orang-orang kaya di era pandemi, misalnya, ingin menyelamatkan performance bank dengan NPL (Non Performing Loan) yang dikendalikan normal, namun resiko bank akan parah pada waktunya akibat utang nasabah akan terus membesar nantinya. Dalam hal demokrasi dan kebebasan sipil kita dihantui dengan UU KUHP yang kurang beradab. PBB telah mengkritik 7 pasal yang anti demokrasi dan feodal. Jikalau aparat Kepolisian seperti Satgassus tak hilang dari muka bumi, maka UU KUHP itu akan menjadi legitimasi aparat menangkap sebanyak-banyaknya musuh politik penguasa. Banyak hal yang menjadi tantangan ke depan. Kita akan menguraikannya dalam 7 tulisan secara berseri, yakni 1) Demokrasi Harus Diselamatkan; 2) Ketimpangan sosial dan Kemiskinan; 3) Kepemimpinan Ideal; 4) Agenda Anti Korupsi; 5) Anti Islamophobia; 6) Kedaulatan Bangsa dan Geopolitik; 7. Persatuan Nasional. Kita mulai dari seri ke-1, 1. Demokrasi Harus Diselamatkan Demokrasi harus diselamatkan. Apakah itu? Menyelamatkan demokrasi mengandung beberapa hal yang wajib dilakukan oleh sebuah negara. Pertama, pelaksanaan pemilu secara periodik, jujur dan adil serta tepat waktu. Kedua, mengembalikan fungsi parlemen sebagai kontrol terhadap eksekutif. Ketiga memastikan berfungsinya kebebasan sipil. Pelaksanaan pemilu tepat waktu secara periodik 5 tahunan diperlukan untuk menghasilkan adanya kepemimpinan baru pada eksekutif maupun legislatif. Konstitusi kita mengatur secara tegas hal itu dan membatasi masa jabatan presiden hanya boleh dua kali saja. Namun, sebagaimana kita ketahui belakangan ini ada berbagai upaya dari kelompok-kelompok anti demokrasi berusaha melumpuhkan rencana pemilu dengan berbagai usulan perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi, maupun isu dukungan Jokowi 3 periode. Kelompok ini bukanlah kelompok kecil, sebab juga menyangkut keterlibatan berbagai pimpinan lembaga negara maupun anggota kabinet serta ketua partai politik yang terhubung dengan kekuasaan Jokowi atau bahkan Jokowi sendiri. Bahkan, apalagi terakhir ini ramai diberitakan bahwa KPU sebagai institusi penyelenggara pemilu, mulai terlibat dalam melakukan kecurangan ketika verifikasi parpol peserta pemilu. Menyelamatkan demokrasi dalam kaitan kepastian pemilu merupakan keharusan bagi Indonesia yang kultur feodalisme masih berakar kuat pada budaya masyarakat kita. Kultur ini cenderung memberikan ruang pada pengkultusan individu pemimpin dan pada akhirnya membuka peluang munculnya tiran dalam kepemimpinan negara. Kita sudah menyaksikan Sukarno dan Suharto menjadi presiden yang telah menjelma menjadi tiran, dengan menyatakan diri sebagai “bapak” rakyat dan bapak pembangunan, dan atas legitimasi itu, kemudian menyingkirkan lawan-lawan politiknya secara kejam. Fenomena pengkultusan akan terus berulang jika pembatasan masa jabatan presiden ini tidak dilakukan. Misalnya yang terbaru, kita melihat berbagai media memberitakan pernyataan Ketua Umum Projo, relawan pendukung Jokowi, yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia Timur mendukung Jokowi jadi presiden seumur hidup. Pernyataan ini bahkan terjadi ketika Jokowi baru-baru ini sudah memberikan pengarahan terkait pemilu kepada KPU dan Bawaslu, pernyataan Menko Polhukam terkait kepastian jadwal pemilu di depan CEO Forum di Istana dan bahkan ketika Menkeu Sri Mulyani merilis berita negara telah memberikan rumah bagi Jokowi sebagai hadiah purna presiden nantinya 2024. Feodalisme bukan saja terjadi karena sang presiden, tapi ini juga sangat dipengaruhi kepentingan pribadi orang-orang di sekitarnya, serta tentu para penjilat. Selain mencegah feodalisme dan neo-feodalisme (keinginan diakui seperti raja baru), demokrasi sesungguhnya merupakan warisan mayoritas wilayah-wilayah Indonesia ketika masa kolonial. Meskipun demokrasi di sini lebih bercorak pada ajaran Islam yang mengharamkan pengkultusan individu dan juga bercorak egalitarian. Dalam kaitan parlemen, kita sudah menyaksikan dalam era kepemimpinan Jokowi mayoritas anggota DPR bekerjasama dengan pemerintah, jika tidak ingin disebutkan “di bawah ketiak pemerintah” dalam pembuatan UU yang krusial bagi nasib negara dan rakyat. Seperti UU Omnibus Law Ketenagakerjaan, UU Minerba, UU KPK, UU Pemilu, UU KUHP, dan banyak lainnya. Umpamanya, UU OBL Ketenagakerjaan yang amburadul, dikerjakan dalam waktu singkat, menunjukkan DPR tidak pernah serius melihat titik-titik lemah UU tersebut. Faktanya, UU itu kemudian dinyatakan melanggar konsitusi UUD 1945 oleh MK. Padahal, rakyat semesta telah melakukan aksi protes dengan skala besar-besaran untuk menolak sejak awalnya. Demikian pula UU Pemilu yang begitu buruk, yakni menyangkut pembatasan PT 20% (Presidential Threshold) yang terlalu tinggi, serta pilpres yang ditentukan oleh suara rakyat yang pemilihnya di masa 5 tahun lalu. Di seluruh dunia, pemilihan umum justru diperlukan untuk mengetahui keinginan rakyatnya menentukan presiden bersifat langsung dan kekinian, bukan seperti di sini, penentuan presiden ditentukan oleh suara pembentuk PT 20% dari pemilih Jokowi dan Prabowo dulu. Revisi DPR terhadap UU KPK juga telah terbukti menghancurkan kemampuan KPK memberantas korupsi dan semakin kurang berwibawanya negara dalam melawan koruptor saat ini. Kita melihat fenomena terakhir ini ketika Luhut Binsar Panjaitan, yang didukung Mahfud MD, untuk memberi toleransi bagi praktik korupsi, dengan alasan ini hidup di dunia bukan di surga. Terakhir kita melihat DPR telah mensahkan UU KUHP yang, menurut istilah Margarito Kamis, ahli hukum tatanegara, telah mundur dalam peradaban 200 tahun silam. UU KUHP ini, bahkan dikecam oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebanyak 7 pasalnya dan juga oleh negara pro-demokrasi lainnya, seperti Amerika. Setidaknya terdapat pasal-pasal penghinaan terhadap presiden dan jajaran pejabat negara, yang tadinya sudah dihilangkan sejak reformasi. Kemudian juga ada pasal-pasal yang menyulitkan kebebasan berpendapat dan penegakan HAM, serta pasal perzinaan yang kurang akomodatif pada hukum Islam, dapat menjerat para ulama/kiai yang sedang menjalankan syiar Islam dengan kawin berdasarkan agama saja. Menyelamatkan demokrasi ke depan setidaknya adalah menyelamatkan pemilu, mencari kepemimpinan bangsa yang baik, presiden dan legislatif, menegakkan sistem “check and balance” dalam menjalankan roda negara dan mendorong adanya kebebasan sipil dalam bersyarikat dan berpendapat. Demokrasi juga adalah sebuah kepemimpinan yang seharusnya menghormati pemimpinnya, namun memastikan tidak adanya feodalisme kepemimpinan yang menjadikan pemimpin sebagai “Man Can Do No Wrong”. Untuk itu seluruh kekuatan rakyat, baik institusi politik maupun kalangan kampus dan organisasi masyarakat lainnya harus menekan pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk tunduk pada agenda dan skedul yang ada, yakni pemilu 2024, dan mendorong terwujudnya pemilu yang bersih dari ”money politics” serta bebas dari keberpihakan aparatur negara. (*)
Pasca Covid-19: Faktor Global Memperburuk Ekonomi Nasional
Pada Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003, yakni defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dan utang maksimal 60 persen dari produk domestik bruto. Oleh: Eisha M Rachbini SE, MSc, PhD, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) DALAM “Seminar Evaluasi Ekonomi Akhir Tahun” di Universitas Paramadina, di Jakarta, Selasa (20/12/2022) bahwa penyebab utama yang menjadi pemicu persoalan ekonomi beberapa tahun terakhir ini adalah adalah Covid-19. Covid-19 melanda seluruh dunia termasuk Indonesia dan tentu berdampak terhadap ekonomi yang tidak hanya bersifat buruk, tetapi juga mengubah secara total dan mendasar struktur dan sifat perekonomian global dan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi dunia anjok berat menjadi negatif -3,1 persen karena disrupsi sisi permintaan dan supplainya. Menurut catatan saya, pasca covid-19 publik berharap betul langsung terjadi recovery ekonomi, namun kondisi normal itu pun tidak terjadi dan masih saja kelabu. Karena faktor ekonomi global juga langsung dihantam perang yang meluas di Eropa dan Rusia. Faktor geopolitik yang keras ini begitu memperparah ketidakpastian ekonomi global dan berakibat pada kelangkaan pangan dan energi. Implikasi buruknya adalah harga pangan dan energi meningkat tinggi dan menyebabkan tingkat inflasi di banyak negara meningkat pesat. Kondisi global sudah diubah prediksinya berkali-kali dan tahun 2022 ini diperkirakan hanya tumbuh 3,2 persen dan inflasi tinggi sekitar 8,8 persen (IMF, 2022). Yang juga perlu dipertanyakan sumbernya dari mana channeling Indonesia untuk menyiasati dampak ekonomi global saat ini? Seharusnya channeling itu berasal dari nilai tukar, inflasi, dan bagaimana konsolidasi yang diperlukan dengan evalusi terhadap perekonomian domestik. Indonesia cenderung menerapkan kebijakan moneter ketat, sehingga akan berdampak pada sektor riil. Sektor riil di Amerika Serikat juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Secara global jika ada pengetatan moneter maka hal tersebut akan menyebabkan perlambatan ekonomi. Di kawasan Asia Pasifik, kesempatan kerja turun 3,2 persen (yoy) atau sekitar 61.8 juta orang yang kehilangan pekerjaan. Level kesempatan kerja di sini ini sekitar 1,8 miliar orang (2020). Pengangguran di negara-negara G20 juga cukup tinggi rata-rata 8,5 persen di tahun 2020, lebih tinggi dari tahun sebelumnya, 7,2 persen. Pada tahun 2021, pengangguran di negara-negara ini sekitar 7,9 persen dan diperkirakan akan meurun tahun 2022 sekitar 6,97 persen. Sedangkan di Indonesia, sekitar 29, 1 juta orang terkena dampak dari covid-19 atau sekitar 14,3 persen dari total populasi angkatan kerja (2020). Dampak ini berpengaruh pada tahun berikutnya 2021 dan 2022. Kebijakan the Fed telah meningkatkan suku bunga acuan dengan melakukan kebijakan kuantitatif leasing (suku bunga rendah) selaian ini untuk menjaga pertumbuhan dan tingkat pengangguran yang rendah. Kondisi perekonomian AS mengalami masalah cukup berat, inflasi tinggi (8.5% in March 2022), dan pengangguran yang dapat dikendalikan pasca pandemi (3.6% April 2022). Keputusan the Fed menaikkan suku bunga acuan dilakukan secara beruntun pada bulan Maret dan April. Pada bulan November 2022 berada pada level 3.78. Saat AS menaikan suku bunga akan berdampak pada perekonomian Indonesia terutama dari sisi nilai tukar, inflasi yang tinggi itu karena kenaikan harga pangan dan energi. Sektor riil mendapat beban besar dari harga impor include bahan impor akibat kenaikan nilai tukar. Dibutuhkan penguatan dari sisi fiskal di Indonesia. Salah satu risiko besar yang menjadi ancaman stabilitas ekonomi global adalah krisis energi akibat tren peningkatan harga komoditas energi dunia. Harga Minyak Mentah dan Gas Alam meningkat lebih tinggi dibandingkan level awal tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik pada 0Q3 dan Q4 berada pada level 5.45% dan 5.72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi 2022 menurut pengeluaran didorong oleh Ekspor dan Konsumsi RT. Tetapi pengeluaran pemerintah mengalami pertumbuhan negatif (yoy) pada Q2 dan Q3 2022. Data lapangan usaha, kinerja sektoral mengalami pertumbuhan pada Q2 dan Q3 2022, terutama pada sektor transportasi dan pergudangan, akomodasi, makanan dan minuman, industri pengolahan, informasi dan komunikasi. Sedangkan tingkat inflasi masih bisa dikendalikan meskipun lebih tinggi pada tahun 2022, dibandingkan tahun 2021. Pada sisi penawaran, terjadi kenaikan harga-harga komoditas dunia dan juga ada gangguan pasokan global dan domestik. Penyumbang utama inflasi tahunan: komoditas bensin, bahan bakar rumah tangga,dan tarif angkutan udara. Pada November 2022, penyumbang utama inflasi bulanan di antaranya adalah komoditas telur ayam ras, rokok kretek filter, dan tomat Jadi, Tren penurunan Global Purchasing Managers\' Index (PMI): indikasi perlambatan ekonomi global yang disebabkan oleh melemahnya permintaan dunia. Pada Oktober 2022, global PMI Manufaktur mencapai 49,4 (dari 49,8 di September). Penurunan output didominasi pada sektor barang setengah jadi. Kindisi ini tentu menandakan optimisme bisnis turun mendekati level terendah dalam dua setengah tahun terakhir. Melemahnya permintaan global menjadi tantangan bagi kinerja industri dan investasi di dalam negeri. Inflasi vang tinggi juga menjadi ancaman pada peningkatan biaya produksi. Sedangkan Pertumbuhan investasi yang tak disertai dengan laju pertumbuhan industri pengolahan yang juga tinggi. Seperti pada triwulan III 2022, pertumbuhan investasi mampu mencapai 42,1 persen (yoy) namun industri pengolahan (non migas) hanya tumbuh 4,88% dan masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Usaha mengarahkan investasi harus semakin banyak masuk ke sektor manufaktur dan ini menjadi tantangan besar bagi proses industrialisasi dan hilirisasi sumber daya alam strategis. Pada saat ini visi besar Pemerintah adalah fokus untuk mewuiudkan transformasi ekonomi dengan penciptaan nilai tambah melalui hilirisasi industri. Terdapat tantangan cukup besar dari sektor industri untuk menjadi pusat pertumbuhan kembali. Sektor yang tertekan dampak ekonomi global dan menyebabkan menurunnya optimisme bisnis. Pada 2021 – 2022 porsi sektor manufaktur menjadi penyumbang bagi PDB menurun menjadi hanya 20% an saja, padahal sebelum pandemi bisa mendekati 30%. Untuk tantangan sektor riil saat ini, adalah bagaimana menciptakan pertumbuhan ekonomi yang bisa memberi nilai tambah untuk mencapai target 2045. Untuk itu perlu didorong investasi dalam dan luar negeri untuk meningkatkan kemampuan sektor riil. Seharusnya semakin banyak investasi masuk, akan semakin menambah nilai tambah lebih besar bagi sektor manufaktur yang akhirnya mampu menaikkan kontribusi ke PDB. Pada Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003, yakni defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dan utang maksimal 60 persen dari produk domestik bruto. Dengan mengembalikan aturan ini, maka Pemerintah bisa menekan angka rasio utang pemerintah terhadap PDB, karena penarikan utang Pemerintah tidak sebesar ketika pandemi berlangsung. (*)
Menunggangi “Kembali ke UUD 1945 Asli” Merupakan Kejahatan Konstitusi Menciptakan Tirani
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Konstitusi hasil amandemen 1999-2002 menyisakan banyak permasalahan fundamental bagi sistem politik dan demokrasi Indonesia. Mengakibatkan Indonesia dalam cengkeraman partai politik dan oligarki pengusaha. Partai politik menguasai parlemen (DPR), dan juga eksekutif (presiden). Membuat check and balances tidak berfungsi. Karena terindikasi jelas terjadi persekongkolan antara eksekutif dan legislatif, menciptakan pemerintahan otoriter dan tirani. Banyak pihak menuding pemilihan presiden (pilpres) langsung oleh rakyat sebagai akar masalah dari semua ini. Pilpres langsung dengan dominasi partai politik membuat bandar oligarki menguasai Indonesia. Maka itu, banyak pihak percaya sistem konstitusi sebelum amandemen, atau UUD 1945 asli, dapat menjadi solusi atas permasalahan bangsa dewasa ini. Karena presiden dipilih oleh MPR. Seruan “kembali ke UUD 1945” menggema. Pada saat bersamaan, pendukung Jokowi sedang berupaya keras untuk memperpanjang masa jabatan presiden atau mengubah periode jabatan presiden menjadi lebih dari dua periode. Namun, reaksi masyarakat ternyata sangat keras menolak rencana perpanjangan masa jabatan presiden yang melanggar konstitusi ini. Meskipun melalui MPR dengan mengubah konstitusi terlebih dahulu, agar seolah-olah konstitusional. Manuver ini disebut dengan kudeta konstitusi: constitutional coup. PERPPU atau dekrit presiden tidak bisa memperpanjang masa jabatan presiden, karena melanggar konstitusi. Sidang istimewa MPR memperpanjang masa jabatan presiden dikecam dan ditolak keras masyarakat. Karena pada intinya merupakan kudeta konstitusi. Kalau dipaksakan, bisa mengundang keributan sosial, bahkan mungkin konflik horisontal. Otak bandit memang selalu menemukan cara-cara licik untuk mencapai tujuannya, dengan menghalalkan segala cara. Maka itu, ketika semua upaya menemukan jalan buntu, “Kembali ke UUD 1945 asli” menjadi topik yang bisa ditunggangi untuk kepentingan perpanjangan masa jabatan presiden. Jokowi diharapkan menerbitkan dekrit presiden “kembali ke UUD 1945 asli”, dan dipersilakan memperpanjang masa jabatannya, 2 atau 3 tahun. Ini namanya menunggangi isu “kembali ke UUD 1945 asli” sebagai solusi bangsa. Tetapi, malah digunakan untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Membuat pemerintahan Jokowi menjadi pemerintahan otoriter dan tirani. Karena, “kembali ke UUD 1945 asli” harus satu paket dengan pembatasan masa jabatan presiden lima tahun, dan maksimal dua periode, berlaku surut. Artinya berlaku untuk masa jabatan presiden sampai pemilihan presiden terakhir, yaitu 2019. Dalam hal ini, presiden yang sudah menjabat dua periode, seperti SBY dan Jokowi, tidak bisa lagi menjabat presiden. Tetapi, Megawati yang baru menjabat presiden satu periode masih bisa dipilih sebagai presiden. Ini esensi yang dikehendaki oleh suara-suara “kembali ke UUD 1945 asli”. Selain itu, akan mendapat penolakan keras dari masyarakat, yang tidak menghendaki “kembali ke UUD 1945 asli” ditunggangi untuk kepentingan perpanjangan masa jabatan presiden, menciptakan otoritarian dan tirani. Kalau Jokowi mengeluarkan dekrit “kembali ke UUD 1945 asli” dengan memperpanjang masa jabatannya sendiri, maka Jokowi melanggar konstitusi. Karena, presiden tidak mempunyai hak konstitusi untuk mengubah UUD maupun masa jabatan presiden. Mengubah UUD, termasuk “Kembali ke UUD 1945 asli” merupakan hak konstitusi MPR, sehingga hanya bisa dilakukan oleh MPR. Tetapi tidak bisa dilakukan oleh MPR saat ini, karena tidak mempunyai kredibilitas, setelah menyuarakan perpanjangan masa jabatan presiden yang melanggar konstitusi. Maka itu, kalau elit bangsa ini sungguh-sungguh ingin “kembali ke UUD 1945 asli”, maka sidang MPR untuk “kembali ke UUD 1945 asli”, dengan pembatasan masa jabatan presiden, wajib dilaksanakan *setelah* pemilu 2024: oleh anggota MPR terpilih pemilu 2024. Karena itu, pemilihan presiden sebagai mandataris MPR, baru dapat dilakukan tahun 2029. Kalau dipaksakan tahun 2024, maka patut diduga keras ada kepentingan mau menunggangi “kembali ke UUD 1945 asli”, untuk menciptakan pemerintahan otoriter dan tirani: memperpanjang masa jabatan presiden Jokowi, yang akan mendapat penolakan keras dari masyarakat. Karena, konstitusi bukan merupakan barang dagangan yang bisa dibarter, “kembali ke UUD 1945 asli” dengan perpanjangan masa jabatan presiden. (*)
Fahri Hamzah Keliru Soal Anies
Partai Gelora menjual slogan “Arah Baru Indonesia”. Tapi kebijakan yang dipilih oleh elitnya patut diduga lebih mencerminkan sebagai sebuah persembahan untuk penguasa. Sehingga, arahnya bukan “Baru” tapi “Keliru”. Oleh: Sulung Nof, Penulis Pendahuluan SEORANG jurnalis FNN mengirim pesan teks kepada saya terkait rencana beliau untuk membuat tulisan berjudul “Fahri Buldozer Anies”. Diskusi saat itu berkembang usai mempublikasi tulisan bertajuk “Kopi Pahit”. “Judulnya ngeri,” respon saya perihal rencana tulisan beliau tersebut. Namun setelah ditunggu sejak pekan lalu, tampaknya artikel itu belum juga muncul. Di mesin pencarian juga belum ditemukan jejak-jejak dokumen terkait. Oleh karena itu saya akan melanjutkan sekuel “Kopi Pahit” untuk menanggapi nyanyian Fahri Hamzah (FH) yang berkali-kali menyerang Anies Baswedan dalam beragam mimbar politik. Supaya seimbang, maka perlu diluruskan. Dalam forum komunikasi relawan, saya sajikan isu agar kritik FH bisa difasilitasi melalui podcast. Tetiba penawaran itu disambut oleh seorang kreator konten. Insya Allah, kita akan berdiskusi pada Sabtu akhir pekan ini (24/12/2022). Melalui tulisan ini, tanpa mengurangi rasa hormat sedikitpun, kami mengundang Bapak Fahri Hamzah agar dapat berdiskusi melalui podcast Saeful Zaman. Walaupun saya menyadari bukanlah kawan diskusi yang setara. Dalil pertama, FH adalah tokoh nasional – yang seringkali melahap orang yang kontra dengan dirinya. Dalil kedua, kapasitas beliau jelas lebih mumpuni. Dalil ketiga, referensi yang digunakan saat debat basisnya kuat dan persuasif. Meskipun kita sama-sama dari UI, namun beda nomenklatur dan jurusan. Beliau alumni kampus bergengsi, sementara saya lulusan kampus calon akademisi. Beliau jurusan Depok, sementara saya jurusan Jakarta. Pamit ke Prabowo Saya selaras dengan saran/kritik FH agar Anies Baswedan sowan ke Prabowo Subianto (PS) usai purnatugas. Etika itu beliau tunjukkan saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, sepekan pasca purnatugas di Balaikota. Namun di balik yang tampak, kita tidak tahu pasti mengapa Anies belum juga silaturrahim dengan PS. Dugaan saya, beliau sudah berkomunikasi dengan Ketum Gerindra. Tapi bisa jadi kunjungannya belum diterima saat ini. Jika keadaannya demikian, dan Anies sendiri merasa perlu menjaga kehormatan PS, maka tuduhan FH bahwa beliau tidak beretika jelas kebablasan. Silakan bandingkan dengan calon yang diusung PS pada Pilgub DKI satu dekade lalu. Non-Partisan FH menuding Anies sebagai orang yang berada di luar gelanggang parpol, tapi berusaha membawa peruntungan dirinya ke dalam pentas kepemimpinan nasional sejak Konvensi Partai Demokrat. Sementara parpol kebagian capek. Beliau amnesia, PT 20% diketuk palu saat dirinya memimpin sidang. Posisinya ketika itu adalah sebagai Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS (?). Artinya, beliau mendiamkan sebuah sistem yang memblokir peluang hadirnya calon presiden independen. Simpulannya, kalau FH jengkel karena Anies bisa maju sebagai Bakal Calon Presiden tanpa harus memiliki KTA, maka logikanya pada saat itu dirinya memang menjadi bagian yang menjegal melalui penetapan Presidential Threshold 20%. Massa Marah FH lanjut menuding bahwa relawan dan masyarakat yang mendukung Anies Baswedan dilabel sebagai “Massa Marah”. Beliau tampaknya tidak cakap dalam membedakan antara kemarahan dengan harapan. Padahal, relawan dan masyarakat yang ramai mendukung Anies Baswedan adalah wujud dari sebuah harapan akan perubahan dan perbaikan jika kelak beliau menjadi Presiden RI pada 2024. Ini waktunya untuk merestorasi Indonesia. Jika logika FH demikian, maka eksistensi Partai Gelora adalah wujud dari kemarahan beliau terhadap PKS dan para fungsionarisnya. Sebab, status beliau saat itu sudah dipecat dari PKS. Itulah yang menyebabkan amarahnya muncul. Arah Keliru Partai Gelora menjual slogan “Arah Baru Indonesia”. Tapi kebijakan yang dipilih oleh elitnya patut diduga lebih mencerminkan sebagai sebuah persembahan untuk penguasa. Sehingga, arahnya bukan “Baru” tapi “Keliru”. Contoh. Gelora mendukung Bobby Nasution sebagai Calon Wali Kota Medan. Lalu FH mulai mengkritisi #KamiOposisi. Kemudian beliau lanjut mengusili Anies Baswedan. Ngamen di beragam acara untuk kampanye negatif. Apakah persembahan itu ada kaitannya dengan kelancaran proses pendaftaran parpol, mulai dari verifikasi administratif dan faktual yang disyaratkan oleh KemenkumHAM dan KPU? Wallahu a\'lam. Perlu dibuktikan lebih jauh. Penutup Tulisan ini punya legal standing. Pertama, saya adalah relawan dari REKANAN /Rekan Anies Baswedan. Kedua, memiliki KTA Partai Gelora. Adakalanya aktif mengikuti acara #GeloraTalks. Silakan cek validitas data keanggotaannya. Apa yang saya tuangkan di sini adalah sebagai penyeimbang dari seorang yang sebelumnya pernah menjadi instrumen pendukung berdirinya Gelora. Secara DNA, jika FH mendukung Anies, maka sebaiknya beliau juga mendukung Anies. Bandung, 20122022. (*)