OPINI
Setelah Rakyat, Jokowi Ngeprank Parpol
Hanya punya bakat melucu dan melawak, tetapi sayangnya tidak profesional dan tidak menghibur. Bahkan menambah kesedihan dan pilu serta duka yang berkepanjangan bagi siapapun yang mendengar dan menyaksikannya. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI MAKSUD hati ingin mengambil simpati dan dukungan partai politik. Namun, acara relawan di GBK yang sejatinya menggiring agenda Jokowi Presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan, hanya menghasilkan realitas menari di atas penderitaan rakyat. Dengan kebiasaan berbohong pada rakyat, termasuk tak ada rasa sensitifitas kepada warga Cianjur yang dilanda gempa. Jokowi dan relawannya kini mulai ngeprank parpol seolah masih mendapat dukungan yang besar dan kuat dari rakyat. Belum reda gelombang distorsi kebijakan rezim yang membuat rakyat menjadi sengsara, Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sering terus berulah melakukan hal-hal yang tak relevan dengan kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Saat negeri berduka dengan gempa Cianjur, Jokowi bersama relawannya asyik bersenang-senang menghabiskan dana yang disinyalir mencapai Rp 100 miliar di GBK. Bukan hanya rakyat, bahkan PDIP yang menjadikan Jokowi sebagai petugas partai ikut menggugatnya. Melalui Dedi Sitorus, seorang kadernya di parlemen, PDIP mempertanyakan 5 hal yang diantaranya ughensitas dan pemilihan tempat acaranya itu. Seperti biasa, Jokowi dan relawannya ngeles bagai bajaj. Bahkan, kata Dedi Sitorus, para relawan itu sok tahu, merasa paling benar dan berkuasa dari yang lain. Itu merupakan wujud relawan yang sangat memalukan, sudah bodoh tapi sok pintar yang bisa menjadi cerminan presiden yang memang sudah ngga karu-karuan. Jokowi seakan mengokohkan dirinya yang sudah diidentifikasi rakyat sebagai presiden yang tidak punya kapasitas dan paling hobi berbohong. Dia tukang ngeprank kalau merujuk istilah milenial. Tak cukup rakyat, kini giliran partai politik yang kena prank Jokowi. Setelah menemui jalan buntu untuk merayu PDIP agar mendukung jabatan 3 periode atau perpanjangan jabatannya, Jokowi kini mulai banyak bermanuver mencari dukungan parpol. Golkar, PAN, dan PPP misalnya. Jokowi berusaha mendorong partai-partai politik itu untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai capresnya. Koalisi Indonesia bersatu (KIB) seperti ditekan karena diduga para ketua umum parpolnya tersandera kasus berupa skandal korupsi. Melalui KIB, Jokowi seperti sedang menyiapkan atau memaksa Ganjar sebagai presiden boneka oligarki berikutnya setelah dia. Tentu saja sebagai cadangan jika presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan gagal diwujudkan Jokowi. Sayangnya, niat Jokowi memenuhi syahwat politik kekuasaannya itu bagai pungguk merindukan bulan. Bukan hanya miris dan memprihatinkan, acara kumpul relawan di GBK menjadi cemoohan publik. Semakin membuktikan Jokowi dan para relawan itu memang nyata ironi. Mengabaikan kondisi negara yang sedang mengalami krisis dan terpuruk, terlebih di tengah duka korban gempa Cianjur. Semua yang dilakukan Jokowi dan relawannya cenderung semu dan penuh kebohongan. Mungkin sudah terbiasa kehidupan negara ini dianggap permainan, senda gurau dan hanya untuk senang-senang. Tak ada skala prioritas dan hal yang urghens, acara relawan di GBK tidak lebih sebagai upaya mengumpulkan massa bayaran untuk hiburan semata. Maksudnya ingin menunjukkan dukungan rakyat kepada Jokowi masih besar dan kuat. Namun, manuver Jokowi dan relawan itu, seseunggunya hanyalah upaya ngeprank partai politik agar mau mengusungnya menjadi presiden 3 periode atau memperpanjang jabatannya. Kasihan Jokowi dan para relawan ndablek-nya itu, tak lelah ngeprank rakyat, kini mulai ngeprank parpol. Seharusnya mereka itu layak berada di panggung komedi atau menjadi bintang sinetron bergenre lawak. Hanya punya bakat melucu dan melawak, tetapi sayangnya tidak profesional dan tidak menghibur. Bahkan menambah kesedihan dan pilu serta duka yang berkepanjangan bagi siapapun yang mendengar dan menyaksikannya. Kalau rakyat sih sudah terbiasa, terbiasa jadi bulan-bulanan di-prank Jokowi, entahlah kalau parpol yang di-prank. Kita lihat saja apa yang terjadi, apa yang dilakukan parpol menyikap prank Jokowi dan relawannya. Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot, 30 November 2022/6 Jumadil Awal 1444 H. (*)
Izin Tempur atau Bantuan Dapur
Pejabat birokrasi mantan politisi anggota DPRD Sulawesi Utara ini memang harus belajar Konstitusi lagi. Menurut UUD 1945, kebebasan menyampaikan pendapat itu adalah Hak Asasi Manusia. Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan BENNY Ramdhani, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) ngoceh aneh minta izin tempur melawan mereka yang mengkritisi Pemerintah. Ocehan premanisme pejabat pemerintah ini tentu disemprot banyak orang. Benny ini gak ngerti Konstitusi dan relasi rakyat dengan pemerintah. Menjadi pejabat atau Presiden sudah semestinya siap untuk menerima kritik. Jika tak siap, ya sudah mundur saja! Ngajak ngadu otot melawan rakyat adalah kebodohan bertingkat-tingkat. Menganggap bahwa negara ini boleh dikuasai oleh kaum gerombolan. Gerombolan yang beralasan siap membela penguasa. Bukannya ngurus serius pekerja migran yang banyak tertindas, eh mang Benny ini malah ribut ngajak tempur. Ingin menciptakan konflik horizontal. Memang rakyat akan takut dan diam menghadapi tantangan? Tidak Om! Lu jual, gue beli! Bertempurlah melawan para majikan atau pemilik modal yang sok kuasa dan memperbudak. Belalah nasib pekerja migran kita yang memprihatinkan di berbagai negara. Ini adalah tupoksi BP2MI. Bukan ke sana-sini, bela Jokowi. Presiden pun tak akan merasa ada manfaat atas ocehan Benny, sebaliknya justru tercemarkan oleh politik kaum penjilat. Di tengah musibah di Cianjur yang memerlukan empati bangsa, justru berkumpul relawan melakukan aksi politik dukung perpanjangan jabatan Presiden. Presiden sendiri bicara irelevan soal rambut putih dan kulit keriput. Ditambah lagi kini dengan usulan premanisme Benny Ramdhani. Sungguh semakin kacau saja negeri ini. Sebaiknya Benny Ramdhani bukan minta izin tempur tetapi membantu dapur, dapur para pengungsi Cianjur yang rumahnya hancur karena gempa. Mereka yang kehilangan sanak keluarga dan menderita. Sebagian korban masih terkubur belum ditemukan juga. Belum lagi nantinya untuk rekonstruksi infrastruktur. Oh ya Cianjur juga termasuk yang banyak berkontribusi mengirin pekerja migran, lho Pak. Masih banyak pekerjaan urusan dapur, bukan bertempur. Minta penegakan hukum itu bagus, tetapi hukum yang digunakan untuk menggebuk lawan politik, pengkritik atau yang tidak sejalan dengan kebijakan Pemerintah adalah perilaku hewani atau tirani. Main hakim sendiri namanya. Pejabat birokrasi mantan politisi anggota DPRD Sulawesi Utara ini memang harus belajar Konstitusi lagi. Menurut UUD 1945, kebebasan menyampaikan pendapat itu adalah Hak Asasi Manusia. Namanya freedom of speech. Menyampaikan pandangan mengenai kekeliruan kebijakan Pemerintah itupun dijamin haknya. Beda pandangan juga boleh. Mendesak Presiden mundur juga legal. Bahkan meminta agar Presiden dipaksa untuk mundur juga sah-sah saja. Semua diatur Konstitusi. Tidak harus dengan berkelahi. (*)
Sejarah Mencatat: Hanya PKI yang Menggunakan Pancasila Sebagai Alat Pecah-Belah Bangsa
Pidato sampah. Pernyataan Kepala BP2MI Benny Ramadhani sebagai pejabat negara seharusnya berkewajiban menjaga persatuan bangsa, tetapi ia justru melakukan fitnahan pada umat Islam. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Anggota Dewan Pakar Pemuda Pancasila PERNYATAAN Kepala BP2MI Benny Ramadhani yang siap tempur dengan pihak-pihak yang berseberangan dengan Presiden Jokowi perlu mendapat tanggapan yang serius. Sebab, sudah melakukan agitasi dan pecah-belah terhadap bangsa Indonesia. Pernyataan Benny tersebut dinilai sangat provokatif dan penuh kebencian yang dapat menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Pernyataan Benny Ramdhani ini provokatif dan penuh kebencian. Berikut ini cuplikan pidato Benny Ramdhani yang mengatakan dengan rasa kebencian yang dituduhkan gerombolan berjubah atas nama agama. “Saudara saudara musuh besar kita ,musuh besar bangsa ini ,musuh besar rakyat Indonesia, musuh besar aparat sipil negara,adalah gerombolan politik berjuba atas nama agama yang selama ini anti Pancasila dan ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi negara kita sedang diserbu ideologi trans Nasional. Kita sedang diserbu proxy Internasional. Saya ingin menyatakan mereka yang selama ini merongrong pemerintahan sipil yang sah. Bahkan, ingin menggulingkan mereka (yang) selama ini dari klandestain hingga pada perjuangan terbuka, tidak takut lagi. Anti Pancasila, ingin mengganti dengan ideologi sampah dan barang rosokan yang dibawa dari luar. Sesungguhnya mereka antek-antek asing dari luar yang sesungguhnya agen proxy internasional yang ingin menghancurkan negara kita. Memecah kesatuan bangsa, membelah Persatuan Nasional Indonesia, mengganti wajah Indonesia kita dan merobek kain merah putih.” Jelas agitasi Benny seperti ini menggunakan Pancasila untuk menghancurkan Persatuan dan Kesatuan bangsa, tidak sesuai dengan ajaran Pancasila. Mengasuh domba anak bangsa terutama tuduhan terhadap umat Islam .justru fitnah yang tanpa bukti. Padahal dia tidak sadar bahwa Ideologi Pancasila bukan akan diganti, tetapi sudah diganti dengan ideologi trans Nasional yang bernama Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Rupanya Benny tidak mengerti sejak UUD diganti dengan UUD 2002 yang diamandemen itu ideologi Pancasila. Oleh sebab itulah kekuasaan bukan di Permusyawaratan tetapi diperebutkan dengan banyak-banyakan suara kalah- menang, pertarungan kuat-kuatan dengan sistem Presidensil. Bukti bahwa Pancasila itu tidak lagi menjadi dasar ketatanegaraan negara Indonesia adalah: Pertama, sistem kolektivisme, sistem MPR yang keanggotaan MPR elemen dari rakyat Indonesia telah diganti MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh MPR. Kedua, sistem MPR diganti dengan sistem presidensial yang basisnya individualisme, liberalisme, kapitalisme. Maka kekuasaan dipertarungkan dengan banyak-banyakan suara, kalah menang, kuat kuatan. Maka lahir mayoritas yang menang dan minoritas yang kalah. Dengan demokrasi mayoritas ada oposisi, tentu ini bertentangan dengan Bhinneka Tunggal Ika. Jadi, jelas sistem ini menghabisi Pancasila. Tidak ada lagi permusyawaratan perwakilan. Tidak ada nilai “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Sila ke 4 dikhianati diganti dengan banyak-banyakan suara. Ketiga, tidak ada lagi nilai persatuan Indonesia sila ke-3 dalam pertarungan memperebutkan kekuasaan. Menurut Arief Budiman, mantan Ketua KPU, total ada 894 petugas KPPS yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit. Jadi, di sini jelas pemilu dengan dasar liberal tidak mengenal “Kemanusiaan Yang adil dan beradab”. Dalam sistem presidensil itu tidak mengenal kemanusiaan maka pemilu 2019 perlu tumbal 894 anak bangsa harus meninggal yang tidak bisa diketahui apa penyebab kematiannya. Bukti menuduh ada yang ingin mengganti ideologi Pancasila hanya ocehan yang tanpa dasar dan tanpa bukti yang hanya menebar kebencian dan adu domba antar anak bangsa dan pecah-belah, biasanya hal demikian dilakukan oleh antek-antek PKI. Memang PKI tidak lagi mengusung bendera palu arit tetapi telah berubah menjadi sel-sel yang setiap saat akan mengancam bangsa kita. Pidato sampah. Pernyataan Kepala BP2MI Benny Ramadhani sebagai pejabat negara seharusnya berkewajiban menjaga persatuan bangsa, tetapi ia justru melakukan fitnahan pada umat Islam. Rasanya sudah bukan lagi kita harus diam atas pernyataan fitnah dan agitasi penuh kebencian ini. Kita harus bawa ke rana hukum. Dan umat Islam harus segera bangkit dan bersatu. Sebab di depan mata, kita sudah bangkit Neo PKI dengan menggunakan Pancasila sebagai alat gebuk. (*)
Sampah Mengakhiri Oligarki Batubara
Transisi energi memang bukan pekerjaan kecil. Ia harus melibatkan seluas luasnya partisipasi masyarakat yang mestihya mendapat manfaat atas agenda internasional yang tengah dipimpin oleh Presiden Jokowi. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) SEJAK isue tambang ilegal menyeruak ke permukaan, mata kita terbelalak, ternyata hasil tambang ilegal membekingi banyak pejabat politik di tanah air. Tambang ilegal dibekingi orang kuat, kata Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka. Bekingan paling banyak berasal dari tambang ilegal batubara. Padahal data menunjukkan bahwa tambang ilegal cuma 10 persen-an dari seluruh tambang tapi menghasilkan uang segitu banyaknya. Bagaimana uang tambang legal? tentu saja uangnya segunung. Tambang batubara Indonesia memproduksi sekitar 650 juta ton sampai dengan 700 juta ton setahun. Sebagian kecil sekitar 100 juta ton dipasok ke dalam negeri untuk memenuhi 70 persen kapasitas pembangkit nasional. Sisanya diekspor ke luar negeri. Uang hasil ekspor kelihatannya tidak disimpan di dalam negeri secara resmi. Buktinya eksploitasi dan ekspor batubara sebanyak itu tidak membawa hasil manfaat bagi stabilitas moneter, nilai tukar, APBN, keuangan nasional, apalagi buat rakyat, tidak ada! Artinya uang hasil dari tambang batubara tidak jelas ke mana dibawa kabur. Pemerintah, DPR, Menteri keuangan, Bank Indonesia, OJK, PPATK, lembaga penegak hukum, tutup mata dengan berbagai skandal sumber daya alam. Sampai sekarang belum ada perusahaan tambang batubara yang tersentuh hukum. Walaupun banyak pengaduan dari masyarakat, pejuang lingkungan, aktivis hak azasi yang menyampaikan fakta bahwa batubara adalah musuh utama gerakan masyarakat dalam masalah lingkungan hidup, gerakan perjuangan masyarakat lokal, gerakan perempuan, dll. Sekarang datanglah agenda suntik mati batubara dan pembangkit batubara. Ide suntik mati ini datang dari pemerintahan Indonesia. Presiden Joko Widodo sendiri yang memimpin transisi energi melalui program Just Energy Transition Partnership (JETP) telah menetapkan target penutupan pembangkit batubara pada 2030. Melalui kerja bersama atau kemitraan yang beranggotakan Inggris, AS, Jepang dan negara Uni Eropa (UE) lainnya, JETP telah membuat roadmap percepatan transisi energi khususnya penutupan atau suntik mati pembangkit batubara sebelum tahun 2030. Masyarakat Indonesia lebih siap dari siapapun untuk perbaikan lingkungan. Batubara akan digantikan dengan apa? Oleh siapa? Jawabannya dengan sampah, oleh masyarakat sendiri yang didukung komunitas internasional. Langkah progresif telah dimulai oleh Walikota Cilegon Helldy Agustian dengan membangun pabrik pengolah sampah mengubahya menjadi bahan bakar, semua sampah bisa, kecuali kaca dan besi. Program yang didukung PLN ini hasilnya bahan bakar setara batubara dengan kalori 3000 sampai 4000 yang dikirim ke pembangkit PLTU Suralaya milik PLN. Bayangkan pula jika terobosan Walikota Cilegon ini diikuti oleh semua bupati dan walikota seluruh Indonesia, maka selesailah urusan PLN dengan seluruh bandar batubara kakap pelaku utama deforestasi dan pencemaran udara di Indonesia. Bayangkan nanti separuh pembangkit PLN PLTU saat ini akan dipasok bahan bakarnya oleh masyarakat, tukang pengumpul sampah. Ini benar-benar akan menjadi usaha rakyat, memberikan pekerjaan dan memberikan uang kepada rakyat. PLN adalah rakyat, rakyat adalah PLN. Begitulah slogannya kelak. Ini yang namanya dengan Inclusive kalau dalam bahasa Just Energy Transition Partnership (JETP). Kalau bahasa Dirut PLN Darmawan Prasojo, ini namanya kerakyatan. Rakyat terlibat dalam perjuangan untuk ketahanan energi dan usaha memperjuangkan kedaulatan negara. Ini adalah pelaksanaan dari sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Hankamrata), begitu yang dikatakan Dirut PLN pada acara Peresmian Pabrik Bahan Bakar Jumputan Padat TPSDA Bagendum, bahan bahar dari sampah karya masyarakat Cilegon, Rabu (23/11/2022). Transisi energi memang bukan pekerjaan kecil. Ia harus melibatkan seluas luasnya partisipasi masyarakat yang mestihya mendapat manfaat atas agenda internasional yang tengah dipimpin oleh Presiden Jokowi. Tanpa partisipasi masyarakat maka transisi energi akan mewariskan masalah baru yakni pengangguran dan kemiskinan. Ia tidak akan ada bedanya dengan oligarki bandit batubara, tambang dan sawit yang meninggalkan kerusakan dan kemiskinan di wilayah operasi perusahaan mereka. (*)
Benny BP2MI Minta Jokowi Tegakkan Hukum, Apa Presiden Berani?
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN BENNY Rhamdani, yang dikecam luas karena video yang seolah-olah mengajak lawan politik berkelahi, konsisten dalam pendiriannya. Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) itu membuat klarifikasi tentang video tsb. Dia malah mengatakan, “keinginan mereka apa, dengan cara apa dong?” Artinya, Benny tetap ingin mengajak tawuran. Bahasa preman, gaya pun preman. Kata Benny, dia hanya menyarankan kepada Jokowi untuk menegakkan hukum. Kelihatannya ini yang dimaksud Benny adalah menghukum orang yang bersalah. Sangat tepat. Hukum harus ditegakkan. Jangan ada orang atau kelompok tertentu yang tak bisa disentuh hukum. Saran Benny kepada Jokowi sangat mulia. Tapi, Benny lupa bahwa bosnya justru selama ini menghindarkan penegakan hukum untuk semua orang. Jokowi tidak mungkin menegakkan hukum terhadap para konglomerat hitam yang ada di kelompok oligarki bisnis, dan terhadap orang-orang dekatnya. Jokowi juga tak bisa tanpa tebang pilih. Sebab, tebang pilih itu enak sekali. Mana yang menentang ditebang, mana yang menguntungkan tidak. Jadi, di sinilah persoalan terbesar Jokowi. Dia tak bisa menegakkan hukum dalam kasus korupsi RS Sumber Waras, TransJakarta, kesewenangan Meikarta, pelanggaran reklamasi Teluk Jakarta, kesewenangan perusahaan tambang di berbagai daerah. Apalagi dalam kasus dugaan aliran dana ke Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep. Berani enggak Pak Jokowi menegakkan hukum di sini? Lain lagi pembantaian KM-50, e-KTP yang masih belum menyentuh orang-orang kuat termasuk PM dan GP, dll. Berani Jokowi tegakkan hukum terhadap orang-orang ini? Dan banyak lagi, Pak Benny, penegakan hukum yang mangkrak. Yang disebut di atas baru sebagian kecil kasus di era Jokowi yang tidak terjadi atau tidak dilanjutkan penegakan hukumnya. Ada lagi kasus-kasus penistaan agama, ujaran kebencian, penghinaan, SARA, dll, yang tidak diproses. Semua ini terjadi karena para pelaku kebal hukum. Mereka dilindungi oleh para penguasa. Kepolisian tidak memproses. Begitu juga kejaksaan. Pokoknya, begitu kasus-kasus hukum melibatkan para pendukung Jokowi, jangan diharap akan ditangani di jalur hukum. Sebaliknya, orang-orang yang berseberangan dengan rezim akan secepat kilat ditangkap dan dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP). Tak lama kemudian diteruskan ke kejaksaan dan lanjut ke pengadilan. Cepat sekali para tersangka yang berseberangan dengan Jokowi dijebloskan ke penjara. Sekali lagi, akan sangat bagus kalau tuntutan Benny Rhamadani tentang penegakan hukum dapat terlaksana. Tetapi, hendaklah penegakan hukum yang berkeadilan. Bukan penegakan hukum hanya terhadap musuh-musuh rezim saja. Tegakkan juga hukum secara konsisten atas semua kasus yang melibatkan para buzzer dan pendukung Jokowi. Inilah tuntutan rakyat. Inilah keinginan semua orang. Tetapi, yang terjadi sangat menyakitkan. Pihak penguasa memberikan prioritas tindakan hukum terhadap orang-orang yang tidak sejalan dengan mereka. Untuk orang-orang Jokowi yang melakukan pelanggaran hukum, jangan diharap akan diproses. So, kalau Benny mendesak Jokowi agar menegakkan hukum dan Jokowi mau melakukannya, maka percayalah Indonesia akan tenteram. Aman dan damai. Tak perlu lagi Pak Benny berorasi provokatif, dramatis dan jilatis (menjilat) di depan Jokowi. Tak perlu juga Anda mengancam-ancam.[]
TKI Meninggal Jaman Benny Ramdhani Tiga Kali Lipat Dibanding Saat Jumhur
Sudah kerja keras Jumhur turunkan kematian TKI, eh pas Jumhur diganti TKI yang meninggal meningkat. Harusnya kan turun terus hingga ke angka alamiah. Oleh: Andrianto, Aktivis 98 dan Tokoh Oposan KALAU sudah gak becus urus TKI/BP2MI masih mendinglah jika Benny Ramdhani yang kini Kepala BP2MI (dulu BNP2TKI) mau main-main politik termasuk minta penjarakan orang-orang yang berlawanan dengan pemerintah Presiden Joko Widodo. Faktanya sejak era Jokowi, jumlah TKI/PMI yang meninggal saja naik pesat. Artinya manajemen pengelolaan TKI amburadul. Coba saja bandingkan dengan saat TKI diurus Jumhur Hidayat sebagai Kepala BNP2TKI. Menurut data BNP2TKI yang dilansir oleh katadata.co.id (28/02/17), pada tahun 2014 saat Jumhur Hidayat lepas jabatan Kepala BNP2TKI, jumlah TKI yang meninggal bisa ditekan hingga 226 orang saja dan tahun sebelumnya 2013 yang meinggal 372. Nah, sejak ganti pemerintahan itu jumlah TKI meninggal terus meningkat pesat. Menurut Kepala BP2MI Benny Ramdhani selama dua tahun dari 2020-2022, TKI yang meninggal berjumlah 1.445 orang. Kalau dibagi rata-rata saja artinya lebih dari 722 TKI meninggal dunia. Ini kan artinya 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan tahun 2014. Sudah kerja keras Jumhur turunkan kematian TKI, eh pas Jumhur diganti TKI yang meninggal meningkat. Harusnya kan turun terus hingga ke angka alamiah. Saat Jumhur menjadi Kepaka BNP2TKI dia meninggalkan aktivitas politiknya dan berkonsentrasi penuh pada tugasnya ngurus TKI. Jadi, ya nyata hasilnya. Nah, kalau pegang jabatan hanya untuk petantang petenteng kayak preman main politik ya begitulah jadinya, rakyat jadi korbannya. Dari jejak digital diketahui, Presiden Jokowi melantik Benny Ramdhani menjadi Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/4/2020). Benny Ramdhani merupakan Ketua DPP Partai Hanura dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sulawesi Utara periode 2014-2019. Benny adalah mantan aktivis yang sudah malang melintang di dunia politik. Sebelum bergabung ke Hanura, Benny adalah kader PDIP. Pernah menjadi anggota DPRD Sulawesi Utara tiga periode sejak 1999 hingga 2014, sebelum melenggang ke Senayan sebagai senator. Benny pernah jadi Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Manado 1996-1998, Direktur Eksekutif Forum Diskusi Anak Bangsa (Fodab) Sulut 1994-1998, Ketua GP Ansor Sulut 2004-2010, dan Direktur Eksekutif Komite Perjuangan Pembaharuan Agraria (KPPA) Sulut. Benny Ramdhani sempat jadi sorotan saat Sidang Paripurna kedua DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 19 September 2019, ricuh. Dia terlibat adu mulut dan nyaris adu fisik dengan senator asal NTT Syafrudin Atasoge karena berebut interupsi. Teranyar, pernyataan tendensius Ketua BP2MI Benny Rhamdani di hadapan Presiden Jokowi menimbulkan keresahan masyarakat luas. Tak ketinggalan Gerakan Nasional 98 juga tersinggung atas pernyataan provokatif Benny itu. Ketua Umum Gernas 98 Anton Aritonang meminta Presiden Jokowi segera memecat Benny. Apa yang telah disampaikan Benny Ramdhani sebagai Kepala BP2MI dan mengaku “mantan” aktivis 98 saat diskusi dengan Presiden sangat bertolak belakang dengan spirit Reformasi 98, bahkan pernyataan tersebut memicu konflik horizontal antar-sesama anak bangsa. Mereka-mereka yang kritis terhadap Pemerintahan Jokowi dianggap menebar kebencian pada Presiden Jokowi dan cenderung provokatif. Pernyataan Benny ini bukan sebagai masukan kepada Presiden. Benny sudah menjurus, mengarahkan Presiden untuk melakukan tindakan represif kepada mereka-mereka yang kritis terhadap Pemerintahan Jokowi. Gernas 98 menilai pernyataan Benny tersebut justru menebar kebencian. Benny justru tidak bisa membedakan antara kritik dan menebar kebencian. Benny itu penjilat, selama menjadi Kepala BP2MI, Benny sudah melakukan apa terhadap terlindungnya buruh Migran dari intimidasi majikan yang ada di dalam dan luar negeri. Benny Ramdhani telah memicu perpecahan dan konflik horizontal. (*)
Munajat Akbar 212, Perlukah?
Bagaimana dengan yang pro? Munajat Akbar 212 menjadi penting karena beberapa faktor. Apalagi, jika ada rezeki yang cukup untuk melakukan perjalanan dan kesehatan dalam kondisi prima. Oleh: Sulung Nofrianto, Penulis BAGAIMANA jawaban Anda jika dihadapkan pada sebuah pertanyaan, “Perlukah Munajat Akbar 212?” Barangkali responnya akan beragam. Tapi setidaknya ada dua yang kontras, Ya dan Tidak. Bagi yang kontra, kadang ada yang mencibir peserta Munajat Akbar 212 sebagai pengangguran. Sebab, mengadakan aksi di hari kerja tidak mungkin dihadiri oleh para pekerja. Mereka tidak tahu, kalau banyak pengusaha. Kadang ada juga sinisme karena menganggap peserta Munajat Akbar 212 sebagai pengganggu. Sebab, otomatis ruas jalan bakal penuh dengan massa ketika pergi-pulang. Harap maklum, ini terjadi setahun sekali. Bahkan, pengajian rutin pekanan yang selama ini diselenggarakan oleh Majelis Rasulullah di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, juga tidak lepas dari komplain saat itu. Sempat pula menjadi tajuk media arus utama. Bagaimana dengan yang pro? Munajat Akbar 212 menjadi penting karena beberapa faktor. Apalagi, jika ada rezeki yang cukup untuk melakukan perjalanan dan kesehatan dalam kondisi prima. Pertama, silaturrahim kaum muslimin perlu terus dirajut dan dirawat selalu. Pertemuan tahunan ini adalah momen untuk menyatukan kembali (reuni) hati yang jatuh cinta karena Allah dan jatuh cinta kepada Rasulullah. Kedua, acara ini difokuskan untuk bermunajat kepada Allah SWT agar bangsa Indonesia senantiasa dalam rahmat dan lindungan-Nya. Boleh jadi ini sebagai teguran atas kezaliman yang berakibat mengundang bencana. Ketiga, kehadiran umat akan menjadi salah satu indikator bahwa pengikut Imam Besar Habib Rizieq Syihab tetap eksis. Umat akan tetap solid mengikuti komando para ulama, habaib, dan asatidz. Sebab, merekalah pelita di dalam gulita. Sebagai simpulan, setiap orang berbuat atas dasar keyakinannya. Bahwa, jika keyakinan sudah bertumbuh jadi cinta, maka segala cerca tak akan membuat goyah. Bandung, 28112022. (*)
Menteri Luhut Juga Gagal Tata Seribu Tambang Ilegal
Sebagian dari mereka adalah perusahaan multinasional yang menanamkan modalnya tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan lain dunia. (Sumber: Hanan Nugroho, Bappenas 2020). Oleh: Natalius Pigai, Mantan Komisioner Komnas HAM SAYA menolak hanya Kepolisian dan Bareskrim yang disalahkan. Pemerintah dan Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan gagal tata 1.000 tambang ilegal (Pertambangan Tanpa Izin, PETI) dan cenderung Komprador dengan MNC. Sudah sepatutnya rakyat menekan pemerintah sebagai sumber utama dari masalah tata kelola tambang. Tanpa aparat Kepolisian wilayah tambang ilegal telah menjadi tempat-tempat yang berbahaya dari kejahatan: transaksi ilegal, kriminal, narkoba, alkohol juga prostitusi dan perdagangan PSK (pekerja seks komersial). Para pelaku memiliki jaringan yang kuat diantara 1.000 titik tambang ilegal. Terdapat mobilisasi ilegal barang, orang, juga jasa. Pemerintah telah gagal kelola sumber daya ekstraktif seperti tambang. Padahal Indonesia itu sebagai negara produsen dan pengekspor bahan-bahan tambang seperti Batubara, Timah, Bauksit, Nikel, Tembaga, maupun Emas. Terdapat fakta pula bahwa Indonesia juga tempat yang ramai dengan kegiatan pertambangan rakyat skala kecil yang masih dikenal sebagai Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Namun, Pemerintah dalam hal ini Menko Luhut gagal revitalisasi kegiatan pertambangan rakyat yang sebagian telah berusia ratusan tahun. Akibatnya merugikan negara karena statusnya yang tanpa izin, tidak membayar royalti, menyebabkan keresahan sosial dan merusak lingkungan. Jumlah Pertambangan Ilegal mereka ini mencapai lebih dari 1.000 lokasi di berbagai daerah di Indonesia, dan kegiatan mereka menjadi gantungan hidup bagi sekitar 2 juta warga Indonesia. Hasil-hasil pertambangan di Indonesia yang sebagian (besarnya) kemudian diekspor tersebut diproduksi di pertambangan-pertambangan modern berskala besar seperti Freeport Indonesia (tembaga) di Papua, Vale (nikel) di Sulawesi Selatan, PT Aneka Tambang (bauksit; dulu di pulau Bintan-Kepulauan Riau, dan sekarang di Kalimantan Barat. Selain itu, PT Timah (timah) di Bangka Belitung, PT Kaltim Prima Coal atau Adaro (batubara) di Kalimantan Timur, dst. Sebagian dari mereka adalah perusahaan multinasional yang menanamkan modalnya tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan lain dunia. (Sumber: Hanan Nugroho, Bappenas 2020). Keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menko Maritim dan Investasi yang membawahi Kementerian Pertambangan dan Energi dimana perusahan miliknya, PT Toba Sejahtera, diduga ikut berinvestasi juga dalam pengelolaan Tambang cenderung subjektif dan menyalahi aturan hukum dan moral. (Sumber: Walhi dan Kontras 2021). Oleh karena itu rakyat seharusnya menekan pemerintah agar menata kembali pengelola hak tambang secara profesional supaya bermanfaat untuk negara, rakyat, pemda, pekerja, pengusaha juga kelestarian lingkungan tetap terjaga. (*)
Dugaan Beli Suara Dalam Pemilihan Presidium KAHMI dan Forhati di Palu?
Oleh Kamaluddin Hamid - Pemerhati Sosial-Politik BANYAK yang memuji sikap Korps Alumi Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang baru saja selesai menggelar musyawarah nasional (Munas) di Palu, Sulawesi Tengah. Organisasi mantan aktivis HMI ini berani tegas. Mereka memilih kehadiran Anies Baswedan di Munas dengan konsekuensi Presiden Jokowi batal hadir. Jokowi dan Anies, menurut jadwal acara, bakal berada di satu ruangan. Jokowi seharusnya membuka Munas dan Anies sebagai salah seorang pembicara utama (keynote speaker). Kata orang-orang yang tahu panggung belakang Munas, panitia pelaksana mendapat tekanan keras. Termasuk dari aparat intelijen, agar membatalkan kehadiran Anies demi kehadiran Jokowi. Tapi, panitia menolak tekanan itu. Mereka memilih Anies. Tentang mengapa Jokowi tidak mau ada Anies di Munas, dikatakan bahwa Presiden tidak mau ambil risiko kalah pamor dengan Anies. Dan kenyataannya memang para peserta lebih senang Anies yang hadir. Tersebarlah berita bagus untuk KAHMI. Bahwa KAHMI bukan organisasi sembarangan. Bukan kumpulan kaleng-kaleng. Mereka punya marwah, wibawa, dan tidak akan tunduk di bawah tekanan. Publik di luar Munas, bahkan yang mengikuti perkembangan dari jauh, sangat senang dengan pendirian KAHMI. Sayangnya, di balik berita bagus ini ada pula berita yang sangat tidak enak. Sekaligus memalukan. Yaitu, dugaan kuat bahwa proses pemilihan pimpinan KAHMI di Palu ternoda oleh praktik beli suara. Benarkah itu? Hanya Tuhan yang tahu pasti. Sejumlah orang yang kami tanyai di arena Munas memberikan jawaban yang afirmatif. Mengiyakan. Tetapi, ada satu-dua menjawab bahwa itu tak mungkin terjadi. Namun, yang satu-dua ini terkesan ingin melindungi KAHMI dari sangkaan jelek. Sesuatu yang sangat wajar, tentunya. Ada catatan seseorang yang bernama Arianto, yang menyebut dirinya sebagai pengamat sosial, tentang dugaan main duit itu. Catatan orang ini tersebar di sejumlah grup WhatsApp (WA). Arianto antara lain menggambarkan bahwa sembilan orang yang terpilih menjadi presidium Majelis Nasional (MN) KAHMI di Palu sangat patut diduga membeli suara peserta. Arianto bahkan menduga harga satu suara antara 2.5 juta sampai 5 juta. Ini berarti seorang pemilik suara bisa mengumpulkan 22.5 juta yang didapat dari kesembilan orang presidium yang terpilih. Catatan Arianto itu sangat vulgar. Dia berani menyebutkan nama-nama yang membagi-bagi uang. Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa APD mentransfer uang kepada pemilih melalui “mobile banking” (online banking). Yang lainnya, seperti DKG dan SMN membayar dengan uang tunai. Hebatnya, kata Arianto, untuk DKG dan SMN ada pihak yang menjadi bandarnya. Yaitu para pejabat dari lembaga penting kepemiluan. Yang juga diduga membayar dengan uang tunai untuk imbalan suara adalah HKD, RKP, RSG, dan para terpilih lainnya. Bagaimana dengan pemilihan presidium Forhati? Sama saja. Patut juga diduga para peserta yang maju di pemilihan pimpinan kelompok alumni HMI-wati ini tak lepas dari beli suara. Salah seorang yang mencalonkan diri untuk posisi presidium Forhati menceritakan pengalaman yang, kata dia, sangat memprihatinkan. Si calon didatangi langsung dan juga lewat komunikasi WA oleh sejumlah utusan wilayah dan daerah. “Salah seorang peserta Munas tanpa basa-basi bertanya kepada saya, ‘Mbak ada uang berapa?’,” kata si calon. Pertanyaan ini maksudnya ada berapa uang si calon untuk pemenangan. Dia dongkol sekali mendengar pertanyaan seperti itu. Ada yang minta kepada dia agar dibayarkan tiket pesawat pp, ada yang minta tiket pergi atau tiket pulang saja, dlsb. Si calon mengaku merasa malu sendiri. Si calon mengatakan lagi, beberapa peserta mengirimkan detail rekening bank kepadanya lewat chat WA. Agar langsung ditransfer uang yang diminta. Dia tidak melayani permintaan itu. Dia merasa sangat tak pantas cara-cara vulgar itu dilakukan oleh aktivis Islam. Akhirnya si calon tidak mendapat suara besar. Para calon lain bisa mengumpulkan suara mendekati dua ratus atau bahkan jauh di atas dua ratus. Si calon yang tersingkir itu merasa prihatin. Forhati bakal dipimpin oleh orang yang pernah menjadi narapidana korupsi/suap. Dia tidak menyebutkana siapa orang itu. Tapi, dari penelusuran di internet, kami termukan berita-berita tentang Wa Ode Nurhayati (meraih 195 suara) yang pernah divonis 6 tahun penjara dengan dakwaan suap anggaran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) tiga kabupatean di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam. Menurut berita yang dimuat “merdekadotcom” itu, Wa Ode memiliki kekayaan yang tidak wajar. Dia tidak membuat laporan lengkap (LHKPN) ke KPK ketika dia duduk sebagai anggota DPR Komisi VII. Dia duduk sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Disebutkan di dalam dakwaan jaksa KPK bahwa antara Oktober 2010 hingga September 2011, Wa Ode melakukan transfer uang di bank Mandiri cabang DPR sebesar 50.5 miliar rupiah. Wa Ode sekarang menjadi salah seorang presidium Forhati 2022-2077. Sesuai aturan pergiliran ketua, dia akan menjadi ketua presidium setelah Cut Mutia Ratna Dewi (meraih 244 suara) menyelesaikan masa jabatannya setahun ke depan. Si calon presidium yang dimintai uang oleh peserta Munas Forhati di Palu sangat menyayangkan bahwa seorang mantan napi korupsi akan menduduki kursi ketua presidium organisasi yang menyandang sebutan “Islam” itu. Dia lebih sedih lagi karena, kelihatannya, semua orang di KAHMI dan Forhati merasa biasa-biasa saja dengan kondisi ini. Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai “outlet” kekesalan si calon gagal. Ini semata bertujuan untuk mencolek nurani semua orang yang berada di HMI atau yang pernah ikut di HMI: apakah keadaan begini akan didiamkan saja? Apakah kita semua akan membuang rasa malu dan rasa bersalah dari dalam diri kita agar tradisi “you punya uang berapa untuk menjadi ketua” atau tradisi “ini nomor rekening saya” bisa diadopsi menjadi standar organisasi?[] Palu, 28 November 2022
Bunuh Diri Ala Benny Rhamdani
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI MENCORENG nama eksponen 98 dan cenderung anti demokrasi. Seolah-olah menyebut dirinya sebagai aktifis pergerakan sejati, ternyata hanya sebatas pemburu harta dan jabatan. Penjilat dan pengemis kekuasaan serta pelaku agitprop yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Itulah Benny Rhamdani. Ia pantas dan sepatutnya mendapat sanksi sosial dan hukum. Lagaknya seperti orang hebat. Merasa pintar, kuat, dan berkuasa. Di hadapan Jokowi, Benny Rhamdani bukan cuma sekadar membuktikan dirinya penjilat sejati. Ketua Barikade 98 itu, melakukan provokasi yang dapat memicu degradasi sosial dan disintegrasi bangsa. Demi urusan perut dengan cara ngoyo menikmati kue-kue kekuasaan, ia seperti tak punya rasa malu dan harga diri. Ketua Badan Perlindungan Pekerja Buruh Migrain (BP2MI) itu, mengumbar rasa kebencian dan sikap permusuhan baik kepada aktifis pergerakan khususnya dan rakyat pada umumnya. Benny seakan menabuh genderang perang kepada rakyat yang mayoritas Islam. Dengan menantang dan menghasut, ia meminta presiden agar gerakan kritis dan kesadaran perlawanan, segera diambil tindakan tegas dan dikriminalisasi. Benny tak ubahnya sedang memprovokasi presiden. Benny Rhamdani lupa kalau ia sendiri pernah menjadi aktifis dan melawan rezim kekuasaan tirani pada masa ode baru. Ia lupa diri, kemaruk harta dan jabatan, bikin malu roh perjuangan aktifis 98 dan semangat reformasi. Seakan tak punya kesadaran kritis dan kesadaran makna. Benny Rhamdani terlalu kerdil hingga lupa kalau tak ada pesta yang tak akan berakhir, tak ada kekuasaan yang abadi kecuali kekuasaan Tuhan. Sikap arogansinya dan mentang-mentang terhadap rakyat dipertontonkan di depan Jokowi. Padahal ia sedang menunjukkan kebodohannya sendiri, sikap hipokrit dan menghalalkan segala cara demi nafsu harta dan jabatan. Pikiran dan kata-katanya penuh hasut dan dengki, terutama pada yang berbeda pandangan dan sikap terhadap pemerintah. Dialog Benny Rhamdani dengan Jokowi yang videonya viral itu terlihat lucu dan menggelikan. Dampaknya, itu menjadi tontonan yang membangkitkan kemarahan rakyat, selain kesimpulan fakta bahwa sebetulnya 11-12 antara relawan dan presidennya. Relawannya angkuh, presidennya juga tidak disukai rakyat. Keduanya bak pinang dibelah dua, piawai dalam memainkan agitasi dan propaganda, kebohongan serta pengkhianatan terhadap Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Benny Rhamdani, tanpa sadar telah melakukan sesuatu yang memiliki implikasi yang tidak sederhana, mengumbar kebencian dan memancing emosi publik. Termasuk berpotensi masuk ranah hukum dan atau pengadilan rakyat nantinya. Relawan Jokowi sekaligus kader partai Hanura itu, disinyalir aktifis yang suka menjual nama entitas 98 dan mengiba jabatan karena merasa ikut memenangkan pilpres 2019. Ia telah menyulut sentimen intelektual, demokrasi dan agama. Benny mengabaikan kehidupan rakyat dalam keadaan terpuruk dan rezim kekuasaan begitu lemah hingga cenderung menyebabkan Indonesia menjadi negara gagal. Alih-alih fokus pada program perlindungan buruh migrain lewat kapasitasnya sebagai ketua BP2MI, Benny malah sibuk menjadi relawan dan terlibat politik praktis. Bukan fokus pada kepentingan rakyat, dia malah sibuk pada panggung pilpres. Benny oh Benny, sungguh kasihan, betapa rendahnya, begitu murahnya harga Benny sebagai manusia. Demi harta dan jabatan, ia rela mau memakan darah dan daging saudaranya sendiri. Benny Ramdhani, dia akan menuai dari apa yang ditanam. Narasinya yang pongah, bagai membangunkan macan tidur. Bukan hanya terancam dicopot dari ketua BP2MI, tempat ia bekerja yang digaji dari uang rakyat, Benny juga bakal menghadapi gugatan publik. Kalau tidak ranah hukum, siap-siap saja menghadapi pengadilan rakyat. Ia telah menyakiti perasaan publik dengan menantang dan menyatakan siap berhadapan dengan kekuatan rakyat. Benny lupa kalau masa jabatan Jokowi segera akan berakhir dan kekuasaannya juga tak sehebat sekarang. Tunggu saja kalau rezim berganti atau Jokowi lengser. Benny Ramdhani mau sembunyi dan lari ke mana. Dasar Benny Rhamdani, mulutmu Harimaumu dan perilakumu seperti orang yang bunuh diri. Bunuh diri politik, bunuh diri ala Benny Rhamdani. (*)