OPINI

Tahun 2022 Indonesia Darurat Krisis (2)

Oleh Abdullah Hehamahua - Penasihat KPK 2005-2013 Indonesia krisis kepemimpinan nasional maka korupsi merupakan penyakit kedua yang melanda negeri ini.  Hal ini dapat dilihat dari pernyataan \'Menteri Seribu Urusan\' yang menganggap, OTT KPK sebagai sesuatu yang memalukan Indonesia. Pantas, Harun Masiku belum juga ditangkap. Padahal, sudah hampir tiga tahun menjadi buron.  Bandingkan dengan Nazarudin, Bendahara Umum Partai Penguasa waktu itu. Beliau ditangkap KPK hanya dalam waktu kurang lebih empat bulan. Padahal, waktu itu Nazaruddin melanglang buana ke beberapa negara. Nasaruddin mulai menyusuri Singapura, Malaysia, Thailand, China, dan terakhir di Kolombia.   Salah satu sebab keberhasilan KPK waktu itu, Presiden SBY mendukung penuh pemberantasan korupsi. Presiden Jokowi melakukan hal sebaliknya.  Alih-alih mendukung proses penangkapan Harun Masiku, Jokowi malah membonsai kekuatan KPK.   Dilakukan dengan membidani UU No 19/2019 yang mengamputasi KPK.  Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), Lembaga PBB tentang korupsi mengatakan, korupsi adalah kejahatan luar biasa. Sebab, ia bersifat trans nasional. Maksudnya, korupsi tidak hanya terjadi di satu negara. Ia melibatkan beberapa negara. Panama Papers, pernah memberitakan sejumlah nama orang Indonesia yang menyimpan duitnya di luar negeri.  Korupsi juga tidak melibatkan satu institusi atau komunitas saja. Kasus tangkap tangan Rektor Universitas Lampung misalnya. Yang ternyata melibatkan banyak pihak. Bagaimana masa depan Indonesia, khususnya para pimpinan jika Rektor dan pejabat universitas terlibat korupsi? Pantas 86 persen koruptor yang ditangkap KPK adalah Sarjana. Ada S1, S2, dan S3.  Bahkan, ada pula professor. Tragisnya, mayoritas mereka adalah sarjana strata dua (S2). Korupsi sebagai kejahatan luar biasa karena sukarnya pembuktian.  Pidana umum, kasus pembunuhan misalnya. Mayat dapat digali untuk diautopsi. Dari situ, diketahui penyebab kematian. Kasus Yosua misalnya. Mayatnya digali dan dilakukan autopsi.  Hasilnya, peluru yang masuk ke kepala dan dada sebagai penyebab kematian.  Namun, untuk membuktikan, Yosua dibunuh karena dia mengetahui korupsi yang dilakukan Ferdy Sambo, sangat sulit. Itulah sebabnya, ada PPATK. Lembaga ini yang berwenang memantau aliran uang melalui rekening bank.  PPATK dapat menelusuri salah satu rekening Yosua di BNI yang berisi Rp. 99 trilyun lebih. Tentu, uang itu bukan milik Yosua. Ia berasal dari Jenderal Sambo. Padahal, gaji dan tunjangan Sambo, Rp. 40 juta sebulan. Bagaimana beliau bisa menyimpan duit sebanyak itu di rekening ajudannya.? PPATK juga bisa melacak  rekening Ricky Rizal. Sebab, isteri Jenderal Sambo bilang, Rp 662 juta yang ada di rekening itu untuk keperluan rumah tangga. Bahkan, sebelumnya, ada pula Rp 450 juta yang masuk dalam rekening Ricky.  Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan, di Kompas TV bilang, uang yang ada di rekening ajudan saja 15 kali lipat dari pendapatan bulanan Sambo.  Asep menyarankan, PPATK menelusuri uang tersebut.  Menariknya, informasi terbaru yang diungkap di Channel Youtube Irma Hutabarat, ada rekening Yosua di BNI yang berisi Rp. 99 trilyun lebih.  Data ini merupakan bukti, korupsi adalah kejahatan luar biasa. Sebab, pembuktiannya cukup sukar. Korupsi sebagai kejahatan luar biasa, dampak yang ditimbulkannya sangat dahsyat. Bencana alam berupa tanah longsor, kebakaran hutan, dan rusaknya infra struktur di Indonesia karena korupsi.  KPK pernah menahan tiga gubernur Riau secara berturut-turut. Mereka terlibat korupsi yang berkaitan dengan pembangunan infra struktur dan peralihan status lahan.  Salah satu dampaknya, 8,2 hektar hutan rusak per menit di wilayah tersebut. Tol Cipularang, Cipali, dan Palembang – Lampung, hampir setiap waktu mengalami perbaikan. Penyebabnya, korupsi yang dilakukan aparat pemerintah dan pemborong.   Korupsi Pada Tahun 2022 KPK selama tahun 2022, menetapkan 149 orang sebagai tersangka.  Angka tersebut menunjukkan ada peningkatan sebanyak 38 orang dibanding tahun lalu. Tragisnya, 34 orang dari mereka yang ditangkap tahun ini adalah kepala daerah.  PPATK menginformasikan, selama tahun 2022, transaksi keuangan yang mencurigakan sebesar Rp. 183 trilyun.  Dari jumlah itu, transaksi judi online meningkat dari 57 trilyun rupiah tahun lalu menjadi 81 trilyun rupiah tahun ini.  Apakah temuan PPATK tersebut meliputi simpanan yang ada di rekening para ajudan Sambo. KPK harus bertindak sekarang. Jokowi, jika ingin disebut sebagai seorang Pemimpin nasional, harus mendukung, memotivasi, bahkan menggerakkan Penegak Hukum untuk membongkar kasus money laundry ini.  KPK dalam Keadaan Sekarat? Kasus-kasus korupsi besar yang tidak tuntas penangannya, dinilai sebagai indikator, KPK dalam keadaan sekarat. Kasus-kasus itu: BLBI, E-KTP, Reklamasi Jakarta Utara, Bank Century, Meikarta, Rekening Gendut, Buku Merah, Harun Masiku, dan Lili Pintauli.  Salah satu sebabnya, amandemen UU KPK. UU No. 19/2019 ini dianggap sebagai tiupan sangkakala oleh Malaikat Israfil terhadap nyawa KPK.  Israfil dengan wajah sedih melihat para hakim dan penegak hukum mengobral remisi dan pembebasan bersyarat bagi para koruptor. Bahkan, Israfil geleng-geleng kepala menyaksikan pemangkasan hukuman bagi koruptor melalui pengesahan KUHP. Israfil, seakan-akan minta cuti atau tidak mau bertugas di Indonesia.  Sebab beliau menyaksikan, Dewan Pengawas KPK menggugurkan sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili Pintauli Siregar.  Lili, salah seorang Pimpinan KPK. Beliau sering melanggar Kode Etik KPK. Namun, Dewan Pengawas memandang Lili bukan lagi insan KPK sehingga tidak perlu disidang. Alasannya, Lili telah mengundurkan diri.  Kuingat, sewaktu menjadi Ketua Majelis Kode Etik. Kasusnya,  dua pegawai KPK pacaran ketika bertugas di luar kantor.  Sebelum disidangkan, mereka berdua mengundurkan diri. Kuperintahkan Panitera tetap memanggil mereka untuk hadir dalam persidangan. Atasan langsung mereka dalam persidangan protes. Menurutnya, mereka sudah bukan pegawai KPK sehingga tidak bisa disidangkan oleh Majelis Kode Etik. Saya bergeming. Alasanku, salah satu kewenangan hakim, menciptakan hukum.  Kepada anggota Majelis Kode Etik, kubilang, jika mereka dibiarkan tanpa dijatuhi hukuman, akan terjadi preseden buruk bagi KPK. Sebab, akan selalu ada pegawai yang melakukan pelanggaran Kode Etik. Jika diketahui dan diproses Pengawasan Internal (PI) kemudian direkomendasikan ke Majelis Kode Etik, mereka akan mengundurkan diri. Hal demikian akan terus berulang. Ia akan dijadikan salah satu modus oleh para koruptor untuk merusak citra KPK.  Hari ini, kekhawatiran saya, terbukti. KPK tahun ini berada di rangking ke-8, lembaga yang mendapat kepercayaan publik. Padahal, sebelumnya, setiap tahun, KPK selalu berada di rangking 1, baik berupa kepercayaan masyarakat maupun penilaian kinerja oleh Kemenpan. Kesimpulannya, jika masyarakat mau sejahtera, selamatkan KPK. Kalau mau dapat keadilan hukum, selamatkan KPK.  Jika masyarakat mau korupsi punah, selamatkan KPK. Caranya.? Berbondong-bondong datang ke istana dan Senayan.  Ajukan dua pilihan ke presiden Jokowi. Terbitkan Perppu agar kembali ke UU KPK yang asal, UU No. 30/2002. Pilihan kedua, Jokowi pulang ke Solo secara terhormat. Pimpinan baru akan menggantikannya. Pimpinan yang bisa mendukung KPK dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Semoga ! (Depok, 30 Desember 2022).

Jokowi di Alam Halusinasi

Oleh Sutoyo Abadi - Presidium KAMI Semarang  \"Pura ba\'bara sompe\'ku pura tangkisi gulingku, ulebbirengi telleng nato alie\" (Layar telah ku  kembangkan, kembali sudah ku pasang, kupilih tenggelam dari pada surut kembali). Kalimat di atas adalah sebuah semboyan bagi para perjuang, seperti sesanti \"Lebih baik pulang nama daripada gagal dalam tugas\", yang sangat melegenda dan lekat di ingatan masyarakat itu tekad baja para prajurit Kopassus.  Sesanti itu tidak boleh diambil alih oleh para penghianat negara terdengar sesumbar Rezim Oligarki ini  lebih baik negara ini tenggelam dari pada menyerahkan kekuasaannya kepada generasi yang tidak sejalan dengan rencana kapitalis Oligarki dan OBOR, karena ketakutan akan  resiko yang sangat besar, konon sudah sampai pada pertaruhan hidup atau mati. Kalau benar itu sikap dan pendirian rezim saat ini maka reasonable bisa lebih buruk lagi, karna rezim Jokowi yang rakyat sudah men-justice gagal total masih juga nekad ingin sebagai rezim boneka yang bisa berdampak keadaan lebih memburuk dan rentan akan melahirkan perlawanan kekuatan rakyat berupa revolusi. Dalam mengendalikan  dan mengelola negara rezim Jokowi sangat buruk hingga menyebabkan  traumatik rakyat, bukan semata karena hidupnya yang makin menderita juga bayangan kedepan kehidupan negara yang mengerikan  Rakyat ingin, keadilan, kejujuran, rasa aman dan nyaman serta berbaikan hidupnya. Negara harus di selamatkan dari kehancurannya. Sudah sangat fulgar suara rakyat berupa \"De Jokowisasi Sterotype\" , ejekan dimana mana bahwa Jokowi adalah  pembohong, pembual, tukang hutang, otoriter, tirani, bengis dan kejam. Kondisi seperti ini tidak direspon wajarnya sebagai seorang negarawan untuk memulihkan kondisi negara kembali ke arah tujuannya sesuai dalam Pembukaan UUD 45, bahkan makin liar dan binal. Terpantau ada rekayasa  perpanjangan masa jabatan bahkan indikasi kuat kedepan harus bisa terpilih kembali sebagai presiden  barter dengan aspirasi kembali ke UUD 45 asli. Terlacak ada pertemuan *Dewan Kudeta Konstitusi* perpanjangan masa jabatan Presiden\" dihadiri tokoh-tokoh pejabat dan Taipan di Pulau G ( Reklamasi ), upaya perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi melalui kudeta konstitusi, bukan hoak tapi sebuah realitas   \"Kudeta Konstitusi dilaunching sembilan bulan yang lalu diduga kuat memakai big data hoak dari   polling bahwa rakyat Indonesia merasa puas dengan kepemimpinan Jokowi. Big data abal abal diduga berasal dari  sembilan jasa survey yang telah disewa untuk cipta kondisi. Toh setelah big data dilepas ke masyarakat ketatap data realitas oleh para aktifis pro perubahan, ahirnya kusut, melemah dan gagal berantakan. Rekayasa berikutnya menaikkan Calon Boneka, di munculkan pangeran capres dengan elektabilitas tiba tiba naik setinggi langit dari hasil survey sewaan. Fakta tidak ngangkat juga bahkan  tenggelam oleh ombak dukungan ke Anies Baswedan. Dewan Kudeta Konstitusi putar otak rapat kembali  putuskan  penambahan masa jabatan tiga tahun. \"Pertemuan Dewan Kudeta Konstitusi itu, dihadiri tokoh tokoh pejabat dan taipan  di pulau G putuskan akan buldozer ulang digerakkan massif rencana perpanjangan jabatan 3 atau 5 tahun, dengan cara mendompleng gelombang aspirasi “Kembali ke UUD45 asli”. Orkestra sudah siap, partitur partitur sudah  dibagikan dan bandar siap bayar. Bahkan saat bersamaan beberapa pejabat negara mendapatkan tugas untuk bersuara dengan target menguasa media sosial, nampaknya tetap tidak berjalan mulus. sekalipun para bandar, bandit dan badut politik mencoba, menabrak, meyakinkan, membagi buta di beberapa grup WA dan menyerang hampir di semua media sosial.  Perlawanan dari masyarakat justru semakin masif dan menerjang rekayasa busuk mereka, rekayasa mereka kembali sempoyongan. Rezim dengan dukungan Oligarki sangat takut dan panik kalau sampai kehilangan kekuasaan dengan segala resikonya. Maka segala cara dan rekayasa menghalalkan apapun caranya dengan dana tak terbatas  harus dilawan, mereka telah meng acak acak UUD 45 asli. Kita tunggu rekayasa apalagi yang akan mereka lakukan dengan uang mereka berlimpah konon para pejabat negara,  penegak hukum sudah terbeli. Kondisi seperti ini para politisi, aktifis dan semua kekuatan  harus melakukan perlawanan terus menerus. Semoga Jokowi tidak sedang di alam halusinasi Hiperbolis (Yunani Kuno: ὑπερβολή \'berlebihan\') adalah ucapan ungkapan, pernyataan  yang suka dibesar-besarkan (berlebih-lebihan), hanya sedikit dari pada waktu yang sebenarnya digunakan, lebih banyak pikiran waktunyadi alam halusinasi. (*)

Rezim Main Kayu atau Begal?

Oleh Syafril Sjofyan - Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjend FKP2B, Presidium KAMI Jabar JIKA penusukan Kolonel Purnawirawan Sugeng Waras, Ketua Umum FPPI (Forum Purnawirawan Perjuangan Indonesia) karena kegiatan  sebagai aktivis oposisi yang sering demo dan bersuara lantang dalam orasinya, serta tulisan-tulisan beliau yang tajam mengkritisi rezim Jokowi, maka ini jelas sangat keterlaluan di negara demokrasi. Artinya yang “berkuasa” melakukan “kekejian”, tidak lagi melalui buzzerRP, atau pengaduan kepada polisi dengan tuduhan radikal, intoleran, menghina seperti selama ini dilakukan kepada berbagai kalangan aktivis dan ulama yang berseberangan dengan pejabat/ pemerintah.  Kekejian rezim meningkat menjadi kekerasan “main kayu” (istilah main kasar di sepak bola zaman baheula). Ini lebih keras lagi dengan “sajam”. Dilakukan di tengah hari di siang bolong. Di jalanan utama kota Cimahi yang ramai lalu lintas. Benarkah ini penusukan karena begal yang nekad? Konon sebelum kejadian, Kol. Sugeng melakukan pertemuan dengan teman-teman FPPI, kemudian pamit duluan karena ingin bertemu dengan  tamu penting dari Jakarta, katanya. Kolonel Sugeng membawa mobil. Berhenti setelah pelaku dengan kendaraan bermotor, berteriak minta buka kaca. Begitu Kolonel Sugeng keluar pelaku langsung melakukan penusukan. Menghindar dari tusukan yang mematikan, akhirnya kena dua tusukan di paha dan tangan luka. Setelah itu pelaku lari dengan kendaraannya.  Menurut keterangan keluarga, tidak ada barang berharga yang hilang sewaktu penusukan terjadi. Kecuali handphone yang raib, entah kapan. Dipegang oleh pihak ketiga? Namun jika di flash back ke belakang. Kurang lebih sebulan yang lalu, Kolonel Purn. Sugeng  menyampaikan bahwa beliau pernah “diteror”,  kaca mobilnya dipecahkan di depan rumahnya.  Polisi harus segera menangkap dan mengungkap tujuan si pelaku secara cepat dan tuntas, agar persepsi di tengah masyarakat tidak berkembang liar.  Bandung, 30 Desember 2022

Proporsional Tertutup? Distrik Saja

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  KETUA KPU Hasyim Asy\'ari menyatakan kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Jika gugatan terhadap sistem proporsional terbuka dikabulkan oleh MK. Menurut Hasyim dahulu yang mengubah proporsional tertutup menjadi terbuka adalah MK, maka kini yang berhak menutup kembali harus MK.  Kegalauan mengenai sistem proporsional tertutup atau terbuka harus dijawab bukan dengan bolak balik seperti setrikaan. Jika sudah memahami bahwa sistem proporsional itu tidak demokratis, maka harus diubah menjadi sistem distrik. Telah terbukti banyak kelemahan pada  sistem proporsional baik terbuka maupun tertutup.  Pertama, dengan sistem Pemilu proporsional tertutup maka partai menjadi penentu. Kader atau figur  hanya menjadi pajangan. Vote getter muncul untuk mendulang suara dengan cara menipu pemilih. Pada proporsional terbuka yang  terjadi adalah ambivalensi. Pura-pura memilih orang, prakteknya tetap Partai dominan. Pertarungan internal tidak sehat antar kader sangat dimungkinkan.  Kedua, sistem Pemilu proporsional menyebabkan muncul kedaulatan Fraksi di lembaga legislatif. Peran personal anggota Dewan dibatasi bahkan dikendalikan. Karenanya sistem ini sulit atau minim menghasilkan anggota Dewan yang berkualitas dan kritis. Patuh pada arahan Fraksi adalah jalan aman.  Ketiga, berlaku Hak Recall (penarikan/penggantian) terutama pada proporsional tertutup. Partai dapat menarik anggota Dewan yang berseberangan dengan kebijakan Fraksi atau Partai. Pada proporsional terbuka pola penggantian disiasati dengan pemecatan terlebih dahulu. Sistem ini memunculkan anggota Dewan yang penakut. Anggota yang senantiasa  merasa terancam dan tersandera.  Keempat, membangun otoritarian. Anggota Dewan tergantung Fraksi dan Fraksi tergantung  kemauan Partai. Sulit dipungkiri bahwa kebijakan Partai sangat tergantung pada peran dan keputusan Ketua Umum. Jadi sistem ini secara tak sadar turut andil dalam menciptakan kepemimpinan yang bersifat otoriter.  Kelima, budaya membayar \"mahar\" tumbuh subur. Kader harus berikhtiar masuk dalam nomor bagus dalam urutan yang diajukan. Rakyat disodori bacaan bahwa nomor urut kecil adalah unggulan Partai. Untuk mendapat nomor bagus itulah \"mahar\" diiperlukan.  Nah keburukan sistem proporsional baik terbuka maupun tertutup harus dijawab dengan sistem Pemilu Distrik.  Sistem distrik dipastikan lebih demokratis karena rakyat betul betul memilih wakilnya secara personal. Memilih langsung orang yang ditawarkan oleh Partai dalam kompetisi dengan figur dari Partai lain dalam satu distrik. Peluang besar untuk menghasilkan wakil rakyat yang lebih kualitatif dan representatif.  Tidak ada dominasi Partai melalui Fraksi di Parlemen. Peran politik dari wakil rakyat lebih menonjol. Lebih bebas untuk menyuarakan atau memperjuangkan aspirasi rakyat.  Sistem distrik berkonsekuensi pada terjadinya penyederhanaan Partai Politik secara alami. Dua atau tiga Partai dapat mengajukan satu calon kuat untuk berkompetisi. Pilihan apakah sistem proporsional tertutup, proporsional terbuka atau sistem distrik tentu tergantung pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Gugatan MK harus dijadikan mekanisme untuk menguji kelayakan suatu produk hukum. Bahan untuk menentukan pilihan.  Wacana tentang penerapan kembali sistem proporsional tertutup adalah suatu kemunduran. Jika ingin maju maka pilihannya adalah Pemilu dengan Sistem Distrik.  Bandung, 30 Desember 2022

Partai Ummat Menang

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  PENGUMUMAN resmi KPU tanggal yang menetapkan 17 Partai Politik lolos sebagai peserta Pemilu tahun 2024 mendapat protes bahkan gugatan. Salah satunya adalah Partai Ummat yang segera melaporkan KPU kepada Bawaslu karena tidak meloloskannya.  Bawaslu memfasilitasi mediasi dan para pihak sepakat melakukan verifikasi ulang baik administrasi maupun faktual di dua Propinsi yaitu Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur. Setelah di lakukan verifikasi maka Partai Ummat dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu tahun 2024.  Keberhasilan ini menunjukkan Partai Ummat berhasil mewujudkan moto perjuangannya \"Melawan Kezaliman, Menegakkan Keadilan\". Ketidaklolosan Partai Ummat diduga akibat dari penjegalan yang melibatkan KPU. Dugaan kuat ini cukup ramai diangkat dalam berbagai media.  Lolosnya Partai Ummat adalah kemenangan moral dan politis. Bahkan hukum.  Secara moral nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan berhasil mengalahkan kezaliman dan rekayasa. Misi buruk menghalalkan segala cara telah gagal. Revolusi moral Amien Rais mengalahkan revolusi mental Jokowi. Hijrah yang berhasil.  Secara politis, Istana yang berusaha menyingkirkan Partai Ummat dikalahkan oleh perjuangan \"oposisi\". KPU yang tidak netral dan menjadi kepanjangan kepentingan politik Istana bertambah babak belur. Demikian juga \"perseteruan\" dengan PAN yang \"dilindungi\" Istana dimenangkan oleh Partai Ummat.  Secara hukum adanya verifikasi ulang merupakan \"fact finding\" atau pembuktian hukum. Partai Ummat mampu membuktikan gugatannya. Penyalahgunaan kekuasaan yang telah dilakukan KPU ternyata terbukti. Keputusan KPU illegal.  Kemenangan Partai Ummat menjadi modal moral, politik dan hukum bukan semata bagi Partai Ummat sendiri tetapi juga bagi umat dan rakyat yang selama ini menjadi sasaran dari penzaliman dan ketidakadilan rezim.  Perlawanan politik ke depan akan semakin seru. Jokowi yang sudah berat menghadapi Habib Riziek Shihab dan Anies Baswedan kini harus berhadapan dengan Amien Rais yang sukses meloloskan Partai Ummat. Belum lagi menepis sorangan kritis dari figur seperti Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo atau lainnya.  Ke depan potensial pula Surya Paloh dan Megawati yang kini terus mengasah dan menajamkan konflik kepentingan.  Untuk tahap ini, kita ucapkan selamat dan sukses Partai Ummat, mabruk Pak Amien Rais. Tahun 2023 dan 2024 adalah tahun eskalasi politik dan pertarungan. Kebenaran, kejujuran dan keadilan harus menang. Harus menang.  Bandung, 29 Desember 2022

Ulama (Seolah) Ban Serep

Oleh Ady Amar - Kolumnis  BAN serep memang dibutuhkan. Tanpanya pastilah kesulitan yang didapat. Ban serep dibutuhkan saat sedang dibutuhkan. Jika tak dibutuhkan, ban serep cuma nongkrong saja di tempatnya. Melihat saja \"kawan\" lainnya, empat ban dalam roda, yang bekerja keras mengantar sang tuan ke mana pun ia berkehendak. Ban serep serasa dicueki. Tak pernah barang sekalipun ditengok. Tempatnya pun disembunyikan, agar tak terlihat mata memandang. Adanya seperti tak adanya, sama saja. Kasihan nasibnya. Tapi pada saatnya, saat dibutuhkan, ban serep tampak sumringah, dan tak mempermasalahkan perlakuan terhadapnya. Sikapnya tulus ikhlas, tak mengundat-undat apa yang sebelum ini dialaminya, yang sebelumnya tak pernah disapa. Kapan saat ban serep itu dibutuhkan, ia dipuja-puja bagaikan pahlawan. Puji sang juragan, bahwa tanpanya mobil tak mungkin bisa dilajukan. Dan, ia akan terlambat sampai tujuan. Rasa kesyukuran lalu muncul, dan mobil pun melaju kencang. Saat itu ia tak lagi disebut ban serep. Kehadirannya sungguh dibutuhkan. Puja-puji terus  dimunculkan, tak merasa sungkan sekian lama diabaikan. Ban serep mengingatkan pada ulama. Ya, ulama. Memang serasa tak pantas, dan bahkan bisa dikonotasikan jahat menyerupakan ban serep dengan ulama. Menyerupakan itu tentu tidak dimaksudkan menghinanya. Siapa yang berani menghina pewaris para Nabi itu, warisatul anbiya. Itu jika tidak ingin Tuhan murka karenanya. Tidak, sama sekali tak bermaksud menghina. Sekadar menyerupakan, itu tentu tidak sama dengan menyamakan ulama dengan ban serep. Ulama, bisa pula disebut kiai atau ustadz, atau bahkan tuan guru. Itu tentang seseorang yang punya kapasitas ilmu agama memadai. Tidak semua ulama bisa \"diserupakan\" ban serep. Justru lebih pada ulama yang punya basis massa tidak kecil yang bisa diserupakan dengan ban serep. Dibutuhkan saat dibutuhkan. Segala cara dilakukan untuk mendekati, sowan menjadi satu keharusan. Ulama diserupakan ban serep, itu seperti jadi keharusan didekati menjelang hajat pesta demokrasi. Pesta demokrasi lima tahunan. Dari mulai kepala desa sampai kepala pemerintahan (presiden), semua menjadikan ulama bagai ban serep untuk melaju, sebuah ikhtiar bisa terpilih. Maka, memakai jasa ban serep (ulama) menjadi keharusan. Saat-saat ini ulama ban serep mulai didatangi berbagai calon peserta pemilu. Semua minta restu-pangestu, dan karenanya doa-doa dilantunkan untuk kemenangan calon yang mendatanginya. Ulama ban serep memang baik hati, tak pendendam, meski sekian lama tak pernah disapa apalagi ditengok. Dilepas begitu saja saat hajatan sudah selesai. Dan didatangi lagi saat dibutuhkan. Tamu tak boleh ditolak kedatangannya, itu adagium yang dipakai. Maka, nyaris tak pernah terdengar ulama menolak kedatangan tamu, apalagi pada pejabat yang datang untuk mendapat semacam jampi-jampi doa. Pantang pula ditolak jika sang tamu, karena sudah menerima doa yang sebagaimana dihajatkan, itu memberi amplop sekadarnya--biasa dikenal dalam terminologi pesantren sebagai bisyaroh --walau itu bukan semata yang diharapkan. Tapi kalau tidak ada bisyaroh yang diberikan, ya itu kebangetan. Amplop itu pun bisa diibaratkan dengan membesihkan ban serep dilap dari debu yang menempel, karena sekian waktu tak disentuh, tak diperlukan. Memaknai itu sekadar lip service yang seperti jadi keharusan, meski bukan keharusan. Satu hal lagi. Biasa jika akan bertamu pada ulama tertenu perlu diutus dulu hulubalang, yang juga orang yang dianggap kenal dekat dengan ulama yang dituju. Kira-kira nantinya penerimaannya bagaimana. Ada pula yang disatukan sekaligus sekian ulama di satu titik. Dan sang pejabat cukup mendatangi tempat itu, maka sekian ulama bisa dirangkulnya. Seperti biasanya, adegan puja-puji satu per satu ulama yang ada di hadapannya itu sebagai kawan lama.  Nama-nama mereka satu-per satu disebutnya, meski mengingat nama-nama itu bukanlah perkara mudah. Lalu sang pejabat bercerita tentang tugasnya yang amat berat, sehingga tak bisa sering berjumpa. Dan saat ini karena ada waktu sedikit, sambungnya, kita bisa dipertemukan. Setelah itu dengan sedikit mencari celah menunggu momen yang pas di antara sambutannya, ia sampaikan hajatnya yang akan maju sebagai Capres/Cawapres, atau apa pun jabatan yang dikehendaki. Meminta doa dan pangestu. Lalu satu ulama yang dituakan di situ yang disebut kiai utama mendoakan dengan doa super-doa khusus, dan yang lain cukup mengaminkan. Upacara doa selesai, dan lanjut seperti biasanya makan-makan bersama, sambil sesekali derai tawa muncul di tengah hidangan yang disediakan. Layaknya keakraban kawan lama yang dipertemukan kembali. Tapi ada juga pejabat, yang santer kabarnya akan nyapres,  hadir di perhelatan pengajian yang diasuh Kiai Mbeling, yang jamaahnya memang membludak. Entah kenapa nama mbeling jadi pilihan anonim namanya. Kiai yang satu ini bukan sembarang kiai, meski pada tamu siapa pun ia terbiasa menggojlok dengan canda khasnya. Kadang me- roasting sang tamu sampai gelagapan seperti orang sedang tenggelam dan timbul lalu tenggelam lagi. Pejabat yang nekat hadir di tengah pengajiannya ini, seperti kurang mempelajari anatomi Kiai Mbeling, yang tidak sama.dengan kiai atau ulama kebanyakan, yang bisa \"ditaklukkan\" dengan basa-basi komunikasi ala kadarnya. Mendatangi Kiai Mbeling dengan mengandalkan komunikasi khas yang biasa dipakainya, \"Ini kawan lama saya, yang sudah lama tidak bertemu.\"  Itu tidak akan mempan \"menaklukkan\" hati Kiai Mbeling untuk \"ibah\". Pakem itu sepertinya tak bisa berubah: menggarap tamu yang hadir, dan itu jadi hiburan jamaah pengajiannya. Kiai Mbeling tentu tidak bisa disamakan dengan ulama (seolah) ban serep, yang dibutuhkan saat dibutuhkan. Ia tetap tampil dengan ciri khasnya, siapa pun tamu yang hadir dihidangkan gojekan (kelakar) yang disesuaikan dengan perangai si tamu. Gojekan yang disesuaikan bahkan dengan perjalanan masa silam sang pejabat. Dan sepertinya itu jadi keriangan tersendiri pada batin Kiai Mbeling, saat bisa menyampaikan hajat publik yang diwakilinya. Dan, itu cukup lewat gojekan. Asyik juga lihat gesture dan mimik sang pejabat saat roasting dimainkan. Video singkatnya beredar ke sana kemari. Era sudah berubah, bukan lagi tahun 2014 dan, atau 2019, teknologi digital apa pun namanya sudah jauh berkembang, dan semua bisa hadir lewat video singkat sekalipun, momen pejabat salah tingkah tak sepatutnya, lucu meski tak menggemaskan. (*)

Ruang Publik Jakarta, Ruang Publik Tanggap Bencana

Oleh Hari Akbar Apriawan - Direktur Eksekutif IRES (Indonesia Resilience) AKHIR tahun ini, ada kabar gembira datang dari Jakarta. Tebet Eco Park mendapatkan penghargaan Gold Award di ajang Singapore Landscape Architecture Awards 2022 untuk kategori Parks and Recreational. Pencapaian tersebut terasa istimewa, karena Tebet Eco Park adalah karya kolaborasi anak bangsa. Sejak awal mula pembangunan, Anies Baswedan dan pemprov DKI Jakarta melibatkan para ahli lanskap dan juga warga sekitar taman.  Apa yang disebut sebagai kolaborasi benar-benar hadir dan diterapkan dalam proses pembangunan Tebet Eco Park. Tidak ada satu pihak pun yang ditinggalkan. Jadi semua pihak akan merasa memiliki dan rela menjaganya.  Di luar penghargaan dan pencapaian dari Tebet Eco Park, ada satu hal penting yang mungkin kurang disadari oleh khalayak, yaitu fungsi kesiagabencanaan dari Tebet Eco Park. Taman ini, selain jadi ruang publik terbuka yang bisa diakses tanpa biaya, juga jadi tempat untuk kesiagaan bencana.  Tebet Eco Park adalah tempat retensi atau penampungan air saat musim penghujan. Tujuannya untuk mengantisipasi adanya banjir. Jadi bila terjadi peningkatan volume air di sungai-sungai sekitar Tebet, air akan dialirkan ke taman ini.  Cara ini, membuat pemukiman warga akan aman dari risiko dan dampak banjir, karena air akan dialirkan di tampung di taman ini. Ketika air tertampung di taman ini, perlahan akan terserap ke dalam tanah dan taman bisa digunakan seperti semula.  Konsep ruang publik sekaligus ruang kendali dan siap siaga bencana bukan hanya ada di Tebet Eco Park. Untuk tujuan pengendalian banjir, Anies Baswedan juga membangun Ruang Limpah Air Brigif di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan.  Ruang limpah ini selain bisa digunakan untuk aktivitas luar ruang warga, juga digunakan untuk mencegah terjadinya banjir. Apakah ruang publik yang dibangun Anies Baswedan hanya untuk mencegah banjir? Jawabnya tidak.  Berbagai ruang publik yang dibangun di masa Anies Baswedan juga jadi titik-titik kumpul seandainya ada bencana seperti gempa bumi. Saat terjadi gempa, tentu diperlukan sebuah ruang khusus yang aman dan nyaman bagi warga untuk berkumpul.  Titik kumpul yang ideal harus memenuhi empat kriteria yaitu mudah diakses, areanya cukup luas, aman digunakan, dan ada penanda titik kumpul. Ruang-ruang publik di Jakarta sudah memenuhi keempat syarat tersebut.  Bila melihat taman dan trotoar yang dibangun dan direvitalisasi, hampir semua area tersebut memenuhi syarat untuk jadi titik kumpul. Misalnya trotoar yang luas di sepanjang Sudirman-Thamrin. Sudah pasti aman untuk dijadikan titik kumpul dan bisa menampung orang dalam jumlah banyak. Taman-taman Maju Bersama tentu saja juga jadi titik kumpul yang aman.  Kebijakan-kebijakan Anies Baswedan dalam membangun ruang publik yang siaga bencana tersebut sudah seharusnya dilanjutkan dan juga diadopsi oleh pihak-pihak lain. Inilah bukti kebijakan Anies Baswedan yang visioner dengan menyiapkan ruang publik dengan konsep siaga bencana.  Semoga, konsep ini akan semakin banyak diterapkan di berbagai daerah, saat Anies Baswedan menjadi Presiden Indonesia. (*)

Anies Didemo Karena Semakin Bikin Ketar-ketir

Oleh Ayu Nitiraharjo, Pengamat Sosial-Politik Ada kejadian unik, lucu, dan mengagelikan di akhir tahun 2022. Akhir Desember 2022, Anies Baswedan bertandang ke Colomadu, Karanganyar untuk jagong manten alias kondangan ke salah satu teman kuliahnya saat di Jogja. Eh di jalan menuju lokasi, ada orang mendemo Anies.  Hal ini tentu jadi kejadian luar biasa, orang mau kondangan saja sampai didemo. Siapa orang-orang tersebut dan apa motifnya? Agak sulit dijelaskan memang, sebab mereka tidak menuliskan identitas lembaga saat berdemo. Selain itu, mereka juga menutup wajah mereka dengan masker.  Bagaimana jumlahnya? Hanya segelintir saja. Paling hanya sekitar 10 orang atau belasan saja. Waktu berdemo pun hanya 10 menit. Terbilang sangat acak demo tersebut. Yang perlu kita tanyakan, siapa sebenarnya para pendemo yang hanya segelintir orang tersebut? Apakah mereka berdemo murni keinginan sendiri atau ada yang menyuruh? Mari kita bahas.  Bila dilihat dari caranya berdemo dengan menutupi identitas mereka, yaitu  dengan masker dan tanpa identitas lembaga atau warga dari mana, rasanya mereka hanya orang suruhan. Lantas siapa yang menyuruh? Dugaan saya, yang menyuruh pendemo ini adalah orang yang khawatir dengan popularitas Anies Baswedan yang terus meningkat.  Dalam beberapa survei, elektabilitas Anies memang konsisten meningkat. Sementara yang lain stagnan bahkan cenderung turun. Karena hal ini, orang-orang tersebut merasa ketar-ketir dengan popularitas Anies Baswedan.  Rasa khawatir dan ketar-ketir tersebut tentu saja aneh. Sebab,  Anies kan terbukti berkinerja baik saat memimpin Jakarta. Bila dia mendapat amanah untuk memimpin masyarakat Indonesia secara luas, seharusnya semua orang merasa bangga dan bahagia.  Entah apa motif para penyuruh tersebut sehingga harus menggunakan rakyat kecil yang sebenarnya tidak terlalu paham politik untuk melakukan tindakan demo segala, yang sebenarnya tidak punya efek apa pun. Semakin terlihat niat buruk mereka, justru semakin meningkatkan popularitas Anies Baswedan.  Terasa janggal memang mendemo orang saat kondangan. Harusnya mereka mendemo orang yang menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat publik. Misalnya memajang wajahnya di mesin ATM, baliho  tempatnya menjabat, atau di bus transportasi publik. Apakah para pendemo berani melakukannya? Tentu tidak. Karena tidak ada yang membayar mereka.   Tapi demo segelintir orang tersebut memang sebaiknya diabaikan saja. Sudah  jumlahnya sedikit, pesan yang disampaikan pun tak jelas. Hal ini berbeda dengan simpatisan dan massa yang menyambut Anies Baswedan saat ke luar kota.  Para simpatisan rela datang ke lokasi tanpa dibayar, selain itu pesan yang disampaikan juga jelas. Mereka ingin mengajak kepada kebaikan dan tak ingin membuat perpecahan. Jelas ya. Jadi ya, ojo dibanding-bandingke. Jangan dibanding-bandingkan. Memang beda kelas sih. (*)

Rakyat Pilih Anies, Upaya Menyelamatkan Demokrasi dan NKRI

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  Ketiadaan prestasi dan  jejak rekam buruk yang dipenuhi skandal korupsi dan kebijakan yang menyakiti rakyat. Capres-capres boneka oligarki berusaha menutupi kelemahan dan ketidaklayakan kepemimpinannya dengan politik uang dan kekuasaan. Bagi-bagi sembako, seolah-olah berubah baik dan peduli,  tiba-tiba terkesan religius dengan sorban dan jilbab (politik identitas) serta mati-matian membeli suara rakyat dengan uang dan fasilitas negara. Menjadi satu-satunya  modal tak tahu malu dan  percaya diri sekaligus bengis dari capres-capres budak kapitalis dan komunis itu. Gelombang besar dukungan rakyat pada Anies, terus dibayangi siasat politik kekuasaan untuk menggagalkannya menjadi capres. Segala cara dilakukan kekuatan tertentu dengan melibatkan para pejabat, institusi negara dan para buzzer. Anies dibuat sedemikian rupa seakan menjadi ancaman kepentingan kekuasaan, baik yang sedang berlangsung, yang ingin mempertahankannya dan yang ingin memperpanjang jabatannya. Segala daya upaya dikerahkan demi melemparkan isu, intrik dan finah demi menjegal Anies menduduki kursi nomor satu di republik ini. Mulai dari framing politik identitas, persekongkolan jahat membuat politisasi dan kriminalisasi, hingga gerakan menghapus jejak kepemimpinan dan prestasi  Anies, gencar dilakukan secara terstruktur, sistematik dan masif.  Tak kurang dari politisi, pejabat pemerintahan hingga buzzer, berlomba-lomba menjilat dan mencari muka serta mengejar bayaran dan kedudukan sebagai kompensasi menjatuhkan Anies. Semakin kuat menyerang Anies, semakin besar bayarannya. Semakin besar bayarannya semakin brutal serangan kepada Anies. Kekuasaan sepertinya sedang memainkan politik dua muka, mendukung capres tertentu untuk menyelamatkan kepentingannya dan menghancurkan capres tertentu lainnya yang dianggap sebagai lawan politik dan mengancam kepentingannya. Kecenderungan dan faktanya, Anies menjadi satu-satunya capres yang tidak disukai rezim dan berbahaya bagi eksistensi oligarki. Dalam kehidupan rakyat yang diselimuti kekuasan represi, anti demokrasi dan korup. Rakyat terus disuguhi dagelan dan kekonyolan proses pelaksanaan pilpres 2024 yang sarat rekayasa dan kebohongan. Termasuk yang paling fatal dengan mengatur dan  menguasai KPU untuk mengikuti kemauan pemerintah yang berkuasa. Politik uang dan pemimpin-pemimpin boneka marak memenuhi bursa capres. Fenomena bagi-bagi uang dan sembako, kembali menghiasi kampanye capres-capres miskin ahlak, miskin prestasi dan miskin karakter dan keteadanan  kepemimpinan. Dengan modal  dukungan oligarki dan birokrasi sebagai mesin politik dalam pilpres 2024, capres-capres tak bermutu, penuh skandal korupsi dan dengan tabiat buruk dan tak tahu malu, berusaha secara telanjang mengebiri konstitusi dan mengangkangi demokrasi sembari berupya membeli suara rakyat dari uang hasil merampok  dan menguras kekayaan negara. Korporasi yang bernaung di bawah bendera swasta maupun badan usaha milik negara, dengan  modal besar telah menjelma sebagai kekuatan dominan dan hegemoni bagi penyelenggaraan kegiatan hajat hidup rakyat. Bukan hanya pada aspek ekonomi, jejaring dan pengaruhnya sudah ikut menentukan kebijakan politik dan hukum dalam pemerintahan. Bersama partai politik dan pengusaha, pemerintah  bahu-membahu merekayasa konstitusi, proses demokrasi dan kehidupan keagamaan. Rezim kekuasaan bukan hanya mengusung liberalisasi dan sekulerisasi di negeri Pancasila, lebih dari itu mengabaikan prinsip-prinsip Ketuhanan dan kemanusiaan dalam penyelenggaraaan negara. Demi harta dan jabatan, elit politik dan pemangku kepentingan publik tega melukai, menganiaya dan membunuh bangsanya sendiri. Lewat kekejaman pemerintahan yang cenderung diktator dan otoriterian, pemimpin birokrasi, partai politik dan korporasi mengancam keutuhan dan keselamatan NKRI. Melalui pilpres 2024, pelbagai upaya rezim dengan kekuatan oligarki dan para ternaknya, upaya mewujudkan presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan dan penundaan pemilu sebagai solusi alternatif. Kekuasaan secara telanjang dan vulgar menghadirkan capres-capres boneka yang menjijikan sekaligus berbahaya bagi rakyat, negara dan bangsa. Anies hadir untuk menjawab kerinduan rakyat akan pemimpin yang dapat merangkul sekaligus memberikan harapan perubahan. Bukan hanya sekedar melayani, melindungi dan mengayomi rakyat, Anies telah membuktikan bahwasanya kerja-kerja kepemimpinan itu bertujuan membawa rakyat pada cita-cita kemakmuran dan keadilan  sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Anies seperti pemimpin yang menjadi antitesis terhadap realitas kebangsaan yang kini semakin terpuruk. Dengan krisis multidimensi dan terjadinya dekadensi moral dalam banyak aspek penyelengaraan  kehidupan  negara yang semakin membuat rakyat hidup sengsara dan menderita. Anies dengan jejam rekam yang mampu membuktikan pemimpin dengan kinerja dan prestasi yang membanggakan, kini benar-benar menjadi harapan bagi upaya perbaikan dan pemulihan kebangsaan. Satunya ucapan dan tindakan seorang pemimpin yang ada dalam diri seorang Anies, membawa rakyat pada angin perubahan ke arah kehidupan bernegara dan berbangsa yang jauh lebih baik. Transisi kepemimpinan nasional dengan perspektif dan paradigma politik yang lebih membumi mengangkat derajat kehidupan rakyat, menjadi agenda penting dan utama dalam pilpres 2024 mendatang. Sudah saatnya rakyat memiliki kesadaran untuk bangkit, melakukan langkah nyata dan mempunyai keberanian menyelamatkan Indonesia dari kehancuran dan ketiadaan sebuah negara bangsa yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan berada dalam naungan NKRI. Tak boleh lagi ada pembiaran dan ketakutan terhadap segala bentuk distorsi penyelenggaraan negara, terlebih terhadap pelaksanaan konstitusi dan kehidupan demokrasi. Untuk pemimpin baru dan kehidupan kebangsaan yang menghadirkan negara kesejahteraan, selain tentunya lebih mendesak memanfaatkan pilpres 2024 sebagai momentum terbaik dalam menyelamatkan keberadaan dan eksistensi NKRI. Dalam konstelasi politik pilpres 2024 yang dipenuhi rekayasa dan kebohongan, tampilnya capres-capres boneka oligarki, serta pelbagai agenda kekuasaan jangka panjang yang korup dan distortif. Kini rakyat memiliki peluang mewujudkan harapan perubahan melalui figur pemimpin Anies Rasyid Baswedan. Rakyat  tak lagi membutuhkan pemimpin yang dikatrol dari proyek pencitraan dan gagal karakter keteladanan. Hanya Anies yang berbeda, dari sekian banyak capres abal-abal yang miskin prestasi dan kehormatan mengikuti kontestasi demokrasi prosedural yang rentan dipenuhi rekayasa, manipulasi dan kamuflase kekuasaan dalam pilpres 2024. Tiada keraguan, hanya ada kesadaran dan keberanian rakyat mendukung dan memperjuangkan Anies sebagai presiden yang mampu mengemban amanat rakyat, keinginan para \"the founding fathers\" dan cita-cita mewujudkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Republik kini tengah bersiap dimana rakyat pilih Anies, sebagai satu-satunya upaya menyelamatkan demokrasi dan NKRI, selain cara-cara people power atau revolusi. *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot, 29 Desember 2022/5 Jumadil Akhir 144 H.

Klarifikasi Hasnaeni Semakin Mempersulit Posisi Ketua KPU

Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN  HASNAENI Moein alias Wanita Emas membuat klarifikasi. Intinya, dia mencabut pengakuan pertama bahwa dirinya telah dileceh-seksualkan oleh Hasyim Asy’ari, Ketua KPU, berkali-kali. Hasnaeni mengatakan tuduhan awal terhadap Ketua KPU, tidak benar. Rekaman video tuduhan itu, kata Hasnaeni, dia buat ketika dia dalam suasana depresi. Siapa pun yang memprakarsai klarifikasi itu tentu bertujuan untuk menyelamatkan Hasyim Asy’ari. Tetapi, akhirnya klarifikasi model begini malahan sekarang memperburuk dan mempersulit posisi Ketua KPU. Mengapa memperburuk dan mempersulit posisi Hasyim Asy’ari? Pertama, belum sempat sehari klarifikasi itu berlalu, Hasnaeni muncul lagi dengan pernyataan bahwa dia membuat klarifikasi itu karena ada tekaman dan ancaman. Kuasa hukum Hasnaeni, Dr Farhat Abbas SH, menerima surat dari Hasnaeni tentang tekanan dan intimidasi dari Ketua KPU. Mengutip REPUBLIKA online edisi 26 Desember 2022, Hasnaeni mengatakan: \"Atas intimidasi, tekanan, dan ancaman tersebut di atas saya dengan terpaksa membuat video (klarifikasi).\" Ini merupakan cuplikan dari surat keterangan tertulis Hsnaeni yang dikirimkan lewat kuasa hukumnya, Farhat Abbas, Senin, 26 Desember 2022. Farhat membagi-bagikan surat ini kepada para wartawan. Kedua, pengakuan Hasnaeni bahwa dia diancam dan diintimidasi oleh Ketua KPU akan memperpanjang drama ini. Kalau semula Ketua KPU berharap klarifikasi Hasnaeni akan menghentikan ekspos kasus dugaan pelecehan atau gratifikasi seks sebagai imbalan lolos verifikasi Partai Republik Satu (PRS) yang di ketuai Wanita Emas, sekarang kasus ini semakin “trending”. Tuduhan ancaman dan intimidasi Ketua KPU terhadap Hasnaeni kini menjadi episode lanjutan yang akan terus menggelayuti Hasyim Asy’ari. Pak Ketua akan disibukkan oleh pengakuan terbaru Hasnaeni. Skandal gratifikasi seks ini akan menjadi lebih rumit lagi. Ketiga, Hasnaeni pasti paham bahwa dia harus bertempur habis-habisan alias “gaspol” menghadapi Ketua KPU menyusul pengakuan intimidasi dan ancaman itu. Sebab, pengakuan terbaru ini akan membawa dia memasuki babak “sepala mandi, biarlah basah kuyup”. Diperkirakan, suasana psikologis Hasnaeni akan berubah dari pecundang menjadi pejuang. Sangat mungkin Hasnaeni akan mengadopsi slogan “fight till the end” (bertempur sampai tamat) melawan Ketua KPU. Kemungkinan dia menyadari bahwa dia sedang dikejar menuju jalan buntu. Di ujung jalan buntu itu dia tidak melihat bakal ada pertolongan. Posisi ini bisa saja memicu perlawanan yang semakin sengit. Keempat, Ketua KPU bakal kerepotan kalau perkara dengan Hasnaeni berlanjut. Sebab, perhatian dan simpati publik akan semakin besar. Di mata publik, Ketua umum PRS itu akan dilihat sebagai “cicak melawan buaya” dalam menghadapi Hasyim Asy’ari. Pasti muncul dukungan publik yang sangat kuat. Dan pada gilirannya, pertempuran yang tak seimbang ini akan menjadi perhatian segelintir orang yang masih waras di pemerintahan seperti Menko Polhukam Mahfud MD yang dikenal tidak suka pejabat yang sewenang-wenang. Kalau ini yang terjadi, posisi Ketua KPU semakin rapuh. Presiden Jokowi sendiri boleh jadi “jengkel” juga kepada Hasyim Asy’ari. Sebab, dengan entengnya Ketua KPU membocorkan ke Hasnaeni tentang skenario para penguasa, termasuk Jokowi, untuk memastikan kemenangan pasangan Ganjar Pranowo dan Erick Thohir di pilpres 2024. Selama ini memang banyak orang yang tahu tentang skenario Ganjar-Erick 2024. Tetapi, konfirmasi Ketua KPU yang didengar sendiri oleh Hasnaeni punya nilai tambah yang bisa memberatkan Jokowi. Bocoran dari mulut Hasyim itu menunjukkan bahwa dia, sebagai ketua KPU, “resmi” menjadi bagian dari skenario Oligarki ini. Jadi, dilihat dari sisi mana pun juga, klarifikasi Hasnaeni bahwa tidak benar Hasyim melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya semakin mempersulit posisi Ketua KPU itu. Solusi terbaik adalah pengunduran diri. Barulah setelah itu mantan petinggi Banser tersebut tidak lagi menjadi fokus pemberitaan.[]