OPINI
Jokowi Tiga Periode: Relawan Suruh Partai Politik Cuci Piring Kotor
Partai politik saat ini sedang menikmati puncak kekuasaan, jangan sampai kekuasaan ini direnggut hanya untuk membela kepentingan pribadi (relawan) Jokowi. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) RELAWAN himpun massa di Stadion GBK. Tujuannya tidak jelas, kecuali mendegradasi kehormatan presiden, seolah-olah menjadi pemimpin organisasi massa (ormas). Relawan seolah-olah mau mengatakan bahwa survei Litbang Kompas, yang menyatakan hanya 15,1 persen rakyat yang masih mendengar perkataan atau arahan Presien Jokowi, salah. Relawan sepertinya mau membuktikan ini lewat pengerahan massa. Tetapi, halusinasi tentu saja tidak bisa menghapus realita. Pertemuan ini terlihat tidak ada makna sama sekali bagi rakyat. Karena tidak membicarakan hal substantif untuk kepentingan bangsa dan negara, apalagi kepentingan rakyat. Maka itu, menghancurkan kehormatan Presiden. Malah terkesan relawan hanya cari muka saja, alias …. Maaf, saat ini, saya belum menemukan kata yang tepat. Relawan mengundang Jokowi pidato. Di tengah pidatonya ada yang teriak tiga periode. Cukup berani menyela pidato presiden, seperti diskusi di RT/RW saja. Apa karena memang sesuai skenario, harus ada yang teriak tiga periode? Anehnya, Jokowi sepertinya menikmati. Tertawa mendengar teriakan tersebut. Mungkin merasa lucu, atau mungkin juga menikmatinya. Cuma Jokowi yang paham makna tertawanya. Seperti juga sebelum-sebelumnya, di mana Jokowi juga terlihat begitu menikmati usulan perpanjangan masa jabatan presiden atau usulan Jokowi tiga periode. Usulan seperti ini hanya mencoreng kehormatan seorang presiden. Karena ini bertentangan dengan konstitusi, bertentangan dengan UUD. Relawan macam apa yang minta presiden melanggar konstitusi, kalau (mereka itu) bukan mau menghancurkan kehormatan presiden? Perpanjangan masa jabatan presiden atau tiga periode seharusnya dilupakan. Jokowi selesai 2024, menjadi histori saja. Tidak perlu dibicarakan lagi. Karena, perpanjangan masa jabatan presiden atau tiga periode hanya bisa dilakukan dengan cara ‘Kudeta Konstitusi’. Artinya, mereka harus mengubah konstitusi untuk kepentingan penguasa sekarang. Sedangkan yang harus melakukan ‘kudeta konstitusi’ adalah MPR. Yang harus melakukan pekerjaan kotor tersebut adalah MPR. Karena yang bisa mengubah konstitusi hanya MPR, yang mayoritas anggotanya terdiri dari anggota DPR, yang merupakan perwakilan partai politik. Artinya, tugas kotor mengubah masa jabatan presiden harus dilakukan oleh parpol. Mereka menghadapi risiko besar berhadapan dengan perlawanan dari rakyat, yang secara jelas akan membela konstitusi dan kepentingan bangsa dan negara dari gerombolan pengacau perebut kedaulatan rakyat, yang bisa memicu terjadi Revolusi Jilid II pasca Revolusi Jilid I 1998. Maka itu, dapat dipastikan, tidak ada partai politik yang mau menjadi martir (relawan) Jokowi. Partai politik saat ini sedang menikmati puncak kekuasaan, jangan sampai kekuasaan ini direnggut hanya untuk membela kepentingan pribadi (relawan) Jokowi. Parpol lebih baik mencari mainan (boneka) baru dengan sistem konstitusi yang berlaku saat ini, yang pastinya lebih menguntungkan bagi partai politik. Maka itu, jangan sampai dirusak. Semoga relawan jangan terlalu banyak berhalusinasi. (*)
Skenario Jahat di Balik Rencana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Secara lahiriah skenario di atas pasti sudah tercium oleh Amerika Serikat (AS) dan pastilah AS tidak akan tinggal diam begitu saja melihat Indonesia menjadi boneka China. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih SEJAK munculnya tuntutan negara kembali ke UUD 1945 asli, oleh sebagian masyarakat dan didukung beberapa statement para Jenderal (Purnawirawan) TNI, tiba tiba terdengar kabar dari Istana merespon akan memenuhi aspirasi tersebut dengan lahirnya Dekrit kembali ke UUD ‘45 asli tentu menjadi berita gembira sebagian tokoh masyarakat, pengamat politik, dan masyarakat pada umumnya. Tapi, tiba-tiba kita dikejutkan pernyataan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang mengatakan antara lain ... mengusulkan penundaan pemilu... dan menyarankan agar Presiden Joko Widodo menambah dua tahun masa jabatan. Demikian kata LaNyalla dalam sambutannya di Munas XVII HIPMI, Senin (21/11/2022). Ucapan yang disampaikan langsung di depan Presiden Jokowi itu ternyata tak berdiri sendiri dan tak sesederhana hanya alasan Covid sehingga Presiden juga tidak maksimal waktunya. Makanya, untuk itu perlu penambahan waktu atau masa perpanjangan masa jabatannya. Demikian juga wacana Istana merespon akan mengeluarkan Dekrit Presiden kembali ke UUD ‘45 asli, tidak semata-mata keinginan seorang negarawan yang ingin mengembalikan negara pada rel konstitusi UUD ‘45 asli, karena penyimpangan UUD 2002. Diduga kuat, ini semua ada rencana busuk yang direncanakan oleh Oligarki dan keinginan Presiden China Xi Jinping yang tidak menghendaki ada Pilpres 2024 dan menghendaki adanya perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Rencana perpanjangan masa jabatan Presiden juga bukan untuk kepentingan bargaining posisition dengan Dekrit, tetapi ada rencana oligarki akan bermain di adendum paska Dekrit kembali ke UUD ‘45 asli dikeluarkan Presiden. Dari sana harus ada klausul adendum bahwa Presiden bisa menjabat tiga kali, mungkin juga akan ada klausul adendum dan bisa dipilih lagi sepanjang MPR memilihnya, persis seperti zaman Presiden Suharto. Sejarah kelam kepartaian yang selama ini dapat disatukan dalam satu kolam koalisi gemuk di Istana diyakini oleh Oligarki akan bisa tetap dikendalikannya. Tidak terlalu rumit untuk dikenali dalam logika politik transaksional, mereka semua akan dibeli. Bukan hanya partai yang akan dibeli, tetapi semua anggota MPR yang telah memiliki suara memilih Presiden tersebut akan dibeli oligarki berapapun harganya. Perlu dicatat, di Senayan itu ada 711 anggota MPR. Anggota MPR terdiri dari 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD. Mereka inilah yang bakal dibeli oleh oligarki dan kaki tangannya. Amati saja suara mereka. Kalaupun sekarang ini sudah ada yang mulai bersuara memberi peluang perpanjangan jabatan, dapat dipastikan, dia sudah “terbeli” oligarki. Silakan amati kedepan akan ada dukungan penambahan jabatan Presiden dan Pilpres 2024 dari para pejabat negara. Kemudian, hingga meluas dari sebagian tokoh masyarakat, politisi dan tokoh lainnya, yang sudah terkontaminasi oleh oligarki. Kalau itu sudah muncul, mari kita catat mereka, semua pasti sudah jatuh jadi boneka oligarki. Konon, proses pembelian suara mendukung perpanjangan itu kini sedang berjalan. Jika muncul suara tokoh masyarakat, politisi, atau akademisi yang suaranya mendukung rencana perpanjangan jabatan Presiden hingga selama dua tahun dan meniadakan Pilpres 2024, dapat dipastikan, mereka telah terbeli. Apakah rencana yang sudah matang di atas akan berjalan mulus, tidak terjadi gangguan berarti, hanya kuasa Tuhan YME yang bakal menghancurkan kuasa di atas rekayasa makhluk manusia yang lemah tetapi senang berbohong dan menyombongkan diri. Secara lahiriah skenario di atas pasti sudah tercium oleh Amerika Serikat (AS) dan pastilah AS tidak akan tinggal diam begitu saja melihat Indonesia menjadi boneka China. Ego Presiden dan oligarki yang merasa telah “menguasai” kekuatan TNI dan Polri sebagai tameng kekuasaannya, tak akan kuat kalau rakyat sudah marah dan muncul sebagai kekuatan people power atau Revolusi yang bakal bangkit melawan penguasa. Semoga Allah SWT, Tuhan YME, tetap menjaga negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD ‘45, tetap terjaga dan tetap dalam lindungan kekuasaan dan Ridlo-Nya. Aamiin YRA. (*)
Antara Halusinasi dan Realita, Relawan Jokowi
Realitanya, yang mendengar Jokowi hanya 15,1 persen, kemungkinan bisa turun lagi mengingat masa jabatan Jokowi masih 2 tahun. Realitanya, masa jabatan Presiden Jokowi paling lambat berakhir pada 20 Oktober 2024. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) RELAWAN Joko Widodo unjuk taring, bersama massa, tepatnya mengerahkan massa. Sepertinya, ingin menyampaikan pesan. Pertama, relawan ingin menunjukkan Jokowi masih sangat berpengaruh. Ini sangat penting untuk menjawab hasil survei Litbang Kompas. Ya Litbang Kompas, yang mengatakan hanya 15,1 persen warga yang yakin memilih sosok capres yang didukung Jokowi. https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/11/14/09035291/survei-litbang-kompas-151-persen-warga-pilih-capres-yang-didukung-jokowi Begitu rendah persentase kepercayaan masyarakat tersebut. Padahal masa jabatan Jokowi masih 2 tahun. Ini menunjukkan popularitas Jokowi juga sangat rendah. Sehingga masyarakat enggan ‘manut’. Maka itu, kedua. Tema relawan adalah “2024 Manut Jokowi”. Hal itu untuk membantah bahwa Jokowi sudah tidak didengar. Tetapi ini seperti halusinasi. Realitanya seperti survei Litbang Kompas. Bukan begitu? Relawan menegaskan 6 poin alasan tetap mendukung Jokowi. Satu, bersama Presiden Jokowi … dan seterusnya. Dua, bersama Presiden Jokowi … dan seterusnya. Seperti dilansir KOMPAS.com, anak muda perwakilan relawan Joko Widodo mendeklarasikan “2024 Manut Jokowi” di tengah-tengah acara Gerakan Nusantara Bersatu yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) pada Sabtu (26/11/2022). Deklarasi tersebut disampaikan oleh perwakilan anak muda relawan Gerakan Indonesia Bersatu yang berasal dari 37 provinsi di Tanah Air. “Kami relawan Jokowi berhimpun dalam Gerakan Nusantara Bersatu, bersama Presiden Jokowi, kami berkomitmen membentuk barisan kuat, mengawal Indonesia Emas 2045, Indonesia yang maju,” kata perwakilan relawan. “2024 manut Jokowi. 2024 manut Jokowi. 2024 manut Jokowi,\" lanjut perwakilan relawan, disambut meriah seluruh relawan yang hadir. Adapun sebelum menegaskan deklarasi tersebut, perwakilan relawan mengungkapkan enam poin alasan tetap mendukung Jokowi. Menurut mereka, selama sewindu (delapan tahun) ke belakang, Presiden Jokowi membuat pembangunan dari hulu ke hilir terjadi secara nyata. Selain itu, Jokowi dianggap berhasil meningkatkan pembangunan SDM, infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi. Relawan mengakui, pembangunan yang dilakukan hari ini bukan hanya untuk generasi sekarang saja, tetapi juga generasi emas pada 2045 nanti. “Hari ini kami berkumpul di sini menjadi saksi membawa bukti dan berjanji. Satu, bersama Presiden Jokowi memastikan pembangunan SDM tak berhenti. Kualitas manusia Indonesia yang kini telah melesat tinggi akan terus diperkuat sebagai pondasi. Menjadikan bonus demografi tak berhenti sebatas teori tapi nyata menggerakkan ekonomi,” kata perwakilan relawan. Kedua, bersama Presiden Jokowi para relawan bertekad melanjutkan pemerataan pembangunan. Antara lain dengan menjaga pilar infrastruktur yang kini telah berdiri dari Aceh sampai Papua akan tetap kokoh menopang ekonomi rakyat setiap sendi. Relawan berjanji bahwa tidak akan ada ketimpangan, melainkan kemakmuran bagi masyarakat. “Tiga, bersama Presiden Jokowi menjaga Indonesia tetap tangguh setelah pandemi, ekonomi telah bangkit dan tantangan kesehatan pun telah terlewati. Dua modal besar untuk mewujudukan pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata perwakilan relawan. “Empat, bersama Presiden Jokowi mendorong potensi anak muda negeri. Partisipasi anak muda adalah kunci membangun negeri, bukan sekadar bekerja untuk industrialisasi tapi mampu membangun industrinya sendiri, menyerap tenaga kerja dan memberdayakan rekan senegeri,\" lanjut mereka. Lima, bersama Presiden Jokowi, para relawan akan memperkuat posisi Indonesia di tingkat global. Sebab Presidensi G20 sudah berhasil dipegang secara baik. Selanjutnya Presidensi ASEAN saat ini dijabat oleh Indonesia. “Harapan kebangkitan dunia kepada kita dititipkan. Negeri ini tak lagi mendayung di antara dua karang, tetapi menjadi nahkoda global, melewati arus ketidakpastian menuju perdamaian, penyelesaian pandemi, dan perubahan iklim, ekonomi berkelanjutan, serta pengembangan ekonomi digital,” ujar perwakilan relawan. Bersama Presiden Jokowi! Bersama Presiden Jokowi? Apa artinya? Apakah relawan mau menegaskan akan meninggalkan Jokowi setelah Jokowi tidak menjabat Presiden lagi? Artinya, cukup bersama Jokowi hingga 2024, karena jabatan presiden Jokowi berakhir pada 20 Oktober 2024? Setelah itu, Jokowi akan menjadi rakyat biasa lagi. akan menjadi bagian dari sejarah, histori. Seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Seperti Megawati. Jokowi akan menjadi masa lalu Indonesia setelah 20 Oktober 2024, sesuai konstitusi, sesuai kesepakatan rakyat Indonesia. Maka itu, semoga relawan tidak berhalusinasi berlebihan. Berhalusinasi pendengar Jokowi masih banyak. Berhalusinasi Jokowi bisa memperpanjang jabatan. Karena: Realitanya, yang mendengar Jokowi hanya 15,1 persen, kemungkinan bisa turun lagi mengingat masa jabatan Jokowi masih 2 tahun. Realitanya, masa jabatan Presiden Jokowi paling lambat berakhir pada 20 Oktober 2024. Yang jelas, biaya pengerahan massa ini sangat tinggi. Semoga tidak ada yang kena php alias ‘prank’? (*)
Mengapa Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 Berdasarkan UUDS 1950 Sendiri Inkonstitusionil dan Tidak Demokratis?
Kami aktivis Forum Tanah Air (FTA) USA dan FTA global memiliki solusi alternatif, atau opsi alternatif yang bisa dipertimbangkan dan diperdebatkan untuk bisa menjaga dan melestarikan UUD 1945 “asli” tanpa harus melakukan Dekrit Presiden, tanpa harus memperpanjang jabatan Presiden Jokowi dan mengundur Pemilu 2024 Oleh: Chris Komari, Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA) USA, FTA Global, FTA-RI Nasional Indonesia KETIKA rakyat tak berani menolak tindakan-tindakan pemimpin bangsa yang unconstitutional, abuse of power dan tidak demokratis berupa Dekrit Presiden 5 Juli 1959, bukan berarti itu adalah tindakan yang bisa dibenarkan dan bisa diulangi lagi. UUDS tahun 1950 memiliki pasal sebanyak 146 pasal, dimana dalam: 1). Pasal 1, ayat 1, UUDS 1950 disebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. (Ingat, demokrasi itu sendiri memiliki 11 pilar demokrasi). 2). Pasal 1, ayat 2, UUDS 1950 disebutkan bahwa kedaulatan RI adalah di tangan rakyat. 3). Pasal 84, UUDS 1950 menyatakan bahwa Presiden berhak membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan setelah membubarkan DPR, dalam waktu 30 hari Presiden harus mengadakan pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat baru. Jadi yang dimandatkan oleh Pasal 84, UUDS tahun 1950 adalah hak Presiden untuk membubarkan DPR, bukan hak membubarkan Parliamen, atau Dewan Konstituante. Karena di era UUDS 1950, Dewan Konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu 2 lembaga yang berbeda. 4). Ketika anggota Dewan Konstituante mengalami gridlock (kebuntuan) dalam bermusyawarah untuk mufakat, tak berhasil mencapai kesepakatan bersama (consensus) karena begitu banyaknya perbedaan pendapat, ideologies dan idealism antar anggota Konstituante, sehingga UUD RI baru yang diharapkan tidak bisa disepakati! Dalam situasi, kondisi dan kontek seperti ini, dimana Dewan Konstituante mengalami gridlock, ada 2 hal yang menjadi pertanyaan saya: 1). Apakah hal itu berarti (warranted) Dewan Konstituante harus dibubarkan? 2). Bagaimana dengan konsep dan rumus “deliberation” yang dibuat dan dirumuskan sendiri oleh para Founding Fathers NKRI yang sebagian besar menjadi anggota Dewan Konstituante, dengan Sila ke #4 Pancasila yang berbunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”? 3). Apakah para anggota Dewan Konstituante waktu itu masih belum mengenal atau belum mengetahui system deliberation yang baik dan benar, dan mengetahui apa step process yang harus dilakukan bila terjadi “gridlock” untuk mencari jalan tengah (compromised version) dari berbagai fraksi, golongan dan perwakilan di Dewan Konstituante seperti yang dilakukan di US Congress di Amerika Serikat (AS)? Kadang saya termenung, berpikir dan akhirnya tersenyum sendiri melihat dan menggali kehebatan para Founding Fathers NKRI di era 40\'an, 50\'an dan 60\"an. Mereka selain brilliant, intelligence, suka berdebat, sangat idealistic (idealisme sangat tinggi), anti western, tetapi juga kocak-kocak dalam berpolitik. Kocaknya di mana? Sila ke#4 Pancasila itu khan para Founding Fathers NKRI sendiri yang merumuskan secara idealis, membuat formula deliberation dengan musyawarah untuk mufakat, yang didasari dengan (inner wisdom) hikmat dan kebijaksanaan dalam Sila ke#4 Pancasila? Kemudian para Founding Fathers NKRI itu setelah selesai merumuskan Sila ke #4 Pancasila, mereka sendiri juga yang harus menjalankan dan mempraktekannya dalam pemerintahan dan berpolitik, tetapi hasilnya apa? Hasilnya “gridlock” dan Dewan Konstituante berakhir dibubarkan? Itu khan kocak?! Para Founding Fathers NKRI yang merumuskan Sila ke-4 Pancasila sendiri saja, tidak mampu melakukan dan mempraktekan Sila ke-4 Pancasila, apalagi kita generasi penerus? Dalam perspective saya sebagai activist democracy selama 22 tahun lebih dan mantan anggota City Council 2 term (2002 dan 2008) di Contra Costa County, State of California yang memahami with decent knowledge tentang sistem demokrasi di negara bagian (State of California) dan di USA pada umumnya, serta mengalami sendiri (first hand experience) sebagai kandidat, melakukan kampanye, melakukan public debates dengan kandidat lainnya di depan publik rakyat Amerika, dalam kontek dan praktek-praktek demokrasi di USA dan menjadi 2 term anggota City Council. Dengan segala kekurangan dan kelebihan, saya sendiri sudah menjalani sendiri praktek-praktek bagaimana sistem, proses, prosedur, dan mekanisme deliberation yang baik, benar dan demokratis ditingkat City Council di pemerintahan tingkat Kota. Karena itu, ketika menggali peristiwa politik masa lalu dan sepak terjang para Founding Fathers NKRI di era 40\'an, 50\'an dan 60\'an membuat saya tertarik, kemudian membandingkan dengan pengalaman pribadi saya dalam kontek demokrasi di Amerika Serikat (AS). I found it very entertaining dan sedikit kocak yang membuat saya kadang tersenyum dan tertawa sendiri. 1). Bagaimana para Founding Fathers NKRI kita dulu itu mau mengukur dan mengetahui “Kehikmatan” dan “Kebijaksanaan” wakil-wakil rakyat di pemerintahan, khususnya di Parliamen? Bagaimana mau mengukur “kehikmatan” dan “kebijaksanaan” anggota Dewan Konstituante, anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD? 2). Ukuran standard-nya apa? 3). Dan siapa yang mengukur? Ataukah itu hanya berupa harapan, keinginan, kemauan, cita-cita, impian dan wishful thinking dari para Founding Fathers NKRI terhadap para wakil-wakil di pemerintahan, khususnya di Parliamen agar hikmat dan bijaksana dalam melakukan deliberation mewakili kepentingan rakyat? Tanpa membuat ukuran standard dan bagaimana mengukurnya? Beda dengan sistem deliberation di US Congress, (House & Senate), State Legislature dan City Council yang bermuara pada mekanisme, consensus, compromise, checks and balances. Saya tidak peduli, anggota City Council lainnya itu bijak atau tidak. Ketika terjadi gridlock dalam musyawarah untuk mufakat di City Council, kita akan melakukan conference atau negotiation untuk mencapai compromised version. Ketika terjadi gridlock dalam deliberation, masih ada banyak steps yang harus dilakukan oleh anggota Parliamen (anggota City Council) dari masing-masing representative, fraksi atau caucus untuk mencapai apa yang disebut dengan “compromised version”. Bayangin setiap Bill (RUU) harus lolos di House of Representative dan harus lolos di US Senate, sebelum lolos di US Congress? Setiap kita di City Council membuat aturan baru berupa a new city Codes and Ordinances yang dikeluarkan bersama oleh City Council, aturan baru itu tidak boleh bertabrakan dengan Federal Statutes, State Rules, Regulations and Statutes dan harus in harmony County\'s rules and regulations. Selain tentunya aturan baru itu tidak boleh mengurangi quality of life (kualitas hidup) warga kota, tidak discriminative, aturan itu harus universal dan memiliki prospek untuk meningkatkan local tax revenues for the city, dan lain-lain. Kadang untuk membuat aturan baru di tingkat kota saja sudah begitu sulit, karena selain ada begitu banyaknya interest (kepentingan) dalam satu kota, juga ada statutes di atasnya yang tidak boleh ditabrak, apalagi dalam satu negara. Tapi itulah the nature of deliberation in Parliament, Legislature or Congress. You have to learn to compromise! Dan, compromise adalah salah satu prinsip demokrasi nomer #11 (the importance values of tolerance, pragmatism, cooperation and compromise). Yang membuat saya kesulitan untuk menggali keinginan, cita-cita, cara berpikir dan daya berpikir para perumus Pancasila, adalah satu fakta yang saya sadari bahwa rumusaan Pancasila itu isinya terlalu bagus, terlalu idealis, impian yang terlalu tinggi, mendekati sempurna dan sangat futuristic sehingga sulit untuk dijalankan dan dipraktekan oleh orang biasa (ordinary politicians). Buktinya, para perumus Pancasila itu sendiri terbukti “gagal” mempraktekan Sila ke #4 Pancasila dalam deliberation di Dewan Konstituante! Bagaimana mungkin kita sebagai generasi penerus sekarang yang disuruh menjalankan dan mempraktekan Sila ke#4 Pancasila? Lho wong mereka yang merumuskan Sila ke#4 Pancasila sendiri, gagal?! Apalagi kita yang tidak ikut merumuskan Pancasila? Namun demikian, karena Pancasila adalah hasil karya, hasil kerja, cita-cita, keinginan, kemauan, tujuan dan kesepakatan (compromised version) para Founding Fathers and Mothers NKRI, maka kita sebagai generasi penerus “wajib” menjaga, menghormati, dan melestarikannya. Sistem dan bentuk pemerintahan itu tidak penting bagi saya, asal Adil, Jujur dan Bijaksana (Just, Fair & Wise). Bagi saya, sistem pemerintahan dictatirship atau monarch yang adil, jujur dan bijak, jauh lebih baik daripada sistem pemerintahan demokrasi yang sudah dikorupsi dan direkayasa (corrupted democracy), seperti di Indonesia saat ini, dari demokrasi berubah menjadi Partai-Krasi! Bagaimana cara yang legal, constitutional dan demokratis untuk tetap menjaga dan melestarikan redaksi (text) UUD 1945 asli? Kami mendukung keinginan untuk kembali ke UUD 1945 asli, tetapi: 1). Dekrit Presiden itu tindakan unconstitutional (inkonstitusionil), apapun alasan dan excuses yang dijadikan justification. Karena Presiden tidak memiliki kekuasaan lebih tinggi dari Parliamen, dan Presiden tidak memiliki kekuasaan untuk mengubah, melanggar, apalagi membatalkan Konstitusi UUD 1945. Presiden juga tidak memiliki kekuasaan untuk membubarkan Parliamen, seperti yang dilakukan Presiden Soekarno yang membubarkan Dewan Konstituante dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. 2). Memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi selama 2 tahun atau 3 tahun maksimal dan mengundur Pemilu 2024 adalah tindakan inkonstitusionil (unconstitutional) yang akan menciptakan chaos dan turmoil karena akan menciptakan krisis konstitutional. 3). Kredibilitas Presiden Jokowi saat ini sangat rendah dan tidak akan mendapatkan full support dari publik untuk bisa selamat melakukan dekrit Presiden, meski dengan 2 dekrit Presiden, salah satunya tidak akan memperpanjang jabatan setelah masa perpanjangan jabatan selesai. Tiga options di atas tidak akan bisa diterima oleh banyak kelompok, minimal akan banyak yang menolak dan menentangnya. Semua perubahan politik yang besar menyangkut Konstitusi dan UU, harus dilakukan secara: 1). Legal 2). Constitutional 3). Demokratis. Kami aktivis Forum Tanah Air (FTA) USA dan FTA global memiliki solusi alternatif, atau opsi alternatif yang bisa dipertimbangkan dan diperdebatkan untuk bisa menjaga dan melestarikan UUD 1945 “asli” tanpa harus melakukan Dekrit Presiden, tanpa harus memperpanjang jabatan Presiden Jokowi dan mengundur Pemilu 2024. Solusi dan opsi alternatif yang akan kami berikan masih dalam koridor hukum, constitutional dan demokratis. Apa solusi alternatif itu? Secara comprehensive akan diberikan penjelasan menyusul dalam kontek dialog publik. Inshallah. (*)
Jokowi Gagal Membuka Munas KAHMI, Kenapa?
Prediksi unsur BIN itu terbukti. Saat Wapres membuka acara, peserta Munas beramai-ramai dan kompak meneriakan nama Anies. Teriakan berulang-ulang, sampai Waprespun harus menyebut nama Anies. Oleh: Ayu Nitiraharjo, Pemerhati Budaya PRESIDEN Joko Widodo membatalkan kedatangan pada Pembukaan Munas KAHMI XI di Palu, 25 November 2022. Pembatalan terjadi H-2 sebelum acara. Bagaimana ceritanya? Kota Palu menjadi saksi kemeriahan Munas KAHMI XI. Mungkin ini menjadi Munas paling meriah dalam sejarah penyelenggaraan Munas KAHMI. Presiden bahkan terjadwal hadir membuka acara tersebut. Presiden telah menyatakan kesediaanya dan rencananya untuk membuka Munas. Pernyataan itu disampaikan saat menerima audiensi Pengurus MN KAHMI waktu itu. Pun beberapa hari sebelum pembukaan, Presiden sebenarnya masih confirmed akan hadir. Perubahan terjadi saat H-2 acara. Begini peristiwanya: protokol presiden tiba di Palu dan rapat dengan panitia. Rapat tersebut juga dihadiri oleh forkompimda, termasuk BINDA (BIN Daerah). Dalam rapat tersebut, protokol presiden meminta panitia Munas untuk mencoret nama Anies Baswedan dari daftar undangan upacara pembukaan Munas. Mereka mengatakan bahwa Anies cukup diundang gala dinner saja, yaitu sehari sebelum pembukaan Munas. Protokol presiden mengatakan bahwa Anies bukan pengurus maka tidak perlu hadir upacara pembukaan yang dihadiri presiden. Panitia galau. Pilihannya, menarik kembali undangan yang sudah terlanjur dikirim kepada Anies agar presiden bersedia hadir, atau tetap mengizinkan Anies hadir di pembukaan tapi konsekuensinya Presiden jadi tidak hadir membuka Munas. Pilihan yang sama-sama berat buat panitia: Anies adalah bagian langsung dari KAHMI, hampir semua peserta Munas menginginkan untuk bertemu langsung dengan Anies, melarang Anies hadir, panitia pasti akan banyak menuai protes dari peserta. Atau membuatkan Anies hadir, dengan konsekuensi acara tidak dibuka oleh Kepala Negara. Protokol Presiden sikapnya tegas: jika ingin Presiden hadir maka Anies tidak boleh ada di ruangan. Panitia berunding dan hasilnya adalah memilih opsi kedua, yaitu undangan untuk Anies Baswedan hadir di pembukaan Munas tidak dibatalkan. Konsekuensinya, Presiden yang sebelumnya berkomitmen untuk hadir pun akhirnya membatalkan hadir, digantikan oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. Itulah peristiwa yang senyatanya terjadi. Bahkan unsur BIN yang hadir dalam rapat sempat mengatakan, kalau ada Anies di dalam ruangan, Presiden pasti kalah pamor dengan Anies. Prediksi unsur BIN itu terbukti. Saat Wapres membuka acara, peserta Munas beramai-ramai dan kompak meneriakan nama Anies. Teriakan berulang-ulang, sampai Waprespun harus menyebut nama Anies. Namun tetap disayangkan Presiden tidak hadir. Tapi yang lebih disayangkan, mengapa negara harus memusuhi sesama anak bangsa? Jadi ingat peristiwa pelarangan terhadap Gubernur DKI Jakarta untuk turun ke lapangan saat Persija juara kompetisi. Salut untuk Panitia Munas KAHMI yang berani bersikap! (*)
Munas KAHMI XI Palu: Harus Bikin Komunike Dukungan Pencapresan Anies
Kalau KAHMI menyatakan total mendukung akan jadi energi yang luar biasa buat pencapresan Anies. Oleh: Andrianto, Aktivis Pergerakan PERHELATAN Munas Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam/KAHMI ke XI berlangsung di Kota Palu Sulteng. Acara berlangsung pada 24-27 November 2022. Sejak pagi ketika kedatangan salah satu Alumni HMI Anies Baswedan situasi dan kondisi Palu langsung tensi tinggi, ada animo masyarakat terhadap sosok Anies yang digadang-gadang sebagai Capres favorite. Anies tiba bersama rombongan Jusuf Kalla, Mahfud MD dan lain-lain. Acara KAHMI dimulai pada malamnya di hotel Western dengan sambutan-sambutan, antara lain: Ahmad Doly Kurnia/Korspers, Jusuf Kalla, Mahfud Md dll. Puncaknya adalah Orasi Kebangsaan dari Anies Baswedan yang antara lain mengatakan kader dan alumni HMI agar berilmu pengetahuan, punya etos dan etika. Pidatonya simpel dan berbobot, intinya sebuah bangsa jika ingin besar harus menjadikan, pertama bahwa ilmu pengetahuan sebagai tolak ukur dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; Kedua, etos harus dibangkitkan, keuletan dalam membangun bangsa tersebut dibutuhkan; Dan, yang ketiga, etika harus dijunjung tinggi seperti di negara-negara maju dimana nilai nilai etis berlaku. Menurut Anies, hanya HMI yang bisa berada di semua spektrum. Ini sebuah resource yang besar buat KAHMI memajukan Indonesia dan Umat Islam. Anies Baswedan berpidato singkat, padat dan bernas di hadapan ratusan perserta Munas KAHMI. Acara Munas KAHMI XI resminya dibuka esoknya (25/11) di Srinti Convention Hall oleh Wapres Ma’ruf Amin yang menggantikan Joko Widodo yang batal hadir. Saya dari HMI Cabang Jakarta yang hadir sejak hari pertama Munas KAHMI, melihat KAHMI adalah wadah kaum intelek Muslim modern yang tetap eksis. Ini dibuktikan dengan antusias peserta yang tinggi. Namun jangan melulu monoton sekedar sirkulasi pergantian pimpinan KAHMI semata. Mestinya momentum itu jadi ajang kontemplasi pola bentuk KAHMI ke depan yang modern dan menjawab tantangan umat Islam. Karena faktanya umat Islam yang mayoritas 85% masih jadi inferior dalam hal Ekonomi. Ini ironis sekali, meski sudah 77 tahun Indonesia Merdeka, rakyat yang nota bene umat Islam masih belum terentaskan. Pada bagian lain, Habil Marati, mantan anggota DPR dari PPP yang juga hadir berharap Munas KAHMI langsung bikin komunike dukungan Pencapresan Anies Baswedan. Harus to the point, bila tidak akan mubazier. Kalau KAHMI menyatakan total mendukung akan jadi energi yang luar biasa buat pencapresan Anies. Acara Munas KAHMI juga terlihat kehadiran para Alumni antara lain, Sofyan Mile, mantan anggota DPR dari Golkar, Junisab Akbar (mantan anggota DPR dari PBR), Yayat Biaro (mantan anggota DPR dari Golkar, Jhoncik Muhammad (Bupati 4 Lawang, Sumsel), dan lain-lain. (*)
Selamat Hari Thanksgiving
Thanksgiving telah menjadi lebih komersial dan bahkan meningkatkan kecenderungan menjadi materialistis. Apa yang disebut “Black Friday” adalah contoh yang jelas tentang itu. Dan saya pribadi tidak menyukainya. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SETIAP Kamis terakhir bulan November setiap tahun adalah hari istimewa bagi orang Amerika. Ini adalah hari libur nasional dan diamati secara nasional. Itu disebut “Hari Thanksgiving”. Hari Thanksgiving diamati untuk pertama kalinya oleh para Peziarah (Imigran Eropa) setelah panen pertama mereka pada bulan Oktober 1621, yang berlangsung selama tiga hari dan dihadiri oleh 90 penduduk asli Amerika dan 53 imigran Eropa yang baru tiba. Sebagai bagian dari masyarakat lain Amerika, Muslim Amerika mengambil bagian dalam perayaan itu. Dan seringkali muncul pertanyaan di kalangan umat Islam tentang hukum Islam pada perayaan seperti itu: Apakah diperbolehkan atau tidak dalam agama? Tentu saja tulisan ini bukan fatwa (hukuman agama). Sebaliknya, tulisan ini adalah untuk membagikan pandangan pribadi saya tentang masalah ini. Saya sepenuhnya menyadari adanya pandangan lain tentang itu. Dan, saya sangat menghargai fakta bahwa Islam memungkinkan kita berbeda pendapat dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama. Sungguh merupakan kekayaan iman. Saya ingin memulai dengan menegaskan bahwa ketika Islam datang ke tempat mana pun, ia tidak bermaksud mengubah atau menghapus budaya positif dan norma sosialnya. Karena alasan inilah Anda akan melihat keragaman yang sangat dalam di antara umat Islam dalam hal budaya dan perilaku sosial. Semakin banyak kita berkeliling dunia, semakin beragam wajah Islam yang akan kita lihat tercermin dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Muslim. Pada bagian diskusi ini kita dapat mengatakan ada Muslim Asia Selatan, Muslim Asia Tenggara, Muslim Timur Tengah, Muslim Afrika, Muslim Eropa, Amerika Latin dan, dari tentu saja, Muslim Amerika. Fakta ini didasarkan pada apa yang Nabi sendiri nyatakan: “Aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. Yang pada hakekatnya berarti bahwa misi Nabi (Islam) adalah menyempurnakan dan membatasi (bukan mengubah atau meniadakan) nilai-nilai positif dan praktik budaya umat. Oleh karena itu, Thanksgiving sebagai bagian dari budaya Amerika, dan itu termasuk Muslim Amerika, adalah budaya yang dapat diadopsi dan dianut dalam nilai dan pemahaman kita sendiri. Saya menyebut jenis ucapan syukur ini “Shukr”. Bersyukur atau “Syukr” berakar pada ajaran Islam. Al-Quran, misalnya, mengingatkan kita: “Bersyukurlah padaku dan jangan kufur” (Surat 2 ayat 152). Al-Quran juga menyatakan: “Dan jika kamu bersyukur, aku akan memberimu lebih (nikmatku). Tetapi jika kamu kufur, sungguh azabku sangat keras” (Ibrahim: 7) Istilah “Shukr” yang secara harfiah berarti “bersyukur, berterima kasih atau penghargaan” dalam konteks ini dapat merujuk pada Thanksgiving yang dirayakan dengan gembira dan nasional oleh orang Amerika. Saat bergabung dengan sesama orang Amerika dalam merayakan Thanksgiving, kami ingin mengingatkan diri kami sendiri sebagai berikut: Pertama, Syukuran dalam Islam harus berlanjut dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Ini masalah hidup. Selama kita hidup, kita mengucap syukur. Tidak ada salahnya melakukannya pada Kamis terakhir bulan November. Tetapi kami tidak membatasi diri kami pada hari itu saja. Bersyukur atau merayakan Thanksgiving adalah tanggung jawab yang berkelanjutan baik terhadap Pencipta kita maupun sesama manusia. Kedua, ada tiga syukr (syukur) utama yang penting untuk dirayakan: 1) Bersyukur kepada Sang Pencipta dengan mengakui kebaikan dan nikmat-Nya yang tak terbatas kepada kita, dengan merendahkan diri dalam beribadah kepada-Nya dengan komitmen dan dedikasi. Nabi Muhammad menjawab istrinya ketika dia bertanya kepadanya tentang dedikasinya dalam ibadahnya: “bukankah saya harus menjadi hamba (Allah?) yang bersyukur”. 2) Ucapan terima kasih kepada orang tua kita. Dalam Islam, orang tua berada di sisi Allah dalam hal cinta dan hormat. Beberapa ayat dalam Al-Qur\'an mengingatkan umat Islam untuk berbakti dan hormat kepada orang tua mereka. Untuk menemani orang tua mereka di dunia ini dengan kebaikan dan rasa hormat yang tinggi. 3) Bersyukur juga berarti berterima kasih kepada sesama ciptaan, khususnya kepada sesama manusia. Bersikap baik kepada orang lain bukan hanya tindakan kebaikan sosial. Itu sebenarnya adalah bagian dari ucapan syukur kami karena telah menjadi bagian dari keluarga manusia kami. Nabi bahkan memberi tahu kita: “orang yang gagal menghargai sesama manusia juga gagal menghargai Allah”. Sedihnya, hari-hari ini Thanksgiving telah bergeser dari tujuan awalnya dan itu adalah untuk menghargai Tuhan dan bersikap baik satu sama lain. Thanksgiving telah menjadi lebih komersial dan bahkan meningkatkan kecenderungan menjadi materialistis. Apa yang disebut “Black Friday” adalah contoh yang jelas tentang itu. Dan saya pribadi tidak menyukainya. Bagi saya Jum’at Berkah jauh lebih baik daripada Jum’at Hitam. Apakah kamu tidak setuju? Kota Jakarta, 25 November 2022. (*)
Is Anies Going To Be The Next Anwar?
Apakah Anies akan berhasil membawa agenda Islam Tengah sebagaimana amanah UUD 1945 juga seperti janji Anwar sebagai PM ke-10 Malaysia juga membebaskan bangsa ini dari riba akan menjadi pertanyaan beyond his presidency. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya, @Rosyid College of Arts MUNGKIN ya, mungkin tidak. Masa depan masih suci, semua kemungkinan bisa terjadi. Ketidakpastian dan ketidakjelasan adalah fitur melekat masa depan. Sebagai dua tokoh yang dilahirkan dari kelompok nasionalis relijius yang serupa, kaum nasionalis relijius di ICMI, KAHMI, Muhammadiyah, dan parpol-parpol afiliasinya berharap Anies Baswedan akan menjadi the next Anwar for Indonesia. Kini puluhan relawan pro-Anies telah bermunculan di mana-mana bak jamur tumbuh di musim hujan. Ada semacam kerinduan agar kepentingan ummat Islam lebih diakomodasi oleh Pemerintah, tidak seperti zaman Presiden Jokowi ini. Tapi harapan itu hanya bisa terwujud dengan beberapa syarat. Syarat pertama, upaya elit parpol penguasa dan kelompok ProJo menunda Pemilu 2024 atau mengamandemen UUD 2002 agar masa jabatan presiden bisa lebih dari 2 periode gagal. Syarat ini bisa terjadi, perhari ini, dengan kemungkinan 50:50. Penggalangan opini masyarakat untuk mendukung perpanjangan kekuasaan Jokowi masih saja terjadi. Anehnya, Jokowi tampak membiarkan ini terjadi karena bagian dari demokrasi. Kedua, ekonomi Indonesia bisa bertahan menghadapi resesi ekonomi global parah yang kini mengancam, sementara pandemi benar-benar bisa diakhiri untuk tidak memperparah stagflasi global. Kemungkinan besar syarat ini akan berlaku. Pasar domestik yang besar dan bonus demografi akan menggantikan pasar ekspor yang melemah. Ketiga, konflik Rusia-Ukraina segera bisa dikendalikan lalu diselesaikan secara damai, tidak berkembang menjadi konflik yang lebih luas, bahkan Perang Dunia ke-3. Syarat inipun berpeluang 50:50. Opsi perang dunia untuk global resetting dunia, sekaligus pengurangan populasinya, masih menjadi agenda para elit global. Keempat, ummat Islam berhasil mengkonsolidasikan kepentingan politiknya sehingga berhasil mensukseskan pencapresan Anies melalui koalisi parpol. Peluang syarat ini berlaku cukup tinggi. Jika Anwar Ibrahim sukses memimpin Malaysia paling tidak 2 tahun ke depan ini, cocktail party effect akan terjadi sehingga peluang Anies memenangkan Pilpres 2024 akan makin terbuka lebar. Kelima, Pemilu 2024 berlangsung terbuka, jujur dan adil. Syarat kelima ini nyaris mustahil terjadi. Di samping rancangan Pemilu yang paling rumit, kompleks dan mahal di dunua, Daftar Pemilih Tetap yang akan digunakan dalam Pemilu 2024 masih banyak mengandung jutaan data siluman yang menjadi sumber jual beli suara. Konflik hasil pemilu akan diputuskan oleh KPU dan hakim-hakim MK yang sulit bersikap independen. Di samping itu, penggalangan opini dan intimidasi serta politik uang akan tetap mewarnai Pilpres 2024. Segera perlu dicatat bahwa hiruk-pikuk pencapresan ini bisa jadi hanyalah sebuah operasi bendera palsu. Harapan baru yang dibawa pencapresan Anies telah melemahkan people power untuk memulangkan Jokowi ke Solo sebelum 2024. Sementara itu proses penjarahan kekayaan bangsa ini terus terjadi melalui investasi asing yang sangat eksploitatif, privatisasi sektor strategis seperti energi dan transportasi, serta praktek keuangan ribawi oleh elit global maupun kaki tangan domestiknya. Kedaulatan rakyat sebagaimana amanah UUD 1945 pada akhirnya adalah kedaulatan keuangan. Apakah Anies akan berhasil membawa agenda Islam Tengah sebagaimana amanah UUD 1945 juga seperti janji Anwar sebagai PM ke-10 Malaysia juga membebaskan bangsa ini dari riba akan menjadi pertanyaan beyond his presidency. Jika Anies gagal, maka bangsa ini akan lestari sebagai jongos politik dan jongos ekonomi. Gambiran, Banyuwangi, 26 November 2022. (*)
Pemilu 2024 Pertarungan Oligarki dan Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat
Digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 yang pro kapitalis dan liberalime jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 sebagai bangsa yang anti terhadap penjajahan. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila JIKA kita semua menghargai perjuangan bapak-bapak bangsa, menghargai apa yang telah dihasilkan dalam perjuangannya, menghargai kemerdekaan bangsa Indonesia dan dengan berjuang menegakkan tujuan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Jika DPR, MPR, Partai politik tidak lagi peduli terhadap kerusakan negara ini, mari kita galang rakyat untuk mengembalikan tatanan mula NKRI yang berbasis pada “Amanat Penderitaan Rakyat“ Amandemen UUD 1945 ternyata berdampak sangat luas terhadap kehidupan bangsa Indonesia, amandemen bukan saja mengubah ketatanegaraan tetapi lebih jauh telah memporak-porandakan nilai-nilai dan dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada lagi pemimpin negeri ini yang mengerti apa itu “Amanat Penderitaan Rakyat“. Apalagi mengerti bahwa pemimpin adalah pengemban amanat penderitaan rakyat. Akibat dari tidak dipahami oleh pemimpin sekarang mereka memperlakukan rakyat dengan semena-mena, penggusuran-penggusuran yang dilakukan tanpa manusiawi. Satpol PP dengan beringas atas nama menertibkan cenderung semena-mena memperlakukan rakyat tanpa solusi yang manusiawi, korupsi merajalela, pungli, manipulasi, semua ini akibat tidak megerti aparat pemerintah itu harusnya mengemban “Amanat Penderitaan Rakyat“. Berikut cuplikan Amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1963 di Jakarta…. ”Saya berdiri di sini sebagai warganegara Indonesia, sebagai patriot Indonesia, sebagai alat Revolusi Indonesia, sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, – sebagai Pengemban Utama daripada Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia. Kita semua yang berdiri dan duduk di sini harus merasakan diri kita sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat! Saya bertanya, sudahkah engkau semua, hai saudara-saudara!, engkau … engkau … engkau … engkau, sudahkah engkau semua benar-benar mengerti dirimu sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar menyadari dirimu sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar menginsyafi dirimu sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar merasakan dirimu, sampai ketulang-tulang-sungsummu, sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat? Amanat Penderitaan Rakyat, yang menjadi tujuan perjuangan kita, – sumber kekuatan dan sumber keridlaan-berkorban daaripada perjuangan kita yang maha dahsyat ini? Sekali lagi engkau semua, – engkau semua dari Sabang sampai Merauke! –, sudahkah engkau semua benar-benar sadar akan hal itu? “Dari Sabang sampai Merauke”, – empat perkataan ini bukanlah sekedar satu rangkaian kata ilmu bumi. “Dari Sabang sampai Merauke” bukanlah sekedar menggambarkan satu geographisch begrip. “Dari Sabang sampai Merauke” bukanlah sekadar satu “geographical entity”. Ia adalah merupakan satu kesatuan kebangsaan. Ia adalah satu “national entity”. Ia adalah pula satu kesatuan kenegaraan, satu “state entity” yang bulat-kuat. Ia adalah satu kesatuan tekad, satu kesatuan ideologis, satu “ideological entity” yang amat dinamis. Ia adalah satu kesatuan cita-cita sosial yang hidup laksana api unggun, – satu entity of social-consciousness like a burning fire. Dan sebagai yang sudah saya katakan dalam pidato-pidato saya yang lalu, social consciousness kita ini adalah bagian daripada social consciousness of man. Revolusi Indonesia adalah kataku tempohari congruent dengan the social conscience of man! Kesadaran sosial dari Rakyat Indonesia itulah pokok-hakekat daripada Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia. Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia itu adalah dus bagian daripada social consciousness of mankind. Dus amanat Penderitaan Rakyat Indonesia adalah bagian daripada Amanat Penderitaan Rakyat daripada seluruh kemanusiaan! Dus Amanat Penderitaan Rakyat kita bukanlah sekadar satu pengertian atau tuntutan nasional belaka. Amanat Penderitaan Rakyat kita bukan sekedar satu “hal Indonesia”. Amanat Penderitaan Rakyat kita menjalin kepada Amanat Penderitaan Umat Manusia. Amanat Penderitaan Umat Manusia menjalin kepada Amanat Penderitaan Rakyat kita. Revolusi Indonesia menjalin kepada Revolusi Umat Manusia, Revolusi Umat Manusia menjalin kepada Revolusi Indonesia. Pernah saya gambarkan hal ini dengan kata-kata: “there is an essential humanity in the Indonesian Revolution”. Pernah pula saya katakan bahwa Revolusi Indonesia mempunyai suara yang “mengumandang sejagad”, yakni bahwa Revolusi Indonesia mempunyai “universal voice”. Jikalau kita semua menghargai perjuangan bapak-bapak bangsa, menghargai apa yang telah dihasilkan didalam perjuangannya, menghargai kemerdekaan bangsa Indonesia dan dengan ini maka mari kita semua berkomitmen mengembalikan UUD 1945 mengembalikan tujuan negara proklamasi 17Agustus 1945. Jikalau MPR, DPR, Presiden, Partai Politik tidak mau kembali ke UUD 1945 dan Pancasila Maka atas kedaulatan rakyat mari rakyat bersatu untuk kembali kepada tatanan mula NKRI kembali kepada Pancasila dan UUD 1955 Proklamasi. Mari kita galang rakyat untuk: Mengembalikan Pancasila sebagai dasar negara. Menolak UUD 2002 hasil amandemen. Mengembalikan UUD 1945 Proklamasi sebagai landasan konstitusional bernegara. Mengembalikan MPR sebagai lembaga bangsa dan Lembaga Tertinggi Negara. Mengembalikan Wawasan Nusantara. Mengoreksi seluruh UU yang pro terhadap Liberalisme Kapitalisme. Menasionalisasi seluruh kekayaan ibu pertiwi berbasis pada pasal 33 UUD 1945 Proklamasi. Menghapuskan DPD, mengantinya dengan Utusan-utusan Daerah dan Utusan utusan Golongan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Mengembalikan GBHN sebagai kompas petunjuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Membubarkan lembaga-lembaga ekstra yudisial yang tidak ada di dalam Konstitusi UUD 1945 Proklamasi, dan meng-empowering lembaga-lembaga resmi negara. Digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 yang pro kapitalis dan liberalime jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 sebagai bangsa yang anti terhadap penjajahan. Digantinya UUD 1945 ternyata berdampak sangat luas terhadap kehidupan bangsa Indonesia, amandemen bukan saja merubah ketatanegaraan tetapi lebih jauh telah memporak-porandakan nilai-nilai dan dasar-dasar kehidupan berbangsa. Tidak ada lagi pemimpin negeri ini yang mengerti apa itu “Amanat Penderitaan Rakyat“, apalagi mengerti bahwa pemimpin adalah pengemban amanat penderitaan rakyat, akibat dari tidak dipahami oleh pemimpin sekarang mereka memperlakukan rakyat dengan semena-mena, penggusuran-penggusuran yang dilakukan tanpa manusiawi, penguasaan lahan-lahan demi investasi asing, Satpol PP dengan beringas atas nama menertibkan cenderung semena-mena memperlakukan rakyat tanpa solusi yang manusiawi, korupsi sudah sangat akut, bantuan sosial bagi rakyat miskin pun di korupsi tanpa penyelesaian hukum, pungli, manipulasi, semua ini akibat tidak megerti aparat pemerintah itu harus nya mengemban “Amanat Penderitaan Rakyat“. Jadi Pemilu 2024 adalah pertarungan Amanat Penderitaan Rakyat yang ingin kembali pada Pancasila dan UUD 1945 dengan oligarki yang mengusung liberalisme kapitalisme dan antek-antek asing. Suka tidak suka perjuangan ini adalah pertaruhan nasib bangsa Indonesia. Tinggal kita akan terbelah dan hilangnya persatuan bangsa Indonesia. (*)
Anies Memang Fantastis!
Memperbaiki kerusakan, membangun kembali dan menempatkan NKRI yang terhormat dan bermartabat, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dalam pergaulan internasional. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI SEPERTI terbentur-terbentur kemudian terbentuk. Anies Baswedan mampu melewati jalan penderitaan atas pilihan pengabdiannya sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 itu. Ia mampu menampilkan politik karakter yang rendah hati dan humanies di tengah gelombang resistensi konspirasi jahat. Dalam menghadapi Pilpres 2024, capres pilihan rakyat itu kini seperti sedang memproklamasikan kemulian ahlak akan selalu mendahului amanat yang diberikan kepada seorang pemimpin. Dalam stigma politik itu kotor, Anies mampu memberi warna baru. Bukan hanya integritas, ia juga telah membuktikan bahwa ahlak seorang pemimpin mutlak diperlukan dalam menjalankan roda pemerintahan. Betapapun badai isu, intrik dan fitnah menerjang Anies terutama ketika menjabat gubernur Jakarta. Anies telah berhasil memberi contoh bagaimana kekuasaan tidak serta-merta diraih dan dipertahankan dengan segala cara. Framing dan stereotif serta kecenderungan konspirasi jahat tidak harus selalu dihadapi dengan sikap reaksioner. Kebencian dan permusuhan hanya bisa dihadapi dengan ketenangan dan kesabaran. Kejahatan tak harus dibalas kejahatan. Keraguan dan rasa pesimis hanya bisa dijawab dengan kinerja dan prestasi. Begitulah Anies membangun identifikasinya, membentuk kharisma dan kewibawaan personalnya. Tidak terhitung pula upaya untuk mendiskreditkan, membunuh karakter dan persekongkolan menjegal Anies sebagai seorang pemimpin sekaligus calon presiden potensial pada pilpres 2024. Anies Baswedan bergeming sekalipun serangan dan tendensi penolakan atas keberhasilan kepemimpinannya mengemuka melalui buzzer, haters, dan influencer yang disinyalir dibayar menggunakan uang negara. Anies juga mampu melewati rintangan dari rekayasa sosial dan politik berkedok kebijakan struktural dan konstitusional. Begitu besar dan tak pernah berhenti upaya menjatuhkan, hingga Anies tak bisa menjadi capres, saking dianggap berbahaya dan mengancam kepentingan kelompok tertentu seperti oligarki dan ternaknya. Atmosfer politik nasional yang kini masih dkendalikan rezim boneka, masih menghembuskan udara propaganda dan agitasi asal bukan Anies sebagai presiden masa depan Indonesia. Sisa-sisa gerakan pembusukan terhadap Anies yang masih menempel pada narasi politik identitas, tak mampu juga membendung arus dukungan rakyat terhadap figur Anies terutama dari mayoritas umat Islam. Penggunaan entitas kesukuan dan keagamaan secara ekstrim demi kepentingan sesaat yang justru kental melekat kuat dan dipelopori oleh sosok Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, tak bisa mencegah simpati, empati dan euforia rakyat kepada Anies. Memori kolektif dan kesadaran publik seakan menegaskan Anies telah menjadi fakta dan nyata sebagai pemimpin nasionalis religius yang menjunjung tinggi kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa. Anies tak terbantahkan menjadi pemimpin yang pluralis, menghormati dan menghargai keberagaman. Oleh karena itu, fenomena Anies seperti bola salju yang terus menggelinding dan membesar menangkap kerinduan, harapan dan aspirasi rakyat akan kehadiran seorang pemimpin yang adil, beradab dan bersungguh-sungguh membawa kemakmuran bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan demikian, pilpres 2024 yang tak lama lagi akan berlangsung, hanya berfungsi memberikan legalitas atas legitimasi rakyat terhadap didapuknya Anies sebagai seorang presiden. Sikap santun, sabar dan konsistensinya mengedepankan ahlak dalam berpolitik telah menjadi verifikasi dan validasi pemimpin yang layak menjadi nahkoda bagi perahu besar bernama Indonesia. Memperbaiki kerusakan, membangun kembali dan menempatkan NKRI yang terhormat dan bermartabat, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dalam pergaulan internasional. Dengan kemampuannya menderita dan ketetapan hatinya sebagai pemimpin yang telah memilih jalan penderitaan bagi kemaslahatan rakyat, negara dan bangsa, Anies memang layak dan telah menjadi presiden defakto sekalipun pilpres belum dilangsungkan. Kini dan akan terus bertambah lagi, jutaan rakyat yang tersebar di seluruh pelosok negeri, mengelu-elukan dan mendukungnya. Rakyat arus bawah yang bisa jadi dikomandoi partai Nasdem, Demokrat, PKS, PPP, PAN dll telah menjadi energi, instrumen kampanye sekaligus supporting sistem Anies menjadi presiden Indonesia. Insyaa’ Allah. Anies memang fantastis!. Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot, 26 November 2022/2 Jumadil Awal 1444 H. (*)