OPINI

Pelajaran untuk Puan dan Megawati

Menjadi putra atau putri ideologis orang tuanya atau keturunannya langsung, yang utama adalah mampu menangkap jiwa zaman dan mampu menetapkan peran sejarahnya secara pas. Oleh: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik dan Wartawan Senior MENGAPA Megawati Soekarnoputri terkesan ngotot ingin mengusung putrinya, Puan Maharani, untuk maju Pilpres 2024? Bisa jadi, Ketum PDIP ini khawatir akan keberlangsungan anak ideologis pewaris perjuangan orangtuanya, Bung Karno (Presiden Soekarno yang juga salah seorang Proklamator). Saya juga ngerti kalau anak biologis harus juga jadi anak ideologis atau ahli waris perjuangan orang tuanya, bukan berarti harus melakukan daur-ulang sejarah persis seperti yang pernah dilakukan orang tuanya dulu. Melainkan tetap memandang perjuangan dan karya orang tuanya sebagai ilham dan inspirasi buat kiprah dirinya saat ini. Dan peka dalam menangkap jalan takdir hidupnya. Terutama ketika saat ini mereka jadi pemimpin seperti orang tuanya dulu. Megawati sebagai pimpinan partai, yakni PDIP, sedangkan Puan sebagai Ketua DPR RI. Ini yang saya coba bandingkan dengan apa yang terjadi di luar sana. Bedanya Corazon Aquino dan Benazir Bhutto menurut saya, ini terletak dalam konteks itu. Sebagai isteri mendiang Benigno Aquino dan penerus ideologis suaminya, Qory menyadari jalan takdir hidupnya adalah sebagai juru damai antara sipil dan militer. Dan merangkul para eksponen pendukung rejim Marcos yang berpikiran maju untuk berada di barisan pendukungnya. Termasuk para jenderal militer yang dulunya merupakan lawan politik Benigno Aquino. Alhasil sampai sekarang, militer yang tetap terserap ke dalam dunia politik sipil. Setelah era Qori sebagai presiden dua periode berakhir, Jenderal Fidel Ramos yang semasa kepresidenan Qori menjabat panglima militer, kemudian menjadi presiden penerusnya. Dan, publik Filipina pun mengenang Ramos bukan saja presiden dari tentara yang berhasil disipilkan, tapi juga visioner dan punya karisma kepeminpinan yang kuat. Seperti juga Qori, Ramos menjabat presiden dua periode. Benazir Bhutto lain lagi, dan ini justru contoh kegagalan politik. Sebagai putri biologis yang juga diharap menjadi putri ideologis Zulfikar Ali Bhuto yang mati digantung oleh rejim militer Jenderal Zia Ulhaq, ketika Benazir jadi pemimpin Pakistan dan mengembalikan sistem politik ke supremasi sipil, Benazir tetap memandang memerangi militer sebagai jihad. Ia tanpa mengenali jalan takdir dan tantangan politik Benazir beda dengan era bapaknya. Alhasil, karena cara pandangnya yang cenderung mendaur-ulang mentah-mentah era bapaknya, alhasil melestarikan perlawanan dan antipati militer terhadap Benazir. Sehingga Pakistan yang sudah mendapat momentum bagi sipil untuk kembali berkuasa setelah era Zia Ulhaq berlalu, militer di bawah Pervez Musharaf kembali berkuasa. Menjadi putra atau putri ideologis orang tuanya atau keturunannya langsung, yang utama adalah mampu menangkap jiwa zaman dan mampu menetapkan peran sejarahnya secara pas. Inilah yang harus mengilhami dan menginspirasi putra-putri ideologis orang tuanya. Bukan mendaur-ulang sejarah dari orang tuanya dulu. Karena selain zamanya berbeda, tantangan zaman juga berbeda. Justru ujiannya di situ. Kalau benar memang anak ideologis, bisakah dirinya jadi anak-anak zamannya seperti orang tuanya dulu? (*)

Kapolri Perlu Ismail Bolong, Bukan Komjen Agus Yang Nihil Integritas

Oleh Asyari Usman  - Jurnalis Senior FNN  SANGAT mengherankan mengapa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih mempertahankan Komjen Agus Andrianto sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri. Setelah serangan yang mematikan dari Ismail Bolong yang mengaku telah memberikan “uang koordinasi” sebesar Rp6 miliar kepada Agus, mantan Kapolda Sumut ini mengalami “luka berat” di lambung integritasnya. Integritas Agus mengalami pendarahan akut. Tusukan Ismali Bolong membuat integritas Kabareskrim tercabik-cabi. Tidak bisa lagi diselamatkan. Komjen Agus nihil integritas. Integritas Agus masih berdenyut karena diinfus terus oleh Kapolri. Kondisi seperti ini tak akan bertahan lama. Sekarang, Kapolri melakukan tindakan penyelamatan yang keliru. Yang perlu diselamatkan justru Ismail Bolong. Sebab, dia adalah pintu solusi untuk memperbaiki Polri. Sedangkan Komjen Agus adalah salah satu problem seperti halnya Ferdy Sambo, Cs. Untuk memperbaiki Kepolisian RI, Kapolri memerlukan Ismail Bolong, bukan Komjen Agus. Bolong bisa membantu pimpinan Mabes untuk membongkar mafia tambang secara keseluruhan. Tapi, herannya, Jenderal Listyo malah memburu Bolong seolah dia penjahat besar tambang liar. Salah total. Ismail Bolong bisa buat apa untuk melindungi tambang ilegal batubara? Pangkatnya apa? Kekuasannya sebesar apa? Jenderal Listyo sebetulnya tahu integritas Komjen Agus sudah rusak parah ketika beberapa bulan yang lalu terjadi perang diagram aliran dana siluman. Dalam perang diagram itu, kelompok musuh Ferdy Sambo, yang di dalamnya ada Komjen Agus sendiri, menjelaskan secara rinci dan meyakinkan bahwa Sambo menerima 1.3 triliun uang upeti per tahun dari para bandar judi online. Tak lama kemudian muncul diagram balasan dari kelompok yang diduga sebagai bagian dari geng Sambo. Diagram ini menggambarkan bahwa Komjen Agus menerima setoran 54 miliar dalam satu bulan. Uang ini pun, menurut info di diagram, berasal dari konsorsium 303 (judi) dan narkoba. Benar atau tidak substansi di dalam kedua diagram itu, publik seperti kita-kita ini tak mungkin tahu pasti. Namun, kalau dilihat dari pemicu perang diagram, konten diagram dan pembuatan kedua diagram tersebut, jelas sekali semua aspek diagram ini membutuhkan sumber-sumber yang otentik di level tinggi Polri. Sejak diagram balasan yang diduga dibuat oleh kelompok Sambo itu muncul, integritas Komjen Agus terluka. Memang belum terlihat luka berat. Sebab, kasus pembunuhan Brigadir J masih mendominasi perhatian publik. Sehinga tuduhan diagram 54 miliar aliran upeti ke Komjen Agus menjadi kurang menarik. Hari ini, ketika video pertama Ismail Bolong yang berisi pengakuan bahwa dia telah memberikan uang Rp6 miliar kepada Komjen Agus, dan kemudian video kedua yang berisi permintaan maaf dia kepada Kabareskrim sekaligus mengatakan bahwa video pertama itu dibuat dibawah tekanan dari kelompok Sambo, seharusnya Kapolri bisa jeli melihat dan cepat menyimpulkan inti persoalan. Bolong hanya suruhan. Kalau mengunakan logika umum saja, Ismail Bolong dengan pangkat Aiptu tidak mungkin bisa leluasa mengendalikan tambang liar batubara dengan pemasukan 5-10 miliar rupiah per bulan. Dia pasti punya gantunga di level atas. Yaitu di level Polresta Samarinda dan level Polda. Dan sangat logis pula kalau di level Mabes ada yang terlibat. Dengan struktur komando yang sangat keras di Polri, sangatlah tidak masuk akal Aiptu Bolong berani melakukan perbuatan ilegal skala besar tanpa restu atasan di tingkat daerah maupun di tingkat Mabes. Jadi, Kapolri perlu memperhatikan imbauan dari berbagai pihak agar kasus Ismail Bolong dilihat dari arah lain. Dan agar dia dilindungi. Sehingga, dalam penangan kasus tambang liar ini, Ismail Bolong tetap diasumsikan ikut terlibat dan kemudian dijadikan tersangka. Namun, tujuan akhirnya adalah untuk mengungkap siapa-siapa saja di Mabes yang menambang duit lewat tangan Bolong. Ini kalau Kapolri serius mau melakukan pembersihan. Kalau cuma mau melakukan basa-basi kosmetik, memang sudah tepatlah jika Ismail Bolong saja yang dikejar-kejar, diadili, dan kemudian dijebloskan ke penjara. Kalau ini tujuannya, tentu orang-orang yang terlatih di Mabes Polri sangat mungkin bisa membuatkan skenarionya dengan Presisi yang tinggi.[]   3 Desember 2022 (Jurnalis Senior FNN)

Mohammad Natsir Pemimpin Nasionalis-Religius

Padahal, badan intel inilah yang meminta Natsir untuk memulai hubungan dengan Malaysia dan Timur Tengah setelah naiknya Soeharto. Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, MAg, Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta MOHAMMAD Natsir adalah seorang ulama, politikus, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia salah satu pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka Indonesia.  Lahir di Solok, Padang, Sumatra Barat, pada 17 Juli 1908, dari pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado dan Khadijah, dan meninggal dunia pada 6 Februari 1993 di Jakarta. Pernah menjadi Menteri Penerangan dan Perdana Menteri pada era Soekarno pada 1950–1951. Mohammad Natsir salah seorang pendiri Universitas Islam Indonesia, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Di antara karya tulis utamanya ialah buku Capita Selecta, Islam sebagai Dasar Negara, dan Fiqhud Da’wah. Natsir mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat Maninjau selama dua tahun, kemudian pindah ke Hollandsch-Inlandsch School (HIS) Adabiyah Padang. Beberapa bulan kemudian ia pindah ke Solok dan dititipkan di rumah saudagar Haji Musa. Selain belajar di HIS pada siang hari, ia juga belajar ilmu agama Islam di Madrasah Diniyah pada malam hari.  Tiga tahun kemudian Natsir kembali pindah ke HIS di Padang bersama kakaknya. Pada 1923, ia melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), lalu ikut bergabung dengan perhimpunan-perhimpunan pemuda, seperti Pandu Nationale Islamietische Pavinderij dan Jong Islamieten Bond. Setelah lulus dari MULO, ia pindah ke Bandung untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) hingga tamat pada 1930. Ia terjun ke dunia politik pada pertengahan 1930-an bergabung dengan partai politik berideologi Islam. Dari 1928 sampai 1932 Natsir menjadi ketua Jong Islamieten Bond (JIB) Bandung. Ia juga menjadi pengajar setelah memperoleh pelatihan guru dua tahun di perguruan tinggi dan memperdalam ilmu agama, termasuk dalam bidang tafsir Al-Quran dan hukum Islam. Pada 1932 Natsir berguru kepada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi tokoh organisasi Persatuan Islam. Natsir aktif menulis di majalah-majalah Islam. Karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929. Hingga akhir hayatnya ia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain. Natsir memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Ia pun kecewa dengan perlakuan pemerintahan Soekarno dan Soeharto terhadap Islam. Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno menuding Mohammad Natsir sebagai pemberontak dan pembangkang yang berujung pemenjaraan. Sedangkan negara-negara lain sangat menghormati dan menghargai Pak Natsir, hingga banyak penghargaan yang dianugerahkan kepadanya. Dunia Islam mengakui Mohammad Natsir sebagai pahlawan lintas batas bangsa dan negara. Di kancah internasional, ia pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim Dunia (World Muslim League) dan Ketua Dewan Masjid se-Dunia. Menurut Bruce Lawrence, Natsir merupakan politisi yang paling menonjol mendukung pembaruan Islam.  Pada 8 Juli 1945 M. Natsir bersama tokoh-tokoh Islam, antara lain Abdoel Kahar Muzakir, Mohammad Hatta, Abdul Wahid Hasyim, Mohammad Roem, dan KH Imam Zarkasyi mendirikan Universitas Islam Indonesia, salah satu perguruan tinggi swasta nasional tertua yang terletak di Yogyakarta. Setelah proklamasi kemerdekan Indonesia Natsir menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Pada 3 April 1950, ia mengajukan Mosi Integral dalam sidang pleno parlemen yang memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sebelumnya berbentuk serikat (RIS), sehingga ia diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1950.  Natsir mengundurkan diri dari jabatannya pada 26 April 1951, karena perselisihan paham dengan Soekarno yang menganut paham nasionalisme dan mengkritik Islam sebagai ideologi, seraya memuji sekularisasi Mustafa Kemal Attaturk di Kesultanan Turki Usmani. Natsir menyayangkan hancurnya Kesultanan Utsmaniyah di Turki dengan menunjukkan akibat-akibat negatif sekularisasi. Natsir juga mengkritik Soekarno yang kurang memperhatikan kesejahteraan di luar pulau Jawa.  Bersama tokoh-tokoh Nasional pada 1947 Mohammad Natsir mendirikan partai politik Islam Masyumi. Pada tahun 1958, beberapa tokoh Masyumi bergabung dalam struktur PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Oleh karena itu, Masyumi bersama-sama dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dibubarkan oleh pemerintah pada 1960. Upaya untuk membangkitkan kembali partai ini selama masa transisi ke Orde Baru sempat dilakukan, tapi tidak diizinkan. Setelah kejatuhan Soeharto pada 1998, upaya untuk membangkitkan partai ini dilakukan kembali dengan cara mendirikan Partai Bulan Bintang yang berpartisipasi dalam pemilihan-pemilihan umum pasca-Reformasi. Selama dalam era demokrasi terpimpin Indonesia, Natsir terlibat dalam pertentangan terhadap pemerintah yang semakin otoriter dan bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) setelah meninggalkan Pulau Jawa.  PRRI yang menuntut otonomi daerah yang lebih luas yang disalahtafsirkan Soekarno sebagai pemberontakan terhadap pusat. Akibatnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di Malang tahun 1962 sampai 1964, dan dibebaskan pada masa Orde Baru pada 26 Juli 1966. Di era Orde Baru Natsir membentuk Yayasan Dewan Dakwan Islamiyah Indonesia pada 26 Februari 1967 bersama para pendiri bangsa, semisal Mr. Mohammad Roem (Menteri Luar Negeri RI, dan penandatangan Perjanjian Roem-Van Roejen), Mr. Sjafroedin Prawiranegara (Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia pertama), Prof. Dr. HM Rasjidi (Menteri Agama pertama RI), Mr. Burhanuddin Harahap (Perdana Menteri RI ke-9), Prawoto Mangkusasmito (Ketua Partai Islam Masyumi terakhir), Prof. Kasman Singodimedjo (Jaksa Agung Pertama), dan lain-lain. Sejak berdirinya Dewan Da’wah memutuskan untuk melakukan aktivitas politik melalui dakwah Islamiyah, sebagaimana digariskan oleh Mohammad Natsir, yaitu: “Kita berpolitik dengan dakwah”. Dewan Da’wah memutuskan untuk menekuni bidang dakwah dan mengambil jarak yang sama dengan semua kekuatan politik yang memperjuangkan aspirasi umat Islam dan memperjuangkan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indoensia. Dewan Dakwah melandaskan kebijaksanaannya kepada empat hal: (1) Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia berdasarkan taqwa dan keridhaan Allah; (2) Dalam mencapai maksud dan tujuannya, Dewan Dakwah mengadakan kerja sama yang erat dengan badan-badan dakwah yang telah ada di seluruh Indonesia; (3) Dalam hal yang bersifat kontroversial, dan dalam usaha melicinkan jalan dakwah, Dewan Dakwah bersikap menghindari dan atau mengurangi pertikaian paham antara pendukung dakwah, istimewa dalam melaksanakan tugas dakwah; (4) Di mana perlu dan dalam keadaan mengizinkan, Dewan Dakwah dapat tampil mengisi kekosongan, antara lain menciptakan suatu usaha berbentuk atau bersifat dakwah, usaha mana sebelumnya belum pernah diadakan, seperti mengadakan pilot projek dalam bidang dakwah. Natsir juga mengkritisi kebijakan pemerintah, dengan ikut menandatangani Petisi 50 pada 5 Mei 1980, bersama dengan Jenderal Hoegeng, Letjen Ali Sadikin, Sanusi Hardjadinata, SK Trimurti, dan lain-lain.  Akibatnya Natsir dilarang pergi ke luar negeri, dan banyak seminar yang tidak bisa diikutinya. Natsir menolak kecurigaan Soeharto terhadap partai-partai, terutama partai Islam dan mengkritik Opsus (Operasi Khusus) yang berada di bawah pimpinan langsung Soeharto.  Padahal, badan intel inilah yang meminta Natsir untuk memulai hubungan dengan Malaysia dan Timur Tengah setelah naiknya Soeharto. Tahun 1980 Natsir menerima anugerah penghargaan Faisal Award dari Raja Fahd Arab Saudi melalui Yayasan Raja Faisal di Riyadh, Arab Saudi. Ia juga memperoleh gelar doktor kehormatan di bidang politik Islam dari Universitas Islam Libanon pada 1967. Pada 1991 ia memperoleh gelar kehormatan dalam bidang sastra dari UKM (Universitas Kebangsaan Malaysia), dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Sains Malaysia. Pemerintah Indonesia menghormatinya setelah 15 tahun beliau wafat. Pada 10 November 2008 Natsir dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Soeharto enggan memberikan gelar pahlawan kepada salah satu “bapak bangsa” ini. Namun, pada masa BJ Habibie Mohammad, Natsir menerima penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana. (*)

Sepak Moral Jerman

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  AKHIRNYA Jerman tersingkir di Piala Dunia Qatar 2022. Aksi tutup mulut saat kick off pertandingan melawan Jepang dicemooh. Kampanye pro LGBT Jerman menuai hasil. Jerman kalah 1-2 oleh Jepang. Kemenangan 4-2 melawan Kosta Rika tidak menolong. Kesebelasan pro LGBT pulang kampung. Jerman datang bukan untuk semata sepak bola tetapi sepak moral. Ya kini moralnya ambruk disepak. Jerman menjadi kesebelasan penonton.  Alasan rasionalnya pemain inti Leroy Sane tidak dapat bermain melawan Jepang karena cedera walaupun Thomas Muller tampak fit.  Kalah dari Jepang dan imbang dengan Spanyol adalah derita Jerman. Melawan Spanyol Leroy Sane dipaksakan bertanding di menit ke 70.  Tahun 2018 Jerman juga tersisih akibat keok dari Korea Selatan 0-2. Hebatnya gol Korsel terjadi di ujung waktu, Kim Young Gwon (menit 90+2) dan H. Son (menit 90+6). Jerman angkat koper lebih cepat.  Kampanye LGBT Jerman di World Cup Qatar adalah keterlaluan. Tidak menghormati tuan rumah Qatar sebagai negara muslim yang melarang LGBT. Netizen menyebut Jerman terkutuk atau terkena azab. Aturan FIFA pun diprotes Jerman.  Di Indonesia juga sedang hangat berita rencana kedatangan utusan AS untuk HAM LGBTQ+ Jessica Stern yang mendapat penolakan tokoh dan  ormas Islam termasuk MUI. Lawatan dalam rangka kampanye LGBT di tiga negara Vietnam, Filipina dan Indonesia. Agendanya akan bertemu dengan banyak pihak. AS khususnya negara bagian NewYork memang telah melegalkan pernikahan sejenis sejak tahun 2011 dan California tahun 2013. Sedangkan Jerman baru 2O17.  Kecenderungan prosentase penganut LGBTQ dari waktu bkeng waktu di berbagai negara semakin meningkat. Indonesia tidak terkecuali.  Estimasi Kemenkes tahun 2012 kaum LGBT berada di kisaran angka satu juta lebih. Jawa Barat adalah Provinsi terbanyak. Sementara PBB menilai jumlah 3 jutaan LGBT di Indonesia. Itu pada tahun 2011. Apalagi kini.  Dalam agama, LGBT dimurkai Allah SWT. Ingat kaum Sodom di masa Nabi Luth. Begitu juga letusan Gunung Vesuvius yang melumatkan kota Pompei di Italia. Di Indonesia yang terkenal adalah Dusun Legetang Banjarnegara Jawa Tengah. Allah hancurkan Desa Legetang oleh bagian dari Gunung Dieng karena penduduknya terpapar parah perilaku LGBT.  World Cup 2022 di Qatar semestinya menjadi ajang persaudaraan dan sportivitas. Sayang disusupi kampanye LGBT tingkat dunia. Dunia Islam harus bersatu melawan gerakan sosialisasi LGBT atas nama HAM tersebut.  Duta World Cup mantan Timnas Qatar Khalid Salman yang menyatakan LGBTQ+ menurut agama Islam adalah haram dan \"merusak pikiran\" diprotes habis oleh lembaga dan aktivis Human Rights Watch. Mereka menyatakan \"Itu berbahaya dan tidak bisa diterima\".  Inilah ancaman baru dunia dimana LGBT dianggap sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dijamin dan dilindungi.  Dunia semakin gila. Moral telah disepak-sepak.  Bandung, 3 Desember 2022

212 Sebagai Gerakan Kebangsaan

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  SAAT para ulama, habaib dan santri ikut berjuang  melawan kolonialisme dan imperialisme di bumi nusantara, kenapa kalian tidak  sebut itu sebagai gerakan politik identitas? Ketika umat Islam mengumandangkan pekik merdeka dan takbir Allahu Akbar menjadi kekuatan spiritual dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kenapa kalian tidak tuding itu sebagai Islam politik? Tatkala para pemimpin-pemimpin Islam menyeru resolusi jihad untuk mengusir penjajahan di negeri ini, kenapa kalian tidak vonis itu sebagai tindakan intoleran, radikalis, fudamentalis dan bahkan teroris? Kenapa? Kenapa? Kenapa?. Apakah kalian bisa jawab? Lahir sebagai antitesa terhadap semua gangguan dan potensi konflik kebangsaan. Gerakan 212 sesunguhnya, menjaga sekaligus membentengi demokrasi dan konstitusi. 212 tidak sekadar  sedang menyoal masalah keagamaan. Tidak juga  reaksioner hanya pada perilaku seseorang seperti Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Silaturahim dan ukhuwah Islamiah terbesar sepanjang republik berdiri yang  situasional, monumental, dan begitu emosional. Membuktikan kejahatan sekalipun dapat ditundukkan dengan kebaikan. Kebenaran dan kesabaran akan selalu bersama memenangkan peperangan sekalipun harus berhadapan dengan musuh yang dzolim. Shalat tahajud, dzikir dan shalawat yang dilaksanakan di Masjid At Tin TMII pada  tanggal 2 Desember 2022 atau bertepatan dengan 8 Jumadil Awal 1444 H, menjadi ajang pembuktian kepada seluruh rakyat Indonesia dan dunia, bahwa Islam menjadi agama pembebasan sekaligus agama disiplin dan  keteraturan. Islam bukan ancaman bukan teror atau juga  bahaya. Justru sebaliknya Islam membawa kemaslahatan global. Refleksi dan evaluasi seperti itu mendorong  212 seperti telah menjadi representasi dari perwujudan syariat Islam yang penuh kasih sayang,  menampilkan keteduhan dan kesejukan, serta menjamin keberlangungan nilai-nilai universal dalam kehidupan dunia,  kapanpun dan bagi siapapun. 212 bukanlah sekadar tangggal atau angka-angka. Ia juga bukan sekadar menjadi istilah atau perumpamaan sebuah organisasi atau komunitas. 212 telah menjadi spirit, 212 telah menjadi jiwa, 212 juga telah menjadi roh dari perjuangan umat Islam. 212 telah berhasil mengagregasi partikel-partikel bebas keumatan, yang selama ini berkeliaran dalam  aliran dan mahzab Islam. 212 telah mempersempit jarak di antara umat Islam, ketika terjebak pada soal-soal NU atau Muhamadiyah dlsb., struktural atau kultural, tradisional atau modern, hingga sampai pada terkait dengan persoalan teknis seperti dengan atau  tanpa doa qunut, misalnya. 212 telah membangun  fondasi persatuan dan kesatuan umat Islam yang menopang bangunan kebangsaan Indonesia. 212 sekaligus telah menjadi trigger dalam memecah kebekuan dan stagnasi dinamika politik Islam. Sebuah entitas keagamaan yang pada hakikatnya menjiwai serta selaras dengan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Dengan kata lain, Islam yang ditampilkan dalam performans 212, bersenyawa dengan prinsip-prinsip nasionalisme dan patriotisme. 212 juga diharapkan mampu membersamai kehidupan yang pluralis baik secara internal maupun eksternal. Mengayomi semua kebhinnekaan dan kemajemukan, 212 harus gamblang merasionalkan Islam tidak anti perbedaan. Islam hanya gandrung pada kedamaian, kemakmuran dan keadilan. Betapapun mahal harganya untuk dapat mengenyamnya. Bukanlah hal yang sulit dalam memaknai 212. Pada hubungan vertikal menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan. Pada sisi horisontal mengangkat nilai-nilai kemanusiaan. Maka sejatinya menjadi mudah menemukan Islam pada cita-cita dan harapan tentang kemakmuran dan keadilan, respek dan kesetaraan serta tekad kuat menjaga dan memelihara konsensus nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep kebangsaan yang seharusnya bisa  bersandar pada cita-cita kemerdekaan dan keinginan para pendiri bangsa. Jika tulus dan mau berkorban, serta sanggup menghadirkan Ketuhanan dalam diri dari seluruh umat Islam. Dengan kejujuran dan keadilan, pada akhirnya dapat menjadi solusi dan alat pemersatu dari akar masalah mayoritas dan minoritas, kaya dan miskin, pribumi dan non pribumi serta kehilangan perasaan bersama dan sepenanggungan sebagai anak bangsa. Bukan bangsa kuli di atas bangsa kuli. Bukan juga sebagai korban dari penghisapan manusia atas manusia dan penghisapan bangsa  atas bangsa. Dalam pengertian yang sederhana, 212 itu bisa dilihat sebagai gerakan yang menegakkan kebenaran dan melawan kebathilan. Bukan untuk umat Islam semata, tapi untuk semua umat manusia di republik ini. Jauh melewati batas suku, agama, ras dan antar golongan, demi kedamaian, demi ketenangan dan demi kehidupan bersama. Persfektif itu yang kemudian oleh 212  dengan segala tantangan dan hambatannya, sedang berproses dan terus berlangsung, serta tak terbatas ruang dan waktu. (*)

Lawan Hoaks Dengan Haq

Beliau menyampaikan pesan kepada umat agar melawan hoaks dengan haq. Artinya lawan hoaks dengan kebenaran. “Haram,” lanjutnya jika kita melawan hoaks dengan hoaks. Itu tidak selaras dengan Revolusi Akhlaq yang selama ini sudah digaungkan. Oleh: Sulung Nof, Penulis PUCUK dicinta ulam tiba, kiranya itulah gambaran suasana hati umat saat memaknai kehadiran Imam Besar Habib Rizieq Syihab (IB HRS) dalam Reuni 212 bertajuk “Munajat Akbar dan Indonesia Bershalawat untuk Keselamatan NKRI” di Masjid At-Tin, Jakarta (2/12/2022). Sejumlah tokoh nasional pun turut hadir di antaranya Dr. H. Muhammad Hidayat Nur Wahid, Lc, MA, Habib M. Hanif Alatas, Habib Bahar bin Smith, KH Jujun Junaedi, KH Munawwir Aseli, KH Muammar ZA, Ust. Yusuf Martak, Ust. Slamet Ma\'arif, Drs. M. Alfian Tanjung, Titiek Soeharto, Edy Mulyadi, dan lainnya. Reuni 212 hari ini membawa ingatan umat pada peristiwa Jum\'at bersejarah, Jakarta, 2 Desember 2016. Enam tahun berlalu, ada beberapa tokoh alumni yang sudah mendahului kita, seperti: KH M. Arifin Ilham, Syekh Ali Jaber, Ust. Tengku Zulkarnain, Ust. Abu Jibril, dan lainnya. Dalam sambutannya selama 52 menit, Imam Besar menyampaikan kronologi undangan Reuni 212 dari panitia yang disampaikan kepada beliau. Sekira pukul 02.30 WIB sebelum acara dimulai, akhirnya beliau memutuskan untuk hadir usai meminta pertimbangan dari para penasihat hukumnya. Beliau menyampaikan pesan kepada umat agar melawan hoaks dengan haq. Artinya lawan hoaks dengan kebenaran. “Haram,” lanjutnya jika kita melawan hoaks dengan hoaks. Itu tidak selaras dengan Revolusi Akhlaq yang selama ini sudah digaungkan. Mertua Habib Hanif Alatas itu juga berpesan agar umat senantiasa memperbaiki tutur kata, memperbaiki shalat, dan menjaga persatuan sebagai bahan evaluasi untuk meraih kemenangan dari Allah. Beliau lalu menukil Q.S. Ash-Shaff:13 yakni “Nashrun minallah wa fathun qarib wa basysyiril-mu\'minin” (Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman). Dalam salah satu doa yang beliau panjatkan sebagai penutup acara, Imam Besar juga mendoakan tokoh-tokoh alumni yang sudah mendahului; enam syuhada; korban gempa Cianjur; dan banyak lagi. Sempat terdengar keharuan dalam bait doanya. Selain menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan mendukung acara hingga terselenggara dengan sukses, beliau pun menitip pesan penting kepada umat agar tetap menjaga kebersihan dan ketertiban. Jakarta, 2 Desember 2022. (*)

Kerja Berkelanjutan Anies Baswedan Ikut Mencerdaskan Masyarakat Sumatera

Oleh Edo Andrefson - Staf Ahli DPD-RI asal Sumatera. ANIES Baswedan akan berkunjung ke beberapa daerah di Pulau Sumatera seperti Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Sumatera, sebenarnya bukan daerah yang baru bagi Anies Baswedan. Dia telah hadir secara berkelanjutan selama bertahun-tahun di Pulau Sumatera. Semasa kuliah di UGM, Anies Baswedan melakukan perjalanan darat ke Padang hanya untuk mengenal tanah Sumatera khususnya Bukittinggi. Tempat di mana lahir tokoh bangsa seperti Bung Hatta, Agus Salim, Natsir, Tan Malaka, Moh. Yamin, dan lainnya.  Melalui program Indonesia Mengajar yang digagas Anies Baswedan sejak 2009. Anies berkolaborasi dengan para Pengajar Muda untuk memajukan pendidikan dan ikut mencerdaskan masyarakat Pulau Sumatera. Program Indonesia Mengajar yang digagas Anies telah mengirim ratusan Pengajar Muda ke Pulau Sumatera.  Saya menjadi saksi, kira-kira 12 tahun yang lalu, saat Mas Anies datang ke Padang melakukan sosialisasi Indonesia Mengajar di UNP (Universitas Negeri Padang), saya sebagai Sekjend BEM UNP turut menjadi ‘host’ acara tersebut.  Di Aceh, Indonesia Mengajar mengirimkan Pengajar Muda sejak 2011. Di Kabupaten Aceh Utara setiap tahun dikirim Pengajar Muda. Sudah lebih dari 40 desa di Aceh Utara mendapatkan manfaat program Indonesia Mengajar. Sementara di Kabupaten Aceh Singkil, 30-an desa mendapatkan manfaat program Indonesia mengajar. Di Provinsi Aceh saja sudah lebih dari 70 desa mendapat manfaat dari program Indonesia Mengajar.  Di daerah Bengkalis Riau, jumah desa yang yang mendapat manfaat program adalah 40 desa. Bayangkan bila di satu desa murid yang terdampak dalam sekali program 200 anak, berarti sekitar 8.000 ribu anak mendapat manfaat program.  Padahal program Indonesia Mengajar tidak hanya menyasar murid-murid sekolah. Mereka juga berinteraksi dan berkolaborasi dengan masyarakat tempat Pengajar Muda tinggal. Berapa puluh ribu orang terimbas dari program ini. Ini hanya dari satu kabupaten.  Selain tiga daerah tersebut, masih banyak daerah di Pulau Sumatera yang menjadi area program Indonesia Mengajar yang diinisiasi Anies Baswedan. Pulau Nias, Tanjung Jabung Timur, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Muara Enim, dan Tulang Bawang Barat adalah daerah-daerah program Indonesia Mengajar. Terbayang kan besarnya dampak program Indonesia Mengajar di satu pulau seperti Sumatra. Interaksi Anies Baswedan dengan mengirim Pengajar Muda sudah dilakukan lebih dari 10 tahun lalu dan itu dilakukan secara berkelanjutan. Kiprah para Pengajar Muda ini juga sangat luar biasa. Mereka tidak hadir ke daerah perkotaan di masing-masing area program kerja. Mereka datang ke daerah-daerah pelosok.  Sebagai contoh, untuk mencapai daerah program kerja di Aceh Utara Pengajar Muda harus menempuh waktu sekitar 10 jam dihitung dari Bandara Soekarno-Hatta. Dari Cengkareng, mereka harus melakukan penerbangan ke Medan dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Setelah itu, mereka harus menempuh perjalanan darat sekitar 7-8 jam menuju lokasi.  Daerah-daerah lain pun tak kalah menantang. Di Bengkalis, program kerja Pengajar Muda salah satunya di Pulau Rupat. Pulau ini terletak di Selat Malaka dan harus ditempuh dari Dumai menggunakan transportasi air. Di lokasi, listrik juga biasa baru menyala pada pukul 18.00. Itu pun hanya menyala selama empat jam, sampai pukul 22.00. Para Pengajar Muda memberikan pelayanan setara untuk semua, tanpa membedakan suku dan agama. Di Kabupaten Bengkalis, masyarakatnya sangat beragam dan mereka mendapat pengajaran yang sama. Ada Suku Melayu, Tionghoa, Jawa, dan lainnya. Agamanya pun beragam mulai dari Islam, Buddha, Kristen, dan Konghucu.  Apa yang dilakukan Anies Baswedan dengan mengirimkan Pengajar Muda di berbagai daerah di Sumatera dan juga Indonesia, merupakan upaya untuk ikut mencerdaskan masyarakat Indonesia. Semoga upaya tersebut terus berlanjut dan berkembang, sehingga upaya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa seperti diamanatkan Undang-undang Dasar bisa diwujudkan. (*)

Ungkapan Benny Relawan Jokowi, Potret Aksi Menuju Negara Fasis

Siapapun yang memilih jalan demokrasi menuju transisi kepemimpinan Indonesia tahun 2024, tidak ada pilihan lain kecuali bersama Anies, karena yang lainnya adalah kepanjangan rezim yang berusaha menghapus demokrasi Indonesia menuju nagara fasis. Oleh: Isa Ansori, Kolumnis REKAMAN dialog antara Benny Ramdhani, Relawan Jokowi, yang juga mantan Aktivis 98 yang kini Kepala BP2MI (dulu BNP2TKI) dengan Presiden Joko Widodo dalam acara Gerakan Nusantara Bersatu, Sabtu (26/11/2022), menuai banyak cemohan, bahkan PDIP sebagai partai pengusung Jokowi mereaksi keras tindakan fasisme yang mengatasnamakan relawan. Menurut Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto gerakan relawan yang mengatas namakan diri “Gerakan Nusantara Bersatu” itu hanya ingin mengambil keuntungan tanpa melihat dampaknya bagi Presiden. “Akibatnya kehebatan Jokowi yang membanggakan di dunia, dan rakyat Indonesia, lalu dikerdilkan hanya urusan gegap gempita di GBK,” kata Hasto dalam keterangannya, Minggu (27/11/2022). Hasto pun memperingatkan orang-orang di lingkaran dekat Jokowi agar tidak melakukan sesuatu dengan prinsip asal bapak senang (ABS). Menurut dia, tindakan relawan yang menggelar acara di GBK menjadi pelajaran politik yang penting. Hasto terutama mengkritik acara tersebut karena menjanjikan sesuatu dengan cara yang tidak sehat. Namun, dia tak mengungkap maksud pernyataannya tersebut. “Apa yang terjadi dengan acara Nusantara Bersatu, menjadi pelajaran politik yang sangat penting, terlebih di dalam cara mobilisasi tersebut, sampai dilakukan cara-cara menjanjikan sesuatu yang tidak sehat,” katanya. Bila melihat bagaimana gegap gempitanya acara tersebut, bisa ditangkap bahwa antara yang dilakukan oleh relawan dan apa yang dimaui oleh Jokowi mempuyai magnet yang sama. Artinya, bahwa sejatinya Jokowi memang menghendaki adanya acara tersebut sebagai bagian “show off force”. Pernyataan Benny sebetulnya mewakili perasaan Jokowi, bahwa mereka sebagai penguasa, pemenang dan dalam jumlah besar, sehingga mereka yang berseberangan dianggap sebagai lawan dan tidak boleh melakukan upaya kritik dan koreksi apapun terhadap pemerintahan Jokowi. Mereka menganggap bahwa pemerintah selalu benar, dan yang berbeda pandangan selalu salah. Perasaan menang dan besar itulah yang membuat “relawan Jokowi” berusaha menjilat-jilat Jokowi karena takut akan kehilangan sesuatu yang melekat pada dirinya akibat kekuasaan yang ada pada Jokowi. Apa yang dilakukan oleh relawan Jokowi ini mengingatkan kita pada gerakan yang dilakukan oleh diktator Italia Benito Mussolini masih disebut kejam. Rezim fasis yang ia dirikan pada tahun 1921 dengan cepat naik ke kekuasaan di Italia pasca-Perang Dunia I. Secara khusus, mengubah undang-undang dan prosedur pemilu Italia, membuat cengkeraman Mussolini semakin kuat di negara itu selama lebih dari lima belas tahun. Sejauh mana Mussolini akan menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kendalinya dan juga untuk membantu sesama pemimpin fasis yang baru muncul, Adolf Hitler, untuk mendominasi seluruh Eropa, menjadikan tindakannya tidak masuk akal. Dari eksekusi lawan politik hingga metode genosida yang dia perintahkan terhadap orang-orang di banyak negara, Mussolini layak disematkan dalam sejarah sebagai salah satu diktator paling jahat. Apa yang terjadi saat ini menjelang transisi demokrasi dengan memilih presiden tahun 2024, nampaknya harus sejalan dengan kemauannya. Siapapun yang tidak sejalan layak dihambat dan dihabisi. Apa yang dilakukan Jokowi dengan memunculkan kriteria yang tidak satupun sesuai dengan lawan politiknya adalah bagian dari pembunuhan karakter dan kebencian yang diumbar. Ditambah lagi orang-orang yang menjadi kaki tangannya, diusahakan untuk menghabisi apapun karya sepak terjang lawan politik yang tidak dikehendaki dengan cara menghapus jejak karyanya atau menghambat upaya-upaya keterpilihan lawan politik. Hal inilah yang dialami Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden yang tidak dikehendaki Istana. Padahal yang digadang sebagai calon bukan hanya Anies, tapi Anies lah yang selalu dijadikan sasaran permusuhan, tuduhan dan fitnah tentang intoleransi, politik identitas, dan segala macam kebohongan mereka yang sejatinya adalah bentuk dari ketakutannya akan kehilangan kekuasaan dan sesuatu yang menghidupi dirinya dari menjilat kekuasaan. Upaya menghabisi Anies pun dilakukan secara sistematis melalui tangan- tangan kekuasaan yang menjadi kepanjangannya. Menghapus jejak karya Anies di Jakarta yang dilakukan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono Heru adalah salah satu upaya, belum lagi safari Anies ke daerah dihambat, dengan melarang Anies berkunjung, mencabut izin kedatangan Anies ke daerah sebagaimana yang terjadi di Aceh dan Riau. Perilaku seperti itu sejatinya menodai demokrasi yang sudah diperjuangkan melalui aksi Reformasi 98. Sehingga, kalau aksi fasisme mengatas namakan Aktivis 98, maka perlu dipertanyakan keberadaannya atau komitmennya guna membangun demokrasi di negeri Pancasila ini. Demokrasi harus terus disuarakan dan diperjuangkan di tengah-tengah upaya fasis yang sedang dipertontonkan. Siapapun yang memilih jalan demokrasi menuju transisi kepemimpinan Indonesia tahun 2024, tidak ada pilihan lain kecuali bersama Anies, karena yang lainnya adalah kepanjangan rezim yang berusaha menghapus demokrasi Indonesia menuju nagara fasis. Tegakkan demokrasi dan lawan upaya-upaya fasis yang menganggap berbeda pendapat adalah musuh dan harus dihabisi. Surabaya, 2 Desember 2022. (*)

Bila Pemilu 2024 Ditunda: Manuver Politik Berbahaya!

Masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin pinter menjadi intelligence voters, setelah 2x dikibuli dalam Pilpres 2014 dan 2019. Jangan melakukan manuver politik yang way too risky, stupid dan inkonstitusionil. Oleh: Chris Komari, Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA) USA, FTA Global & FTA-RI Nasional Indonesia SEMUA ahli hukum, ahli konstitusi dan pembela demokrasi akan turun ke jalan melakukan pembangkangan masal, protes, dan demo menolak Presiden “illegal” yang melakukan manuver politik dengan menunda Pemilu 2024 secara inkonstitusionil juga! Ada 5 masalah yang bisa memantik (trigger) krisis konstitutional di tanah air yang bisa menyulut chaos dan turmoil politik yang dahsyat! 1). Dekrit Presiden 2). Penundaan PEMILU 2024 3). Perpanjangan masa jabatan Presiden Jowowi 4). Komposisi keanggotaan komisioner KPU 5). Jokowi ikut menjadi Cawapres 2024 A). Dekrit Presiden itu manuver politik yang inkonstitusionil. Melakukan manuver politik dengan Dekrit Presiden apapun alasan dan excuses yang diberikan tetap melanggar konstitusi alias unconstitutional (inkonstitusionil) yang harus dihindari, karena hal itu akan memantik krisis konstitutional dan akan mengakibatkan political chaos dan turmoil di tanah air. B). Menunda Pemilu 2024 juga maneuver politik yang inkonstitusionil. Penundaan Pemilu 2024 adalah juga manuver politik yang jelas melanggar konstitusi alias unconstitutional (inkonstitusionil) meskipun mendapatkan dukungan dari DPR, TNI dan partai politik, karena rakyat tahu bahwa manuever politik itu hanya untuk kepentingan segilintir golongan, yakni untuk kepentingan oligarachs politik dan oligarachs ekonomi. There will be massive rejection and protests! C). Memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi setelah 2 term berakhir jelas melanggar konstitusi UUD 1945 dan inkonstitusionil. Memperpanjang masa jabatan Jokowi hingga 2 atau 3 tahun lagi, atau memperpanjang hingga 3 periode dengan berbagai alasan dan excuses, seperti tidak ada dana Pemilu 2024, resesi ekonomi, inflasi yang tinggi, demi menjaga polarisasi, menjaga integrasi bangsa dan meneruskan kesuksesan selama ini adalah bullshit excuses and arguments. Rakyat tidak akan menerima those bullshit excuses! Bila tidak hati-hati akan memantik political chaos dan turmoil di tanah air karena rekayasa oligarachs politik dan oligarchs ekonomi itu yang sudah bisa dibaca oleh publik, hanya untuk kepentingan mereka yang berpotensi besar mengakibatkan krisis konstitutional. D). Komposisi keanggotaan komisioner KPU harus ditambah 36 orang, yakni 2 orang wakil dari masing-masing partai politik yang lolos Pemilu 2024, selain 11 orang anggota komisioner KPU yang telah dipilih lewat proses seleksi oleh DPR. Komposisi keanggotaan komisioner KPU saat ini sangat rawan untuk melakukan rekayasa hasil Pemilu, melakukan manipulasi suara rakyat, melakukan transaksi terselubung dan abuse of power yang menciptakan sentimen publik untuk tidak mengakui kredibilitas hasil kerja KPU. Karena keanggotaan komisioner KPU untuk Pemilu 2024 sekarang ini berisi orang-orang titipan dan hand-picked oleh penguasa, DPR, partai politik, oligarachs politik dan oligarchs ekonomi. Kondisi komposisi keanggotaan komisioner KPU seperti itu sangat rawan, berbahaya dan mengkhawatirkan sekali akan memantik political chaos dan turmoil pada Pemilu 2024! Hal itu harus dihindari at all cost! Saya sudah memberi solusi agar keanggotaan komisioner KPU ditambah 36 orang, yakni 2 wakil dari masing-masing partai politik yang lolos Pemilu 2024. Sehingga dalam tubuh internal komisioner KPU akan tercipta sistem checks and balances antar anggota KPU, yakni 11 anggota komisioner KPU pilihan penguasa dan DPR melawan 36 anggota komisioner KPU yg mewakili kepentingan partai politik, seperti KPUpada Pemilu tahun 2009. Secara detail bagaimana cara kerja KPU dengan komposisi keanggotaan komisioner KPU yang memiliki 2 competing interest, sudah saya jelaskan dengan cukup jelas di link di bawah ini: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=146884924762732&id=100083236746877 E). Presiden Jokowi “unqualified” dan tidak bisa mengikuti Pilpres 2024 dengan menjadi Cawapres karena melanggar hukum dan melanggar Konstitusi. Apapun dalih para pendukung Jokowi untuk mencari alasan, justifikasi, dan excuses dengan menterjemahkan isi UUD 1945 secara broad dan ambiguous, manuver politik seperti itu sangat berbahaya karena akan menciptakan potensi krisis konstitutional. Masyarakat Indonesia sudah muak dikibuli dengan berbagai kibulan, lip service dan hoaxes. Bila Jokowi ikut menjadi Cawapres pada Pilpres 2024 dan terpilih menjadi Wakil Presiden untuk 5 tahun ke depan, sangat berbahaya. Bila di tengah jalan Presiden berhalangan mengalami perubahan kesehatan, meninggal dunia, atau terjadi kondisi politik lainnya yang membuat Presiden tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung-jawab sebagai Presiden, maka secara konstitusi, Wakil Presiden harus dilantik menjadi Presiden. Hal ini jelas akan bertabrakan dan melanggar Konstitusi UUD 1945! Itulah alasan hukum dan konstitutional mengapa Jokowi tidak bisa ikut (unqualified) untuk bisa ikut menjadi Cawapres pada Pemilu tahun 2024. Alasan lain adalah sangat sederhana: 1). Bila seseorang itu tidak qualified menjadi kandidat Presiden, maka orang itu juga tidak qualified menjadi kandidat Wakil Presiden. 2). Bila sudah diberi waktu 10 tahun sebagai  Presiden dan tidak mampu membuat perubahan, bagaimana mungkin dengan menjadi Wakil Presiden akan mampu membuat perubahan? Itulah mengapa Presiden yang sudah terpilih 2 kali (2 term), tidak boleh lagi mencalonkan diri menjadi Capres atau Cawapres. Semua argumentasi hanya bullshit excuses dan kibulisasi publik untuk mempertahankan kekuasaan. Lima (5) manuver politik di atas sangat berbahaya yang harus diantisipasi dari sekarang, sebab potensi dan ramifikasi politiknya sangat besar dan berbahaya bagi demokrasi di tanah air. Bahkan, akan menciptakan krisis konstitutional yang bisa memantik political chaos dan turmoil seperti yang terjadi pada masa lalu. Kerakusan akan kekuasaan dengan rekayasa dan manipulasi kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia, sangat berbahaya! Masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin pinter menjadi intelligence voters, setelah 2x dikibuli dalam Pilpres 2014 dan 2019. Jangan melakukan manuver politik yang way too risky, stupid dan inkonstitusionil. Karena hal itu bisa spark an explosion dari suhu politik yang sudah mulai memanas! (*)

Sabda Alam Dari Gunung Pekik

Situasi seperti ini hanya bisa diatasi bukan hanya dengan people power atau Revolusi, bahkan akan terjadi ludro. Huru-hara besar untuk mengembalikan negara kembali normal. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih SABDA alam dari Gunung Pekik terdengar dengan jelas dan sangat terang benderang. “Bersikap sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah, karena jika kita bersikap tawadhu di hadapan orang sombong maka itu akan menyebabkan dirinya terus-menerus berada dalam kesesatan. Namun, jika kita bersikap sombong maka ia akan sadar” (Syekh Al Khadimi). Ketika alat keamanan telah dipermak menjadi super body sebagai hammer untuk memukul siapapun yang beroposisi atau melawan penguasa, adalah sebuah kesombongan. Mencurigai dan mengawasi siapapun yang tidak sejalan dengan keinginan nafsu penguasa, pasti akan terjadi perlawanan balik dari rakyat semesta. Tugas negara dan penguasa semestinya mencerahkan mental merdeka, mandiri, modern, dan bermartabat. Juga, konstitusional yang anti kolonial, menghancurkan warisan oligarkis, kleptokratis, kartelis, fundamentalis, fasis dan predatoris. Yang terjadi Justru mengawasi mencurigai, menekan dan mengancam rakyat dan umat yang tidak mau menjadi boneka dan budak oligarki atau menjadi neo kolonialisme baru. Ngawurisme, nekadisme sang penguasa ini sudah melampaui batas batas dan rambu-rambu keadaban manusia dan keseimbangan natur alam semesta. Akibatnya rakyat seperti gabah den interi, akibat tirani penguasa yang sudah membabi-buta. Umat Islam selama ini telah dihantam dengan rudal radikakisme, khilafah, intoleran, diadu satu sama lain, bahkan saat ini akan diadu dengan umat lainnya dengan senjata mortir politik identitas. Kondisi ini terus berlangsung melahirkan keprihatinan para leluhur pendiri bangsa yang sesungguhnya sebagian dari mereka ahli tasawuf dan sebagian dari mereka telah pada makom ma\'rifat, yang telah melahirkan Pancasila. Terdengar dengan jelas kepedihan para leluhur sudah sampai ada kemarahan. Ketika melihat rakyat kecil ditindas, ditekan harus masuk alam jahiliah ala Oligarki. Percaya atau tidak, semua atas kehendak Tuhan yang Maha Kuasa, para leluhur sudah merapikan barisan untuk bertindak ketika perlawan fisik rakyat kepada penguasa makin melemah tak berdaya. Situasi seperti ini hanya bisa diatasi bukan hanya dengan people power atau Revolusi, bahkan akan terjadi ludro. Huru-hara besar untuk mengembalikan negara kembali normal. Tanpa perang manusia akan terperangkap dalam kenyamanan dan kekayaan, karena kehilangan kapasitas untuk pemikiran dan perasaan besar, mereka menjadi sinis dan merosot menjadi barbar. (*)