OPINI

Masuk Golkar, Ridwan Kamil Disiapkan Untuk Gusur Airlangga Hartarto?

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa RESMI, Ridwan Kamil, GubernurJawa Barat masuk ke partai Golkar (18/1/2023). Meski dibesarkan oleh Nasdem melalui tiket pilgub Jabar 2018, namun pilihan politik Ridwan Kamil justru ke Golkar.  Apa pertimbangan Ridwan Kamil ke Golkar, bukan ke Nasdem? Apakah itu inisiatif dan pertimbangan Ridwan Kamil sendiri, atau ada pertimbangan yang lain? Publik mulai berspekulasi. Spekulasi publik makin terbuka ketika nama Ridwan Kamil mendadak muncul di survei Litbang Kompas sebagai capres alternatif. Ini kebetulan, atau by design? Lagi-lagi, ini mendorong publik semakin tertarik untuk melakukan spekulasi.  Tak ada sesuatu yang kebetulan. Apalagi dalam politik. Ibarat bermain catur, selalu muncul langkah dan strategi baru. Gagal mainkan banteng, kuda dimainkan. Sesekali pion, untuk mengecoh lawan, sekaligus membuka penyerangan baru. Berpolitik, gak ubahnya bermain catur. Nah, masuknya Ridwan Kamil ke Golkar, lalu muncul survei Litbang Kompas, boleh jadi ini bagian dari strategi baru. Seiring dengan makin menipisnya harapan bagi Ganjar untuk mendapatkan tiket, Prabowo didorong untuk maju. Pasukan mulai digiring ke Prabowo untuk membantu dan memberi dukungan. Tapi, elektabilitas Prabowo nampak belum terangkat. Muncul Ridwan Kamil sebagai capres alrernatif. Kompas mulai memainkan kemunculannya. Apakah dengan munculnya Ridwan Kamil sebagai capres alternatif, ini sebuah persiapan untuk menggusur Airlangga sebagai ketum Golkar? Sebelumnya, Munaslub Golkar sempat diramaikan dengan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) sebagai tokohnya. Wacana itu gak lama meredup. Lalu muncul Ridwan Kamil. Di sisi lain, Airlangga dianggap gagal mengkonsolidasikan koalisi untuk melahirkan capres 2024. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) gak berhasil membujuk Ganjar. Akibatnya, KIB juga gagal menarik partai lain untuk bergabung. Keburu Koalisi Perubahan terbentuk oleh Nasdem, Demokrat dan PKS. Ungkapan Airlangga beberapa bulan lalu bahwa ada partai yang akan bergabung ke KIB, tak terbukti. Di sisi lain, elektabilitas Airlangga stagnan, dan tidak mengalami kenaikan. Meski upaya untuk melakukan branding begitu produktif dan masif. Nama Airlangga belum juga mendapat respon positif. Setidaknya ada tiga kegagalan Airlangga. Pertama, tidak berhasil melahirkan capres di KIB. Kedua, elektabilitas Airlangga tidak signifikan, padahal Golkar adalah partai besar. Ketiga, Airlangga tidak bisa mengendalikan arus bawah yang cenderung memberi dukungan kepada Anies. Mirip seperti Suharso di PPP. Apakah nasib Airlangga akan seperti Suharso? Tepatnya di-Suharso-kan? Segera di-PLT-kan dan diganti oleh Ridwan Kamil? Apalagi, popularitas dan elektabiltas Ridwan Kamil lebih tinggi dari Airlangga. Basis massa Ridwan Kamil di Jabar cukup signifikan, seiring posisinya sebagai gubernur di Jabar. Dalam politik, tak ada yang tak mungkin. Pertarungan jelang 2024 semakin keras. Perubahan strategi bisa muncul mendadak. Termasuk mengganti Airlangga dengan Ridwan Kamil sebagai ketum Golkar. Lalu memainkan Ridwan Kamil di Jawa Barat, yang kebetulan juga menjadi basis Anies dan PKS. Kita tunggu apa yang akan terjadi antara Airlangga dan Ridwan Kamil di Golkar jelang pilpres 2024. Jakarta, 25 Februari 2023

Boikot Umat atas Indomaret

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  TINDAK lanjut aparat pemerintahan atas penghancuran Masjid Nurul Ikhlas Jl. Cihampelas 149 Bandung hingga kini belum jelas juga, padahal penghancuran bangunan cagar budaya tersebut telah masuk ranah pidana. Sekurangnya UU No 11 tahun 2010 dan Perda No 7 tahun 2018 telah dilanggar. Pihak terkaitnya adalah PT KAI dan atau PT Indomarco Prismatama pemilik Indomaret.  Indomaret yang dikelola PT Indomarco hingga kini masih beroperasi meski memiliki masalah dalam perijinan bangunan dan perijinan usaha. Pelanggaran demi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan Salim Group atau keluarga Lim Swie Liong ini harus ditindak tegas.  Dalam kaitan keagamaan, umat Islam sering menghadapi masalah akibat arogansi Indomaret atau pemiliknya PT Indomarco Prismatama tersebut. Peristiwa di Jl. Cihampelas 149 Bandung sangat mencolok. Masjid Cagar Budaya dihancurkan dan di atas tanah bekas penghancuran dibangun gerai Indomaret. Sangat kuat dugaan ada \"permainan\" antara PT KAI dengan Indomaret. Perlu diusut modus kongkalikong seperti ini.  Di Jember awal Februari 2023 terjadi masalah serius yakni terjadi PHK pada karyawan gerai Indomaret yang dikaitkan dengan pelaksanakan shalat jum\'at. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Partai Buruh memprotes keras atas kesewenang-wenangan Indomaret tersebut.  Tahun 2021 PT Indomarco Prismatama atau Indomaret di Jakarta melakukan kriminalisasi pada karyawannya  yang bernama Anwar Bessy akibat protes karyawan atas pemotongan Tunjangan Hari Raya (THR) Iedul Fitri. Ancaman boikot dan aksi di depan Indomaret siap dilakukan FSPMI. Bahkan KSPI mengancam boikot Indomaret untuk seluruh Indonesia.  Komisi D DPRD Jember pada tahun 2010 juga pernah memanggil PT Indomarco Prismatama pemilik Indomaret atas pengaduan sejumlah karyawan yang dipersulit atau dilarang melakukan shalat jum\'at. Atas pemanggilan tersebut pihak Indomaret tidak hadir.  Keserakahan Indomaret sering meresahkan, bahkan dalam kasus Cihampelas 149 bukan lagi meresahkan tetapi merusak.  Aparat pemerintahan dan hukum semestinya lebih gesit untuk cepat bertindak. Sementara masyarakat khususnya umat Islam wajar mulai mempertimbangkan melakukan boikot untuk tidak berbelanja ke gerai Indomaret.  Konglomerasi dan kapitalisme ekonomi merajalela di depan mata. Ekonomi kaum menengah dan bawah terus tergerus. Mafia ikut bermain dengan menempel pada kekuasaan dan dunia usaha. Indomaret adalah wajah buruk dari kesewenang-wenangan dan keserakahan itu.  Jika pelanggaran hukum dibiarkan, tentu tidak disalahkan jika masyarakat ikut membantu untuk menghukum.  Cihampelas 149 adalah monumen kejahatan, bahan kegilaan.  Bandung, 24 Februari 2023

Jokowi Bisa Tersungkur

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih JOKOWI tidak bisa mengabaikan sinyal politik kunjungan Duta Besar AS., \"Sung Yong Kim\" ke markas Partai Keadilan Sejahtera ( KPS ) 15 Februari lalu. Melalui simbol PKS bawa AS hendak mengirim pesan kepada rezim Jokowi bahwa Islam bukan lagi musuh AS. Sementara AS menandai  Cina sudah terlalu jauh pengaruhnya di Indonesia dan mengganggu keseimbangan kekuatan di Indo Pasifik. Kena apa Dubes AS tidak datang ke ormas terbesar NU dan Muhammadiyah, karena AS ada misi lain ketika rezim Jokowi  adalah upaya mengenyahkan Anies dengan segala cara sebagai simbol kekuatan pro-perubahan dari Capres mendatang. Sementara  PKS sedang menghadapi rayuan, tekanan, bahkan ancaman (dari pemerintah) untuk tidak men-capreskannya. AS perlu meyakinkan PKS agar jangan ragu ragu mencapreskan  Anies Baswedan, karena AS sangat berharap Anies bisa ikut dalam kontestasi Pilpres mendatang dengan aman tanpa gangguan dari rezim Jokowi. AS memiliki alasan bahwa Anies adalah tokoh paling otentik sebagai pembawa nilai-nilai universal, khususnya demokrasi dan HAM, sebagai lawan nilai-nilai yang diusung rezim Cina. Dalam konteks persaingan dengan Cina, AS melihat PKS — bersama FPI dan alumni 212 — sebagai kekuatan yang kritis terhadap Cina dan ideologinya. NU justru sinyal politiknya sudah larut bersama kekuatan status quo.  AS sangat paham gelombang dukungan rakyat dari berbagai belahan nusantara yang dikunjungi Anies akan mengancam kelompok status quo. Maka melahirkan macam macam rekayasa antara lain Jokowi ingin memperpanjang masa jabatannya. Pesaing Anies dari koalisi partai  masih berantakan sekalipun cukup kuat back up dukungan dari para taipan dan para bandar Oligarki di Indonesia. Rezim makin sulit mengendalikan masa rakyat agar tetap mengikuti keinginan kuasa rezim. Jualan LBP agar presiden mendatang harus meneruskan program rezim Jokowi saat ini justru mendapatkan perlawanan balik yang sangat keras dari rakyat . Suara sumbang rezim boneka, pembohong, tukang tipu, pembual makin membesar sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap penguasa , tergambar rakyat sudah muak dengan rezim saat ini. Anies adalah figur cerdas alumni AS. Track recordnya sebagai pengusung demokrasi terpampang jelas. Selain parpol-parpol nasionalis dan Islam, Anies juga didukung kubu Islam modernis, seperti Partai Ummat pimpinan Amien Rais. Bahkan masa kader partai yang sedang berkoalisi melawan Anies terpecah sebagian kadernya mendahului keputusan partai untuk mendukung Anies. Arah politik global AS sangat jelas akan menetralisir kebijakan pemerintah yang condong ke Cina dapat di netralisasi bila Anies menggantikan Jokowi.  Bagi AS kekuatan status quo yang terang terangan kebijakan dan arah politiknya pro-Cina  dipandang berbahaya bagi kawasan Indo-Pasifik. Wajar AS mulai menggunakan pengaruhnya untuk menekan Jokowi. Tidak  heran untuk membendung pengaruh China di Indo-Pasifik AS, Jepang, Australia, dan India membentuk aliansi militer bernama QUAD yang  digagas oleh Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe pada 2007. Belum cukup, AS, Inggris, dan Australia membentuk aliansi  AUKUS yang didirikan pada 15 September 2021. Sentuhan dengan Indonesia langkah yang lebih efektif, murah, dan strategis adalah menguatkan dan menjaga kemandirian Indonesia. Untuk itu, kelompok Islamis harus terintegrasi ke dalam pemerintahan mendatang. Serangan bahwa Anies berkuasa akan mendirikan Islam adalah pandangan bodoh dan keliru. Itu tidak mungkin karena tak ada satu pun kekuatan politik di Indonesia yang menginginkan syariah diberlakukan. Bahkan, Anies pun tidak akan mau. Terintegrasinya kaum Islamis hanya untuk mengimbangi kelompok pro-Cina. Sehingga serangan Politik Identitas yang di arahkan ke Anies terlalu fulgar dan telanjang bulat kebohongannya, rekayasa tersebut akan patah dan berantakan.  Saran diplomasi dubes AS  adalah memastikan pilpres 2024 mendatang berlangsung jujur dan adil di mana hak politik Anies untuk ikut berlaga dijamin. China sangat memahami apa yang sedang di permainkan oleh AS, dan China sendiri tidak akan mau bermasalah dengan Indonesia sekalipun kalau ahirnya presiden digantikan oleh Anies. Terpilihnya Anies sebagai presiden akan meningkatkan posisi tawar Indonesia vis a vis Cina. Yang bermasalah justru Jokowi kalau tidak bisa dan tidak menyadari, mengantisipasi dan berhitung dengan gelombang politik global yang sedang dimainkan AS, nasibnya bisa jatuh  tersungkur. Apabila rezim Jokowi berlanjut atau nekad  pemenang pilpres harus figur pro-status quo hasil rekayasa pemerintah akan memanipulasi suara, Indonesia berpotensi tersungkur ke dalam turbulensi sosial-politik yang akan membakar semuanya. *****

Sirna Ilang Kertaning Bumi

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  DALAM  sejarah kehidupan manusia dimulai dari nabi Adam, As, sampai diutusnya Nabi penutup zaman Nabi Muhammad Saw. Nabi dan Rasul selalu di turunkan pada setiap kaum yang mulai membuat kerusakan dan menentang pencipta - Nya , terjadi silih berganti. Kehidupan silih berganti dari satu masa ke masa yang lain (muncul musnah/ dimusnahkan dan muncul kembali), itulah sejarah kehidupan manusia. Kemurkaan Tuhan YME, tetap memberikan anugerahnya siklus alam yang stabil terjadi siang berganti malam dan malam berganti siang. Sekalipun  semua juga akan dimusnahkan. Sejarah kehidupan manusia adalah sunatullah dan kematian adalah sebuah kepastian. Hidup dunia ada umur dan masanya yang terus terulang ulang. Demikian juga kekuasaan akan silih berganti. Fakta sejarah kejayaan macam macam kejayaan  kerajaan di Indonesia ahirnya hilang ditelan masa *Sirna Ilang Kertaning Bumi*.  Era atau masa kerajaan di Nusantara   redup dan hilang tak terulang lagi di bumi Pertiwi, tersisa hanya kenangan dan simbol budaya. Mereka  hilang,  tersisa artefak penanda masa kehidupan dan kejayaannya. Tapak sejarah semestinya sebagai pengingat dan peringatan, semua diawali dari perpecahan,  sombong, angkuh, tidak menyadari kekuasaan hanyalah amanah, ahirnya lenyap ditelan oleh waktu atau jaman . Diawali perpecahan, pertengkaran antar elit politik, masuklah hembusan dan tiupan kekuatan dari luar yang menerkam, ahirnya musnah. Begitu kuat seperti saat ini kekuatan oligarki yang sudah mencengkram ibu Pertiwi. Mempengaruhi elit politik dan kekuasaan keropos, tiang tiang penyangga negara mulai roboh satu persatu. Semua  ditelan dan dirusak kaum kapitalis hilang pondasi negara, berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Para Brahmana sibuk dengan keangkuhannya. Kaum Ksatria saling sikut berebut harta dan jabatan. Kaum Waisya terkena serangan candu,  berjudi, mabok-mabokan, sedangkan kaum Sudra menjadi masyarakat yang abai terhadap negerinya, kelelahan mengalami penindasan dan ahirnya menyerah menjadi kaum yang menyerah pasrah apapun yang menimpanya  Bukan mustahil runtuhnya kerajaan di Nusantara ,  yang telah dan pernah hidup dengan kejayaannya,  akan sama dengan runtuhnya Indonesia, dan ahirnya hilang dari peta dunia.  Sama dengan sejarah kehidupan yang silih berganti, sunatullah manusia akan saling bertengkar, memangsa dan menumpahkan darah  satu sama lain, dan semua juga satu-satu akhirnya musnah dan menghilang. Ingatan, peringatan dan bahaya kehancuran suatu negara terang benderang sinyal atau tanda tandanya. Indonesia akan tetap ada dan eksis atau *Sirna Ilang Kertaning Bumi*, bukan mustahil akan terjadi. Semua terpulang pada bangsa kita sendiri.***

Hasil Kerja Tim PPHAM sebagai Ajang "Bersih-bersih" Rezim dan Moderasi Komunisme?

Oleh Profesor Pierre Suteki - Guru Besar Universitas Diponegoro  PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023). Dari laporan yang diberikan oleh PPHAM, Presiden Jokowi mengakui bahwa pelanggaran HAM berat terjadi di Indonesia. Sepintas sangat beralasan jika pengakuan Presiden Joko Widodo terhadap beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, patut diapresiasi. Harus diapresiasi seberapa pun urgensi pengakuan tersebut. Hanya yang saya sayangkan, keputusan apakah suatu peristiwa masa lalu itu dikualifikasikan sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak itu tidak ditindaklanjuti secara Yudisial melalui tata cara sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 melainkan dilakukan secara Non-Yudisial melalui PPHAM yang dibentuk oleh Presiden dengan Keppres 17 Tahun 2022. Apa itu pelanggaran HAM berat, tentu mengacu pada UU Pengadilan HAM 2000. Pada Pasal 7 disebutkan bahwa: Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi: a. kejahatan genosida; b. kejahatan terhadap kemanusiaan Pasal 8 Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: a. membunuh anggota kelompok; b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Pasal 9 Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: a. pembunuhan; b. pemusnahan; c. perbudakan; d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secarasewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f. penyiksaan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. penghilangan orang secara paksa; atau j. kejahatan apartheid. Lalu siapa yang menentukan adanya pelanggaran HAM berat? Komnas HAM melalui Panitia Ad Hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat (Pasal 18 ayat 2 UU PHAM). Apakah Komnas HAM sudah membentuk Panitia Ad Hoc secara khusus untuk penyelidikan peristiwa dari  tahun 1965 sampai  tahun 2020? Setahu saya sudah dibentuk sehingga ditetapkan setidaknya 12 jenis pelanggaran HAM berat di masa lalu. PPHAM ini dibentuk oleh Presiden dengan Keppres 17 Tahun 2022, bukan oleh Komnas HAM sebagaimana Panitia Ad Hoc yang diatur dalam Pasal 18 ayat 1 UU PHAM. Sesuai dengan Keppres No. 17 Tahun 2022, Tim Pelaksana (PPHAM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b mempunyai tugas: a. melakukan pengungkapan dan analisis pelanggaran hak asasi rnanusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sampai dengan tahun 2O2O; b. mengusulkan rekomendasi langkah pemulihan bagi para korban atam keluarganya; c. mengusulkan rekomendasi untuk mencegah agar pelanggaran hak asasi manusia yang serupa tidak terulang lagi di rnasa yang akan datang; dan d. menyusun laporan akhir. Tugas awal Tim PPHAM seharusnya dilakukan oleh Panitia Ad Hoc Komnas HAM untuk menentukan mana peristiwa masa lalu dari tahun 1965 sampai tahun 2020 yang merupakan pelanggaran HAM berat. Barulah kemudian atas penetapan Komnas HAM Tim PPHAM melakukan upaya penyelesaian secara NON Yudisialnya. Di sisi lain, muncul pertanyaan apakah pengakuan Jokowi itu bisa menjadi kehilangan makna karena tidak mengakui hilangnya nyawa Laskar FPI yang dikenal sebagai Peristiwa KM50 sebagai pelanggaran HAM termasuk ratusan terduga teroris, baru diduga sudah dibunuh. Apakah ini seperti pepatah \'gajah di depan mata tidak terlihat, semut dikejauhan tampak besar. Menurut saya, kita perlu kembali ke  prinsip \"due process of law\"-nya. Pengakuan  Presiden Jokowi juga tergantung temuan dan penetapan status pelanggaran HAM oleh Panitia Ad Hoc Komnas HAM, yang dalam hal ini secara keliru dilakukan oleh Tim PPHAM. Menurut PPHAM yang tidak berkompeten tersebut, peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI bukan merupakan pelanggaran HAM berat dan dengan demikian mustahil Presiden yang berkuasa (Jokowi) akan menyatakan dan mengakui peristiwa tersebut sebagai pelanggaran HAM berat. Beda dengan extrajudicial killing terhadap para terduga teroris,  hal ini  memang ada pelanggaran HAM tetapi, sama nilainya tidak dikualifikasikan sebagai pelanggaran HAM berat bahkan tidak banyak APH yang dipidana karena perbuatan unlawfull killings tersebut. Semua tergantung rezim yang berkuasa, apalagi rezim ini mengamini \"war on terrorisme\" yang diduga merupakan perpanjangan tangan AS. Atas temuan Tim PPHAM dan pengakuan Jokowi atas tragedi 1965,  apakah ada potensi untuk menghidupkan NEO - PKI? Apakah saat ini ada penunggang gelap yang berupaya membangkitkan komunisme? Jika merujuk pada pernyataan Menkopolhukam yang sekaligus Ketua Tim PPHAM, Mahfud MD menegaskan agar khalayak tidak lagi menuduh bahwa kerja Tim PPHAM sebagai upaya untuk mengerdilkan umat Islam atau menghidupkan kembali komunisme. Justru ini yang direkomendasikan sekurang-kurangnya ada empat yang basisnya itu Islam. Mahfud mencontohkan bahwa tiga dari 12 peristiwa yang diakui pemerintah Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat terjadi di Aceh, sehingga tidak masuk akal untuk menyebut kerja Tim PPHAM untuk mendiskreditkan umat Islam. Kemudian (peristiwa pembunuhan) dukun santet, itu ulama semua 142 jadi korban dan keluarganya ya sampai sekarang masih menderita sehingga kita harus turun tangan. Soal kemungkinan adanya sikap keberpihakan terhadap ideologi komunisme, pengakuan Presiden Jokowi bernuansa orde lama. Hal itu terlihat pada statement Presiden yang mengakui ada pelanggaran HAM berat pada 12 peristiwa. Mulai dari peristiwa 1965-1966, tragedi yang mewarnai reformasi 1998, sampai insiden-insiden besar di Papua dan Aceh pasca reformasi. Yang disayangkan adalah, tidak terdengar dari mulut Presiden Joko Widodo akan menyeret para terduga pelaku pelanggaran HAM berat ke pengadilan, padahal mereka masih bernafas, dan diperkirakan ada di sirkel sendiri. Malah menurut M. Rizal Fadilah, di antara mereka ada yang jadi pendukung saat kampanye 2014 dan 2019. Selanjutnya Rizal menyatakan bahwa pengakuan terhadap 12 peristiwa yang dianggap melanggar HAM berat juga terkesan politis, dan terkesan sekadar ingin permalukan dan salahkan Orba, bahkan ada maksud tertentu. Ini seperti Pintu Awal untuk minta maaf ke PKI. Dan lanjut  arahnya seperti ke pembersihan nama dan juga keturunan PKI. Benarkah demikian? Apakah hal ini akan menghidupkan kembali komunisme di Indonesia? Dalam pandangan saya,  soal upaya menghidupkan kembali komunisme semua sangat mungkin baik dengan kembali mengaktifkan organisasinya atau menunggangi kendaraan ormas dan orpol yang ada. Namun, kita harus ingat, apa pun harus dipegang Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 masih berlaku, begitu pula UU No. 27 Tahun 1999 masih berlaku, begitu pula KUHP Baru juga menegaskan larangan penyebaran ideologi komunisme, maka di negeri ini tetap tidak ada tempat untuk persemaian komunisme, dan bangkitnya organisasi PKI. Jika mau jujur, penyelesaian kasus Penumpasan PKI 1965-1966 adalah pekerjaan yang pelik hingga saat ini. Penumpasan itu terjadi tidak dapat dipisahkan dari makar PKI khususnya pada tahun 1956. Rupanya di Indonesia, lebih mudah untuk memasukkan unta ke dalam lubang jarum daripada menyelesaikan kasus Penumpasan PKI ’65. Rekonsiliasi yang berusaha mengklaim bahwa PKI adalah korban, bukan pelaku makar pada 30 September 1965 tampaknya akan sulit terwujud bahkan akan terus membuka luka lama, berupa dendam politik yang tidak berkesudahan. Sejarah telah membuktikan bahwa makar partai yang berpaham komunisme telah merenggut ribuan jiwa di negeri ini. Ini sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Jadi, masih perlukah kita melakukan rekonsiliasi? Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah mengabaikan sejarahnya. Moshe Dayan, seorang ahli strategi militer Israel  bahkan menyatakan bahwa suatu bangsa  tidak akan bisa bangkit kembali ketika (1) Tidak peduli dengan sejarahnya; (2) Tidak memiliki perencanaan yang matang dan detail melainkan spontanitas dan tidak detail; (3) Tidak memiliki literasi tinggi (malas baca). Bangsa ini pun telah mengalami pahit getirnya kehidupan akibat sering melupakan sejarah, tidak mengambil pelajaran darinya dan membiarkan sejarah pilu terus berulang.  Komunisme yang pernah mengejawantah ke dalam PKI telah terbukti melakukan makar, baik terhadap ideologi Pancasila maupun kekuasaan pemerintahan yang sah namun moderasi demi moderasi terhadapnya melalui kebijakan publik makin terasa. Jika kita tidak waspada, pasti ideologi yang jelas bertentangan dengan sebagian besar anak bangsa Indonesia ini akan bangkit kembali melalui kebijakan publik yang makin menguatkan posisinya.  Ideologi tidak akan pernah mati, sekali pun ideologi itu tidak bersesuaian dengan fitrah manusia. Eksistensinya untuk menguji seberapa tangguh bangsa ini memahami, mematuhi serta mengadaptasikan ideologi bangsa yang dianut, yakni Pancasila. Pancasila sebagai mahakarya umat Islam bersama kaum nasionalis mesti dijadikan tameng perlawanan terhadap komunisme. Namun, perlawanan itu akan tak berarti ketika religiusitas bangsa ini makin ambyar alias rapuh.  Musuh bersama kita adalah komunisme dengan segala pengejawantahannya, bukan Islam dengan segala ajarannya, termasuk fikih siyasah perihal kekhalifahan. Umat ini seharusnya memahami bagaimana menempatkan fikih untuk diyakini, dipelajari, didakwahkan. Yang penting tidak pernah ada pemaksaan, kekerasan apalagi makar. Lalu, bagaimana seharusnya langkah negara untuk menangkal kebangkitan PKI dan penyebaran paham komunisme termasuk ideologi radikal kapitalisme di Indonesia? Kewaspadaan tetap harus digalakkan oleh siapa pun yang peduli terhadap kelestarian negeri ini berbasis Religious Nation State. Hukum tidak boleh dipakai sbg alat melegitimasi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila baik ideologi kiri (komunisme) maupun ideologi kanan (liberal kapitalisme). Keduanya bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai religious nation state.  Sepanjang sejarah reformasi, kita patut menduga telah terjadi upaya moderasi ideologi komunisme plus organisasi terlarang PKI. Mulai dari upaya penghapusan Tap MPRS No. XXV Tahun 1966, Putusan MK tentang Hak Dipilih Orang yang terlibat G 30 S PKI dan Keturunan PKI, Pemberian SKKPH kepada korban G 30 S PKI dan yang terkait dengan PPHAM ini adalah soal rekonsiliasi korban G 30 S PKI. Lebih tepatnya, \"Upaya Rekonsiliasi PKI sebagai \"Korban\".\" Balairung tanggal 27 Juli 2019 menurunkan suatu pawarta tentang rekonsiliasi korban \"pembantaian 1965\". Upaya untuk melakukan rekonsiliasi antara pihak \"korban\" pemberontakan PKI terus dilakukan. Namun demikian, dari pihak pendukung rekonsiliasi, ada dua kelompok yang saya kira cukup sulit untuk menerima upaya rekonsiliasi seperti angkatan bersenjata dan beberapa kelompok keagamaan. Mengapa perlawanan tersebut terjadi? Menurut versi pendukung rekonsiliasi, ada 2 kelompok penolak upaya rekonsiliasi. Kelompok pertama adalah militer dan keluarganya. Tentu saja karena merekalah yang ikut memproduksi penyeragaman sejarah. Mereka memproduksi narasi tidak seimbang bahwa PKI adalah dalang tunggal penculikan dan pembunuhan perwira militer. Kelompok kedua mereka sebut Islam Konservatif. Kesalahan memahami sejarah juga terjadi dalam faksi Islam konservatif. Mereka masih mewarisi pandangan sejarah yang manipulatif baik setelah maupun sebelum kemerdekaan Indonesia.  Dapat diambil kesimpulan bahwa beberapa elite yang terang-benderang menolak agenda rekonsiliasi ini memang tidak memiliki jarak dengan masa lalu. Sehingga rekonsiliasi menjadi sulit terwujud selain karena larangan resmi terhadap komunisme dalam TAP MPRS No. XXV 1966 dan Kepres No. 28 Tahun 1975, disebabkan juga karena dua kubu itu. Militer, khususnya TNI AD, dan Islam \"konservatif\" masih tidak berjarak dengan masa lalu.  Ada yang berpandangan bahwa rekonsiliasi itu mustahil dilakukan bahkan dikatakan penyelesaian kasus Penumpasan PKI 1965-1966 adalah pekerjaan yang pelik hingga saat ini. Penumpasan itu terjadi tidak dapat dipisahkan dari makar PKI khususnya pada tahun 1965. Rupanya di Indonesia, lebih mudah untuk memasukkan unta ke dalam lubang jarum daripada menyelesaikan kasus Penumpasan PKI ’65. Rekonsiliasi yang berusaha mengklaim bahwa PKI adalah korban, bukan pelaku makar pada 30 September 1965 tampaknya akan sulit terwujud bahkan akan terus membuka luka lama, berupa dendam politik yang tidak berkesudahan. Sejarah telah membuktikan bahwa makar partai yang berpaham komunisme telah merenggut ribuan jiwa di negeri ini. Ini sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Jadi, masih perlukah kita melakukan rekonsiliasi? Jawabnya, ternyata menurut rezim ini perlu, sebagaimana bisa kita maknai dari rekomendasi PPHAM. Kembali ke persoalan pengakuan Presiden Jokowi atas 12 pelanggaran HAM berat periode 1965 s/d 2020, menurut saya yang terpenting justru aspek yudisialnya harus dibereskan dulu agar generasi sekarang dan yang akan datang mempunyai kepastiannya. Baru setelah kepastian itu diupayakan langkah secara yudisial maupun non yudisial seperti yang direkomendasikan oleh Tim PPHAM bentukan Presiden. Bagaimana bisa sebuah peristiwa besar berupa pelanggaran HAM berat belum diadili baik secara penal maupun non penal lalu sudah dilakukan penyelesaiannya secara non yudisial? Siapa pelaku, siapa korbannya saja belum jelas, lalu bagaimana bisa menentukan kualitas dan kuantitas penyelesaian non yudisial? Bukankah hal ini terkesan hanya sebagai lips service dalam penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu sebelum rezim ini berkuasa sekaligus sebagai media \"bersih-bersih\" atas semua dugaan pelanggaran HAM berat karena Komnas HAM dan Tim PPHAM tidak pernah menetapkan satu pun peristiwa terbunuhnya banyak orang, puluhan hingga ratusan orang di masa pemerintahan Presiden Jokowi (2014 s/d 2024). Lalu siapa yang akan mengoreksi, menyelidikinya untuk menetapkan ada atau tidak adanya pelanggaran HAM berat dalam periode tersebut? Mau menunggu komitmen Presiden berikutnya? Tabik...!!!

Sebira versus Siberia: Catatan untuk Anies Baswedan

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan - Sabang Merauke Circle. SEBIRA, demikian Anies Baswedan memulai proposisinya tentang demokrasi dan keadilan sosial, pada tulisan \"Meluruskan Jalan, Menghadirkan Keadilan\", Kompas, 16/02/23 lalu. Karena tulisan itu viral via medsos dalam potongan copy koran, hurupnya terlalu kecil, saya berpikir tadinya Siberia. Sebira adalah sebuah pulau di utara Jakarta, jauh dari Jakarta. Sedangkan Siberia adalah tanah di Rusia, eks Uni Soviet. Baik Sebira maupun Siberia, keduanya berbicara tentang peristiwa, yang menghadirkan pilihan politik dalam memajukan sebuah kehidupan.  Anies Baswedan, melalui tulisan tersebut, sudah mulai memperlihatkan platform politik perjuangannya.  Tulisan ini menyebar luas melalui media sosial dan jadi perbincangan publik. Pulau  Sebira, cerita Anies, adalah tentang tanah dan rakyat marginal, terpinggirkan, padahal masuk di ibukota.  Pulau ini terlalu jauh dari pusat pemerintahan.  Penduduknya kesulitan akses listrik, air bersih dan kapal hanya seminggu sekali. Namun, ketika Anies menjadi gubernur, perspektif pulau terluar, yang kurang diperhatikan, ditiadakan. Semua pulau, menurut Anies, punya hak dasar yang sama. Olehkarena itu, tidak ada perspektif berbasis jarak, semuanya berjarak nol dari ibu pertiwi. Republik menurutnya tidak boleh bekerja berdasarkan perspektif untung rugi, melainkan perspektif keadilan. Dengan demikian, hak-hak pulau Sebira dipenuhi Anies, setara dengan daerah lainnya. Di sini proposisi Anies Baswedan tentang peran negara harus melihat semua daerah mempunyai hak dan kesempatan yang sama, equal, tidak ada alasan geografis, jarak dari pusat pemerintahan. Untuk memanifestasikan keadilan sosial itu Anies mengajukan proposisi dalam 3 hal, pertama, demokrasi dan kesetaraan hukum. Kedua, ekonomi untuk semua. Dan ketiga, masyarakat yang guyub. Demokrasi penting untuk memberi ruang yang setara bagi semua. \"Demokrasi dan keadilan hukum yang akan mendorong kemajuan ekonomi yang berkeadilan\", menurut Anies. Ekonomi untuk semua, maksudnya merubah institusi market yang \"purely\" liberal menjadi \"social market economy\". Orang-orang miskin atau pengusaha kecil, bukan sekedar penunggu \"Charity\", melainkan ikut bertumbuh, tanpa mematikan pengusaha besar. Terakhir, Anies menjelaskan perlunya masyarakat guyub. Maksudnya terjadi interaksi sosial yang kuat antar warga dan penyelenggara negara. Kuncinya pada aspek kolaborasi dan meritokrasi. Kedua aspek ini akan memunculkan pemerintah(an) yang berintegritas. Pemerintah seperti ini yang akan meluruskan jalan dan memberikan keadilan untuk semua. Tentu kita mengapresiasi pikiran politik Anies ini. Karena ini adalah yang ditunggu-tunggu rakyat Indonesia untuk tidak \"membeli kucing dalam karung\". Sebelum ini kita hanya melihat survei2 elektabilitas dan popularitas capres-capres, naik turun, dipilih responden, padahal pikiran mereka belum disampaikan ke publik. Pikiran ini tentu saja belum bisa menjadi acuan pasti tentang komitmen menjalaninya setelah terpilih. Misal, Jokowi, pada 10/5/2014 menyampaikan pikiran pertamanya, juga di Kompas, dengan tema \"Revolusi Mental\". Maksudnya adalah melakukan transformasi budaya kekuasaan yang materialistik dan hedonis kearah pengabdian tulus ikhlas. Namun, fakta sebaliknya, koruptor merajalela di era Jokowi. Dengan  indeks persepsi korupsi sebesar 34, tahun 2022, Jokowi memperlihatkan mental pejabat negara sama buruknya dengan era Orde Baru yang penuh KKN. Apakah pikiran Anies tentang jalan menuju keadilan akan bernasib gagal seperti gagalnya Revolusi Mental Jokowi? Kenapa Jokowi gagal? Kunci kegagalan Jokowi adalah kegagalan dalam menghadirkan kritik atas situasi yang semula akan dirubahnya. Tidak ada juga \"Siberia.\" Siberia apa itu? Itu adalah sebuah tempat dipenghujung Rusia, yang membunuh 500 ribu kaum bangsawan Rusia setelah Revolusi Bolshevik 1917. Ada 14 juta pembangkang dikirim kerja paksa di kamp-kamp konsentrasi, di sana. Sebuah revolusi, mampu menunjukkan perbedaan antara masa lalu dan esok. Revolusi Bolshevik melihat bahwa kesengsaraan petani dan rakyat Rusia disebabkan pengkhianatan kaum bangsawan kala itu. Mereka menghisap rakyat kecil. Selanjutnya mereka harus menjalani hukuman, kerja paksa di Siberia. Jadi Siberia itu adalah sebuah simbol, pendukung Revolusi Bolshevik. Revolusi Mental Jokowi juga tidak seperti Revolusi Mental Mao Zedong di RRC. Revolusi Mao yang disebut Revolusi Kebudayaan telah merubah struktur sosial masyarakat dengan mengambil semuan anak-anak dari keluarga mereka, untuk dibina negara, sebagai anak negara, dengan kebudayaan baru. Sifat orang-orang Cina yang korup dan malas diubah Mao menjadi pekerja keras dan hidup sama rata sama rasa. Jutaan orang tewas sebagai korban Revolusi Mental Mao, kelaparan, namun China terus bergerak ke arah kehidupan baru. Pikiran Anies,  tentu layak untuk dibedah. Agar tidak bernasib buruk dengan pikiran Revolusi Mental. Merespon sebuah gagasan, apalagi yang dianggap berbasis pengalaman, dapat melahirkan pembaharuan atau penyempurnaan, sebelum menjadi acuan final sebagai platform politik. Untuk itu, ijinkanlah saya merspon pikiran Anies tersebut sebagai berikut, pertama soal ketimpangan sosial. Dalam menguraikan Pulau Sebira yang tertinggal, Anies tidak memperlihatkan relasi struktural antara segelintir oligarki dengan rakyat miskin di Indonesia. Urusan pulau Sebira adalah urusan pelayanan negara terhadap rakyatnya. Sedangkan ketimpangan yang ada saat ini terjadi dimana segelintir elite pengusaha mengendalikan mayoritas aset/sumber kekayaan nasional. Ada, umpamanya, satu dunia usaha yang mengendalikan jutaan hektare lahan perkebunan, ketika rakyat kesulitan mendapatkan sedikitpun lahan untuk bertahan hidup. Ada segelintir pengusaha yang mengendalikan seluruh tanah-tanah strategis perkotaan. Ada segelintir orang yang mengendalikan minyak goreng, yang membuat rakyat pernah terbukti tidak berdaya mendapatkannya secara bermartabat.  Ada segelintir orang yang mengendalikan aliran modal pembiayaan usaha. Dan lain sebagainya. Struktur ini berkembang cukup lama, yang membuat  kekayaan orang-orang kaya semakin kaya. Menurut Thomas Pikkety dan Professor Jeffrey Winters, pengali kekayaan mereka bersifat eksponensial. Bahkan, Jeffrey Winters dalam teorinya tentang oligarki, mereka ini kemudian menjadikan negara sebagai kaki tangan mereka. Kedua tentang \"Social Market Economy\". Konsep ini lahir di Jerman setelah Perang Dunia II. Wilhelm Ropke dan kawan-kawan yang menginisiasi  \"middle way\" (fee.org/articles/the-german-economic-miracle-and-the-social-market-economy/amp), tidak berani mendorong \"free market economy\" secara utuh disana, dari \"Planned Economy\" Era Hitler, karena Jerman mengalami kehancuran sosial yang begitu dalam paska perang. Kehancuran sosial ini, dianggap sebuah kejahatan kaum oligarki di sana, yang bersekongkol dengan Nazi/Hitler. Sehingga, konsekuensinya, ketika ekonomi bangkit kembali, paska perang, pengaturan ekonomi menjadi keharusan di mana kepastian redistribusi dan co-determination dalam dunia usaha, antara buruh (kaum miskin) dan pengusaha, dijadikan prinsip berbangsa yang adil. Pengusaha tidak diberikan kesempatan mengatur seenaknya ekonomi nasional. Ini adalah \"middle way\". Apakah mungkin menjalankan \"social market economy\" jika tidak ada pengakuan kehancuran sosial di Indonesia? Apakah mungkin mengajukan prinsip \"co-determination\" antara kaum pengusaha dan kaum buruh, tanpa ada sebab yang memperlihatkan struktur ketimpangan kita adalah sebuah kejahatan terhadap konstitusi? Sebuah pengkhianatan? Apakah mungkin berbicara tentang redistribusi jika kerakusan oligarki dianggap legal? Tentu saja ini akan menjadi mimpi belaka. Sebab, merujuk pada situasi Jerman dahulu, memang pengusaha di sana mendukung Hitler membunuh jutaan manusia. Sehingga mereka merasa sebagai pengkhianat, setelah Hitler kalah. Anies dapat saja mengasosiasikan prinsip-prinsip Social Market Economy dengan ekonomi kerakyatan yang digagas pendiri bangsa. Namun, keinginan itu bisa menjadi utopia, ketika rakyat tidak mempunyai kekuatan untuk marah. Rakyat tidak bisa marah kalau mereka bepikir bahwa kemiskinan mereka terjadi sebagai hal yang natural saja. Dengan demikian, maka para pemimpin rakyat harus bisa memperlihatkan bahwa kaum oligarki selama ini telah menjadi penindas. Pikiran Anies belum sampai kepada menunjukkan adanya kritik atas ketimpangan sosial. Padahal, berbagai kemarahan rakyat selama satu dekade belakangan ini, berreferensi pada fakta kerakusan oligarki tersebut. Bahkan, kaum oligarki telah dipersepsikan bersekongkol dengan kekuasaan lokal dan internasional untuk mengeruk sumber daya alam kita. Tanpa masuk pada kritik ini, dikhawatirkan pikiran Anies akan serba tanggung untuk menjadi platform perjuangan rakyat yang militan. Ketiga, soal demokrasi dan kesetaraan hukum. Demokrasi dan kesetaraan hukum merupakan turunan dari keseimbangan sosial dalam relasi power. Jika kita gagal menyeimbangkan distribusi kekayaan rakyat, maka segelintir oligarki akan terus berupaya mengontrol jalannya pemilu. Ini terlihat seperti \"teka-teki telur dan ayam\", mana duluan. Atau lingkaran setan. Kita mulai dari mana? Begitu juga soal guyub. Persatuan sesama warga dan persatuan warga dengan pemerintah, berkolaborasi, juga merupakan kepentingan natural, jika struktur ekonomi yang mendominasi dieliminasi. Sebaliknya, perpecahan seringkali merupakan produk yang sengaja direkayasa untuk membuat kontrol vertikal rakyat terhadap negara maupun oligarki melemah. Bagaimana selanjutnya?  Anies telah memulai menguraikan pikiran politiknya atau platform perjuangan di media massa, yang membuat kita mengerti sosok Anies untuk memimpin bangsa. Secara relatif, pikiran Anies menjanjikan adanya perubahan yang akan membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, lebih berkeadilan. Ini relatif. Namun, secara absolut, tentu saja tawaran Anies, dalam pikiran perubahan tersebut, terlalu sedikit di tengah hausnya tuntutan rakyat saat ini. Rakyat benar-benar butuh perubahan besar.  Misalnya, mungkinkah 5 juta hektare lahan perkebunan yang dimiliki sebuah perusahaan, misalnya, dibagikan kepada  satu juta Rakyat Indonesia, dalam sebuah koperasi rakyat? Mungkinkah tambang-tambang batubara, nikel, bauksit, emas dalam  skala besar diberikan kepada koperasi rakyat? Sehingga rakyat mempunyai alat produksi untuk hidup.  Kemungkinan Anies dapat melakukan itu cukup berat. Namun, Anies tentu lebih mungkin secara relatif melakukan cita-cita perubahan dibandingkan capres dari kalangan pemerintahan saat ini, yang mungkin sama dengan rezim Jokowi saat ini. Bagaimana Anies bisa melakukan itu? Untuk dapat melakukan hal tersebut, sebuah revisi pemikiran harus dilakukan. Pertama, Anies harus memulai juga berpikir tentang Siberia, bukan hanya Pulau Sebira. Kedua, Anies harus mengungkap adanya kejahatan berbasis legal yang memiskinkan rakyat Indonesia selama ini. Harus ada pengkhianat negara yang di \"Siberiakan\". Dihukum sebagai koreksi sosial.  Namun semua tergantung kolaborasi Anies dan rakyat semesta. Jika Anies mengikuti gelombang hasrat rakyat untuk perubahan, mengalami energi bersama untuk perubahan, antara pemimpin dan rakyatnya, maka sangat mungkin Indonesia ke depan akan berubah. Mungkin keadilan yang didambakan rakyat akan tercapai. Mungkin cita-cita proklamasi kemerdekaan dapat diwujudkan Anies nantinya. Semoga. Itulah pentingnya \"mengubah\" Sebira menjadi \"Siberia\". (Sukamiskin - Bandung)

Kriminalisasi Anies, Apa Yang Akan Terjadi?

Oleh Tony Rosyid  - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa TEMUAN Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada enam penyimpangan terkait pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta. Enam penyimpangan itu ada diproses perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga dan penyerahan hasil pengadaan tanah. Temuan BPK ini telah disampaikan ke KPK. Tapi, KPK terkesan tidak serius menindaklanjutinya. Malah, kasus ini berhenti. Menurut BPK, jelas ada kerugian negara yaitu 191 miliar. Sejumlah saksi telah bicara.  Di kasus Sumber Waras, jelas ada ketidakberesan. Diduga ada yang maling uang negara. KPK diam. KPK tidak bergeming. KPK tidak menindaklanjuti kasus tersebut. Bahkan cenderung membiarkan Ahok, Gubernur DKI saat itu berseteru secara terbuka dengan pimpinan BPK DKI di depan publik.  Giliran terkait Formula E, publik jelas membaca KPK terkesan sengaja memburu Anies. Ada semacam upaya paksa untuk mentersangkakan Anies. Formula E diubek-ubek. Dicari-cari kesalahannya. Padahal, rekomendasi BPK terhadap Formula E clear. Tidak ada masalah, dan Formula E bisa digelar. Tidak ada korupsi. Tidak ada kerugian negara. Tidak ada yang maling. Masalahnya hanya satu: karena Formula E itu pekerjaan Anies. Bukan hanya tidak boleh sukses, tapi dicari-cari kesalahan yang memungkinkan untuk menjadikan Anies tersangka. Perlakuan KPK terhadap Formula E berbanding terbalik dengan perlakuan terhadap Rumah Sakit Sumber Waras. Yang menurut BPK, Rumah Sakit Sumber Waras jelas ada unsur korupsi, tapi dibiarkan. Yang clear, dicari kesalahannya. Publik melihat perbedaan perlakuan ini begitu jelas. Coba bayangkan, gelar perkara Formula E dilakukan delapan kali. Dipaksakan untuk naik ke penyidikan tanpa tersangka. Majalah Tempo bahkan mengungkap ada pressure yang begitu kuat kepada penyidik untuk menetapkan Anies tersangka. Menolak, lalu ada yang laporkan para penyidik itu ke Dewan Pengawas KPK, dengan tuduhan tidak jalankan perintah atasan. Kalau perintah atasannya tidak benar, kenapa harus diikuti? Sejumlah penyidik kekeuh dan bertahan dengan memegang hasil penyelidikan. Intinya, tidak ada dua alat bukti, maka Anies tidak bisa ditersangkakan. Akibat kekeuhnya mereka, beberapa penyidik senior dikembalikan ke institusinya. Apakah ini artinya para penyidik itu sengaja diiusir dari KPK? Beberapa bulan lalu, seorang mantan penggede di KPK bilang ke saya: Anies hanya bisa dijadikan tersangka kalau para penyidik itu diganti. Ternyata, mereka sekarang telah disingkirkan. Apakah ini tanda akan adanya kenekatan KPK untuk tersangkakan Anies? Rusaklah penegakan hukum di negeri ini jika aparat penegak hukum ikut bermain politik. Ini semua terjadi karena Anies kandidat kuat untuk menjadi Presiden RI 2024. Publik membaca semua kegaduhan di KPK adalah bagian dari upaya menjegal Anies nyapres. Atas kenekatan ini apakah Koalisi Perubahan akan diam? Apakah para relawan Anies juga diam? Apakah para aktifis hukum diam? Apakah kelompok-kelompok aktifis yang tidak mendapat panggung di 2024 tidak akan memanfaatkan situasi ini untuk menciptakan ledakan politik? Nekat, dan benar-benar nekat jika Anies dikriminalisasi. Rakyat akan putus asa jika kriminalisasi nekat dilakukan. Frustasi rakyat yang terlanjur berharap adanya perubahan di 2024 akan mendorong lahirnya tindakan-tindakan yang sama nekatnya. Nekat ketemu nekat, ini bisa menyebabkan terjadinya ledakan yang dahsyat.  Jika itu terjadi, lenyap sudah demokrasi yang kita rintis sejak era rreformasi berdiri. Lenyap sudah stabilitas keamanan dan politik yang selama ini kita jaga bersama. Ledakan berpotensi memporakporandakan semuanya. Yang tersisa adalah permusuhan yang berkepanjangan. Persatuan sebagai anak bangsa akan terkubur seiring dengan ambisi dan ego sejumlah elit yang gegabah mempermainkan dan mempertaruhkan hukum di meja politik. Jakarta, 23 Pebruari 2023

Politik Dracula

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  KETIKA dituliskan sejarah tokoh jahat Dracula muncul komentar atau ungkapan tentang bagaimana keterkaitan antara Dracula dengan kehidupan politik kini. Dahulu juga Dracula itu bermain di wadah politik. Ia adalah raja di Wallachia Rumania. Kekuasaan kerajaan yang berwatak otoriter dan tidak berperasaan.  Sekurangnya ada lima hal yang menandai Politik Dracula, yaitu : Pertama, ringan menghianati teman. Vlad III atau Dracula adalah teman \"seperguruan\" Mehmet II yang bersama dididik di lingkungan Kesultanan termasuk pendidikan kemiliteran. Kemudian ia menghianati dan berpolitik \"tidak ada teman abadi, yang ada adalah kepentingan\". Anak buah Mehmet II dibantai dan disiksa dengan sadis.  Kedua,  politik menakutkan. Untuk memperkokoh kekuasaan dan menekan perlawanan segala sikap berlawanan harus diberi \"pelajaran menakutkan\". Dipaku kepala dan disula  adalah kekejian yang menggentarkan. Kekerasan menjadi habitat dari kekuasaan Dracula.  Ketiga, misticism atau klenik. Baik dalam film maupun fakta historis Dracula dekat dengan perilaku mistik dan dunia hitam. \"Drac\" dalam bahasa Rumania itu artinya Iblis. Berpolitik dengan merapat pada dunia klenik dan mistik adalah Politik Dracula. Dikelilingi dukun dan tukang sihir.  Keempat, gemar menipu, berbohong dan menjebak. Pangeran Dracula mengundang bangsawan Bulgaria dalam perjamuan Istana tetapi itu jebakan untuk pembantaian. Semua berujung disula. Begitu juga dengan 500 pedagang Jerman yang diundang perjamuan diperlakukan sama. Disiksa dan dibunuh.  Kelima, tujuan menghalalkan segala cara. Cara berpolitik Dracula itu nir-moral, apapun dapat ia kerjakan. Menghalalkan segala cara. Perilaku Raja Rumania ini diteruskan dalam konsepsi \"Il Principe\" Niccolo Machiavelli. Saat Dracula tewas 1476 usia politikus Italia ini baru 7 tahun. Ia lahir pada tahun 1469.  Politik Dracula \"penghisap darah\" dipraktekkan oleh banyak penguasa dunia. Menciptakan teror ketakutan pada rakyat dan lawan politik. Namun satu hal yang ia dan penguasa teroris dimanapun lupa adalah bahwa semua ada ujungnya. Kematian.  Dracula menemui ajal tragis di bawah kilatan pedang pasukan Al Fatih dan Radu Cel Framos, saudara Vlad III atau Dracula sendiri.  Biarlah para penguasa zalim bebas berbuat di di dunia dengan semena-mena kelak setelah mati akan banyak teriakan yang memekakkan telinganya \"Go to Hell  !..Go to Hell  !\".  Neraka dengan siksaan abadi yang tidak membuat mati-mati. Bersama Iblis yang dulu dipuji dan kini dilaknati.  Bandung, 23 Februari 2023

BPKH Cemas dan Panik

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih BADAN Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan Keuangan Haji. Keadaan internal BPKH lagi goyang.  Pejabatnya cemas, khawatir, panik karena makin banyak jemaah mengajukan penarikan kembali dana pelunasan BPIH haji.\" \"Sejak awal tahun, sudah ada sekitar 500 jemaah yg ajukan penarikan\". Kena apa panik, masa cuma 500 jemaah ajukan penarikan bikin cemas dan  panik BPKH. Padahal total penarikan dana 500 orang kan hanya = Rp 39 jt x 500 = Rp 19,5 M ( sangat kecil ). Ada sinyal ada kesulitan untuk membayarnya. Laporan BPKH Desember 2022 unaudited menyatakan:  total dana kelola adalah Rp 166 T, penempatan di Bank Rp 48,97 T, nilai manfaat ada Rp 10 T. Kalau memang itu benar dan uang  ada di bank pasti aman dan segera bayar. Kenapa untuk bayar penarikan Rp 19,5 M saja harus panik Bukankah lebih dari cukup untuk melunasi? Kalau benar uangnya ada, bayarlah penarikan kembali biaya ibadah haji untuk para jamaah yang mengundurkan diri karena tidak mampu untuk bayar tambahan yang diminta karena ada kenaikan biaya ditahun 2023. Jangan-jangan benar apa kata Bang Rizal Ramli: Bahwa dana haji yg dikelolah BPKH hanya tersisa Rp 18 M..  Sisanya lagi jalan-jalan, entah diinvestasikan ke mana dengan posisi hasil yang tidak jelas untung atau rugi.  Pernyataan Bang Rizal belum tentu salah, bisa jadi benar, kenapa?. Karena laporan keuangan BPKH belum pernah diaudit. Kalau benar kata Bang Rizal, dana haji hanya tersisa Rp 18 M, maka menjadi benar kurang dan BPKH kesulitan untuk membayar penarikan Rp 19,5 M. Kalau yang mundur terus bertambah dari sekitar 500 jamaah haji saat ini, risiko BPKH harus mengembalikan uang ke calon jamaah haji akan lebih besar lagi. Berapapun jumlahnya karena itu uang jamaah dan diminta kembali, sesuai amanah UU harus dibayar atau dikembalikan. Atas kejadian itu BPKH jangan membuat rekayasa atau menyusun strategi demi meyakinkan jemaah untuk batalkan penarikan dana atau mencegah penarikan dana oleh jemaah lainnya secara luas, karena tidak bisa membayar. BPKH panik karena berdasarkan laporan BPKH sendiri, dari total Rp 166 T dana haji yang dikelolah BPKH, bahwa dan Rp 116 T nya tidak ada di tempat. Konon sedang diinvestasikan jangka panjang dengan posisi pengembalian yang tidak transparan dan tidak jelas untung atau rugi. Maka ketika  jemaah ramai-ramai tarik dana, BPKH mau ambil duit dari mana buat membayarnya. Pantas cemas dan panik. Risiko bukan hanya kepada BPKH otomatis akan berdampak pada APBN dan memicu masalah saldo debet serta ambruknya CAR Bank Muamalat.  Dari Rp 116 T dana haji yang diinvestasikan BPKH, 70,05% atau setara Rp 115 T dialokasikan untuk investasi atau membeli Surat Utang Negara (obligasi pemerintah).  Kata lain uang sedang dipinjamkan lewat pembeli obligasi. Maka BPKH harus menunggu jatuh tempo pelunasan atau pengembalian dana jemaah haji yang sedang dipinjam pemerintah agar bisa lunasi penarikan dana jemaah.  Masalahnya kapan dikembalikan oleh pemerintah. Tidak tahu kapan dan berapa lama Pemerintah mau dan mampu mengembalikan dana jamaah haji yang di pinjam. Dana haji yang diinvestasi di SUN masuk APBN.  Jamaah haji yang mengajukan penarikan dana harus nunggu pemerintah kembalikan uang mereka terlebih dahulu.  Situasi terkini  APBN 2023 sedang mengalami defisit atau rugi Rp 598,2 T. Bahkan primary balance APBN 2023 defisit Rp 156,8 T.  Artinya dana ibadah haji yang dipinjam pemerintah dan masuk dalam APBN kondisinya tidak aman, baik pengembalian, apalagi tentang bunga utang dan hasil investasinya. Giliran keadaan darurat, jamaah haji yang disuruh memikul beban lewat kenaikan biaya-biaya.  Giliran jamaah keberatan, milih narik dana dan batalkan haji, mereka malah balik menjawab dengan siasat macam-macam untuk saling melindungi.  Inilah salah satu alasan terbesar BPKH panik menanggapi penarikan dana jemaah. Sangat disesalkan DPR (khususnya Komisi VIII),  mestinya bisa menjaga dan mengamankan uang jamaah haji, sejak awal sudah menyerah dengan pemerintah. Tak berdaya menjalankan fungsi pengawasannya. ****

Misteri Ijazah Palsu

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  BUKU Jokowi Under Cover 2 ( dua ) setebal 226 halaman, adalah  petunjuk awal tentang dugaan ijazah palsu P. Jokowi.  Benar atau tidak lebih tepat kita bersabar menunggu hasil pengadilan yang sedang berlangsung di kota Surakarta.  Sekalipun proses pengadilan Gus Nur dan Bambang Tri di Solo adalah perkara mubahalah. Tetapi terkait dugaan ijazah palsu, dalam pengadilan tersebut justru lebih kuat pembuktian pada ijazah Jokowi palsu atau tidak, merambah liar kemana mana. Keributan atau gaduh tentang misteri ijazah palsu Jokowi akan  segera berahir, seandainya Pak Jokowi secepatnya menunjukkan ijazah aslinya. Sayang sampai saat ini belum terjadi adalah misteri lain yang harus diungkap. Rujukanya kembali ke buku *Jokowi Under cover 2 ( dua ). Dari buku tersebut sekedar gambaran dugaan ijazah palsu Jokowi tidak sulit untuk di mengerti dan ditangkap ceritanya. Cukup menarik tentang dugaan ijazah palsu ini dilengkapi dengan bukti bukti dokument dan petunjuk proses pemalsuannya. Bambang Tri sampai pada kesimpulan bahwa \"Ijazah Jokowi khususnya ijazah SMA diduga kuat palsu.\" Misteri dugaan palsunya ijazah Jokowi ternyata juga merambah pada Ijazah SD dan SMP dan SMA nya.  Sekalipun hanya  ijazah SMA nya yang saat itu menjadi syarat kelengkapan administrasi saat maju sebagai Walikota, Gubernur dan Presiden. Berdasarkan informasi, penjelasan dari anak P Joel Martono yang menyatakan bahwa ijazah Jokowi di SMA Negeri Surakarta dari kelas 3 IPA 2 tahun 1980 bernomor seri  008112 adalah palsu ( h. 33 ) Karena nomor ijazah dengan nomor seri tersebut adalah milik Joko Wahyudi bukan milik Joko Widodo. Terbaca  proses cara pembuatan ijazah palsu di otak atik nomor induk yang di palsukan ( h.51 ) Dalam proses pelacakan yang cukup rumit dan memakan waktu panjang Bambang Tri menemukan petunjuk lebih lanjut dari Ibu Sri Handayani ( lulusan kelas 3 IPA 1- SMA 6 Surakarta ) menjelaskan yang bersangkutan tidak mengenal yang namanya Joko Widodo dan memastikan ijasahnya palsu (  h. 52 ) Pada halaman tersebut Bambang Tri sudah bersumpah : \"tembak kepala saya kalau saya tidak bisa membuktikan ijazah Jokowi palsu SD - SMP - SMA dan UGM\" Terlihat ijazah asli Ibu Sri Handayani setelah disandingkan dengan copy ijazah Jokowi,  Bambang Tri menyimpulkan bahwa _\"no urut dan nomor seri ijazahnya asli hanya no induknya yang palsu ( diduga hasil rekayasa editan ) - ( h.53 ) Ada penjelasan bahwa dalam ijazah seharusnya tertulis angka (tujuh, delapan, enam) bukan berupa huruf (a, b, c, d ) - ( h. 58) Penjelasan dari Ibu Handayani bahwa ijazah asli hitam putih (tidak kenal editan) karena di tahun 1980 belum ada foto editan ( h. 65). Ada  kedekatan Ibu Sri Handayani sebagai teman Jokowi sejak di SMP 1 Negeri Surakarta. Pada tahun 2014 Cemplon ( almarhum ) juga bersumpah : \"tembak kepala saya bila Jokowi asli lulusan UGM - SMA saja nggak lulus kok\". Lebih lanjut ulasan Cemplon ( h.83 ) Dalam buku tersebut tidak kalah banyak saksi saksi hidup yang membenarkan bahwa ijazah Jokowi adalah asli . Silah sengkarut tak ada artinya kalau masing bersikukuh benar dengan pendapatnya masing masing . Jalan terbaik adalah : Lewat pengadilan, tunjukan ijazah asli Jokowi langsung ke masyarakat. Ada tanda tanya dari mana Bambang Tri bisa mengatakan dokumen yang dimiliki adalah palsu atau tidak palu . Perlu chek rechek terdengar info ternyata Bambang Tri ada bantuan dari ahlinya yaitu Roy Suryo di Jogjakarta. Roy Suryo  sering menjadi narasumber di berbagai media massa Indonesia untuk bidang teknologi informasi, fotografi, dan multimedia. Oleh media masa Indonesia ia sering dijuluki sebagai pakar informatika, multimedia, dan telematika. Seandainya ternyata benar bahwa ijazah SD, SMP dan SMA Jokowi benar benar palsu. Ini aib besar bagi bangsa Indonesia. Dan hal tersebut cepat atau lambat akan berakibat hukum yang sangat berat bagi Jokowi. ****