OPINI

Komisi Yudisial Harus Periksa Majelis Hakim

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  GUGATAN Partai Prima dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat. KPU dinyatakan keliru dalam melakukan verifikasi administrasi terhadap Partai Prima. Yang menjadi janggal dan patut dicurigai adalah Majelis Hakim  dalam amar Putusannya menyatakan \"melaksanakan tahapan Pemilu dari awal lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari\" artinya Pemilu ditunda hingga Juli 2025. Putusan tersebut dinilai melampaui batas kewenangan.  Lima kekacauan dari Putusan perkara No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst tersebut adalah : Pertama, Putusan ini bertentangan dengan Konstitusi Negara. UUD 1945 Pasal 22 E ayat (1) menegaskan bahwa Pemilu itu dilakukan lima tahun sekali. Dengan menunda hingga Juli 2025 maka Majelis telah menetapkan Pemilu itu lebih dari lima tahun.  Kedua, sangat gegabah Pengadilan Negeri memutus perkara Pemilu yang   sebenarnya masuk ruang Hukum Tata Negara. Gugatan perdata tidak bisa melabrak hukum publik cq Hukum Tata Negara. Kompetensi ada pada Bawaslu atau Peradilan Tata Usaha Negara.  Ketiga, menghentikan proses Pemilu dengan Putusan \"serta merta\" patut diduga ada motif dibelakangnya. Tidak ada kepentingan dan alasan adanya putusan serta merta (uitvoorbaar bij vooraad). Justru hal ini sangat berbahaya karena dapat menciptakan ketidakpastian hukum.  Keempat, perkara ini adalah perkara perdata yang konsekuensi hukum dari putusan hanya mengikat kepada para pihak KPU dan Partai Prima. Tidak bisa perkara perdata membawa akibat hukum pada semua partai politik peserta Pemilu. Pihak lain tidak boleh dirugikan.  Kelima, KPU dihukum membayar ganti rugi sebesar 500 juta rupiah. Benarkah telah dibuktikan adanya kerugian materiel dari Partai Prima sebesar itu  ? Lagi pula aneh amar Putusan ini, di satu sisi proses dihentikan dan menunda Pemilu demi kepentingan Partai Prima, tetapi di sisi lain Partai Prima dapat \"untung\" 500 juta.  Memang berlebihan dan di luar kewenangan Pengadilan Negeri untuk memutuskan perkara \"sengketa\" seperti ini. Kejanggalan mencolok dari Putusan ini pantas menimbulkan berbagai dugaan. Karenanya Komisi Yudisial harus turun tangan.  Tiga Hakim yang mengadili perkara ini yaitu T. Oyong (Ketua) dan dua Hakim Anggota H Bakri dan Dominggus Silaban patut untuk diperiksa oleh Komisi Yudisial. Adakah ketiganya melakukan pelanggaran etik atau pedoman perilaku sehingga patut untuk dikenakan sanksi ?  Aspek lain adalah Majelis Hakim yang tidak menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai yang hidup dalam masyarakat adalah penentangan keras publik atas agenda penundaan Pemilu.  Sebaliknya muncul dugaan kuat bahwa Majelis Hakim telah ikut dalam permainan politik untuk menunda Pemilu. Bermain di angka 2 (dua) 4 (empat) dan 7 (tujuh) !  Majelis Hakim di tingkat Pengadilan Tinggi diharapkan dapat meluruskan Putusan PN yang dinilai tendensius dan kontroversial ini. Putusan Pengadilan Tinggi dapat membatalkan Putusan PN dan Niet Onvankelijke verklaard (NO) atas dalil bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara a quo.  Bandung, 3 Maret  2023

Tahapan Pemilu Tertunda: Indonesia Siap-Siap Menyambut Sidang Rakyat?

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Di satu sisi, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) perlu diapresiasi. Sebagai tanda KPU tidak bisa dan tidak boleh main-main dalam melakukan verifikasi partai politik dan proses pelaksanaan pemilu. Karena terbukti KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka personalia KPU wajib diganti semua, karena sudah tidak kredibel lagi. Bahkan mungkin bisa dituntut secara pribadi atas perbuatan melawan hukum ini, dan sekaligus mencari tahu apakah ada aktor politik di balik itu. Di lain sisi, putusan PN Jakpus mengenai jadwal pemilu bertentangan dengan Konstitusi. PN Jakpus memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2022 sejak putusan dibacakan. Tetapi KPU harus melaksanakan tahapan pemilu dari awal, yang memerlukan waktu 2 tahun 4 bulan dan 7 hari hingga pelantikan presiden.  Artinya, KPU harus melakukan proses pendaftaran, verifikasi, pemungutan suara, dan seterusnya hingga pelantikan presiden. Semua itu perlu waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari, sejak 14 Juni 2022 hingga 20 Oktober 2024. Kalau tahapan pemilu dimulai dari sekarang, 2 Maret 2023, maka pemungutan suara paling cepat dilaksanakan 2 November 2024 (1 tahun 8 bulan). Tahapan pemilu yang lalu, dimulai 14 Juni 2022 dan pemungutan suara 14 Februari 2024. Pada 2 November 2024, sesuai konstitusi, Indonesia sudah tidak ada lagi parlemen (DPR/DPD/MPR) dan presiden beserta seluruh kabinet, karena masa jabatan anggota DPR/DPD selesai pada 1 Oktober 2024 dan masa jabatan presiden selesai pada 20 Oktober 2024. Mahkamah Konstitusi juga sudah menegaskan, masa jabatan presiden sesuai konstitusi hanya 2 periode (masing-masing 5 tahun). KPU menyatakan banding atas putusan PN Jakpus, sehingga tahapan pemilu dan pemungutan suara pasti akan lebih lambat lagi. Oleh karena itu, Indonesia akan menghadapi kekosongan jabatan legislatif dan eksekutif pada Oktober 2024. Bagaimana sikap rakyat? Apakah rakyat berhak mengadakan sidang rakyat, menjalankan kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi? (*)

Jokowi Dan Keris Empu Gandring

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  \"Perpaduan I am the law: Saya adalah tiran dan l’etat, c’est moi: negara adalah saya. Saat itu akan muncul otoritarian dan Tirani\" Kondisi hukum dan politik negeri ini sudah rusak, saya kira memang sudah saatnya dilakukan restorasi kepemimpinan nasional, agar kembali kepada \"the truth dan justice\" (Prof. Suteki). Ketegangan dan berpotensi akan menimbulkan chaos ada bisa terjadi paska Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan KPU RI mengulang tahapan Pemilu dari awal hingga mengakibatkan penundaan Pemilu. KPU RI tegas menolak putusan PN Jakpus dengan mengajukan banding. \"Kita banding,\" kata Ketua KPU RI Hasyim Asyari saat dihubungi detikcom, Kamis (2/4/2023). Ada sinyal skenario akan menunda Pilpres. Tidak lazim dan berpotensi melanggar UU terjadi lagi. Seperti telah terjadi kalau terjadi sengketa antara penyelenggara pemilu dan peserta pemilu seharusnya lewat PTUN.  Tragis benar, otoritas hak-hak kewargaan terpenjara sistem yang buruk, yang tak \'bermodal kesalehan sosial, demokratis untuk tegaknya daulat rakyat, ber-\'good governance - melayani rakyat\' dan berkeadilan!\'. Paska negara ini memberlakukan UUD 2002 bencana demi bencana muncul, negara menjadi liar dengan aturan menghalalkan segala cara.  Suksesi kepemimpinan terhambat dan penuh rekayasa buruk dan melahirkan kan serba ketidak pastian. Ketika keadilan gagal, opini publik mengambil alih. Ketika hukum tersesat pada kejumudan Undang-Undang atau bengkok karena memberlakukan UUD 2002 (palsu) , massa mulai akan membakar dan membunuh.\" Potensi menggagalkan Pilpres 2024 masih hidup dan terus bergerak dengan cara yang senyap dsn macan macam rekayasanya. Seandainya Pilpres 2024 tetap dilaksanakan maka suksesi kepemimpinan akan beda dengan 2019 ,  pertarungan kepentingan akan sangat tajam dan akan menghalalkan segala cara , sebab ini soal hidup mati nya kelompok oligarki. Bisa jadi keris Empu Gandring akan mewarnai perhelatan perebutan kekuasaan antara  Pendawa dan Kurawa antara kaum akal sehat melawan akal dengkul . Masa pengawuran dan pengkhianatan terhadap negara proklamasi semoga segera berakhir, Insya Allah ... Allah akan turun tangan sebab negara ini didirikan berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorong kan oleh keinginan luhur , didirikan dan  dipertahankan dengan resolusi jihad yang penuh dengan panjatan doa -doa para ulama  sesepuh bangsa ini . Tentu dengan ihtiar perjuangan kita tidak akan membiarkan negara ini hancur lebur. Rezim Jakowi \"seperti\" akan memainkan keris empu Gandring, dengan tekanan para Taipan Oligarki .  Identik sikap Ken Arok, nekad dengan memaksakan diri  untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Keris Mpu Gandring ini dibuat atas pesanan Ken Arok. Permintaannya memaksa harus jadi dalam satu malam. Akibatnya  Keris Mpu Gandring terkenal karena kutukannya bisa menikam termasuk yang memelihara dan pemakainya. Nyaris seperti akan terjadi perebutan kekuasaan di luas sistem dan hukum yang telah mengaturnya, dari manusia yang tidak taat hukum dan kesurupan. (*)

Mayor Agus Yudhoyono Wapres, Pantaskah?

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan -  Sabang Merauke Circle SURYA Paloh telah memberi statemen bahwa Agus Yudhoyono (AHY) lebih dari pantas untuk bakal cawapres Anies. Dia menyampaikan hal tersebut ketika mengunjungi Partai Demokrat beberapa hari lalu. Isu kepantasan ini menjadi tema sentral di seputar kesempurnaan pencapresan Anies. Karena dua koalisi partai, Nasdem dan PKS,  berpikir bahwa urusan cawapres diserahkan pada capres Anies dan diperbolehkan dari luar koalisi parpol. Anies sendiri sudah menyampaikan syarat cawapresnya yakni 1) mampu meningkatkan elektabilitas, 2) mampu menjaga kohesifitas koalisi dan 3) membantu kesuksesan dalam pemerintahan. Kerumitan penentuan cawapres di \"Koalisi Perubahan\", demikian nama pendukung Anies, karena Anies di persepsikan kesulitan mendapatkan suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Basis suara ini selalu merujuk masing-masing pada kelompok Sukarnois dan abangan, serta kelompok masyarakat Nahdliyin. Beberapa elit dan pemikir dilingkungan Anies meyakini satu nama, yakni Khofifah, Gubernur Jatim, merupakan sosok yang paling pantas untuk melengkapi kekurangan Anies di daerah tersebut. Kerumitan lainnya adalah soal \"coattail effect\" (efek ekor jas), yang diartikan bahwa figur capres atau cawapres akan menaikkan jumlah suara parpolnya. Misalnya, berbagai survei mengatakan bahwa Nasdem meningkat signifikan suaranya setelah mencalonkan Anies Baswedan. Bagaimana coattail effect parpol pendukung lainnya? Bukankah keadilan antara koalisi atau kohesifitas yang dimaksudkan Anies sangat tergantung dari cawapres Anies? Maka kemudian, meskipun parpol koalisi secara publik mengatakan cawapres Anies bebas dari internal parpol maupun dari luar, PKS dan Demokrat, berkepentingan agar cawapresnya dari internal mereka. Persoalannya apakah calon mereka mampu mengatasi kekurangan Anies di basis pemilihan Jawa? Bagaimana memilih dari PKS dan PD agar urusan coattail effect tidak ada atau kecil effectnya terhadap isu keadilan dalam koalisi? Kerumitan ketiga adalah apakah Khofifah, misalnya, sosok yang terkatagorikan sosok perubahan? Apakah tema perubahan yang dimaksudkan koalisi parpol mereka merupakan anti tesis dari rezim Jokowi, merubah haluan pembangunan ala Jokowi yang rusak? Lalu, bukankah Khofifah bagian inti rezim Jokowi? Anies Baswedan diberitakan hari ini akan mengunjungi Majelis Tinggi Partai Demokrat. Mungkin pembicaraan soal cawapres ini menjadi agenda utama. Anies mengatakan bahwa masih banyak waktu untuk menentukan siapa cawapres. Namun, banyaknya waktu yang dibutuhkan memperlihatkan ketidak pastian. Semakin lama ketidak pastian berlangsung, maka konsekuensinya semakin lama goncangan untuk membangun koalisi diperlukan. Hal ini juga merugikan upaya konsolidasi gerakan mereka untuk bekerja keras. Lalu bagaimana Anies dan partai koalisi pendukung sebaiknya memutuskan persoalan bakal cawapres ini? Pertama, perubahan. Di atas semua kerumitan yang dikemukakan dan dibahas diberbagai perbincangan isu perubahan adalah isu krusial. Anies dan pemerintahannya ke depan harus menjanjikan dan mampu melaksanakan perubahan (Change!).  Rayat Indonesia saat ini hampir muntah dengan berbagai peristiwa yang dipertontonkan rezim Jokowi. Berbulan-bulan rakyat menonton TV dan berbincang di media sosial bagaimana Jenderal Sambo menjadi algojo, pembunuh. Terbongkar oknum petinggi kepolisian membekingi perjudian dan berbagai kejahatan untuk pembiayaan operasi gelap Sambo dkk selama ini, sebuah institusi ekstra legal, yang dikenal Satgasus. Lalu terbongkar organisasi sepak bola yang tidak becus sehingga mengakibatkan kasus \"Kanjuruhan\" Malang, memakan korban jiwa ratusan orang dan ratusan lainnya korban luka-luka. Kemudian muncul lagi kasus jenderal polisi sebagai pedagang narkoba, kasus Teddy Minahasa. Kemudian muncul lagi kasus petinggi kantor pajak dan Bea Cukai memperoleh kekayaan berlimpah secara mencolok dan tidak wajar. Muncul lagi kasus Hakim Agung menjadi calo perkara. Dan lain sebagainya.  Korupsi, kejahatan dan kemewahan pejabat di era Jokowi bertengger di antara kemiskinan rakyat dan rendahnya daya beli menjadikan Indonesia rasanya kehilangan fungsi negara. Itulah yang ingin diteruskan oleh rezim pengganti dukungan Jokowi. Sementara, Anies dan rezimnya ke depan mengatakan akan merubah. Akan menghadirkan negara yang baik hati. Perubahan. Rakyat memang membutuhkan ini, bukan hanya di Jawa Tengah, Jawa Timur saja, misalnya, tapi di seluruh tumpah darah Bangsa Indonesia, tentunya. Dalam konteks perubahan ini, calon wapres Anies dari Demokrat yakni Agus Yudhoyono maupun dari PKS, Ahmad Heryawan, misalnya, tentu saja masuk kriteria. Sebab, kedua mereka atau kedua partai mereka merupakan partai yang sangat kritis terhadap rezim SBY. Berbagai pembahasan UU di DPR, terutama yang masuk dalam katagori krusial, seperti UU Cipta Kerja, UU IKN, UU KUHP dan UU KPK mendapatkan penolakan maupun catatan kritis dari kedua parpol mereka.  AHY sendiri dalam berbagai kesempatan menanggapi langsung Perpu Ciptaker, yakni memberi penolakan secara tegas dan pada UU KUHP, memberi catatan kritis. AHY memperlihatkan sikapnya pada isu demokrasi dan kebebasan sipil pada isu KUHP. Dalam isu Perpu Ciptaker (dan UU Omnibus Law Ciptaker), AHY memperlihatkan isu pemihakan pada kesejahteraan buruh, dan pada keselamatan lingkungan hidup. Pikiran Agus Yudhoyono ini tentunya adalah pikiran perubahan, Change!. Kedua, sumbangan elektabilitas. Pemilu tentu saja harus dimenangkan. Namun, seberapa besar kemenangan yang akan diperebutkan? PKS dan Demokrat tentu mempunyai basis pendukung tradisional, namun yang perlu diperhitungkan adalah dukungan baru dalam isu perubahan. Obama, di Amerika, dalam isu rasisme warna kulit, karena kulitnya hitam, berhasil mendapatkan dukungan baru di luar perkiraan. Kemenangan Obama saat itu, 2008, yang membawa isu \"Change!, Yes, We Can\" telah melampaui analisa-analisa tradisional bahwa basis dukungan bersifat tradisional adalah mutlak. Rakyat Amerika yang saat itu muak dengan Bush,  dari berbagai  golongan, berlomba-lomba mendukung Obama. Pemikir di sekitar Anies dan koalisinya saat ini terjebak dalam kekakuan analisis pola lama. Padahal rakyat dan peradaban saat ini berubah secara eksponensial. Kenapa? Itu adalah fenomena paska pandemi COVID19, sebuah kombinasi kehidupan baru dengan karakter, solidaritas, sensitivitas dan digital lifestyle. Pemikiran kaum elit lama selalu bias struktural, padahal rakyat telah berkembang anti struktur dan anti kemapanan. Padahal rakyat tidak terlalu kaku dengan ikatan komunal lama. Apalagi kaum milenial. Tentu saja figur dan basis dukungan tradisional ada. Misalnya Aher di masyarakat Islam dan Sunda, maupun AHY di masyarakat Jawa dan kalangan militer. Ini tentu saja perlu diperdalam hitungan optimalisasi untuk memenangkan koalisi dan keadilan coattail effect bagi kemenangan partai. Di atas semua ini harusnya koalisi memikirkan koalisi dalam sebuah sinergitas yang utuh, bukan parsial.  Sebuah pikiran resultante, misalnya dalam ilmu fisika, bukan sekedar penjumlahan biasa, namun mempunyai efek gabungan yang berlalu lipat, yang mampu menguntungkan semuanya. Di sini seharusnya kelompok Anies dan parpol  memanggil ahli matematika ITB atau lainnya menghitung dan membuat model dari sebuah koalisi parpol (Nasdem, PD dan PKS) dan efek resultantenya itu. Jangan cuma percaya lembaga survei. Sebuah fenomena terbaru adalah pertemuan puluhan ulama besar NU di Sragen, yang diberitakan kompastv, \"Risalah Sragen, Saat Puluhan Kiai Jawa Tengah dan Jawa Timur Dukung Anies Baswedan Capres 2024\", 25/2/23, mereka mendoakan Anies Baswedan untuk capres, sambil menitipkan nama-nama cawapres kalangan NU. Dari kalangan NU tentu saja muncul tokoh kaliber NU seperti Khofifah, Muhaimin Iskandar dll. Namun, menariknya mereka memasukkan nama Agus Yudhoyono sebagai tokoh di luar NU. Ini menunjukkan daya jangkau Agus Yudhoyono melampaui perkiraan tradisional. Dukungan ulama NU ini, dan juga dukungan terbuka mantan Ketua Umum NU, Said Aqil Siradj, secara terbuka diberbagai media, terhadap Anies Baswedan, juga sebuah fenomena melampaui kajian statis atas dukungan tradisional. Kombinasi analisa baru antara pola lama berbasis dukungan tradisional, ditambahkan dengan masyarakat yang berubah serta janji perubahan dari Anies dan wakilnya memberi kita suatu hipotesis bahwa Agus Yudhoyono, khususnya, maupun Aher dan Khofifah dapat meningkatkan elektabilitas Anies dan pasangannya. Seberapa besar kemenangan Anies Baswedan yang diperlukan dan bagaimana menciptakan keadilan coattail effect adalah konstrain untuk didiskusikan bersama. Jika Anies memilih Agus Yudhoyono sebagai wakil, tentunya akan memberikan tambahan elektabilitas. Itu tidak perlu diragukan lagi.  Jika elektabilitas bertambah dan dirasa cukup dengan mencari cawapres dari lingkungan internal, maka kehadiran Khofifah dari eksternal parpol koalisi, tentunya tidak menjadi faktor signifikan pada pengambilan keputusan bersama koalisi. Seperti \"The Three Musketeers\", parpol ini bisa mengatakan \"all for one and one for all\". Bagaimana efek kemenangan parpol? Dari sisi parpol kita mengetahui bahwa pengaruh figur capres/cawapres bagi PKS lebih sedikit efeknya. Sebab PKS adalah partai dakwah, yang perjalanannya bersifat kontinuitas, tidak tergantung pemilu. Sebaliknya, Nasdem dan PD sangat membutuhkan figur capres cawapres.   Namun, tentu saja tugas koalisi melengkapi keuntungan yang berkeadilan yang seharusnya diperoleh PKS, sebagai pengorbanannya jika melepas kesempatan adanya calon mereka. Pantaskah Mayor Agus Wapres? Ketika Agus Yudhoyono bertarung pada Cagub DKI 2017, saya sudah menulis \"Orang-orang Harvard: Catatan buat Agus Harimurti Yudhoyono\", RMOL, 26/9/16. Tulisan saya ini mengetengahkan argumentasi bahwa AHY berkontestasi pada pemerintah sipil. Hujatan bahwa AHY hanya Mayor sedangkan Gubernur DKI level Mayor Jenderal atau Letnan Jenderal, seperti yang diutarakan peneliti LIPI saat itu, Ikrar nusa Bhakti, menurut saya kurang relevan dalam pemerintahan sipil. Jika kita tanyakan relevansi itu pada Vladimir Putin, misalnya, dia pastinya akan tertawa. Sebab, Putin adalah Letnan Kolonel, belum Jenderal dan hanya setingkat di atas Mayor. Namun, Putin adalah presiden salah satu negara terkuat di dunia. Agus Yudhoyono 5 tahun lalu sangat pantas menjadi calon gubernur. Lalu sekarang tentu pantas jadi cawapres. Mengapa? Transformasi yang dialami Agus Yudhoyono selama 5 tahun ini adalah menjadi pimpinan partai Demokrat, sebuah partai menengah dan pernah 10 tahun menjadi partai pemerintah. Pengalaman dalam parpol ini begitu besar, yakni 1) pertarungan Agus Yudhoyono mengalahkan Jenderal Moeldoko dalam upaya Moeldoko menggulingkan Agus Yudhoyono dari jabatan ketua umum, beberapa tahun lalu. 2) kecemerlangan Agus Yudhoyono memimpin partai dalam jalan oposisi yang keras. Saya sudah menguraikan kehebatan Agus merespon isu isu demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Kedua pengalaman penting ini menunjukkan kepemimpinan Agus Yudhoyono sebagai Cawapres sangat pantas, sebagaimana pernyataan Surya Paloh beberapa waktu lalu.  Namun, tak kalah pentingnya adalah pendidikan Agus Yudhoyono. Saat ini dia sedang menyelesaikan studi doktoral. Itu artinya dia akan mencapai gelar akademis tertinggi nantinya. Para pemimpin yang menyukai pendidikan dapat dipastikan sangat berguna untuk memajukan  pendidikan bangsanya. Lalu bagaimana pentingnya Agus Yudhoyono dalam 3 persyaratan cawapres yang diinginkan Anies? Syarat elektabilitas sudah kita bahas. Syarat kondusifitas aliansi tentu lebih baik cawapres internal. Lalu bagaimana kontribusi cawapres jika berkuasa? Tentu saja dapat dipastikan Agus Yudhoyono lebih baik daripada cawapres saat ini, yang tidak difungsikan secukupnya oleh Jokowi. Bahkan, dalam perhelatan G20 di Bali, Cawapres dianggap tidak ada sama sekali. Miris. Agus Yudhoyono dapat membantu Anies menghadapi isu-isu geopolitik dan separatisme. Sebagai lulusan master Harvard di Kennedy School of Government Amerika  dalam ilmu pemerintahan dan  Master di bidang Strategic Studies di Institute of Defence and Strategic Studies, Nanyang Technological University, Singapura, sangatlah faham mengatasi isu keutuhan NKRI. Agus dapat membantu Anies berdiplomasi dengan Inggris dan Australia untuk urusan Papua Merdeka, misalnya, dan untuk membebaskan pilot Susi Air. Kita tahu, selama era Jokowi, isu Papua Merdeka semakin marak. Ini adalah persoalan penting kita ke depan, selain tema perubahan.  Disamping itu, perang antara Amerika dan sekutunya berhadapan dengan China/Rusia yang semakin dekat, khususnya di Laut China Selatan, sangat membutuhkan wakil presiden yang mampu mengambil sikap dan ketegasan. Sebagai mantan militer, Agus Yudhoyono memiliki kepekaan tinggi atas isu keamanan. Bahkan, sebagai master di bidang keilmuan itu, AHY lebih unggul dari berbagai kandidat militer lainnya, yang tidak sekolah tinggi. Apalagi Agus pernah menjadi pasukan perdamaian internasional di Libanon. Sebuah pengalaman berharga. Sangat berharga.  Jadi pernyataan Surya Paloh tentang kepantasan Agus Yudhoyono sebagai Cawapres, perlu diamini juga oleh Anies dan koalisinya secepatnya.  Saya sendiri yang pernah sekali melihat Agus ketika usia dua puluhan di Kostrad Kerawang, duduk sederhana diantara tentara lainnya, pada saat saya mendampingi ketua olahraga Tarung Drajat, Letjen Erwin Sujono, Pangkostrad, dan Sang Guru AA Boxer, pada ekshibisi Boxer di sana, meyakini bahwa AHY bukanlah tipe keturunan elit bangsa Indonesia yang sombong. Kesederhanaan Agus Yudhoyono mungkin sumber kekuatan dia menjadi pemimpin bangsa bersama Anies Baswedan. Keduanya mewakili kaum muda karena ganteng, perkasa dan merakyat. Penutup Kunjungan Anies Baswedan ke Partai Demokrat hari ini, sebagaimana diberitakan berbagai media, harusnya semakin menguatkan pernyataannya Surya Paloh sebelumnya beberhari lalu, bahwa Agus Yudhoyono lebih dari pantas untuk Cawapres. Agus Yudhoyono memang Mayor, tapi pemimpin negara salah satu terkuat di dunia, Rusia, adalah Letnan Kolonel. Namun, keduanya super cerdas. Dalam pemerintahan sipil itu hal lumrah.  Pengalaman Agus dalam memimpin partai telah menempa dia dalam politik sipil yang keras. Dia telah mengalahkan Jenderal Moeldoko yang coba mengkudeta Agus dari kursi ketua umum. Di bawah kendali Agus Yudhoyono Partai Demokrat hampir sepuluh tahun sempurna menjadi oposisi Jokowi. Berbagai aspirasi rakyat terkait demokrasi, supermasi hukum dan kesejahteraan rakyat disalurkan AHY dan partainya menjadi isu nasional. AHY tegas menolak UU Omnibus Law yang memiskinkan buruh dan anti lingkungan hidup.  Ke depan Agus Yudhoyono juga dibutuhkan Anies untuk mengatasi persoalan separatis Papua dan tekanan konflik global di Laut China Selatan.  Mungkin tidak ada waktu lagi untuk berleha-leha pada Koalisi Parpol perubahan menentukan Cawapresnya. Ulama2 NU Jatim dan Jateng mendukung Agus Yudhoyono sebagai Cawapres, ketika berkumpul  di Sragen beberapa hari lalu. AHY kompatibel dengan jaman yang berubah, yakni jaman digital dan millenial.  Dalam pandangan terbaik, Agus Yudhoyono memenuhi apa yang diinginkan Anies dan Rakyat Indonesia. Dua kombinasi anak-anak muda yang ganteng, cerdas dan sederhana.  Semoga Allah memberkahi bangsa kita.

Catatan Demokrasi, Permainan Puzzle Pilpres 2024

Oleh Tata Kesantra - Aktifis Forum Tanah Air PERBINCANGAN kontestasi Pemilu 2024 terus memanas, sekalipun pusarannya masih belum terlalu cepat. Mungkin karena memang aturannya yang membuat seperti itu.  Ibarat anak anak yang berlomba bermain \"puzzle\", bongkar pasang sana sini dan masih belum menemukan potongan potongan yang tepat untuk dipasangkan agar menjadi gambar yang utuh. Dari beberapa tim yang ikut, tampak ada satu tim yang telah selesai gambar puzzle nya, walaupun masih mungkin ada kesalahan karena gambar puzzle yang diminta bukan seperti itu. Anak-anak yang telah menyelesaikan puzzlenya belum bisa bernapas lega hingga gurunya menilai gambar tersebut sudah benar.  Sementara anak-anak lainnya masih sibuk mencocok-cocokkan gambarnya, para penonton terus memberi semangat untuk segera menyelesaikan puzzle nya. Para pendukung tim yang sudah selesaipun terus bersahut-sahutan melihat tim nya sudah selesai mengerjakan puzzle mereka, sepertinya lupa bahwa guru yang menilai belum menyatakan puzzle mereka sudah betul.  Menyenangkan menonton jalannya lomba puzzle tersebut. Melihat bagaimana masing-masing tim berusaha untuk menyelesaikan dengan cepat dan benar, ditambah para pendukung yang berada di sekitar arena terus menyemangati, dan tidak sedikit di antara mereka yang saling mencibir dan mengganggu pendukung tim lainnya.  Beberapa penonton mulai merasa bosan dengan perlombaan puzzle ini. Terlalu membuang waktu untuk menyelesaikan gambar puzzle itu. Mengapa bukan pertandingan lain, yang tidak saja membutuhkan keterampilan memadukan gambar gambar tapi juga kemampuan untuk mengaktualisasikan pikiran. Sehingga penonton bisa melihat kemampuan memecahkan persoalan sekaligus kecakapan dan kematangan dari setiap tim.  Kira-kira seperti itulah gambaran dinamika politik menjelang pemilu 2024. Semua serba belum pasti, masih cair istilah para pemain politik. Seperti halnya penonton dan pendukung tim anak anak itu, rakyat sebagai penonton dibuat bersorak sorak tanpa mengerti apa sebenarnya yang di soraki. Penonton hanya bisa melihat hasil akhir dari puzzle yang dibuat tanpa tau apa dan bagaimana mereka berembug untuk mendapatkan potongan potongan yang sesuai. Rakyat hanya diperlukan sebagai penggembira.  Kalau begini cara mencari pemimpin, tentu patut dipertanyakan pemimpin yang dihasilkan. Calon pemimpin bukan lahir dari proses interaksi intelektual dengan pemilih tapi dari hasil utak-atik menyambung potongan potongan kepentingan agar terhubung dan menjadi suatu bentuk yang disepakati di antara mereka, kemudian disodorkan kepada rakyat untuk dipilih. Itupun terlalu sering mengabaikan moralitas dari calon pemimpin tersebut.  Seperti inikah yang akan dilalui rakyat Indonesia dari waktu ke waktu, dari pemilu ke pemilu? Salam Perjuangan dari New York.

Dari SAMBO KE Mario Tri-SAMBO-Do

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  KASUS Ferdy Sambo hampir tuntas proses peradilan berada di tingkat berikut yaitu menunggu putusan banding dan kasasi. Kasus Sambo dinilai dahsyat karena peristiwa pidana itu membongkar aib institusi.  Kini dalam kelas yang berbeda muncul kasus Mario. Putera pejabat pajak yang menganiaya putera \"pejabat\" GP Anshor. Mario Dandy membuat koma Cristalino David Ozora. Meski kelas berbeda tetapi ada kemiripan dampak.  Sama berawal dari dugaan pelecehan seksual dan sama-sama berhubungan dengan kekayaan yang menghebohkan. Penganiayaan Mario Dandy putera pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo kini merembet ke LHKPN bahkan KPK. Masyarakat menyoroti gaya hidup pejabat pajak. Sebagaimana Kasus \"mafia\" Sambo ada juga nuansa mafia pajak di sini.  Jual masal motor gede pejabat pajak di marketplace adalah upaya untuk lari dari kejaran publik atas perilaku dan gaya hidup mewah. Uang melimpah dan  bersenang-senang dengan barang tunggangan mobil dan motor. Ditambah rumah, tanah, sawah perhiasan dan barang tersembunyi lainnya. Motto baru pun muncul yakni \"orang bijak membayar pajak untuk para pembajak\". Rafael Alun Trisambodo ayah Mario kini mulai babak belur diinterogasi KPK. Disinyalir kerja Rafael tidak sendiri tapi bersama dengan \"geng\" nya. KPK sudah mengendus hal ini dan kini sedang mencari pola kerja \"geng\" tersebut termasuk transaksi atas nama orang lain atau perusahaan.  Pencucian uang menjadi modus.  Akan banyak yang terlibat dalam kasus Mario Trisambodo ini setelah terkuak. Sebagaimana kasus Sambo yang sedikit demi sedikit terbongkar pula keterlibatan banyak pejabat. Mulai dari obstruction of justice hingga mafia narkoba,  judi dan operasi politik. Kapolri Listyo Sigit diuji akan ketegasannya. Dalam kasus Mario Trisambodo ini Menkeu Sri Mulyani yang disorot rakyat.  Menteri Keuangan terbaik yang terbukti terbalik ini justru mendapat desakan agar segera, mengundurkan diri. Apa yang dilakukan bawahan adalah akibat abai atau tidak antisipatifnya Ibu Menteri sebagai puncak komando. Di samping urusan pajak Sri Mulyani juga gagal mengendalikan hutang dan mencegah terjadinya pemborosan anggaran.  Kisah Sambo selesai untuk satu episode dan kini rakyat disuguhi tontonan episode berikut berupa cerita tentang Mario Dandy dan Rafael Alun Trisambodo. Sebagaimana cerita Sambo yang bergerak menuju klimaks maka rakyat berharap cerita Mario Trisambodo ini tidak antiklimaks.  Jika penegakan hukum karut marut maka rakyat telah dapat melihat bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah pola kerja mafia ala Ferdy Sambo. Dan jika keuangan negara terus menerus ambrol maka rakyat pun mulai bisa melihat akan faktor gaya kerja dan gaya hidup di sekitar Kementrian Keuangan di bawah kepemimpinan Sri Mulyani.  Ayo kita tonton terus cerita dari Sambo ke Mario Trisambodo.  Satu fakta yang telah ditemukan saat ini adalah bahwa Sri Mulyani adalah Menteri Butut.  Bandung, 2 Maret 2023

Kenapa PBNU/NU Dianggap Pro Rezim atau NU Plat Merah?

Oleh Gus Aam Wahib Wahab - Ketua Umum Khitthah Ulama Nahdilyin (KUN) PASCA seabad usia Nahdlatul Ulama (NU), umat tampaknya terus mengamati dinamika politik keormasan yang meliputi Organisasi Islam tertua kedua setelah Muhammadiyah, yang didirikan oleh Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari dan KH Wahab Chasbullah  Salah satunya, bagaimana NU memainkan politik keormasan, berperan aktif menyampaikan koreksi dan sejumlah nasihat agama pada sejumlah isu-isu penting, sebagai manivestasi dari aktivitas dakwah amar ma\'ruf nahi mungkar. Sebagaimana kita ketahui bersama, sampai saat ini kami nyaris belum pernah mendengar satu pernyataanpun resmi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait sejumlah persoalan mendasar dalam kehidupan beragama, berbangsa& bernegara, yang saat ini sudah melenceng atau menyimpang jauh. Sebut saja di antaranya terkait isu isu sebagai berikut: 1  Perpanjangan masa jabatan Presiden hingga tiga periode,  2 Perpanjangan masa jabatan Presiden sampai waktu tertentu,  3 Muncul dan masifnya pergerakan  kebangkitan komunis PKI,  3 Hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah,  4 Kriminalisasi terhadap ulama,  5 Serbuan TKA asing dan aseng,  7 Soal Omnibus Law Cipta Kerja  8 Hingga soal proyek Ibukota Nusantara (IKN). PBNU atau NU terlihat absen dalam sejumlah isu penting yang berkaitan dengan hajat dan kemaslahatan umat. Bahkan, cenderung menjadi \'Bamper\' penguasa, karena sejumlah statement pengurus justru melegitimasi masalah yang ada. Mungkin saja, absennya PBNU/NUdalam beberapa isu tersebut menjadi dasar yang menyebabkan munculnya persepsi umat terhadap PBNU atau NU saat ini dianggap atau di cap sebagai NU Pro Rezim atau NU Plat Merah. Hal ini pulalah yang menyebabkan PBNU/NU saat ini kehilangan kepercayaan dari sebagian masyarakat warga Nahdliyin sendiri, bahkan juga sebagian besar umat Islam dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dalam konteks interaksi global, saat ini dunia international utamanya Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa & Asia lainnya, sudah mulai melirik ormas islam lainnya, selain NU yang lebih kritis dan tajam dalam menyikapi berbagai permasalahan kehidupan beragama, berbangsa & bernegara. Melihat siuasi dan kondisi NU tersebut, Kami para cucu pendiri NU, para Kyai, Habaib, Gus dan masyayikh tentu merasa sangat prihatin, susah, sedih, kecewa dan bahkan sebagiannya merasa sakit hati.  Citra NU yang jatuh ini, jelas menyelisihi semangat didirikannya NU Hadratus Syaikh KH Hasyim Asya\'ri dan KH Wahab Chasbullah. Berangkat dari rasa prihatin yang mendalam, kami para cucu pendiri NU yang didukung penuh oleh Para Kyai, Habaib, Gus dan masyayikh berinisiatif melakukan upaya perbaikan NU. Maka  lahirlah Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926 disingkat KKNU 1926, yang sekarang berganti nama menjadi Khitthah Ulama Nahdliyin disingkat KUN. Salah satu tujuan utama lahir dan didirikannya KUN adalah sebagai suatu ormas Islam/Komunitas yang mempunyai keinginan kuat untuk mengembalikan NU ke Khitthah dan jatidirinya, kembali ke relnya. Mengembalikan peran, fungsi dan kontribusi PBNU/NU dalam kehidupan beragama berbangsa dan bernegara. Di antaranya mengembalikan peran penting dan strategis yang harus diemban NU sebagai berikut: Pertama, PBNU/NU harus menjaga dan membentengi paham dan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam beragama, berbangsa dan bernegara. Kedua, PBNU/NU menjadi mitra/Partner pemerintah yang menjalankan fungsi pengontrol, penasehat dan penyeimbang. Ketiga, PBNU/NU mengambil peran sebagai payungnya NKRI, Keempat, PBNU/ NU mengambil peran sebagai Jangkar NKRI. Selain KUN ada NU Garis Lurus dan NU Kultural yang mempunyai pemikiran, pandangan, pendapat yang sama dan sepaham dengan KUN tentang peran, fungsi dan kontribusi PBNU atau NU terhadap kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu Khitthah Ulama Nahdiyin KUN berkomitmen untuk bekerjasama dan kerja bareng dengan NU garis lurus, . NU kultural, ormas Islam lainnya, umat Islam, para tokoh agama, tokoh nasional, tokoh akademisi, TNI, serta pengusaha dansegenap masyarakat dan bangsa Indonesia, demi terciptanya persatuan, kesatuan rakyat dan bangsa Indonesia. Komitmen ini disampaikan dengan tujuan utama semata-mata hanya untuk memperbaiki keadaan Indonesia, menyelamatkan NU, menyelamatkan eakyat dan Bangsa Indonesia dari keterpurukan, menyelamatkan anak cucu kita generasi bangsa kita. Semoga kita semua dalam menjalankan tugas membela kebenaran dan menegakkan keadilan, amar ma\'ruf nahi mungkar, sesuai cita cita atau tujuan utama para pendiri NU. Selalu dalam bimbingan, lindungan dan Ridho Allah SWT. Aamiin. Lampung.1 Maret \'2023

BPK Temukan Aneka Ketidaksesuaian Penggunaan Dana Covid-19

Oleh Djony Edward - Wartawan Senior FNN BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021 menemukan aneka ketidaksesuaian penggunaan dana Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) mencapai Rp230,34 triliun. Dalam LHP tahun 2021 yang diterbitkan pada Mei 2022, BPK menyebutkan dari total dana PC PEN yang ditandai (ditagging) sebesar Rp665,14 triliun, sebanyak 34,63% atau Rp230,34 triliun berbeda dengan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). SP2D merupakan salah satu kelengkapan berkas yang penting terutama untuk ranah perkantoran yang berfungsi sebagai syarat dalam pencairan dana oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang telah disesuaikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Temuan lainnya, menurut LHP BPK, adalah penggunaan dana oleh Kementerian/Lembaga sebesar Rp364,07 triliun, yang seharusnya menggunakan akun khusus Covid-19, ternyata sebesar Rp80,26 triliun menggunakan akun reguler. Selain itu, menurut BPK, realisasi fasilitas PPN PC-PEN tahun 2021 sebesar Rp3,71 triliun tidak akurat dan diantaranya Sebesar Rp154,83 miliar diindikasikan tidak sesuai dengan ketentuan. Hasil pengujian atas database e-faktur dan laporan realisasi fasilitas PPN DTP PC PEN tahun 2021, diketahui bahwa terdapat 77.409 transaksi pemanfaatan fasilitas PPN alkes DTP sebesar Rp3,06 triliun, namun pemanfaatan tersebut tidak tercatat pada database laporan realisasi.  LHP BPK juga mengungkapkan terdapat potensi ketidaktepatan sasaran terkait transaksi anomali sebesar Rp2,70 triliun dalam realisasi insentif dan fasilitas pajak PC-PEN tahun 2021 yang belum selesai ditindaklanjuti. Sehingga  mengakibatkan nilai realisasi insentif dan fasilitas pajak PC-PEN TA 2021 sebesar Rp2,58 triliun terindikasi tidak valid. Artinya belum ada pengungkapan atas data anomali realisasi insentif dan fasilitas pajak PC PEN atas sepuluh jenis pajak dalam catatan atas laporan keuangan LKPP Tahun 2021 sebesar Rp2,58 triliun.  Selain itu diungkapkan pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC-PEN Sebesar Rp10,20 Triliun pada 10 Kementerian/Lembaga tidak memadai. Adapun 10 Kementeria/Lembaga dimaksud adalah sebagai berikut. Hasil pemeriksaan BPK lebih lanjut terhadap penyaluran seluruh Bantuan Pelaku Usaha Mikro (BPUM) pada tahun 2021 menunjukkan hal-hal sebagai berikut: Terdapat indikasi sebanyak 38.278 penerima BPUM sebesar Rp45,93 miliar berstatus aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Terdapat 135.861 penerima BPUM yang sedang menerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp163,03 miliar. Terdapat 1.720.424 penerima BPUM yang juga penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan/atau Bantuan Sosial Tunai (BST) sebesar Rp2,06 triliun. Terdapat penyaluran BPUM sebesar Rp3,49 triliun kepada 2.914.757 penerima yang sedang menerima kredit atau pinjaman perbankan lainnya. Terdapat 330.842 penerima berstatus ineligible pada BPUM Tahun 2020 sebesar Rp397,01 miliar, karena merupakan penerima yang dananya dikembalikan ke Kas Negara, namun ditetapkan menjadi penerima BPUM Tahun 2021. Dari temuan LHP BPK tersebut di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan PC PEN masih perlu banyak perbaikan dan yang terpenting pertanggungjawaban penggunaan dana yang tidak sesuai dengan ketentuan. Bisa saja, Tim Ekonomi Jokowi di kemudian hari harus mempertanggung jawabkan secara hukum atas sejumlah ketidaksesuaian yang mencapai Rp230,34 triliun. Itu sebabnya diperlukan pemimpin yang bisa mengoreksi dan mengevaluasi, bahkan mengenakan hukuman yang tegas atas besarnya ketidaksusaian penggunaan dana PC PEN tersebut. Mari kita dukung adanya perubahan dan perbaikan atas kinerja keuangan Pemerintah Jokowi yang tidak cukup menggembirakan itu. Mungkin faktor ini yang membuat Presiden Jokowi sibuk mencari calon Presiden yang bisa melanjutkan program-programnya, termasuk mengamankan penggunaan dana PC PEN yang luar biasa besar menyimpang dari ketentuan. (*)

Mengapa Harta Rafael Alun Diperiksa KPK?

Oleh Djony Edward - Wartawan Senior FNN Tindakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencopot Kabag Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo, setelah pemukulan Kristalino David Azora oleh Mario Dandy Satriyo patut diacungkan jempol. Karena langkah itu dianggap tepat sebagai respons cepat sang menteri atas perilaku anaknya yang selain kejam juga hedonis. Mario diketahui mondar-mandir menggunakan motor gede Harley Davidson dan mobil Jeep jenis Rubicon, dan sejumlah rumah mewahnya yang tidak masuk dalam catatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Ini seolah memberi pembenaran atas pepatah air cucuran atap, jatuhnya ke pelimbahan jua. Perilaku anak tak lebih sama dengan anaknya. Sehingga secara paralel anaknya diperiksa polisi sebagai tersangka tindak kekerasan, sementara bapaknya yang secara resmi juga mengundurkan diri dari posisi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) segera setelah pencoopotan atas dirinya. Sampai di sini apakah Kementerian Keuangan atau Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhasil melokalisir kasus hedonisme aparat pajak pada level Rafael Alun? Ternyata tidak, karena variabelnya meluas. Tak hanya harta Rafael yang beredar di medsos sebesar Rp56,1 miliar, juga harta Dirjen Pajak Suryo Utomo sebesar Rp14,45 miliar yang terkuak. Bahkan harta Dirjen Kekayaan Negara Ronald Silaban sebesar Rp53,33 miliar ikut terpapar. Termasuk yang beredar adalah harta Dirjen Bea Cukai Askolani sebesar Rp43,26 miliar, Dirjen Anggaran Isa Rachmatawat sebesar Rp25,43 miliar, Dirjen Perimbangan Keuangan Lucky Alfirman Rp23,60 miliar, juga Sekretaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi dengan harta sebesar Rp20,74 miliar. Parade harta ini menunjukkan bahwa tidak hanya tertuju pada Rafael Alun di eselon III, tapi juga harta sejumlah petinggi Kemenkeu di eselon I dan II. Bahkan beredar juga besaran harta Menkeu Sri Mulyani yang mencapai Rp67,26 miliar. Sampai di sini kita paham, bahwa harta pejabat Kemenkeu benar-benar besar, tajir melintir, dan fantastis. Lantas apakah adil kalau hanya harta Rafael Alun yang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran ketahuan sikap hedonis dari anaknya? Apakah masuk akal hanya harta Rafael yang diaudit? Kabarnya Presiden Jokowi menginginkan agar kasus hedonis para aparat pajak ini dihentikan. Di sisi lain Presiden Jokowi juga menginginkan semua harta pejabat eselon I, II, II dan Menteri Keuangan juga diperiksa untuk memastikan bahwa tidak ada korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan. Bahkan kabarnya Rafael Alun dalam pemeriksaan oleh KPK akan mengakui besaran hartanya sebesar Rp56,1 miliar apa adanya. Untuk memastikan bahwa kalau ada ada harta lain yang tidak masuk dalam LHKPN juga dilakukan pejabat di Kemenkeu, bahwa itu adalah fenomena umum di kementerian paling basah itu. Wallahu a’lam. Konon kabarnya laporan harta di LHKPN hanya seper sepuluh dari dari harta sesungguhnya. Kalau benar demikian, menjadi tugas berat Ketua KPK Firli Bahuri untuk membuktikannya, dan Firli harus nafsu atau punya daya terkam atas kemungkinan menemukan harta tidak halal dari para pejabat itu. Bukan malah ngotot memaksakan kasus Formula E ada unsur korupsi, walaupun sudah sembilan kali dilakukan ekspos perkara di internal penyidik KPK. Kita ambil hikmahnya, bahwa harta yang dimiliki para pejabat bisa saja diperoleh secara halal, pemeriksaan oleh KPK hanya ingin mengonfirmasi seberapa halal harta tersebut, kalau-kalau terselip angka yang diperoleh secara tidak halal, seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mari kita beri kesempatan KPK bekerja dengan sungguh-sungguh, cepat dan akurat. Pada saat yang sama, kita juga melihat lemahnya komunikasi internal DJP, hal ini konon kabarnya dana komunikasi DJP sudah lima tahun terakhir dihapus. Sekarang baru dirasakan perlukan pola komunikasi yang cerdas yang bisa mengarahkan dan melokalisir persoalan hanya pada pihak yang dianggap menyimpang.  Akibat lemahnya komunikasi di DJP, dan mungkin saja di Kemeneu, maka bola liar kasus Rafael Alun kemana-mana. Semoga segera terkuak semuanya, dan semoga DJP dan Kemenkeu mengambil pelajaran besar dari kasus Rafael Alun, bila perlu dijadikan mailstone reformasi internal DJP dan Kemenkeu. Kalau dalam pemeriksaan KPK terbukti Rafael Alun menerima harta tak halal semisal TPPU, maka yang bersangkutan harus ikhlas hartanya diserahkan ke negara dan menjalani hukuman sesuai dengan perbuatannya. Demikian pula dengan Menkeu, Sekjen Kemenkeu, Dirjen Pajak, Dirjen Anggaran, Dirjen Kekayaan Negara, Dirjen Perimbangan Keuangan dan lainnya siap-siap mendapat perlakuan yang sama. (*)

Pengamat "Kacung" Oligarki Asal Bunyi?

  Oleh: Arief Sofiyanto - Wartawan Senior FNN    Ada okmum-oknum yang mengaku sebagai pengamat tetapi waton njeplak alias asal mangap. Dia bilang bahwa Anies Baswedan sudah mencuri start kampanye. Pernyataan seperti ini bisa jadi ini diduga pesanan rezim oligarki atau oknum pengamat yang memang cekak cingkrang pikirane.   Bagaimana Anies bisa dituding curi start, lha wong jadwal kampanye saja belum ditetapkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan lagipula Anies belum resmi jadi capres (calon presiden) yang didaftarkan di KPU.   Harusnya Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) justru menyemprot dua sosok ambisius yang ngebet ingin jadi capres. Yakni, Menteri BUMN Erick Thohir dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Pembantu presiden dan \"Raja\" daerah ini keliling terus seantero wilayah Indonesia. Bahkan Erick Thohir diduga menggunakan fasilitas-fasilitasi perusahaan BUMN untuk kampanye menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2024.   Ganjar pun terlihat ngacir pelesir nyisir keliling wilayah di Indonesia. Rupanya, Gubernur Jateng ini merangkap menjadi Gubernur wilayah se-Indonesia menyaingi Opung Luhut yang merangkap jabatan macem-macem alias tetek bengek hingga ada yang menyebut sebagai Menteri segala urusan, bahkan ada yang menyindir jadi \"perdana menteri\" bayangan.   Erick Thohir juga tak mau ketinggalan, kini merangkap menjadi Ketua Umum PSSI. Jabatan di negeri ini seperti jadi jatah yang dibagi-bagi seenak udelnya? Negara dijadikan perusahaan milik mbahnya?   Tampaknya, buzer-buzer maupun pasukan pendukung tim bakal capres-capres gencar menyerang Anies Baswedan. Maklum, mereka semakin keder (takut, red) menghadapi Anies. Bagaimana tidak, dukungan terhadap Anies yang keliling wilayah Indonesia meluber alias menyemut massa yang menyambut capres mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.   Bahkan makin dekati pemilu/pilpres, massa pendukung yang menyambut kedatangan Anies di wilayah se-Indonesia makin mbludak dan mengalir deras bak banjir bandang. Padahal, mereka tidak dibayar ataupun dikasih amplop dan nasi bungkus. Mereka hanya berdasar kesadaran hati nurani yang ingin perubahan di negeri yang sudah sumpek ini.   Dugaan korupsi makin marak. Tidak lagi korupsi di bawah meja seperti saat era Orba, tapi malah di atas meja dan bahkan mejanya sekalian digondol atau dicolong. Terkesan, pasca reformasi KKN makin sontoloyo. Apalagi, makin banjir PHK, pengangguran melonjak, UMKM banyak yang bangkrut, harga-harga makin meroket menyaingi roktet perang di Ukraina.   Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga pesanan oligarki dipakai untuk kriminalisasi terhadap Anies, melakukan politik standar ganda. Kabarnya, Anies dicari-cari kesalahannya meski tidak terbukti, termasuk dalam pengadaan event Formula E di Jakarta. Anies diperiksa KPK terkait Formula E yang hanya membutuhkan biaya total Rp635 miliar dari APBD dan sudah disetujui DPRD.   Gelaran Formula E pun ternyata meraup keuntungan dan berpotensi mendatangkan investasi.  Keuntungan penyelenggaraan Formula E Jakarta 2022 mencapai Rp 5,29 miliar sesuai audit kantor akuntan publik (KAP).   Namun, KPK tidak memeriksa Presiden yang menggelar perhelatan  MotoGP Mandalika 2022 menyedot dana Rp 2,5 triliun yang ada duit APBN menurut pengakuan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Malah ada penduduk setempat yang protes ganti rugi tanahnya belum dibayar untuk proyek MotoGP Mandalika di NTB tersebut seperti diberitakan media-media online dan YouTube    Kayaknya perbaikan ekonomi untuk membenahi nasib rakyat dan penegakan hukum sesuai aspirasi rakyat, belum bisa diharapkan. Kini, karena masyarakat ngebet gandrung segera ada perubahan, akibatnya muncul relawan-relawan tanpa dibayar dan massa sukarela mendukung Anies dan gempar menyambut kedatangan Anies di daerah-daerah NKRI. Pasalnya, Anies dianggap sebagai capres pro perubahan dan anti oligarki yang diduga hanya \"mencekik\" dan \"menindas\" rakyat. Artinya, Anies hingga saat ini jadi satu-satunya capres pilihan buat mereka. Kaum intelektual, ulama dan bahkan emak-emak pun yang dulu dukung Prabowo, kini putar haluan 180 derajat dukung Anies untuk terpilih jadi presiden 2024.   Kenapa sekarang Anies harus tampil? \"Wis wayahe (sudah saatnya)!\" kata Cak Nun alias Emha Ainun Najib  Menurut Cak Nun, proyek reklamasi asing aseng sudah merambah di lebih 30 tempat di provinsi Indonesia. Reklamasi bukan untuk kepentingan rakyat banyak. Anies lah satu-satunya Gubenur yang menolak reklamasi di pantai Jakarta. Bahkan dalam acara Najwa Shihab, Anies berani \"melawan\" Menko Investasi Luhut Panjaitan yang kelihatan memaksakan reklamasi pulau di pantai Jakarta.   Anies tetap berpegang pada aturan dan perundangan-indangan untuk menolak reklamasi yang dinilai tidak bermanfaat untuk rakyat.   Reklamasi adalah salah satu proyek kepentingan oligarki? Memang oligarki pasti ada di setiap negara demokrasi yang memberikan kesempatan/kebebasan kepada orang untuk meraup kekayaan. Diduga pula banyak oknum pejabat yang manut pada taipan bahkan cukong oligarki. Bahkan pengamat bayaran dan lembaga survei pesanan, bisa menyulap capres oligarki tempati urutan teratas dalam ranking perolehan suara alias pembohongan publik.   Masalahnya bukan kita anti oligarki. Namun, bagaimana agar rezim penguasa bisa kendalikan oligarki. Bukan oligarki yang mengendalikan pemerintah. Kini, mayoritas rakyat meyakini bahwa Anies yang terpilih jadi presiden nanti bisa mengendalikan oligarki. Ayo, Anies maju terus! \"Wis wayahe\". Hadapi capres oligarki di pemilu/pilpres 2024. (*)