OPINI

Anies Teruskan Pembangunan Sebelumnya, Tapi Tidak Tersesat di Jalan yang Terang

Oleh Laksma TNI Purn. Ir Fitri Hadi Suhaimi MAP - Analis Kebijakan Publik BEREDAR di media sosial, bahwa Anies menepis keraguan masyarakat yang mengira ia tidak akan melanjutkan program Presiden Joko Widodo (Jokowi), salah satunya proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Kepastian itu disampaikan mantan Gubernur DKI Jakarta saat bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono belum lama ini. Menanggapi hal ini Surya Paloh menyambut baik pernyataan Anies tersebut, “tentu kalau bisa diteruskan akan sangat baik sekali.\" Di sisi lain, ia juga akan sangat mendukung bila dalam program kerja yang dijalankan Kabinet Indonesia Maju perlu interupsi maka akan segera dilakukan perbaikan. Sayangnya orang- orang yang tidak menginginkan Anies maju sebagai presiden mengabaikan pernyataan Surya Paloh yang akan mendukung apa yang dijalankan Kabinet Kerja Indonesia Maju dan jika perlu interupsi maka akan segera dilakukan perbaikan, sehingga seakan semua proyek harga mati harus dijalankan, padahal bisa diinterupsi dan diperbaiki. Demikian pernyataan Surya Paloh. Pernyataan Anies Rasyid Baswedan (ARB) ini sebenarnya biasa-biasa saja. Setiap peristiwa pergantian pimpinan pasti pejabat baru akan meneruskan kebijakan dari pendahulunya. Hal yang mustahil pejabat baru langsung menyetop kebijakan pejabat lama dan menjalankan kebijakan barunya. Penyataan Anies itu menjadi tidak biasa ketika dipandang dari sudut orang-orang yang ketakutan proyek-proyek yang digagas sebelumnya akan dibatalkan Anies. Bukan itu saja, mereka bisa saja di kemudian hari akan berhadapan dengan hukum, dengan KPK atau lainnya karena tersandung masalah dengan proyek- proyek yang mereka garap di masa lalu. Banyak contoh kasus seseorang harus berurusan dengan hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di masa lalu dan berakhir ke jeruji penjara justru di saat dia seharusnya menikmati kebahagiaan hari tuanya bersama anak cucunya. Dengan dukungan luas rakyat, mereka berkeyakinan Anies akan membatalkan proyek-proyek yang tidak bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, membebani APBN dan pada akhirnya membebani rakyat.  Antusiasme dukungan rakyat  diyakini Anis akan membawa  perubahan untuk Indonesia yang lebih baik dengan mengubah kebijakan  pro-oligarki menjadi kebijakan pro-rakyat.  Framing penggiringan opini atas pernyataan Anies dan tokoh partai pengusung dari Nasdem, agar terkesan rakyat pemilih ragu bahwa Anies akan  melakukan perubahan setelah menjadi presiden, diduga kompromi busuk dari balik  itu adalah : 1. Memecah dukungan partai pengusung dengan menyudutkan Partai Nasdem. Mencurigai  Nasdem  bagian dari pendukung oligarki, dukungan Nasdem pada Anies adalah bagian dari skenario oligarki untuk mengamankan kepentingannya  lewat Anies Rasyid Baswedan.  Target tuduhan adalah untuk membuyarkan soliditas partai pendukung sehingga Anies gagal menjadi Calon Presiden. 2. Memframing opini yang dibangun bahwa Anies bagian dari oligarki, sama saja dengan pendahulunya sehingga Anies tidak layak dijadikan Presiden. Orang yang lebih layak jadi calon Presiden / Presiden adalah capres yang direstui orang dekat dengan  Presiden sebelumnya. Dengan demikian walau  Anies terus laju menjadi Capres  karena telah mengantongi syarat dukungan ambang batas thershold , tapi sebaliknya diharapkan dukungan rakyat pada Anies menjadi rendah karena framing yang mereka buat. Di mana mana Anis dielukan rakyat.  Mereka berkeyakinan Anies akan membawa perubahan bagi perbaikan bangsa dan kehidupan rakyat serta akan konsisten menjalankan pemerintahan sesuai undang undang yang berlaku. Diyakini bila Anies menjadi Presiden akan melakukan pengawasan dan mengaudit terhadap semua pembanunan proyek proyek. lewat whistleblowing sistem. Saya berkeyakinan Anis konsisten akan melakukan pengawasan  sesuai perintah  UUD 1945 dan Konstitusi  yaitu  Undang Undang No 1 tahun 2004, Undang undang No 30 tahun 2014 dan  Peraturan Presiden No 16 tahun 2018 pasal 76 terkait pembangunan  proyek baik yang sedang berjalan maupun yang sudah selesai.  Keyakinan saya dan rakyat pendukungnya sama bahwa Anies Rasyid Baswedan akan melakukan perubahan menuju Indonesia  yang lebih baik berdasarkan hukum dan undang undang yang berlaku, tidak akan merekayasa Undang Undang untuk kepentingan oligarki atau kelompok kepentingannya sendiri.. Rekam jejak digital menjadi Gubernur DKI sudah membuktikan dia punya keberanian menegakkan hukum yang dilanggar oligarki, sehingga bila nantinya proyek Kereta Api Cepat atau proyek IKN tidak diteruskan atau dibatalkan, bukanlah kehendak Anies tetapi yang membatalkannya adalah hasil audit, review, pemantauan, evaluasi dan atau penyelenggaraan whistleblowing system yang dijalankan berdasarkan Peraturan dan Undang Undang yang berlaku.   Anies selaku Presiden akan meneruskan kebijakan presiden sebelumnya sepanjang tidak menyimpang dari peraturan  hukum dan undang-undang atau  ketentuan lain yang berlaku sehingga Anies tidak tersesat di jalan yang terang. Bahwa dia akan meneruskan kebijakan pendahulunya tanpa melakukan audit, review, pemantauan, evaluasi dan atau penyelenggaraan whistleblowing system sehingga Anies adalah bagian dari oligarki atau Anies dalam kendali oligarki adalah kebohongan yang sengaja dilontarkan  lawan politik yang harus dilawan dengan cara yang bermartabat. Surabaya 9 Maret 2023

Distorsi Pembangunan Ekonomi Pemerintahan Joko Widodo

  Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies MENUJU KURSI KEPRESIDENAN Joko Widodo, dikenal dengan nama panggilan Jokowi, digambarkan sebagai sosok sederhana, berasal dari rakyat jelata. Sosok yang tidak dikenal sama sekali di dunia politik nasional ini tiba-tiba muncul ke permukaan. Rakyat seperti tersihir. Sosok sederhana menjadi simbol perlawanan terhadap para elit politik, terhadap “aristokrat” dan militer. Perjalanan karir politik Jokowi menjadi Presiden nampaknya sudah direncanakan matang dan berjalan mulus sesuai skenario. Pertama, karir politik Jokowi yang tidak dikenal di tingkat nasional tentu saja tidak bisa langsung lompat dari walikota menjadi presiden. Jokowi dirancang merebut kursi Gubernur DKI Jakarta terlebih dahulu sebagai batu loncat menuju kursi Presiden Republik Indonesia. Menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, Jokowi digambarkan secara masif sebagai sosok di belakang keberhasilan pembuatan mobil nasional yang dinamakan Esemka, yang digembar-gemborkan dapat membangkitkan proyek mobil nasional yang baru, sebagai antitesis mobil nasional Timor era Soeharto yang mendapat banyak kritikan dari masyarakat. Mobil nasional Esemka diharapkan menjadi simbol kebangkitan dan kemandirian industri otomotif Indonesia yang selama ini di bawah kendali Jepang, serta kemandirian industri Indonesia secara umum. Sosok rakyat sederhana, didukung kekuatan marketing dan pendanaan yang sangat besar, akhirnya berhasil memenangi kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Indonesia sekonyong-konyong digambarkan sebagai negara demokrasi yang idealis dan patriotik, di mana sosok sederhana dan merakyat seperti Jokowi dapat memenangi kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang sangat prestise, didukung oleh partai politik dan pendanaan kampanye yang sangat besar, seolah-olah, tanpa pamrih. Salah satu kebijakan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta adalah menghidupkan kembali proyek reklamasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta yang kontroversial dan terkatung-katung sejak 1995. Jokowi menyerahkan proyek reklamasi Pantura Jakarta kepada beberapa pengembang (developer) saja, sebagai pengelola dan sekaligus pemilik lahan hasil reklamasi yang luasnya mencapai 5.150 hektar, lebih besar dari Jakarta Pusat dengan luas sekitar 4.800 hektar. Menyerahkan kepemilikan lahan hasil reklamasi kepada pengusaha terindikasi melanggar Keppres tahun 1995 yang isinya menyatakan pemerintah daerah sebagai pemilik lahan hasil reklamasi. Belum genap dua tahun menjabat Gubernur DKI Jakarta, Jokowi kemudian diusulkan oleh gabungan beberapa partai politik yang dimotori oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) menjadi calon presiden Republik Indonesia pada pemilihan presiden (pilpres) 2014. Dalam sistem pilpres langsung yang dipilih oleh rakyat, visi dan misi calon presiden menjadi sangat penting dan menentukan untuk memenangi pemilihan presiden. Calon presiden Jokowi ketika itu sangat berani menyampaikan janji-janji kampanye yang terdengar sangat heroik. Dalam bidang ekonomi, misalnya, Jokowi menjanjikan pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7 persen per tahun. Janji kampanye heroik lainnya, antara lain, mengurangi impor, mengurangi utang pemerintah, mengembangkan mobil nasional Esemka, mengambil alih Indosat, memperkuat korporasi Pertamina menjadi perusahaan yang disegani di Asia, hingga tol laut, dan masih banyak lainnya. Janji kampanye heroik tersebut berhasil mengantar Jokowi ke kursi presiden untuk masa jabatan 2014-2019 (dan kemudian 2019-2024). Kesenjangan Realisasi versus Janji Kampanye Sistem konstitusi Indonesia setelah amandemen sebanyak empat kali selama periode 1999-2002 menghasilkan sistem presidensiil yang tidak bertanggung jawab. Karena, amandemen konstitusi telah menghapus mekanisme pertanggungjawaban presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sehingga tidak ada lagi evaluasi terhadap kinerja presiden serta realisasi ekonomi terhadap janji kampanye. Sebaliknya, banyak kebijakan ekonomi politik Jokowi sebagai presiden diambil secara ad hoc menyimpang dari janji kampanye. Pada tahun pertama, tim ekonomi Joko Widodo langsung menggebrak dengan menerbitkan berbagai paket kebijakan ekonomi hingga enam belas jilid. Mayoritas dari paket kebijakan ekonomi tersebut terkait pemberian stimulus (baca: kenikmatan) ekonomi kepada pengusaha untuk meningkatkan investasi dan lapangan kerja, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi menjadi 7 persen sesuai janji kampanye. Artinya, mayoritas dari enam belas jilid paket kebijakan ekonomi tersebut tidak langsung terhubung dengan janji kampanye, sehingga terkesan paket kebijakan ekonomi tersebut sebagai kebijakan coba-coba, bukan kebijakan berdasarkan analisis fundamental pembangunan ekonomi politik secara terstruktur. Puncak kebijakan ekonomi politik yang diinisiasi pada tahun pertama Jokowi adalah undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) No 11 tahun 2016, yang diundangkan pada 1 Juli 2016 untuk periode 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Tujuan utama paket kebijakan ekonomi dan UU Pengampunan Pajak untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak tercapai. Bahkan target yang ditetapkan ketika sosialisasi UU Pengampunan Pajak meleset jauh. Target pertumbuhan ekonomi, kurs rupiah terhadap dolar AS, dan rasio penerimaan pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi periode 2015-2019 hanya mencapai rata-rata 5 persen per tahun, jauh lebih rendah dari janji kampanye sebesar 7 persen. Sedangkan kurs rupiah yang diperkirakan akan menguat hingga di bawah Rp10.000 per dolar AS juga tidak terbukti. Sebaliknya, kurs rupiah sepanjang periode pertama Jokowi melemah dari sekitar Rp12.000 per dolar AS ketika dilantik menjadi lebih rendah dari Rp15.000 per dolar AS pada Oktober 2018. Selain itu, program Tax Amnesty yang seharusnya menyasar uang ilegal yang disimpan di luar negeri agar masuk kembali ke Indonesia justru membebani penduduk dalam negeri yang diwajibkan melaporkan hartanya yang belum dilaporkan kepada instansi pajak, termasuk rumah tinggal. Realisasi repatriasi harta dari luar negeri hanya Rp46 triliun, jauh lebih rendah dari target Rp1.000 triliun. Program Tax Amnesty juga gagal membuat rasio Penerimaan Pajak (terhadap PDB) naik dari 11,4 persen pada 2014 menjadi 14,6 persen pada 2019. Sebaliknya, rasio Penerimaan Pajak malah terus turun menjadi 9,8 persen pada akhir 2019. Tax Amnesty hanya menguntungkan pengusaha yang mempunyai uang ilegal, yang kemudian diputihkan dengan membayar uang tebusan antara 2 hingga 5 persen untuk repatriasi harta dari luar negeri ke dalam negeri, atau 4 hingga 10 persen untuk deklarasi harta yang berada di luar negeri. Ironinya, kegagalan kebijakan ekonomi politik pemerintah, dalam hal ini presiden, seperti Tax Amnesty, mobil nasional Esemka, atau janji-janji kampanye lainnya yang terbukti gagal, tidak membawa konsekuensi apapun terhadap kedudukan presiden, sehingga yang bersangkutan bisa sesukanya memberi janji kosong, termasuk membuat undang-undang yang kemudian terbukti merugikan masyarakat dan ekonomi secara nasional. FUNDAMENTAL EKONOMI LEMAH: EKONOMI 2015-2019 STAGNAN Realisasi pertumbuhan ekonomi periode 2015-2019 hanya mencapai rata-rata 5,0 persen per tahun, jauh di bawah target atau janji kampanye 7,0 persen, dan lebih rendah dari pertumbuhan dua periode lima-tahunan sebelumnya yang mencapai rata-rata 5,6 persen dan 5,8 persen per tahun pada periode 2005-2009 dan 2010-2014. Tetapi, pertumbuhan ekonomi cukup baik, bukan berarti ekonomi secara keseluruhan dalam kondisi baik-baik saja, atau aman-aman saja. Artinya, ekonomi bisa mengalami krisis meskipun pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, seperti pengalaman Turki pada 2018, atau Indonesia pada 1997-98 dengan pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7,3 persen per tahun selama 1992-1996. Bahkan pertumbuhan ekonomi 1995 dan 1996 masing-masing mencapai 8,2 dan 7,8 persen. Meskipun demikian, ekonomi Indonesia masuk krisis pada 1997 dan 1998. Pertumbuhan ekonomi Turki pada 2017 juga terbilang tinggi, mencapai 7,5 persen. Tetapi, mata uang Lira Turki terdepresiasi tajam pada 2018 sehingga memicu krisis mata uang (moneter) dan krisis ekonomi. Lira Turki terdepresiasi 72 persen dalam 8 bulan pertama 2018, dengan depresiasi 11,4 persen pada bulan Mei dan 32,75 persen pada bulan Agustus 2018. Ekonomi Turki hanya bisa selamat setelah beberapa negara Uni Emirat Arab membantu memberi pinjaman untuk menghentikan capital outflows. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Turki mengalami terjun bebas menjadi 3 persen pada 2018 dan 0,8 persen pada 2019. Neraca Transaksi Berjalan dan Kurs Rupiah Melemah Kinerja kurs mata uang sangat tergantung dari kinerja neraca transaksi berjalan. Kurs mata uang akan terdepresiasi kalau neraca transaksi berjalan mengalami defisit secara struktural. Untuk mengatasi kondisi defisit ini dan menahan kurs mata uang maka diperlukan aliran masuk modal asing (capital inflows), baik dari Investasi Langsung (PMA) maupun Surat Berharga (Portfolio: Saham dan Obligasi). Artinya, defisit neraca transaksi berjalan mengakibatkan aset domestik dikuasai oleh pihak Asing. Kondisi ini membuat mata uang domestik rentan krisis. Ketika terjadi pelarian modal asing khususnya investasi Portfolio, atau yang dikenal dengan hot money, maka kurs mata uang domestik akan terdepresiasi tajam dan berpotensi memicu krisis moneter, seperti yang terjadi di Argentina, Turki dan Sri Lanka beberapa waktu yang lalu. Beberapa indikator ekonomi Indonesia sejak 2014 juga terus memburuk, seperti tercermin dari neraca Transaksi Berjalan dan neraca Keuangan Negara (APBN). Defisit neraca Transaksi Berjalan (= transaksi internasional) terus memburuk, dari surplus 32,4 miliar dolar AS pada periode 2005-2009 menjadi defisit 74,2 miliar dolar AS pada periode 2010-2014, dan defisit membesar menjadi 111,6 miliar dolar AS pada periode 2015-2019. Defisit neraca transaksi berjalan ini membuat utang luar negeri melonjak dari 293,3 miliar dolar AS menjadi 403,6 miliar dolar AS selama lima tahun sejak 2014 hingga 2019. Penambahan utang luar negeri ini dimotori oleh pemerintah dan BUMN (swasta). Utang luar negeri pemerintah naik 61,4 persen dan swasta (termasuk BUMN) naik 22,6 persen, selama 5 tahun hingga akhir 2019. Defisit neraca transaksi berjalan berkepanjangan membuat kurs rupiah terdepresiasi tajam, dari Rp9.425 per dolar AS pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 12.385 pada akhir tahun 2014, dan terdepresiasi lagi menjadi Rp13.882 per dolar AS pada akhir tahun 2019. Bahkan kurs rupiah sempat terdepresiasi hingga Rp15.220 per dolar AS pada 29 Oktober 2018. Ketahanan Fiskal Semakin Rapuh Kondisi keuangan negara juga semakin buruk dan rapuh. Defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) membesar sehingga membuat utang pemerintah naik tajam dari Rp2.608,8 triliun pada 2014 menjadi Rp4.784,7 triliun pada 2019, atau naik 83,4 persen. Salah satu sebabnya karena penerimaan negara, khususnya penerimaan pajak, relatif melemah. Rasio Penerimaan Pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) turun dari 11,4 persen pada 2014 menjadi 9,8 persen pada 2019, menunjukkan kondisi fiskal semakin mengkhawatirkan. Penurunan Rasio Penerimaan Pajak ini mencerminkan kebijakan Tax Amnesty dan kebijakan fiskal gagal. Dampaknya beban bunga pinjaman juga meningkat tajam. Rasio Beban Bunga terhadap Penerimaan Pajak naik dari 11,6 persen (2014) menjadi 17,8 persen (2019). Defisit transaksi berjalan dan defisit APBN pada gilirannya membuat kebijakan moneter tidak berdaya, tersandera kondisi fiskal yang semakin rapuh, dan membuat ekonomi tertekan. Karena Bank Indonesia harus mempertahankan tingkat suku bunga relatif tinggi untuk menarik minat investor membeli obligasi pemerintah maupun swasta. Ilusi Sukses Pembangunan Infrastruktur Banyak pihak klaim bahwa pemerintahan Jokowi berhasil dalam belanja “produktif” yaitu belanja modal dan infrastruktur. Dalam nilai nominal, Belanja Modal memang selalu naik setiap tahunnya karena kenaikan Pendapatan Negara dan Belanja Negara. Tetapi, berdasarkan nilai relatif terhadap Belanja Negara, rasio Belanja Modal terhadap Belanja Negara tersebut hanya 9,37 persen untuk periode 2015-2019. Rasio ini lebih rendah dari dua periode lima tahunan sebelumnya, yang keduanya mencapai 9,46 persen. Selain itu, pemerintahan Jokowi juga memberdayakan banyak perusahaan negara (BUMN) untuk membangun proyek-proyek infrastruktur komersial seperti jalan tol, bandar udara, pelabuhan atau kereta angkutan masal seperti LRT di Palembang atau kereta cepat Jakarta Bandung. Sayangnya, banyak BUMN tersebut kemudian menghadapi masalah cashflows serius, sehingga memicu penjualan aset besar-besaran, dan mengalami rugi. Kerugian BUMN ini pada akhirnya memaksa pemerintah untuk menambah penyertaan modal negara kepada BUMN, yang mencapai Rp143,2 triliun untuk periode 2015-2019. Undang-Undang Kontroversial dan Bermasalah Pemerintahan Jokowi banyak menjalankan kebijakan ekonomi politik yang pro pengusaha besar dengan merugikan masyarakat kelompok menengah bawah, seperti UU Pengampunan Pajak. Kebijakan ini dilegalisasi dengan undang-undang, yang terkadang melanggar konstitusi. Selain UU Pengampunan Pajak dan PERPPU tentang Pandemi Covid-19, UU kontroversial lainnya, antara lain, UU tentang KPK (2019), UU tentang Ibu Kota Negara atau IKN (2019), UU Omnibus Cipta Kerja, UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan) dan PERPPU Cipta Kerja yang menuai penolakan luas dari masyarakat. UU KPK 2019 melemahkan pemberantasan korupsi seperti dimaksud TAP MPR No XI Tahun 1998 dan TAP MPR No VIII Tahun 2001. UU IKN dengan konsep Badan Otorita sebagai Pemerintah Daerah berpotensi melanggar Konstitusi terkait Pemerintah Daerah. UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional (bersyarat) oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi pemerintah malah menerbitkan PERPPU Cipta Kerja sebagai pengganti. UU PPSK yang menyatakan OJK sebagai penyidik tunggal di sektor jasa keuangan berpotensi melanggar wewenang lembaga penegak hukum lainnya terkait penyidikan terhadap kejahatan keuangan. DISELAMATKAN PANDEMI DAN HARGA KOMODITAS: 2020-2022 Pandemi Covid-19 melanda dunia dan menyebar di Indonesia sejak akhir Februari 2020. Pandemi mendorong pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No 1 Tahun 2020 pada 31 Maret 2020, yang berlaku hingga 31 Desember 2022. PERPPU Covid-19 ini menghilangkan batas defisit APBN yang sebelumnya ditetapkan maksimal 3 persen dari PDB menjadi tidak terbatas, serta menghilangkan independensi Bank Indonesia dengan “mewajibkan” otoritas moneter tersebut membeli surat berharga negara di pasar primer, yang sebelumnya dilarang. Selain itu, PERPPU juga memberi imunitas hukum kepada penyelenggara negara dari segala tuduhan korupsi. Pandemi covid-19 membuat defisit fiskal meningkat tajam menjadi Rp956,3 triliun pada 2020 dan Rp783,7 triliun pada 2021, dan mengakibatkan utang pemerintah melonjak dari Rp4.784,7 triliun (2019) menjadi Rp6.908,9 triliun (2021) dan beban bunga pinjaman terhadap Penerimaan Pajak juga naik menjadi 22,2 persen per akhir 2021. Di lain sisi, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi global agar tidak terpuruk lebih dalam, Bank Sentral negara maju memberi stimulus moneter dengan menurunkan suku bunga acuan hingga nol persen, diikuti dengan kebijakan quantitative easing. Kebijakan ini bersifat inflationary, membuat harga komoditas naik, dan memicu inflasi tinggi. Bagi Indonesia yang mempunyai struktur ekonomi berbasis komoditas yang cukup kuat, kebijakan moneter inflationary dan kenaikan harga komoditas, khususnya mineral, batubara, minyak sawit, karet, memberi keuntungan ekonomi yang sangat signifikan. Neraca perdagangan mencatat surplus tertinggi sepanjang sejarah. Kinerja neraca perdagangan membaik dari defisit 3,04 miliar dolar AS pada 2019 menjadi surplus 50,57 miliar dolar AS per November 2022 (11 bulan). Neraca transaksi berjalan juga membaik dari defisit 30,28 miliar dolar AS pada 2019 menjadi surplus 8,97 miliar dolar AS per November 2022 (11 bulan). Kebangkitan neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan ini disebabkan oleh kenaikan tajam harga komoditas sejak Juni 2020, akibat kebijakan moneter global yang bersifat inflationary tersebut. Sebagai contoh, harga rata-rata minyak sawit selama 9 bulan pertama 2022 naik 132 persen dibandingkan dengan harga rata-rata tahunan 2019 (sebelum pandemi). Sedangkan harga batubara naik 290 persen untuk periode tersebut. Kenaikan harga komoditas andalan ekspor Indonesia ini juga menyelamatkan keuangan negara. Penerimaan Perpajakan (pajak ditambah bea ekspor-impor) tahun 2021 naik 20,6 persen terhadap tahun sebelumnya (YoY), dan pada tahun 2022 (hingga November) naik 40,6 persen (YoY). Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2021 dan 2022 (hingga November) masing-masing naik 33,5 persen dan 37,8 persen (YoY). Untuk sementara, ekonomi dan keuangan negara terselamatkan. EKONOMI POLITIK 2023-2024 RENTAN KRISIS Kinerja ekonomi tahun 2023 dan 2024 tergantung dari kebijakan moneter global dan dampaknya terhadap harga komoditas. Bank sentral negara maju, khususnya Amerika Serikat, diperkirakan akan terus melakukan koreksi kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan sampai inflasi terkendali, menjadi sekitar 2 persen. Bank Sentral AS, the Federal Reserve, sudah menaikkan suku bunga sebesar 4,25 persen sepanjang tahun 2022. Meskipun demikian, tingkat inflasi AS masih cukup tinggi, mencapai 7,1 persen per November 2022 dan jauh lebih tinggi dari target inflasi 2 persen. Artinya, suku bunga global tahun 2023 masih akan naik. Koreksi kebijakan moneter global ini akan berdampak pada dua hal. Pertama, pertumbuhan ekonomi global akan mengalami tekanan, dengan kemungkinan resesi, yang pada gilirannya membuat permintaan dan investasi global turun. Kedua, kenaikan suku bunga global akan membuat harga komoditas turun. Kedua hal ini akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan keuangan negara tertekan: ekspor, investasi dan permintaan domestik turun. Di samping itu, defisit neraca transaksi berjalan dan defisit APBN akan kembali memburuk, utang pemerintah meningkat, dan kurs rupiah semakin melemah. Harga komoditas, kecuali batubara, mulai turun sejak Bank Sentral AS menaikkan suku bunga pada Maret 2022. Dengan menggunakan indeks harga Januari 2022 = 100, indeks harga rata-rata bulanan minyak sawit mencapai puncaknya 219 pada Maret 2022, dan kemudian terus merosot menjadi 112 hingga September 2022. Artinya, harga rata-rata bulanan minyak sawit pada September 2022 hanya naik 12 persen dibandingkan Januari 2020. Harga rata-rata bulanan karet pada September 2022 malah turun 12 persen (indeks harga = 88) dibandingkan Januari 2020. Hanya harga batubara yang masih bertahan tinggi. Pertanyaannya, sampai kapan? Ketika harga mineral dan batubara turun, maka ekonomi dan keuangan negara akan goyah, dan berpotensi menjadi krisis. (*)

Dari Buku Hitam ke Buku Putih

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan JIKA pesawat mengalami kecelakaan maka untuk mengetahui penyebab dan apa yang terjadi maka yang dicari adalah black box atau kotak hitam. Disana terdapat rekaman penerbangan (flight recorder) atau suasana yang terjadi sebelum kecelakaan itu. Black box penting untuk investigasi kecelakaan.  Yang unik dari kasus Ferdy Sambo dalam proses investigasi dan persidangan adalah black book atau \"buku hitam\". Buku istimewa bersampul hitam itu selalu dibawa Sambo. Tentu ada hal penting di dalamnya. Orang menduga buku berisi catatan tentang peristiwa atau kasus dan keterlibatan banyak orang didalamnya. Sambo sendiri banyak melakukan operasi bergaya mafia baik masalah perjudian, narkoba maupun politik.  Pada awalnya sepanjang persidangan Sambo selalu memegang \"buku hitam\" tersebut, barulah saat ia divonis mati black book tersebut diserahkan kepada pengacaranya. Buku itu adalah catatan harian Sambo sejak menjabat sebagai Kasubdit 3 Dittipidum Bareskrim hingga menjadi Kadiv Propam Mabes Polri. Diduga di samping ada \"halaman\" kasus Duren tiga adapula \"halaman\" km 50. Memang Km 50 memendam misteri dari \"operasi hitam\" yang bernuansa politik, bukan penegakan hukum.  Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI melakukan penelahan kasus Km 50 dan membuat \"buku putih\" atas pembunuhan atau pembantaian tersebut. Diurai jelas temuan TP3 tentang alur operasi mulai dari \"kerja koopsus\", \"operasi delima\", penguntitan, hingga pembunuhan atau pembantaian. Kemudian penilaian terhadap penyelidikan Komnas HAM yang tidak pro-justisia, obstruction of justice hingga terdinya pelanggaran HAM berat atau kejahatan kemanusiaan (crime against humanity).  Sebenarnya bacaan buku bisa dimulai dari \"buku merah\"  aliran dana 7,4 milyar ke rekening Tito Karnavian dalam kasus suap uji materil ke MK. Lembaran dari buku merah itu di tip ex bahkan disobek oleh petugas KPK dari Kepolisian. CCTV membuktikan peristiwa di ruang kolaborasi Lt 9 Gedung KPK. Tito Karnavian adalah pendiri Satgasus Merah Putih yang untuk kemudiannya dikomandani Ferdy Sambo.  Dengan tekanan publik yang kuat maka catatan untuk kasus Km 50 kiranya dapat bergerak dari \"buku merah\" ke \"buku hitam\" dan berakhir di \"buku putih\" yakni hasil penelaahan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI. Buku putih adalah bahan untuk melakukan pemeriksaan ulang kasus Km 50 yang telah disimpangkan ceritanya oleh Sambo dan \"geng\" nya termasuk Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.  Fadil Imran sendiri terlibat dalam pelukan \"teletubbies\" dengan Ferdy Sambo saat menghadapi kasus pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga.  Keduanya bersahabat serta banyak menyimpan cerita dan drama. Drama merobek-robek hukum kita.  Bandung, 9 Maret  2023

Sebaiknya Masyarakat Menunda Bayar Pajak, Sampai Ada Tindakan Bebersih di Kemenkeu

Oleh Syafril Sjofyan - Pengamat Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B Sri Mulyani, SMI demikian dia dikenal. Jabatan keren Menkeu di era SBY dan era JKW. Melalui wawancara TV dengan \"kebanggaan\"  menyatakan dia rangkap jabatan.  Rangkap 30. Luar Biasa. Melalui pengalaman yang malang melintang di ladang uang, SMI pasti paham dan tahu betul ada larangan rangkap jabatan. Larangan pejabat untuk rangkap jabatan diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Rupanya ada \"kebanggaan\" melanggar UU. Melabrak pagar sering dilakukannya ketika kasus Century era SBY, SMI \"merugikan\" negara Rp6,7 Triliun. Lalu ia diselamatkan oleh Bank Dunia. SMI seperti tak peduli UU, rangkap hingga 30 jabatan. Mabok. Tidak kurang memabukkan 39 Pejabat Kemenkeu Merangkap Jabatan. Tentu atas seijin atasannya SMI. Kontak Pandora dibuka oleh anak muda bernama Mario yang secara sadis melakukan penyiksaan kepada seorang anak. Mario anak pejabat tinggi yang kayanya \"tidak ketulungan\". Gegara anak berbuat sadis terungkap \"kebobrokan\" Kemenkeu. KPK \"terpaksa turun tangan\" menyelidik bapaknya. Kekayaan yg minta ampun. Luar Biasa. Tidak hanya Bapaknya Mario, tapi ada pejabat lain yang juga anak buahnya SMI. Juga luar biasa kekayaannya. Mereka anak buah SMI berlomba pamer kaya. Atas ulah anak buahnya SMI itu membuat semua pejabat Depkeu kalang kabut, berusaha menyembunyikan harta. SMI Menteri \"kesayangan\" Jokowi, terbukti dengan 30 rangkapan jabatan melanggar UU namun dibiarkan. Ikan busuk dari kepalanya. Apakah aroma \"kebusukan\" itu berasal dari SMI dan JKW?.  Mahfud MD sang Menkopolhukam, \"berang\" ada kejanggalan Rp300 Triliun di Kemenkeu. Waduh. Kasus luar biasa besarnya. Kasus Jiwasraya, Asabri yang puluhan Triliun tidak seberapa.  Lalu apa yang harus diperbuat oleh Masyarakat, yang uang pajak mereka \"dirampok\" secara brutal, membuat rakyat menderita dengan kenaikan BBM dan pencabutan berbagai macam subsidi. Jalan yang bijak adalah tunda pembayaran pajak sampai batas, di mana Menkeu SMI harus melakukan tindakan terhadap dirinya (harakiri?) dan anak buahnya diberhentikan, resiko rangkap jabatan  karena sudah melanggar UU. SMI telah  merugikan negara, memperkaya diri dan kelompok anak buahnya. Lebih bijak lagi jika kepala yang busuk dibuang saja. Perjalanan ke Solo, 8 Maret 2023.

Tunda Pemilu dan PJ Presiden

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dab Pemerhati Bangsa JABATAN kepala daerah itu lima tahun. Ketika pemilu ditunda 2024, maka ada 271 kepala daerah harus berhenti dan diganti dengan PJ. Orang suka salah sebut jadi Plt. Yang benar, sesuai istilah undang-undang, itu PJ. Tahun 2022, ada 101 kepala daerah yang habis masa periodenya. Termasuk Anies Rasyid Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Tahun 2023, ada 170 kepala daerah yang selesai masa tugasnya. Total 271. Mereka diberhentikan oleh undang-undang dan digantikan oleh PJ. PJ ditunjuk oleh Kemendagri Tito Karnavian. Untuk PJ Gubernur harus eselon 1, setingkat dirjen. Untuk bupati dan walikota bisa eselon 2 setingkat direktur. Gratis tidak untuk jadi PJ kepala daerah? Sesuai aturan, ya gratis. Prakteknya, ya kita gak tahu. Di belakang layar, seringkali ada layar. Itulah yang disebut dramaturgi. KPK harus awasi nih. Bagaimana dengan nasib kepala negara jika pemilu diundur? Ini berandai-andai saja. Karena ada yang ngebet, kebelet dan sangat ngotot supaya  pemilu diundur. Banyak drama, banyak aktor, banyak modus. Negara gaduh terus, gak berhenti. Apa presiden harus dihentikan setelah masa tugas lima tahun selesai, lalu ada PJ? Demi asas keadilan, ya harus berhenti. Masa tugas selesai, waktunya lima tahun sudah habis. Ini undang-undang dasar. Siapa yang akan menggantikan kekosongan posisi presiden? Ya PJ Presiden. Seperti para kepala daerah. Kalau ada PJ bupati, PJ Gubernur, maka ada PJ presiden. Dengan catatan, kalau oknum yang berupaya keras untuk tunda pemilu itu berhasil. Itu juga kalau tidak terjadi chaos, dan jadual pemilu justru malah bisa dimajukan tahun 2023. Siapa yang menunjuk dan ditunjuk jadi PJ presiden? Nah, ini yang repot. Jangan sampai MPR ambil alih. Itu namanya sidang MPR. Repot lagi kalau anggota MPR-nya juga PJ. Bagaimana juga dengan anggota DPR, DPRD dan DPD? Ya harus PJ juga. Masa bakti habis, ganti dengan PJ. Jadi, kalau sukses tunda pemilu, maka presiden dan semua anggota DPR, DPRD dan DPD harus PJ. Mereka pejabat sementara, sampai terpilih presiden baru, juga anggota DPR, DPRD dan DPD yang baru. Kita bisa bayangkan jika ada PJ presiden, PJ anggota DPR, DPRD dan DPD, ini seru. Negera ini menjadi negara PJ. Apalagi kalau ditunda pemilunya seumur hidup?  Makin seru lagi. PJ presiden harus beda dengan presiden pilihan rakyat. PJ presiden tidak boleh membuat UU, tidak boleh mengeluarkan kepres, perpu, dan sejenisnya. PJ presiden tidak boleh juga mengeluarkan instruksi perang, dan seteruanya. Kira-kira kacau gak negara ini? Undang-undang telah membatasi PJ kepala daerah melakukan mutasi terhadap anak buahnya, kecuali atas ijin mendagri. Eh, ijin mendagri sejak awal sudah dikeluarin. Diijinkan!lalu, apa gunanya batasan undang-undang itu ya? Kata \"kecuali\" mestinya dimaknai \"dharurat\". Bukan diobral. Tapi, ya sudahlah. Situasinya memang lagi seperti itu.  Para aktor yang menginginkan tunda pemilu, baik aktor intelektual yang selalu bersembunyi dan pura-pura menentang, dan aktor lapangannya yang lebih jujur dan vulgar, mereka gak paham risiko sosial-politik dan potensi chaos. Yang mereka tahu bagaimana cara melanggengkan kekuasaan dan jabatan. Mengabadikan akses untuk menikmati kekayaan negara. Itu saja yang ada di kepala mereka. Bodo amat dengan semua yang akan terjadi. Hancur hancur deh negara ini. Jakarta, 8 Maret 2023

Menteri Keuangan Tanggung Jawab Atas Korupsi Kolektif Pajak: Perusahaan Penyuap Tidak Tersentuh Hukum

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin) harus bayar pajak tahun 2016 sebesar Rp926,26 miliar. Tetapi, Bank Panin sepertinya “keberatan”, tidak mau bayar semua kewajibannya. Bank Panin mengutus seseorang bernama Veronika, pihak ketiga, untuk negosiasi dengan petugas pajak. Veronika minta kewajiban pajak Bank Panin diturunkan menjadi sekitar Rp300 miliar, dan berjanji akan memberikan fee kepada tim pajak sebesar Rp25 miliar. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ketika itu, Angin Prayitno Aji, menyetujui negosiasi tersebut. Angin Prayitno juga membuat “kebijakan” untuk bagi-bagi hasil korupsi dari pemeriksaan pajak, minta kepada para supervisor tim pemeriksa pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus juga melaporkan fee untuk pejabat struktural (direktur dan kasubdit) serta untuk jatah tim pemeriksa pajak. Pembagiannya, 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas direktur dan kepala subdirektorat, sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa. Artinya, korupsi pajak tidak dilakukan oleh satu tim pemeriksa saja, tetapi dilakukan bersama-sama, secara institusi. Hasil korupsi pajak kemudian dibagi-bagi kepada banyak pihak di internal DJP: korupsi berjamaah? Tidak heran banyak pegawai pajak yang mempunyai gaya hidup mewah, hasil dari korupsi pajak kolektif yang melibatkan semua tim pemeriksa dan kepala subdirektorat, di bawah naungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, atau bahkan DJP? Setelah uang korupsi dibagi-bagi, apakah tidak ada yang mengalir ke atas? Atau yang di atas pura-pura tidak tahu ada bagi-bagi uang korupsi? Angin Prayitno dan dua pegawai pajak lainnya tertangkap KPK, bersama penyuap Veronika. Kerugian negara mencapai Rp600 miliar hanya untuk satu kasus, PT Bank Panin. Angin Prayitno juga terlibat kasus suap pajak lainnya, yaitu PT Jhonlin Baratama dan PT Gunung Madu Plantations. Penyuap Veronika hanya dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta (subsider 3 bulan kurungan). Hukuman ini relatif sangat ringan. Tidak akan menimbulkan efek jera. Sedangkan pihak perusahaan penyuap yang bertanggung jawab, misalnya direksi Bank Panin, tidak tersentuh hukum. Korupsi pajak kolektif juga dapat dibuktikan pada kasus Gayus Tambunan sekitar 2010-2011. Tak kurang ada 27 nama yang terseret kasus Gayus dan menegaskan banyaknya pegawai pajak di DJP yang terlibat korupsi pajak. Kasus Rafael Alun hanya puncak gunung es. Rafael Alun tidak bisa bekerja sendiri atau hanya dengan beberapa pegawai pajak saja. Seluruh Tim pemeriksa dan kasubdit wajib diselidiki. Termasuk sampai ke atasannya yang tertinggi, yaitu Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan. Bukan saja di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga wajib diselidiki. Menurut info yang beredar di media sosial, kepala Bea Cukai Jogja juga mempunyai kekayaan fantastis, sampai ada pesawat pribadi. Apakah benar? Wajib diusut! (*)  

Rakyat Dukung Megawati Melawan Putusan Tunda Pemilu PN Jakpus

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) MEGAWATI, Ketua Umum PDI Perjuangan, secara konsisten menolak keras putusan tunda pemilu oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Banyak alasan kenapa harus menolak putusan PN Jakpus tersebut. Salah satunya, dan fatal, karena putusan PN Jakpus melanggar konstitusi, sehingga otomatis harus batal demi hukum. Karena tidak ada undang-undang atau putusan pengadilan yang lebih tinggi dari konstitusi. Tidak ada putusan pengadilan yang bisa mengubah konstitusi yang menyatakan pemilu wajib dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pemilu yang akan datang wajib dilaksanakan pada 2024. Pengadilan tidak bisa mengubah perintah konstitusi ini. Sikap Megawati, yang secara tegas menyatakan taat dan menghormati konstitusi, patut dipuji. Bahkan Megawati instruksikan kader PDIP mengawal jadwal pemilu 2024, dan tidak beri ruang untuk tunda pemilu (dan pilpres) 2024. Sikap tegas menolak penundaan pemilu mencerminkan sikap ksatria dari Megawati dan PDIP, yang siap bertarung dalam kontestasi pemilu dan pilpres lima tahunan, meskipun sampai saat ini PDIP belum mempunyai calon presiden. Rakyat sangat menghargai sikap ksatria ini. Sebaliknya rakyat mengecam sikap pengecut para pengkhianat yang mau menunda pemilu, para pengkhianat bangsa dan negara yang mau melanggengkan kekuasaan dengan merampok kedaulatan rakyat, merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap PDI-P yang menolak putusan tunda pemilu PN Jakpus yang melanggar konstitusi mendapat dukungan banyak pihak, termasuk dari partai pendukung pemerintah lainnya, Nasdem dan Gerindra. Usai pertemuan Nasdem dan Gerindra di Hambalang, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menyatakan menolak penundaan pemilu.  Partai “oposisi”, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelumnya juga sudah menyatakan menolak putusan tunda pemilu PN Jakpus. Susilo Bambang Yudhoyono, mantan presiden dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat mencium aroma tidak sedap atas putusan PN Jakpus yang di luar akal sehat. PKS yang belum lama mendapat kunjungan dari Dubes AS untuk Indonesia sangat konsisten membela konstitusi dan demokrasi untuk kepentingan bangsa dan negara. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sudah berkoalisi dengan Gerindra, nampaknya juga siap menghadapi pemilu. Kalau PKB ikut gerbong lima partai yang menolak penundaan pemilu, dan siap mengikuti kontestasi pemilu 2024 sesuai jadwal, maka total jumlah kursi yang menolak penundaan pemilu menjadi 427 kursi, atau 74,26 persen dari total kursi DPR yang berjumlah 575. Di mana posisi Golkar, PAN (Partai Amanat Nasional) dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang belum bersuara terhadap putusan tunda pemilu PN Jakpus pelanggar konstitusi? Sebelumnya, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sempat menyuarakan perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi. Di lain sisi, komentar presiden Jokowi terkait putusan tunda pemilu PN Jakpus yang melanggar konstitusi dinilai tidak tegas dan mengecewakan. Ekspektasi masyarakat, Jokowi seharusnya mengecam segala upaya yang tidak konstitusional, seperti yang disampaikan oleh Megawati. Apakah putusan tunda pemilu PN Jakpus konstitusional? Apakah dengan mendukung KPU banding atas putusan PN Jakpus tersebut berarti sama saja mengakui bahwa putusan tunda pemilu adalah sah?  Kalau pengadilan boleh memutuskan perkara dengan melanggar konstitusi, negara ini dalam bahaya, dan tinggal menunggu kehancuran. Jokowi hanya menyampaikan, putusan PN Jakpus kontroversial, timbulkan pro dan kontra. Pertanyaannya, siapa yang pro melanggar konstitusi? Kebanyakan rakyat Indonesia juga menolak putusan tunda pemilu, yang kali ini menggunakan tangan PN Jakpus yang melanggar konstitusi.  Rakyat bersama partai politik memastikan pemilu 2024 wajib dilaksanakan. (*)

Baguslah Prabowo Siap Bertarung Lawan Anies

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  SETELAH Surya Paloh berkunjung ke kediaman Prabowo dan mendiskusikan soal Capres 2024, keduanya sepakat untuk bertarung dengan Calon Presiden masing-masing. Ajakan agar Prabowo dapat bergabung meski tidak berhasil. akan tetapi kewajiban moral Surya Paloh kepada sejawat Partai Koalisi pendukung Pemerintahan Jokowi telah dilakukan.  Prabowo yakin akan kekuatannya, mungkin masih terbuai hasil \"survey-survey\". Ia berniat untuk maju terus meski belum terlihat dukungan nyata di akar rumput. Berbeda dengan Anies Baswedan yang secara signifikan mendapat dukungan luas, termasuk juga dari mantan pendukung Prabowo dahulu.  Jika nanti hanya ada dua pasang Capres Prabowo melawan Anies Baswedan maka diprediksi Prabowo akan kalah. Jika ada tiga pasangan yang bertarung, maka sangat mungkin Prabowo akan tersingkir dini. Apabila masih berharap ditarik jadi Menteri lagi, maka itu tanda bahwa urat malu telah hilang.  Taruhlah Istana, baca Jokowi, saat ini pro pada Prabowo dan Anies harus dibabat habis. Lalu disain 2019 dipasang kembali, dengan operasi khusus untuk mengubah wajah kalut kalah menjadi sumringah karena Tim IT sukses mengotak-atik angka. Prabowo yang saat itu berstatus sebagai korban berubah menjadi pelaku.  Hanya saja ada hal penting yang bakal menjadi persoalan serius yaitu bahwa Surya Paloh yang dahulu turut sumringah oleh otak atik angka itu tentu telah sangat faham akan \"ramuan dapur\" permainan. Artinya tidak mudah untuk bermain dengan modus serupa.  Prabowo tidak menyodorkan Sandiaga Uno,  karenanya tidak ada pasangan Anies-Sandi. Sebagaimana publik ketahui bahwa di samping Prabowo sudah \"tanggung\" mau maju sendiri sebagai Capres, juga Sandiaga Uno semakin luntur warnanya. Ambisi politiknya membawa Uno merapat ke PPP. Meskipun demikian menurut Pabowo, Sandi masih akan patuh pada kebijakan Partai Gerindra.  Peta pasangan Capres/Cawapres yang akan berkompetisi pada Pemilu 2024 tetap belum jelas. Penjajagan yang terus menerus dilakukan antar partai politik juga menggambarkan adanya kegalauan. Hal ini sekaligus menunjukkan buruknya sistem Pilpres kita saat ini. Rakyat hanya menonton dan diajak untuk menebak-nebak. Sementara partai politik sibuk mengubah-ubah kotak puzzle. PT 20 % menjadi sumber dari penyakit.  Surya Paloh tetap berbaik-baik dengan Prabowo. Meski akhirnya masing-masing membawa agenda sendiri. Paloh untuk Anies sedangkan Prabowo untuk dirinya sendiri. Paloh menjadi \"king maker\" sedang Prabowo \"to make King himself\". Sebenarnya dukungan penuh Jokowi kepada Prabowo diragukan, bisa saja Jokowi sedang mengadu Prabowo dengan Anies untuk yang ia perkirakan akan berebut konstituen yang sama. Jokowi sendiri menyiapkan pasangan ketiga yang akan diperjuangkannya entah Ganjar-Erick atau lainnya.  Jika kompetisi berjalan fair maka Anies Baswedan akan memenangkan pertarungan dan menjadi Presiden pengganti Jokowi. Siapapun lawannya dalam Pilpres. Kalkulasi sedang berpihak padanya. Rakyat sendiri sudah ingin adanya perubahan dan ini artinya era Jokowi tamat. The End.  Bandung, 8 Maret  2023

Panggung Politik Karya Luhut

Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) MENKO Marves Luhut Binsar Panjaitan adalah tokoh \"luar biasa\". Panggung politik nasional yang tersaji di depan kita hari ini adalah karyanya. Peran Jokowi pun diatur oleh jenderal purnawirawan orde baru ini. Kebetulan Jokowi menikmatinya meskipun harus merelakan kekuasaannya pada Luhut. Toh, menurut anggapannya, semua yang dilakukan Luhut akan bermuara pada kepentingan dan kemuliaannya. Sebagai sutradara, setiap aktor di atas panggung hanya berakting sesuai arahan Luhut. Kasarnya mereka adalah aktor-aktor ciptaannya. Prabowo, Ganjar, Muhaimin, Zulhas, dan Airlangga Hartarto, tak punya daya untuk berimprovisasi. Mengapa demikian? Jawaban sederhana adalah Luhut ingin menguasai panggung selama mungkin, kalau bisa seumur hidup. Kekuasaan adalah kenikmatan tiada tara yang sudah lama diimpikan Luhut  dan kini sudah ada dalam genggamannya. Sejatinya panggung ini milik rakyat, yang dipercayakan kepada Jokowi untuk mengelolanya. Sayang, rakyat memberikan wewenang kepada orang yang salah. Panggung ini terlalu besar dan megah untuk dikelola seorang Jokowi yang tak punya kapasitas ilmu, moral dan intelektual untuk itu. Tapi karena pengelola panggung adalah orang yang mendapat penghormatan tinggi dari rakyat -- yang mengira mereka akan hidup adil dan lebih sejahtera dituntun Jokowi -- ia terima mandat itu. Toh, nantinya ia akan delegasikan kepada pembantunya yang banyak akal. Juga banyak niat. Dialah Luhut, pensiunan perwira tinggi yang dilatih untuk membunuh musuh. Kecuali PDI-P, Nasdem, Demokrat, dan PKS, sisa lima lagi parpol parlemen (Gerindra, PKB, PAN, PPP, dan Golkar) berada dalam genggaman Luhut. Dia, meskipun yang tak punya partai, terbukti mampu mengendalikan  pemimpin parpol-parpol ini. Bahkan, Nasdem dan PKS pun -- kendati mandiri -- tak bisa sebebas-bebasnya bermanuver karena harus memperhitungkan kemungkinan respons Luhut. Toh, Nasdem khususnya adalah parpol koalisi pendukung \"pemerintahan Luhut.\" Terbata-batanya Nasdem, Demokrat, dan PKS membangun koalisi -- yang hingga hari ini belum mantap -- tak bisa lepas dari pengaruh Luhut. Sepanjang yang kita ketahui, Nasdem dan PKS dirayu, ditekan, bahkan mendapat ancaman dari Luhut untuk tidak mencapreskan Anies Baswedan. Beruntung Paloh gigih menolak masuk dalam permainan Luhut. Hubungan Paloh-Luhut memang tak harmonis. Bahkan sejak awal dia meminta Jokowi tidak memasukkan Luhut ke dalam kabinet. Kesulitan PDI-P, yang hingga hari ini belum juga menetapkan capres yang diusung, tak juga bisa dipisahkan dari realitas panggung politik nasional ciptaan Luhut. Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Gerindra-PKB) yang mestinya menjadi habitat politik yang nyaman bagi PDI-P karena kesamaan visi dan misi tak dapat didekati PDI-P karena ada tangan Luhut di sana. Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar adalah orang-orang Luhut. Kalau Prabowo harus patuh pada Luhut untuk memungkinkannya bertahan di kabinet dan berharap mendapatkan dukungan Jokowi bagi pencapresannya, Cak Imin adalah pasien rawat jalan karena tersandera kasus korupsi. Sementara Luhut adalah musuh besar Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri sejak lama. Sebagaimana Paloh, Mega pun menentang keinginan Jokowi merekrut Luhut ke dalam kabinetnya sejak awal pembentukan kabinet pada 2014. Luhut adalah sahabat bisnis Jokowi sejak Jokowi masih menjabat Walikota Solo. Penentangan Mega dan Paloh terhadap Luhut mengisyaratkan dua hal. Pertama, mereka sangat mengenal watak Luhut yang sangat ambisius. Kedua, mereka tak percaya Jokowi yang lemah dapat mengendalikannya. Di kemudian hari, apa yang ditakutkan keduanya jadi kenyataan. Karena sangat bergantung pada visi dan otaknya, Luhut menjadi penguasa sesungguhnya di pemerintahan Jokowi. Menteri-menteri PDI-P dan Nasdem pun tak berkutik di hadapannya. Kebencian Mega terhadap Luhut kian mengkristal karena Jokowi ternyara lebih patuh pada Luhut ketimbang dirinya. Lebih sial lagi, teater politik nasional hari ini tak berpihak pada PDI-P. Kalau saja partai ini punya aspiran capres sendiri dengan elektabilitas tinggi, mungkin saja ia mencapreskan kadernya tanpa perlu berkoalisi dengan parpol lain yang, di luar Nasdem, Demokrat, dan PKS, telah dicemari tangan Luhut. Sementara faktanya, elektabilitas Puan Maharani, yang sudah lama dipersiapkan Mega untuk kelak menduduki jabatan RI1 atau RI2, hingga kini masih jeblok. Padahal, waktu untuk meningkatkan elektabilitasnya tinggal sedikit. Sebenarnya PDI-P punya kader populer dan konsisten berada di tiga besar sebagai aspiran capres bersama Prabowo dan Anies. Namun, lagi-lagi Ganjar adalah orang Jokowi (baca: Luhut). Karena merupakan pasien tersandera rawat jalan sebagaimana Cak Imin, Hartarto, dan Zulhas, Ganjar semua  berada di bawah ketiak Luhut. Sekiranya ia jadi presiden, di mata PDI-P akan terjadi deja vu: pengalaman dengan pemerintahan Jokowi yang dikendalikan Luhut akan terulang kembali.  Ganjar akan juga merekrut Luhut ke dalam kabinetnya sebagai jasa balas budi. Inilah yang menjelaskan mengapa PDI-P bukan saja menjauhi Ganjar, tapi juga membunuh karakternya. Bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) juga tak memungkinkan karena koalisi ini milik Luhut. Dialah yang membentuknya. KIB yang digadang-gadang akan mencapreskan Ganjar, sehingga diharapkan akan memaksa PDI-P bergabung ke dalamnya, gagal total. Tanpa dukungan PDI-P, nilai jual KIB bersama Ganjar tidak signifikan. Kalau PDI-P bersedia bergabung dengan KIB asalkan kader partai itu --  di luar Ganjar -- menjadi capresya (misalnya, Puan), syarat ini tidak akan diterima karena di luar Ganjar PDI-P tak punya kader potensial untuk memenangkan pilpres. Sepintas tampak Luhut di mana-mana. Namun, terbukti kemudian, Luhut tak sepenuhnya menguasai panggung karena ia tak mengendalikan Paloh. Luhut tak berpikir pentingnya mengendalikan Paloh mungkin karena dia sudah merasa aman, selain tak mudah menundukkan tokoh ini tentunya. Ia tak membayangkan suatu hari Paloh akan berpaling ke Anies, yang pada pilgub DKI Jakarta 2017 Nasdem mendukung Ahok, bukan Anies. Terlebih, sebelumnya Nasdem yang memiliki media arus utama ikut mengamplifikasi Anies sebagai pengusung politik identitas. Nasdem tak punya pilihan lain karena Anies satu-satunya aspiran capres potensial yang berada di luar orbit Luhut. Pada saat yang sama, setelah lima tahun memimpin Jakarta, tuduhan politik identitas tidak terbukti sama sekali. Kinerja Anies di Jakarta malah sangat mengesankan. Dia pun menjadi pemimpin yang masyhur di seluruh Indonesia dan disambut komunitas internasional. Duet Luhut-Jokowi dalam menekan Paloh untuk membuang Anies hingga hari ini tidak berhasil. Tidak seperti Nasdem, ruang manuver PDI-P tak banyak karena kesalahannya sendiri, yakni  mengharamkan berkoalisi dengan Demokrat dan PKS berdasarkan pada alasan yang sumir dan trivial. Tak heran, Mega menentang Demokat dan PKS masuk ke dalam parpol koalisi pendukung pemerintahan Jokowi. Bagaimanapun, kesalahan Mega ini kini terbukti secara tidak sengaja membuat skenario  Luhut tidak bisa berjalan sempurna. Dengan menjadi oposisi, Demokrat dan PKS tidak dikendalikan Luhut. Panggung politik settingan Luhut  yang cacat, kesalahan sendiri yang dibuat Mega, dan kepiawaian Paloh memainkan jurusnya, menghadirkan drama politik nasional yang menegangkan, yang berpotensi menjadi bumerang bagi Luhut. Ketidaksempurnaan settingan Luhut inilah yang kini kita lihat bagaimana ia berusaha memperpanjang masa jabatan presiden, yang diikuti berbagai usaha menjegal Anies. Lagi-lagi Luhut belum atau mungkin tak akan pernah berhasil karena upaya pertama dihadang Mega, sementara usaha kedua dimentahkan Paloh. Bagaimana akhir kesudahan drama ini? Tidak ada seorang pun yang tahu. Bahkan Luhut, Mega, dan Paloh pun tak tahu. Penyebabnya, karena ada faktor penentu yang tidak mereka kuasai:  rakyat. Aspirasi rakyatlah yang berperan mengendalikan batas-batas ruang manuver mereka. Politik nasional masih dinamis. Tapi ruang manuver Mega menjadi lebih sempit dengan ketiadaan aspiran capres yang menjanjikan. Peluang Luhut sebagai bidan yang akan melahirkan pemerintahan mendatang dengan bayi yang diharapkannya juga menyempit. Sebaliknya, situasi dan kondisi ini rupa-rupanya menguntungkan Anies. Kalau nanti Koalisi Perubahan tetap mantap pada komitmen mengusung Anies hingga hari pendaftaran capres-cawapres, sedangkan koalisi parpol lain muncul dengan aspiran capres yang kini digadang-gadang, kemenangan Anies berada di depan mata. Tetapi harus tetap diingat bahwa Luhut adalah politisi yang banyak akal, powerful, dan nekat. Dua adalah orang yang tak siap menghadapi kekalahan karena itu akan dilihat sebagai pukulan pada harga dirinya. Artinya, penundaan pemilu dan penyingkiran Anies bisa saja terjadi. Turbulensi sosial-politik yang mungkin tercipta sebagai akibatnya justru bisa merupakan hal yang diinginkan Luhut untuk menjustifikasi pembatalan pemilu. Tangsel, 5 Maret 2023

Ada 39 Pejabat Kemenkeu Rangkap Jabatan BUMN

Ada pejabat yang rangkap jabatan dalam 2 tahun penghasilannya Rp 64,300.000.000,- (Rp 64,3 M), gaji per bulan Rp 680,6 juta, dan tantiem Rp 17, 9 Milyar (data 2022). Oleh Agustinus Edy Kristianto Beberapa hari lalu—selepas status saya meluncur—ada yang usul supaya saya membuat daftar pejabat Kemenkeu yang rangkap jabatan komisaris BUMN/anak perusahaan BUMN. Syukurlah, Seknas FITRA telah membuatnya. Tercatat ada 39 pejabat eselon I dan II Kemenkeu merangkap jabatan komisaris BUMN/anak perusahaan BUMN.  Rangkap jabatan berarti rangkap penghasilan dan itu juga terjadi di kementerian/instansi lain. Banyak, apalagi bagi para pemandu sorak di sekeliling Menteri BUMN.  Masalah yang awalnya dari soal Rafael Alun dan bocah kejinya itu kini merembet jauh. Ada soal kesenjangan sosial, dugaan KKN, buruknya tata kelola pemerintahan, degradasi moral-pendidikan anak, absennya integritas dan teladan pemimpin—meski beberapa orang masih begitu pandir berpikir itu hanyalah semata iri atas rezeki orang dan tetap mengelu-elukan pejabat! Presiden Jokowi saja cuma bicara jangan pamer. Dia tidak bicara nilai, teladan, jangan korupsi dst. Dia tak perintahkan perubahan sistemik supaya pejabat korup sulit bergerak bebas. Dia tak beri sinyal akan adanya perubahan regulasi supaya birokrasi lebih bersih. Dia tak bicara ikan busuk mulai dari kepala, oleh sebab itu pimpinan harus bersih terlebih dahulu sebelum menghajar bawahan—bukan berarti kita toleran terhadap ikan sedang macam Rafael dkk, ini juga perlu dihajar soal kekayaannya. Saya mau fokus di kepala ikan. Jangan sampai kepala yang busuk tiba-tiba seolah pahlawan reformasi birokrasi. Kita masuk dari soal rangkap jabatan yang telah dibuka oleh FITRA itu. Dalam wawancara eksklusifnya dengan Tempo, Menkeu sudah berkomentar tentang rangkap jabatan itu. Saya lihat dia juga bingung sendiri mau bilang apa. Satu sisi dia bilang alasan pejabat Kemenkeu rangkap komisaris BUMN adalah karena pemerintah sebagai pemegang saham utama BUMN, tapi di sisi lain dia juga mempertanyakan alasan itu.  Ya, mau bagaimana lagi, presidennya saja tidak peduli soal rangkap jabatan begitu apalagi berinisiatif melarangnya demi tata kelola pemerintahan dan BUMN yang lebih baik. Apalagi pembantunya—padahal kalau mau dirunut, dulu Menkeu ini begitu kondang antikorupsi sampai dibuat profilnya di BBC karena sikapnya menentang rangkap jabatan. Bahkan KPK saja cuma memberikan ‘permakluman’ bahwa pejabat yang kaya itu bukan berarti pasti korupsi melainkan mereka juga ada penghasilan tambahan seperti menjadi komisaris BUMN.  Padahal, JUSTRU itu masalahnya, hadeuh! Jika masyarakat mempersoalkan, paling dianggap sebatas keberisikan. Banyak dalih untuk berkelit: aturan tidak melarang, yang penting kinerjanya bukan rangkapannya, bahkan jika kita persoalkan daftar hadir rapat-rapat dekom pun, bisa jadi tanggal dibuat mundur supaya yang tidak hadir bisa dibuat seolah hadir.  Aturan bisa dibuat. Administrasi bisa direkayasa. Congor di media bisa dibeli. Iklan yang bagus-bagus bisa disebar.  Tampilan religius bisa dibuat. Tapi ingat rasa ketidakadilan itu tumbuh di masyarakat. Kesenjangan sosial itu ada. Ketidakpuasan itu nyata.  Para pejuang kemerdekaan Indonesia tidak mati demi negara yang pada akhirnya cuma menyejahterakan segelintir pejabat kayak sekarang. Saya kasih ilustrasi bagaimana caranya menyejahterakan pejabat dengan rangkap jabatan itu, termasuk pada saat pandemi, ketika banyak dari kita kesusahan! Saya pilih acak sebagai contoh Dirjen Kekayaan Negara RS. Ia diangkat sebagai Komisaris Bank Mandiri lewat RUPS-LB 12 Agustus 2019 dan efektif sejak 12 Februari 2020. Pada 2017-2019, ia Komisaris PLN. Di Mandiri, ia menggantikan pejabat Kemenkeu juga yang pindah jadi Komisaris BNI. Selama periode 2020-2022 (3 tahun),  jumlah komisaris Bank Mandiri 10 orang. Banyak pula yang merangkap jabatan sebagai staf khusus presiden/wapres, deputi Setkab, Deputi Kementerian BUMN, Kepala BPKP dst.  Kalau baca berita, alasannya sedap betul. Intelektual banget. Misalnya, mengapa RS diangkat sebagai komisaris adalah untuk mengantisipasi adanya gejolak ekonomi global terhadap bisnis Bank Mandiri.  Mules banget baca alasannya itu. Orang juga tahu jabatan itu basah. Banyak lho orang ditawari jadi dubes tidak mau dan lebih menyasar komisaris BUMN.  Apa sebabnya? Duit! Seorang komisaris punya tiga jenis pendapatan: gaji dan tunjangan, bonus dan tantiem, serta imbalan kerja jangka panjang. Porsi terbesar adalah bonus dan tantiem itu (bisa lebih dari 80%), apalagi di BUMN sekelas Bank Mandiri. Saya sudah cek laporan keuangan BMRI 2020-2022 (selama RS merangkap jabatan) dan menemukan total penghasilan RS dari jabatan komisaris itu sebesar Rp64,3 miliar. (Per 2021, LHKPN RS tercatat sebesar Rp53,3 miliar. Tahun 2022 batas akhir pelaporan pada 31 Maret 2023).  Tahun 2020, gaji dia di BMRI sebesar Rp538,5 juta/bulan, bonus dan tantiemnya Rp11,6  miliar. Tahun 2021, gaji dia Rp612 juta, bonus dan tantiemnya Rp11,08 miliar. Tahun 2022, gaji dia Rp680,6 juta, bonus dan tantiemnya Rp17,9 miliar. Dengan penghasilan sebesar RS di BMRI itu, dia bisa pegang rata-rata Rp21 miliar/tahun atau sekitar Rp1,7 miliar/bulan. Pamer sampai mampus pun bisa—tentunya setelah dipotong proposal-proposal permintaan dana dari patron politiknya yang membantunya meraih jabatan itu. Artinya, dari bonus dan tantiem doang, dia dapat Rp40,65 miliar selama tiga tahun. Lantas, sebagai eselon I, dia masih dapat tunjangan kinerja (tukin) Rp90 jutaan/bulan.  Kalau segini dapatnya, gaji sebagai PNS tak perlu dihitung. Buat beli lato-lato saja, ibaratnya.  Bahkan RS itu masih punya harta juga berupa 553.200 lembar saham BMRI. Saat ini saham BMRI Rp10.050/lembar. Berarti total nilai saham yang dia punya Rp5,5 miliar. Sudah rangkap jabatan, jadi investor pula (artinya dapat dividen dan untung dari kenaikan nilai saham). Dari mana asalnya bonus dan tantiem? Darimana bank dapat laba? Dari bunga yang dibebankan ke nasabah/debitur—masyarakat! Mengapa selama pandemi, bank makin untung? “Ternyata perbankan memainkan spread (selisih) suku bunga kredit dan suku bunga dana sehingga NIM (Net Interest Margin) menjadi stabil. Saat volume penyaluran kredit menurun, perbankan cenderung memperbesar spread antara suku bunga kredit dan suku bunga dana untuk mempertahankan level NIM.” (Kompas, 15 Februari 2023). (Anda baca sendiri saja beritanya supaya memahami kenapa bank selalu untung jumbo, bahkan tanpa perlu sentuhan pejabat Kemenkeu sebagai komisaris) Terbukti, kan, pandemi tidak berpengaruh terhadap penghasilan pejabat. Mereka makin kaya: gaji jalan, tantiem jalan, imbalan lain jalan, tukim jalan, investasi saham jalan.  Masalahnya apa untungnya buat masyarakat umum dengan adanya PNS eselon I merangkap komisaris di BMRI itu? Tidak ada! Minimal tidak pantas dihargai penghasilan miliaran rupiah. Halo, Presiden Jokowi. Laranglah rangkap-rangkap jabatan seperti di atas dalam segala bentuknya. Itu soal SEPELE, cuma soal harta dan tahta, bukan masalah luhur seperti perintah kitab suci, keyakinan ilahi, kehidupan kekal setelah mati, kebahagiaan rohani di surga.  Katanya situ orang baik.  Lihat itu di Lampung ada anak SD menangis di makam bapaknya karena sedih dagangan kuenya belum ada yang laku. Sementara pejabat tidak malu makan duit miliaran karena rangkap jabatan di negara pedih begini. Salam Lato-Lato. Sumber: Facebook Agustinus Edy Kristianto