OPINI
Menurut Mahfud, Kementerian Keuangan Terlibat Pencucian Uang Selain Korupsi
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) MENKO Polhukam (Politik, Hukum, dan Keamanan) Mahfud MD mengatakan ada pergerakan uang mencurigakan di Kementerian Keuangan khususnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Jumlahnya sangat fantastis, lebih dari Rp300 triliun, diduga terkait kasus pencucian uang. Informasi tersebut berasal dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), yang sudah menyerahkan tidak kurang dari 200 berkas laporan kepada Kementerian Keuangan sejak 2009-2023. Laporan dugaan pencucian uang yang begitu besar nampaknya hanya didiamkan saja, dipetieskan, oleh Kementerian Keuangan. Membuat kejahatan keuangan tersebut semakin lama semakin membesar. Kemarin, Jum’at, 10/3/23, Mahfud bertemu dengan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Usai pertemuan tersebut, Mahfud memberi pernyataan cukup aneh. “Pencucian uang jauh lebih besar dari korupsi”. Sepertinya, Mahfud sedang membentuk opini, bahwa uang Rp300 triliun yang beredar di lingkungan pegawai Kementerian Keuangan, yang diduga terlibat pencucian uang, tidak semua berasal dari korupsi pajak di Kementerian Keuangan. Pernyataan Mahfud sangat bahaya bagi bangsa Indonesia, seperti ada pesan mau melindungi, bahkan menutupi, mega skandal kasus korupsi kolektif penerimaan pajak di Kementerian Keuangan. Karena, pertama, bagaimana Mahfud bisa tahu bahwa dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan senilai Rp300 triliun tersebut bukan berasal dari hasil korupsi pajak? Apakah artinya Mahfud sudah tahu berapa besar korupsi yang dilakukan oleh pegawai pajak dan pegawai bea dan cukai? Kalau tahu, harap data jumlah korupsi tersebut dibuka kepada publik. Kalau tidak tahu, sebaiknya Mahfud jangan bicara bahwa pencucian uang di Kementerian Keuangan hanya sedikit yang terkait korupsi. Karena pendapat seperti ini hanya pendapat spekulatif untuk membentuk opini, mau mengecilkan mega skandal yang terjadi di DJP dan DJBC. Perlu diingat, korupsi kolektif di DJP dan DJBC merupakan kejahatan korupsi penerimaan pajak secara terstruktur dan kolektif, dilakukan bersama-sama dengan melibatkan banyak pihak di internal DJP dan DJBC, dan sudah berlangsung sejak lama. Dampak korupsi kolektif penerimaan pajak ini sangat buruk. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB turun, membuat utang pemerintah naik pesat, subsidi berkurang, harga BBM dan tarif listrik naik, dan pada akhirnya membuat jumlah rakyat miskin bertambah, dan pemberantasan kemiskinan gagal. Seharusnya Mahfud jangan membentuk opini, tetapi memastikan penyelidikan dan penyidikan korupsi dan pencucian uang di lingkungan Kementerian Keuangan dapat dilaksanakan secepatnya. Kedua, kasus pencucian uang selalu berasal dari uang hitam (ilegal), seperti korupsi, judi ilegal, narkoba, dan sejenisnya, untuk diputihkan (dibuat seolah-olah legal). Kalau dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan bukan berasal dari korupsi pajak, apakah artinya pegawai Kementerian Keuangan terlibat aktivitas ilegal lainnya, misalnya judi, narkoba, human trafficking, atau pelacuran? Kalau benar seperti itu, betapa rusaknya akhlak pegawai Kementerian Keuangan khususnya DJP dan DJBC, sehingga seluruh direktorat harus dibersihkan secepatnya untuk menyelamatkan bangsa ini. (*)
Negara, Pajak dan Revolusi Mental Jokowi
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan - Sabang Merauke Circle CERITA Revolusi Mental Jokowi semakin hari semakin sirna. Pejabat rezim Jokowi yang rusak mentalnya semakin meluas dan parah. Setelah kasus Jenderal Sambo dan Jenderal Teddy Minahasa yang membuat bobrok citra kepolisian, lalu muncullah skandal mafia hukum hakim agung yang memalukan. Namun, sekarang ini isu bergeser ke arah yang lebih besar, yakni skandal perpajakan, yang dimulai dari kebongkarnya harta kekayaan Rafael Alun, pejabat pajak, yang berlimpah ruah. Mahfud MD yang semakin kemari semakin militan membongkar kejahatan di lingkungan pemerintahan mengeluarkan jejak kejahatan di kementerian keuangan, khususnya dibidang pajak dan bea cukai. Setelah kasus Rafael mencuat, Mahfud MD langsung mengangkat isu 69 pegawai pajak yang melakukan transaksi mencurigakan selama ini, pencucian uang. Tidak berhenti sampai di situ, Mahfud kembali mengungkap berita dahsyat, bahwa terjadi transaksi gelap mencurigakan sebesar Rp. 300 Triliun di kementerian keuangan. Terkait skandal 300 T ini, Bloomberg menuliskan berita \"A $20 Billion Tax Scandal Tarnishes Indonesia\'s Anti Graft Push\", 10/3/23. Dalam berita ini disebutkan bahwa skandal pajak ini bernilai sebesar Rp. 300 Triliun. Skandal ini sebenarnya sudah terjadi sejak 2009, tentunya ketika Sri Mulyani juga Menteri Keuangan saat itu. Apakah benar skandal 300 T ini? Sri Mulyani berusaha menolak fakta tersebut. Dalam berita di media Kamis kemarin, ketika Sri dalam perjalan ke Solo untuk sidak kantor pajak bersama Jokowi, menjelaskan ke publik bahwa dia tidak menemukan angka 300 T dari surat PPATK kepada dia. Tentu saja perdebatan Mahfud dan Sri Mulyani membutuhkan waktu apakah ada Hoax atau fakta pada skandal ini. Sebelum isu 300 T, Sri Mulyani mengatakan peristiwa pajak ini adalah \"disaster\". Sambil meneteskan air mata, dalam sebuah acara TV, merujuk Bloomberg di atas, disebutkan \"In one interview, she shed tears while pledging to investigate the issue thoroughly. \'What we need and must do is make sure that we do our best. Sometimes even the best is not always enough to withstand a disaster,\' she said\". Ya, maksudnya bencana besar telah melanda kantor kementerian keuangan. Kecaman datang bertubi-tubi ke Sri Mulyani dan jajaran kantor pajak dan bea cukai. Mereka dianggap mengkhianati kepercayaan publik. Jika dahulu pada kasus \"Gayus Tambunan\", pejabat pajak eselon 3 yang menjadi mafia pajak, dianggap \"oknum\", maka kasus Rafael dan 69 pegawai lainnya, serta kasus \" 300 T\" ini bukanlah oknum. Ini pekerjaan berjamaah. Terlalu banyak yang terlibat. Mereka merupakan contoh gagalnya pembinaan Revolusi Mental Jokowi secara total. Karena ini skala \"disaster\", pantas mantan ketua umum Nahdatul Ulama mengancam untuk memaklumatkan boikot pajak. Pantas nitizen mulai membicarakan boikot pajak. BBC Indonesia pada 27/3/23 dalam judul berita \" Rafael Alun: Seruan Boikot Meluas, Penerimaan Pajak Diperkirakan Menurun Turun\", mengungkapkan \"Sejumlah wajib pajak orang pribadi menyatakan kepada BBC Indonesia ogah melaporkan pajak tahunan setelah kasus Rafael Alun Trisambodo terkuak.\" Bahaya mengancam Indonesia ditengah perekonomian yang buruk, inkom negara diperkirakan hancur-hancuran. Bagaimana membuat ada jalan keluar? Negara dan Pajak Negara tidak akan pernah ada jika tidak ada uang untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pemerintah butuh biaya untuk mengatur upaya-upaya kemakmuran bersama. Dalam negara berbasis Islam, uang dipungut dalam bentuk Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). Membayar Zakat sifatnya obligasi, sedangkan infak dan sedekah bersifat sukarela. Semua uang itu dikumpulkan dalam Baitul Maal. Di negara barat, uang dikumpulkan melalui pajak. Pajak dikenakan pada individual maupun korporasi. Jenis pajak bervariasi, seperti pajak penghasilan, pajak restoran, pajak pertambahan nilai, pajak warisan, pajak lingkungan dan lain sebagai. Uang ini akan dianggarkan dalam rencana pembelanjaan negara. Soal pajak ini, secara filosofis sebagian orang menuduh pemerintah mencuri (theft) uang rakyat, karena rakyat bekerja keras, sedangkan pemerintah hanya menarik uang mereka, bahkan dengan paksa. Hal ini khususnya dirasakan kalangan liberal/konservatif, yang merasa bahwa kekayaan mereka adalah semata-mata karena kerja keras individual mereka, tidak ada urusan negara. Kelompok lainnya melihat dari sisi berbeda. Mereka melihat justru uang yang diambil dari rakyat itu, pajak dan lainnya, justru dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang ideal, harmonis dan bahagia. Tax Justice Network, sebuah LSM di Inggris, dalam websitenya, \"What are the four \'RS\' Of tax?\", mengatakan ada 4 R yang penting dari pajak untuk kebaikan, yakni 1) Revenue, pendapatan untuk membiayai pelayanan umum dan ,infrastruktur. 2) Redistribusion, redistribusi kekayaan negara dan bangsa untuk tercapainya keadilan. 3) Repricing, yakni mengontrol harga untuk mengendalikan hal-hal buruk buat kepentingan umum, seperti rokokt dan emisi karbon. 4) Representation, yakni membangun masyarakat demokratis. Pejabat komisioner IRS di Amerika selalu berada dalam tekanan tarik menarik dalam melayani pajak untuk keperluan perang dan keadilan rakyat versus pajak untuk melayani orang-orang kaya. Namun, umumnya pejabat pajak tidak terlibat dalam skandal kejahatan memperkaya diri mereka. John Konsinen, mantan komisioner IRS di era Obama dan Trump, misalnya, mendapatkan tekanan berupa resolusi impeachment dari pihak Republikan, karena dianggap terlibat menginvestigasi harta orang-orang kaya. Sebaliknya, mendapatkan tekanan dari partai Demokrat agar menyelesaikan pembebasan pajak bagi semua lembaga sosial dan lembaga amal. Tekanan ini merupakan persoalan tarik menarik ideologis, bukan seperti Rafael dan kawan-kawannya di Indonesia, yang memperkaya diri secara rakus. Dalam sejarah Islam, urusan negara dan Zakat juga merupakan hal yang rumit. Pejabat negara berhak atas uang Baitul Mal, tapi moralitas hostoris yang diperlihatkan para Khalifah begitu ketat sekali. Pemimpin Islam tidak boleh memperkaya diri dari uang Zakat itu. Bahkan, dikisahkan Kalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq mengembalikan uang Baitul Maal yang pernah dia pakai selama berkuasa. Meskipun itu hak dia. Reformasi Institusi Pajak Sri Mulyani tidak boleh berandai-andai bahwa dia dapat menyelesaikan masalah ini. Disaster tidak bisa diselesaikan dengan pencitraan. Sri bersama Jokowi sidak kantor pajak di Solo, akan sia-sia. Kepercayaan publik berada di titik nol. Bahkan, minus pada Sri Mulyani dan kantor pajak. Sebab, yang terjadi adalah sebuah perilaku yang membudaya, di elit kantor pajak dan cukai tersebut. Ini masalah kebobrokan mental. Dan ini telah melukai ribuan pegawai pajak yang baik dan pekerja keras. Benar memang itu segelintir elit dalam struktur pegawai pajak. Namun, segelintir itu terlalu banyak dan terlalu berkuasa. Perlu reformasi total secara cepat dan tepat. Yang perlu dilakukan adalah, Pertama, Jokowi harus memisahkan kantor pajak dan bea cukai dari kantor kementerian keuangan. Isu ini memang isu lama, sejak masa reformasi. Tapi sekarang urgent. Kantor pajak dan Bea Cukai harus menjadi badan sendiri yang langsung di bawah presiden dan diawasi langsung oleh sebuah komisi di DPR. Dengan demikian fokus pembenahan dapat lebih spesifik dan fokus. Kedua, semua pejabat badan pajak dan cukai itu diseleksi ulang dari berbagai institusi keuangan yang kredibel, baik swasta maupun pemerintah atau karir, lalu diberikan misi penyelamatan badan tersebut selama beberapa tahun. Ketiga, reorientasi visi misi dan revitalisasi moralitas pegawai pajak secara keseluruhan. Revitalisasi moral harus dikaitkan dengan Akhlak, bukan mental. Sebab, revolusi mental sudah tamat riwayatnya. Keempat, Sri Mulyani dan Jokowi secara terbuka memohon maaf kepada rakyat, terutama pembayar pajak. Dengan demikian maka secara moral pembayar pajak merasa dihormati dan dihargai. Penutup Skandal pejabat pajak dan bea cukai telah menjadi bencana besar bagi bangsa kita. Media mainstream maupun media sosial menunjukkan caci maki dan antipati terhadap pemerintahan. Mereka merasa dikhianati oleh rezim Jokowi. Praktek korupsi elit pajak dan bea cukai menghancurkan Revolusi Mental Jokowi secara total. Untuk menghindari bahaya ke depan, berupa pembangkangan bayar pajak, Jokowi sangat urgent melakukan reformasi total terkait masalah ini. Pertama, memisahkan lembaga pemungut pajak dari kementerian keuangan, seperti di Amerika (IRS) dan Inggris (HMRC). Kedua, membenahi pejabat pajak dengan mengganti jajaran elitnya. Ketiga, rebut moralitas pegawai pajak dan terakhir, keempat, Sri Mulyani dan Jokowi secara terbuka meminta maaf kepada pembayar pajak, khususnya, dan Rakyat Indonesia umumnya. Ini urgen agar rakyat kembali bangga membayar pajak. Semoga Indonesia berhasil keluar dari krisis besar yang melanda saat ini, krisis kepercayaan pada Revolusi Mental Jokowi dan juga krisis kepercayaan kepada Jokowi serta Sri Mulyani. (*)
Goro Goro Pasti Muncul
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih KETIKA kebuntuan carut marut kelola negara sudah pada puncaknya, siklus pasti akan berbalik arah kembali ke UUD 45. Dekrit itu tidak bisa di rencanakan, demikian halnya people power tidak bisa dipercepat dan ditunda. Dekrit itu lahir dari puncak krisis dan kedaruratan situasi negara yg terjadi secara alamiah. Dekrit bukan untuk penyelamatan rezim tapi penyelamatan negara. Dekrit jangan dilaksanakan di era Jokowi bisa diselewengkan oleh penguasa demi alasan untuk memperpanjang masa jabatannya. Kembali ke UUD45 tak bisa lewat hasil kongres, dialog atau seminar dll. Hanya bisa Lahir dari goro goro atau situasi revolusioner perebutan kekuasaan yg memaksa rezim menghentikan kebrutalan mereka terhadap rakyat. Jokowi turun dengan sukarela atau dipaksa turun oleh rakyatnya. Rezim yg sedang menikmati hasil UUD 2002, tak mungkin mau diajak kompromi, bunuh diri untuk kembali ke UUD45 yang semangatnya mengembalikan kedaulatan rakyat dan menghentikan segala penyimpangan yang terjadi. Tak ada jalan damai untuk urusan kembali ke UUD45 semangatnya sama dengan perjuangan mengusir penjajah merdeka atau mati. UUD 2002 adalah jalan menuju negara shadow demokrasi dimana kedaulatan berada di tangan oligarki, UUD45 basisnya adalah kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh MPR. Sementara amandemen UUD 45 berbasis kedaulatan Partai Politik dikerjakan oleh DPR, dimana MPR sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat di kucilkan atau dimatikan. Bisa saja kembali pada UUD45 asli setelah pemilu 2024 maka goro goro nya akan terjadi atas kehendak Rakyat. TNI dan Partai Politik harus tunduk kepada kehendak rakyat. Yang paling penting untuk kita kerjakan adalah memenangkan Pemilu 2024 dari Oligarki. Semangatnya tetap sama, Dekrit Presiden 1959 dilakukan oleh Soekarno atas keadaan jalannya pemerintahan negara yg dianggap kacau, konstituante deadlocked atau disebut noodwer staat. Presiden Soekarno saat itu statusnya hanya Symbol Kepala Negara atau tidak sebagai Kepala Pemerintahan menurut UUD 45.Yang berlaku saat itu adalah UUDS 1950 dimana Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Beda dgn Presiden Jokowi sekarang yg berdasar UUD 45 (Dekrit Presiden 1959) atau UUD NRI Tahun 1945 (LN No. 75 / 1959), adalah Kepala Pemerintahan. Maka sulit lah Presiden Jokowi akan mengatakan pemerintahan kacau, karena Dia lah sumber terjadinya kekacauan. Rakyatlah sebagai pemilik kekuasan akan bergerak dengan sendirinya secara alami melakukan people power untuk kembali ke UUD 45. (*)
Sri Mulyani Terkesan Melindungi Pencucian Uang di Lingkungan Kementerian Keuangan?
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) MENKO Polhukam (Politik, Hukum, dan Keamanan) Mahfud MD menyampaikan informasi mengejutkan, mengatakan ada pergerakan uang yang mencurigakan, diduga terkait tindak pidana pencucian uang, dengan nilai fantastis, mencapai Rp300 triliun, di Kementerian Keuangan, terutama di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Menurut Mahfud, informasi tersebut berasal dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), yaitu sebuah lembaga independen yang mengawasi transaksi keuangan mencurigakan, untuk tujuan mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. Tapi, mengejutkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tidak tahu kalau ada pergerakan uang mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kementeriannya. Tidak tahu? Apakah Mahfud bicara sembarangan? Atau, informasi PPATK tidak benar? Untuk itu, PPATK langsung memberi respons atas pernyataan Sri Mulyani yang mengaku tidak tahu soal temuan janggal ratusan triliun yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD itu. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan 200 berkas laporan terkait transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Itu ada 200 berkas individual, diserahkan 200 kali sepanjang 2009-2023,\" kata Ivan, seperti diberitakan CNNIndonesia dot com (10/3/2022). Mungkin memang tidak ada satu laporan yang menyebut Rp300 triliun. Karena angka tersebut kemungkinan besar merupakan akumulasi transaksi dari 200 berkas laporan PPATK tersebut. Yang menjadi pertanyaan, apakah benar Sri Mulyani pernah mendapat laporan dari PPATK terkait transaksi mencurigakan di lingkungan Kementerian Keuangan, bahkan sampai 200 berkas laporan, sejak 2009 hingga 2023? Kalau benar pernah menerima laporan PPATK, Sri Mulyani harus menjelaskan kepada publik, apa yang sudah dilakukannya selama ini untuk mencegah pencucian uang di lingkungan Kementerian Keuangan? Kalau benar pernah menerima laporan PPATK, tetapi tidak melakukan apa-apa, Sri Mulyani harus menjelaskan apa motifnya mendiamkan laporan PPATK? Kalau tidak ada penjelasan yang masuk akal, jangan sampai imajinasi publik menduga Sri Mulyani melindungi, bahkan terlibat, pencucian uang yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan, khususnya DJP dan DKBC. Untuk itu publik menuntut klarifikasi dari Sri Mulyani sejelas-jelasnya, dan sebaiknya diakhiri dengan pernyataan pengunduran diri akibat mega skandal yang terjadi di Kementerian Keuangan.(*)
Jokowi dan Kebangkitan PKI
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih RENTETAN prakondisi dugaan rekayasa rezim akan minta maaf dan pengampunan kepada PKI terlihat dan terlacak dengan jelas : Pada tahun 2012 silam, Komnas HAM menyatakan adanya indikasi pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Kasus pelanggaran HAM yang ditemukan meliputi pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penghilangan paksa. Menjelang peringatan ke 50 Gerakan 30 September September 2015. Muncul isu Presiden akan memaafkan dan atau minta maaf kepada PKI. Buru buru Menkopolhukam ( saat itu ) Luhud Binsar Panjaitan buru buru menepis itu hoak. Pemerintah memastikan tidak akan meminta maaf kepada keluarga yang terlibat Gerakan 30 September (G30SPKI), tetapi tetap akan mengusahakan ada rekonsiliasi. Tercium diduga rekayasa rekonsilasi yang sudah berlangsung secara alami justru akan dirusak. Dengan \"akan memberi maaf dan memberikan ganti rugi kepada korban G. 30 S PKI. Saat Megawati menjabat sebagai Presiden RI, partainya PDI Perjuangan juga berupaya mencabut TAP MPRS No. XXV/1966 tentang pembubaran PKI dan larangan terhadap ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme di Indonesia. Pada saat itu massa umat Islam bergerak melakukan aksi penolakan terhadap wacana tersebut, akhirnya dibatalkan. Lahirlah Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sejak awal sudah bermasalah. Salah satu alasannya, karena tidak memasukkan ketentuan hukum yang langsung terkait dengan penyelamatan ideologi Pancasila. Yaitu Ketetapan (TAP) MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang menyatakan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai terlarang, termasuk pelarangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan ideologi atau ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme. Pada 3 Juni 2017, di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jokowi menganggap kebangkitan PKI sudah tidak ada. “Saya mau bicara mengenai masalah yang berkaitan dengan PKI karena sekarang ini masih banyak isu bahwa PKI bangkit, komunis bangkit,”, seraya bertanya mana, mana , mana ada PKI, tunjukkan kepada saya, kata Jokowi Apa tidak memgetahui atau pura pura tidak tahu, _\"Fenomena kongres PKI : Kongres PKI ke VII di Blitar selatan 1967, Kongres ke VIII tahun 2000 di Sukabumi Selatan Jabar, Kongres ke IX 2005 di Cianjur Selatan Jabar. Kongres ke X, 2010 di Magelang Jawa Tengah dan Kongres ke XI di Banyumas Jawa Tengah 2015. Adalah bukti mereka tetap eksis*. Saat ini Presiden Jokowi telah melahirkan KEPPRES No. 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Pemerintah mengaku diri ini sebagai langkah terobosan pemerintah mempercepat pemenuhan hak-hak korban dengan penyelesaian non-yudisial . Mekanisme non-yudisial berorientasi pada pemulihan korban. Puncaknya Presiden menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat pada sejumlah peristiwa yakni: Peristiwa 1965-1966, pada point pertama, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 11 Januari 2023. Pada kesempatan tersebut, Presiden juga menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Untuk itu, pemerintah akan berupaya memulihkan hak para korban secara adil dan bijaksana. Apapun alasannya Kepres no 17 tahun 2022 memuat misteri politik dan pintu masuk tersembunyi yang harus di waspadai sangat mungkin hanya dijadikan jalan pintas untuk seolah dianggap menuntaskan pelanggaran HAM berat bahkan ada agenda politik lain yang mendesak harus diambil, meminta maaf kepada korban G 30 S PKI, dengan segala resikonya. Dugaan skenario yang akan dibuat adalah : PKI sebagai korban, negara harus memohon maaf kepada korban dan keluarga PKI. Korban atau keluarganya berhak dapat bermacam kompensasi ( PKI akan direhabilitasi ), dipulihkan nama baiknya, serta beri hak hidup untuk bangkit kembali. Yang aneh kena apa agenda pelanggaran HAM berat kasus pembunuhan / tragedi KM 50 justru dianggap angin lalu. Justru akan menyelesaikan kasus kasus lainnya yang dibatasi waktunya minimal ahir Desember 2022 dan atau ada perpanjangan waktu satu tahun di tahun 2023 ( menjelang ahir masa jabatannya ). Tampak kerjanya sangat politis, ada apa ..? Masyarakat saat ini tidak boleh menelan mentah-mentah apapun ucapan dan kebijakan Presiden yang sangat sering dalam hitungan hari sudah berubah dan membahayakan negara, karena dugaan kuat Presiden dalam kendali kekuatan lain yang sangat besar, sehingga ruang gerak PKI telah menemukan momentumnya Masyarakat harus waspada tinggi menjaga agar tragedi dan ambisi neo-PKI itu berkuasa kembali, meski pun saat ini mereka secara “soft defacto” berkuasa.. Kalau asumsi atau kecurigaan masyarakat ini terjadi maka yang akan terjadi bukan menyelesaikan masalah justru akan timbul masalah yang lebih besar dan berbahaya. Dan dampak justru Presiden di ujung tanduk, bisa dimakzulkan dan terpental sebagai pihak yang harus diadili oleh pengadilan rakyat. (*)
Menteri Keuangan Gagal, Wajib Mundur
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) KOTAK pandora terbuka, pamer harta kekayaan pegawai Kementerian Keuangan membuka aib khususnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Harta kekayaan dengan jumlah tidak normal tersebut diduga diperoleh dari hasil korupsi penerimaan pajak yang dilakukan secara sistematis dan kolektif, secara bersama-sama. Hasil korupsi kemudian dibagi ke hampir semua orang di lingkungannya. Dari sidang Angin Prayitno disebutkan, 50 persen untuk direktur dan kepala subdirektorat, dan 50 persen untuk *tim* pemeriksa. Apakah masih berlaku? Bagi-bagi hasil korupsi kolektif ini bisa berjalan lancar karena jumlah hasil korupsi sangat besar. Sehingga, meskipun dibagi untuk banyak orang, setiap orang masih mendapat bagian yang sangat besar. PPATK sudah membekukan lebih dari 40 rekening milik Rafael Alun Trisambodo dan keluarga, dengan nilai transaksi tidak kurang dari Rp500 miliar. Rafael Alun adalah pegawai pajak eselon tiga, pemicu terbukanya kotak pandora harta kekayaan pegawai Kementerian Keuangan. Kasus terus bergulir. Inspektorat Jenderal (Itjen) Pajak Kementerian Keuangan memanggil 69 pegawai DJP yang memiliki harta tidak wajar dan diduga terlibat tindak pidana pencucian uang. Masalahnya, masyarakat tidak percaya dengan independensi Itjen Pajak. Kasus ini sudah lama terjadi, kenapa baru sekarang diperiksa? Itupun setelah mendapat laporan dari Mahfud MD, Menko Polhukam (Politik, Hukum, dan Keamanan). Bola salju terus bergulir dan membesar. KPK mempelajari 134 profil pegawai pajak yang mempunyai saham di 128 perusahaan. Mereka juga diduga terlibat pencucian uang. Puncaknya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan ada pergerakan uang mencurigakan sebesar Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan, sebagian besar di DJP dan DJBC. Rp300 triliun. Luar biasa. Korupsi kolektif di lingkungan pajak (dan Bea dan Cukai) mencerminkan kegagalan Menteri Keuangan dalam mengamankan penerimaan negara. Apakah karena itu, rasio penerimaan perpajakan (rasio pajak) terhadap PDB terus turun, dari 11,4 persen pada 2014 menjadi hanya 9,8 persen pada 2019. Padahal, ketika diberlakukan UU pengampunan pajak 2016-2017, Kementerian Keuangan mengatakan rasio pajak akan naik menjadi 14,6 persen pada 2019. Ternyata gagal. Selisih target (14,6 persen) dengan realisasi (9,8 persen) rasio pajak mencapai 4,8 persen atau sekitar Rp760 triliun (4,8 persen x PDB 2019 sebesar Rp15.834 triliun). Berapa dari jumlah potensi penerimaan pajak ini yang bocor karena korupsi kolektif? Akibat penurunan rasio pajak, rakyat kelompok menengah bawah menjadi korban. Untuk menaikkan rasio pajak yang diduga bocor karena dikorupsi, pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada 1 April 2022, dari 10 persen menjadi 11 persen, serta memperluas barang kena pajak, termasuk kebutuhan bahan pokok. Dampaknya, jumlah rakyat miskin naik 200.000 orang dalam waktu enam bulan, dari Maret 2022 hingga September 2022. Di sisi lain, tugas pokok Menteri Keuangan adalah mengelola keuangan negara dan melaksanakan kebijakan fiskal dan APBN. Menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar, “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab *untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat*.” Faktanya, rakyat malah dimiskinkan. Realisasi pendapatan negara 2022 naik Rp780,3 triliun dibandingkan pagu APBN 2022. Tetapi, realisasi belanja negara hanya naik Rp376,6 triliun saja. Hal ini membuat realisasi defisit APBN menjadi hanya Rp464,3 triliun, dari pagu defisit sebesar Rp868 triliun. Artinya, ada dana APBN yang sudah disetujui DPR tetapi tidak dibelanjakan, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebaliknya, harga BBM subsidi dinaikkan pada 3 September 2022. Harga pertalite naik dari Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter. Harga solar naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter. Alasan menaikkan harga BBM tersebut sangat menyakitkan. Alasannya, APBN akan jebol karena subsidi BBM mencapai Rp502 triliun. Faktanya, alasan ini tidak benar, hanya ilusi, alias bohong besar? Dampaknya, jumlah rakyat miskin bertambah 200.000 orang seperti dijelaskan di atas. Semua ini menunjukkan Menteri Keuangan gagal melaksanakan kebijakan fiskal dan APBN untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, Menteri Keuangan gagal memenuhi perintah konstitusi, yaitu APBN harus dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, Menteri Keuangan melanggar konstitusi, pasal 23 ayat (1). Karena itu, Menteri Keuangan wajib mundur. Tidak perlu sampai menunggu rakyat mendesak mundur. (*)
Anies Teruskan Pembangunan Sebelumnya, Tapi Tidak Tersesat di Jalan yang Terang
Oleh Laksma TNI Purn. Ir Fitri Hadi Suhaimi MAP - Analis Kebijakan Publik BEREDAR di media sosial, bahwa Anies menepis keraguan masyarakat yang mengira ia tidak akan melanjutkan program Presiden Joko Widodo (Jokowi), salah satunya proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Kepastian itu disampaikan mantan Gubernur DKI Jakarta saat bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono belum lama ini. Menanggapi hal ini Surya Paloh menyambut baik pernyataan Anies tersebut, “tentu kalau bisa diteruskan akan sangat baik sekali.\" Di sisi lain, ia juga akan sangat mendukung bila dalam program kerja yang dijalankan Kabinet Indonesia Maju perlu interupsi maka akan segera dilakukan perbaikan. Sayangnya orang- orang yang tidak menginginkan Anies maju sebagai presiden mengabaikan pernyataan Surya Paloh yang akan mendukung apa yang dijalankan Kabinet Kerja Indonesia Maju dan jika perlu interupsi maka akan segera dilakukan perbaikan, sehingga seakan semua proyek harga mati harus dijalankan, padahal bisa diinterupsi dan diperbaiki. Demikian pernyataan Surya Paloh. Pernyataan Anies Rasyid Baswedan (ARB) ini sebenarnya biasa-biasa saja. Setiap peristiwa pergantian pimpinan pasti pejabat baru akan meneruskan kebijakan dari pendahulunya. Hal yang mustahil pejabat baru langsung menyetop kebijakan pejabat lama dan menjalankan kebijakan barunya. Penyataan Anies itu menjadi tidak biasa ketika dipandang dari sudut orang-orang yang ketakutan proyek-proyek yang digagas sebelumnya akan dibatalkan Anies. Bukan itu saja, mereka bisa saja di kemudian hari akan berhadapan dengan hukum, dengan KPK atau lainnya karena tersandung masalah dengan proyek- proyek yang mereka garap di masa lalu. Banyak contoh kasus seseorang harus berurusan dengan hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di masa lalu dan berakhir ke jeruji penjara justru di saat dia seharusnya menikmati kebahagiaan hari tuanya bersama anak cucunya. Dengan dukungan luas rakyat, mereka berkeyakinan Anies akan membatalkan proyek-proyek yang tidak bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, membebani APBN dan pada akhirnya membebani rakyat. Antusiasme dukungan rakyat diyakini Anis akan membawa perubahan untuk Indonesia yang lebih baik dengan mengubah kebijakan pro-oligarki menjadi kebijakan pro-rakyat. Framing penggiringan opini atas pernyataan Anies dan tokoh partai pengusung dari Nasdem, agar terkesan rakyat pemilih ragu bahwa Anies akan melakukan perubahan setelah menjadi presiden, diduga kompromi busuk dari balik itu adalah : 1. Memecah dukungan partai pengusung dengan menyudutkan Partai Nasdem. Mencurigai Nasdem bagian dari pendukung oligarki, dukungan Nasdem pada Anies adalah bagian dari skenario oligarki untuk mengamankan kepentingannya lewat Anies Rasyid Baswedan. Target tuduhan adalah untuk membuyarkan soliditas partai pendukung sehingga Anies gagal menjadi Calon Presiden. 2. Memframing opini yang dibangun bahwa Anies bagian dari oligarki, sama saja dengan pendahulunya sehingga Anies tidak layak dijadikan Presiden. Orang yang lebih layak jadi calon Presiden / Presiden adalah capres yang direstui orang dekat dengan Presiden sebelumnya. Dengan demikian walau Anies terus laju menjadi Capres karena telah mengantongi syarat dukungan ambang batas thershold , tapi sebaliknya diharapkan dukungan rakyat pada Anies menjadi rendah karena framing yang mereka buat. Di mana mana Anis dielukan rakyat. Mereka berkeyakinan Anies akan membawa perubahan bagi perbaikan bangsa dan kehidupan rakyat serta akan konsisten menjalankan pemerintahan sesuai undang undang yang berlaku. Diyakini bila Anies menjadi Presiden akan melakukan pengawasan dan mengaudit terhadap semua pembanunan proyek proyek. lewat whistleblowing sistem. Saya berkeyakinan Anis konsisten akan melakukan pengawasan sesuai perintah UUD 1945 dan Konstitusi yaitu Undang Undang No 1 tahun 2004, Undang undang No 30 tahun 2014 dan Peraturan Presiden No 16 tahun 2018 pasal 76 terkait pembangunan proyek baik yang sedang berjalan maupun yang sudah selesai. Keyakinan saya dan rakyat pendukungnya sama bahwa Anies Rasyid Baswedan akan melakukan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik berdasarkan hukum dan undang undang yang berlaku, tidak akan merekayasa Undang Undang untuk kepentingan oligarki atau kelompok kepentingannya sendiri.. Rekam jejak digital menjadi Gubernur DKI sudah membuktikan dia punya keberanian menegakkan hukum yang dilanggar oligarki, sehingga bila nantinya proyek Kereta Api Cepat atau proyek IKN tidak diteruskan atau dibatalkan, bukanlah kehendak Anies tetapi yang membatalkannya adalah hasil audit, review, pemantauan, evaluasi dan atau penyelenggaraan whistleblowing system yang dijalankan berdasarkan Peraturan dan Undang Undang yang berlaku. Anies selaku Presiden akan meneruskan kebijakan presiden sebelumnya sepanjang tidak menyimpang dari peraturan hukum dan undang-undang atau ketentuan lain yang berlaku sehingga Anies tidak tersesat di jalan yang terang. Bahwa dia akan meneruskan kebijakan pendahulunya tanpa melakukan audit, review, pemantauan, evaluasi dan atau penyelenggaraan whistleblowing system sehingga Anies adalah bagian dari oligarki atau Anies dalam kendali oligarki adalah kebohongan yang sengaja dilontarkan lawan politik yang harus dilawan dengan cara yang bermartabat. Surabaya 9 Maret 2023
Distorsi Pembangunan Ekonomi Pemerintahan Joko Widodo
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies MENUJU KURSI KEPRESIDENAN Joko Widodo, dikenal dengan nama panggilan Jokowi, digambarkan sebagai sosok sederhana, berasal dari rakyat jelata. Sosok yang tidak dikenal sama sekali di dunia politik nasional ini tiba-tiba muncul ke permukaan. Rakyat seperti tersihir. Sosok sederhana menjadi simbol perlawanan terhadap para elit politik, terhadap “aristokrat” dan militer. Perjalanan karir politik Jokowi menjadi Presiden nampaknya sudah direncanakan matang dan berjalan mulus sesuai skenario. Pertama, karir politik Jokowi yang tidak dikenal di tingkat nasional tentu saja tidak bisa langsung lompat dari walikota menjadi presiden. Jokowi dirancang merebut kursi Gubernur DKI Jakarta terlebih dahulu sebagai batu loncat menuju kursi Presiden Republik Indonesia. Menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, Jokowi digambarkan secara masif sebagai sosok di belakang keberhasilan pembuatan mobil nasional yang dinamakan Esemka, yang digembar-gemborkan dapat membangkitkan proyek mobil nasional yang baru, sebagai antitesis mobil nasional Timor era Soeharto yang mendapat banyak kritikan dari masyarakat. Mobil nasional Esemka diharapkan menjadi simbol kebangkitan dan kemandirian industri otomotif Indonesia yang selama ini di bawah kendali Jepang, serta kemandirian industri Indonesia secara umum. Sosok rakyat sederhana, didukung kekuatan marketing dan pendanaan yang sangat besar, akhirnya berhasil memenangi kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Indonesia sekonyong-konyong digambarkan sebagai negara demokrasi yang idealis dan patriotik, di mana sosok sederhana dan merakyat seperti Jokowi dapat memenangi kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang sangat prestise, didukung oleh partai politik dan pendanaan kampanye yang sangat besar, seolah-olah, tanpa pamrih. Salah satu kebijakan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta adalah menghidupkan kembali proyek reklamasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta yang kontroversial dan terkatung-katung sejak 1995. Jokowi menyerahkan proyek reklamasi Pantura Jakarta kepada beberapa pengembang (developer) saja, sebagai pengelola dan sekaligus pemilik lahan hasil reklamasi yang luasnya mencapai 5.150 hektar, lebih besar dari Jakarta Pusat dengan luas sekitar 4.800 hektar. Menyerahkan kepemilikan lahan hasil reklamasi kepada pengusaha terindikasi melanggar Keppres tahun 1995 yang isinya menyatakan pemerintah daerah sebagai pemilik lahan hasil reklamasi. Belum genap dua tahun menjabat Gubernur DKI Jakarta, Jokowi kemudian diusulkan oleh gabungan beberapa partai politik yang dimotori oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) menjadi calon presiden Republik Indonesia pada pemilihan presiden (pilpres) 2014. Dalam sistem pilpres langsung yang dipilih oleh rakyat, visi dan misi calon presiden menjadi sangat penting dan menentukan untuk memenangi pemilihan presiden. Calon presiden Jokowi ketika itu sangat berani menyampaikan janji-janji kampanye yang terdengar sangat heroik. Dalam bidang ekonomi, misalnya, Jokowi menjanjikan pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7 persen per tahun. Janji kampanye heroik lainnya, antara lain, mengurangi impor, mengurangi utang pemerintah, mengembangkan mobil nasional Esemka, mengambil alih Indosat, memperkuat korporasi Pertamina menjadi perusahaan yang disegani di Asia, hingga tol laut, dan masih banyak lainnya. Janji kampanye heroik tersebut berhasil mengantar Jokowi ke kursi presiden untuk masa jabatan 2014-2019 (dan kemudian 2019-2024). Kesenjangan Realisasi versus Janji Kampanye Sistem konstitusi Indonesia setelah amandemen sebanyak empat kali selama periode 1999-2002 menghasilkan sistem presidensiil yang tidak bertanggung jawab. Karena, amandemen konstitusi telah menghapus mekanisme pertanggungjawaban presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sehingga tidak ada lagi evaluasi terhadap kinerja presiden serta realisasi ekonomi terhadap janji kampanye. Sebaliknya, banyak kebijakan ekonomi politik Jokowi sebagai presiden diambil secara ad hoc menyimpang dari janji kampanye. Pada tahun pertama, tim ekonomi Joko Widodo langsung menggebrak dengan menerbitkan berbagai paket kebijakan ekonomi hingga enam belas jilid. Mayoritas dari paket kebijakan ekonomi tersebut terkait pemberian stimulus (baca: kenikmatan) ekonomi kepada pengusaha untuk meningkatkan investasi dan lapangan kerja, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi menjadi 7 persen sesuai janji kampanye. Artinya, mayoritas dari enam belas jilid paket kebijakan ekonomi tersebut tidak langsung terhubung dengan janji kampanye, sehingga terkesan paket kebijakan ekonomi tersebut sebagai kebijakan coba-coba, bukan kebijakan berdasarkan analisis fundamental pembangunan ekonomi politik secara terstruktur. Puncak kebijakan ekonomi politik yang diinisiasi pada tahun pertama Jokowi adalah undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) No 11 tahun 2016, yang diundangkan pada 1 Juli 2016 untuk periode 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Tujuan utama paket kebijakan ekonomi dan UU Pengampunan Pajak untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak tercapai. Bahkan target yang ditetapkan ketika sosialisasi UU Pengampunan Pajak meleset jauh. Target pertumbuhan ekonomi, kurs rupiah terhadap dolar AS, dan rasio penerimaan pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi periode 2015-2019 hanya mencapai rata-rata 5 persen per tahun, jauh lebih rendah dari janji kampanye sebesar 7 persen. Sedangkan kurs rupiah yang diperkirakan akan menguat hingga di bawah Rp10.000 per dolar AS juga tidak terbukti. Sebaliknya, kurs rupiah sepanjang periode pertama Jokowi melemah dari sekitar Rp12.000 per dolar AS ketika dilantik menjadi lebih rendah dari Rp15.000 per dolar AS pada Oktober 2018. Selain itu, program Tax Amnesty yang seharusnya menyasar uang ilegal yang disimpan di luar negeri agar masuk kembali ke Indonesia justru membebani penduduk dalam negeri yang diwajibkan melaporkan hartanya yang belum dilaporkan kepada instansi pajak, termasuk rumah tinggal. Realisasi repatriasi harta dari luar negeri hanya Rp46 triliun, jauh lebih rendah dari target Rp1.000 triliun. Program Tax Amnesty juga gagal membuat rasio Penerimaan Pajak (terhadap PDB) naik dari 11,4 persen pada 2014 menjadi 14,6 persen pada 2019. Sebaliknya, rasio Penerimaan Pajak malah terus turun menjadi 9,8 persen pada akhir 2019. Tax Amnesty hanya menguntungkan pengusaha yang mempunyai uang ilegal, yang kemudian diputihkan dengan membayar uang tebusan antara 2 hingga 5 persen untuk repatriasi harta dari luar negeri ke dalam negeri, atau 4 hingga 10 persen untuk deklarasi harta yang berada di luar negeri. Ironinya, kegagalan kebijakan ekonomi politik pemerintah, dalam hal ini presiden, seperti Tax Amnesty, mobil nasional Esemka, atau janji-janji kampanye lainnya yang terbukti gagal, tidak membawa konsekuensi apapun terhadap kedudukan presiden, sehingga yang bersangkutan bisa sesukanya memberi janji kosong, termasuk membuat undang-undang yang kemudian terbukti merugikan masyarakat dan ekonomi secara nasional. FUNDAMENTAL EKONOMI LEMAH: EKONOMI 2015-2019 STAGNAN Realisasi pertumbuhan ekonomi periode 2015-2019 hanya mencapai rata-rata 5,0 persen per tahun, jauh di bawah target atau janji kampanye 7,0 persen, dan lebih rendah dari pertumbuhan dua periode lima-tahunan sebelumnya yang mencapai rata-rata 5,6 persen dan 5,8 persen per tahun pada periode 2005-2009 dan 2010-2014. Tetapi, pertumbuhan ekonomi cukup baik, bukan berarti ekonomi secara keseluruhan dalam kondisi baik-baik saja, atau aman-aman saja. Artinya, ekonomi bisa mengalami krisis meskipun pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, seperti pengalaman Turki pada 2018, atau Indonesia pada 1997-98 dengan pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7,3 persen per tahun selama 1992-1996. Bahkan pertumbuhan ekonomi 1995 dan 1996 masing-masing mencapai 8,2 dan 7,8 persen. Meskipun demikian, ekonomi Indonesia masuk krisis pada 1997 dan 1998. Pertumbuhan ekonomi Turki pada 2017 juga terbilang tinggi, mencapai 7,5 persen. Tetapi, mata uang Lira Turki terdepresiasi tajam pada 2018 sehingga memicu krisis mata uang (moneter) dan krisis ekonomi. Lira Turki terdepresiasi 72 persen dalam 8 bulan pertama 2018, dengan depresiasi 11,4 persen pada bulan Mei dan 32,75 persen pada bulan Agustus 2018. Ekonomi Turki hanya bisa selamat setelah beberapa negara Uni Emirat Arab membantu memberi pinjaman untuk menghentikan capital outflows. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Turki mengalami terjun bebas menjadi 3 persen pada 2018 dan 0,8 persen pada 2019. Neraca Transaksi Berjalan dan Kurs Rupiah Melemah Kinerja kurs mata uang sangat tergantung dari kinerja neraca transaksi berjalan. Kurs mata uang akan terdepresiasi kalau neraca transaksi berjalan mengalami defisit secara struktural. Untuk mengatasi kondisi defisit ini dan menahan kurs mata uang maka diperlukan aliran masuk modal asing (capital inflows), baik dari Investasi Langsung (PMA) maupun Surat Berharga (Portfolio: Saham dan Obligasi). Artinya, defisit neraca transaksi berjalan mengakibatkan aset domestik dikuasai oleh pihak Asing. Kondisi ini membuat mata uang domestik rentan krisis. Ketika terjadi pelarian modal asing khususnya investasi Portfolio, atau yang dikenal dengan hot money, maka kurs mata uang domestik akan terdepresiasi tajam dan berpotensi memicu krisis moneter, seperti yang terjadi di Argentina, Turki dan Sri Lanka beberapa waktu yang lalu. Beberapa indikator ekonomi Indonesia sejak 2014 juga terus memburuk, seperti tercermin dari neraca Transaksi Berjalan dan neraca Keuangan Negara (APBN). Defisit neraca Transaksi Berjalan (= transaksi internasional) terus memburuk, dari surplus 32,4 miliar dolar AS pada periode 2005-2009 menjadi defisit 74,2 miliar dolar AS pada periode 2010-2014, dan defisit membesar menjadi 111,6 miliar dolar AS pada periode 2015-2019. Defisit neraca transaksi berjalan ini membuat utang luar negeri melonjak dari 293,3 miliar dolar AS menjadi 403,6 miliar dolar AS selama lima tahun sejak 2014 hingga 2019. Penambahan utang luar negeri ini dimotori oleh pemerintah dan BUMN (swasta). Utang luar negeri pemerintah naik 61,4 persen dan swasta (termasuk BUMN) naik 22,6 persen, selama 5 tahun hingga akhir 2019. Defisit neraca transaksi berjalan berkepanjangan membuat kurs rupiah terdepresiasi tajam, dari Rp9.425 per dolar AS pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 12.385 pada akhir tahun 2014, dan terdepresiasi lagi menjadi Rp13.882 per dolar AS pada akhir tahun 2019. Bahkan kurs rupiah sempat terdepresiasi hingga Rp15.220 per dolar AS pada 29 Oktober 2018. Ketahanan Fiskal Semakin Rapuh Kondisi keuangan negara juga semakin buruk dan rapuh. Defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) membesar sehingga membuat utang pemerintah naik tajam dari Rp2.608,8 triliun pada 2014 menjadi Rp4.784,7 triliun pada 2019, atau naik 83,4 persen. Salah satu sebabnya karena penerimaan negara, khususnya penerimaan pajak, relatif melemah. Rasio Penerimaan Pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) turun dari 11,4 persen pada 2014 menjadi 9,8 persen pada 2019, menunjukkan kondisi fiskal semakin mengkhawatirkan. Penurunan Rasio Penerimaan Pajak ini mencerminkan kebijakan Tax Amnesty dan kebijakan fiskal gagal. Dampaknya beban bunga pinjaman juga meningkat tajam. Rasio Beban Bunga terhadap Penerimaan Pajak naik dari 11,6 persen (2014) menjadi 17,8 persen (2019). Defisit transaksi berjalan dan defisit APBN pada gilirannya membuat kebijakan moneter tidak berdaya, tersandera kondisi fiskal yang semakin rapuh, dan membuat ekonomi tertekan. Karena Bank Indonesia harus mempertahankan tingkat suku bunga relatif tinggi untuk menarik minat investor membeli obligasi pemerintah maupun swasta. Ilusi Sukses Pembangunan Infrastruktur Banyak pihak klaim bahwa pemerintahan Jokowi berhasil dalam belanja “produktif” yaitu belanja modal dan infrastruktur. Dalam nilai nominal, Belanja Modal memang selalu naik setiap tahunnya karena kenaikan Pendapatan Negara dan Belanja Negara. Tetapi, berdasarkan nilai relatif terhadap Belanja Negara, rasio Belanja Modal terhadap Belanja Negara tersebut hanya 9,37 persen untuk periode 2015-2019. Rasio ini lebih rendah dari dua periode lima tahunan sebelumnya, yang keduanya mencapai 9,46 persen. Selain itu, pemerintahan Jokowi juga memberdayakan banyak perusahaan negara (BUMN) untuk membangun proyek-proyek infrastruktur komersial seperti jalan tol, bandar udara, pelabuhan atau kereta angkutan masal seperti LRT di Palembang atau kereta cepat Jakarta Bandung. Sayangnya, banyak BUMN tersebut kemudian menghadapi masalah cashflows serius, sehingga memicu penjualan aset besar-besaran, dan mengalami rugi. Kerugian BUMN ini pada akhirnya memaksa pemerintah untuk menambah penyertaan modal negara kepada BUMN, yang mencapai Rp143,2 triliun untuk periode 2015-2019. Undang-Undang Kontroversial dan Bermasalah Pemerintahan Jokowi banyak menjalankan kebijakan ekonomi politik yang pro pengusaha besar dengan merugikan masyarakat kelompok menengah bawah, seperti UU Pengampunan Pajak. Kebijakan ini dilegalisasi dengan undang-undang, yang terkadang melanggar konstitusi. Selain UU Pengampunan Pajak dan PERPPU tentang Pandemi Covid-19, UU kontroversial lainnya, antara lain, UU tentang KPK (2019), UU tentang Ibu Kota Negara atau IKN (2019), UU Omnibus Cipta Kerja, UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan) dan PERPPU Cipta Kerja yang menuai penolakan luas dari masyarakat. UU KPK 2019 melemahkan pemberantasan korupsi seperti dimaksud TAP MPR No XI Tahun 1998 dan TAP MPR No VIII Tahun 2001. UU IKN dengan konsep Badan Otorita sebagai Pemerintah Daerah berpotensi melanggar Konstitusi terkait Pemerintah Daerah. UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional (bersyarat) oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi pemerintah malah menerbitkan PERPPU Cipta Kerja sebagai pengganti. UU PPSK yang menyatakan OJK sebagai penyidik tunggal di sektor jasa keuangan berpotensi melanggar wewenang lembaga penegak hukum lainnya terkait penyidikan terhadap kejahatan keuangan. DISELAMATKAN PANDEMI DAN HARGA KOMODITAS: 2020-2022 Pandemi Covid-19 melanda dunia dan menyebar di Indonesia sejak akhir Februari 2020. Pandemi mendorong pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No 1 Tahun 2020 pada 31 Maret 2020, yang berlaku hingga 31 Desember 2022. PERPPU Covid-19 ini menghilangkan batas defisit APBN yang sebelumnya ditetapkan maksimal 3 persen dari PDB menjadi tidak terbatas, serta menghilangkan independensi Bank Indonesia dengan “mewajibkan” otoritas moneter tersebut membeli surat berharga negara di pasar primer, yang sebelumnya dilarang. Selain itu, PERPPU juga memberi imunitas hukum kepada penyelenggara negara dari segala tuduhan korupsi. Pandemi covid-19 membuat defisit fiskal meningkat tajam menjadi Rp956,3 triliun pada 2020 dan Rp783,7 triliun pada 2021, dan mengakibatkan utang pemerintah melonjak dari Rp4.784,7 triliun (2019) menjadi Rp6.908,9 triliun (2021) dan beban bunga pinjaman terhadap Penerimaan Pajak juga naik menjadi 22,2 persen per akhir 2021. Di lain sisi, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi global agar tidak terpuruk lebih dalam, Bank Sentral negara maju memberi stimulus moneter dengan menurunkan suku bunga acuan hingga nol persen, diikuti dengan kebijakan quantitative easing. Kebijakan ini bersifat inflationary, membuat harga komoditas naik, dan memicu inflasi tinggi. Bagi Indonesia yang mempunyai struktur ekonomi berbasis komoditas yang cukup kuat, kebijakan moneter inflationary dan kenaikan harga komoditas, khususnya mineral, batubara, minyak sawit, karet, memberi keuntungan ekonomi yang sangat signifikan. Neraca perdagangan mencatat surplus tertinggi sepanjang sejarah. Kinerja neraca perdagangan membaik dari defisit 3,04 miliar dolar AS pada 2019 menjadi surplus 50,57 miliar dolar AS per November 2022 (11 bulan). Neraca transaksi berjalan juga membaik dari defisit 30,28 miliar dolar AS pada 2019 menjadi surplus 8,97 miliar dolar AS per November 2022 (11 bulan). Kebangkitan neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan ini disebabkan oleh kenaikan tajam harga komoditas sejak Juni 2020, akibat kebijakan moneter global yang bersifat inflationary tersebut. Sebagai contoh, harga rata-rata minyak sawit selama 9 bulan pertama 2022 naik 132 persen dibandingkan dengan harga rata-rata tahunan 2019 (sebelum pandemi). Sedangkan harga batubara naik 290 persen untuk periode tersebut. Kenaikan harga komoditas andalan ekspor Indonesia ini juga menyelamatkan keuangan negara. Penerimaan Perpajakan (pajak ditambah bea ekspor-impor) tahun 2021 naik 20,6 persen terhadap tahun sebelumnya (YoY), dan pada tahun 2022 (hingga November) naik 40,6 persen (YoY). Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2021 dan 2022 (hingga November) masing-masing naik 33,5 persen dan 37,8 persen (YoY). Untuk sementara, ekonomi dan keuangan negara terselamatkan. EKONOMI POLITIK 2023-2024 RENTAN KRISIS Kinerja ekonomi tahun 2023 dan 2024 tergantung dari kebijakan moneter global dan dampaknya terhadap harga komoditas. Bank sentral negara maju, khususnya Amerika Serikat, diperkirakan akan terus melakukan koreksi kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan sampai inflasi terkendali, menjadi sekitar 2 persen. Bank Sentral AS, the Federal Reserve, sudah menaikkan suku bunga sebesar 4,25 persen sepanjang tahun 2022. Meskipun demikian, tingkat inflasi AS masih cukup tinggi, mencapai 7,1 persen per November 2022 dan jauh lebih tinggi dari target inflasi 2 persen. Artinya, suku bunga global tahun 2023 masih akan naik. Koreksi kebijakan moneter global ini akan berdampak pada dua hal. Pertama, pertumbuhan ekonomi global akan mengalami tekanan, dengan kemungkinan resesi, yang pada gilirannya membuat permintaan dan investasi global turun. Kedua, kenaikan suku bunga global akan membuat harga komoditas turun. Kedua hal ini akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan keuangan negara tertekan: ekspor, investasi dan permintaan domestik turun. Di samping itu, defisit neraca transaksi berjalan dan defisit APBN akan kembali memburuk, utang pemerintah meningkat, dan kurs rupiah semakin melemah. Harga komoditas, kecuali batubara, mulai turun sejak Bank Sentral AS menaikkan suku bunga pada Maret 2022. Dengan menggunakan indeks harga Januari 2022 = 100, indeks harga rata-rata bulanan minyak sawit mencapai puncaknya 219 pada Maret 2022, dan kemudian terus merosot menjadi 112 hingga September 2022. Artinya, harga rata-rata bulanan minyak sawit pada September 2022 hanya naik 12 persen dibandingkan Januari 2020. Harga rata-rata bulanan karet pada September 2022 malah turun 12 persen (indeks harga = 88) dibandingkan Januari 2020. Hanya harga batubara yang masih bertahan tinggi. Pertanyaannya, sampai kapan? Ketika harga mineral dan batubara turun, maka ekonomi dan keuangan negara akan goyah, dan berpotensi menjadi krisis. (*)
Dari Buku Hitam ke Buku Putih
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan JIKA pesawat mengalami kecelakaan maka untuk mengetahui penyebab dan apa yang terjadi maka yang dicari adalah black box atau kotak hitam. Disana terdapat rekaman penerbangan (flight recorder) atau suasana yang terjadi sebelum kecelakaan itu. Black box penting untuk investigasi kecelakaan. Yang unik dari kasus Ferdy Sambo dalam proses investigasi dan persidangan adalah black book atau \"buku hitam\". Buku istimewa bersampul hitam itu selalu dibawa Sambo. Tentu ada hal penting di dalamnya. Orang menduga buku berisi catatan tentang peristiwa atau kasus dan keterlibatan banyak orang didalamnya. Sambo sendiri banyak melakukan operasi bergaya mafia baik masalah perjudian, narkoba maupun politik. Pada awalnya sepanjang persidangan Sambo selalu memegang \"buku hitam\" tersebut, barulah saat ia divonis mati black book tersebut diserahkan kepada pengacaranya. Buku itu adalah catatan harian Sambo sejak menjabat sebagai Kasubdit 3 Dittipidum Bareskrim hingga menjadi Kadiv Propam Mabes Polri. Diduga di samping ada \"halaman\" kasus Duren tiga adapula \"halaman\" km 50. Memang Km 50 memendam misteri dari \"operasi hitam\" yang bernuansa politik, bukan penegakan hukum. Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI melakukan penelahan kasus Km 50 dan membuat \"buku putih\" atas pembunuhan atau pembantaian tersebut. Diurai jelas temuan TP3 tentang alur operasi mulai dari \"kerja koopsus\", \"operasi delima\", penguntitan, hingga pembunuhan atau pembantaian. Kemudian penilaian terhadap penyelidikan Komnas HAM yang tidak pro-justisia, obstruction of justice hingga terdinya pelanggaran HAM berat atau kejahatan kemanusiaan (crime against humanity). Sebenarnya bacaan buku bisa dimulai dari \"buku merah\" aliran dana 7,4 milyar ke rekening Tito Karnavian dalam kasus suap uji materil ke MK. Lembaran dari buku merah itu di tip ex bahkan disobek oleh petugas KPK dari Kepolisian. CCTV membuktikan peristiwa di ruang kolaborasi Lt 9 Gedung KPK. Tito Karnavian adalah pendiri Satgasus Merah Putih yang untuk kemudiannya dikomandani Ferdy Sambo. Dengan tekanan publik yang kuat maka catatan untuk kasus Km 50 kiranya dapat bergerak dari \"buku merah\" ke \"buku hitam\" dan berakhir di \"buku putih\" yakni hasil penelaahan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI. Buku putih adalah bahan untuk melakukan pemeriksaan ulang kasus Km 50 yang telah disimpangkan ceritanya oleh Sambo dan \"geng\" nya termasuk Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran. Fadil Imran sendiri terlibat dalam pelukan \"teletubbies\" dengan Ferdy Sambo saat menghadapi kasus pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga. Keduanya bersahabat serta banyak menyimpan cerita dan drama. Drama merobek-robek hukum kita. Bandung, 9 Maret 2023
Sebaiknya Masyarakat Menunda Bayar Pajak, Sampai Ada Tindakan Bebersih di Kemenkeu
Oleh Syafril Sjofyan - Pengamat Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B Sri Mulyani, SMI demikian dia dikenal. Jabatan keren Menkeu di era SBY dan era JKW. Melalui wawancara TV dengan \"kebanggaan\" menyatakan dia rangkap jabatan. Rangkap 30. Luar Biasa. Melalui pengalaman yang malang melintang di ladang uang, SMI pasti paham dan tahu betul ada larangan rangkap jabatan. Larangan pejabat untuk rangkap jabatan diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Rupanya ada \"kebanggaan\" melanggar UU. Melabrak pagar sering dilakukannya ketika kasus Century era SBY, SMI \"merugikan\" negara Rp6,7 Triliun. Lalu ia diselamatkan oleh Bank Dunia. SMI seperti tak peduli UU, rangkap hingga 30 jabatan. Mabok. Tidak kurang memabukkan 39 Pejabat Kemenkeu Merangkap Jabatan. Tentu atas seijin atasannya SMI. Kontak Pandora dibuka oleh anak muda bernama Mario yang secara sadis melakukan penyiksaan kepada seorang anak. Mario anak pejabat tinggi yang kayanya \"tidak ketulungan\". Gegara anak berbuat sadis terungkap \"kebobrokan\" Kemenkeu. KPK \"terpaksa turun tangan\" menyelidik bapaknya. Kekayaan yg minta ampun. Luar Biasa. Tidak hanya Bapaknya Mario, tapi ada pejabat lain yang juga anak buahnya SMI. Juga luar biasa kekayaannya. Mereka anak buah SMI berlomba pamer kaya. Atas ulah anak buahnya SMI itu membuat semua pejabat Depkeu kalang kabut, berusaha menyembunyikan harta. SMI Menteri \"kesayangan\" Jokowi, terbukti dengan 30 rangkapan jabatan melanggar UU namun dibiarkan. Ikan busuk dari kepalanya. Apakah aroma \"kebusukan\" itu berasal dari SMI dan JKW?. Mahfud MD sang Menkopolhukam, \"berang\" ada kejanggalan Rp300 Triliun di Kemenkeu. Waduh. Kasus luar biasa besarnya. Kasus Jiwasraya, Asabri yang puluhan Triliun tidak seberapa. Lalu apa yang harus diperbuat oleh Masyarakat, yang uang pajak mereka \"dirampok\" secara brutal, membuat rakyat menderita dengan kenaikan BBM dan pencabutan berbagai macam subsidi. Jalan yang bijak adalah tunda pembayaran pajak sampai batas, di mana Menkeu SMI harus melakukan tindakan terhadap dirinya (harakiri?) dan anak buahnya diberhentikan, resiko rangkap jabatan karena sudah melanggar UU. SMI telah merugikan negara, memperkaya diri dan kelompok anak buahnya. Lebih bijak lagi jika kepala yang busuk dibuang saja. Perjalanan ke Solo, 8 Maret 2023.