OPINI
Ditekan, FIFA Balik Ancam Indonesia
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Simak berita di website resmi milik FIFA: www.fifa.com ini: Following today’s meeting between FIFA President Gianni Infantino and President of the Football Association of Indonesia (PSSI) Erick Thohir, FIFA has decided, due to the current circumstances, to remove Indonesia as the host of the FIFA U-20 World Cup 2023™. A new host will be announced as soon as possible, with the dates of the tournament currently remaining unchanged. Potential sanctions against the PSSI may also be decided at a later stage. Tidak perlu diterjemah. Intinya FIFA memutuskan turnamen World Cup U-20 2023 pindah lokasi. Tidak di Indonesia lagi. Pindah kemana? Akan segera diumumkan. Wacananya ke Peru, Amerika Latin. Tapi belum fix. Akibat pembatalan ini, Indonesia berpotensi akan diberikan sanksi. Apa sanksinya? Nanti akan segera diumumkan, katanya. Bisa saja tim U-20 Indonesia di-blacklist, tidak boleh ikut world Cup untuk beberapa turnamen ke depan. Atau sanksi denda lainnya. Pengamat bola lebih paham tentang histori sanksi dengan semua data yang pernah ada terkait kasus model ini. Yang ingin saya diskusikan di sini adalah mengapa PDIP ikut menolak tim U-20 Israel? Kok tumben? Apakah langkah Wayan Koster Gubernur Bali, yang diikuti oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, sebelum ditabuh gong-nya oleh sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menolak tim U-20 Israel itu adalah perintah dan keputusan PDIP Pusat? Apakah ada semacam skenario yang direncanakan untuk menjadikan pagelaran FIFA ini sebagai \"santapan politik\"? Teorinya begini: keputusan Partai politik itu langkah politik. Ini yang harus dipahami dan dimengerti publik. Karena langkah politik, maka ada kalkulasi politiknya. Jika ormas-ormas Islam selama ini secara konsisten demo menolak aneksasi Israel ke Palestina itu biasa. Setiap gejolak terjadi di Palestina, ormas-ormas ini demo. Demo ini tak lebih dari bentuk solidaritas berbasis satu keyakinan, dan atas nama kemanusiaan. PKS ikut demo, bahkan sering menjadi inisiatornya. Kenapa PKS rajin mendemo Israel? Karena PKS mendedikasikan diri sebagai partai dakwah. Para pendemo Israel umumnya memang konstituen PKS. Secara politik, demo Israel juga boleh dianggap sebagai upaya PKS merawat dan mengakomodir konstituennya. Sementara PDIP? Ini menimbulkan banyak pertanyaan publik. Mendadak muncul dan menolak tim U-20 Israel. Kemudian ini menjadi isu besar, mengalahkan gaungnya PKS dan ormas-ormas Islam yang selama ini, entah ratusan atau mungkin ribuan kali melakukan protes terhadap dunia atas aneksasi Israel tersebut. Muncul berbagai pertanyaan. Apakah penolakan ini ada hubungannya dengan pilpres 2024? Jika pemilu sudah dekat, biasanya memang banyak parpol dan politisi yang melakukan manuver secara mengejutkan. Terasa aneh dan ganjil. Namanya juga manuver. Bisa saja PDIP ingin mengambil hati kelompok Umat Islam yang selama ini anti Israel. PDIP mencoba masuk dalam isunya umat Islam. Atau apakah penolakan PDIP terhadap tim U-20 Israel adalah bagian dari perang global Amerika-China? Israel dianggap bagian dari sekutu Amerika, sedang PDIP dekat dengan China. Kehadiran PDIP seolah mewakili kepentingan China untuk melawan Amerika. Dugaan ini juga tidak menutup kemungkinan ada. Atau penolakan PDIP terhadap tim U-20 Israel, memang sudah dihitung oleh PDIP kalau FIFA kemungkinan akan cancel Indonesia sebagai tuan rumah. Boleh jadi PDIP tidak ingin Jokowi memberi panggung kepada orang-orang binaannya di pagelaran World Cup U-20 2023, seperti Erick Thohir selaku ketua PSSI, juga tokoh yang lain. Ini semua spekulasi. Yang pasti, langkah PDIP menolak Israel adalah langkah yang sudah dihitung untung ruginya secara politik. Karena PDIP adalah partai politik. Hanya saja, ketika Indonesia \"diremove\" dan batal menjadi tuan rumah World Cup U-20 2023, lalu akan juga diberikan sanksi oleh FIFA, ini menjadi peristiwa yang fatal. Ini akan menjadi catatan sejarah yang buruk bagi persepakbolaan dunia setelah kasus Kanjuruan yang telah menelan ratusan nyawa. Bukan hanya Erick Thohir sebagai orang nomor satu di PSSI yang dianggap gagal, tapi juga presiden Jokowi akan dituduh sebagai presiden yang tidak punya kapasitas dalam berdiplomasi dengan pihak FIFA. Begitulah nasib bola jika sudah ditendang oleh para politisi. Bolanya akan mencari gawang di luar lapangan. Goal..goal..goal..! San Francisco, 29 Maret 2023
Kalau Ingin Perubahan, Pilihan Yang Tersedia Memang Anies Baswedan
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa ANIES layak dianggap sebagai simbol perubahan. Ini bisa dibaca dari kiprahnya sebagai gubernur DKI Jakarta. Lima tahun di bawah kepemimpinan Anies Jakarta berubah. Fakta bahwa Jakarta berubah sejatinya memang sulit untuk bisa dibantah. Track sepeda, perluasan trotoar, Jaklingko, Eco Park, Jakarta International Stadium (JIS), Formula E, DP 0%, kebijakan kolaboratif dalam banyak kegiatan, dst adalah bentuk perubahan nyata dan kasat mata. Jakarta mendapat begitu banyak award dari dunia international dan WTP lima tahun berturut-turut. Ini tidak pernah terjadi di Jakarta sebelumnya. Dalam memimpin Jakarta, Anies dikenal punya banyak kejutan dengan terobosan dan gagasan-gagasan barunya. Wajar jika kemudian Anies dianggap sebagai simbol perubahan. Ini tidak berlebihan, karena semua berbasis data dan bisa dibuktikan. Dibanding dengan nama-nama kandidat lain yang muncul seperti Prabowo, Ganjar dan Puan Maharani, Anies adalah satu-satunya yang memberi ekspektasi perubahan. Sementara kandidat lain berada dalam koalisi status quo. Belum terlihat ada record perubahan yang dicatatkan oleh mereka. Ganjar sebagai Gubernur Jateng, Prabowo sebagai Menhan serta Puan Maharani sebagai Menko PMK dan Ketua DPR, belum kelihatan ada terobosan dan gagasan-gagasan baru yang bisa dibaca. Pilpres 2024 pilihan yang tersedia hanya ada dua. Yaitu pro status quo atau pro perubahan. Kalau mau perubahan, pilihannya memang Anies Baswedan. Kalau mau status quo, pilihannya kandidat lain, yaitu Prabowo, Ganjar dan Puan. Sesederhana itu? Iya. Dalam konteks ini, rakyat terbelah menjadi dua. Ada yang menginginkan perubahan. Ada juga yang menginginkan status quo. Jika selama ini, status quo selalu berupaya mempertahankan kekuasaannya. Itulah yang terjadi. Ini penyakit klasik. Wacana tiga periode, tunda pemilu dan calonkan kolega (boneka), itu adalah upaya untuk mempertahankan status quo. Pro status quo punya aparat dan logistik. Ini modal yang bisa dipakai untuk mencegah adanya upaya perubahan. Karena itu upaya jegal Anies adalah bagian untuk mempertahankan status quo, dan menghalangi terjadinya perubahan. Meski di kelompok pro status quo mereka bersaing satu sama lain, tapi satu kesepakatan: mereka melawan perubahan yang dipimpin oleh Anies Baswedan. Mereka lebih nyaman jika kontestasi 2024 tidak ada nama Anies Baswedan. Tanpa Anies Baswedan, mereka bisa menerima siapapun pemenangnya. Siapapun yang kalah, bisa lebih mudah bergabung dengan yang menang. Chemistry mereka lebih nyambung. Ada dua faktor yang memaksa mereka harus jegal Anies. Pertama, Anies tidak memberi jaminan rasa aman atas potensi dosa yang dilakukan oleh mereka yang berada di lingkaran kekuasaan. Di sini, Anies dianggap berbahaya bagi mereka. Kedua, mereka akan kehilangan akses kekuasaan jika Anies jadi presiden. Kemenangan Anies bisa membuat sebagian mereka pensiun. Terkait potensi dosa yang mereka lakukan, Anies bukan tipologi pemimpin yang pendendam. Anies sosok yang taat dan tertib aturan. Semua kebijakan dan program didasarkan pada aturan. Anies sosok pemimpin yang sangat rasional dalam sikap politiknya. Ini bisa dilihat ketika Anies menjadi Gubernur DKI. Jadi, sebenarnya, gak perlu ada rasa takut jika tidak ada yang dilanggar. Mengenai akses kekuasaan, Anies adalah seseorang yang profesional. Di Jakarta, Anies merangkul para profesional untuk terlibat dan ambil peran dalam membangun kota. Lepas apakah mereka pendukung atau non pendukung. Selama punya kompetensi dan berintegritas, Anies bisa menerimanya untuk diajak berkolaborsi. Memang, kekuasaan itu nyaman. Jika tidak pernah disadari masa akhirnya, banyak yang tidak siap untuk melepaskannya. Apalagi jika merasa ada banyak dosa, maka segala upaya dilakukan untuk mempertahankannya. Apakah dengan mempertahankannya, dosa itu terhapus? Tidak juga. Pada akhirnya, semua dikembalikan kepada rakyat: mau perubahan atau status quo. Jika ingin perubahan, pilihan yang tersedia hanya Anies. California, USA, 28 Maret 2023
Pernyataan Janggal Sri Mulyani Terkait Transaksi Janggal Rp349 Triliun: Sulit Dipercaya?
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) MENTERI Keuangan Sri Mulyani sibuk klarifikasi transaksi janggal atau mencurigakan sebesar Rp349 triliun di kementerian keuangan. Pernyataan demi pernyataan dikeluarkan, untuk meyakinkan masyarakat, bahwa tidak ada masalah dengan pegawai Kementerian Keuangan: tidak ada korupsi, tidak ada pencucian uang. Tetapi, pernyataan-pernyataan tersebut terdengar janggal, membuat masyarakat sulit percaya kebenaran cerita di balik pernyataan tersebut. Sri Mulyani dan Mahfud MD mengadakan dua kali konferensi pers, 11 Maret dan 20 Maret. Kemudian Sri Mulyani bertemu DPR pada 27 Maret. https://www.youtube.com/live/RPdkay-nR4g?feature=share Pada 11 Maret, Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan sudah menerima 266 laporan dari PPATK sejak 2007-2023. Sebelumnya Mahfud dan Ivan Yustiavandana, kepala PPATK, menjelaskan sudah menyerahkan 200 berkas laporan kepada kementerian keuangan sejak 2009-2023. Sri Mulyani mengatakan, laporan tersebut melibatkan 964 pegawai Kementerian Keuangan. Mahfud sebelumnya mengatakan laporan PPATK melibatkan 467 pegawai kementerian keuangan. Sri Mulyani dan Mahfud tidak pernah mengatakan, laporan PPATK tersebut melibatkan perusahaan. Mahfud berkali-kali menyatakan, laporan PPATK merupakan dugaan pencucian uang sekitar Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (kemudian dikoreksi menjadi Rp349 triliun pada konferensi pers 20 Maret). Artinya, mahfud menyatakan transaksi janggal Rp300 triliun (kemudian Rp349 triliun) tersebut melibatkan 467 pegawai kementerian keuangan. Sri Mulyani menjelaskan lebih rinci, dari 266 laporan tersebut, 185 laporan atas permintaan Kementerian Keuangan terkait pegawai (ASN) Kementerian Keuangan, dan 81 laporan atas inisiatif PPATK juga terkait pegawai kementerian keuangan (aparat dan ASN). *Artinya, seluruh 266 laporan PPATK tersebut terkait transaksi janggal pegawai Kementerian Keuangan! Catat!* Pernyataan Sri Mulyani terkait 185 laporan atas permintaan kementerian keuangan sendiri kepada PPATK, terdengar sangat janggal. Atas dasar apa, Kementerian Keuangan boleh minta transaksi keuangan pegawainya kepada PPATK? Apakah kementerian keuangan sudah tahu ada indikasi pencucian uang? Tahu dari mana? Kalau tidak ada indikasi pencucian uang, maka menteri tidak berhak minta transaksi keuangan setiap orang, termasuk pegawainya, karena nasabah Bank dilindungi UU Kerahasiaan Bank (UU No 10 Tahun 1998), kecuali untuk keperluan tertentu, misalnya peradilan, atau terkait pencucian uang. Kemudian, PPATK seharusnya tidak mempunyai data setiap transaksi keuangan dari setiap orang. Karena PPATK hanya menerima transaksi mencurigakan, atau transaksi keuangan paling sedikit Rp500 juta dalam satu kali transaksi atau beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja: Pasal 23 ayat (1) UU No 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Jadi, Pernyataan Sri Mulyani ini sangat janggal. Sri Mulyani kemudian juga menjelaskan, semua laporan PPATK sudah ditindaklanjuti. Sebanyak 352 pegawai kena sanksi disiplin, sesuai UU tentang ASN. Pernyataan ini sangat janggal. Laporan PPATK terkait dugaan tindak pidana pencucian uang, bagaimana diselesaikan hanya dengan sanksi disiplin, menggunakan UU tentang ASN? Sulit dipercaya! Ini dugaan tindak pidana, Bung! Kok menggunakan UU ASN? Kemudian, Sri Mulyani juga mengatakan ada laporan PPATK tidak bisa ditindaklanjuti karena pegawai tersebut sudah pensiun atau tidak bekerja lagi di Kementerian Keuangan. Bagaimana bisa, dugaan tindak pidana pencucian uang tidak bisa diusut lagi karena alasan pensiun atau tidak bekerja lagi? Sulit dipercaya, pernyataan ini keluar dari mulut Menteri Keuangan. Selanjutnya, Kementerian Keuangan sudah *melimpahkan* 16 kasus ke APH (Aparat Penegak Hukum): KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian. Alasannya, Kementerian Keuangan bukan APH. Pertanyaannya, apakah 16 kasus yang dilimpahkan tersebut sudah disidik, diadili atau dihukum? Berapa nilai pencucian uangnya? Sri Mulyani mengaku tidak tahu nilai transaksi mencurigakan yang dilaporkan PPATK kepada Kementerian Keuangan mencapai Rp300 triliun. Sri Mulyani mengatakan laporan PPATK tidak mencantumkan nilainya. Pernyataan ini juga sangat janggal. Jadi, apa isi 185 laporan dari PPATK atas permintaan kementerian Keuangan, dan 81 laporan atas inisiatif PPATK, kalau tidak ada nilainya? Artinya, atas dasar apa pegawai Kementerian Keuangan tersebut dikenakan sanksi disiplin? Dan, bagaimana 16 kasus bisa dilimpahkan kepada APH kalau tidak ada nilai transaksi tindak pidananya? Pernyataan ini terdengar begitu janggal, tidak masuk akal, sampai terkesan bohong? Terkait Rafael Alun Trisambodo, Sri Mulyani mengaku hanya menerima laporan dari PPATK untuk transaksi keuangan sejak 2019, bukan 2013. Dan itupun hanya transaksi kecil-kecil, antara Rp50 juta - Rp150 juta. Kalau ini benar, berarti Kepala PPATK ditengarai melanggar dua hal. Pertama PPATK lalai melaporkan transaksi mencurigakan Rafael Alun Trisambodo, yang menurut Mahfud mencapai Rp500 miliar, kepada Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal. Di lain sisi, Kepala PPATK selalu mengatakan sudah memberi laporan dugaan pencucian uang kepada Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal. Jadi, pernyataan Sri Mulyani ini sangat janggal dan bertentangan dengan keterangan Ivan Yustiavandana. Siapa yang berbohong: Sri Mulyani atau Ivan Yustiavandana? Kedua, Bank dan PPATK bisa diduga melanggar UU PPATK dan UU kerahasiaan bank karena memberi transaksi *tidak mencurigakan*, atau transaksi perbankan biasa kepada Kementerian Keuangan. Transaksi kecil-kecil ini justru bisa mengarahkan pada tindak pidana pencucian uang dengan metode smurfing, yaitu memecah transaksi dengan nilai besar menjadi banyak transaksi dengan nilai kecil-kecil, sehingga terkesan legal. Pertanyaannya, berapa nilai total transaksinya, apakah mencapai ratusan miliar rupiah? Sekarang beralih ke konferensi pers 20 Maret, dan pertemuan Komisi XI DPR dengan Sri Mulyani pada 27 Maret. https://youtu.be/dzEC9IDNnm4 https://youtu.be/DPiZiGF_PAg Sri Mulyani mengatakan ada 300 laporan (atau surat) dari PPATK sejak 2009-2023. Jumlah ini lebih banyak dari pernyataan PPATK sebelumnya yaitu 200 laporan. Karena 100 laporan dikirim langsung oleh PPATK ke APH, tidak melewati Kementerian Keuangan. Dari 200 laporan tersebut, sebanyak 139 laporan atas permintaan Kementerian Keuangan, dan 61 laporan atas inisiatif PPATK, Berarti, Sri Mulyani mengakui ada 200 laporan dari PPATK kepada Kementerian Keuangan (139+61), sesuai dengan pernyataan Kepala PPATK sebelumnya. Menurut keterangan sebelumnya, Sri Mulyani mengakui bahwa 200 laporan tersebut semua terkait transaksi mencurigakan pegawai kementerian keuangan: 964 kalau dihitung sejak 2007 (versi Sri Mulyani) atau 467 kalau dihitung sejak 2009 (versi Mahfud). Keduanya, Sri Mulyani dan Mahfud, tidak pernah mengatakan ada keterlibatan perusahaan. Tetapi, Sri Mulyani kemudian menyatakan ada transaksi mencurigakan dari 65 perusahaan yang termasuk di dalam 200 laporan PPATK tersebut, dengan nilai transaksi mencurigakan Rp253 triliun! Kemudian, sisanya 135 laporan (200-65) terkait korporasi dan pegawai kementerian keuangan, melibatkan transaksi mencurigakan Rp22 triliun. Kalau dijumlahkan, 200 laporan ini hanya mencakup transaksi Rp275 triliun (Rp253 triliun + Rp22 triliun), bukan Rp349 triliun seperti pernyataan Mahfud. Karena 100 laporan senilai Rp74 triliun itu diserahkan langsung dari PPATK kepada APH, tidak melalui Kementerian Keuangan. Angkanya seperti dipas-paskan saja? Dari transaksi mencurigakan senilai Rp22 triliun, yang terkait pegawai Kementerian Keuangan hanya Rp3,3 triliun: pertanyaannya, berapa banyak pegawai kementerian keuangan yang terlibat? Padahal, Mahfud menyatakan pada 11 Maret, sampling 7 laporan saja (dari 200 laporan yang melibatkan 467 pegawai Kementerian Keuangan) mencapai Rp60 triliun! Sehingga, pernyataan Sri Mulyani terdengar sangat janggal. Bagaimana dengan transaksi mencurigakan dari 467 (versi Mahfud) atau 964 (versi Sri Mulyani) pegawai kementerian keuangan? Kenapa tiba-tiba menghilang, dan menjadi Rp3,3 triliun saja? Sekonyong-konyong, muncul perusahaan raksasa dengan transaksi jumbo. Bahkan ada 1 laporan mempunyai transaksi Rp189 triliun. Sri Mulyani menyatakan, transaksi mencurigakan jumbo ini diberikan kepada Kementerian Keuangan karena terkait tugas dan fungsi pajak dan bea cukai? Pertanyaannya, dari mana PPATK bisa tahu bahwa transaksi mencurigakan perusahaan tersebut terkait pajak dan bea cukai, padahal yang bersangkutan belum disidik? Apakah PPATK sudah berubah menjadi pesulap? Pencucian uang umumnya berasal dari aktivitas ilegal, apakah narkoba, judi, korupsi, atau lainnya. Semua ini umumnya melibatkan perorangan. Bukan perusahaan. Sedangkan perusahaan umumnya dijadikan wadah penampung untuk tempat pencucian uang, tetapi selalu melibatkan perorangan sebagai sumber dana. Sangat janggal kalau tiba-tiba ada perusahaan dengan transaksi mencurigakan sebesar jumbo tetapi tidak melibatkan perorangan. Apakah rakyat Indonesia dianggap sebodoh itu? Janggalnya lagi, Kalau kasus transaksi mencurigakan Rp500 miliar dari Rafael Alun tidak diberikan kepada Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal tetapi diberikan kepada KPK, kenapa kasus perusahaan dengan transaksi mencurigakan sangat besar tersebut sebaliknya, yaitu diberikan kepada Kementerian Keuangan tetapi tidak diberikan kepada APH? Jadi, pernyataan Sri Mulyani tersebut sungguh janggal. Hampir mustahil bisa dipercaya. Dalam kasus dugaan pencucian uang ini, semua pejabat bisa berbohong sesukanya, karena rakyat tidak bisa konfirmasi pernyataan mereka, dengan alasan informasi tersebut bersifat rahasia dan tidak boleh dibuka kepada masyarakat karena bisa dipidana. Jadi, masyarakat tidak bisa tahu kebenarannya. Oleh karena itu, masyarakat cenderung tidak percaya semua pernyataan janggal dari Sri Mulyani maupun Ivan Yustiavandana, termasuk Komisi III DPR yang terkesan mau menutupi mega skandal ini. Oleh karena itu, rakyat mendukung Mahfud menuntaskan dugaan mega skandal pencucian keuangan di Kementerian Keuangan ini, dan segera minta Jaksa Agung melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka. (*)
Pembunuh Sadis Itu Cuma Dihukum 20 Tahun Penjara
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan DALAM sidang Putusan kasus pembunuhan Letkol Purn H Muh. Mubin di Pengadilan Negeri Bale Bandung Selasa 28 Maret 2023 Ketua Majelis Hakim Vici Daniel Valentino, SH MH yang mengadili perkara No 893/Pid.B/2022/PN BB memutuskan menghukum terdakwa Henry Hernando melakukan perbuatan pembunuhan berencana sebagaimana ketentuan Pasal 340 KUHP dengan vonis 20 tahun penjara. Putusan itu jauh lebih ringan dibanding tuntutan JPU yaitu \"hukuman mati\". Putusan 20 tahun ditanggapi dengan rasa kecewa baik oleh puteri almarhum maupun rekan-rekan purnawirawan TNI AD yang hadir dalam sidang pembacaan Putusan tersebut \"banding.. banding..banding !\" bergemuruh saat Hakim Ketua mengetukan palu. Awalnya ada rasa optimis saat pembacaan seakan Majelis Hakim akan menjatuhkan vonis dengan hukuman mati mengingat seluruh unsur dari rumusan delik Pasal 340 KUHP telah terpenuhi. Nyatanya tidak. Sebagaimana terbukti di persidangan dan menjadi dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim, pembunuhan berencana itu dilakukan Terdakwa dengan menusukkan pisau lipat bertubi-tubi ke arah pipi, dada, leher korban yang tidak berdaya duduk di belakang kemudi mobil yang dalam keadaan terparkir. Penusukan yang terlihat di CCTV itu lebih dari 18 hujaman. Dilakukan terhadap korban dengan disaksikan oleh anak kecil yang terguncang dan duduk di bangku sebelahnya. Ini pembunuhan sadis khas psikopat. Sudah tepat tuntutan JPU hukuman maksimal untuk pembunuhan sadis ini, yaitu mati. Terdakwa pun terbukti berkomunikasi dan \"meminta restu\" ayahnya Ir. Sutikno sebelum melakukan penusukan. Ayahnya berada di sampingnya saat pembunuhan. Berdasarkan Pasal 55 KUHP semestinya Ir. Sutikno ditarik pula sebagai Terdakwa. Deelneming titelnya. Yang mengagetkan adalah Hakim Ketua Vici Daniel Valentino SH MH justru menarik ayat Qur\'an dalam pertimbangan hukum yaitu QS Al Isra 33 mengenai keharaman membunuh dan Al Maidah 74 tentang taubat dan Allah Maha Pengampun. Bagus saja membawa ayat Qur\'an asal konsisten dan relevan. Menurut Al Qur\'an sanksi hukum bagi pembunuh adalah hukuman mati. Namanya Qishash sebagaimana dalam QS Al Maidah 45. Dengan demikian jika membunuh bersanksi hukuman 20 tahun jelas bertentangan dengan Al Qur\'an. Makanya lebih baik Majelis Hakim tidak perlu membawa ayat Al Qur\'an jika tidak faham dan menyimpang. Jangan-jangan Ketua dan anggota Majelis Hakim telah melakukan manipulasi terhadap ayat Qur\'an di bulan suci Ramadhan. Yang jelas, pembunuhan berencana \"dingin\" dan \"sadis\" yang dilakukan Henry Hernando alias Aseng hanya dihukum 20 tahun adalah sangat tidak adil. Korban yang meninggalkan dua anak perempuan yang satu masih kecil semestinya menjadi pertimbangan memberatkan. Ditambah penusukan berkali-kali yang menewaskan itu ternyata dilakukan di depan anak kecil. Hukuman mati sebagaimana tuntutan JPU adalah yang paling tepat dan adil. JPU kiranya segera menyatakan banding agar Pengadilan Tinggi dapat mengoreksi Putusan Majelis Hakim PN Bale Bandung. Hukuman 20 tahun dinilai zalim untuk perbuatan jahat khas psikopat yang \"dingin\" dan \"sadis\". Korban Letkol Purn H Muh Mubin adalah mantan Dandim, mantan Guru Bahasa Arab di Pesantren dan sopir di sebuah perusahaan/toko meubeul. Ia dibunuh oleh seorang pengusaha keturunan saat mengantar anak majikannya ke sekolah. Kesalahannya hanya memarkir kendaraan di dekat pintu tokonya di Lembang dan dalam keadaan masih duduk di depan kemudi mobil ia ditusuk lebih dari 18 kali hingga tewas. Sementara anak majikan duduk di sebelahnya. Luar biasa tega dan sadisnya si Hernando ini. Sayangnya Majelis Hakim ternyata memutus dengan tidak adil. Dan ini adalah contoh dari sebuah peradilan sesat (rechterlijke dwaling). Sesat dalam menerapkan keadilan serta sesat dalam menafsirkan ayat Qur\'an. Semua menjadi pertanggungjawaban berat Hakim kelak di Pengadilan Akherat. (*)
JPU Tuntut Hukuman Mati, Hakim Memvonis Hukuman 20 Tahun, Ada Apa?
Oleh Syafril Sjofyan - Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen FKP2B, Aktivis Pergerakan 77-78 SIDANG PN Bale Endah Bandung, kasus pembunuhan sadis korban Letkol Purn. H. Mohammad Mubin oleh terdakwa Henry Hernando alias Aseng, yang terjadi di Lembang Bandung, pada (28/3) memasuki akhir sidang dengan pembacaan keputusan hakim. Dikatakan sadis, penikaman dilakukan sebanyak 18 kali, saat korban berada di belakang setir mobil. Tentu korban tidak bisa melakukan perlawanan. Darah muncrat juga meciprati anak kecil (6 tajun) di sebelah korban. Anak majikan terdakwa yang sedang diantar kesekolah. Pada saat korban kesakitan karena ditusuk belasan kali, mobil pickup masih berusaha dimundurkan oleh korban. Terdakwa masih melakukan pengejaran. Semua aksi sadis tersebut terpotret melalui rekaman CCTV. Pembunuhan sadis gegara korban parkir mobil, dibelalang rumah (gudang) terdakwa/ orang tua terdakwa. Dari fakta persidangan dan perlakuan sadis penikaman 18 kali di depan anak kecil menjadi pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU). KPU secara tegas menuntut hukuman mati. Pasal 340 KHUP terbukti, tuntutan subsidair tidak dibahas. Pada proses replik, JPU tetap kokoh dengan tuntutannya hukuman mati. Majelis terdiri dari tiga hakim Vici Daniel Valentino (ketua), Nendi Rusnendi dan Catur Prasetyo, keputusannya, menyatakan terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana pasal 340, hanya hukumannya diubah menjadi minimal 20 tahun. Pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa di antaranya berumur 30 tahun masih bisa dibina. Pertimbangan meringankan lainnya cukup “aneh” hakim memberikan perbandingan dengan kasus Sambo yang direncanakan lama. Begitu juga adanya pemberian kompensasi berupa uang dari keluarga terdakwa kepada keluarga korban dianggap hakim sebagai niat baik terdakwa dan merupakan pemberian maaf dari keluarga korban, dijadikan pertimbangan meringankan bagi hakim. Wah murah sekali harga menghilangkan nyawa jika uang duka Rp. 35 juta dianggap meringankan perkara selesai. Sepertinya ini merupakan penghinaan. Keluarga yang diwakili Mutia, putri korban menyatakan kepada penulis akan mengembalikan uang duka tersebut. Pernah melalui Kuasa Hukum sudah ingin dikembalikan namun ditolak. Lebih aneh hakim memperkuat dalilnya dengan mencuplik beberapa ayat-ayat Al Qur’an. Sepertinya Hakim mencari-cari dalil (manipulatif?) untuk memperkuat putusannya. Padahal jika hakim konsisten mengambil hukum Islam, tentang Qisas pada surat Al Baqarah 178 harus ada penyelesaian setimpal. Nyawa dengan nyawa, pengampunan jika keluarga korban mengampuni. Akhir sidang para hakim tidak menoleh ke bangku pengunjung, dimana dua putri korban yang menanggis sedih. Sambil memeluk pigura besar foto ayah mereka. Sampai keluar kehalaman sidang kedua putri tersebut masih tidak bisa menahan tangisnya. Menurut keluarga almarhum Letkol Moh. Mubin tetap menginginkan JPU melakukan proses banding. Harus ditegakkan keadilan yang se adil-adilnya. Ada tiga putri almarhum yang satu lagi masih kecil. Banyak teman sejawat almarhum korban, yang selalu hadir dengan seragam putih. Didadanya tertulis Pandu Tidar. Topi bertuliskan AKABRI 82. Almarhum korban adalah teman seangkatan Jenderal Gatot Nurmantio dimasa pendidikan AKABRI (sekarang Akmil). Wajah mereka para sejawat korban terlihat sangat kecewa dengan putusan hakim. Penulis sepakat dengan komentar Letjen Purn. Yayat Sudrajat, yang selalu hadir setiap sidang menyatakan jika Hakim membandingkan dengan kasus Sambo sangat tidak tepat, pembunuhan Letkol Mubin lebih sadis. Dengan penikaman pisau korban lebih lama meregang nyawa kesakitan. Kasus Sambo korban ditembak dan langsung mati. Menurut JPU sesuai CCTV 18 kali penikaman, anehnya pembacaan pada keputusan hakim disebut 5 kali. Jika konsisten hakim membandingkan dengan kasus Sambo, kenapa terdakwa tidak dihadirkan secara langsung dalam persidangan. Terdakwa selalu dihadirkan melalui online. Aneh. Pada kasus Sambo semua yang meyaksikan pembunuhan semua menjadi terdakwa dan dihukum berat. Sementara dalam kasus Aseng sebagai terdakwa, pegawai dan bapak terdakwa yang menyaksikan bahkan melakukan “pembiaran” terjadinya pembunuhan sadis. Tidak dijadikan sebagai terdakwa. Hanya saksi. Dari awal penyidikan memang sudah ada rekayasa di tingkat Polres Lembang, dikatakan adanya perkelahian penikaman dengan pisau dapur seakan spontan. Namun setelah rekan almarhun protes termasuk Ketua Umum PPAD Letjen Putr, Doni Murdano melakukan “desakan”, perkara ditarik ke Polda Jabar. Rekayasa terpatahkan. Tidak ada perkelahian. Pisaunya bukan pisau dapur tetapi pisau lipat otomatis yang sudah disiapkan awal. Di samping banding yang diinginkan keluarga kepada JPU. Perlu “desakan” agar hakim berbuat adil dari berbagai lembaga seperti Kemenkumham, PPAD, Kodam dan rekan sejawat almarhum. Semoga keadilan didapatkan oleh keluarga almarhum. Al Fatiah buat Korban. Bandung, 29 Maret 2023
Jokowi Menyerahlah
Oleh Sutoyo Abadi -; Koordinator Kajian Politik Merah Putih SETELAH gagal rekayasa skenario memperpanjang masa jabatannya dan juga gagal untuk menunda Pemilu, ahirnya Jokowi masuk ikut ribut soal penentuan Capres 2024. Terlibat langsung ikut menentukan capres ternyata tidak berjalan mulus. Keruwetan kembali membelit dirinya, ketika pilihan Capres nya Ganjar Pranowo dicegat PDIP, bahkan Megawati tersinggung akibat ulah Jokowi. Pengamat politik mengatakan bahwa siapapun capres pilihan Jokowi akan menjadi cammon enemy rakyat . Manuver zigzag politik Jokowi coba bergeser mengendorse Prabowo Subianto, tampak kecegat oleh partai koalisi binaannya yang memalingkan muka tidak bisa mengikuti jalan pikiran Politik Jokowi. Bahkan beberapa parpol sudah mencium gelagat politik Jokowi adalah hanya kepentingan mencari aman paska lengser dari jabatannya. Bertolak belakang dengan arah politik partai yang harus menjaga perolehan suara pada Pemilu dan membangun kembali mendapatkan kekuasaan kedepan. Jokowi tidak lebih akan menjadi cerita masa lalu, dengan segala resikonya. Sebagian pimpinan parpol mulai ambil jarak pasang kuda kuda jangan sampai terseret resiko hukumnya, yang selama ini bagi bagi kehidupan dalam satu kolam. Konflik kepentingan mulai terjadi di internal tubuh kabinetnya dengan koalisi gemuknya. Berpotensi bukan hanya retak tetapi akan bubar dengan sendirinya. Mahfud MD yang mengawali membongkar \"SMI Gate\". skandal pencucian uang dan korupsi di Kemenkeu nampaknya lebih mendengar suara Megawati sebagai Ketum PDIP dari pada mendengar saran dan kemauan Presiden kasusnya agar dihentikan atau dicarikan kompromi untuk dilupakan. Situasinya sudah berada di momen yang kritis atau sedang masuk pada situasi critical moment, bersamaan ketika kekuatan Taipan Oligarki sedang mengantisipasi dan merancang kekuatan baru dengan kekuasaan yang akan datang. Tidak ada lagi peran Jokowi setelah strategi memperpanjang masa jabatannya gagal. Konon para Taipan Oligarki saat ini terbelah, sekalipun apapun ceritanya mereka tetap dalam satu kekuatan dan bertekad harus tetap sebagai pemenang dan mengendalikan kekuasaan. Ketika Taipan melepaskan Jokowi saat bersamaan semua rekayasa politik Jokowi akan sia sia. Lebih tragis kekuasaan Jokowi menjadi sangat rentan dan bisa ambruk setiap saat. Kabinetnya mulai retak, berjalan sendiri sendiri untuk menyelamatkan masing-masing, ketika berbagai macam skandal mulai bermunculan. Kasus korupsi mulai mencuat / muncul di semua departemen melibatkan elit pejabat negara, hampir di semua lini. Mengetahui skandal yang ada di pemerintahan makin memburuk, rakyat mulai menyadari betapa rusaknya rezim ini maka akan bangkit melawan kekuasaan meminta Presiden segera turun secepatnya. Para analis politik mencium keadaan bahaya resiko paska lengser bagi Jokowi sangat besar, dan tidak akan ada kekuatan politik yang akan melindunginya. Jokowi akan sampai pada titik nadirnya menyerah dan kompromi mundur lebih cepat dr jabatannya sebagai presiden jangan sampai dipaksa mundur oleh rakyatnya. Jangan memaksakan diri ikut terlibat merekayasa capres untuk melindungi dirinya. Karena salah dan meleset skenarionya justru akan menjadi antitesis lawan penguasa yang akan datang. Resiko politiknya makin besar, berat dan berbahaya bagi dirinya.****
Gagal Men-TPPU-kan Nasabah BCA, BNI Dituntut Rp53 Miliar
Oleh Djony Edward - Wartawan Senior FNN BELAKANGAN sedang ramai pengungkapan transaksi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), terutama potensi TPPU di Kementerian Keuangan yang mencapai Rp349 triliun. Tentu saja menggegerkan seluruh penjuru negeri, karena selain jenis kejahatannya, tapi juga jumlahnya yang fantastis. Tapi ada kasus TPPU yang nilainya biasa-biasa saja, namun kisahnya penuh human interest, menyentuh rasa kemanusiaan, dan luput dari media. Yaitu kasus kegagalan PT Bank Negara Indonesia Tbk men-TPPU-kan nasabah PT Bank Central Asia Tbk, Deddy Purwanto. Ihwal kasus ini bermula ketika Deddy Purwanto tengah mengambil motornya di kawasan parkir Tanah Abang. Ia ditangkap polisi dengan tuduhan melakukan transaksi TPPU dengan menerima transfer dana dari Amerika. Deddy (Terdakwa I) adalah pemilik sekaligus Direktur penukaran uang valuta asing (money changer) dibawah bendera PT Nini Citra Buana. Money changer ini adalah bisnis keluarga yang sudah turun temurun, Deddy adalah turunan kedua yang meneruskan bisnis orang tua, tepatnya anak Samini (Terdakwa II). Nasabahnya sudah ratusan, transaksi harian money changer ini rerata di atas Rp1 miliar. Money changer Deddy juga merupakan nasabah BCA, tapi nasib nahas nasibnya karena PT Nini Citra Buana mendapat titipan uang transferan masuk sebesar US$114.239.80 atau ekuivalen Rp1.654.052.628 dari BNI New York. Uang transferan itu untuk nasabah money changer bernama Muhindo Kashama Albert (Terdakwa III). Perlu diketahui, Muhindo adalah warga keturunan Kongo yang sudah menjadi nasabah money changer Deddy lebih dari 15 tahun. Selama itu tidak pernah ada perilaku aneh, dia hanya pengusaha ekspor impor kain dari Indonesia ke Kongo. Muhindo sering menukar valas di money changer Deddy. Dalam kasus ini rekening money changer Deddy hanya ketitipan uang transferan masuk milik Muhindo, dari BNI New York ke BNI Jakarta lalu ke BCA Jakarta. Saat ditangkap polisi, Deddy dinyatakan mangkir dari panggilan sebelumnya, sementara ia sendiri tak merasa mendapat panggilan sekalipun. Deddy kemudian bersama ibunya, Samini, di bawa ke rumah tahanan Bareskrim Polri ketika itu di tempatkan di Cyber Crime menumpang di Kantor Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta di Tanah Abang, Jakarta Pusat, sebagai tersangka TPPU, karena kantor Bareskrim di jl Tronojoyo masih dalam perbaikan. Diproses sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ketiga terdakwa dinyakan terbukti secara sah dan meyakinkan menerima dan menampung suatu dana yang diketahui dan patut diduga berasal dari perintah transfer dana yang dibuat secara melawan hukum dan turut serta melakukan pemufakatan jahat melakukan TPPU aktif. Ketiganya dituntut 10 tahun oleh JPU kemudian dipidana 5 tahun dan harus membayar denda Rp1 miliar. Tentu saja Deddy dan Ibunya melakukan pembelaan, tapi tetap divonis 5 tahun oleh PN Jakpus. Kemudian melakukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tetap kalah. Namun Deddy dan Ibunya menang ketika melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Berdasarkan amar putusan Mahkamah Agung RI No. 1977/PID.SUS/2020 tanggal 20 Juli 2020, Deddy dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan transaksi TPPU sebagaimana dakwaan PN Jakpus dan PT DKI Jakarta. Dengan demikian putusan MA tersebut membatalkan putusan PN Jakpus dan PT DKI Jakarta, dinyatakan bebas murni. Tuntut Balik Sisi human interest dari kasus ini adalah penderitaan Deddy dan Ibunya selama dipenjara dalam proses persidangan. Deddy menjalani kurungan selama hampir 20 bulan atas kesalahan BNI men-TPPU-kannya. Sementara Ibunya harus menjalani kurungan setahun lebih lama dari Deddy. Yang membuat MA mengabulkan tuntutan Deddy adalah BNI tidak melakukan check recheck atau konfirmasi ke nasabah maupun ke money changer saat mentransfer dana dari BNI Newyork ke BNI Jakarta, lalu dilanjutkan ke rekening PT Nini Citra Buana di BCA Jakarta dengan alamat Menara BCA Grand Indonesia. Kesalahan BNI lainnya adalah tidak melakukan tracing bahwa PT Nini Citra Buana adalah bergerak di bidang money changer. Sementara transferan untuk nasabah Deddy, Muhindo, ternyata dana itu untuk pembelian spare part pesawat terbang. Kesalahan berikutnya, BNI menggunakan PT Nini Citra Buana sebagai toples dalam kasus TPPU. Pihak yang dipersalahkan, padahal pihak Deddy sama sekali tidak tahu menahu uang titipan transfer itu adalah transaksi fraud. Karena nasabah Muhindo biasa melakukan hal tukar menukar valas, bahkan dalam jumlah lebih besar, namun tidak ada unsur fraud sama sekali. Selain itu, BNI tidak tahu kalau pelaku transfer dari Amerika mendapat nomor rekening PT Nini Citra Buana dari Muhindo. Sehingga sebenarnya yang melakukan TPPU adalah tim Muhindo di luar negeri, dalam negeri dan Muhindo sendiri. Lucunya, saat mediasi pertama pada September 2018, yang didampingi pejabat BNI maupun pejabat BCA, pihak BNI minta Deddy mengembalikan uang Rp1,65 miliar yang menjadi kerugian BNI. Deddy menyanggupi hanya minta waktu 3 bulan, karena harus menagih uang yang sudah diambil Muhindo kebetulan ada di luar negeri, sebagian dana pengembalian itu menggunakan dana sendiri. Pejabat BCA yang hadir membela Dedddy karena sudah puluhan tahun menjadi nasabah BCA tidak neko-neko. Namun saat Deddy akan mengembalikan sebagian dana kerugian BNI tersebut, pihak BNI tak memberikan nomor rekening atau mau menerima secara kas uang tersebut. Seolah Deddy digantung dan sengaja di-TPPU-kan dan terbukti harus menjalani sidang dan pemenjaraan selama hampir 2 tahun. Pada mediasi kedua, sebulan setelah mediasi pertama, mediasi dilakukan di cafe Oliver, Grand Indonesia Mall. Deddy sendiri bertemu dengan tiga petinggi BNI. Intinya orang-orang BNI menanyakan apa benar Muhindo nasabah lama PT Nini Citra Buana, selain itu ingin mengetahui underlying transaksi transferan BNI New York ke BCA Jakarta yang beralamat Menara BCA Grand Indonesia. Saat itu, menurut Deddy, pihak BNI mengakui bahwa bisa saja BNI New York salah input. Namun dalam rentetan sidang kalimat itu tak muncul, bahkan seolah BNI serius men-TPPU-kan Deddy dan Ibunya. Deddy saat itu menyatakan nomor rekening PT Nini Citra Buana di BCA benar, namun alamat, nomor telepon, sama sekali salah. Apalagi underlying transaksi juga tidak diketahuinya, sebab diinformasi email BNI disebut untuk transaksi spare part pesawat. BNI dalam hal ini lalai memahami PT Nini Citra Buana adalah perusahaan yang bergerak di bidang money changer, tapi seolah membenarkan transaksi spare part pesawat. Akibat proses hukum TPPU yang keliru, membuat Deddy menderita fisik dan batin yang sangat dalam, termasuk dana miliaran habis terkuras untuk biaya sidang. Tiap hari di penjara ia berdoa sambil menangis, sampai air matanya kering. Sehingga matanya buta, retina matanya rusak dan pembuluh darah di mata pecah. Mata kirinya hanya bisa melihat cahaya, tapi tak bisa melihat obyek. Deddy sempat dioperasi di RSCM dengan biaya BPJS, namun operasi itu hanya berhasil membuat warna hitam mata tidak menjadi putih seluruhnya. Tapi fungsinya tetap invalid. Beban pikiran, tercemarnya nama baik di keluarga, di lingkungan masyarakat, pada rekan bisnis dan hilangnya ratusan pelanggan money changer, serta sesama pedagang money changer, menjadi bagian kerugian immaterial yang dialami Deddy. Bahkan Deddy kehilangan mata pencaharian sebagai pendapatan keluarga karena perusahaan yang sudah berjalan baik selama 20 tahun dan memiliki ratusan nasabah kini telah tutup. Dia kehilangan kepercayaan sesama rekan bisnis dan sulit membangun kembali mitra kerja di bidang perdagangan valas karena hilangnya kepercayaan tadi. Deddy kini bekerja serabutan, menjajakan jasa laundry dan antar jemput anak sekolah. Penderitaan fisik dan psykis yang amat sangat berat harus dilalui Deddy selama hampir 20 bulan di sel jeruji besi, jauh dari keluarga, rasa rindu yang luar biasa kepada anak dan istri yang sulit diungkapkan. Atas dasar itu semua, Deddy menggugat balik BNI sebagai Tergugat (dan Kejaksaan dan Kepolisian Republik Indonesia sebagai Turut Tergugat), dengan menuntut ganti rugi ke BNI sebesar Rp53 miliar. Adapun rinciannya, Rp3 miliar kerugian material dan Rp50 miliar kerugian immaterial. Dalam proses persidangan, pihak BCA, saksi ahli teknologi informasi, dan beberapa saksi lainnya dalam keterangannya meringankan Deddy. Sementara saksi dari BNI memberatkan. Gugatan Deddy di PN Jakarta Selatan ternyata dikabulkan dan BNI melakukan eksepsi namun ditolak. Kemudian persidangan saat ini berada di Pengadilan Tinggi DKI dan kemungkinan hingga ke MA. Bagaimana ujung dari kasus nelongso Deddy Purwanto melawan BNI ini, kita ikuti saja pada persidangan berikutnya. (*)
Nasionalisme Baru Kita
Oleh Tengku Zulkifli Usman - Jubir Nasional Pemenangan Pemilu Partai Gelora Indonesia SEJAK era Soekarno, benturan ideologi politik terus terjadi. Islam dan nasionalis, Islam vs komunis, Islam vs sosialis. Era Soekarno di mana ada demokrasi di sana, tapi tidak ada pembangunan. Ada kebebasan tapi tidak ada kesejahteraan. Akhir dari rezim Orde Lama ini berdarah. Ada kejadian G30S PKI yang membuat trauma sampai saat ini. Era Soeharto, ada kesejahteraan dan ada pembangunan. Tapi tidak ada demokrasi. Kebebasan yang dibredel sampai ke tingkat ekstrem. Benturan ideologi pun tetap berlangsung. Nasionalis vs Islam. Asas tunggal Pancasila yang kemudian ditolak oleh kalangan kanan, membuat konflik berkepanjangan antara Islam dan negara. Era Soeharto juga berakhir dengan konflik. Walaupun tidak terlalu berdarah- darah. Tapi akhir rezim Orde Baru ini juga anti klimaks. Tumbang di tangan mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi. Seharusnya, benturan ideologi ini tidak harus terjadi. Karena sejatinya Islam dan nasionalisme bukanlah sesuatu yang perlu dibenturkan. Seharusnya saling menguatkan. Karena Islam sudah selesai, nasionalisme juga sudah selesai. Kita ditakdirkan menjadi negara muslim terbesar di dunia. Seharusnya Islam dan nasionalisme harus jalan berdampingan secara elegan. Saat ini, upaya membenturkan Islam dengan nasionalisme juga terus berlangsung pasca reformasi. Golongan yang mengaku nasionalis takut kepada Islam. Dan kalangan Islam juga mencurigai kalangan nasionalis. Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Salah satu faktor utama benturan itu adalah ketidakmampuan melakukan rekonsiliasi ideologi dan konsolidasi demokrasi secara tepat. Faktor lainnya adalah faktor luar, dimana rezim di Indonesia banyak mendengar bisikan luar tentang islamphobia, sehingga menimbulkan ketegangan yang terus-menerus antara Islam dan nasionalisme. Islam dan negara. Partai Gelora termasuk yang merasa prihatin dengan realitas ini. Oleh sebab itu, salah satu upaya keras Partai Gelora adalah melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi demokrasi agar lebih substansial dan lebih fokus dalam menegakkan konstitusi. Yang dengan mindset ini, maka persatuan Indonesia bisa kita raih. Karena pada dasarnya, apapun ideologi penguasa, baik itu Islam ataupun nasionalisme, jika basisnya adalah gotong royong dan ada rasa saling berkolaborasi. Maka benturan-benturan seperti ini tidak harus terus berlanjut. Pasca reformasi, upaya untuk terus membenturkan ideologi juga terus berjalan. Hal ini sebenarnya sudah tidak relevan, mengingat zaman yang sudah berubah dan tantangan Indonesia juga yang sudah berubah. Partai Gelora tidak punya masalah dengan nasionalisme dan juga tidak punya masalah dengan Islam. Karena dalam keyakinan kita, kedua hal ini sebenarnya adalah khazanah kekayaan kita. Tidak seharusnya dijadikan sebagai alat untuk saling membenturkan. Inilah yang kami sebut nasionalisme baru yang kita butuhkan. Tawaran Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta sangat jelas, bahwa saat ini kita membutuhkan sebuah semangat baru dan narasi baru dalam bernegara. Agar kita mampu menjawab tantangan Indonesia masa depan yang krusial dan tidak menentu. Kondisi dunia saat ini tidaklah sama dengan masa lalu. Tidak sama dengan era dimana dunia baru selesai perang dunia kedua dalam iklim bipolar atau era pasca perang dingin dengan iklim unipolar. Dunia saat ini ada dalam kondisi Multipolar, dimana lahir banyak kekuatan baru yang menantang posisi aman dan status quo Amerika. Ada Rusia yang menantang adidaya dengan militernya, dan ada China yang menantang adidaya dengan size ekonominya. Titik keseimbangan dunia sudah berubah total. Partai Gelora justru menawarkan jalan tengah, jalan kolaborasi, jalan rekonsiliasi sesama anak bangsa untuk menatap Indonesia baru dengan arah baru yang lebih naratif. Tidak ada keuntungan sama sekali dengan adanya benturan-benturan ideologi tadi di dalam negeri kita. Kecuali kita akan kalah dan masuk jebakan musuh. Partai Islam dan partai nasionalis sudah seharusnya melihat kepentingan bangsa yang lebih luas dan berhenti untuk saling berbenturan. Karena hanya dengan modal persatuan ini kita akan selamat dalam meniti langkah ke depan. Apa artinya lebel partai nasionalis, jika masih rajin korupsi, rajin KKN, dan rajin melakukan politik pecah belah dan polarisasi di tengah masyarakat. Apa artinya juga lebel partai islam, kalau budaya di dalam partainya juga buruk, tidak Islam dan jauh dari nilai nilai Islam. Ini sama sekali sudah tidak relevan. Apa artinya partai nasionalis dan lebel pancasilais, apabila tidak menegakkan konstitusi. Masih rajin memelihara feodalisme, rajin pencitraan dan nihil kerja kerja nyata yang bisa dirasakan oleh rakyat. Apa artinya lebel partai Islam, jika Ketua Umumnya banyak yang masuk penjara dan ditangkap KPK. Regenerasi yang tidak berjalan, dan demokrasi yang gagal di dalam tubuh partainya sendiri. Nasionalisme seharusnya dipakai untuk pondasi berpikir untuk memperbaiki bangsa. Bukan untuk politik praktis semata, bukan untuk korupsi, bukan untuk mengemplang pajak dst. Agama juga seharusnya dipakai untuk memperkuat sendi sendi negara. Memperkuat pertahanan dan kedaulatan dalam negeri untuk persiapan menuju negara maju. Agama jangan hanya dipakai untuk mencari dukungan suara demi Pemilu semata. Seharusnya agama tidak dipakai untuk menipu rakyat 5 tahunan demi ambisi ambisi ketua umum partai untuk sekedar berkuasa dan menunggangi suara ummat. Nasionalisme dan agama seharusnya bukan untuk dipakai hanya demi kepentingan politik sesaat. Bukan untuk ambisi ambisi rendah para politisi hanya demi mengejar target elektoral semata. Partai Gelora bukan partai yang sibuk dengan isu-isu begini. Partai Gelora tidak mau sibuk dengan isu-isu apakah kita partai islam, apakah kita partai nasionalis dst dst. Partai Gelora bukan partai yang sibuk mengurus ceruk-ceruk pemilih, apakah ceruk kanan apa ceruk kiri, apakah pemilih kanan atau pemilih kiri. Bagi kami, siapapun anak bangsa yang ingin melihat Indonesia menjadi negara bersih dari korupsi, negara yang kuat militernya, canggih teknologinya, makmur rakyatnya, sejahtera penduduknya, matang demokrasi nya, tegak konstitusinya. Maka bergabunglah dengan partai Gelora. Gelora partai Islam atau partai nasionalis, itu sama sekali tidak penting. Gelora partai agamis atau partai pancasilais, itu sama sekali tidak penting. Bagi kami, Isi lebih penting daripada sampul. Bagi kami, siapa saja anak bangsa yang punya cita-cita menjadikan Indonesia jauh lebih baik, jauh lebih kuat pertahanan nya, berdaulat ekonomi nya, berdaulat politik nya, dan punya daya tawar tinggi di level dunia. Maka bergabunglah bersama partai Gelora. Kita ingin mengakhiri konflik-konflik yang tidak perlu dan menguras tenaga tanpa arti. Kita ingin melangkah jauh mempersiapkan Indonesia agar siap menghadapi tantangan tantangan global di depan mata yang berpotensi mengancam Indonesia. Kita menawarkan narasi kolaborasi, narasi kerjasama sesama anak bangsa. Apapun perbedaan yang ada, karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Menuju Indonesia baru yang lebih baik rangking nya. Baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ini jauh lebih layak untuk diperjuangkan ketimbang kita terus menerus menari diatas permainan orang lain diluar sana. Tawaran Partai Gelora sangat jelas. Mempersatukan Indonesia, mendidik generasinya menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Untuk mencapai konsensus bersama sebagai bangsa yang serius maju ke depan. Mengajak generasi berpikir, mengajak generasi untuk memiliki nasionalisme baru. Untuk melihat Indonesia dengan kebanggaan sebagai negara besar. Agar mereka juga berani dan bangga mencita citakan Indonesia menjadi negara yang sejajar dengan negara super power di luar sana. (*)
LBP Jangan Baper Dikritik Rakyat
Oleh Gde Siriana - Direktur Eksekutif INFUS Pernyataan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) soal jangan banyak omong mengkritik pemerintah sungguh memalukan. Secara literatur korupsi dapat dikurangi melalui e-governance. Dengan demikian pada akhirnya tercapai efisiensi dalam administrasi pemerintahan. Tetapi konteks hari ini, bicara soal korupsi artinya bicara mengekstrak rente dan adanya persoalan informasi, yang mana itu sangat bergantung pada kelembagaan politik. Ini yang menentukan para aktor politik dalam merespons praktik dan prevalensi korupsi. Terkait ini, literasi ilmu politik sudah banyak membahas peran akuntabilitas politik dalam menciptakan good governance. Derajat akuntabilitas politik ini sangat dipengaruhi oleh derajat kompetisi politik dalam sistem politik, keberadaan mekanisme check & balance, dan transparansi dalam sistem. Political outcome dari sistem kompetisi politik saat ini bagaimana? Sudah demokratis kah? Check & balance mampu gak mengawasi dan mengontrol perilaku institusi dan aktor dalam penyalahgunaan kekuasaan? Misalnya melalui kebijakan diskresi. Desentralisasi seharusnya diimbangi dengan kebebasan pers, karena seharusnya semakin terdistribusi kekuasaan dan urusan ke daerah, maka informasi akan makin terdistribusi ke level lokal, makin mudah diawasi oleh konstituen, artinya kekuasaan akan makin transparan. Faktanya justru di era desentralisasi, korupsinya juga terdistribusi bersama dengan urusan yang diberikan ke daerah. Selain akuntabilitas politik, ada faktor lainnya yaitu struktur dari provisi barang-barang publik atau terkait dengan pelayanan publik. Struktur politik selain menentukan derajat korupsi yang terjadi, juga menentukan dalam struktur provisi barang-barang publik. Misalnya terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan warga untuk dapatkan air bersih dari Pemda atau pembuatan KTP, ijin-ijin dll. Seharusnya dengan transparansi, masyarakat akan tahu daerah atau provinsi mana yang paling kompetitif dalam melayani warga. Jadi semua daerah akan berlomba mengejar efisiensi dan tidak ingin dianggap semau gue mengekstrak rente dari masyarakat. Kesimpulannya, untuk menuju e-governance itu tetap harus ada check & balance, transparansi dan kebebasan pers agar masyarakat dapat terus menuntut pemerintah menunjukkan akuntabilitasnya. Tidak cukup hanya mengandalkan komputer untuk mencegah korupsi. (*)
Pergilah Jauh Israel, Jangan Injak Indonesia
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan DRAWING Piala Dunia U-20 yang direncanakan di Bali tanggal 31 Maret resmi dibatalkan FIFA. Ini artinya FIFA membaca perkembangan politik yang terjadi di Indonesia. Ada penolakan keras atas rencana kehadiran Timnas Israel. Termasuk penolakan yang datang dari Gubernur Bali I Wayan Koster. Gagalnya pengundian di Bali menjadi sinyal kemungkinan besar FIFA akan mencabut Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 bulan Mei 2023. Aspirasi rakyat Indonesia dibaca dan didengar FIFA. Pemerintahan Jokowi tentu pusing tujuh keliling. Erick Thohir yang sudah teriak akan menjamin keamanan Timnas U-20 Israel ternyata tidak didengar. Begitu pula dengan Menpora. Teriakan bodoh Ketum PSSI ke publik agar tidak mencampurarukkan olah raga dengan politik \"dibantah\" oleh FIFA yang merespons aspirasi politik rakyat Indonesia. Dibatalkan drawing di Bali adalah keputusan politik. FIFA merasakan perbedaan pandangan dan sikap antara pemerintahan Jokowi dengan rakyatnya sendiri. Rakyat menolak Israel sementara Pemerintah boleh-boleh saja. FIFA tentu khawatir apabila setiap pertandingan yang diikuti kesebelasan Israel menjadi tidak kondusif. Huru hara bisa terjadi dan aparat menangani secara represif. Kasus Kanjuruhan Malang membuktikan betapa tidak profesionalnya PSSI dalam menyelenggarakan dan mengamankan even. Pertandingan lokal saja telah \"berhasil\" menewaskan 135 penonton apalagi jika terkait Israel. Sungguh mengerikan. Setelah drawing di Bali gagal maka dunia bereaksi. Beberapa negara telah menyatakan siap untuk menggantikan Indonesia. Qatar yang sukses menyelenggarakan Piala Dunia siap untuk U-20. Demikian juga dengan Argentina serta Peru yang akan menjadi tuan rumah kejuaraan Piala Dunia U-17. Pemerintah Indonesia dalam keadaan panik melobi FIFA untuk menyelematkan muka dan lepas dari sanksi pengucilan. Pemerintah Indonesia termasuk Ketum PSSI Erick Thohir jangan marah pada rakyat Indonesia tetapi marahilah Israel sang penyakit. Tekan Israel agar memberi kemerdekaan pada bangsa Palestina. Statusnya sebagai negara penjajah telah menyulitkan banyak negara. Indonesia kini merasakan \"kena batunya\". Tuan rumah malang yang terancam gagal total. Mimpi untuk menjadi penyelenggara World Cup 2036 pun semakin sirna. Tentu kita kecewa jika ternyata tidak menjadi tuan rumah, keprihatinan bangsa. Tetapi kita juga kecewa pada sikap tidak bermartabat Pemerintah yang tidak berani menyampaikan sikap bangsa dan rakyat Indonesia yang tidak dapat menerima Israel. Sebaliknya justru berjuang hanya untuk jaminan keamanan kesebelasan Israel. Kini Indonesia bersiap menerima dua tamparan yang menistakan. Pertama, tamparan tidak punya martabat karena siap menerima Israel dengan mengabaikan aspirasi dan menginjak konstitusi. Kedua, tamparan dari FIFA yang kemungkinan mencabut status tuan rumah Indonesia yang diragukan mampu melaksanakan kejuaraan dengan sukses. Di sisi lain aksi protes rakyat khususnya umat Islam yang menolak Israel telah memberi gaung dan tekanan. Begitu juga kemudiannya Partai dan Kepala Daerah. PDIP telah sukses memukul Istana dan menggagalkan ambisi Jokowi. FIFA tidak mau ambil risiko, FIFA tidak percaya penguasa dan FIFA mendengar aspirasi rakyat Indonesia. FIFA telah batalkan drawing dan kemungkinan besar cabut Indonesia sebagai tuan rumah. Selamat tinggal Kejuaraan Dunia U-20. Selamat pergi Israel. Pergilah jauh dan jangan coba injak rumput Indonesia. Tangan dan kakimu penuh lumuran darah anak-anak dan perempuan Palestina. Bandung, 28 Maret 2023