OPINI
Menteri “Bernoda” Korupsi (1): Tito Karnavian dan Erick Thohir?
Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Ketika mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Maju (KIM) periode 2019-2024, Presiden Joko Widodo perintahkan 7 hal untuk para menteri: 1. Jangan korupsi, ciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi; 2. Tidak ada visi misi Menteri, yang ada visi misi Presiden-Wakil Presiden; 3. Kerja keras, kerja cepat, kerja produktif; 4. Jangan terjebak rutinitas yang monoton; 5. Kerja berorientasi hasil nyata, tugas kita tidak hanya menjamin sent, tapi delivered. 6. Selalu cek masalah di lapangan dan temukan solusinya; 7. Serius dalam bekerja. Yang tak bersungguh-sungguh, dipastikan dicopot. Presiden Jokowi juga mengancam menteri korupsi langsung dicopot. Ini ancaman untuk menteri yang “bernoda” korupsi. Adakah di antara para menteri dan wakil menteri yang baru dilantik Presiden Jokowi tersebut “bernoda” korupsi? Berdasarkan jejak kasus dan digital news terdapat beberapa nama yang berpotensi akan berhadapan dengan penegak hukum. Siapa saja? Tito Karnavian Sehari setelah pelantikan menteri KIM, Jum’at (25 Oktober 2019 00:08 WIB), Tempo.co kembali mengungkit skandal “buku merah” yang di dalamnya tertulis nama Tito Karnavian yang buktinya sudah “diselamatkan” penyidik. Melansir Tempo.co, KPK menyatakan tidak ikut mengambil keputusan untuk menghentikan penyidikan kasus penyobekan barang bukti dalam kasus impor daging atau yang lebih dikenal sebagai skandal buku merah yang dilakukan Roland dan Harun. Kedua penyidik KPK asal Polri yang telah dikembalikan oleh KPK itu dilaporkan melakukan pengrusakan buku merah pada 12 Oktober 2018. Roland dan Harun, dua penyidik polri yang dipulangkan dari KPK setelah diduga merusak bukti tersebut. Menurut Jubir KPK Febri Diansyah, kewenangan untuk menghentikan penyidikan itu ada di kepolisian. “Kewenangan untuk melanjutkan atau menghentikan sebuah perkara itu berada pada penyidik, penyidik dalam hal ini tentu adalah yang berada di Polri,” katanya. Tim KPK yang datang dalam perkara itu cenderung hanya mendengarkan pemaparan dari kepolisian. KPK, tidak berwenang untuk menyepakati atau menolak penghentian penyidikan kasus tersebut. “Karena domain dari pokok perkara itu ada di kepolisian,” tegasnya. Sebelumnya, kepolisian telah menghentikan penyidikan kasus pengrusakan buku merah. Keputusan tersebut telah diambil dalam gelar perkara di Polda Metro Jaya pada 31 Oktober 2018. “Bahwa faktanya tidak ditemukan adanya perusakan catatan tersebut,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis, 24 Oktober 2019, seperti dilansir Tempo.co. Menurut Iqbal, gelar perkara itu diikuti unsur kepolisian, KPK, dan Kejaksaan. Kata Iqbal, ketiga lembaga termasuk KPK sepakat tidak ditemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum berupa pengerusakan barang bukti kasus suap daging impor Basuki Hariman ini. Polri mulai menyidik kasus pengrusakan buku merah pada 12 Oktober 2018. Terlapor dalam kasus itu ialah Roland dan Harun, dua penyidik polri yang dipulangkan KPK setelah diduga merusak bukti tersebut. Keduanya diduga telah merobek 15 lembar catatan transaksi dan membubuhkan tip-ex untuk menghapus sejumlah nama penerima uang dari perusahaan Basuki yang diduga mengarah ke petinggi polri (baca: Tito Karnavian, kini Mendagri). Perobekan itu terekam dalam CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 gedung KPK pada 7 April 2017. Indonesialeaks, kanal bagi para informan publik berbagi dokumen penting tentang skandal, baru-baru ini merilis video CCTV soal pengrusakan buku merah tersebut. Rekaman itu menunjukkan peristiwa saat Roland dan Harun diduga melakukan pengrusakan terhadap buku. KPK telah menyerahkan salinan rekaman itu ke Polda Metro Jaya pada Oktober 2018. Rekaman video itupun sudah viral di medsos. Media mainstream sekelas Tempo.co yang tergabung dalam Indonesialeaks tidak mungkin menyebar berita hoax terkait rekaman video CCTV soal pengrusakan buku merah tersebut. Keberanian KPK mengusut kasus ini sangat ditunggu rakyat. Dari 7 lembar yang disobek itu dan dinyatakan “hilang” tersebut, antara lain ada data: Tgl 21/3/2016, untuk Kapolda/Tito USD 75.872 x 13.180 = 999.992.960; Tgl 20/4/2016, untuk Bp Tito/Polda USD 75.988 x 13.160 = 1.000.000.000; Tgl 19/5 2016 untuk Bp Tito (Kapolda) USD 73.882 x 13.535 = 999.992.870; Tgl 14/7/2016 untuk Bp Tito USD 76.160 x 13.130 = 999.980.800. Bukti 316: 1 (satu buah buku Bank berwarna merah bertuliskan Ir. Serang Noor No. Rek 4281755174 BCA KCU Sunter Mall beserta 1 (satu) bundel rekenng Koran PT Cahaya Sakti Utama Periode 4 November 2019 s.d. 16 Januari 2017. Langkah Presiden Jokowi menarik Tito Karnavian menjadi Mendagri bisa disebut sebagai langkah cerdik, mencerabut pengaruh dan kekuasaan Jenderal Tito di institusi Polri. Dengan menjabat Mendagri, KPK lebih leluasa mengusut skandal buku merah. Erick Thohir Konon, ada dana Asian Games 2018 lalu yang miss mencapai sekitar Rp 1,2 triliun, dan itu nasibnya ada di BPK. Sinyal itu ditegaskan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Memang mereka tidak menyebut nama dan perilaku secara spesifik yang mengarah ke sana, namun ungkapan itu memang ada peluang besar ke Imam Nahrowi dan Erick Thohir yang kini menjadi Menteri BUMN dalam KIM. Imam Nahrowi kini menghadapi proses hukum di Pengadilan Tipikor Jakarta terkait skandal dana hibah KONI. Sementara Erick Thohir ditunjuk Presiden sebagai Menteri BUMN karena dinilai sukses sebagai Ketua Inasgoc dalam perhelatan Asian Games 2018 lalu. Akankah Erick Thohir digiring oleh penyidik KPK ke arah tersangka, sebagaimana Menpora jadi tersangka? Agus Rahardjo sebelumnya mengatakan, pihaknya masih mendalami siapa saja yang terlibat dalam kasus kickback dana hibah Kemenpora ke KONI. Bahkan, KPK juga akan mengembangkan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI itu hingga kemana-mana. Termasuk diantaranya menyelidiki hingga dana untuk Asian Games 2018 itu. “Kami masih dalami siapa saja yang akan terlibat kemudian rangkaiannya kemana,” ujarnya. “Kalau Kemenpora pasti tidak hanya dana hibah Kemenpora ke KONI, tapi ada juga yang ke International Olympic Committee (IOC). Ya kami bisa men-trace juga misalnya penggunaan dana Asian Games kemarin ya,” tegas Agus Rahardjo. Meski begitu, Agus enggan menyampaikannya secara detail mengingat hal itu saat ini sedang dalam penelusuran tim KPK. “Jadi, kami akan telusuri itu. Kami belum bisa melaporkannya secara komplit, secara jelas,” lanjut Agus Rahardjo. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang lebih tegas lagi. Institusinya telah menemukan indikasi-indikasi korupsi menjelang dan saat pergelaran Asian Games 2018 lalu. “Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu,” ujar Saut Situmorang. Semua data, semua percakapan, termasuk mutasi rekening dan bukti-bukti lain sudah ada di tangan. KPK tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membongkar semuanya. Termasuk dugaan penyimpangan dana terkait Asian Games 2018. Sudah tiga bulan berlalu pesta akbar Asian Games 2018 yang terbilang sukses pelaksanaan dan sukses prestasi, menjadi sorotan banyak mata dunia. Namun dibalik kemeriahan itu KPK mencium aroma korupsi menjelang dan saat pergelaran Asian Games 2018. Pelan tapi pasti KPK mengusut indikasi korupsi atas even olahraga Internasional tersebut, sebab dana yang digunakan sekitar Rp 30 triliun, bukan tidak mungkin ada tangan nakal pejabat yang memanfaatkan uang tersebut untuk masuk kantong pribadi. Kabarnya, ada dana senilai Rp1,2 triliun yang tak bisa dipertanggungjawabkan. “Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu, tapi kami mau kelancaran acara (Asian Games 2018),” ujar Saut Situmorang kepada wartawan. Kini, Erick Thohir bakal menghadapi laporan mantan Wakapolri Komjen Purn. Oegroseno. “Hukum dibuat mainan oleh Erick Thohir dan beberapa oknum pengurus KOI,” ungkapnya kepada Pepnews.com, Senin (28/10/2019). Oegroseno melaporkan mantan petinggi Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir dan Helen Sarita de Lima, ke Polri karena ia merasa dirugikan setelah atlet tenis meja tidak dikirimkan ke SEA Games 2019 Filipina. Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) pimpinan Oegroseno, menyiapkan 4 atlet putra dan 4 atlet putri itu menuju SEA Games 2019 yang dilangsungkan mulai 31 November hingga 11 Desember 2019. Mereka dipatok target 1 medali emas, 2 perak, dan 4 perunggu. Tapi, KOI memutuskan untuk tidak menyertakan tenis meja ke SEA Games 2019. Sebab, PTMSI disebut sedang memiliki tiga kepengurusan. “Harapan atlet yang sudah menjalani latihan sejak Maret 2019 telah diluluhlantakkan oleh saudara Erick Thohir sebagai Ketum KOI masa bakti 2015 - 2019,” kata Oegroseno seperti dikutip dari Detiksport , Jumat (25/10/2019). Oegroseno bersikukuh dualisme kepengurusan PTMSI berakhir dengan munculnya Putusan PTUN pada pertengahan 2014 sampai dengan akhir 2015 dan sudah mendapatkan Putusan MA Nomor: 274K/TUN/2015 yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Isinya, KONI segera mengukuhkan kepengurusan PP PTMSI dengan Ketua Umum Komjen Pol (Purn) Drs Oegroseno, SH. “Kami mengalami kerugian anggaran yang telah dikeluarkan oleh swadaya PP PTMSI mencapai Rp 15 miliar,” ungkapnya. “Karena atlet sudah bertanding melawan atlet-atlet dari delapan negara tingkat Asia yang juga Kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 serta ke Kejuaraan Internasional bulan depan di Batam,” ujar Oegroseno. ***
Bukan Radikalisme, Cuma Keresahan Mereka Saja
By Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Dalam 20 tahun terakhir ini, umat Islam leluasa menjalankan dakwah. Di mana saja, di semua tingkat. Setelah puluhan tahun dikekang dan ditindas oleh penguasa. Dakwah itu kini membuahkan hasil positif. Ketakwaan umat secara umum terlihat meningkat. Kasat mata menyaksikan itu. Tanda-tandanya antara lain adalah semakin banyak wanita yang mengenakan busana muslimah. Umat semakin paham dan percaya diri. Di kampus-kampus. Di tempat-tempat kerja, baik di lingkungan kantor pemerintahan maupun di lingkungan pabrik-pabrik. Ahamduillahnya, gairah keislaman tidak lagi terbatas di lingkaran yang dulu boleh disebut tak berkelas. Islam kini dipahami, dihayati, dan dilaksanakan semaksimal mungkin oleh kelas menengah. Kelas terdidik. Educated. Begitulah pertumbuhan dakwah yang dijalankan dengan damai oleh para ulama, kiyai, ustad, dll. Berhasil menjangkau lapisan luas masyarakat. Dan disambut dengan tangan terbuka. Dulu, orang-orang yang bermukim di kawasan elit kota-kota besar enggan memakai jilbab. Takut dikatakan terbelakang jika mengenakan busana muslimah. Sekarang, semua itu sirna dimakan oleh pengetahuan mereka tentang Islam. Dulu, orang Islam ragu-ragu menampilkan keislamannya. Sekarang, semua itu hilang. Umat dari segala lapisan dan kelas memberikan perhatian besar terhadap dakwah. Umat semakin paham bahwa tujuan hidup mereka adalah akhirat yang terbaik. Itulah buah dakwah yang mulai meresahkan banyak pihak. Resah karena tiba-tiba hari ini di mana-mana perempuan Islam rata-rata memakai busanana muslimah. Menutup aurat. Majelis ilmu agama tumbuh bak jamur di tanah lembab. Pertumbuhan dakwah itu juga ditandai oleh kehadiran rumah ibadah, yaitu masjid dan musholla, di kantor-kantor dan tempat-tempat komersial seperti mal, plaza, pasar, dlsb. Bahkan sampai ke sekolah-sekolah. Rata-rata sekolah memiliki masjid atau surau. Sholat dan sarananya menjadi kebutuhan mutlak. Ini yang membuat kaum liberal meradang. Mereka panik melihat semakin banyak kaum muda yang lebih tertarik kepada ketakwaan ketimbang kesesatan. Di banyak perguruan tinggi negeri, juga swasta, boleh dikatakan hampir 100 persen mahasiswa dan dosen Islam berpakaian muslimah. Akibatnya, mereka gelisah melihat kampus-kampus yang mahasiswanya ikut pengajian dan majelis ta’lim. Ada masjid kampus. Azan bersahut-sahutan. Salah seorang Youtuber sesat, namanya DS, termasuk yang gelisah melihat kampus-kampus yang semakin solid dengan suasana Islami. Dalam satu kampanye video, DS menuduh mereka tercuci otak, terpapar radikalisme, dll. Dia tuduh para mahasiswa yang semakin takwa itu sebagai pendukung khilafah. Garis keras, intoleran, dsb Umat Islam tampkanya kembali dijadikan bulan-bulanan. Label radikalisme dikampanyekan oleh orang-orang yang anti-Islam. Baik oleh mereka yang Islam maupun yang bukan Islam. Para penguasa ikut termakan. Presiden Jokowi sendiri juga yakin umat Islam sekarang menjadi radikal. Salah satu fokus kerja Jokowi adalah proyek deradikalisasi. Padahal, umat hanya menjalankan syariat agama mereka. Secara damai dan tidak mengganggu siapa pun. Tapi, mengapa begitu gencar kampanye radikalisme? Ada beberapa penjelasan. Pertama, sejak 20 tahun terakhir ini umat Islam dari semua lapisan dan di segenap pelosok negeri bisa bersatu dalam dakwah. Bersatu dalam Islam garis lurus. Ini yang membuat para pembenci Islam yang memiliki kekuatan uang tak terbatas, berusaha menggunakan para penguasa untuk menindas pertumbuhan dakwah. Salah satu caranya adalah memunculkan isu radikalisme. Terminologi ini sangat ampuh untuk menakut-nakuti umat. Kedua, ada kekuatan luar yang juga merasa resah melihat umat yang semakin solid dalam dakwah. Islam garis lurus yang tersambung begitu kukuh membuat kekuatan luar merasa terhalang untuk masuk. Mereka menjadi frustrasi. Umat garis lurus akan membendung mereka. Kekuatan luar yang ingin masuk ke sini, pasti merasa tak cocok dengan umat yang menunjukkan sauasana islami. Ketiga, bisa jadi juga sejumlah pemegang kuasa tertentu sengaja memelihara isu radikalisme karena mereka bisa menjual itu untuk mendapatkan duit besar. Ini sangat berbahaya. Sebab, para penguasa yang memelihara isu radikalisme itu bisa memainkannya secara terukur dan terkendali. Mereka itu sangat ceroboh. Permainan ini hanya mengorbankan umat. Umat Islam menjadi tertuduh terus. Jadi, yang sesungguhnya berlangsung bukanlah keberadaan radikalisme. Yang ada hanyalah suasana islami umat garis lurus yang sama sekali tidak mengancam siapa pun. Cuma memang menyulut keresahan sejumlah pihak. Yaitu, mereka yang tak rela umat ini bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’aala. Padahal, umat Islam yang memiliki ketakwaan dipastikan akan bermentalitas Pancasila.[] 28 Oktober 2019
Pak Presiden Tolong Bubarkan Relawan Jokowi
Oleh Mangarahon Dongoran, (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Jika relawan Jokowi tidak dibubarkan atau membubarkan diri, maka akan menjadi salah satu benalu pengganggu roda pemerintahan lima tahun mendatang. PEKAN lalu ada berita yang sempat menarik perhatian saya, saat saya dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Tangerang, Provinsi Banten. Berita itu bukan karena Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024. Pun juga bukan karena hiruk-pikuk pengangkatan 34 menteri dan pejabat setingkat menteri yang menjadi pembantu Presiden. Bukan pula pengangkatan 12 orang wakil menteri yang menjadi pembantu wakil menteri dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dengan pengangkatan wamen, berarti ada pembantunya pembantu presiden. Berita menarik bagi saya adalah ketika relawan Projo (Pro Jokowi) menyatakan bubar. Alasannya, karena mereka merasa tidak dibutuhkan lagi. Meski sebenarnya itu alasan yang dibuat-buat. Alasan paling menyebalkan sebenarnya ada dua. Pertama, karena Projo tidak suka Prawobo Subianto diangkat menjadi Pertahanan RI. Harap maklum, Prabowo adalah rival Jokowi dalam dua kali Pilpres (2014 dan 2019). Dalam dua kali pilpres itu juga Projo merupakan relawan militan yang selalu siap dengan peluru tajamnya untuk menghujam lawan Jokowi, yaitu Prabowo Subianto. Bukan relawan tanpa pamrih Alasan kedua, karena Projo yang merasa berdarah-darah dan berkeringat membela Jokowi, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Meski selama ini mereka mengatakan relawan tanpa pamrih, tapi dari hati yang dalam, Projo merasa ditinggal begitu saja. "Sakitnya tuh, di sini (maksudnya hati)," demikian kira-kira yang terasa pada sebagian relawan Projo. Sejujurnya, saya senang dengan ketulusan Projo membubarkan diri, meski akhirnya diralat alias tidak bubar karena Ketua Umumnya Budi Ari Setiadi diangkat menjadi Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal. Artinya, setelah mengancam bubar, baru diberi kue. Seandainya tidak mengancam, mungkin Projo tidak dapat apa-apa. Artinya, selama ini orang-orang Projo bukanlah relawan tanpa pamrih, tetapi relawan dengan penuh harapan. Projo sebenarnya berharap mendapapat kursi menteri. Apa boleh buat, wamen oun jadilah. Ibarat kata pepatah, "Tak ada rotan akar pun jadilah." Jauh sebelum Projo mengeluarkan pernyataan membubarkan diri (meski batal), sebenarnya saya sudah ingin meminta atau menyarankan agar Presiden RI membubarkan seluruh relawan Jokowi. Alasannya, karena Pilpres yang merupakan pertarungan demokrasi sudah berakhir. Ibarat peperangan, yang satu sudah kalah, dan yang menang harus berusaha merangkul yang kalah. Prabowo disandera Apalagi, lawan utama Anda (Prabowo) sudah dijadikan sandera dalam pemerintahan Anda. Ibaratnya, panglima perangnya sudah Anda buat bertekuk lutut, tidak berdaya, dan tunduk sesuai dengan keinginan Anda. Jika macam-macam, tinggal ditendang dari kabinet yang Anda pimpin. Saya sudah tahu jawaban yang akan dilontarkan Jokowi jika permintaan atau saran saya ini dibaca. "Saya tidak berhak membubarkan mereka (relawan Jokowi)," kira-kira itu jawaban yang keluar. "Betul! Anda tidak berhak membubarkannya. Akan tetapi Anda berhak menjaga jarak dengan para relawan Jokowi itu. Setidaknya, Anda bisa mengatakan, "Pilpres sudah selesai. Jadi, semua harus bersatu. Relawan Jokowi tidak diperlukan lagi. Semuanya adalah rakyat saya." Mengapa saya meminta atau menyarankan Presiden membubarkan Relawan Jokowi yang jumlahnya menurut data yang saya peroleleh 120 relawan (bisa lebih)? Karena menurut pengamatan dan hemat saja, jika Relawan Jokowi tidak dibubarkan atau membubarkan diri, maka akan menjadi salah satu benalu pengganggu roda pemerintahan lima tahun ke depan. Banyak benalu lain, baik yang berasal dari eksternal maupun internal. Belum lagi pertumbuhan ekonomi yang diyakini akan berat, yang merupakan benalu terbesar. Belum lagi gangguan keamanan, seperti pemberontakan separatis di Papua. Meminta proyek Mereka akan terus meminta atau menekan agar mendapatkan jabatan dan proyek. Ini saya katakan, karena ada pengalaman seorang kepala daerah tingkat dua (walikota) yang sempat menyampaikan unek-uneknya ke saya pada periode Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla ( 2014-2019) yang lalu. Kata walikota itu, ia pusing karena didatangi Relawan Jokowi. Mereka meminta proyek. Tidak dikasih mereka menekan. Kalau dikasih, belum tahu track recordnya atau rekam jejaknya dalam urusan proyek bagus. Tidak hanya di daerah. Relawan Jokowi juga meminta proyek di BUMN. Kalau ada komisaris atau direksi di sebuah BUMN berasal dari Relawan Jokowi maupun tim suksesnya, mereka tidak perlu meminta karena sudah ditawarkan. Kalau BUMN yang komisaris atau direksi tidak ada yang berasal dari relawan atau tim sukses, maka mereka masuk meminta proyek dengan memaksa. Oleh karena itu, "Pak Presiden Tolong Bubarkan Relawan Jokowi." Sebab, selain merupakan salah satu benalu di pemerintahan yang Anda pimpin, relawan ini juga berpotensi besar untuk berbenturan dengan sesama anak bangsa. Sebab, jika ada kelompok atau individu yang dianggap tidak sejalan dengan mereka, maka dianggap sebagai lawan yang harus dimusuhi dan kalau perlu "dibinasakan." Jika ada perbedaan pendapat, apalagi menyangkut agama, mereka langsung mencap, "intoleran, anti Pancasila, anti NKRI," dan sederet kata lainnya. Bahkan, mereka tidak segan mengatakan sebagai kelompok radikal. Bahkan, jika ada yang mengkritisi kebijakan pemerintah, terutama mengkritisi janji kampanye Anda yang tidak dilaksanakan, mereka akan mem-bully atau merundung habis-habis. Ini seperti yang terjadi dalam lima tahun pemerintahan Anda sebelumnya. Mereka akan mengatakan hal itu fitnah, bukan kritik. Padahal, yang disampaikan adalah kritik dan mengingatkan apa yang Anda janjikan selama kampanye. Sebagaimana sering Anda kemukakan, pemerintahan yang Anda pimpin membutuhkan masukan, kritik dan saran membangun. Sekali lagi Pak Presiden, tolong bubarkan Relawan Jokowi ! **
Gagasan yang Menyulitkan Nadiem Makarim
By Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Karena sesuatu hal, baru sekarang bisa menuliskan tanggapan. Mohon maaf kalau dirasakan telambat. Pada hari pelantikan kabinet Jokowi, seorang pemilik akun FB bernama Sahat Siagian, memperlihatkan rasa senangnya terhadap penunjukan Nadien Makarim sebagai menteri pendidikan. Sahat mengatakan, inilah kesempatan baik bagi Nadiem untuk membongkar masjid-masjid yang berada di komplek sekolah. Sahat jelas-jelas memperlihatkan kegusarannya terhadap busana muslimah yang dipakai oleh para siswi. Dia menginginkan agar Nadiem ‘menetralkan’ pakaian muslimah yang sangat dibencinya itu. Tersirat keinginan Sahat agar pakaian yang menutup aurat dilarang di semua sekolah. Sahat berharap banyak pada Nadiem. Dia membayangkan Mendiknas yang baru ini akan melancarkan gebrakan untuk membasmi suasana islami di lingkungan sekolah dan kampus. “Habiskan semua, Bung. Luluhlantakkan mereka,” tulis Sahat. “Tidak boleh lagi ada yang menaungi pendidikan. Sebab, belajar adalah sebuah upaya untuk membebaskan diri dari tahyul atau kepercayaan apa pun,” kata Sahat lagi. Luar biasa pedas kalimat-kalimat Sahat. Dia meminta agar Nadiem memberangus suasana islami di sekolah dan kampus. Sahat tak menyembunyikan kebenciannya pada Islam. Kehidupan Nadiem sangat disenangi oleh Sahat. Dia melihat prinsip hidup Nadiem sangat cocok untuk ditiru oleh umat Islam. Misalnya, Sahat mengatakan bahwa dia tidak terkejut ketika dia tahu istri Nadiem beragama Katolik. Dan dia sangat senang pula mendengar anak-anak Nadiem dibaptis. Tetapi, Sahat lupa bahwa Nadiem tidak akan mampu mengubah satu orang pun perempuan yang telah teguh dengan keislamannya. Nadiem akan membentur tembok keras jika dia mencoba mengganggu umat Islam yang menerapkan syariat secara wajar, damai dan konstitusional. Akibat benturan itu boleh jadi akan sampai ke wajah Sahat. Kita yakin Nadiem tidak akan mengutak-atik masjid atau surau yang ada di sekolah. Hampir pasti kaum muslimin akan menafsirkannya sebagai upaya kelompok lain untuk mengganggu umat Islam. Kenapa? Karena Sahat terlanjur mengatakan bahwa istri Nadieam beragama Katolik. Seharusnya Sahat tidak menyebutkan itu dalam tulisannya yang berjudul “Bung Nadiem”. Memang terasa enak menyebutkan itu. Tetapi, menjadi sangat sensitif ketika suatu hari nanti Nadiem mengeluarkan kebijakan yang frontal terhadap umat Islam. Kalau Nadiem tiba-tiba membongkar semua masjid atau surau dari komplek sekolah, tentulah salah satu yang terlintas di pikiran kaum muslimin adalah Katolik. Istri Nadiem yang bergama Katolik. Jadi, tulisan Sahat itu sesungguhnya sangat berbahaya. Gagasan Sahat menyulitkan Nadiem. Bisa memunculkan kecurigaan antargolongan. Seharusnya tidak diumbar di depan umum tentang kekatolikan istri Nadiem. Apalagi di media sosial beredar foto-foto keluarga Nadiem yang tampak sedang mengikuti acara di gereja. Sahat seharusnya menyembunyikan kekatolikan istri Nadiem itu. Supaya umat Islam tidak curiga kepada Nadiem. Jika kelak beliau menghantam umat Islam sebagaimana diinginkan oleh Sahat Siagian.[] 28 Oktober 2019
Menteri Agama (Tak) Mengurus Umat Islam
Ucapan menteri yang bernada tidak untuk mendamaikan suasana seperti itu, seharusnya tidak boleh ada di lembaga pemerintahan. Kita patut menyatakan, sekarang kementerian itu tidak lagi untuk mengurus Umat Islam. Sementara uang wakaf, sedekah, dana haji, miliknya Umat Islam kini telah dipergunakan lebih dari separuhnya oleh pemerintah. Oleh Dr. Ahmad Yani Jakarta, FNN – Departemen Agama secara historis didirikan untuk mengakomodasi kepentingan umat Islam dalam menjalankan syariat. Kementerian ini didirikan pada tahun 1946. Lembaga ini ada sebagai kompromi politik atas hilangnya tujuh kata dalam “Piagam Jakarta” pada tanggal 22 Juni 1945. Kita mengetahui bahwa setelah proklamasi 17 Agustus 1945, umat Islam melalui tokoh-tokoh politiknya merelakan kehilangan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Hilangnya tujuh kata ini sebagai bentuk kompromi umat Islam demi keutuhan bangsa. Terlihat bahwa umat Islam menempatkan keutuhan bangsa di atas segala-galanya. Meskipun alasan keutuhan masih menimbulkan tanda tanya hingga hari ini. Namun sikap moderat umat Islam merelakan piagam Jakarta menjadi Pancasila tidak bisa dinilai secara murah oleh siapapun. Itu adalah bentuk pengorbanan terbesar yang tak boleh dilupakan. Pengorbanan inim juga tidak boleh dikesampingkan oleh siapapun Pengorbanan Umat Islam atas hilangnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, telah menjadi perhatian utama dari pendiri bangsa ketika itu. Sehingga Muhamad Yamin, bertanya "tidak cukuplah jaminan kepada Agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja. Melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam sendiri”. Pendek cerita, harus menurut kehendak rakyat. Bahwa urusan Agama Islam yang berhubungan dengan pendirian Islam, Wakaf, Masjid, dan penyiaran Islam, harus diurus oleh kementerian yang istimewa. Nama lembaganya ketika di tahun 1945 itu adalah “Kementerian Agama". Jadi Kementerian Agama didirikan pada tahun 1945 itu untuk mengurusi hal-ihwal Agama Islam, sesuai kepentingan Islam. Lembaga ini diadakan bukan untuk kepentingan dan urusan yang lain. Begitulah sejarah tentang lahirnya Kementerian Agama tersebut. Pertanyaan Muhamad Yamin itu menjadi bukti sejarah bahwa Kementrian Agama tersebut, dibuat khusus hanya untuk umat Islam dalam mengakomodir segala kepentingan umat Islam. Selain itu, Kementrian Agama juga yang menjadi titik temu antara kubu nasionalis sekuler dan nasionalis agama. Kiyai Haji Wahid Hasyim dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa "model Kementerian Agama ini pada hakikatnya adalah kompromi jalan tengah. Jalan antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan agama dan negara." Pemerintah mengumukan berdirinya Kementrian Agama setelah disepakati secara aklamasi di oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Ketika itu Haji Mohammad Rasjidi yang diangkat oleh Presiden Sukarno sebagai Menteri Agama Pertama. Haji Mummad Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern. Dan di kemudian hari, Haji Muhammad Rasjidi dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah. Jangan Ahistoris Bozzz Apa yang dikatakan oleh Menteri Agama Fahrul Rozi bahwa “dirinya bukanlah Menteri Agama Islam, dan dia ditugaskan untuk melawan radikalisme, telah membuka kembali luka lama dalam kehidupan umat Islam”. Mengatakan bukan Menteri Agama Islam adalah pernyataan ahistoris, buta dan tuli terhadap sejarah kelahiran bangsa. Sebab sejarah mencatat, bahwa aspirasi Umat Islam diakomodir dengan terbentuknya Kementerian Agama pada awal-awal kemerdekaan bangsa ini. Ucapan yang bernada tidak untuk mendamaikan suasana seperti itu, seharusnya tidak boleh ada di lembaga pemerintahan. Kita patut menyatakan, bahwa sekarang kementerian itu tidak lagi untuk mengurus Umat Islam. Sementara uang wakaf, sedekah, dana haji, miliknya Umat Islam kini telah dipergunakan lebih dari separuhnya oleh pemerintah. Secara kasarnya, sekarang Umat Islam sedang diperas. Tetapi kekayaan Umat Islam yang disimpan di Kementrian Agama tidak dianggap oleh pemerintah. Sementara ceramah ustadz dibatasi, mesjidnya diawasi. Apakah ini yang dikehendaki oleh pemerintah sekarang? Masih berdasar pernyataan menteri Agama Fahrul Rozi. Bahwa dia ditugaskan oleh Presiden untuk mengurus radikalisme. Semua kementerian periode kedua ini sepertinya hanya mengurus radikalisme. Kita menyebutnya dengan pemerintahan yang mengurus radikalisme. Bahkan Prof. Dr. Din Syamsuddin menyarankan Kementrian Agama diganti namanya menjadi Kementrian Anti Radikalisme. Sebegitu kuatnya radikalisme sehingga mulai dari aparat keamanan seperti Polisi, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasiopnal Penanggulangan Terorisme (BNPT), hingga kementerian di kabinet Jokowi yang kedua semua mengurusinya. Berarti kerja pemerintah hanya mewujudkan program deradikalisasi saja. Tugas Menteri Agama itu adalah membangun moral bangsa. Membangun moral keagamaan, yang memberikan nilai positif dan konstruktif bagi bangsa. Menjaga kerukunan, dan meningkatkan kualitas pendidikan keagamaan. Membawa pesan keagamaan di tengah masyarakat. Begitulah tugas-tugas Kementrian Agama yang seharusnya. Sementara fungsinya adalah membuat dan menetapkan kebijakan keagamaan. Mengelola kekayaan di Kementrian Agama, dan mengawasi pelaksanaan tugas. Selain itu, melaksanakan kegiatan dan bimbingan teknis. Karena itu kalau tugas Kementerian Agama adalah mengurus radikalisme dan bukan menteri Agama Islam, lebih baik kementerian itu dihilangkan saja. Sebab sejarah kementerian itu merupakan hasil akhir dari kompromi diantara tokoh-tokoh bangsa. Kompromi antara golongan nasionalis Islam dengan golongan nasionalisme sekuler. Terlepas dari semua itu, Menteri Agama Fahrul Rozi sekarang ini tidak cocok mengurus kementerian. Tetapi lebih cocok diberikan tugas sebagai kepala BNPT. Itu lebih menjurus ke pikiran beliau ketimbang mengurus urusan Umat Islam yang begitu kompleks. Wallahualam bis shawab. Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum dan Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta serta Advokat
Pancasila Menjadi Benteng Dampak Negatif Globalisasi TI
Serangan siber juga telah berkembang sampai tahap melumpuhkan sebagian atau seluruh instrumen dan infrasturktur siber sebuah negara. Tidak terkecuali juga Indonesia. Sifat serangan siber itu tidak hanya mengancam jiwa manusia. Namun mengancam jpula stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan ketahanan sosial budaya. Kondisi ini membuat Indonesia kini mengalami krisis siber. By Komjen Pol. Dhama Pongrekun MH. MM Jakarta, FNN - Era globalisasi sekarang ini telah dijadikan alat untuk mengkoneksi secara global seluruh aspek kehidupan manusia. Koneksivitas global tersebut telah meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik. Basis utama dari sarana koneksitas global itu adalah money, power dan control Akibatnya setiap orang mampu mengakses informasi dengan bebas atau tanpa batas. Akses informasi itu, baik dalam bentuk gambar, tulisan maupun video yang dapat memanipulasi mindset manusia. Caranya, didahului dengan pelemahan sistem tubuh manusia, melalui perubahan struktur Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), yang dirusak oleh gelombang elektromagnetik, dan mempunyai kekuatan hipnotis. Peralatan hipnotis yang bernama smartphone itu kita beli. Setelah dibeli, kita juga yang menggunakan. Namun yang mengontrol kita adalah mereka yang mendesain, dan memproduksi smartphone tersebut. Mereka mengontrol dan mengendalikan kita setiap saat. Kapan saja dan dimana saja, bila mereka mau. Rekayasa kehidupan, yang bisasanya disebut life engineering, dapat dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Life engineering bisanya dilakukan kapan saja, dan dimana saja. Dimulai dengan propaganda ketakutan, agar otok purba kita bekerja mencari perlindungan mempertahankan diri. Kerana pada hakikatnya life engineering itu sudah ada, sejak ini dunia diciptakan. Pada era modern, rekayasa kehidupan dilakukan melalui fase revolusi industry. Muaranya pada ditemukan tekonologi informasi dan tekonologi komnikasi. Media yang dipakai adalah internet, yang mulai digunakan sejak 20-30 tahun lalu. Sejak itu, globalisasi menjadi gelombang yang sangat dahsyat. Penguruh dan dampak dari globalisasi itu, sepertinya tidak bisa dibendung. Selalu ada dalam kehidupan sehari-hari kita. Sekarang, seluruh aspek kehidupan manusia, terhubung dengan mamanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Sementara sarana tekonologi informasi dan komunikasi yang dipakai sehari-hari adalah smartphone. Teknologi memang didesain untuk hadir di tengah-tengah kehidupan manusia. Teknologi juga didesain dengan sajian kecepatan dan efektivitas yang sangat tinggi. Teknologi telah memudahkan manusia yang menggunakannya saling berkonukasi secara praktis dan efisien. Walaupun demikian, kita jangan sampai terlena dan diperbudak oleh hadirnya teknologi tersebut. Kemajuan teknologi harus tetap kita waspadai. Tidak selamanya teknologi membawa dampak positif terhadap kehidupan manusia. Pengembangan teknologi misalnya, pada perangkat tekonologinya kerap disisipi aplikasi yang memiliki ekslusivitas, seperti pornografi dan candu. Misi-misi teknologi seperti inilah yang harus diwaspadai oleh para penggunanya. Dibalik semua kemudahan teknologi informasi saat ini, kemajuan teknologi juga mempunyai resiko dan ancaman. Pada umumnya teknologi tersebut, digunakan oleh barbagai negara untuk memenangkan persaingan kepentingan mereka di tingkat global. Pada titik itulah, perang sebagai bentuk puncak persaingan antara negara hadir dan berevolusi. Salah satu dampaknya, peperangan sekarang ini tidak hanya terbatas pada kontak fisik. Tidak juga hanya dengan menggunakan senjata konvensional. Konsep peperangan zaman now telah berkembang menjadi perang siber. Basisnya adalah penggunaan teknologi informasi dan komunkasi tersebut. Serangan siber juga telah berkembang sampai tahap melumpuhkan sebagian atau seluruh instrumen dan infrasturktur siber sebuah negara. Tidak terkecuali juga Indonesia. Sifat serangan siber itu tidak hanya mengancam jiwa manusia. Namun mengancam jpula stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan ketahanan sosial budaya. Kondisi ini membuat Indonesia kini mengalami krisis siber. Menghadapi kenyataan ini, semua komponen bangsa harus hadir mengantispasi kemungkinan terburuk. Karena Indonesia akan diserang oleh pusaran arus negative dari dampak globalisasi. Pusaran globalisasi itu memiliki tiga program besar, yaitu Money, Power dan Control. Pertahanan terbaik menghadapi ancaman globalisasi yang berbasis Money, Power dan Control itu adalah menghadirkan dasar negara Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dasar negara Pancasila menempatkan manusia Indonesia mempercayai Tuhan Yang Maha Esa sebagai panduan kehidupan pribadi maupun berbangsa. Semua kemponen bangsa harus memperkuat ketahanan untuk menjiwai pilar bangsa Pancasila, dan UUD 1945 sebagai benteng menghadapi globalisasi hipnotis. Pengaruh globalisasi ini dijalankan dengan cara yang sistimatis, terstruktur dan masif ke semua lini pemerintahan. Semua orang ditanamkan suatu hidden agenda yang akan membuat kehidupan hanya satu arah. Yang ujung-ujungnya akan menyengsarakan bangsa, karena sudah ikut dengan agenda tersebut. Mereka melakukan agendanya dengan cara memberikan rasa ketakutan kepada kita. Dengan cara menyebarkan hipnotis ketakutan itu kita dipaksa mengikuti agenda yang sudah dijalankan. Agenga yang sistematis, karena dibumbui dengan kemudahan, kecepatan kepada manusia di dunia. Tanpa sadar akan membuai arah kehidupan yang luxury sebagai pemuas nafsu dunia. Kita jadi melupakan kehidupan kita yang berasal dari dunia supranatural. Bukan berasal dari suatu nilai angka atau eksak. Jika kita tidak berpegang teguh akan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, maka semua akan tergerus dengan kehidupan yang bernilai ekonomi. Era revolusi industri 4.0 dan kemajuan teknologi gadget khususnya, membuat kita kehilangan norma-norma. Membuat kita manipulasi mindset dengan aplikasi atau sarana yang ditawarkan. Sarana tersebut berisi materi-materi hipnotis yang penuh kebohongan dan propaganda ketakutan. Bahaya gelombang hypno elektromagnetik yang membuat kita menjadi addict. Penulis pernah mempraktekan bahaya gelombang hypno elektromagnetik itu dengan melakukan tes kinosiologi kepada dua mahasiswa dan satu narasumber pada seminar kebangsaan di Gereja Bethel Pekanbaru Sabtu (26/10/2019). Hasilnya, terbukti hypno elektromagnetik merusak sel-sel tubuh, apabila kita selalu dengan waktu yang lama mempergunakan gadget. Sudah waktunya Indonesia memiliki teknologi industri nasional yang di awaki anak-anak bangsa sendiri. Dampaknya, selain dapat memajukan ekonomi dalam negeri, hal ini juga dapat menjaga data keamanan seluruh bangsa Indonesia. Kita juga tidak lagi tergantung dengan bangsa lain seperti yang dikhawatirkan salah oleh Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis. Ketika menjadi pembicara di hadapan 300 lebih peserta Seminar Kebangsaan di Gereja Bethel Pekanbaru, penulis mengingatkan generasi muda bangsa harus berpedoman dengan Pancasila. Kerana dengan bangsa yang berdasar pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka akan sadar tentang pentingnya berprilaku hidup yang berkeadilan dan beradab itu. Kebhinekaan bangsa juga dengan sendirinya akan mempererat persatuan kita. Apabila persatuan sudah terwujud, tentu diharapkan setiap perbedaan pendapat, akan diakhiri dengan musyawarah dan mufakat. Pada akhirnya akan menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa indonesia. Penulis adalah Wakil Kepada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
Jokowi Penentu Kesuksesan Prabowo
Secara konstitusional Prabowo tidak bisa menentukan sendiri apa yang mau dikerjakan di Kementerian Pertahanan. Prabowo harus, dengan semua kemampuan terbaik dan ketulusan hebat yang dimilikinya terhadap bangsa ini, harus mendapat otorisasi dari Presiden. Perintah konstitusi yang ini imperative. Oleh Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Prabowo Subianto adalah pria dengan jejak ketentaraan yang gemilang. Berkali-kali masuk ke gelanggangg pilpres. Satu kali sebagai calon wakil presiden dan dua kali sebagai calon presiden. Dua kali menjadi rifal tangguh bagi Jokowi. Sebanyak itu pula Prabowo, pria yang hebat ini menemukan akhir yang menyakitkan. Setidaknya untuk para supporternya. Kekalahan terakhir, teridentifikasi sebagai kekalahan paling menyakitkan. Itu karena berbagai soal pada pemilu 2019 ini betul-betul sulit dinalar dengan akal sehat. Begitu banyak petugas pemungutan suara yang menemui akhir hidupnya. Mereka mati di hari-hari pencatatan perolehan suara. Kematian ratusan petugas pencatat suara ini adalah satu soal sangat pahit. peroalan pahit lainnya adalah jumlahnya yang sulit untuk diterima dan dimengerti. Anehnya, semua berlalu dengan langgam. Bahkan mencedurung menyepelekan sebagai sebuah kelaziman di pesta demokrasi. Tanpa penjelasan, yang memadai, semuanya terkubur begitu saja dalam keangkuhan rendahan. Betul, di luar kematian yang masal itu, semua fakta busuk lain dalam pemilu telah terbantah secara legal. Lagi-lagi itu memang betul. Tetapi tetap saja bantahan hukum itu tak bisa menguburkan black box pemilu itu sebagai pemilu sangat memilukan sejauh ini. Memukul akal sehat kita. Menggelamkan harkat dan marabat manusia menjadi sebutan yang tepat untuk pemilu kali ini. Tak Bermakna Tetapi kenyataan tersebut, hampir pasti bukan satu-satunya fakta di sekitar pemerintahan baru, yang membuat Prabowo terlihat jelas. Dia terlihat sebagai sosok yang paling menyita perhatian. Timbul bersama rakyat di tengah kabinet Jokowi. Setelah sebelumnya menjadi rifal tangguhnya. Prabowo kini telah timbul bersama Jokowi. Timbul dengan segala pertimbangan yang tidak seorang pun dapat mengetahui deteilnya. Memang menarik untuk dicermati. Bahkan ada yang tak habis pikir. Namun ada juga yang bisa memahami kenyataan ini. Faktanya sekarang Prabowo timbul di Kementerian Pertahanan. Kementerian yang secara konstitusi sangat bernilai strategis. Apalagi pancaran antusias dan penghormatan otentik aparatur di Kementerian Pertahanan atas kedatangan Prabowo terlihat begitu telanjang. Penghormatan kepada Prabowo dari jajaran Kementerian Pertahanan pada prosesi serah terima jabatan Menteri Pertahanan itu tidak seperti biasanya. Karena sangat spesialis dan “mengagumkan” di kementerian tersebut. Semuanya terlihat begitu nyata. Mau apa? Begitulah politik riil. Untuk alasan apapun politik rill adalah pekerjaan para elit. Suka atau tidak, ya begitulah adanya. Dan itu bukan hanya perkara di Indonesia. Ini perkara seperti ini menjadi biasa dalam politik riil di manapun didunia ini. Sudah sejak dari dahulu kala, jejak-jejak sejarah, menunjukan politik selalu digerakan oleh pertimbangan-pertimbangan yang lebih sering tak terlihat daripada yang sering terlihat. Jangan terkecoh dengan yang terlihat. Kenalilah hal yang tak terlihat. “Pak Prabowo lebih tahu tentang urusan pertahanan daripada saya”. Begitu inti kata-kata Jokowi saat mengumumkan dan melantik Prabowo. Tetapi dilihat dari sudut konstitusi, setulus apapun kata itu terlihat, kata-kata itu tak memiliki makna konstitusional. Mengapa demikian? Secara konstitusional Prabowo tidak bisa menentukan sendiri apa yang mau dikerjakan di Kementerian Pertahanan. Prabowo harus, dengan semua kemampuan terbaik dan ketulusan hebat yang dimilikinya terhadap bangsa ini, harus mendapat otorisasi dari Presiden. Perintah konstitusi yang ini imperative. Apa saja yang dimaui Jokowi? Dialah Presiden yang mengangkat Prabowo untuk membantu dirinya melaksanakan urusan pemerintahan yang dipegangnya, di bidang pertahanan negeri ini. Itu point penting dan konstitusionalnya. Direktif Presiden adalah panduan konstitusional untuk Pak Prabowo. Tidak lain dan tidak lebih dari itu. Sejelas apapun ilmuan politik mengidentifikasi kata-kata itu sebagai benteng Jowowi kelak. Misalnya, ketika postur politik dan teknis pertahanan tidak cukup baik, tetap menjadi tanggung jawab konstitusional ada pada Jokowi sebagai presiden. Apalagi Jokowi berkali-kali mengatakan, menteri tak boleh memiliki visi sendiri. Semuanya harus berdasarkan visi Presiden dan Wakil Presiden. Sistem Presidensial Presiden, siapapun orangnya dalam sistem presidensial bukan primus interpares. Presiden bukan orang yang terkemuka. Yang utama, diantara yang setara dalam kabinet itu. Presiden, yang terambil dari kata precedere dalam bahasa latin adalah pemimpin. Untuk apa yang kelak ketika dirumuskan oleh pembuat konstitusi Amerika tahun 1787 sebagai Chief of Executive. Itu sebabnya, presiden sering disematkan dengan sebutan, misalnya Chief of Executive Politics, Chief of Negosiator, Chief of Law Offcier, Chief of Ambasador, dan lainnya. Presiden adalah jabatan tunggal. Jabatan yang kewenangan-kewenangannya tak terbagi, dan tak bisa dibagi. Sifat jabatan itu membawa konsekuensi, misalnya siapa yang diminta dan diangkat membantu dirinya, sepenuhnya tanggung jawab dirinya. Kapabel, kompeten atau tidak orang yang diangkat itu, terserah presiden. Walau memang harus diakui politik dan kenyataan demokrasi sering meminta presiden harus menghidupkan kearifannya. Misalnya, presiden tidak menggunakan kewenangannya itu semaunya sendiri. Walaupun demikian, semuanya tergantung pada visi dan kebijakan presiden. Bukan pada kebijakan menteri, Sehebat apapun menteri itu. Orang boleh saja bilang rel goverenment adanya di Kementerian. Anggapan seperti itu tidak salah. Tetapi itu cuma separuhnya saja. Kekuatan pertahanan Angakatan Laut Amerika misalnya, suka atau tidak, harus dipertalikan dengan kecemerlangan kebijakan yang melampaui zaman oleh Thomas Jefferson. Kebijakan Presiden Amerika ketiga, pada periode 1801-1809 inilah yang membuat Angkatan Laut Amerika menjadi penguasa laut dunia sekarang ini Thomas Jefferson keluar dengan kebijakan membangun armada laut yang hebat bekerja. Kebijakan itu dirangsang oleh pengalamannya sebagai Duta Besar Amerika untuk Inggris. Dalam kapasitasnya sebagai Duta Besar, Thomas Jefferson pernah berurusan dengan Turki Usmaniah. Mereka membicarakan hambatan keamanan yang dialami oleh kapal-kapal Amerika dalam pelayaran perdagangan kedua negara. Amerika sangat beruntung. Sebab pada waktunya, Amerika memiliki William Mckinley (1897-1901) sebagai presiden. McKinley adalah Presiden yang mengubah, dan membawa Amerika menjadi pemimpin dunia seperti sekarang. Menggantikan posisi Inggris. Ragam kebijakan Presiden William Mckinley, yang mengubah Amerika, menjadi pemimpin dunia itu, dilukiskan oleh Henry Adams, seorang peneliti dengan sebutan “McKinlysian.” Dia menggambarkannya dengan that is “the system of combination, consolidation, trusts, realized at home, and realizable abroad.” Bukan Trump, tetapi Presiden Mckinley yang pertama kali menggunakan senjata tarif dalam memproteksi produk-produk industri dalam negeri Amerika. Mckinley, bukan Trump yang pertama, mengintroduksi gagasan proteksionis ke dalam sebuah undang-undang. Undang-undang itu dikenal dengan Dengely Tarrif. Soal undang-undang tarif ini, kata McKinley kepada seorang senator mengatakan, menjadikan Dengely Tarrif sebagai senjata utama lain, sehingga membuat, dan membawa Amerika menjadi produsen utama di dunia. Presiden, ya tetap saja presiden. Sebab dialah presiden untuk semua urusan bangsa dan negara di bidang eksekutif. Tidak bisa, dengan alasan apapun, presiden menyatakan itu bahwa bukan urusannya. Atau itu jangan tanya saya. Tidak bisa begitu kalau jadi presiden. Tidak ada dalam ilmu tata negara itu pemerintahan sebuah negara yang bersistem presidensial disebut pemerintah. Misalnya, nama dari seorang menteri. Pemerintahan presidensial selalu dinamakan sesuai dan melekat dengan nama dari presiden. Amerika misalnya, dinamakan pemerintahan atau administrasi Jefferson, McKinley, Franklin Delano Rosevelt atau saat ini Donald Trump. Indonesia namanya, pemerintahan Soeharto, pemerintahan Mega, pemerintahan SBY dan pemerintahan Jokowi. Tidak bisa disebut pemerintahan Prabowo atau siapa menteri yang lainnya. Praktis nama presiden diambil dan disematkan pada pemerintahannya. Prabowo memang punya jejak ketentaraan yang gemilang. Mungkin saja kegemilangan itu tersaji kembali di Kementerian Pertahanan ini. Tetapi apapun prestasi dan keberhasilan yang dicapainya, tidak dapat digunakan sebagai dasar menyebutkan pemerintahan Jokowi menjadi pemerintahan Prabowo. Tidak bisa. Untuk dan dengan alasan apapun. Presiden Jokowi, entah basa-basi atau tidak, secara resmi telah mengakui kehebatan Prabowo. Itu jelas menjadi modal besar bagi Prabowo. Tetapi modal besar itu akan terus saja menjadi modal. Modal dasar tersebut, tak akan berbuah apapun, bila Presiden tidak mendefenisikan visinya. Presiden harus memberikan direction dan otoritas secara detailnya kepada Prabowo. Direction Presiden Jokowi itu adalah kuncinya. Begitulah sistem presidensial bekerja. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khiarun Ternate
Prabowo Tak Ingin Rakyat Terbelah
Dari ketiga kisah itulah, Prabowo ingin mengajak kadernya untuk belajar dari negara besar. Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Mungkin itulah jawaban paling tepat untuk menjawab pertanyaan sebagian rakyat Indonesia yang masih penasaran mengapa Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto bergabung dengan Pemerintahan Presiden Joko Widodo – Wapres Ma’ruf Amin. Dua kali Pilpres 2014 dan 2019 telah membuat rakyat pemilih Jokowi dan Prabowo “perang” tanpa henti. Jika ini dibiarkan terus, bukan tidak mungkin akan terjadi perang terbuka yang melibatkan kekuatan militer. Inilah yang dihindari Prabowo. Itulah alasan mengapa saat Presiden Jokowi meminta Prabowo membantunya dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo tidak menolaknya. Prabowo menyanggupinya dengan segenap jiwa dan raga. Kejadian ini tentu merupakan hal yang sangat tidak biasa. Bagaimana tidak, keduanya pernah bertarung sengit pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu. Apalagi, sengitnya kontestasi kedua pilpres antara Jokowi dan Prabowo terasa sampai ke akar rumput. Lebih dari 5 tahun, publik seperti tersekat pada dua kubu yang berbeda: cebong dan kampret. Ketegangannya merambat tidak hanya di level politik nasional. Di level daerah, Pilkada DKI Jakarta dan Pilkada Jabar menjadi bukti atas friksi keduanya. Bahwa friksi pendukung keduanya sangatlah keras. Kesediaan Prabowo menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi – Ma’ruf bagi banyak orang sangat sulit diterima akal sehat, apalagi ego. Pro-kontra langkah Prabowo pun merebak di publik. Banyak yang mendukung dengan memahaminya sebagai bukti kebesaran jiwa sosok mantan Danjen Kopasus itu, tapi tidak sedikit juga yang belum bisa memahami – apalagi menerima – langkah politik yang tidak biasa terjadi di Indonesia ini. Di Amerika Serikat, Hillary Clinton yang sebelumnya bekas pesaingnya melawan Barack Obama sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, akhirnya mengangkat Clinton sebagai Menteri Luar Negeri (21 Januari 2009 – 1 Februari 2013). Kembali ke Prabowo, apa sebenarnya yang membuat mantan Pangkostrad tersebut bersedia membantu Presiden Jokowi mengelola pemerintahan, khusus di bidang pertahanan? “Saya kira tugas beliau lebih tahu dari saya,” kata Presiden Jokowi. Jawaban atas pertanyaan mengapa Prabowo akhirnya bersedia bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju, sebenarnya telah disampaikan secara tersirat, tapi sangat jelas, yaitu saat Rapimnas Partai Gerindra pada Rabu,16 Oktober 2019, lalu. Mengutip Saluran8, sepekan sebelum dilantik menjadi Menhan, dalam pidatonya, Prabowo mengisahkan perjalanan 3 tokoh besar dunia dari 3 negara yang juga (kemudian menjadi) besar, yaitu Jepang, Amerika Serikat, dan Tiongkok. Pertama, Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu. Hideyoshi adalah seorang pemimpin pasukan besar di Jepang pada masanya dan Ieyasu adalah salah satu musuh besarnya dengan kekuatan prajurit yang tidak kalah tangguh plus jumbo. Prabowo bercerita, suatu hari sebelum bertempur, Hideyoshi dengan 70 ribu pasukan yang di belakangnya mengirim utusan khusus ke Ieyasu untuk meminta bertemu. Dalam pertemuan titu, Hideyoshi mengutarakan gagasannya daripada bertarung, kenapa tidak bersekutu saja. “(Yang mulia) Ieyasu, pasukan Anda hebat-hebat, kuat-kuat. Begitupun pasukan saya, jumlahnya tidak kalah banyak. Tapi, yang mulia… kalau besok kita jadi bertempur, di antara kita pasti akan ada yang kalah dan ada yang menang.” “Akan ada banyak prajurit kita yang berguguran. Akan banyak orang tua Nippon yang kehilangan anaknya. Anda cinta Nippon, saya juga cinta Nippon, kenapa kita tidak bekerjasama dan bersatu saja? demi cinta kita terhadap Nippon.” Akhirnya kedua pasukan besar yang bertikai ini bersekutu dan membawa kemajuan yang hasilnya bisa dinikmati bersama dan oleh segenap rakyat. Kedua, Abraham Lincoln dan William Seward. Suatu ketika Lincoln menyatakan ingin bertemu dengan Seward di kongres parlemen Amerika Serikat. Seward menolak bertemu, bahkan mengatakan “kasih tahu monyet itu suruh pulang” kepada sekretarisnya hingga umpatan tersebut terdengar oleh Lincoln sendiri. Bertahun-tahun berlalu, mereka terus bertarung sengit di arena politik hingga Lincoln akhirnya terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Setelah memenangkan Pemilihan Presiden AS pada 6 November 1980, hal pertama yang dilakukan oleh Lincoln ternyata meminta Seward menjadi Scretary of State. Seward kaget, karena selama ini dia ibarat rival abadinya Lincoln. “Kenapa Anda pilih saya? Saya kan tidak suka sama Anda,” tanya Seward sebagaimana diceritakan Prabowo. “Oh, saya tahu, Anda tidak suka sama saya dan saya tidak suka sama Anda. Tapi saya tahu, Anda cinta United State of America. Dan, saya cinta United State of America. Kenapa kita tidak kerjasama demi United State of America,” lanjut Prabowo berkisah. Prabowo tertegun membaca kisah tersebut. “Inilah kenapa Amerika jadi negara besar, kenapa Jepang jadi negara kuat,” ungkap Prabowo dalam benaknya. Ketiga, Mao Tse-tung, mantan musuhnya (Zhang Lam?) dan Deng Xiaoping. Selanjutnya Prabowo berkisah tentang Mao Tse-tung yang menang melawan Jepang dan Kuomintang. Dua hari sebelum mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, Mao memanggil beberapa orang untuk menjadi Wakil Presiden. Salah satu yang dipanggil adalah seorang tokoh sekaligus jenderal yang pernah menjadi lawannya. Orang yang pernah memimpin operasi dan membunuh puluhan ribu pasukan Mao itu kaget dengan permintaan Mao untuk menjadi wakil presiden. “Kenapa Anda pilih saya? Anda tahu, dulu saya pernah pimpin operasi dimana puluhan ribu anak buahmu saya bunuh.” “Tidak! Tidak! Jangan lihat ke belakang! Lihat ke depan. Kita bangun RRT ke depan,” jawab Mao Tse-tung dikisahkan Prabowo. Lalu ada juga kisah Deng Xiaoping, tiga kali dipecat oleh Mao Tse-tung. Anaknya dilempar dari balkon dan cacat seumur hidup. Ketika Mao-tung meninggal, Deng Xiaoping melanjutkan kepemimpinan Mao dan peran-peran, jejak, serta eksistensi Mao tetap dipeliharanya, bahkan hingga hari ini. Dari ketiga kisah itulah, Prabowo mengajak kader-kadernya untuk belajar dari negara-negara yang kini menjadi besar. Agar Indonesia juga bisa menjadi negara besar. Anda bisa melihat video pidato Prabowo ini yang diunggah di halaman Digdaya TV. Berbekal video tersebut, sebetulnya kita sudah bisa menyimpulkan sendiri kenapa Prabowo bersedia menyanggupi permintaan Jokowi untuk menjadi Menteri Pertahanan. Dan, Prabowo mengaplikasikannya. Prabowo melihat masa depan, bukan masa lalu. Riwayat sejarah yang pernah terjadi di Jepang, AS, dan Tiongkok, tampak kini sedang terjadi di Indonesia. Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo, Prabowo berhasil mengalahkan dirinya sendiri. Ia mengalah demi hindari perpecahan anak bangsa Indonesia. Dari keputusan politik keduanya, kini kita melihat arah Indonesia sedang menuju ke visi yang lebih besar melalui sinergi politik dengan dasar sama-sama cinta terhadap Indonesia. Artinya, Jokowi – Prabowo sepakat berdamai untuk membangun masa depan. Hanya saja, tampaknya masih ada pihak yang kurang ikhlas dengan bergabungnya Prabowo dalam Kabinet Indonesia Maju tersebut. Usulan Hak Veto yang bakal diberikan Presiden kepada para Menko diduga kuat beraroma “kepentingan” politis. “Veto” Menko Hari-hari ini muncul usulan Presiden Jokowi akan memberikan Hak Veto pada para Menko. Tujuannya untuk menjaga agar visi presiden dijalankan para menteri. Ada empat Menko di pemerintahan Joko – Ma’ruf. Yakni Menko Polhukam yang dijabat Mahfud MD, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang dijabat Muhadjir Effendy. Menurut Mahfud, Kemenko bertugas mengawal visi besar presiden. Tujuannya supaya dapat diimplementasikan para pembantunya di kementerian dan lembaga setingkat menteri. Pendek kata, Menko melakukan koodinasi sinkronisasi dan harmonisasi terhadap kebijakan yang diterbitkan para menteri. Kemenko mengkoordinasikan tugas-tugas kementerian yang menjadi wewenang masing-masing. “Presiden mengatakan Menko boleh memveto kebijakan menteri yang ada di bawahnya kalau dia bertindak sendiri, apalagi sampai bertentangan dengan kebijakan Presiden maupun kebijakan Kementerian lain yang sejajar,” ujarnya. Direktur The Global Future Institute Prof Hendrajit mempertanyakan, apa benar (Hak Veto ini) cuma untuk menyasar Menhan baru Prabowo Subianto? “Gimana dengan yang di bawah Menko Perekonomian?” ungkap Hendrajit. Kemenko Perekonomian-nya sendiri dari Golkar, Mendag dari PKB, Menteri BUMN dari pebisnis, Meneri Perindustrian juga Golkar. Menhub dari kalangan profesional. Airlangga dan Agus Gumiwang, bukan sekadar satu partai. Tapi juga satu faksi. “Agus Suparmanto, politisi PKB, saya lihat merupakan titik rawan dari konfigurasi kerjasama di jajaran Menko Perekonomian Airlangga. Begitu juga Erick Thohir,” lanjutnya. Bagaimana kalau kalau skema veto untuk Menko diterapkan? Menko Perekonomian Airlangga dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, boleh dibilang satu skema dan satu agenda. Menhub Budi Karya Sumadi bisa klop dengan Airlangga dan Jokowi karena sama sama alumni UGM, meski lebih kental kedekatannya sama Jokowi. Erick Thohir, bos Mahaka Group tersebut, jalur koneksi bisnisnya lebih dekat ke Jusuf Kalla ketimbang ke Jokowi. Jadi, potensi tabrakan antar kementerian di jajaran kemenko ekonomi cukup rawan. “Faksi Airlangga dan Agus Gumiwang satu sisi, Mendag Agus Suparmanto yang PKB dan Erick Thohir yang pengusaha dekat dengan JK dan Astra Group. Pada sisi lain,” ungkap Hendrajit. Sedangkan di Menko Polhukam, malah tak rumit. “Kalau terkesan ada hubungan yang nggak sreg antara Prabowo dan Mahfud, apapun, mereka berdua pernah berkolaborasi saat Mahfud menjadi Ketua Timses Prabowo Subianto – Hatta Rajasa,” ujarnya. Seharusnya komunikasi dan koordinasi mereka berdua lebih bagus daripada Tim Airlangga. Di Kemenko Maritim dan Investasi, Menko bisa memveto Menteri Kelautan dan Perikaman, LBP memveto Edhy Prsbowo. Sementara di bidang lain , Mahfud bisa memveto Prabowo. Sebenarnya mreka kerja untuk rakyat atau hanya skema veto memveto sih? Dari sini terlihat, yang bakal benar-benar kerja untuk negara hanya Prabowo! ***
Wakil Menteri Bukan Anggota Kabinet
Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Kabinet Indonesia Maju mendapat respon positif banyak kalangan. Pasar saham pun membiru. Nilai rupiah sempat sedikit menguat. Pentolan partai Koalisi Indonesia Kerja atau KIK sudah senyum-senyum. Puas. Tim sukses bertajuk Relawan Pro Jokowi atau Projo yang pada awalnya sewot dan sempat mau bubaran akhirnya lega. Sang Ketum, Budi Arie Setiadi, dapat jatah wakil menteri. Lumayan. Para “Cebong” ini sudah bisa menerima kenyataan Prabowo Subianto bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin. "Ya sudah slow-slow lah, udah mulai ada cinta, cinta sedikit. Gitu ya," kata Budi Arie Setiadi, Jumat (25/10). Ya, pada hari itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin resmi melantik 12 wakil menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Para wakil menteri itu lima orang dari partai politik dan anggota tim sukses. Lainnya, kaum profesional. Jokowi menilai 12 wakil menteri ini akan mampu memberikan dukungan kepada tugas-tugas menteri. “Profilnya sangat bagus dalam rangka memperkuat kabinet indonesia maju,” katanya. Wakil menteri itu diberikan untuk 11 kementerian yang ada di Kabinet Indonesia Maju. Berbeda dari yang lainnya, Kementerian BUMN yang dipimpin Erick Thohir mendapat dua wakil menteri. Mereka adalah Kartika Wirjoatmodjo dan Budi Gunadi Sadikin. Keduanya diambil dari pimpinan Badan Usaha Milik Negara. Kartika adalah Direktur Bank Mandiri, sedangkan Budi adalah Direktur Utama Inalum. Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto mendapat tandem Wahyu Sakti Trenggono. Sebelumnya Wahyu adalah Bendahara Tim Kampanye Nasional. Menteri Agama yang kontroversial, Fachrul Razi dipasangkan dengan Zainut Tauhid Sa'adi. Dia adalah Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga kader PPP. Soal ilmu agama, Zainut jelas lebih paten ketimbang Fachrul. Dengan bergabungnya Zainut Tauhid, maka PPP mendapat jatah dua kursi di kabinet Jokowi Ma'ruf. Sebelumnya yang menjadi perwakilan PPP hanya Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa. Perindo mengirim Angela Tanoesoedibjo, puteri Ketua Umum Perindo, Hari Tanoesoedibjo, yang oleh Presiden Jokowi diberi jatah sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sedangkan kader Partai Solidaritas Indonesia atau PSI, Surya Tjandra, mendapat jatah Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN. Politisi Golkar, Jerry Sambuaga, menjabat Wakil Menteri Perdagangan. Kader PDIP Wempi Wetipo menjabat sebagai Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Bergabungnya Wempi membuat porsi PDIP di kabinet Jokowi-Maruf menjadi tujuh orang. Sebelumnya ada tiga politikus PDIP lawas yakni Tjahjo Kumolo, Yasonna Laoly, dan Pramono Anung menjadi wajah lama yang kembali menghuni kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin. Selain itu Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Selain itu simpatisan PDIP yakni Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Selanjutnya, perwakilan Golkar di kabinet Jokowi menjadi empat. Sebelumnya, ada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto yang telah dilantik sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian. Kemudian Agus Gumiwang Kartasasmita yang mengisi pos Menteri Perindustrian dan Zainudin Amali sebagai Menteri Pemuda & Olahraga. Di Wamen ada Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga. Sejarah Istilah wakil menteri pertama kali digunakan pada Kabinet Presidensial, kabinet pemerintahan pertama Indonesia. Kala itu, Presiden Sukarno mengangkat 2 orang sebagai wakil menteri, yaitu Wakil Menteri Dalam Negeri Harmani dan Wakil Menteri Penerangan Ali Sastroamidjojo. Setelah itu, wakil menteri hanya ada pada Kabinet Sjahrir I, Sjahrir III, dan Kerja III. Pada kabinet-kabinet lainnya, beberapa kali juga terdapat jabatan "menteri muda" yang dari beberapa sisi memiliki kemiripan dengan wakil menteri. Pada era Orde Baru wakil menteri ditiadakan. Namun di bawah Presiden Soeharto itu ada menteri muda. Bedanya, menteri muda adalah anggota kabinet sedangkan wakil menteri bukan anggota kabinet. Pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, jabatan wakil menteri kembali diadakan. Pengangkatannya didasarkan pada pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang memperbolehkan presiden untuk mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu yang memiliki beban tugas lebih. Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa wakil menteri merupakan pejabat karier dan bukan merupakan anggota kabinet, berbeda dengan menterinya. Dalam aturan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, disebutkan pula bahwa yang dimaksud pejabat karier adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan struktural eselon 1A. Pada tanggal 5 Juni 2012, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa penjelasan pasal 10 UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sehingga dinyatakan tidak berkekuatan hukum tetap. Presiden kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Dalam peraturan baru ini, wakil menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan pegawai negeri. Wakil menteri pertama yang diangkat Presiden SBY adalah Wakil Menteri Luar Negeri Triyono Wibowo yang mendampingi Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda pada Kabinet Indonesia Bersatu. Pada Kabinet Indonesia Bersatu II, presiden mengangkat lebih banyak lagi wakil menteri. Asal sesuai dengan perundang-undangan, tidak masalah presiden mengangkat wakil menteri. Sebagaimana diatur pasal 10 Undang-Undang No 39 Tahun 2018 tentang Kementrian Negara, presiden dimungkinkan mengangkat wakil menteri. Pasal 10 UU 39/2018 menyebutkan, dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada kementerian tertentu. UU ini pula yang memungkinan presiden melakukan bagi-bagi kursi bagi para pendukungnya. End
Membenturkan, dan Adu Domba Menhan dengan Presiden
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Sejak Kamis (24/10) video pendek penyambutan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan yang baru, beredar di media sosial. Para pendukung Prabowo sangat bersemangat menyebarkannya, dengan ditambahi narasi: Menhan rasa Presiden! Ada juga yang menambahi narasinya dengan kata-kata yang lebih bombastis. “Baru sehari jadi Menhan, negara tetangga sudah mengekeret. Apalagi kalau jadi presiden!” Benar dalam video tersebut Prabowo tampak dielu-elukan oleh pegawai Dephan. Mereka berjejal di jalan yang akan dilalui Prabowo, sambil membawa bendera merah putih dalam ukuran kecil. Konon kabarnya, belum ada seorang Menhan baru yang disambut heboh, gegap gempita seperti Prabowo. Fenomena ini menyadarkan kita pada satu realitas, bangsa ini masih terjebak pada kultus individu, bukan pada value. Emosional, bukan rasional. Value, nilai, panduannya sangat jelas. Benar, salah. Kemaslahatan umat, kemaslahatan rakyat Vs kemaslahatan pribadi dan kelompok. Pada kultus individu, yang benar bisa salah, dan yang salah bisa menjadi benar. Ukurannya menguntungkan kita secara pribadi, atau kelompok. Bila tidak, maka itu salah. Semuanya hanya didasari oleh sikap emosional, bukan penilaian yang rasional. Nilai baik dan benar, tidak akan pernah berubah. Sunatulloh. Hukum alam. Sementara manusia setiap saat bisa berubah. Hal itu menjelaskan mengapa nuansa pilpres lalu seperti sebuah perang. Dua geng, dua gerombolan besar, saling menghabisi satu dengan yang lainnya. Tidak boleh satu orang pun yang mengkritik, apalagi sampai memberi penilaian jelek pada jagoannya. Langsung hajar habis….. Baik Jokowi maupun Prabowo di mata para true believers, para pengikut yang taklid buta, adalah manusia sempurna. Tak ada cacatnya sama sekali. Jangan-jangan malah dianggap sebagai orang suci. Itulah bahayanya kultus individu. Membuat orang menjadi rabun dekat. Tak pernah bisa melihat kesalahan tokoh pujaannya. Sebaliknya dengan mudah menemukan kesalahan siapapun yang menjadi lawannya. Masalah nasional dilokalisir menjadi kepentingan personal. Entah disadari atau tidak, sikap para pendukung Prabowo ini sesungguhnya akan merugikan orang yang mereka puja. Sementara dalam jangka panjang akan merugikan kepentingan nasional. Merugikan kita sebagai sebuah bangsa dan negara. Akhiri Dikotomi Seharusnya ketika Prabowo memutuskan tawaran untuk bergabung dalam kabinet Jokowi, dikotomi, apalagi kontestasi diantara pendukung, harus berakhir. Sebagai menteri, Prabowo adalah pembantu Presiden Jokowi. Tak peduli jabatannya sebagai Menhan, atau menteri apapun. Terimalah realitas itu dengan lapang dada. Tak perlu merasa malu dan menutupinya dengan eforia semu. Prabowo saja bisa menerima. Bisa lapang dada. Anda kok tidak? Tak perlu lagi ada glorifikasi melebih-lebihkan posisi dan peran Prabowo secara berlebihan. Tak perlu lagi terus diwacanakan bahwa sebagai Menhan, Prabowo adalah menteri utama. Salah satu triumvirat. Manakala terjadi kekosongan kekuasaan presiden dan wapres. Lebih ngeri lagi muncul wacana, pada waktunya Prabowo akan menggantikan Jokowi. Masuk kabinet Adalah strategi. Bergerilya membangun kekuatan dari dalam. Tak perlu lagi terus dihembus-hembuskan bahwa dengan Prabowo menjadi Menhan, kekuatan militer Indonesia akan ditakuti. Ini urusan negara kok. Bukan urusan pribadi. Ketika memberi pengarahan pada sidang kabinet perdana, Presiden Jokowi sudah jelas menyatakan “tak ada visi-misi menteri. Yang ada visi-misi presiden dan wakil presiden.” Prabowo sendiri sejak awal juga menyadari posisinya. Tak lama setelah menghadap Jokowi di istana, dia mengaku sudah mendapat arahan apa tugas dan program kerja yang harus dijalankan. "Saya akan bekerja sekeras mungkin mencapai sasaran. Dan harapan yang ditentukan. Saya kira demikian," tegas Prabowo. Sebagai pemberi mandat, Jokowi akan mengevaluasi kinerja Prabowo. Bila tidak perform, menyimpang, apalagi menunjukkan tanda-tanda melawan perintah, sub ordinasi, dia bisa dicopot. Begitu aturan mainnya. Apa boleh buat, suka tidak suka, status menteri adalah P-E-M-B-A-N-T-U presiden. Setiap saat bisa dipindahkan, diganti dan diberhentikan. Glorifikasi, memuja secara berlebihan, hanya akan membuat posisi Prabowo menjadi kikuk dan tidak nyaman. Dipastikan para pendukung Jokowi — yang sesungguhnya juga tidak nyaman dengan kehadiran Prabowo— akan bereaksi balik. Kita akan kembali terjebak pada perang buzzer seperti pada pilpres lalu. Sudahlah akhiri semuanya. Baik Jokowi maupun Prabowo hanya manusia bisa. Bukan Satrio Piningit, apalagi manusia setengah dewa. Mereka punya kelebihan dan juga kekurangan. Tidak perlu memuja secara berlebihan. Tak perlu pula benci secara berlebihan. Biarkan mereka bekerja dengan tenang. Permasalahan bangsa ini terlalu banyak. Terlalu berat. Biarkan Jokowi memenuhi janji-janji kampanyenya dan Prabowo membantu mewujudkannya. Jangan benturkan Prabowo dengan Jokowi. Mereka kini berada dalam satu tim. Satu perahu yang sama. Tugas kita yang berada di luar pemerintahan, terus mengawasi, mengkritik, mengingatkan manakala mereka menyimpang. Pujian yang berlebihan seperti racun yang akan membunuh akal sehat. Sementara kritik, seperti obat yang pahit, namun menyehatkan. Jangan pula dimusuhi. Apalagi dikriminalisasi. End