OPINI
Butuh Menko Perekonomian Yang Punya Kemampuan di Atas Rata-rata
By Kisman Latumakulita Jakarta FNN – Krisis dan resesi ekonomi itu hampir pasti datang menghampiri kita. Penyebaran Covid -19 awal tahun 2020 berakibat pada aktivitas ekonomi China dan ekonomi dunia tertekan. Sangat tergantung pada berapa lama kasus ini dapat diatasi. Semakin lama virus ini merajalela, semakin parah pula tingkat kerusakan ekonomi yang ditimbulkan. Dalam kondisi ketidakpastian ini, ekonomi China dan ekonomi dunia dipastikan anjlok pada triwulan pertama tahun 2020. Bahkan ada yang memprediksi ekonomi China bisa mengalami pertumbuhan negatif. Dampaknya terhadap ekonomi Indonesia juga bissa fatal. Apalagi, nilai ekspor Indonesia ke China selama 2019 tercatat U$ 25,85 miliar. Dampak dari melemahnya pertumbuhan ekonomi China kepada Indonesia, juga sebagai akibat dari struktur ekonomi Indonesia yang memang sangat lemah, sehingga krisis sulit untuk dihindari. Diperkirakan kita akan berhadapan dengan dua macam krisis, yaitu krisis keuangan dan krisis ekonomi. “Krisis ekonomi kemungkinan akan berkepanjangan. Berujung pada resesi ekonomi. Pemulihannya tidak mudah. Penyebab dan perjalanan kedua krisis ini akan berbeda, “ujar Managing Director Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan (Watyutink.com 03/03/2020). Sedangkan krisis keuangan, akan berakibat pada anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Kondisi ini sebagai akibat dollar yang keluar (capital outflow) lebih besar dari dollar yang masuk (capital inflow). Dampaknya, cadangan devisa akan terkuras dan menipis. Permintaan dollar akan menjadi sangat besar, sehingga kurs dollar naik, sementara rupiah bisa anjlok atau terjun bebas. Larinya dollar ke luar negeri, sebagai akibat dari defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan yang sangat besar. Angkanya mencapai U$ 30 miliar pada tahun 2018 dan 2019. Kecil kemungkinan untuk tahun 2020 bisa lebih rendah. Bahkan bisa jadi lebih besar dari tahun 2018 dan 2019. Namun kita anggap saja sama, yaitu sebesar U$ 30 miliar. Walaupun kemungkinan itu tidak mungkin terjadi. Untuk menambal lubang defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang sangat besar itu, harus melalui dua cara. Pertama, investasi langsung (foreign direct investment) dan investasi portopolio (portopolio investment) pada saham dan surat utang. Foreign direct investment pada tahun 2018 hanya sebesar U$ 12,5 miliar. Sedangkan tahun 2019 hanya menghasilkan U$ 20 miliar. Dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu sekarang, kemungkinan foreign direct investment akan mengalami hambatan serius untuk masuk ke Indonesia. Paling banyak kita hanya bisa mendapatkan pemasukan devisa sekitar U$ 15 miliar dari foreign direct investment. Itupun butuh kerja super dari tim ekonomi. Tim ini harus punya kemampuan mamahami makro ekonomi dan lobby di atas rata-rata. Kemampuan mereka tidak boleh di bawah rata-rata. Sisanya sekitar U$ 15 miliar lagi harus didapat dari portopolio investment. Masalahnya, investor asing sekarang ada kecenderungan untuk menunda investasi di semua lini. Investor asing lebih cenderung menyimpan dana cash. Terbukti, menurut Bank Indonesia (BI), investor asing sudah keluar dan menukar dollar setara dengan Rp 30,8 triliun. Jumlah tersebut setara dengan U$ 2,2 miliar. Terdiri dari investor asing yang melepaskan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 26,2 triliun. Sedangkan penjualan saham sebesar Rp 4,1 triliun. Sisanya, sekitar Rp 500 miliar lagi dalam bentuk penjualan obligasi korporasi. Kedua, Indonesia tahun 2020 ini membutuhkan dollar dalam jumlah besar untuk membayar utang, baik dalam bentuk SUN maupun obligasi korporasi yangh jatuh tempo. SUN yang jatuh tempo diperkirakan Rp 428 triliun, atau setara U$ 31 miliar. Dari jumlah tersebut, yang dipegang investor asing sekitar 60% atau setara U$ 18,6 miliar. Pemerintah tentu tidak punya persediaan dollar yang cukup untuk membayar SUN punya investor asing, yang jatuh tempo 2020 tersebut. Dengan demikian, utang kepada investor asing yang jatuh tempo sebesar U$ 18,6 miliar itu harus dibayar dengan menerbitkan SUN baru. Resikonya, SUN yang baru diterbitkan pemerintah tersebut, harus dibeli oleh investor asing. Jika gagal, kemungkinan rupiah akan anjlok semakin dalam. Sebagai gambaran, dengan kondisi ekonomi global yang melemah, resiko gagalnya menarik hutang baru terbuka lebar. Apalagi pada Februari lalu, investor asing terbukti menjual SUN dan obligasi korporasi U$ 2,2 miliar. Kenyataan ini memerlukan kerja tim ekonomi yang luar biasa ekstra. Tidak bisa asal-asalan, atau sambil mengurus organisasi partai dalam menghadapi pilkada 2020. Dari gambaran yang ada, terbukti neraca transaksi berjalan kita bermasalah atau merah. Neraca perdagangan kita juga merah. Neraca penerimaan sudah lebih dulu merah sebesar Rp 353 triliun. Pertanyaannya, berapa kemungkinan rupiah akan anjlok terhadap dollar? Seberapa besar rupiah bisa bertahan melawan dollar? Jawabannya tergantung pada seberapa besar cadangan devisa yang dipunyai Indonesia. Sebab, sangat terkait dengan naik-turunya cadangan devisa dari neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan. Lagi-lagi, untuk itu dibutuhkan komandan tim ekonomi yang punya kemampuan di atas rata-rata. Budiono dan Rizal Ramly Melihat gambaran tiga neraca keuangan kita yang semuanya merah, yaitu neraca transaksi berjalan , neraca perdagangan dan neraca penerimaan, maka Presiden Jokowi harus membuat keputusan yang terbilang radikal dan ekstrim. Presiden Jokowi harus secepatnya mengganti Menko Perekonomian, dengan yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Orangnya, harus sudah teruji menghadapi badai krisis ekonomi. Langkah ini pernah dilakukan Presiden SBY ketika berhadapan dengan krisis ekonomi 2008. Atas nama bangsa dan negara, SBY merunduk kepala kepada Budiono, dan meminta Budiono menggantikan Aburizal Bakrie sebagai Menko Perekonomin. Aburizal digeser SBY ke Menko Kersra menggantikan Alwi Shihab. Padahal Aburizal ketika itu Ketua Umum DPP Partai Golkar, partai pemenang pemilu 2004. Alhamdulilaah, hasilnya sangat dan sangat menggembirakan. Indonesia berhasil keluar dari krisis ekonomi tahun 2008. Sebaliknya, bisa mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 4%. Padahal hampir semua negara di dunia, hanya mampu mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 2%. Amerika Serikat malah mencatat pertumbuhan ekonomi minus -1%. Luar biasa terobosan yang dilakukan SBY. Langkah seperti SBY ini yang perlu dilakukan Pak Jokowi sekarang. Mumpung belum terlambat. Selain mantan Wapres Budiono, anak bangsa yang juga mampu berhadapan dengan badai krisis ekonomi, dan mempunyai kemampuan di atas rata-rata adalah Rizal Ramly. Sebagai arsitek tim ekonomi Presiden Gus Dur, Rizal dengan timnya berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi 7,5% hanya dalam waktu 23 bulan pemerintahan Gus Dur. Saat Gus Dur menggantikan Presiden Habibie, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus -4%. Namun ketika Gus Dur jatuh, dan digantikan Presiden Megawati, ekonomi Indonesia telah mencatat pertumbuhan 3,5%. Dengan demikian, selama Gus Dur menjadi presiden 23 bulan, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 7,5%. Luar biasa Rizal Ramly dan tim ekonominya. Prestasi yang pernah dicapai Gus Dur, lebih besar dari prestasi tertinggi yang pernah dicapai Soeharto di akhir massa jabatannya tahun 1998. Namun prestasi Gus Dur, tentu saja bukan karena kemampuan Gus Dur di bidang ekonomi. Namun karena keberanian Gus Dur memberikan kewenangan kepada Rizal Ramly untuk memimpin tim ekonomi di pertengahan dan akhir masa jabatannya. Pada akhir tahun 1997, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 7,1%. Dengan angka pertumbuhan ekonomi 7,1% tersebut, berakibat pada Indonesia dimasukan ke dalam empat negara “Macan Ekonomi Baru di Asia”. Indonesia ketika itu bersama-sama dengan Singapura, Taiwan dan Korea Selatan. September tahun 1997, Rizal Ramly berani mengingatkan ABRI tentang kemungkinan Soeharto akan jatuh. Soeharto jatuh karena krisis ekonomi yang menghadang di depan mata. Ketika itu Rizal meminta agar ABRI segere mengantisipasi kemungkinan dari kejatuhan Soeharto. Peringatan Rizal kepada ABRI tentang kemungkinan kejatuhan Soeharto itu tidak disampaikan di sembarang tempat. Rizal menyampaikan warning tersebut di Markas Seskogab, Bandung. Disampaikan di depan pimpinan dan siswa-siswa Seksogab ABRI. Sekolah yang menyiapkan calon-calon jenderal dari Tiga Matra Angkatan (TNI AD, TNI AL, TNI AU) dan Polisi. Karakter Rizal juga terlihat sangat dominan adalah tidak mau didikte oleh siapapunm negara atau lembaga keuangan yang akan membantu Indonesia. Bantuan itu, baik dalam bentuk pinjaman maupun hibah. Sikapnya itu terlihat ketika memimpin pertemuan Consultative Group on Indonesia (CGI), lembaga donor bentukan Bank Dunia sebagai pengganti IGGI di Jepang tahun 2000. Lamanya waktu yang diberikan kepada anggota delegasi CGI yang mau ketemu empat mata dengan Rizal, sangatlah ditentukan oleh besar kecilnya nilai donor atau hibah yang akan diberikan. Jika nilai uanya besar, maka waktunya bisa lumayan lama ketemu dengan Rizal. Namun jika nilai komitmen itu di bawah U$ 100 juta, maka waktu yang tersedia tidak lebih dari 10 menit. Begitulah cara Rizal menunjukan kelasnya dalam bernegoisiasi. Demi harga diri bangsa dan negara Rizal tak mau membungkuk badan kepada negara atau lembaga keuangan manapun di muka bumi ini yang berjanji akan memberikan bantuan hibah atau pinjaman kepada Indonesia. Kemampuan sekelas Budiono dan Rizal Ramly itu yang hari ini tidak dimiliki oleh Airlangga Hartarto. Airlangga Hartarto hanya lulusan teknik mesin dari Fakultas Teknik UGM. Prestasinya selama menjabat Menteri Perindustrian juga tidak ada yang menonjol. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Airlangga tidak lebih baik dari Hartarto Sastrosoenarto, ayahnya yang menjabat Menteri Perindustrian selama sepuluh tahun (periode 1983-1993) di eranya Soeharto. Sebagai wartawan yunior, dari Harian Ekonomi NERACA, yang sering meliput bidang perindustrian di eranya Hartarto dan Tungki Ariwibowo Menteri Perindustrian, kemampuan Airlangga masih dua sampai tiga digit di bawah Hartarto dan Tungki. Pemahaman Arilangga terhadap makro ekonomi malah lebih para lagi atau minim. Bisa tiga sampai empat digit di bawah Hartarto dan Tungki. Untuk itu, tidak ada pilihan bagi Pak Jokowi, kecuali secepatnya mengganti Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan. Percayakan kepada anak bangsa yang sudah teruji dan terbukti menghadapi badai krisis ekonomi. Lepaskan dulu warna baju koalisi pendukung Pak Jokowi. Situasinya bisa saja bergerak lebih cepat dari yang diperkirakan. Sekarang urusan penyelamatan bangsa harus di atas segala-galanya. Jika lambat atau salah membuat keputusan, badai krisis ekonomi bisa mengulung Pak Jokowi bersama-sama koalisi partai pendukung. Ingat, tahun 1998 dulu itu, Soeharto sangat kuat-kuatnya memperoleh dukungan politik dari Golkar dan ABRI. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terbilang berhasil, yaitu sebesar 7,1%. Soeharto juga merencanakan untuk merombak kabinet. Namun semua langkah Soeharto itu, kalah cepat badai krisis ekonomi. Akhirnya, Soeharto bersama ABRI-nya tergulung juga, bersamaan dengan datangnya badai krisis keuangan global yang tidak bisa dibendung negara manapun. Semoga bermanfaat. Penulis adalah Wartawan Senior
Soal Corona, Masyarakat Bisa Akses Informasi dari 79 Negara
Aksi memborong kebutuhan sehari-hari di pasar modern maupun tradisional, karena adanya kekuatiran bakal terjadi kelangkaan produk. Contoh lainnya ketika pemerintah menghimbau untuk menjaga stamina. Masyarakat merespon bukan dengan memborong vitamin di apotik yang relatif lebih mahal, tetapi dengan memborong bahan-bahan herbal yang secara kultur sudah dipercaya khasiatnya oleh banyak orang. Sekali lagi ini soal trust. By Gde Siriana Yusuf Jakarta FNN - Percuma jika pemerintah ingin meredam kepanikan dan hoax atas penyebaran Corona hanya dengan himbauan. Informasi penyebaran yang cepat, yang meliputi 79 negara di luar China dengan mudah diakses masyarakat di manapun. Secara alamiah ketakutan itu muncul sebagai upaya untuk menjaga-jaga. Tidak perduli apapun bangsanya. Namun ketakutan ini dapat diimbangi dengan membangun trust kepada masyarakat. Apa saja upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam menghentikan penyebaran wabah Corona. Ada tiga aspek yang diamati masyarakat secara bersamaan, dan akan mempengaruhi sikap masyarakat dalam merespon perkembangan tentang Corona ini. Pertama, bagaimana cara kerja pemerintah dalam melawan Corona? Seperti apa konsistensi dan keselarasan ucapan atau penjelasan pejabat pemerintah. Bagaimana juga kordinasi antara pusat-daerah, dan kesiapan semua posko kesehatan yang ada di daerah. Bagaimana penyediaan gratis sanitizer hand wash maupun masker. Masyarakat juga perlu mendapat kesan bahwa pemerintah memang serius dan fokus menangani Corona. Masy akan selalu akan membandi-bandingkan apa yang dilakukan oleh pemerintah di sini dengan negara lain. Apalagi masyarakat dapat mengakses jurnal-jurnal ilmiah atau media internasional tentang Corona sebagai referensi untuk menilai situasi di dalam negeri. Contohnya, sebagian masyarakat meragukan Pemerintah yang menyatakan Corona masih zero case. Kedua, bagaimana ketersediaan semua kebutuhan masyarakat dengan harga normal. Kelangkaan suatu bahan pokok akan merusak trust kepada pemerintah, sehingga masyarakat akan berpikir kemungkinan banyak lagi barang-barang kebutuhan pokok yang susah didapat. Kondisi ini ditambah dengan pengetahuan masyarakat bahwa, banyak pabrik di Indonesia membeli bahan baku yang diproses dari China sudah cukup merata. Artinya masyarakat akan memproses sendiri informasi yang diterima dari pemerintah maupun sosial media, termasuk media online dengan fakta di pasar. Setelah itu, masyarakat yang menentukan sendiri bentuk responnya. Aksi memborong kebutuhan sehari-hari di pasar modern maupun tradisional, karena adanya kekuatiran bakal terjadi kelangkaan produk. Contoh lainnya ketika pemerintah menghimbau untuk menjaga stamina. Masyarakat merespon bukan dengan memborong vitamin di apotik yang relatif lebih mahal, tetapi dengan memborong bahan-bahan herbal yang secara kultur sudah dipercaya khasiatnya oleh banyak orang. Sekali lagi ini persoalan trust. Ketiga, kondisi pasar valuta dan saham. Baik itu pedagang besar, kecil maupun yang bukan pedagang. Setiap hari, baik langsung maupum tidak langsung, akan menerima informasi tentang naik-turun nya kurs rupiah dan harga saham. Pedagang setiap kali membeli bahan baku atau masyarakat yang berbelanja di pasar, akan mendapatkan harga naik, sudah tentu akan melakukan stocking lebih banyak lagi karena merasa harga akan terus naik. Tiga cara pandang ini jika bekerja secara bersamaan dalam pikiran-pikiran masyarakat, dapat saja membentuk kepanikan sosial yang lebih luas. Masyarakat sudah paham bahwa Corona tidak mematikan seperti flu burung. Tetapi masy paham bahwa penyebaran Corona lebih luas dan crpat dari flu burung. Masyarakat pikir sudah siap dengan kemungkinan itu. Tetapi pemerintah juga harus siap siaga dalam menjaga ketersediaan barang di pasar. Tentu dengan harga normal dan kestabilan rupiah. Sebab gejolak di pasar barang dan kurs lah yang lebih kuat dalam menciptakan kepanikan masyarakat. Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS)
ANTISIPASI WABAH VIRUS CORONA ATAS JATUHNYA BULAN HARAM - 2
Oleh Mochammad Sa'dun Masyhur Jakarta, FNN - Tulisan sebelumnya telah diuraikan siklus perubahan alam dan hubungannya dengan perhitungan atas jatuhnya bulan haram, khususnya bulan Rajab, sebagai bulan ke 7 dalam urutan kalender hijriyah. Ternyata bulan Rajab ini, yang sekarang masuk di hari ke 12, dalam catatan para ahli astronomi Jawa, ditandai sebagai masa puncak terjadinya penyebaran wabah penyakit yang menyerang seluruh mahluk hidup di dunia. Maka dengan pertimbangan telah teridentifikasinya pasien suspect virus corona di Indonesia yang diumumkan resmi Presiden 3 hari lalu, judul tulisan ini sedikit digeser menjadi, Antisipasi Wabah Virus Corona, Atas Jatuhnya Bulan Haram. Aspek yang sangat menarik dari QS. 9. Attaubah, ayat 36 yang menerangkan tentang perhitungan 4 bulan haram, persis pada bagian tengah ayat itu memuat larangan agar manusia tidak menthzolimi nafs (sebagai sel-sel genetik), dirimu sendiri, (falaa tathzlimuu fiihinna anfusakum). Kandungan ayat di atas relevan dinyatakan berhubungan dengan perihal menjaga kesehatan nafs. Dan dijamin dapat dibuktikan secara ilmiah, bahwa nafs yang dimaksud Alquran adalah sel genetik. Dunia medis menemukan bahwa pada setiap makhluk hidup, memiliki materi genetik yang terdiri atas kromosom, gen, DNA, dan RNA, yang akan diturunkan melalui proses reproduksi. Struktur sel genetik adalah suatu molekul besar kompleks yang saling berpilin membentuk heliks ganda, berupa polimer dari ratusan hingga ribuan nukleotida. Setiap nukleotida ini terdiri dari: gula pentosa deoksiribosa, gugus fosfat, dan basa nitrogen. Dalam kaitan itu, otomatis unsur-unsur lain yang bertentangan dan berlebihan, utamanya unsur gula apalagi sintetis, lemak jenuh dan polutan atau radikal bebas akan merusak sel genetik. Tentang muasal nafs sebagai sel genetik ini, sepenuhnya diciptakan dan berasal langsung dari Allah SWT. Untuk pertama kalinya nafs itu diciptakan, bersamaan dengan penciptaan Adam dan istrinya, yang dinyatakan Alquran sebagai min nafsin wahidatin, tepat dimaknai sebagai sebagian daripada sel-sel genetik yang tunggal. Fakta temuan mutahir berkaitan dengan bahan sel genetik di dunia, sangat mengejutkan. Ternyata nafs semula, memang bukan berasal dari bumi. Fakta itu diketahui dalam Prosiding National Academy of Sciences, (Nov 2019). Dalam jurnal ilmiah itu, Furukawa, seorang ilmuwan dari Universitas Tohoku, Jepang menyatakan, bahwa untuk pertama kalinya ilmuwan menemukan gula dan blok bangunan penting kehidupan, termasuk asam amino (komponen protein) dan nukleobase (komponen DNA dan RNA) pada meteor yang jatuh ke bumi. Subhanallah. Sayangnya dalam kesempatan sempit ini tidak mungkin membahas secara menyeluruh perihal nafs, yang disebut Alquran sebanyak 198 kali itu. Semoga Allah melimpahkan keberkahan umur, untuk membahas bersama, setelah menyelesaikannya dalam bentuk buku, yang sudah separo jalan. Setidaknya dari jejak ayat sebelumnya, pada QS. 9. Attaubah, ayat 35, menyebut secara eksplisit bagian lambung (junuub), tulang belakang (thzuhur) dan dahi (jibah, sebagai pelindung), merupakan bagian-bagian tubuh, penentu dalam mekanisme dan metabolisme pertumbuhan atau kerusakan sel genetik, yang berujung kematian (kullu nafsin dzaaiqotul maut). Mengingat berbahayanya kerusakan sel genetik tersebut, beriring dengan keterangan awal ayat itu tentang siksa neraka jahanam, pada ujung ayat yang sama disampaikan ancaman yang keras. “Inilah harta benda (nutrisi) yang kamu simpan (berlebihan) untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (sakit akibat kerusakan nafsmu itu), karena apa-apa yang kamu simpan sendiri." Dari berbagai keterangan di atas dan berkaitan dengan kandungan ayat yang menerangkan tentang jatuhnya bulan haram serta mewabahnya virus corona di dunia, prinsip utama amalan yang tepat dilakukan kaum muslimin adalah semua amalan, yang dapat menjaga kesehatan nafs sebagai sel genetik. Adapun secara spesifik, untuk menghadapi mewabahnya virus corona, berikutnya akan disampaikan beberapa hal penting antisipatif, BERSAMBUNG #SERI 3 (TERAKHIR) Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran, tinggal di Bogor, Indonesia.
PM India Narendra Modi, Ekstremis Hindu dengan Ideologi Fasis
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Amukan virus Corona sudah sampai ke 84 negara. Indonesia baru konfirmasi dua kasus, Senin (2/3/2020). Ketakutan dunia pada virus ganas ini membuat isu-isu penting domestik dan internasional menjadi tertutupi. Di antara yang terabaikan media di Indonesia adalah kerusuhan anti-Islam di India. Kerusuhan di Delhi, ibukota India, pada 27/2/2020 yang menewaskan lebih 49 orang (sebagian besar warga muslim), adalah peristiwa yang ‘diinginkan’ oleh Perdana Menteri (PM) Narendra Damodardas Modi. Dia ‘merestui’ itu. Tidak tepat disebut ‘kerusuhan’. Sebab, massa ekstremis Hindu-lah yang melancarkan serangan membabibuta terhadap kaum muslimin. Massa ekstremis Hindu membakar sejumlah masjid dan pertokoan milik orang Islam. Mengeroyok warga muslim yang tidak bersenjata. Hebatnya, Polisi di Delhi hanya berdiam diri. Tidak melakukan pencegahan. Bahkan mereka ikut meneriakkan slogan-slogan anti-Islam bersama massa ekstermis Hindu. Ada juga kabar yang menyebutkan bahwa polisi melakukan tindakan brutal terhadap madrasah-madrasah milik kaum muslimin. PM Narendra Modi adalah ‘arsitek’ penyerangan warga muslim. Dalam arti, kerusuhan itulah yang dia dambakan. Terlihat jelas dari reaksi Modi yang bungkam berhari-hari selama kerusuhan itu berlangsung. Modi pasti sadar akan terjadi kerusuhan. Dia tahu peris perubahan konstitusi India yang dipaksakan melalui parlemen yang dikuasai partainya, BJP (Bharatiya Janata Party), akan menyulut reaksi keras umat Islam. Amandemen yang diprakarsai Modi mendiskrimanasikan 200 juta umat Islam di India. Dengan amandemen itu, semua warga minoritas dari negara-negara tetangga India yang menganut agama Hindu, Budha, Kristen, Jain, Sikh dan Parsi dimudahkan menjadi warga negara India begitu mereka masuk sebagai pencari suaka atau alasan lain. Sedangkan orang Islam tidak diberi hak itu. Kemudian, parlemen yang dikuasai Modi juga mengubah status otonomi Kashmir yang berpenduduk mayoritas muslim. Status otonomi itu dicabut. Sebegitu jahat agenda Modi. Amandemen konstitusi yang menyudutkan warga Islam ini menyulut aksi. Unjukrasa terjadi di mana-mana selama tiga bulan belakangan. Apa yang menyebabkan PM Modi anti-Islam dan terinspirasi fasisme? Kronologinya simpel saja. Modi adalah penganut paham ekstrem Hindu. Bagi dia, di India hanya Hindu yang boleh ada. Itulah isi kepala Modi. Itulah keinginan natural politisi Hindu esktremis tsb. Dia mendambakan pelenyapan kelompok-kelompok minoritas di India. Khususnya Islam. Ideologi fasis itu tersemai ketika Modi masih remaja. Dia ikut menjadi anggota Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). RSS lebih-kurang berarti Orgnasisasi Relawan Nasional. Para pendiri RSS terinspirasi oleh gagasan fasisme Adolf Hitler di Jerman dan Bennito Mussolini di Italia. Hitler dan Mussolini ingin menjadikan negara mereka tanpa golongan minoritas. Narendra Modi merasa cocok dengan RSS. Dia masuk ke ormas ini sejak 1971. Masih berusia 21 tahun. RSS adalah ormas yang melakukan kerja-kerja yang membantu kaum miskin Hindu di India. Tujuan politik RSS adalah menjadikan India sebagai ‘negara Hindu’ (Hindu Rashtra) berdasarkan ‘Hindutva’ (Hinduness atau kehinduan). RSS memang berpotensi mencapai cita-cita ini. Mereka punya jutaan anggota semi-militer aktif (paramilitary). Mereka terlatih dengan disiplin militer dan memiliki sturktur kemiliteran. Pada 2014, anggota RSS antara 5-6 juta orang. Modi ‘merintis’ Hindu Rashtra ketika dia menjadi Menteri Besar (Chief Minister) di negara bagian (provinsi) Gujarat pada 2001. Pada 2002, terjadi kerusuhan antara orang Hindu dan warga muslim yang menyebabkan lebih 1,000 warga muslim terbunuh. BJP dan sekutunya Vishwa Hindu Parishad (Dewan Hindu Dunia atau VHP) menghasut massa Hindu agar menghajar umat Islam. Modi sendiri waktu itu melecehkan umat Islam yang sedang berada di kam-kam pengungsian. Inilah yang diuraikan oleh Rana Ayyub, wartawan India yang menulis buku “Gujarat Files: Anatomy of A Cover Up”. Ketika itu Rana berusia 19 tahun dan ikut menjadi relawan yang membantu warga muslim korban pembantaian Gujarat 2002. Rana menulis tentang Narendra Modi, “I have witnessed his lust for power and his ease with bloodshed from close quarters.” (Saya menyaksikan nafsu kekuasaannya dan rasa senang dia melihat pertumpahan darah). Kata Rana, Modia sampai sekarang tidak pernah merasa bersalah dalam peristiwa pembantaian Gujarat itu. Dia tak pernah menyebut-nyebut kerusuhan itu apalagi meminta maaf. Itulah sekilas tentang fasisme pikiran Narendra Modi. Dia ikut pemilihan parlemen nasional atau Lok Sabha pada 2014. BJP menang. Modi dilantik menjadi PM. Di periode kedua jabatannya sebagai PM sejak dilantik Mei 2019, Modi unjuk kekuatan. Dia menang besar di pemilu 2019 itu. Dia semakin yakin bahwa melenyapkan Islam dari India adalah target yang didukung sebagian besar umat Hindu. Modi berhasil membentuk umat Hindu basis pendukungnya menjadi akar rumput yang ekstrem dan brutal. Modi adalah ekstremis Hindu yang memainkan sentimen nasionalis-Hinduisme. Jelas sekali dia naik menjadi PM melalui jalur ekstremisme Hindu yang menghendaki pembentukan negara Hindu India tanpa Islam. Dia adalah ekstremis Hindu yang bermuka dua. Dia memang sangat lihai melakonkan muka dua itu. Terutama di depan para pemimpin asing, khususnya para pemimpin dunia Islam, yang bertamu ke India atau ketika dia bertamu ke negara-negara lain. Di pentas internasional, Modi memoles ekstremisme Hindu di wajahnya menjadi seorang negarawan palsu. Dia pandai berkomunikasi dengan para kepala negara dan pemerintahan asing. Seolah dia bukan seorang yang bergagasan fasis anti-Islam. Para pemimpin negara Islam kemudian memuliakan Modi dengan penghargaan tertinggi. Termasuk dari Palestina, Uni Emirat Arab (UAE), Afghanistan, Arab Saudi, dst. Dia juga dipilih sebagai tokoh yang berpengaruh oleh sejumlah media besar di dunia, termasuk majalah TIME untuk 2014, 2015, dan 2017. Majalah Forbes pada 2015. Begitu juga CNN-IBN pada 2014. Bloomberg pada 2015. Semua penghargaan itu tak pantas untuk pikiran kotor fasisme PM Modi. Dia tak layak disebut negarawan. Tangannya berlumuran darah umat Islam di India. Para pemimpin internasional dan dunia Islam harus disadarkan tentang ideologi fasis Narendra Modi.[] 5 Maret 2020 Penulis wartawan senior.
Ironi Virus Corona, Siapa yang Hoax?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Panik! Itulah yang terjadi pasca Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya dua orang Indonesia positif terkena Virus Corona di Indonesia, Senin (2/3/2020). Sebagian warga DKI Jakarta ada yang memborong berbagai kebutuhan sehari-hari di super market. Istilah kerennya, telah terjadi panic buying. Melakukan belanja besar-besaran. Ada juga yang panik karena tidak mendapatkan masker. Hingga Presiden Jokowi pun memerintahkan untuk menangkap pihak yang menimbun masker dalam jumlah besar. Menurut Presiden Jokowi, dua orang ini berinteraksi dengan WN Jepang yang sempat masuk ke wilayah Indonesia. “Ternyata orang (WN Jepang) yang terkena virus corona berhubungan dengan 2 orang, ibu 64 tahun dan putrinya 31 tahun,” kata Jokowi. “Dicek dan tadi pagi saya dapat laporan dari Pak Menkes bahwa ibu ini dan putrinya positif corona,” ujar Jokowi, seperti dilansir Detik.com, Senin (2/3/2020). Presiden Jokowi ketika itu belum membuka kedua suspect virus corona ini tinggal di mana. Menkes Terawan Agus Putranto menyebutkan, dua orang WNI yang positif virus corona ini tinggal di wilayah Depok, Jawa Barat. “Daerah Depok,” katanya di Istana Kepresidenan, Jakarta, seperti dilansir Kompas.com, Senin (2/3/2020). Menurut Terawan, Keduanya tertular dari warga negara Jepang yang berkunjung ke rumah mereka di Depok. Warga Jepang itu baru terdeteksi positif corona setelah meninggalkan Indonesia dan tiba di Malaysia. Setelah itu, Kemenkes melakukan penelusuran dan dipastikan bahwa ibu dan anak yang melakukan kontak dengan warga Jepang itu juga positif corona. “Dia (WN Jepang) itu guru dansa. Dia dansa dengan teman dekatnya itu pada 14 Februari,” kata Terawan. Lalu pada 15 Februari 2020, WNI tersebut mengalami batuk-batuk dan tidak enak badan. Dia lalu melakukan rawat jalan di RS Mitra Keluarga di Depok. Ternyata sakitnya terus berlanjut. Baru pada 26 Februari 2020 pasien ini minta dilakukan perawatan di rumah sakit. “Dia minta dirawat aja, wong batuknya enggak ilang-ilang,” jelas Terawan, seperti dikutip di berbagai media. Baru pada 28 Februari 2020, warga Jepang yang tinggal di Malaysia dan bertamu ke pasien itu menelepon dan mengabarkan bahwa dia (WN Jepang) positif corona Saat ini, kata Terawan, dua warga yang dinyatakan positif virus corona atau Covid-19 itu tengah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pusat Infeksi Prof. DR. Sulianti Saroso, Jakarta Utara. “(Sekarang dirawat) di RSPI Sulianti Saroso di ruang khusus yang tidak terkontak dengan yang lain,” ucap Terawan. Dengan pengumuman ini, maka untuk kali pertama ada penemuan orang yang terjangkit virus corona di Indonesia. Beberapa waktu lalu diberitakan, ada sejumlah WNI yang terjangkit virus corona, tetapi mereka berada di luar Tanah Air. Misalnya, seorang perempuan WNI yang berada di Singapura. Dia diketahui sebagai WNI pertama yang terjangkit virus corona ketika bekerja sebagai pramuniaga di Negeri Singa. Perempuan itu belum pernah ke China. Dia diduga terjangkit virus corona dari sejumlah wisatawan yang datang ke toko tempat dia bekerja. Kasus berikutnya adalah setidaknya 9 WNI yang terjangkit virus corona saat bekerja sebagai awak kapal pesiar Diamond Princess. Dari sembilan WNI itu, lima orang diantaranya dirawat di rumah sakit, sedangkan empat orang sisanya masih di kapal. Dengan adanya pernyataan Presiden Jokowi dan Menkes Terawan terkait ibu-anak positif virus corona tersebut, kekhawatiran WHO selama ini terjawab sudah. Indonesia termasuk salah satu dari 73 negara yang terkena virus corona. Terbaru, virus corona atau COVID-19 sudah tembus 73 negara dan terhitung 90.872 kasus. Dari 90.872 kasus virus corona, ada 3.117 orang meninggal dunia akibat virus corona. Tapi, terhitung juga ada sebanyak 48.002 orang sembuh dari virus corona itu. Dari jumlah korban terinfeksi virus corona, dinyatakan alami lonjakan dari hari ke hari. Hal itu dikutip Kompas.com dari SCMP, data hingga Selasa (3/3/2020) pagi hari. SCMP sebut total kasus infeksi virus corona di seluruh dunia 90.872 kasus. Data Hoax? Mengutip CNNIndonesia.com, Selasa (03/03/2020 15:41 WIB), salah satu warga Depok, Jabar, NT, merasa nama baiknya menjadi buruk karena kabar dia dan ibunya positif virus corona. Dia merasa, informasi yang berkembang dan beredar tentang dia dan ibunya tidak benar. NT mengatakan saat ini mentalnya jatuh meski secara fisik dia baik-baik saja. “Physically fine, but mentally drained with all the rumors (Secara fisik baik-baik saja, tapi secara mental lelah karena berbagai rumor). Enggak terima gue, kita dijelek-jelekin gini,” ujar NT. Selama bertahun-tahun dia sudah berjuang di bidang kesenian untuk mengharumkan nama bangsa. Bahkan ibundanya juga seorang tokoh budaya yang sering mendapatkan penghargaan atas nama Indonesia. “Saya dan ibu saya adalah penari profesional, bertahun tahun mengharumkan nama Indonesia di mancanegara dengan kegiatan tari dan budaya. Ibu adalah tokoh/budayawan yang berjuang untuk kesenian dan kebudayaan Indonesia dan kami melakukan itu semua karena kami cinta Indonesia, bukan untuk diolok-olok di saat kami sedang menjadi korban virus,” ucapnya. “Ibu juga tokoh budaya. Tokoh tari terkenal banget di Indonesia. Pada 2018 kemarin dapat Chevalier dans l'ordre des Arts et Lettres dari Pemerintah Prancis. Sekarang nama kami seperti ini,” ujarnya. NT juga mengklarifikasi seorang WN Jepang yang disebut berkunjung ke rumahnya. NT dan ibunya disebut tertular dari WN Jepang. NT menyatakan tidak pernah mengenal WN Jepang tersebut. Dia juga menyebut WN Jepang itu sama sekali tak pernah bertamu ke kediamannya. “I don't know who this Japanese person is (Saya tidak kenal siapa orang dari Jepang ini). Saya garis-bawahi, orang Jepang ini perempuan, bukan laki laki. Juga tidak pernah ke rumah kami seperti yang diberitakan,” kata NT. Lebih lanjut NT menceritakan runutan kejadian awal hingga akhirnya diisolasi di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Dia mengatakan, pada 16 Februari, dia batuk dan demam. Semenjak itu dia memutuskan tidak keluar rumah. “Hari Kamis lalu, karena masih sakit saya ke RS Mitra Keluarga Depok dan diinfokan bahwa saya bronchopneumonia dan ibu saya tifus. Kami saat itu masih tidak ada pikiran apapun meskipun dirawat,” kata NT. Pada Jumat, 27 Februari lalu dia mendapat telepon dari kawannya di Malaysia. Temannya mengatakan, perempuan Jepang yang sempat ke Amigos, Kemang pada 14 Februari dan ke Paloma Lounge and Bar, Menteng pada 15 Februari, positif virus corona per-26 Februari dan dirawat di Malaysia. NT sendiri pada 15 Februari itu menjadi pembawa acara di Paloma Lounge and Bar. “Demi keamanan dan kesehatan nasional, saya info ke dokter agar saya diperiksa karena itu saya diisolasi dari hari Minggu. Saya bahkan sampai sekarang tidak tahu dan tidak kenal perempuan Jepang ini siapa,” kata NT. “Saya hanya sempat berada di ruangan yang sama dengan perempuan Jepang ini tanpa mengenal dia siapa,” tambahnya. NT menuturkan, dia sudah memberikan nomor kontak keluarga dan teman-teman terdekat. Mereka sudah dihubungi oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan diambil sampelnya untuk memastikan virus tidak tersebar. NT menyebut, dia merasa berada di tempat dan waktu yang salah. Karena itu dia meminta semua pihak untuk tidak menyebarkan foto-foto dia dan ibunya maupun informasi tidak benar ke media sosial. “Tolong jaga privasi saya dan keluarga saya, berhenti menyebarkan foto foto kami dan berita melenceng tentang kami,” kata dia. Adanya penetapan 2 orang penderita secara tiba-tiba ini, apalagi belum ada hasil peneliaian dari Litbangkes Kemenkes, akhirnya bisa mengesankan, Presiden Jokowi main tuduh saja, tanpa informasi yang lengkap. Setelah ditetapkan, penderita protes di medsos terkait status corona dan profil keluarganya. Bahkan, penderita membantah telah berdansa dengan orang Jepang dan tidak mengenalnya. Dia hanya salah satu tamu di sebuah klub. Ketua RT tempat penderita, tidak diberitahu apapun tentang status penderita tersebut. Ketua RT membantah penderita hidup eksklusif. Sebab dia aktif di lingkungan. Apalagi, Menkes bilang, corona tidak lebih bahaya dari flu biasa dan corona bisa sembuh sendiri. Presiden Jokowi sudah perintahkan tangkap penimbun masker. Tapi, mengapa untuk kasus korupsi Jiwasraya, Asabri, BLBI, Dana Haji, BPJS, Trans Jakarta, dan Harun Masiku nyaris tak ada perintah? Adakah pemberitaan secara massif ini hanya untuk menutupi kasus-kasus korupsi tersebut? Sampai tokoh sekaliber Dahlan Iskan menulis dengan judul Dua Pertama yang isinya terkait sosok ibu dan anaknya yang divonis positif corona tersebut? “Seperti juga Liverpool dan Barcelona, akhirnya pertahanan Indonesia jebol juga. Setelah dua bulan bikin aneh warga jagat raya 1 Maret kemarin ditemukanlah penderita virus corona pertama di dekat Jakarta. Sekaligus dua,” tulisnya di Disway.id (03 March 2020). Mas Dahlan, begitu saya biasa memanggil mantan Menteri BUMN itu, terlalu dini ikut "memvonis" dua warga Depok ini positif corona tanpa melihat catatan medisnya terlebih dahulu. Dapat dipastikan, dalam beberapa pekan, isu virus corona di Indonesia akan selalu mewarnai pemberitaan media secara massif. Apalagi, Bank Dunia sudah menyiapkan paket bantuan senilai US$12 miliar, setara Rp170 triliun (kurs Rp14.221 per dolar AS) untuk membantu negara anggotanya memerangi wabah virus corona. Bantuan untuk mengatasi masalah kesehatan, serta ekonomi di negara-negara miskin dan berkembang yang ditimbulkan oleh virus corona atau Covid-19. Sudah jelas kan ke mana arah "serangan" virus corona itu? Bank Dunia mencari koloni ekonomi baru! ** Penulis wartawan senior.
Krisis Keseimbangan &Tenggelamnya Kapal Pemerintahan
By Haris Rusly Moti Jakarta FNN - Alam memberikan isyarat melalui peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Tuhan Yang Maha Kuasa memberi kelebihan pada setiap ciptaanya. Manusia misalnya diberi kelebihan akal yang tak dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Sementara itu, ciptaan Tuhan yang lain juga diberi kelebihan dalam insting hingga penglihatan dan penciuman yang sangat tajam dalam menditeksi setiap ancaman yang akan terjadi. Karena itu, alam dan makhluk hidup di luar manusia sering kali memberi isyarat tentang sebuah peristiwa yang akan terjadi. Kadang isyarat itu tak dapat dicerna oleh akal manusia yang tumpul batinnya. Hanya dengan kepekaan batiniah, kita bisa menangkap isyarat yang disampaikan alam. Isyarat alam itu biasanya terlihat berlangsung secara kebutulan (coinsdence). Orang Jawa menyebutnya “ndilalah”. Walaupun sebetulnya tak ada yang ujuk-ujuk terjadi. Tidak ada juga yang kebutulan. Jika dirunut, setiap peristiwa pasti ada sebab-musababnya. Ada hukum sebab akibatnya (kausalitas). Kapal Sinar Bangun yang tenggelam di danau Toba beberapa tahun lalu dapat saja dikatakan sebagai isyarat alam. Isyarat tentang nasib dari bangsa dan negara kita ke depan. Isyarat yang disampaikan oleh Toba, dapat ditafsirkan sebagai keadaan dan situasi yang dapat saja terjadi pada kapal pemerintahan. Kapal yang di-nakhodai oleh Presiden Joko Widodo ke depan. Krisis Kapasitas Ada dua isyarat alam yang dapat kita ditafsirkan terkait tenggelamnya kapal di Toba tersebut. Pertama, isyarat tentang “krisis kapasitas” yang merusak keseimbangan alam, juga keseimbangan ekonomi, sosial dan politik yang menenggelamkan sebuah “kapal” pemerintahan. Kapal Sinar Bangun itu dikabarkan sengaja mengangkut penumpang melebihi kapasitasnya. Ketika badai itu datang, maka kapal yang kelebihan kapasitas (over capacity) otomatis pasti kehilangan kendali keseimbangan. Kapalnya oleng, lalu tenggelam ke dasar danau. Pengalaman krisis keuangan dan resesi ekonomi yang terjadi di sejumlah negara, juga dipicu baik oleh kelebihan produksi (over production). Selain itu, terjadi kelebihan kapasitas (over capacity) yang menciptakan situasi ketidakseimbangan (unbalance) dalam neraca pergerakan ekonomi. Karena itulah, Tuhan Yang Maha Kuasa di dalam Qur’an Surat Ar-Rahman mengajarkan agar senantiasa menjaga keseimbangan. “Dan langit telah ditinggikan-Nya. Dan Dia ciptakan keseimbangan. Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu”. Ketidakseimbangan dalam bidang ekonomi akan memicu krisis atau resesi ekonomi. Revolusi sosial atau amuk massa adalah akibat saja dari tidak tegaknya keseimbangan sosial yang ditandai oleh adanya ketimpangan antara sikaya dengan simiskin. Demikian juga alam semesta, jika keseimbangannya dirusak oleh tangan-tangan manusia, maka akan memicu “amuk alam” atau “revolusi alam”, seperti banjir, longsor, tsunami, gunung berapi, dan lain-lainnya. Surprising Krisis Kedua, isyarat tentang efek kejut atau "serangan pendadakan" yang memicu kepanikan dan mengguncang keseimbangan. Isyarat kejut ini dapat menenggelamkan sebuah kapal angkutan. Begitu juga dengan "kapal" pemerintahan. Persis seperti efek kejut (surprising) dari serangan krisis moneter yang merusak keseimbangan ekonomi. Efek yang pernah menenggelamkan sejumlah kapal pemerintahan di dunia. Termasuk diantaranya tenggelamnya kapal pemerintahan Orde Baru yang di-nakhodai oleh Presiden Soeharto tahun 1998. Sebagaimana kapal Sinar Bangun yang dikejutkan oleh serangan badai yang tidak diperkirakan sebelumnya oleh nakhoda kapal. Ketika badai itu datang secara mendadak, pasti tak ada sama sekali persiapan untuk mengantisipasinya. Nakhoda panik, penumpang juga panik dan hesteris. Maka, kapal yang kelebihan kapasitas itu otomatis kehilangan keseimbangan, dan tenggelam. Pelajaran tentang pendadakan serangan seperti itu sudah ditulis di dalam Qur’an surat Az Zumar. “Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Qur’an) dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu secara mendadak, sedang kamu tidak menyadarinya”. Pendadakan azab itu dengan senjata “amuk alam”, seperti gempa, tsunami, lonsor, dan lain-lain. Biasanya azab datang di saat manusia sedang lengah, tidak waspada. Misalnya, sedang tertidur pulas, pesta pora, atau sedang sibuk dengan urusan dunia lainnya. Di dalam dunia intelijen, strategi pendadakan atau surprising intelijen, biasanya terjadi di luar dari jangkauan perkiraan keadaan (Kirka) maupun perkiraan dukun (Kirduk). Persis amuk alam yang terjadi di luar perkiraan, seperti gempa dan tsunami, yang datang secara mendadak dan mengejutkan. Karena itu, salah satu fungsi pentingnya intelijen negara adalah sebagai peringatan dini (early warning system). Tujuannya, untuk menghindari strategi pendadakan (strategic surprised) yang mengguncang keseimbangan. Termasuk yang bisa melumpuhkan mental, memicu kepanikan dan amuk sosial. Surprising intelijen atau strategi pendadakan (surprises), seperti peledakan bom, capital flight dan pelemahan nilai tukar, wabah penyakit adalah salah satu hal yang harus diantisipasi oleh intelijen negara. Apalagi kemajuan teknologi informasi saat ini, strategi pendadakan seperti itu dapat terjadi secara simultan dengan kecepatan pergerakan yang sulit dikendalikan. Krisis Keseimbangan Persis seperti manusia yang memikul beban (amanah) di luar batas kapasitasnya. Jika dipaksakan terus memikul, maka pasti akan tersungkur. Demikian juga sebuah negara dan pemerintahan, dapat berdiri karena ditopang baik oleh kapasitas mental manusianya, maupun kapasitas sistem negara yang mengoperasikannya. Jika kapasitas mental (karakter) manusianya telah rusak dan menjadi rongsokan. Para pemimpinnya sibuk merampok memperkaya diri dan keluarganya. Maka kapal pemerintahan tersebut, pasti akan hilang keseimbangannya dan tenggelam ketika dikejut kan oleh badai krisis yang bergolak. Di era reformasi, dan khususnya di era pemerintahan Joko Widodo, krisis keseimbangan terjadi dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ketidakseimbangan alam terjadi akibat keserakahan mengeruk kekayaan alam . Kondisi ini ditopang oleh sistem Otonomi Daerah dan Pilkada langsung. Ketidakseimbangan di dalam neraca pergerakan ekonomi juga tak kalah mengancam. Ekonomi lebih besar pasak dari tiang. Lebih besar utang dari asset. Lebih besar impor dari ekspor. Lebih besar konsumsi dari produksi. Lebih besar belanja dari pendapatan. Demikian juga ketidakseimbangan di dalam kehidupan sosial jauh lebih mengancam. Global Wealth Report 2016 yang disampaikan oleh lembaga riset Credit Suisse menyebutkan Indonesia berada di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia. Dalam laporan terbaru Oxfam tahun 2017 berjudul “Menuju Indonesia Yang Lebih Setara” menyimpulkan sebagai berikut “Indonesia berada pada peringkat keenam dalam kategori ketimpangan distribusi kekayaan terburuk di dunia”. Pada tahun 2016, sebanyak 1 persen individu terkaya dari total penduduknya menguasai hampir separuh (49 persen) total kekayaan secara nasional. Jumlah miliarder mengalami peningkatan dari hanya satu orang pada tahun 2002 menjadi 20 orang pada tahun 2016. Selanjutnya Oxfam mencatat “tahun 2016, kekayaan kolektif dari empat miliarder terkaya tercatat sebesar U$25 miliar. Lebih besar dari total kekayaan 40 persen penduduk termiskin, sekitar 100 juta orang. Hanya dalam waktu sehari, orang Indonesia terkaya dapat meraup bunga dari kekayaannya lebih dari seribu kali lipat jumlah pengeluaran rakyat Indonesia termiskin untuk kebutuhan dasar mereka selama setahun penuh”. Penulis adalah Mantan Aktvis ‘98
Wabah Virus Corona dan Antisipasi Jatuhnya Bulan Haram - 1
Oleh Mochammad Sa'dun Masyhur Jakarta, FNN - Tulisan ini telah selesai 3 hari sebelum Presiden mengumumkan bahwa dua warga Depok, seorang ibu dan anak gadisnya positif suspect virus corona. Sempat urung saya sebarkan, takut disalahpahami, lalu dilaporkan, telah menyebarkan berita bohong, dan membuat keresahan. Pengumuman Presiden itu harus dipahami bahwa kini keberadaan virus corona di Indonesia telah menjadi realitas, harus diterima semua pihak, dengan segala konsekuensinya. Dan deklarasi perang terhadap virus corona, sudah ditabuh. Realitas ini sekaligus mematahkan spekulasi yang beredar luas, bahwa orang Indonesia kebal virus corona. Atau ungkapan bahwa daerah tropis aman penyebaran virus yang memiliki nama resmi COVID-19 itu, tidak benar. Dalam hal ini keberhasilan tim medis untuk melakukan identifikasi COVID-19, terhadap pasien pertama di Indonesia, patut diacungi jempol. Keberhasilan itu, tidak hanya menyangkut kecangihan peralatan medis yang digunakan hingga menepis keraguan banyak pihak, tetapi juga menunjukkan kemahiran dan kehandalan Tim dan seluruh pihak yang terlibat. Selanjutnya, dalam rentang waktu 14 hari ke depan, teriring doa, dan harap-harap cemas, rakyat menantikan, semoga dua pasien pertama itu dapat diselamatkan, dan sehat kembali. Bagi masyarakat sangat penting dipahami bahwa wabah penyakit, termasuk COVID-19, adalah suatu fenomena alam biasa. Tidak perlu panik, tetapi tetap butuh kewaspadaan yang tinggi, dan perlu membekali diri dengan pengetahuan yang tepat dan berguna, termasuk informasi bagaimana fenomen alam ini akan berlanjut. Lantas, apa hubungannya dengan bulan Rajab, yang disebut sebagai bulan haram, bulan khusus yang dimuliakan? Dalam ilmu astronomi, rotasi dan revolusi bulan, bumi dan matahari akan berpengaruh terhadap perubahan rasi bintang. Secara kasat mata dapat dirasakan dan dilihat, perbedaan pancaran gemerlap kerlip bintang di langit, perubahan siang-malam, terjadinya gerhana, pasang surut air laut, perbedaan musim dan iklim, serta perubahan arah dan kecepatan angin. Dengan alat sederhana, dapat juga diukur perubahan gravitasi bumi dan perjalanan waktu. Seluruh perubahan itu kemudian akan mempengaruhi kehidupan seluruh mahluk hidup. Yakni setiap mahluk yang memiliki sel genetik, yang dalam terminologi Alquran disebut sebagai tiap-tiap yang bernafs (kullu nafsin). Perubahan itu akan mempengaruhi terhadap seluruh aspek kehidupan: kelahiran, pertumbuhan, perkawinan, pembuahan dan kematian. Itulah sebabnya hanya pada bulan tertentu bunga-bunga bermekaran warna-warni. Kupu-kupu yang beragam jenisnya, tiba-tiba hadir mengepak-epakkan sayapnya yang indah. Atau pohon-pohon tertentu berbuah hanya pada musim tertentu. Dan sekiranya pohon yang sama itu berbuah setiap waktu, rasa buahnya menjadi berbeda-beda. Dalam kaitanya dengan perhitungan bulan, QS. 9 Attaubah: 36, menetapkan bahwa jumlah bulan dalam satu tahun sebanyak 12 bulan. Perhitungan ini menganulir kepercayaan kaum pagan, penyembah berhala atau matahari di jazirah arab waktu itu, yang semula meyakini jumlah bulan setahun sebanyak 13 bulan. Selanjutnya pada Ayat yang sama juga dinyatakan, di antara 12 bulan itu terdapat 4 bulan haram. Sesuai Chadits, jatuh pada bulan Muharram, Rajab, Dzulkoidah dan Dzulhijah, yang secara berurutan sebagai bulan ke 1, 7, 11 dan 12 Hijriyah. Masa waktu bulan itu, nyaris sama ditetapkan dalam kalender Jawa dikenal sebagai bulan Suro, Rejeb, Apit, dan Besar. Dalam hubungannya dengan perubahan siklus bulan, kebetulan sekarang ini bertepatan dengan bulan Rajab, yang dalam kalender solar terjadi antara 23 Februari s/d 24 Maret 2020. Fenomena wabah virus corona, dan wabah penyakit lainnya yang terjadi sekarang ini, tidak dapat dilepaskan dengan perubahan siklus semesta alam, yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya. Perubahan musim dan cuaca ekstrim, sebenarnya telah mulai pada bulan kelima, yang dalam astronomi Jawa, disebut mongso manggolo. Pada musim ini, ditandai dengan terjadinya hujan sangat lebat (tidak harus di P Jawa), pohon asam mulai menumbuhkan daun muda, ulat mulai bermunculan, ular keluar sarang, dan laron keluar dari liangnya. Tanda lainnya bagi petani, jenis tumbuhan empon-empon, lempuyang dan temu kunci mulai bertunas. Sebenarnya mongso kalimo atau terjadi pada bulan Jumadil Awal itu, semua mahluk hidup mengalami perkembangan atau pertumbuhan awal, dimana pada bulan sebelumnya menetas dan mulai tumbuh dan berkembangbiak. Musim ini juga disebut mongso labuh-semplah karena berbagai jenis ragam ikan di laut banyak bermunculan, sehingga para nelayan mulai panen raya ikan, dan banyak kapal berlabuh untuk menjual ikan di pelabuhan. Perkembangiakan dan tumbuhan nernagai jenis dan ragamnya juga terjadi dan dialami biota renik, serta segala macam mikroorganisma di muka bumi. Pada musim inilah diperkirakan virus corona mulai berkembang biak. Secara faktual, virus corona awalnya hanya dikenali sebagai virus yang menyerang hewan itu, dilaporkan terjadi pada medio November 2019, di pasar grosir hewan, Wuhan, China Selatan. Penyebaran virus antar hewan itu kemudian bermutasi menjadi virus yang menyerang manusia, dan dilaporkan korban pertama pada 31 Desember 2019, meskipun dalam laporan yang lain disebut 3 Desember 2019. Berlanjut kemudian, penyebaran COVID-19 itu terjadi antar manusia dengan sangat cepat dan mematikan. Masa pancaroba ini kemudian bertemu musim buah, sebagai sumber kehidupan yang melimpah bagi seluruh kehidupan mahluk hidup. Pada mongso kanem ini, hampir seluruh buah-buahan, mangga, durian, rambutan, sawo, manggis dan lain-lainnya, panen raya. Pada musim ini, sebenarnya melimpah sumberdaya bagi manusia untuk memilih asupan gizi yang terbaik guna menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh, sebagai cadangan di musim berikutnya. Memasuki mongso kapitu bersamaan dengan bulan haram, Rajab, dalam. siklus mata rantai mahluk hidup yang terputus akan terjadi ledakan populasi. Persoalan akan muncul jika populasi yang mengalami ledakan itu bersifat patogen bagi manusia, sehingga sangat berbahaya. Akibatny, dalam astronomi Jawa, bulan Rajab ini, dicatat sebagai puncak penyebaran penyakit. Condro pranoto mongsonya berbunyi, wiso kéntir ing maruto, artinya racun hanyut bersama tiupan angin. Sehingga akan banyak timbul penyakit, tidak hanya pada manusia tetapi juga ternak unggas serta menjangkiti semua mahluk hidup. Perubahan mulai masuknya musim panas pada dua bulan berikutnya, setelah bulan Sya'ban (mulai 25 Maret 2020) dan pada Ramadhon (24 April 2020), akan sangat menolong, karena dalam kondisi panas berbagai jenis jamur dan renik patogen dengan sendirinya akan berkurang, atau setidaknya tidak mampu berkembang. Karena itulah penyebaran COVID-19, diperkirakan baru akan dapat diatasi atau mereda paling cepat pada akhir bulan April 2020. Sayangnya penanggalan berdasarkan perhitungan bulan, yang banyak memberikan pemahaman terjadinya fenomena alam itu, tidak lagi banyak dipakai, bahkan sudah ditinggalkan, dianggap kuno dan berbau mistik. Hampir di seluruh dunia fokus mengunakan kalender perhitungan matahari, sehingga kebanyakan orang sulit memahami fenomena alam, selain hanya berguna untuk peringatan hari-hari yang tidak jelas pangkal ujungnya. Seyogyanya kaum muslimin kembali mengunakan penaggalan hijriyah, agar mudah menyesuikan diri dengan perubahan alam. Saking tidak tahunya, menganggap bahwa alam enggan bersahabat dengan manusia, padahal sebaliknya manusialah yang harus bersahabat dengan alam. Melihat perkembangan yang terjadi di banyak negara, wabah virus corona ini telah menjadi persoalan yang sangat serius. Setidaknya lebih dari 80 ribu dinyatakan suspect, dan 4% dari jumlah itu telah meninggal dunia. Bagi Indonesia, kondisi iklim tropis akan sangat membantu dan menguntungkan dalam pengendalian wabah penyakit. Meski demikian pemerintah harus bertindak cepat, berlomba dengan waktu. Di jaman modern ini, berbagi rekayasa teknologi untuk menghindari mengganasnya suatu wabah penyakit mudah dan harus segera dilakukan. Misalnya dengan mengatur curah hujan suatu wilayah, agar tidak terlalu lembab, merekayasa arah angin, penyemprotan desinfektan pada area tertentu dengan drone, dll, dll. Berkaitan dengan mewabahnya virus corona, dan upaya pencegahan, apakah Alquran dan Chadits menuntun, amalan yang tepat dilakukan pada bulan Rajab, sebagai salah satu bulan haram ini? Bagaimana hubungannya dengan kandungan ayat tentang bulan haram yang melarang agar tidak menthzolimi nafs (sebagai sel genetik) dirimu sendiri itu? BERSAMBUNG #SERI 2.... Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran, tinggal di Bogor, Indonesia.
Indonesia Positif Corona. Alhamdulillah....
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Alhamdulillah. Akhirnya akal sehat itu kembali. Mudah-mudahan menjadi virus yang menyehatkan bangsa, kendati datangnya cukup terlambat. Presiden Jokowi Senin (2/3) mengumumkan dua orang warga positif Corona. Pengakuan ini merupakan “kasus pertama” di Indonesia, walaupun banyak yang meragukan. Termasuk para pemimpin dan lembaga kesehatan dunia sekelas WHO. Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi, bila pemerintah terus menerus membantah. Menganggap bangsa Indonesia adalah spesies istimewa. Sekelompok manusia yang kebal. Imun terhadap pandemi global ini. Cara pandang pemerintah dan penanganan terhadap virus Corona selama ini sangat mengkhawatirkan. Ada kesan menganggap enteng, meremehkan, naif, bercampur dengan ketidaksiapan, ketidakmampuan dan kebingungan menghadapi bencana. Yang lebih konyol, pemerintah terkesan menganggap musibah ini sebagai berkah. Presiden Jokowi misalnya malah meminta anggota kabinetnya untuk menggalakkan kegiatan-kegiatan konferensi dalam negeri, Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE). Menggalakkan promosi menyasar ceruk pasar wisatawan manca negara (wisman) yang mencari destinasi wisata karena batal ke RRC, Jepang dan Korea. Wisatawan dungu dari manakah mereka? Jokowi bukan asal bicara. Dia sangat serius dengan langkah “cerdasnya” itu. Arahan Jokowi itu kemudian ditindaklanjuti secara serius. Kementerian Pariwisata menyiapkan berbagai stimulus untuk mendongkrak kunjungan ke Indonesia. Wisman diberi berbagai insentif. Mulai dari potongan tiket, sampai anggaran untuk para influencer sebesar Rp 72 miliar. Pemerintah juga menyediakan anggaran promosi wisata sebesar Rp 103 miliar. Menko Maritim Luhut Panjaitan malah berharap para pekerja Cina segera kembali ke Indonesia. Mengerjakan berbagai proyek infrastruktur di Indonesia yang terancam mangkrak karena wabah Corona. Betapa santainya pemerintah menghadapi virus Corona juga tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Sepanjang bulan Januari-sampai Februari 2020, jumlah turis asing ke Indonesia meningkat. Cina bersama Malaysia dan Singapura —dua negara tetangga yang telah secara resmi mengumumkan adanya kasus Corona— menjadi penyumbang terbesar. Malaysia 275 ribu kunjungan (21,66%) Cina 214 ribu kunjungan (17,91%). Singapura dengan 148 ribu kunjungan. Jumlah wisman asal Malaysia turun, sementara Cina malah naik 1.46%. Coba perhatikan, itu merupakan data resmi. Betapa besarnya angka kunjungan “wisatawan” Cina ke Indonesia. Kita tidak pernah tahu berapa yang masuk melalui jalur tidak resmi. Negara-negara lain membatasi dengan sangat ketat wisatawan asal negara Tirai Bambu itu. Kita malah mengundang masuk. Untunglah kedunguan itu tidak berlanjut. Menteri Pariwisata Wisnuthama mengumumkan kebijakan mengundang wisatawan itu ditunda. "Ditunda, di-review dulu. Sampai lebih jelas lagi kondisinya," tutur Wisnuthama Selasa (3/2). Mudah-mudahan kebijakan itu merupakan tanda-tanda bahwa akal sehat telah kembali. Mudah-mudahan virus akal sehat itu diikuti berbagai kebijakan lain yang lebih masuk akal. Pertumbuhan ekonomi sangat penting. Namun nyawa rakyat Indonesia jauh lebih penting. Lagi pula ketika virus Corona sudah menjadi pandemi global, siapa pula orang gila yang masih nekad jalan-jalan keliling dunia? Mudah-mudahan virus akal sehat itu juga menular ke rakyat Indonesia. Tidak panik, hanya memikirkan diri sendiri. Menyerbu dan memborong persediaan makanan, menguras habis ATM, dan berbagai perbuatan konyol lainnya yang akan merugikan kita semua. Mudah-mudahan virus Corona ini juga bisa menyatukan kembali bangsa Indonesia yang terpecah belah karena perbedaan kepentingan politik. Dalam menghadapi musibah, sangat penting kita bersatu padu, bahu membahu, tolong menolong. Menunjukkan solidaritas. Jangan pernah berpikir akan selamat sendiri. Kualitas bangsa, khususnya kualitas para pemimpinnya tengah diuji. Tidak ada salahnya meniru langkah pemimpin negeri tetangga. Presiden Singapura Halimah Jacob dan para pejabat tinggi lainnya memotong gajinya satu bulan. Dibagikan sebagai bonus untuk para petugas medis yang berjibaku mempertaruhkan nyawanya. PM Singapura Lee Hsien Loong sebelumnya menyampaikan pidato. Mengajak rakyatnya berani dan bersatu menghadapi virus Corona. "Melewati masa yang penuh tekanan bersama-sama." Itu baru namanya pemimpin! Penulis wartawan senior.
Ditunggu, Kebijakan Strategis Gubernur Soal Tumpang Pitu!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Jejak digital mencatat, berdasarkan hasil pengamatan satelit internasional, terdapat 26 ribu ha tambang emas antara Lumajang-Malang, 56-58 ribu ha antara Tulungagung-Trenggalek, dan 96 ribu ha di Pacitan. Melansir Liputan6.com (04 Feb 2019, 10:01 WIB), jika data dari satelit internasional tersebut valid, bisa jadi wilayah Jatim ini merupakan daerah kumpulan emas terbesar kedua di dunia setelah Afrika Selatan, atau paling besar se-Asia Tenggara. Terlebih lagi industri perhiasan di Jatim yang mempunyai peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi setempat, sebab permintaan terhadap produk perhiasan, khususnya emas, menunjukkan trend semakin meningkat. Karena selain berfungsi sebagai karya seni yang mampu memperindah penampilan, produk perhiasan juga bisa digunakan untuk sarana investasi menjanjikan bagi para inverstor, bahkan industrinya mampu menyerap tenaga kerja mencapai 17.600 orang dilansir Antara. Keberadaan 26 unit industri perhiasan skala besar dan menengah, serta 1.854 unit industri perhiasan skala kecil di Jatim yang lokasinya tersebar pada 11 kabupaten/kota sangat berperan besar untuk mendukung ekspor. Yakni, di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Lamongan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kota Malang, Lumajang dan Pacitan. Berdasarkan data di Pemprov Jatim hingga triwulan menjelang akhir tahun lalu, ekspor perhiasan telah mencapai 2,16 miliar dolar AS, bahkan industri ini memiliki kontribusi hingga 50 persen terhadap produksi perhiasan nasional. Negara potensial yang menjadi sasaran ekspor perhiasan asal Jatim antara lain Amerika Serikat, Jepang, China-Hong Kong serta Swiss. Selain tambang emas yang masih tertimbun di dalam “perut bumi” di wilayah Lumajang, Malang, Tulungagung, Trenggalek, dan Pacitan, di dua daerah lainnya sudah diekplorasi penambangannya, yakni di Banyuwangi dan Jember. Di Banyuwangi, pertambangan berada Dusun Pancer, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, sedangkan di Jember berada di Kecamatan Silo. Proses eksplorasi dan pertambangan emas di dua daerah tersebut tak berjalan mulus, sebab sebagian warga dan sejumlah pihak menolaknya dengan alasan merusak lingkungan. Di sini diperlukan “lompatan kebijakan” dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Bunda Khofifah, demikian panggilan akrab gubernur wanita pertama di Jatim ini, yang juga sebagai gubernur zaman now itu merupakan harapan yang luar biasa dari masyarakat. Karena ia adalah gubernur yang berpikiran lateral, tidak linier. Sehingga, Bunda bukan hanya harus mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, tapi juga perlu adanya lompatan-lompatan ekonomi. Bukan sekedar melanjutkan pendahulunya. Itulah harapan masyarakat Jatim pada Gubernur Khofifah. Sebagai gubernur zaman now juga, Bunda diharapkan berpola pikir zig-zag, harus berpola pikir lateral, bukanlah linier, yang selama ini banyak dipahami orang dengan berpola pikir lateral. “Sebagai Srikandi-nya Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Bunda Khofifah diharapkan bisa melanjutkan pola pikir ala Gusdurian yang berpola pikir lateral,” ungkap seorang pengusaha yang pernah malang melintang di dunia pertambangan. Jatim dikaruniai oleh Allah SWT suatu potensi yang sangat besar, yang salah satu kawasan yang daratannya dilintasi ring of fire (cincin api) terpanjang di Indonesia. Dan, tentu saja di dalamnya ada berkah potensi mineral dan tambang yang sangat besar juga. Bahkan, jejak-jejak Eropa yang dibangun pada abad XV semasa Gubernur Raffles bisa kita dapati di berbagai daerah di Jatim. Khususnya, di kawasan gunung Gumitir (Curahwangkal/ Silo, sampai pada rentetan gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi). Tapi, sayangnya, selama setahun ini tanda-tanda akan melakukan lompatan ekonomi berpola pikir lateral dengan kebijakan-kebijakan yang melompat, itu belum ada tanda-tanda ke arah sana. “Bahkan, selama setahun ini, seperti yang dikhawatirkan banyak orang akan pertumbuhan ini sangat lambat dibanding pendahulunya mendekati kenyataan. Tidak terjadi pola pikir zig-zag, seperti Gus Dur,” lanjutnya. Untuk itu kebijakan-kebijakan yang brilian dengan berpihak kepada rakyat, harus dirumuskan oleh Gubernur Khofifah. Apalagi, Pemprov Jatim punya Dewan Riset dan Dewan Pakar yang semuanya dibiayai APBD untuk membantu Bunda dalam mengambil kebijakan-kebijakan. Mereka harus melakukan riset-riset kedalaman, bukan hanya permukaan. Bagaimana isi perut bumi Jatim itu. Ini bisa menjadi kebijakan untuk kemakmuran masyarakat Jatim. Sebab, yang berhak melakukan itu semua adalah gubernur, bukan dari sekelompok elit politik atau kekuatan presure group dan taipan-taipan tertentu. Tapi, memang harus diorientasinya untuk masyarakt Jatim dengan cara membuka potensi-potensi Jatim. Itu ada semua dan haru dibuka secara transparan ke publik, mulai dari migas, aurum (Au, emas), perak, tembaga, molib dinum (ini lebih mahal dari emas), aluminium, bismuth oxy cloride, uranium, mercuri, sampai uranium itu ada di perut bumi Jatim. Itu adalah kekayaan yang diberikan Allah SWT kepada rakyat Jatim. Sehingga diharapkan pada tahap eksplorasi juga melibatkan masyarakat Jatim, terlebih lagi saat eksploitasi, harus melibatkan masyarakat Jatim. Bukan hanya pemilik modal saja. Kemarahan masyarakat sekitar potensi tambang itu jangan sampai dijadikan objek/penonton atas kehadiran investasi dan peralatan yang datang di sana. Libatkan mereka dalam usaha itu. Sebab, adanya isi perut bumi itu juga hasil dari doa-doa leluhur mereka di sana yang hasilnya justru untuk anak cucu mereka. Beroperasinya PT Bumi Suksesindo (BSI) di Tumpang Pitu ada bagian yang tidak terpisahkan dari deretan usaha dan geliat pertambangan di wilayah Jember-Banyuwangi yang sebelumnya dieksplorasi oleh Yusuf Merukh melalui PT Metal Jember-Banyuwangi, tapi belum berhasil. Di era kepemimpinan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, akhirnya PT BSI berhasil mengekplorasi maupun ekspoitasi tambang Tumpang Pitu yang awalnya merupakan hutan lindung. Wilayah ini adalah inti dari tambang emas dunia, yang sangat besar. Sebagai “Srikandi Jatim”, seharusnya Bunda Khofifah membuka potensi-potensi di Jatim itu. Persoalan-persoalan hari ini masyarakat Tumpang Pitu itu karena mereka dipertontonkan oleh ketidak adilan. Sehingga timbul yang namanya kecemburuan soslal dan ekomoni. Mereka yang selama ini sehari-harinya sudah secara turun-temurun menambang di kawasan tersebut akhirnya mereka merasa diperlakukan tidak adil. Banyak diantara masyarakat yang mengambil limbah-limbah itu yang kemudian ditangkapi oleh polisi karena dianggap ilegal. Dengan teknololgi leaching (proses pencucian dan pelarutan sisa-sisa limbahnya) yang rata-rata dalam tiga malam itu bisa menghasilkan Rp 25-50 juta, itu biasanya dikerjakan oleh satu kelompok (1-5 orang). Di situ selama ini pula ada mata rantai ekonomi. Dengan alasan tambang ilegal, maka mereka ditangkapi. Dalam persoalan seperti ini seharusnya negara hadir. Katakanlah, pemodal diberi porsi 70%, Pemkab PI 10%, dan yangg 20% itu penduduk sekitar. Jangan semuanya diambil oleh pemodal besar. Kalau itu tidak dilakukan Gubernur Khofifah, persoalan pertambangan, tidak akan pernah selesai. Isu lingkungan itu hanya dipakai untuk melawan pengusaha tambang. Padahal, teknologi PT BSI itu luar biasa canggihnya. Bahkan, putra-putra terbaik bangsa ini yang sudah melanglang buana ke seluruh dunia dipanggil untuk menggarap ini. Gunung Tumpang Pitu itu nantinya tetap ada di atasnya dengan tanaman-tanaman hijau yang ada. Ini diarahkan ke zero accident karena ramah lingkungan. Isu lingkungan tersebut dijadikan semacam kitabnya mereka untuk melakukan penambangan di dalamnya. Di situ hasilnya luar biasa. Seperti Sandiaga Uno yang melepas sahamnya untuk biaya kampanye itu. Jadi, Gubernur Khofifah harus segera mengeluarkan kebijakan yang cerdas. Kebijakan yang bersumber pada pemikiran-pemikiran lateral. Yang penting itu Gubernur lakukan lompatan-lompatan kebijakan. Out off the box, tidak terkungkung oleh pemikiran-pemikiran biasa. Demo-demo yang terjadi selama ini, itu sebenarnya alat untuk pertahanan masyakarat, bentuk perlawanan dari masyarakat, karena melihat begitu besarnya kekuatan modal. Mereka butuh keadilan saja. Mungkin dengan 20% itu membuat masyarakat bisa sejahtera. Menurut Data Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jatim, baru 15-20 persen SDA di Jatim yang sudah dieksplorasi aktivitas pertambangan. Kepala Dinas ESDM Jatim Setiajit mengatakan, masih banyak potensi pertambangan yang membentang dari Banyuwangi, Lumajang, Malang, Blitar, Tulungagung, Pacitan, sampai Ponorogo. Baik sumber daya mineral, logam, tembaga, perak, bahkan emas di Jatim, menurutnya, belum tereksplorasi dengan baik. “Apalagi minyak dan gas, luar biasa di Jawa Timur,” katanya, Kamis (21/11/2019). Potensi pertambangan Jawa Timur itu membentang di sepanjang Jawa Timur bagian Selatan dan tengah. Di Pegunungan Kendeng, misalnya, ada kandungan kapur, fosfat, dolomit, dan kalsium belum terolah. “Banyak sekali potensi lainnya. Ada wilayah yang dikuasai masyarakat, ada juga wilayah Perhutani,” ujarnya. *** Penulis wartawan senior.
Mungkinkah Corona Depok Hanya Puncak Gunung Es?
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Banyak yang tak percaya, terutama komunitas internasional, bahwa Indonesia bebas dari virus Corona. Sempat pula seru perdebatan antara para pejabat pemerintah dengan berbagai pihak termasuk warganet. Tapi, akhirnya, Presiden Jokowi, Senin (2/3/2020) mengumumkan dua orang Indonesia positif menderita virus Corona (Covid-19). Kedua wanita masing-masing berusia 64 dan 31. Salah seorangnya, yang berusia 31, dikatakan pernah berkontak dengan seorang perempuan Jepang yang bermukim di Malaysia. Mereka pernah berdansa bersama di sebuah klub di Jakarta, kata Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Kedua warga Depok tsb sekarang dirawat di RS Penyakit Infeksi Prof Sulianti Saroso di Jakarta Utara. Pengumuman ini mengakhiri harapan agar Corona tak masuk ke Indonesia. Tetapi, tidak akan mengakhiri perdebatan terkait penanganan ancaman virus ganas itu. Bahkan akan semakin mempertajam kritik dan kontrakritik. Salah satu pertanyaan yang memerlukan jawaban adalah, apakah dua warga Depok yang positif Covid-19 itu hanya ‘puncak gunung es’ dari kemungkinan banyaknya penyandang Corona yang tak terdeteksi di bawah permukaan? Pertanyaan berikutnya adalah, apakah pemerintah selama ini serius mencegah migrasi Corona ke negara ini? Seterusnya, apakah Indonesia sudah menjadi “tuan rumah” Corona? Sangat mendebarkan sekali seandainya dua orang Depok itu hanya ‘wakil’ dari sekian banyak penyandang Corona. Hanya “tip of the iceberg” saja. Puncak gunung es yang tersembunyi di bawah permukaan. Tentu sangat menakutkan kalau nanti faktanya seperti itu. Tetapi, mungkinkah ini menjadi kenyataan? Wallahu a’lam. Tak seorang pun diantara kita yang ingin melihat gunung es itu muncul. Tapi, publik menjadi curiga ada yang tak beres. Misalnya, ketika ada berita tentang tersangka Corona dirawat di sejumlah rumah sakit, pihak yang berwenang cenderung defensif menghadapinya. Ada kesan, pemerintah mengambil garis “denial” (membantah) kalau ada yang berbicara soal dugaan kasus-kasus Corona. Para jurubicara pemerintah setingkat menteri pun selalu menggunakan narasi yang membantah. Termasuk Menko Polhukam Mahfud MD. Lebih-kurang Pak Mahfud bilang, “Sampai hari ini tidak ada Corona di Indonesia. Besok-lusa kita tidak tahu.” Ternyata, betul juga. Hari-hari berikutnya berubah. Sekarang, bagaimana dengan keseriusan pemerintah dalam mencegah migrasi Corona ke Indonesia? Dari sisi tindakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah, pantas-pantas saja publik menilai tidak serius. Artinya, dalam sebulan-dua ini tidak ada langkah keras yang diterapkan. Misalnya, sepanjang Januari, tercatat 113 ribu pengunjung dari China masuk ke Bali. Padahal, China masih menjadi episentrum Corona. Dan rata-rata negara lain menolak kedatangan pengunjung dari RRC. Pengawasan di pintu masuk internasional, tidak ketat. Di awal-awal wabah Corona tempohari sempat tersiar pemerintah akan menerapkan tindakan keras itu. Tapi kemudian prosedur pemantauan menjadi lunak. Belakangan ini, penumpang internasional tampaknya hanya diminta mengisi formulir yang intinya menanyakan nama, alamat di Indonesia, dan apakah ada mengalami badan panas, dlsb. Inilah yang dialami oleh anak saya, tiga hari lalu, ketika pulang dari Malaysia ke Yogyakarta via KLIA (bandara Kuala Lumpur). Petugas di bandara Adi Sucipto (Yogya) hanya memberikan kepada para penumpang semacam formulir yang “tidak serius”. Anak saya menelefon sambil menggerutukan lemahnya pengawasan di bandara. Dia mengatakan, sangat bisa para penumpang menuliskan informasi bohong. Di tengah suasana dunia seperti ini, mana mungkin penumpang suka rela mengatakan kondisi badannya yang tidak normal? Dan mana mungkin penumpang akan menyebutkan ke mana saja mereka pergi belakangan ini. Jadi, mungkin saja selama berminggu-minggu ini ada banyak penumpang internasional yang masuk via laut, udara, atau darat yang tidak terdeteksi membawa Corona. Bisa juga mereka tidak mengalami sakit. Bisa pula ada gejala tetapi kemudian hilang. Namun, tentu ada saja peluang para “penyandang senyap” Corona akan terungkap dalam waktu-waktu mendatang ini. Na’uzubillah. Semoga saja tidak. Nah, apakah Indonesia sudah menjadi “tuan rumah” Corona, dalam arti sudah terjadi penularan diantara sesama warga masyarakat? Bukan dibawa dari luar? Bisa tidak. Bisa iya. Kalau dilihat dari kasus Depok, kronologi yang kita pahami adalah bahwa kedua warga positif Corona itu mendapatkannya dari wanita Jepang yang sempat berdansa bersama si wanita yang berusia 31 tahun. Wanita ini kemudian menularkan ke ibunya yang berusia 64 tahun. Kalau urutan kejadian ini benar, berarti Indonesia belum menjadi “tuan rumah”. Corona yang masuk masih berstatus bawaan dari luar. Tapi, kalau dibaca laporan tentang tiga kasus baru di Singapura, ada satu hal menarik terkait dengan wilayah Batam. Otoritas kesehatan Singapura mengatakan, ketiga pasien baru itu tidak pernah pergi ke China atau Korea Selatan. Tetapi mereka pernah pergi ke Batam antara 21-23 Febaruari 2020. Singapura tidak mengatakan secara pasti bahwa ketiga orang itu tertular di Batam. Tetapi, mereka dinyatakan positif sepulang dari pulau Indonesia yang berjarak dekat dengan Singapura itu. Pertanyaannya, mungkinkah ada Corona yang menjadi “tuan rumah” di Batam? Inilah yang belum terdeteksi dan tidak mudah untuk dideteksi. Kembali ke kedua wanita Depok tadi. Kalau mereka sudah sempat meneruskan virus itu ke orang lain, berarti sudah lahir ‘generasi kedua’ Corona di Indonesia. Ini mungkin saja terjadi karena kedua wanita tsb sempat dirawat di RS Mitra Keluarga, Depok. Andaikata ada diantara 76 petugas medis RSMK yang sekarang dirumahkan itu menjadi tempat hinggap Corona, itu berarti telah berlanjut ke ‘generasi ketiga’, dst. Dari sini, terbuka kemungkinan “community epidemic”. Yaitu, penyebaran di lingkungan masyarakat. Bukan lagi Corona “asing” seperti yang dibawa wanita Jepang. Memang masih bisa disebut “blasteran” tetapi sudah menjadi “Corona WNI”. Kalau nanti ada Corona ‘generasi kedua’ atau ‘generasi ketiga’ yang sudah “WNI”, ini bisa sangat merepotkan. Kita tidak lagi bisa berasumsi bahwa orang lokal yang kita jumpai di mana-mana, bebas dari Corona. Kewaspadaan ke arah ini sudah dimulai. Ada sejumlah sekolah yang guru-gurunya mengubah salam tangan dengan murid ketika jam masuk pagi. Mereka tidak lagi bersentuhan.[] 3 Maret 2020 Penulis wartawan senior.