POLITIK

Formappi Minta Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri Aktif Segera Dikoreksi

Jakarta, FNN - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus minta penunjukan TNI/Polri aktif sebagai penjabat (Pj) kepala daerah mesti segera dikoreksi. \"Saya kira ini babak-babak awal. Kalau ini tidak segera dicegah, apa yang sedang terjadi dengan memberikan semacam peluang kepada TNI/Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil,\" kata Lucius dalam keterangan di Jakarta Sabtu. Hal itu dia ungkapkan untuk menanggapi penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. \"Saya kira ini babak yang di 1998 lalu juga ditakutkan oleh publik ketika kemudian TNI/Polri menduduki jabatan sipil,\" kata dia. Lucius menegaskan pemerintah dan DPR harus segera memastikan jabatan sipil tidak disandang oleh anggota TNI/Polri aktif. Ia juga mengungkap potensi yang bisa muncul jika anggota TNI/Polri aktif semakin bebas menduduki jabatan sipil. \"Saya kira penting untuk sejak awal mendesak, mendorong pemerintah dan DPR untuk memastikan tegaknya aturan terkait dengan jabatan sipil yang tidak boleh disandang TNI/Polri,\" kata dia. Lucius mengatakan penunjukan itu tidak sesuai dengan semangat dan amanat reformasi. Selain itu, katanya juga melanggar aturan. Lucius khawatir penunjukan itu hanya menjadi awal dari penunjukan Pj kepala daerah yang tidak sesuai aturan. Menurutnya menjelang kontestasi 2024 aroma politik semakin hangat. Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah melakukan proses seleksi secara transparan dan terbuka bagi partisipasi publik. Puan menekankan agar proses tersebut bebas dari kepentingan politik. “Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur dan terbebas dari kepentingan politik,” ujar Puan. Sementara itu, Ray Rangkuti, pendiri Lingkar Madani menyatakan pengangkatan anggota TNI aktif melanggar UU No.5 tahun 2015 pasal 20 ayat 3 tentang jabatan sipil yang boleh diemban adalah yang berada pada instansi pusat dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. UU melarang TNI menduduki jabatan sipil, di luar 10 institusi. Institusi yang tertuang diantaranya Kemenkopolhukam, Kemenhan Lembaga Sandi Nasional, dan Mahkamah Agung. “Setidaknya 8 dari 10 yang diberikan untuk duduk di posisi masih berkaitan dengan fungsi mereka sebagai pertahanan. Pelibatan TNI aktif dalam Jabatan sipil tidak boleh jauh dari fungsi pokok mereka sebagai lembaga yang berurusan dengan pertahanan negara,“ ujar Ray. (mth/Antara)

Bertemu Try Sutrisno, LaNyalla Dapat Wasiat untuk Selamatkan Bangsa dan Negara

Jakarta, FNN - Wakil Presiden RI ke-6, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno memberikan wasiat kepada Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, untuk melakukan Kaji Ulang Konstitusi hasil Amandemen tahun 1999-2002 silam, demi penyelamatan bangsa dan negara.  Hal itu dikatakan mantan Panglima ABRI tersebut saat menerima LaNyalla di kediamannya, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/5/2022).  “Saya ini sudah 87 tahun, tidak lama lagi akan meninggal, saya titip wasiat kepada Anda, karena saya tahu Kakek Anda, Pak Mattalitti itu pejuang. Waktu peristiwa perobekan  Bendera Belanda di Surabaya, saya masih anak-anak, melihat dari toko Kakek Anda di Tunjungan. Tolong selamatkan bangsa dan negara ini dari kehancuran di masa depan,” ungkap pria kelahiran Surabaya 15 November 1935 itu.  Dikatakan Try, Amandemen Konstitusi yang dilakukan empat tahap di tahun 1999 hingga 2002 silam sama sekali tidak dilakukan dengan tahapan yang ideal. Perubahan dilakukan cepat-cepatan, dan ada pengaruh kepentingan asing. Sehingga hasilnya, bangsa ini kehilangan keindonesiaannya.  “Isi pasal-pasalnya sudah tidak nyambung lagi dengan Pancasila yang ada di naskah Pembukaan UUD. Sehingga jangan heran kalau kemudian lahir banyak sekali Undang-Undang turunan dari Konstitusi yang merugikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan bangsa ini,” tuturnya.  Puncaknya, kata Try Sutrisno, adalah diubahnya sistem paling hakiki dari Pancasila, yaitu lembaga keterwakilan rakyat, yang dulu berada di Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR, yang terdiri dari DPR, Utusan Daerah, Utusan Golongan dan Fraksi ABRI (TNI-Polri).  “Sehingga sekarang sistem negara ini menjadi liberalis, individualistis dan kapitalis. Semua ditentukan Partai Politik. Padahal Pancasila yang dirumuskan pendiri bangsa ini adalah sistem asli yang sudah sangat cocok untuk membuat Indonesia menjadi negara yang kuat dan berdaulat,” tandasnya.  Dikatakan Try, situasi sekarang dimana Legislatif menjadi heavy (kuat, red), bukan kemudian berdampak kepada check and balances yang kuat dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Tetapi menjelma menjadi parpol heavy. Karena DPR adalah kepanjangan parpol.  “Saya mengikuti pernyataan dan aktivitas Anda. Saya mendukung, karena apa yang Anda katakan benar. Tetapi akan sulit memperjuangkan Keadilan Sosial untuk rakyat, kalau Konstitusi kita seperti hari ini, memberi ruang kepada Oligarki untuk menguasai negara,” bebernya.  Karena itu, lanjutnya, Kaji Ulang Amandemen Konstitusi, dengan cara kembali kepada UUD Naskah Asli, lalu lakukan perbaikan-perbaikan melalui Adendum. Agar bangsa ini, dan anak cucu kita selamat. Bangsa ini bukan milik segelintir orang, tetapi milik 270 juta rakyat.  “Saya minta Anda, karena Kakek Anda itu pejuang lho. Perjuangkan Kaji Ulang Konstitusi kita. Pastikan kedaulatan kembali ke tangan rakyat. Pastikan Pancasila yang ditetapkan di Naskah Pembukaan UUD menjadi falsafah dan norma dari semua Pasal yang ada di Konstitusi. Ini wasiat saya,” pungkasnya.  Menanggapi itu, LaNyalla pun mengaku siap memperjuangkan apa yang diamanatkan oleh Try Sutrisno. Ia memastikan DPD RI akan tetap konsisten mengawal semua upaya untuk kepentingan kedaulatan rakyat.  “Insya Allah saya konsisten dengan sumpah jabatan saya, untuk membela kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Terima kasih atas semua nasehat, masukan dan amanat yang diberikan kepada saya,” tutupnya.  LaNyalla hadir di kediaman Try Sutrisno didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Staf Ahli Ketua DPD RI Baso Juherman. Tampak mendampingi Try Sutrisno, Koordinator Presidium Nasional Majelis Permusyawaratan Bumiputra, dr Zulkifli Eko Mei. (sws)

Penetapan Pj Gubernur Sepatutnya Musti Berdasarkan Aturan Teknis

Jakarta, FNN - Pimpinan Rumah Demokrasi Ramdansyah mengatakan pihaknya menilai penetapan penjabat gubernur oleh pemerintah sepatutnya berdasarkan pada aturan teknis yang dibuat secara cermat, sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), dan mengacu pada prinsip demokrasi.\"Dalam menanggapi kisruh penetapan penjabat gubernur untuk mengisi kekosongan jabatan sesuai Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Rumah Demokrasi menyatakan (penetapan penjabat gubernur) harus berdasarkan peraturan teknis yang cermat,\" kata Ramdansyah berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.Menurutnya, aturan teknis yang sesuai dengan AUPB, prinsip demokrasi, bersifat terbuka, transparan, dan akuntabel akan memastikan penetapan penjabat gubernur tidak merugikan hak-hak kebebasan sipil serta tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.Ramdansyah pun mengatakan aturan teknis mengenai penetapan penjabat gubernur perlu dibuat oleh pemerintah karena merupakan salah satu ketentuan yang dimuat pada pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XIX/2021.Dia menjelaskan pertimbangan hukum MK tersebut menyebutkan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan dan memperhatikan untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016.Dengan demikian, tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.Lalu, tambah dia, aturan teknis juga akan memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian penjabat berlangsung secara terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten dan berintegritas sesuai dengan aspirasi daerah.\"Dengan tidak adanya peraturan teknis, maka Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa penjabat gubernur, bupati, dan wali kota adalah pegawai negeri sipil yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku akan menjadi \'multiinterpretasi\',\" lanjut Ramdansyah.Dia pun menyampaikan aturan teknis penetapan penjabat gubernur secara terbuka yang dibuat oleh pemerintah itu dapat menunjuk TNI ataupun Polri.Meskipun begitu, tambah dia, penunjukan perlu merujuk pada kondisi keamanan atau kerawanan suatu provinsi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya. Dalam aturan tersebut, disebutkan ada tiga tingkat bahaya.\"Tingkat bahaya paling rendah adalah keadaan darurat sipil di mana militer masih belum dilibatkan sebagai penguasa daerah. Lalu, keterlibatan militer sebagai penguasa daerah dilakukan ketika suatu daerah menjadi darurat militer dan darurat perang. Dalam kondisi sekarang, ketiga kondisi bahaya ini tidak terjadi sehingga alasan penempatan TNI/Polri sebagai penjabat gubernur tidak beralasan,\" jelas Ramdansyah.Oleh karena itu, lanjut dia, Rumah Demokrasi mendorong PNS madya dengan rekam jejak yang jelas untuk menjadi penjabat gubernur. (Ida/ANTARA)

Buya Syafii Patut Menjadi Teladan bagi Pemimpin Agama

Jakarta, FNN - Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom menilai mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Ahmad Syafii Maarif patut menjadi teladan bagi semua pemimpin agama di Indonesia.\"Beliau sangat dekat dengan semua kalangan dan patut menjadi pola teladan bagi semua pemimpin agama di Indonesia sebagai bangsa yang besar dan menghargai kemajemukan,\" kata Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.Hal tersebut disampaikan usai melayat ke Masjid Gede Kauman, tempat jenazah Buya Syafii Maarif disemayamkan sebelum dibawa ke pemakaman Kulon Progo Yogyakarta.\"Kita semua kehilangan Buya Syafii. Beliau tidak hanya seorang tokoh pluralis dan nasionalis, tetapi lebih merupakan guru dan bapa bangsa yang menyumbang banyak gagasan untuk mencerdaskan bangsa,\" ujarnya.Menurut dia, keteladanan sosok cendekiawan muslim yang sangat sederhana dan menolak berbagai bentuk fasilitas tersebut perlu ditiru oleh semua orang.Buya Syafii diketahui menolak tawaran pengobatan di Jakarta, baik dari Megawati Soekarnoputri maupun dari Presiden.Alasannya, lanjut dia, karena Buya Syafii merasa lebih sreg dirawat di rumah sendiri, yakni RS PKU Muhammadyah Yogyakarta. Bahkan, untuk pemakamannya, Buya mewasiatkan agar dikebumikan di pemakaman khalayak Muhammadiyah di Kulon Progo.\"Saya melayat untuk memberikan penghormatan terakhir sekaligus wujud kebersamaan sekaligus menyatakan turut sepenanggungan dengan keluarga Buya Maarif dan umat Islam yang cinta damai,\" kata dia.Pendeta Gomar Gultom menilai ketokohan, pemikiran, dan perjuangan Prof. Ahmad Syafii Maarif sejalan dengan perjuangan gereja-gereja di Indonesia untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.\"Saya memohon Presiden untuk mengajak seluruh masyarakat mengibarkan bendera setengah tiang sebagai penghormatan kepada beliau,\" katanya. (Ida/ANTARA)

KPU Jabarkan Rincian Anggaran Pemilu 2024

Jakarta, FNN - Komisi Pemilihan Umum RI menjabarkan rincian anggaran Pemilihan Umum 2024 yang telah diusulkan sebesar Rp76,656 triliun. \"Data usulan anggaran Pemilu 2024 meliputi anggaran tahun 2022, 2023, dan 2024,\" kata Ketua KPU RI Hasyim Asy\'ari lewat pesan elektronik di Jakarta, Kamis. Anggaran Pemilu 2024 untuk tahun anggaran 2022 yang diusulkan yakni sebesar Rp8,061 triliun. Kemudian untuk 2023 sebesar Rp23,857 triliun dan 2024 Rp44,737 triliun. Anggaran tersebut akan dimanfaatkan sebesar 82,71 persen atau sebesar Rp63,405 triliun untuk kegiatan tahapan pemilu, yakni pelaksanaan tahapan pemilu, honor badan adhoc, logistik pemilu, serta untuk sosialisasi dan pendidikan politik pemilih. Sementara itu, kata Hasyim Asy\'ari, sebanyak 17,29 persen anggaran atau Rp 13,250 triliun akan dimanfaatkan untuk pembangunan, renovasi atau rehabilitasi kantor maupun gudang, sewa kendaraan operasional untuk 549 satuan kerja atau satker. Berikutnya untuk uang kehormatan komisi, gaji dan tunjangan kinerja pegawai sekretariat KPU di seluruh Indonesia, untuk belanja operasional kantor, dukungan IT peralatan komputer, serta perekrutan KPU provinsi, kabupaten, dan kota se Indonesia. KPU merinci anggaran Pemilu 2024 itu untuk kebutuhan badan adhoc yakni honor dan operasional kerja badan adhoc sebesar Rp34,443 triliun atau 44,93 persen dari anggaran. Honor badan adhoc pada 2024 naik cukup signifikan bahkan hampir mencapai tiga kali lipat. Misalnya, honor KPPS untuk Pemilu 2024 dirancang sebesar Rp1,5 juta per orang, sebelumnya honor KPPS di 2019 sebesar Rp550 ribu. Begitu juga, honor PPK di 2019 sebesar Rp1,8 juta dan di 2024 dirancang sebesar Rp3 juta, kemudian untuk PPS dari Rp1,3 juta menjadi Rp2,45 juta. Lebih lanjut anggaran untuk kebutuhan logistik pemilu porsinya Rp16,017 triliun atau 20,90 persen dari total anggaran. KPU juga membuat pos anggaran untuk alat pelindung diri sebesar 6,07 persen atau Rp4,652 triliun. Terakhir, KPU juga menganggarkan untuk Pemilihan Presiden putaran kedua. Anggaran itu untuk honor KPPS selama 1 bulan, logistik, pemungutan dan penghitungan suara, serta rekapitulasi penghitungan suara yakni Rp14,479 triliun atau 18,89 persen dari anggaran. (mth/Antara)

Banyak Capres Tuna Wisma Parpol, Rocky Optimistis PT 0 Persen Terwujud

Jakarta, FNN - Persyaratan presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% selama ini menyuburkan praktik politik uang yang sering disebut politik transaksional. Aturan tersebut juga menghambat calon potensial yang minim dukungan dana untuk tampil dalam pemilihan calon presiden. Ada kesadaran yang ditunjukkan oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan yang mulai mengkritisi ambang batas tersebut pun dinilai menjadi sinyal baik untuk perbaikan demokrasi di Indonesia. Menanggapi perubahan sikap politik PAN tersebut pengamat politik, Rocky Gerung menyatakan bahwa sikap PAN perlu diikuti oleh partai-partai lain yang terjerat persyaratan PT 20 persen. “Saya kira ini Minggu yang akan menentukan awal dari perkelahian politik. Mulai terjadi semacam pengerucutan. Jadi kalau saya rumuskan dengan gampang Ketua PAN, Bang Zul sudah mulai sadar, sementara Cak Imin mulai panik. Semua hal sebetulnya ada di depan mata kita. Tapi kita tetap ingin agar demokrasi dituntun dengan akal pikiran yang lurus,” ujar Rocky Gerung kepada warawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Kamis, 26 Mei 2022. Diketahui, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, belakangan menyebut PT 20 persen membuat politik menjadi transaksional. Hal itu disampaikan Zulhas usai mengikuti program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/5/2022). Rocky menegaskan keberadaan PT 20 persen sama saja membuat tiket menuju pencapresan menjadi sangat mahal. Ada potensi politik transaksional antara calon dengan partai politik agar dapat maju dalam kontestasi. Oleh karena itu untuk mengurangi beban politik dan memberi kesempatan kepada seluruh anak bangsa, Rocky menyebut PT 0 persen dapat menjadi solusi untuk lepas dari demokrasi yang transaksional tersebut. “Karena tiket yang mahal, semua menjadi koruptor. Solusinya ya jangan pasang tiket,” kata dia. Rocky menyarankan partai-partai yang mustahil mencalonkan figur sendiri karena terkendala PT 20 persen perlu melakukan gerakan politik agar Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut aturan tersebut. Dia menilai MK bakal berpikir apabila partai seperti PAN dan PKB turun langsung ke MK untul melakukan judicial review.  “Partai-partai yang merasa enggak mungkin punya calon  sendiri, ya persoalkanlah apa yang menghambat. Bang Zul dan Cak Imin (Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB) perlu bikin gerakan politik untuk ganggu MK agar bebas dari kedunguan. PT 0 persen perlu segera diproses secara bertahap dan konstitusional,” ujarnya. Lebih lanjut, Rocky menilai bakal banyak yang menyambut dengan sukacita apabila PT 0 persen berhasil digolkan. Dia mencontohkan Ganjar Pranowo kini yang masih menjadi “tuna wisma” parpol meski berasal dari PDIP. Hal itu karena PDIP sejauh ini masih menunjukkan rasa enggan untuk mendukung Ganjar dalam pencapresan. Selain itu figur seperti Anies Baswedan, Erick Thohir hingga Ridwan Kamil juga tak memiliki perahu sendiri untuk nyapres. “Boleh-boleh saja buzzer Pak Jokowi pengin Ganjar jadi presiden. Makanya itu start di nol persen. Saat ini saya lihat Pak Ganjar itu tuna netra politik, enggak bisa melihat kejernihan politik,” pungkasnya. (sof, sws) 

Anis Matta: Tokoh Reformasi Harus Memimpin Indonesia untuk Melanjutkan Reformasi

Jakarta, FNN  - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah dalam sejarah perjalanan reformasi yang telah berjalan selama 24 tahun belum selesai dan tidak sesuai dengan harapan. Sehingga memunculkan rasa penyesalan dari para pelaku sejarah reformasi atau tokoh reformasi seperti Budiman Sujatmiko dan Fahri Hamzah, yang telah menumbangkan rezim Orde Baru dan melahirkan beberapa presiden.  Namun, perubahan yang mereka ciptakan, ternyata tidak bisa dikontrol dan dikendalikan sesudahnya, oleh mereka sendiri. \"Saya kira, saya telah berhasil membuat tokoh reformasi ini menyampaikan penyesalannya dengan baik. Yang mereka sesali adalah satu hal yang sama, bahwa reformasi belum selesai,\" kata Anis Matta dalam diskusi Gelora Talk bertajuk \'24 Tahun Reformasi, Sudah Sampai di Mana dan Mau Ke Mana Indonesia? yang digelar secara daring, Rabu (25/5/2022) sore. Anis Matta meminta Budiman Sujatmiko dan Fahri Hamzah yang hadir dalam diskusi tersebut, untuk curhat dengan mimpi mereka sebagai seorang aktivis yang belum terealisasi atau belum menjadi kenyataan selama hampir seperempat abad reformasi. \"Saya ingin sedikit meminta komentar mereka berdua yang bisa personal, khususnya Mas Budiman Sujatmiko dan Bung Fahri. Kira-kira apa yang Anda sesali, mimpi apa sebagai aktivis yang belum terealisasi dalam waktu 24 tahun reformasi ini,? tanya Anis Matta kepada mereka berdua. Menurut Anis Matta, Budiman Sujatmiko dan Fahri Hamzah memiliki satu kesamaan, yakni tidak memiliki ambisi kekuasaan. Sehingga perubahan yang mereka ciptakan, perjalanan sejarahnya tidak bisa mereka kontrol sesudahnya.  \"Itu menyebabkan perubahan yang mereka ciptakan tidak bisa mereka kontrol. Jalannya sejarah sesudahnya tidak seperti yang ada dalam rencana mereka. Sehingga banyak pekerjaan rumah yang belum selesai,\" katanya. Karena itu, Anis Matta berharap agar para calon presiden (capres) yang akan maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 berasal dari tokoh-tokoh reformasi agar agenda pekerjaan rumah reformasi bisa dituntaskan.  \"Bisakah kita berharap, bahwa tahun depan itu sekaligus para capres yang akan maju untuk Pemilu 24 itu datangnya dari tokoh-tokoh reformasi, untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum selesai,\" ujar Anis Matta.  Sebab, cita-cita reformasi pada dasarnya adalah pintu gerbang untuk menciptakan kesejahteraan, bukan hanya demokrasi saja, meskipun kedua-duanya bisa berdiri sendiri. \"Tapi mimpi reformasi pada mulanya adalah menciptakan satu sintesa di mana demokrasi dan kesejahteraan bisa bertemu pada suatu titik dalam perjalanan sejarah kita,\" katanya.  Hal itu seperti yang terjadi pada sintesa Orde Lama (Orla) dan Orde Baru (Orba). Orla dikatakan memiliki kebebasan, tapi tidak ada kesejahteraan, sementara saat Orba ada kesejahteraan, tapi tidak ada kebebasan. \"Makanya saya membuat perumpamaan, Indonesia itu seperti burung. Dia disebut burung,  kalau dia bisa terbang dan berkicau. Tapi kalau kalau dia lapar, dia tidak bisa terbang dan bisa berkicau saja, itu namanya burung dalam sangkar. Itu ada lagunya,\" kata Anis Matta sambil berseloroh. Indonesia, lanjut Anis Matta, itu seperti burung yang sudah bisa terbang, tapi tidak terlalu lapar, sehingga terbangnya rendah, tidak begitu tinggi, padahal langitnya sangat tinggi.  \"Jadi lahirnya Partai Gelora sebenarnya, karena cita-cita reformasi yang ingin menjadikan Indonesia terbang tinggi. Sekarang sudah terbang, tapi terbangnya tidak terlalu tinggi, sementara langit Indonesia ini terlalu tinggi,\" ujarnya. Ketua Umum Partai Gelora ini berharap agar para aktivis reformasi bisa mencari ilham dari kisah Nabi Yusuf, yang menafsirkan mimpi Raja Mesir.  \"Bahwa Nabi Yusuf meramalkan akan ada krisis  yang terjadi di Mesir seperti yang dimimpikan oleh Raja Mesir. Dia tahu bagaimana mengatasi krisis, tapi beliau meminta dijadikan penguasa dan sebagai bendahara keuangan negara agar bisa mengambil alih situasi krisis,\" katanya. Makna yang terkandung dari kisah tersebut, adalah para aktivis reformasi harus terjun untuk mengejar kekuasaan agar bisa melakukan perubahan dan menuntaskan agenda reformasi yang belum selesai, tidak sekedar  mengedepankan intelektualitas. \"Kita harus pertemukan semangat perubahan yang ada pada para aktivis intelektual ini, dengan semangat pengambil-alihan situasi krisis tersebut. Syahwat kekuasaan mereka saat ini kecil, sehingga tidak bisa mengendalikan jalannya sejarah reformasi,\" katanya. Menanggapi hal ini, Politisi dan Aktivis Demokrasi Budiman Sudjatmiko menegaskan, bahwa dirinya tidak memiliki ambisi untuk mengejar kekuasaan di eksekutif. Ia mengaku sudah puas menjadi Anggota DPR di lembaga legislatif. \"Kalau ada yang saya sesali selama 24 tahun reformasi ini, karena secara pribadi, saya tidak punya ambisi perebutan kekuasaan atau kekuasaan eksekutif. Itu saya sadari, hanya puas di legislatif,\" kata Budiman Sujatmiko. Mantan Anggota DPR dari PDIP mengatakan, penyesalan itu baru dia sadari sekarang ini, setelah 24 tahun reformasi, ternyata banyak agenda yang belum selesai dan tidak seusai dengan harapan seperti yang dicita-citakan reformasi.  \"Jadi setelah 24 tahun reformasi, kita akan lebih menyesal lagi dari apa yang tidak bisa kita lakukan sekarang. Sehingga perlu dorongan lebih kuat lagi supaya jelang 25 tahun reformasi, Indonesia punya lompatan yang lebih jauh lagi dalam pencapaian,\" katanya. Untuk memimpin lompatan tersebut, kata Budiman, harus dipimpin oleh orang-orang yang dulu berjuang pada tahun 1998. \"Sekarang bangsa Indonesia jelang 25 tahun hidup di sistem demokrasi. Kira-kira ada tidak, lompatan kualitatif yang bisa kita dorong lebih kencang lagi?\" ucapnya.  Ia menyadari bahwa Indonesia saat ini, banyak kemajuan, tapi kamajuannya masih belum signifikan. \"Rasanya bisa digas, digas lagi deh, dan rasa-rasanya untuk bisa ngegas jalannya reformasi ini, syarat utama adalah seharusnya orang seperti teman aktivis (1998) untuk jadi garda depan untuk ngegas. Agar bisa keluar dari quarter life crisis kehidupan 24 tahun Idonesia pasca reformasi,\" ujarnya. Dengan melihat kondisi saat ini, Budiman merasa adanya suatu energi, tujuan, dan semangat bersama yang sama seperti pada tahun 1998. Namun yang berbeda dari 24 tahun lalu adalah cakupan dari isi dan konten. \"Menuju lompatan yang lebih jauh ini merupakan pekerjaan rumah tangga untuk satu tahun ke depan agar kelak saat 25 tahun usia reformasi, Indonesia sudah bisa mendapat skor yang jauh lebih positif lagi,\" katanya. Budiman Sudjatmiko mengatakan narasi besar yang dirasa cocok dengan semangat zaman sekarang ini adalah narasi kemajuan. \"Kalau tahun 98 itu adalah narasi kebebasan, kemudian setelah kebebasan saya ingin mendorong narasi kesetaraan dan keadilaan. Sekarang kita harus mendorong narasi kemajuan,\" ujarnya. Sementara Wakil Ketua DPR Periode 2004-2019 Fahri Hamzah mengatakan, ia tidak terlalu memusingkan rasa penyesalan secara personal terhadap agenda reformasi yang belum selesai.  \"Kita nggak boleh mengambil itu terlalu personal, tapi hanya sebagai sebuah kritik. Kita memang tidak memiliki sebuah desain tentang reformasi, tapi tahu-tahu mendadak kita masuk dalam revolusi perubahan itu,\" kata Fahri Hamzah.  Reformasi ketika itu, kata Fahri Hamzah, hanya dibaca sebagai ekspresi rasa kebosanan dari rezim Soeharto yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun, yang menginginkan kebebasan dan kemapanan.  \"Nafasnya zaman itu, orang sudah bosan, makanya ketika Soeharto mengundurkan diri, rakyat pesta, banyak yang potong ayam dan sapi, begitulah ekspresinya. Tidak punya ide atau gagasan,\" ungkap Fahri Hamzah. Padahal ekspresi kebosanan ini, bisa sangat berbahaya bagi sistem ketatenagaran dan perpolitikan kita, apabila tidak diatur secara tegas. Rakyat bisa menjatuhkan Presidennya sewaktu-waktu jika sudah bosan, sehingga ketika reformasi masalah pembatasan jabatan Presiden diatur.  \"Kalau masa jabatan Presiden tidak dibatasi, ketika kebosanan rakyat ini datang tiba-tiba itu yang berbahaya. Kalau orang sudah bosan pokoknya, susah dilawan. Itulah problem kita, karena kita tidak punya narasi,\" katanya. Karena itu, Fahri Hamzah mengkritik mantan aktivis reformasi yang kini menjadi Anggota DPR dari PDIP Adian Yunus Yusak Napitupulu, yang menolak BJ Habibie sebagai Presiden menggantikan Soehato, karena dianggap kaki tangan Soeharto dan Orba.  \"Saya dulu bentrok dengan temen-temennya mas Budiman Sudjatmiko, termasuk Mas Adian Napitupulu. Kenapa BJ Habibie ketika jadi Presiden, teman-teman mahasiswa tidak mengambil sedikit momen untuk membaca sejarah bahwa BJ Habibie ini, manusia yang lain. Dia datang membawa gagasan lain dalam negara, meskipun dia berada dibawah kekuasan Orde Baru. Dia ini orang Jerman, punya pikiran Eropa tentang konsep demokrasi,\" katanya. Habibie ini, menurut Fahri, memiliki pespektif lain dalam berbangsa dan bernegara. Ia justru disalahkan gara-gara membela Habibie, padahal dia melihat Presiden RI ke-3 itu, memiliki konsep arsitektur bangunan sistem perpolitikan dan demokrasi di Indonesia.  \"Jadi sebagai bangsa kita punya problem itu. Kita selalu lebih tertarik kepada orang, daripada pada gagasannya. Habibie dianggap dari bagian dari Soeharto yang harus diturunkan dan dihancurkan,\" paparnya. Reformasi yang telah berjalan 24 tahun ini, menurutnya, tidak memiliki bangunan arsitektur dari perubahannya, hanya sekedar mengakomodasi tuntutan mahasiswa seperti amandemen konstitusi, penghapusan Dwifungsi ABRI dan Otonomi Daerah.  \"Setelah 24 tahun reformasi, kalau kita mau mengevaluasi, maka bangunan pemerintahan itu harus memiliki fondasi dan narasi yang kuat agar bisa dipertahankan,\" katanya.  Sebab, gagasan yang diletakkan sebagai fondasi bangunan yang solid akan memelihara kebebasan dari sistem tersebut.  \"Makanya kita tidak punya masalah dengan para pemimpin, termasuk dengan Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) karena sudah dipilih rakyat, ya harus diterima, : katanya. Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini mengkritik Presiden Jokowi, karena Presiden dinilai ingin mengembangkan narasi kemajuan dengan mencontoh negara totaliter seperti China, bukan negara demokrasi. \"Kita menginginkan antara demokrasi dan kesejahteraan harus jalan bersama-sama,\" ujarnya. Terakhir, adalah penyerdehanaan pola keterpilihan pemimpin politik, jauh dari rekayasa politik. Karena saat ini, lanjutnya, muncul begitu banyak pemimpin yang didukung oligarki dan uang, padahal tidak memiliki kapasitas sebagai pemimpin. \"Tiba-tiba balihonya muncul di mana-mana, karena dia punya uang, ini tidak fair. Sistem kita masih memfasilitasi kemewahan uang ini untuk memimpin, bukan kemewahan gagasan. Kalau orang seperti Mas Budiman Sujadmiko menjadi Presiden saya rela, tapi ini karena dia sekolah di luar negeri, punya uang banyak, menggunakan faslitas negara untuk populer, kita tolak karena orang seperti ini tidak punya gagasan,\" tegasnya. Sedangkan Ketua Umum Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Muhammad Ryano Panjaitan meminta agar para aktivis reformasi tidak terjebak pada rasa penyesalan, karena akan membawa dampak pafa generasi berikutnya.  \"Kita tidak perlu terjebak di dalam penyesalan, tapi kita perlu mengawasi kinerja pemerintahan agar kebijakan-kebijakan yang dilahirkan sesuai amanat reformasi,\" kata Ryano Panjaitan. Ia berharap semua pihak tidak berorientasi hanya kepada kekuasaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun juga harus mendukung program-program investasi dan enterpreneur.  \"Jadi narasi baru kita, adalah menciptakan aktivis enterpreneur yang jiwa kemandirian jiwa, kreativitas dan inovatif. Negara dikatakan maju, karena memiliki banyak entrepeneur, dan pemerintah perlu menggalakkan program enterpreuner ini,\" katanya. (sws)

TNI-Polri Ditunjuk Menjabat Kepala Daerah, Jokowi Set Back ke Neo-Dwifungsi ABRI

Jakarta, FNN - Pengamat Komunikasi Politik dan Militer Universitas Nasional, Selamat Ginting mengungkapkan kemungkinan Presiden Jokowi bermain mata dengan TNI-Polri dalam Pilpres 2024. Dengan demikian pemerintah Jokowi telah set back kembali ke era seperti Neo Dwifungsi ABRI, dimana TNI-Polri menduduki jabatan-jabatan sipil di pemerintahan seperi di era Orde Lama dan Orde Baru. “Jadi dalam sejarah politik Indonesia hubungan sipil-militer ini mengalami pasang surut, ada kalanya hubungan dikendalikan oleh sipil atau sebaliknya militer yang mengendalikan sipil,” katanya kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Rabu, 25 Mei 2022. Ginting mencontohkan, pada masa demokrasi parlementer era Sukarno intervensi sipil dalam urusan militer semakin dalam, kemudian militer merasa terpolarisasi oleh kepentingan partai politik, sehingga militer di era itu juga coba mempengaruhi Sukarno untuk dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan presiden. Sama dengan presiden juga membujuk TNI dan Polri untuk memperkuat bargaining posisi terhadap partai politik. Menurut Ginting, yang menarik ketika posisi kepala daerah diisi oleh TNI dan Polri menjelang Pilkada atau Pemilu. Yang dikhawatirkan adalah pejabat gubernur itu bagian dari rezim yang berkuasa atau partai politik yang berkuasa yang ingin kembali menempatkan personilnya menjadi pejabat atau gubernur bupati maupun walikota. “Saya cenderung kalau di daerah-daerah konflik misalnya Aceh, Papua, Maluku memang bisa masuk akal. Kalau dari background militer atau polisi yang mengetahui konflik-konflik,” paparnya. Tetapi kalau dari birokrat dikhawatirkan mereka bisa dipengaruhi oleh afiliasi dari partai-partai supaya bisa memperlancar calon-calonya untuk bisa mempengaruhi jabatan-jabatan di posisi gubernur, bupati atau walikota yang sebelumnya ditempati oleh kader partai yang bersangkutan. Menurut Ginting, praktek buruk politik semacam ini pernah pula dilakukan pada eraa Orde Lama maupun Orde Baru. \"Sejak tahun 62, era Soekarno itu, di situ kemudian Presiden Soekarno juga jelas-jelas mengundang atau menarik ABRI dalam kancah politik untuk memperkuat posisinya menghadapi lawan-lawan politik,\" tuturnya. Di sisi lain tentu ABRI mendapatkan kesempatan untuk memperkuat posisi tawarnya. Nah apakah sekarang juga seperti itu? tentu akan kita uji,\" ucapnya. \"Presiden Soekarno maupun ABRI pada waktu itu sama-sama berkepentingan untuk menekan partai politik, hal ini karena mereka merasa terpinggirkan pada masa demokrasi parlementer di mana partai politik sangat berkuasa,\" ujarnya menambahkan. Oleh karena itu Ginting mengungkapkan kemungkinan Jokowi bermain mata dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). \"Nah sekarang juga begitu, partai politik begitu berkuasa, jangan-jangan kemudian Presiden Jokowi juga main mata dalam hal ini untuk merangkul TNI dan Polri agar kemudian mendapatkan keuntungan dalam mempertahankan kekuasaannya,\" katanya. \"Jadi ada pembagian peran yang yang sedang dimainkan oleh Presiden Jokowi,\" ucapnya menambahkan. Selamat Ginting kemudian membeberkan sejarah dominasi ABRI pada saat masa transisi pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto. \"Nah kita ingat pada masa Presiden Soeharto, transisi dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto juga itu kelihatan sekali posisi politik ABRI sangat dominan, terutama pada era orde baru, khususnya di tahun 80-an,\" tuturnya. Di situ kata Ginting, muncul dwifungsi yang berbeda arah dengan konsep Jalan Tengah yang dicetuskan oleh Jenderal AH Nasution. “Jadi sejak tahun 82 akhir itu memang kepentingan intelijen sangat kuat untuk menempatkan personel-personel TNI, terutama di jabatan-jabatan Pemerintah Daerah,\" ujarnya. Ginting melihat, hampir sebagian besar di Pulau Jawa, terutama Bupati, Walikota, bahkan Gubernur adalah background-nya militer. Kondisi tersebut sampai saat ini masih sama, hanya berbeda aparat yang mendominasinya. “Sekarang ini kondisi memang agak berubah, mungkin dalam sejarah baru sekali ini juga Menteri Dalam Negeri background-nya polisi,\" katanya. Oleh karena itu, Ginting melihat Jenderal Tito Karnavian tampak sekali mempunyai kepentingan polisi lebih dominan di pemerintahan daerah dalam posisi pejabat-pejabat gubernur, bupati, maupun walikota daripada militer. Dulu itu Menteri Dalam Negeri itu Era Soekarno dan Soeharto itu seperti jatahnya militer tapi di era Jokowi kan berubah dari posisi ini dipegang oleh partai pemenang Pemilu Tjahjo Kumolo waktu itu dan juga kemudian diserahkan kepada Tito Karnavian, mantan Kapolri,\" ujar Selamat Ginting menambahkan. Ginting menegaskan, Dwifungsi ABRI yang telah dominan sejak tahun 1982 akhirnya kembali terjadi di era Jokowi. \"Jadi kita ingat dwifungsi ABRI yang bagaimana peran sosial politik itu sangat dominan, terutama setelah tahun 82 ke atas 82, 83, dan seterusnya ini akhirnya kita ingat kembali kasus penempatan seperti Adi Chandra,\" ucap Selamat Ginting. Ginting juga mengingatkan bahwa tidak ada aturan main dalam penempatan personel TNI-Polri untuk di jabatan BUMN. “Tapi nyatanya, kita tahu sendiri komisaris-komisaris BUMN itu banyak sekali, mungkin lebih dari sekitar 15 komisaris di perusahaan-perusahaan BUMN itu dipegang oleh jenderal-jenderal purnawirawan,\" katanya. Bahkan, sebelumnya kita tahu beberapa Jenderal polisi dan juga Jenderal TNI masih aktif tapi dialihkan menjadi komisaris di BUMN. Oleh karena itu, Selamat Ginting menekankan bahwa ada kemunduran di era pemerintahan Jokowi, yakni kembali seperti era dwifungsi ABRI. \"Jadi kita sebenarnya sedang set back kembali ke era seperti Neo Dwifungsi ABRI, di dalam hal ini TNI-Polri dengan penempatan sejumlah personel TNI-Polri aktif di jabatan-jabatan sipil yang tidak sesuai aturan main,\" pungkasnya. (ida, sws) 

Berkas Verifikasi Partai Gelora Capai 50 Persen, Anis Matta: Menang di TPS, Bukan Cuma di Twitter

Jakarta, FNN – Keseriusan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam mempersiapkan persyaratan administrasi verifikasi partai politik (parpol) pendaftaran peserta Pemilu 2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, bukan isapan jempol atau sekedar bualan belaka. Setelah pekan lalu, ada tiga Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) yang menyerahkan berkas verifikasi parpol kepada Dewan Pimpinan Nasional (DPN) dalam dua gelombang, pada Selasa (24/5/2022), sebanyak 4 DPW menyerahkan berkas pada gelombang ketiga ini. Yakni DPW Partai Gelora Jawa Barat (Jabar), DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Sehingga total sudah ada 7 DPW, setelah sebelumnya ada DPW Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Timur (Kaltim) dan Sulawesi Barat (Sulbar). “Nanti hari Jumat (27/5/2022) akan ada 9 DPW lagi. Insya Allah sampai akhir pekan ini, total sudah 16 DPW dari 34 DPW yang menyerahkan berkas atau 50 persen DPW,” kata Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, Selasa (24/5/2022) sore. Sehingga pekerjaan persiapan administrasi verifikasi parpol, kata Anis Matta, akan selesai akhir Mei atau pekan pertama Juni 2022. Begitu pendaftaran peserta Pemilu 2024 dibuka oleh KPU pada bulan Agustus mendatang, Partai Gelora akan menjadi partai yang akan mendaftar. “Kita semakin yakin, Insya Allah Partai Gelora bukan hanya akan menang di Twitter, tapi juga menang di TPS. Jangan sampai kita ramai di Twitter, tapi sepi di TPS,” ujarnya. Menurut Anis Matta, Partai Gelora tentu memiliki sedikit kesulitan dalam pengumpulan berkas verifikasi parpol, akibat suasana pandemi Covid-19 dan berbagai keterbatasan ruang gerak lainnya namun itulah tantangannya. Karena itu, Anis Matta mengapresiasi kerja keras seluruh DPW, Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dalam pengumpulan berkas verifikasi parpol. “Saya tahu persis seluruh teman-teman DPW, DPD, DPC tertekan berat dan stress, apalagi minim bantuan finansial dari DPN. Tapi alhamdulillah, semua bisa kita lalui dengan pencapaian besar yang kita lihat hari ini,” katanya. Anis Matta menegaskan, dalam proses pencalegan di Pemilu 2024, Partai Gelora akan memperkuat tesis ke Indonesiaan dan menghapuskan kendala etnis. “Kita akan mencalonkan orang Batak sebagai caleg di masyarakat Sunda dan orang Jawa di masyarakat Lombok. Kita obrak-abrik ini, supaya semangat ke-Indonesiaan kita semua ada. Partai Gelora ingin membangun jembatan, bukan tembok,” tegasnya. Anis Matta menilai, kemenangan Partai Gelora di Pemilu 2024 mendatang, bukan hanya penting bagi Partai Gelora, tapi juga penting bagi Indonesia dan dunia secara global yang tengah dilanda krisis yang sangat kompleks. “Kita datang dengan satu semangat, bahwa krisis itu bukan tantangan, tapi peluang. Krisis ini yang akan menjadikan Indonesia menjadi kekuatan utama dunia. Itu sebabnya, kemenangan kita bukan hanya penting bagi Partai Gelora, tapi juga penting bagi Indonesia,” ungkapnya. Aura dari semangat Partai Gelora ini, lanjut Anis Matta, inshaALLAH akan menyebar ke seluruh Indonesia dan akan menciptakan perubahan besar di masyarakat. Ia yakin Partai Gelora akan menciptakan sejarah baru di dalam Pemilu 2024 mendatang. “Keterbatasan sumber daya bukanlah suatu kendala bagi kita untuk mencapai target-target besar yang sudah kita tetapkan. Sekali lagi saya memberikan apresiasi atas kerja keras DPW, DPD dan DPC untuk memenangkan Pemilu 2024,” tandasnya. Ketua DPW Partai Gelora Jabar Haris Yuliana mengatakan, DPW Jabar menyerahkan berkas verifikasi parpol melebihi target yang telah ditetapkan DPN Partai Gelora, baik mengenai jumlah DPD, DPC, kader dan masalah keterwakilan perempuan. “Ini menegaskan, bahwa Jawa Barat siap untuk menang besar. Teman-teman di Jawa Barat telah bekerja keras siang, malam, subuh, pagi hari, semua waktunya dipakai untuk verifikasi parpol,” kata Haris Yuliana. Sedangkan Ketua DPW DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, DPW DKI Jakarta menyerahkan berkas verfikasi parpol lengkap 100 persen, mulai dari DPD dan DPC. Bahkan ditingkat PAC, Koordinator RW dan RT juga sudah lengkap 100 persen. “Sebenarnya PAC, Kor-RW dan Kor-RT juga sudah 100 persen. Tapi karena bukan merupakan persyaratan yang diminta KPU, maka cukup ini saja, jadi tidak kita ikut serahkan, sebenarnya sudah 100 persen hingga tingkat Kor-RT” kata Triwisaksana. Sementara Ketua DPW Partai Gelora DIY Zuhrif Hudaya mengatakan, berkas verifikasi parpol baru dikumpulkan DPW DIY pada pekan lalu, dan langsung diserahkan ke DPN pada Selasa (24/5/2022). “Berkas verifikasi parpol ini memang belum lama kita kumpulkan, ketika Ketua Pokja DPN meminta pada minggu lalu, memang belum ada. Tapi alhamdulliah, dalam waktu 1 pekan, ternyata semua bisa terkumpul. Kita bawa rombongan 40 orang, satu bis untuk menyerahkan berkas ini. Kita menyerahkan berkas 100 % DPW 100 % DPD dan 100 % DPC ,” kata Zuhrif Hudaya. Terakhir, Ketua DPW Partai Gelora NTB, Lalu Fahrurrozi mengatakan, berkas verifikasi parpol yang diserahkan sebanyak 90 persen DPD dari 9 DPD, dan 67 persen DPC. Hal ini hasil kolaborasi dari seluruh pengurus dan kader Partai Gelora di NTB. “Mudah-mudahan ini menjadi penanda, bahwa Partai Gelora di Nusa Tenggara Barat siap hadir dan memberikan kursi penuh di setiap kabupaten/kota dan provinsi, serta mengirimkan wakilnya di DPR RI ini,” katanya. Ia menambahkan, Partai Gelora NTB siap berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia menjadi kekuatan 5 besar dunia. “Ini langkah pertama untuk menuju kemenangan kami, Partai Gelora di Nusa Tenggara Barat,” tegasnya. Penyerahan berkas verifikasi parpol empat DPW ini, selain dihadiri oleh Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dan empat ketua DPW, juga dihadiri Sekretraris Jenderal Mahfuz Sidik, Ketua Pengembangan Teritori II DPN Partai Gelora Ahmad Zaifori, Teritori III Achmad Zainudin dan Teretori IV Rofi’ Munawar, serta Ketua Pokja DPN untuk Verifikasi Parpol Acmad Chudori. Selanjutnya pada gelombang keempat, ada 9 DPW yang akan menyerahkan berkas verfifikasi parpol pada Jumat (27/5/2022). Yakni DPW Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. (sws)

Sebanyak 54 Wartawan Mengikuti UKW Dewan Pers-ANTARA di Denpasar

Denpasar, FNN - Sebanyak 54 wartawan mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diadakan Dewan Pers berkolaborasi dengan tiga lembaga uji (LU) di Kota Denpasar, Provinsi Bali, 24-25 Mei 2022Tiga lembaga uji, yakni Kantor Berita (LKBN) ANTARA, Lembaga Pers dr Soetomo (LPDS), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI)Ke-54 wartawan yang  mengikuti UKW yang dibuka Wakil Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya pada Selasa (24/5) itu terdiri atas wartawan jenjang muda sebanyak 20 peserta, wartawan jenjang madya 14 peserta, dan wartawan jenjang utama sebanyak 20 peserta.UKW itu melibatkan sembilan penguji dari Dewan Pers dan ketiga LU, di antaranya A.A. Aribowo/Dewan Pers, Priyambodo RH/LPDS, Maria Andriana/LPDS, Chaidar/LPDS, Ahmad Buchori/ANTARA-Ombudsman, Budisantoso Budiman/AJI, dan Primayanti/ANTARA-LPA.Saat membuka UKW, Wakil Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya menyatakan jurnalis atau wartawan yang kompeten itu penting karena pengaduan terkait wartawan yang diterima Dewan Pers selama 2021 mencapai hampir 700-an pengaduan.\"Karena itu, UKW menjadi kebutuhan. Seperti orang yang bisa naik motor, tentu tetap perlu SIM. Wartawan tidak bisa hanya berprinsip 5W+1 H dalam menulis, tapi wartawan harus bisa menulis dengan akurat, baik, dan sesuai kode etik,\" katanya.Di hadapan peserta UKW yang berlangsung selama dua hari (pagi-malam) itu, ia mencontohkan beberapa persoalan keseharian, di antaranya rilis yang diterima wartawan itu tetap harus dikonfirmasi kepada narasumber dari rilis tersebut, apalagi kalau rilis itu mengandung perbedaan pendapat agar tidak bermasalah.\"Kode etik juga harus dipahami dengan benar pasal-pasal yang ada. Intinya, kode etik itu terkait dengan masalah jurnalistik, jadi kalau ada wartawan yang melakukan tindak kriminal, seperti melanggar peraturan lalu lintas ya jangan mengaku wartawan. Itu jauh dari soal kode etik jurnalistik,\" katanya.Dalam kesempatan itu, sembilan penguji dari masing-masing LU itu diperkenalkan kepada peserta oleh Edy M Ya\'kub (Kepala LKBN ANTARA Biro Bali), Baskoro (LPDS), dan Budisantoso Budiman (AJI). \"Terima kasih kepada Dewan Pers yang memfasilitasi UKW ini, semoga wartawan di Bali bisa memanfaatkan UKW ini secara optimal agar bisa menjadi lebih kompeten lagi. Bagi media, peningkatan kapasitas SDM itu penting agar publik menerima informasi yang akurat dan baik,\" kata Edy.Sementara itu, Budisantoso Budiman dari AJI menyarankan UKW ke depan lebih dikembangkan sesuai dengan perkembangan digitalisasi saat ini. \"Ke depan, bisa saja UKW dilakukan secara hybrid, misalnya penguji tidak harus datang ke Bali, tapi teman-teman jurnalis Bali berkumpul di satu tempat,\" katanya.Sebelumnya, LKBN ANTARA Biro Bali menjadi tuan rumah acara \"coaching clinic\" bagi 10 pewarta LKBN ANTARA dari Biro Jawa Timur, Biro Bali, Biro NTB, dan Biro NTT di Kantor LKBN ANTARA Biro Bali di Jalan Mataram 1, Lapangan Lumintang, Denpasar, Bali pada 29-31 Maret 2022.Narasumber pelatihan untuk meningkatkan kualitas penulisan berita dan artikel itu adalah Ahmad Wijaya (Anang) yang merupakan Ombudsman LKBN ANTARA dan Sigit Pinardi yang juga Kepala Redaksi (Kared) Polhukam LKBN ANTARA. (Ida/ANTARA)