ALL CATEGORY
Teten: Presidensi G20 Jadi Momentum bagi UMKM untuk "Unjuk Gigi"
Jakartaf, FNN - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan momentum Presidensi G20 di Indonesia menjadi kesempatan besar bagi koperasi maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk “unjuk gigi” dengan mempromosikan pelbagai produknya.Karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM melalui Smesco Indonesia menggelar side event G20 yaitu Telkomsel Pasar Nusa Dua sebagai gelaran pertama promosi produk UMKM unggulan Indonesia.“Side event G20 yang ditugaskan kepada kami ini ingin kami gunakan sampai nanti KTT November 2022 sebagai momentum ajang promosi produk koperasi dan UMKM,” ucapnya dalam side event tersebut yang digelar di Bali Collection, Kawasan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Nusa Dua, Bali, lewat keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu.Dalam hal ini, pihaknya hendak mempromosikan produk artisan yang sudah dikurasi dengan baik sebagai upaya mendorong UMKM siap bersaing di pasar global. Beberapa produk unggulan itu di antaranya kuliner, wellness, dan fesyen.Menurut dia, keunggulan produk artisan ialah mampu memenuhi minat masyarakat, memiliki keunikan, dan tidak diproduksi secara massal.\"Saya sudah keliling Indonesia dan produk UMKM tidak kalah dengan produk industri, malah produk custom dan ini jadi keunggulan karena barangnya langka kan. Jadi semakin langka semakin bagus,” ungkap dia.Lebih lanjut, Menteri Teten mengharapkan ajang promosi dalam rangkaian kegiatan G20 dapat mewujudkan kehadiran UMKM sebagai kekuatan utama ekonomi Indonesia.Selain memanfaatkan kekayaan budaya dan seni sebagai sumber kekuatan UMKM, Menkop juga bakal menyiapkan UMKM masa depan yang berbasis inovasi dan teknologi.“Road map-nya sudah ada, ini sudah kita siapkan dan sekarang tinggal kita bentuk kolaborasi dengan semua pihak,\" kata Teten.Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan dirinya akan mengajak para pengusaha dari berbagai negara di forum B20 (forum dialog resmi G20 dengan komunitas bisnis global) untuk melihat UMKM Indonesia.“Saya juga tadi zoom talk dengan pemerintah Tiongkok dan membicarakan UMKM. Jadi UMKM bukan hanya bikin makanan saja, tapi juga high tech, bahkan mobil listrik juga kita akan bicara UMKM. Semua akan merata dan saya pikir mari kita besarkan UMKM bersama,” ungkap Menko Marves. (mth/Antara)
Menhub Imbau Masyarakat Kembali Setelah 8 Mei 2022
Jakarta, FNN - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengimbau kepada masyarakat untuk menyeberang kembali ke Merak setelah 8 Mei 2022 untuk menghindari kepadatan dan agar perjalanan lebih nyaman.Ia menambahkan puncak arus balik angkutan dari Bakauheni menuju ke Merak diprediksi akan terjadi pada hari Sabtu dan Minggu ini (7-8 Mei 2022), mengingat baru 37 persen pemudik yang kembali menggunakan mobil pribadi.\"Artinya ada kecenderungan sisanya yang 63 persen akan menyeberang dalam satu-dua hari ini. Saya mengimbau jangan kembali hari ini dan besok. Kalau bisa ditunda hari Senin atau Selasa (9/10 Mei 2022),\" kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat meninjau Pelabuhan Panjang, Lampung, Sabtu.Menhub menjelaskan, untuk memecah kepadatan arus balik di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, telah disiapkan Pelabuhan Panjang sebagai pelabuhan tambahan.\"Kami siapkan Pelabuhan Panjang menjadi Pelabuhan untuk angkutan logistik dan penumpang dari Lampung menuju Pelabuhan di Ciwandan, Banten,\" ujarnya.Lebih lanjut, Menhub mengungkapkan, sebelumnya telah mengunjungi para penumpang Kapal Ciremai yang melayani arus balik di Pelabuhan Panjang.Menurut dia, masyarakat merasa senang dengan adanya pelayanan kapal dari Lampung menuju Banten. “Insya Allah ini akan menjadi format tiap tahun yang akan kita laksanakan di masa mudik” katanya.Secara kumulatif, mulai Rabu (4/5) sampai dengan Sabtu (7/5) siang ini, terdapat total sebanyak 4.787 penumpang, 862 sepeda motor, 380 mobil pribadi, dan 45 truk / bus yang menyeberang melalui Pelabuhan Panjang Lampung menuju Pelabuhan Ciwandan, Banten.Untuk mengendalikan lonjakan arus balik, sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah. Selain mengimbau masyarakat untuk menghindari kembali pada puncak arus balik (6-8 Mei 2022), kebijakan lainnya membolehkan para pekerja untuk cuti setelah 8 Mei 2022 dan membolehkan anak-anak untuk sekolah secara daring.\"Jadi bapak ibunya bisa cuti, anak-anak bisa sambil sekolah daring,\" tuturnya.Pada kesempatan yang sama, Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana mendukung kebijakan pemerintah untuk menjadikan Pelabuhan Panjang sebagai pelabuhan tambahan untuk memecah kepadatan arus balik di Bakauheni.\"Saya berharap imbauan pemerintah untuk mudik setelah tanggal 8 Mei ditaati, demi keselamatan dan kenyamanan perjalanan,\" katanya. (mth/Antara)
Undang Pakar Ekonomi, DPD RI Bahas Ekonomi Pemerataan yang Menyejahterakan
Jakarta, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, membuka Executive Brief bertema \'Perekonomian Negara Kesejahteraan: Pasal 33 Ayat 1,2 dan 3\', di kediaman Ketua DPD RI, Jakarta, Sabtu (7/5/2022). Hadir sebagai narasumber diskusi ekonom Faisal Basri, Ichsanuddin Noorsy dan Anthony Budiawan, yang juga Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS). Sementara LaNyalla didampingi anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan Tamsil Linrung, Sekjen DPD RI Rahman Hadi, Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, Reydonnyzar Moenek, analis kebijakan DPD RI dan Kabiro Setpim DPD RI Sanherif Hutagaol. Menurut LaNyalla, melalui forum Executive Brief yang difokuskan kepada persoalan ekonomi, DPD RI ingin mendapat proposal pemikiran yang konkret untuk mengembalikan konsepsi perekonomian yang menyejahterakan sesuai cita-cita para pendiri bangsa. \"DPD RI juga ingin mendapatkan proposal nyata untuk membantu bangsa ini terbebas dari jebakan utang luar negeri atau utang dengan negara tertentu, baik yang dilakukan pemerintah maupun BUMN,\" katanya. Menurutnya, aksi implementasi Pasal 33 Ayat 1, 2 dan 3 mutlak dibutuhkan demi mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. \"Rekomendasi dari forum diskusi ini nantinya bisa kita kirimkan kepada eksekutif, selaku pemegang kebijakan,\" tukas dia. Menurut LaNyalla sejak Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002, negara ini semakin menjauh dari cita-citanya. \"Dalam koridor perekonomian, persoalan yang dihadapi daerah adalah kemampuan fiskal daerah yang lemah, kemiskinan, kesenjangan/gap antar wilayah, serta ketidakadilan dalam pengelolaan atau penguasaan Sumber Daya Alam di daerah,\" kata LaNyalla. Kesimpulan itu diperoleh LaNyalla dalam kunjungannya ke daerah. Sejak dilantik 1 Oktober 2019, Ketua DPD RI telah mengunjungi 34 Provinsi, dan lebih dari 300 Kabupaten/Kota di Indonesia. Tidak hanya bertemu pejabat pemerintah daerah, tetapi juga beberapa stakeholder di daerah dan elemen civil society lainnya. Mulai dari perguruan tinggi, pemangku adat dan kerajaan nusantara, hingga tokoh serta komunitas dan golongan-golongan masyarakat. \"Sesuai tugas dan fungsi, saya melakukan kunjungan ke daerah untuk mendengar dan melihat langsung aspirasi dan apa yang dirasakan, serta apa hambatan dan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh daerah,\" paparnya. Atas hal itu, DPD RI menyimpulkan bahwa ada persoalan di wilayah fundamental, atau di wilayah Hulu yang harus dibenahi. Karena tidak mungkin persoalan yang bersifat mendasar tersebut dibenahi dengan pendekatan Karitatif atau Kuratif di Hilir. \"Pada Sidang Bersama, 16 Agustus 2021 lalu, di hadapan Presiden dan Wakil Presiden, serta pimpinan MPR RI dan DPR RI, saya sudah menyatakan perlunya negara ini melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Perlunya membaca kembali konsepsi Negara Kesejahteraan yang dirumuskan para pendiri bangsa dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar naskah asli di ayat 1, 2 dan 3,\" tukasnya. Sejak saat itu, dirinya mulai memantik kesadaran publik, baik elit politik maupun segenap elemen bangsa Indonesia, untuk melakukan refleksi dan pendalaman atas suasana kebatinan para pendiri bangsa dalam menyusun cita-cita negara ini, seperti termaktub di dalam naskah pembukaan UUD 1945. \"Kondisi bangsa saat ini tak bisa didiamkan. Harus ada teguran kepada pemerintah supaya kembali ke jalan yang lurus. Ikhtiar kita ini murni ingin agar Indonesia lebih baik dan keberpihakan yang konkret kepada rakyat,\" katanya. \"Kalau para pengamat ekonomi sudah bersuara, tetapi dianggap angin lalu, maka saya siap menyuarakan pikiran-pikiran dari para pakar ini karena yang disampaikan adalah kebenaran,\" tegas LaNyalla. Anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan Tamsil Linrung mengaku bahwa sekarang ini sudah terbangun imej bahwa Ketua DPD RI dan lembaganya adalah simbol perlawanan. Dalam arti perlawanan yang positif, karena membela kepentingan rakyat. \"Negara kita bisa disebut sebagai negara gagal, karena terlalu banyak masalah dan utang. Makanya DPD RI minta masukan-masukan dari berbagai elemen, terutama dari para pakar ekonomi untuk membenahi bangsa ini,\" kata dia. (mth/*)
Anies: Arus Perbaikan vs Arus Penghancuran
Upaya ini tidak ringan. Oligarki penjahat bisnis dan oligarki penjahat politik siap menghadang. Merekalah yang saat ini sedang mengatur strategi untuk menggagalkan Anies. Segala cara akan dilakukan. Oleh: Asyari Usman, Jurnalis, Pemerhati Sosial-Politik BANYAK yang mulai gelisah bahkan putus asa. Anies Baswedan semakin kuat. Medan magnetnya makin luas. Akumulasi dukungan tak terhitung lagi. Hari-hari ini semakin banyak partai politik (parpol) yang menunjukkan interest. Mereka ikut-ikutan menjadi relawan Anies. Mendekat dan merasa nyaman bersama Pak Gubernur. Mereka tahu Anies bukan figur yang disukai para konglomerat hitam. Mereka pun paham Anies tak punya modal besar. Tapi, begitulah rupanya panggilan nurani yang paling dalam. Panggilan untuk Indonesia yang lebih baik. Tanpa rekayasa, Anies kini menjadi ikon harapan untuk merealisasikan perbaikan dan kemajuan Indonesia. Perbaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandaskan pada keadilan untuk semua. Keadilan sosial dan keadilan hukum. Dari sinilah kemajuan bersama untuk semua itu bisa berawal. Keteladanan top-down sangat diperlukan. Ini tidak tergantikan. Hari ini, keteladanan dari atas itulah yang absen. Dan absen sudah terlalu lama. Untuk situasi dan kondisi Indonesia saat ini, keteladanan top-down itu hanya bisa diperankan oleh figur pemimpin yang memiliki empat syarat primer: integritas, kapabilitas, kapasitas, dan bebas dari tangan oligarki. Empat syarat ini kelihatan ringan. Tetapi, sesungguhnya figur itu tidak ada andaikata Anies Baswedan tidak pada posisi ideal dan krusial sebagai gubernur DKI. Figur yang itu-itu juga memang banyak. Yaitu, figur-figur yang siap menyempurnakan kehancuran Indonesia. Anies sekarang ini menjadi pusat perhatian orang-orang yang serius ingin Indonesia menjadi kuat tanpa pembelahan. Tidak ada orang yang sehat akal tidak ingin Anies menjadi presiden. Alhamdulillah, tak terasa Anies membentuk mainstream (arus besar) perubahan yang didambakan. Ini berlangsung secara alamiah. Bukan karena desain. Apalagi desain kotor. Anies sebagai arus besar perubahan harus diperkuat dan dipertahankan. Semua kelompok sipil yang properbaikan tanpa diminta akan berkumpul dan mengawal jalan Anies menuju kursi presiden. Upaya ini tidak ringan. Oligarki penjahat bisnis dan oligarki penjahat politik siap menghadang. Merekalah yang saat ini sedang mengatur strategi untuk menggagalkan Anies. Segala cara akan dilakukan. Mereka punya sumber dana tak terbatas. Bisa membeli dan membayar apa saja, siapa saja. Bahkan, pantas dikhawatirkan tentang keamanan dan keselamatan Pak Gubernur. Sebab, mereka itu merasa berhak melakukan apa saja. Jadi, hari ini kita berkesempatan untuk mengenali pertarungan di depan yang sangat berat dan menentukan. Yaitu, pertarungan antara arus perbaikan versus arus penghancuran. Rakyat Indonesia, bukan Presiden George Bush Jr, lebih berhak mengatakan “You are either with us, or against us”. Kalian bersama kami, atau musuh kami. Kalian mau menegakkan keadilan atau terus merusaknya. (*)
Kasus Anton Permana dan Wajah Penegakan Hukum di Indonesia
Oleh Hafid Abbas - Komisioner dan Ketua Komnas HAM RI ke-8 (2012-2017) BARU saja saya membaca postingan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 H dari Anton Pernama yang sudah terkirim sejak di hari Idul Fitri, 2 Mei 2022 lalu. Dituliskan di postingan itu: “seiring lantunan takbir di hari yang fitri, terangkat doa terbaik, semoga Allah SWT memberikan kebaikan, kesehatan, keberkahan, keluasan rezeki dan kemudahan dalam setiap urusan kita, dunia dan akhirat. Atas segala khilaf dan salah, kami memohon maaf lahir dan batin…” Ketika membaca postingan itu, saya merasa terbebani karena mengapa tidak membaca pesan itu lebih awal sehingga tidak begitu telat saya meresponnya. Saya kemudian membayangkan keadaan Anton Pernama yang sudah hampir dua tahun terakhir ini terjerat dengan satu kasus hukum. Anton Permana yang dikenal sebagai penulis dan pengamat sosial politik, dan Alumni PPRA Lemhannas RI Tahun 2018, ditangkap polisi pada pukul 24.00-02.00 WIB dini hari, Selasa, 13 Oktober 2020. Ia dijemput paksa oleh polisi di rumah saudaranya di daerah Rawamangun, atas dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena petugas yang menjemputnya berasal dari Direktorat Tindak Pidana Siber, Bareskrim, Mabes Polri (Antara, 13/10/2022). Sejak ditangkap, Anton sudah menjalani kasus hukumnya selama hampir 19 bulan, dan telah menjalani 64 kali proses persidangan di Pengadilan, dan hingga saat ini belum ada keputusan apa pun apakah ia bersalah atau tidak. Pada 27 Mei 2021, setelah menjalani masa tahanan selama 7,5 bulan di Bareskrim Mabes Polri, Anton mendapatkan penangguhan penahanan setelah mendapatkan jaminan dari belasan tokoh terkemuka di negeri ini, antara lain: Refly Harun, Jimly Asshiddiqie, Said Didu, Rocky Gerung, Laode Masihu Komaluddin, dan lainnya. Masa persidangan yang sudah berlangsung 64 kali itu adalah satu proses panjang yang tentu amat melelahkan. Anton yang berdomisili di Batam bersama anak dan isterinya, persidangan yang berlangsung di Jakarta, tentu persidangan itu sendiri sudah satu bentuk penghukuman yang amat berat. Berdasakan realtias dan pertimbangan atas kasus Anton, dari perspektif HAM, berikut ini adalah sejumlah bukti-bukti empris atau best practices yang dapat dijadikan masukan komparatif bagi pihak-pihak terkait. Pertama, di Norwegia, 23 Juli 2011, Anders Behring Breivik, usia 32 tahun melakukan aksi terorisme dan pemboman gedung di pusat Pemerintahan di Oslo yang menewaskan 8 orang, dan kemudian pelaku melarikan diri ke Pulau Utoya, sekitar 30 km dari Oslo dan kemudian berhasil lagi melakukan pembunuhan massal yang telah menewaskan lebih 90 orang, umumnya anak usia belasan tahun yang tengah berkemah di pulau itu. Tragedi berdarah ini dinilai oleh Pemerintah Norwegia sebagai kejahatan kemanusiaan terburuk di Norwegia sejak Perang Dunia Kedua. Anders Behring Breivik, dijerat dengan undang-undang anti terorisme, untuk mendapatkan hukuman terberat menurut undang-undang Norwegia. Meski demikian, esensi penghormatan HAM terhadap Anders sebagai manusia, ternyata Polisi hanya memerlukan waktu delapan minggu untuk menuntaskan penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut. Dapat dibayangkan bagaimana kasus yang menimpa Anton Permana yang terlihat tidak seberat dengan kasus Anders di Norwegia, namun penanganannya terlihat jauh lebih rumit dan sudah berlangsung hampir dua tahun dan telah menjalani sidang perkara sebanyak 64 kali. Keistimewaan Norwegia, hukum tidak diintervensi oleh kekuasaan politik. Proses hukum yang dijalani Anton sungguh tragis, dan terlihat tidak menjunjung tinggi prinsip-prinsip pemajuan dan perlindungan dan hak asasi manusia yang bersifat universal. Kedua, pada Helsinki Accords (1975) terdapat \"Guidelines for Cooperating in the Fields of Economics, Science and Technology, and of the Environment,\" yang merekondasikan agar dihilangkan semua hambatan yang membatasi seseorang mengemukakan pendapat dan melakukan perjalanan ke dalam dan ke luar negeri bagi kepentingan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi: exchanges and visits as well as other direct contacts and communications among scientists for consultation, lecturing, and conducting research (including the use of laboratories or libraries); international and national conferences, symposia, seminars, courses, and other meetings of a scientific and technological character, involving the participation of foreigners; and participation in international scientific and technological cooperation programs, such as those of the United Nations Economic Social Council or other international institutions. Bahkan pada 1997, Komisi HAM PBB menerbitkan satu working paper yang menegaskan perlunya impunitas bagi para Ilmuwan terhadap hak atas kebebasan berpendapat dan berpindah (the rights of free movement). Dalam working paper tersebut dinyatakan: ‘’travel restrictions, by limiting the ability of scientists and scholars to visit or communicate with their colleagues in other countries, violate the principle of free association, and the right to receive and disseminate information.’’ Kelihatannya alasan mengapa para ilmuwan dan pengamat seperti halnya Anton Pernama mendapat perhatian khusus dari masyarakat internasional dan PBB, tidak lain adalah karena untuk mengenang dan menghormati pengorbanan Sokrates dan Galileo Galilie. Pada suatu hari di tahun 399 SM, Pengadilan Athena menjatuhkan hukuman mati kepada Socrates karena berani berpendapat berbada dengan Raja. Demikian juga Galileo Galelie yang dibatasi kebebasannya, dicekal dan bahkan menjalani tahanan rumah seumur hidup, hingga meninggal pada 1642 karena berani berbeda pendapat dengan otoritas Gereja Roma yang menganggap bahwa bumilah titik pusat tata surya. Pengorbanan Socrates dan Galileo Galelie dinilai sudah lebih dari cukup betapa darma kekuasaan memangkas kebebasan gerak dan kebebasan berpikir para ilmuwan. Menarik apa yang telah diungkapkan William Ewart Gladstone, “We look forward to the time when the power of love will replace the love of power. Then will our world know the blessing of peace.’ Karenanya, jika Anton bersuara berbeda dari suara penguasa, semestinya tidak ditanggapi secara berlebihan. Indonesia sebagai negara Anggota PBB, semestinya juga tunduk pada ketentuan internasional dalam perancangan, pembentukan dan penerapan hukumnya. Kita sungguh mendambakan suatu masa kekuatan atau kekuasaan cinta (the power of love) akan menggantikan cinta kekuasaan (love of power). Jika itu terwujud dunia kita akan mengetahui indahnya kedamaian. Semoga negeri kita yang telah memilih jalan demokrasi sejak lebih dua dekade silam merupakan pilihan terakhir, the point of no return, dan semoga semua undang-undang kita dapat memenuhi standar HAM, bukan standar mereka yang menyembah pada kekuasan dengan menindas yang lemah, yang akhirnya jalan demokrasi dan supremasi hukum yang telah kita pilih di penghujung abad ke-20, akan hanya jadi bayang-bayang fatamorgana yang indah belaka, yang akhirnya berujung pada otoritarianisme. Akhirnya, menarik direnungkan tuturan William Scott Downey, seorang ilmuwan dan pengamat peradilan AS di abad ke-20, “Law without justice is a wound without a cure” – Hukum tanpa keadilan bagai luka yang tidak akan pernah sembuh. (*)
SEAG ke-31, Sepakbola, Jangan Putus Harapan
Oleh M. Nigara - Wartawan Sepakbola Senior, Komentator TVone, Penasihat PWI Pusat, Anggota SIWO Lintas-Generasi, Anggota AIPS, INA 0076/1 TIM nasional sepakbola kita, sekali lagi, kalah dari Vietnam, 0-3 dalam laga pembukaan grup A, Sea Games ke-31, 12-23 Mei 2022. Hasil ini mengingatkan kita pada Seag ke-30 di Manila, tim nas kita juga kalah, 1-2 di penyisihan dan 3-0 di final. Dalam laga sebelumnya Filiphina menggilas Timor Leste, 4-0. Anak-anak asuhan Shin Tae-yong (STY), tampaknya belum mampu menampilkan permainan terbaiknya. Kasat mata, tim nas kita bukan hanya kalah skor akhir, tapi juga kalah dalam segala hal. Meski begitu, jalan untuk mencapai target, belum tertutup. Fachrudin Aryanto dan kawan-kawan, jangan putus harapan. Ini baru laga pembuka, masih ada tiga laga lagi: menghadapi Timor Leste (10/5), Filiphina (13/5), dan terakhir (15/5) melawan Myanmar. Egy Maulana dan Witan Sulaeman yang merumput di Liga Polandia, FK Senica, harus mampu membawa teman-temannya bangkit. Mereka pun harus mampu melupakan hasil laga pembuka dan berkonsentrasi untuk tiga laga lanjutan. Tidak Mudah Jujur, langkah tim nas kita pasti tidak mudah. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin. STY sendiri memiliki pengalaman indah saat timnya, Korea Selatan menjungkalkan Jerman, juara bertahan, di Piala Dunia 2018, 2-0. Saat itu Korsel sudah tersingkir karena kalah 0-1 dan 1-2 dari Swedia serta Meksiko. Korsel dan Jerman sama-sama tersingkir. Atau Yunani yang mampu membalikkan semua analisa pengamat sepakbola di Piala Eropa, 2004. Kala itu, lawannya adalah Prancis, negeri dengan segudang prestasi. Di final Zagorakis sang kapten tim yang kemudian menjadi _the Best Player_, mampu membangkitkan semangat timnya dan menang 1-0 lewat gol tunggal Charisteas. Di dunia tinju kelas berat pun ada sesuatu yang awalnya dianggap mustahil, tapi faktanya terjadi. James _Buster_ Douglas, petinju dari divisi \'antah-berantah\' mampu merebut gelar juara dunia. Tidak hanya itu, Douglas pun mempermalukan Mike Tyson yang memiliki segala kehebatan dengan KO- 10. Iya, saya tahu Fachrudin dan kawan-kawan bukan timnas Kosel, Yunani, dan pasti bukan pula Douglas. Tapi, maksud saya, jaga terus asa. Lalu, koreksi apa yang telah terjadi dalam laga pembuka, karena sekecil apa pun peluang tetap ada. Dan, dalam dunia olahraga, tidak ada yang tidak mungkin. Perbaiki Walaupun STY mengatakan bahwa konsentrasi timnya jadi berantakan karena gol pertama Vietnam yang dilesakan Nguyen Tien Linh, menit-54 adalah _offside_, harusnya mental tim tidak melemah. Dalam layar RCTI, NTL, setelah mencetak gol tidak terlihat seperti biasa pemain yang mencetak gol. Ekspresinya terlalu datar, mungkin ia menyadari bahwa dirinya memang berada dua langkah di belakang tiga pemain belakang kita. Berbeda dengab pemain senior Vietnam Do Hung Dung, menit 74. Ia berlari sambil melebarkan kedua tangannya bak pesawat hendak take off Menurut pandangan saya, komunikasi dan saling percaya, tidak terbangun dengan baik. Padahal, keduanya menjadi bagian yang paling utama. Penglihatan saya, maaf jika keliru, satu sama lain, pemain tidak terlihat jiwa kebersamaannya. Kesan individualistis -sekali lagi maaf jika pengamatan saya keliru- sangat menonjol. Akibatnya, bola gampang sekali lepas. Fighthing Spirit pun seperti menghilang dari tim. Kesan kegigihan, sungguh-sungguh seperti tidak terlihat. Maka, jika kita hitung secara global, dari 94 menit pertarungan, tim nas kita tidak sampai 5 persen mampu menguasai bola. Tidak heran, Vietnam memiliki 18 kesempatan, 9 di antaranya peluang gol, 5 di antaranya peluang emas, dan 3 jadi gol. Kita? Hanya 5 kali, dan 2 kali bola terarah ke gawang. Jadi, dengan semua fakta, ini menurut pandangan saya, bagaimana mungkin bisa mengatasi Vietnam. Dan sedihnya, Vietnam justru meniru pola pembinaan yang pernah kita lakukan. Mereka meniru cara PSSI Binatama 1979 yang _full_ berlatih di Brasil, jangan tanya hasil yang dicapai. Mereka juga menjiplak Pola Garuda-1, 1984, juga jangan tanya hasil akhirnya. Lalu, mereka mengkombinasi Primavera, 1994, hanya saja mereka tak memperoleh izin kompetisi seperti PSSI-Primaveta di Italia. Bedanya dengan kita, mereka memilih pelatih Korsel Park Hang-seo (PHS) dan membiarkan sang pelatih menerapkan gaya Koreanya di Vietnam. Keras, malah cendrung kasar. Bahkan, kabarnya sang pelatih diberi semacam \'imunitas\' untuk tidak diperkarakan ke \'komnas ham\' jika melakukan kekerasan pada para pemain saat melatih. Dengan begitu, melihat Tim nas Vietnam, tak ubahnya kita melihat tim nas Korsel. Malah dari segi semangat juang, Vietnam begitu luar biasa. Kita? Maaf nih, seperti tadi, ini pengamatan saya, mudah-mudahan keliru, STY yang ada saat ini, bukanlah pelatih Korsel yang sesungguhnya. Saya melihat dia terlalu lembut. Belum sekali pun saya melihat dia berteriak apalagi memaki, menampar, dan sejenisnya. Saya melihat kendala paling utama yang dihadapi STY adalah bahasa. STY, mungkin, terlalu repot untuk mau belajar bahasa Indonesia, dan para pemain juga terlalu berat belajar bahasa Korea. Tony Pogaknik, pelatih asal Yugoslavia, pemberian langsung dari Presiden Yugo, Josip Broz Tito, sahabat Bung Karno, mampu berbicara bahasa Indonesia. Pogagnik termasuk pelatih yang sukses, meski juga tidak dalam bentuk gelar juara. Sensasi terbesarnya Olimpiade Merlbourne, Australia 1956. Kita mampu menhanan Uni Soviet 0-0 di laga pertama dan kalah 0-4 di laga _play off_ tiga hari setelah itu. Soviet kemudian meraih medali emas. Jadi, STY tidak membawa pola, gaya, atau cara Korea ke Indonesia. STY malah lebih mencoba memakai gaya ala kita. Akibatnya, kita belum melihat kegigihan dan extra fighthing dari pasukannya seperti yang diperlihatkan anak-anak PHS itu. Meski demikian, seperti pembuka di atas, jalan belum tertutup. Ayo kembali bersemangat. Konsentrasi dan bangkit, tanpa itu maka mimpi menambah medali emas dalam Sea Games akan kembali terkubur. (*)
Rizal Ramli Sosok yang Tepat dalam Mengatasi Permasalahan Bangsa Indonesia ke Depan
Oleh Tito Roesbandi - Ketua Umum Komite Peduli Indonesia HASIL survei LPM Milenium sebulan yang lalu (4/4) tentang kriteria pemimpin Indonesia setelah Jokowi menyimpulkan bahwa kebanyakan rakyat inginkan Presiden yang mampu bereskan krisis ekonomi. Kriteria pemimpin yang paling tinggi dipilih rakyat adalah presiden yang memiliki kriteria; Paham & mampu mengeluarkan Indonesia dari krisis ekonomi, sebanyak 89,8 persen, artinya isu kesejahteraan dan perbaikan ekonomi masyarakat masih yang sangat tinggi diharapkan oleh masyarakat. Begitu juga kriteria tertinggi kedua. Masyarakat menginginkan presiden yang punya pengalaman di pemerintahan, hampir 89,6 persen responden menginginkan hal tersebut. Saat ini belum satu pun partai secara formalistik melalui prosedur kongres/ munas/ raker ataupun konvensi memutuskan pasangan calon presiden & wakil presiden. Jadi KPI mengamati dari nama-nama calon presiden baik yang dimunculkan melalui dukungan para relawan ataupun berbagai survei yang “heboh” dengan nama-nama yang dimunculkan melalui survei. Survei masih merupakan “rekayasa”, figur yang populer karena sedang manggung di kekuasaan eksekutif. Apakah itu jabatan Menteri ataupun Gubernur. Sebagian lagi “diciptakan meroket” hasil survei nya karena “disenangi/ diciptakan” oleh olikargi sebagai penerus kekuasaan mereka (status quo). Tanpa dikaitkan dengan prestasi mereka selama menjabat. Ada juga nama yang digadang karena “penasaran” sudah berkali-kali maju berlaga sebagai capres lagi, bahkan sudah tiga kali gagal. Hasil survey LPM Milenium sebenarnya suatu kemajuan pandangan bangsa Indonesia terhadap pemimpin, membuktikan pula bahwa masyarakat Indonesia tidak lagi silau dengan cara pandang lama lebih mengutamakan faktor emosianal tentang “sosok” seperti ketampanan, pintar bertutur kata, style “merakyat” bergaya sederhana, bersepatu ket. Akan tetapi hasil survei lebih subtantif, sangat tinggi kepada sosok yang berpengalaman/ track record, serta kemampuan mengatasi problem. Saat ini problem terparah Indonesia yang diwariskan oleh pemerintah Jokowi adalah masalah ekonomi. Hutang yang sangat tinggi baik Pemerintah maupun BUMN. Beban bunga yang menjadi beban APBN. Banyak BUMN terancam bangkrut karena besarnya hutang dan jatuh tempo. Infrustruktur yang menjadi beban karena tidak produktif bahkan terancam mangkrak. Mafia pangan yang meraja lela. Hal ini pekerjaan yang maha berat terutama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dari nama-nama yang muncul/ dimunculkan selama ini sebagai capres ada dua kategori, pertama yang sedang manggung di kekuasaan karena jabatan mereka di Legislatif, Eksekutif dan Ketua Partai sering muncul/ dimunculkan di Media seperti ; Puan Maharani (Ketua DPR-RI), La Nyala Matalliti (Ketua DPD-RI), Prabowo Subianto (Menhankam), Erick Thohir (Menteri BUMN), Sandiaga Uno (Menteri Ekonomi Kreatif), Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian/ Ketua Umum Golkar), Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Ridwan Kamil (Gubernur JABAR), Ganjar Pranowo (Gubernur JATENG), Jenderal Andika Perkasa (Panglima TNI), Agus Harimurti Yudhoyono (Ketum Partai Demokrat), Muhaimin Iskandar (Ketum PKB) Kategori kedua adalah tokoh nasional yang saat ini tidak punya jabatan apa-apa dikenal oleh media karena kritis dan solutif terhadap pemerintah seperti ; Dr. Rizal Ramli (Mantan Menko Perekonomian dan Mantan Menko Maritim & Sumber Daya) dan Jenderal Purn. Gatot Nurmantio (Mantan Pamlima TNI). Komite Peduli Indonesia (KPI) melakukan pembedahan kepada setiap calon tersebut, semua calon dibedah melalui 2 kriteria hasil survei LPM Millenium, dengan penambahan satu kriteria hubungan dan pergaulan dengan luar negeri, karena bagaimanapun solusi terhadap beban ekonomi adalah kecakapan pergaulan dan kewibawaan serta keberanian di dunia Internasional. Hanya tiga calon yang punya latar pengetahuan dan pengalaman dibidang ekonomi yakni Dr. Rizal Ramli, Sandiaga Uno titik beratnya keahliannya adalah ekonomi usaha, bukan makro ekonomi , Airlangga yang kebetulan saat ini punya jabatan sebagai Menko Perekonomian, namun kegagalan pemerintahan Jokowi meningkatkan kesejahteraan merupakan juga kegagalan dirinya. Dengan demikian kriteria LPM Milenium ada pada Dr. Rizal Ramli demikian juga terhadap kriteria pergaulan ditingkat international serta keberanian pergaulan dengan Negara didunia, ada pada Rizal Ramli (RR). Bonus lebihnya RR dikenal karena pemikirannya yang sangat pro-rakyat, kritis dan solutif. Sebagai penutup KPI ingin, sepertinya juga keinginan semua rakyat terbukti banyaknya gugatan masyarakat kepada MK – RI melalui Preshold 0 % agar semua calon diatas, sebanyak 14 orang dapat dicalonkan oleh Parpol sebagai capres dan cawapres. Kemudian baru pada putaran kedua muncul dua pasang calon yang dipilih rakyat, jadi bukan cuma dua pasang calon (ada juga keinginan calon tunggal) hanya ditentukan oleh oligarki partai dan oligarki pengusaha. Kemudian rakyat di/ terpaksa memilihnya. Untuk hal tersebut KPI meminta agar Hakim-hakim MK- RI jangan menjadi Pengawal Tirani, seharusnya menjadi Pengawal Kedaulatan Rakyat. Agar memutuskan preshold/ ambang batas pencalonan presiden nol persen, sehingga semua partai bisa mengajukan pasangan calon presiden. Bogor, 07 Mei 2022
Presiden Bersenang-senang di Tengah Penderitaan Rakyat
Oleh Tjahja Gunawan - Wartawan Senior FNN PADA momen Hari Raya Idul Fitri tahun ini, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjadi tuan rumah peringatan Idul Fitri di Gedung Putih, hari Senin (2/5/2022). Pada momen itu Biden menyerukan pentingnya sikap toleransi dan menyatakan perang melawan Islamofobia. Itu yang dilakukan Presiden Amerika yang note bene non muslim dan memimpin negara besar yang mayoritas rakyatnya juga non muslim. Lalu apa yang dilakukan Presiden Indonesia yang konon memimpin negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam? Pada hari pertama hari raya Idul Fitri, Presiden RI Joko Widodo sengaja meninggalkan Istana Kepresidenan di Jakarta. Dia lebih memilih merayakan Idul Fitri di Istana Kepresidenan Yogyakarta. Setelah itu, Jokowi dan keluarganya pergi bersenang-senang liburan ke Pulau Bali. Salahkah apa yang dilakukan Jokowi dan keluarga? Tentu tidak. Jika beliau sudah tidak menjadi Presiden RI lagi, boleh-boleh saja Jokowi dan keluarganya mau keliling dunia sekalipun. Itu hak dia. Yang menjadi masalah, sampai saat ini Jokowi masih menjabat sebagai Presiden RI dan sebelumya dia meminta kepada masyarakat yang mudik Lebaran agar pulang lebih awal untuk menghindari kemacetan. Eh...dia sekarang malah justru pergi piknik ke Bali. Menggunakan pesawat kepresidenan dan iring-iringan kendaraan Paspampres, mungkin tidak akan sampai menimbulkan kemacetan lalu lintas, tapi anggaran negara yang nota bene bersumber dari duit rakyat Indonesia, dipakai untuk kepentingan piknik keluarga presiden ke Bali akan membuat APBN semakin kering kerontang. Kepada masyarakat yang mudik, presiden menghimbau agar pulang lebih awal. Sementara presiden sendiri, baru pergi liburan dan entah kapan kembali menjalankan tugasnya sebagai presiden. Makin lengkap sudah julukan yang disematkan masyarakat kepada Presiden Jokowi: Antara yang diucapkan dengan apa yang dilakukan berbanding terbalik. Dalam kondisi bangsa Indonesia saat ini yang diterpa berbagai persoalan, seorang presiden seharusnya bisa memiliki sikap sense of crisis. Tidak mengumbar kesenangan pribadi secara vulgar kepada masyarakat yang sebagian besar mengalami kesulitan ekonomi akibat kenaikan harga berbagai kebutuhan hidup. Saat ini bangsa ini juga menghadapi kemiskinan dan pengangguran yang angkanya terus meningkat. Belum lagi utang pemerintah yang terus membengkak sementara praktek korupsi merebak dimana-mana. Pamer Kemewahan Ditengah situasi bangsa seperti itu, patutkah seorang Presiden memamerkan kemewahan diri sementara rakyatnya menderita? Alih-alih menunjukan sikap empati dan mencari solusi-solusi atas berbagai persoalan rakyat, Presiden Jokowi justru menampakan sikap cuek bebek bahkan cenderung membiarkan rakyat Indonesia semakin menderita. Bagi sebagian orang bijak, bangsa Indonesia saat ini mengalami kecelakaan sejarah yang sangat memprihatinkan. Mempunyai pemimpin yang memiliki sifat kontradiktif, antara ucapan dan tindakannya selalu bertolak belakang. Tidak peduli dengan penderitaan rakyat Indonesia, tidak peduli dengan utang yang membengkak. Yang penting berbagai proyek mercusuar bisa dibangun. Tetap memaksakan membangun kereta cepat Jakarta-Bandung, membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Padahal tidak ada satupun negara dan investor asing mau memberikan utang. Mereka enggan berinvestasi di IKN, karena dari aspek apapun proyek tersebut memang tidak layak dibiayai alias proyek halusinasi. Di tengah situasi krisis ini, seharusnya seorang presiden makin dekat dengan rakyatnya. Kedekatan dan kepedulian presiden itu bukan ditunjukan dengan cara melempar barang dari atas mobil kepresidenan saat dia melewati kerumunan orang-orang. Justru sikap seperti itu merupakan sifat orang jahil. Seorang presiden yang memiliki wibawa dan peduli pada rakyatnya, dia akan hadir pada momen-momen yang tepat. Misalnya, saat hari Raya Idul Fitri belum, Presiden dan keluarga bisa melakukan open house di Istana Negara Jakarta. Kalau presiden ketakutan tertular virus, berlakukan protokol kesehatan dengan ketat saat bertemu dan bersalaman dengan masyarakat yang datang. Ini jangankan mengundang rakyat datang ke Istana Kepresidenan, bersilaturahmi dengan jajaran menterinya pun tidak dilakukan oleh Presiden Jokowi. Cuma Menhan Prabowo Subianto yang datang menemui Jokowi di Yogyakarta. Pak Jokowi, kalau bapak memang sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi Presiden RI sebaiknya segera mendatangi MPR-RI kemudian menyatakan mundur. Sikap seperti itu jauh lebih terhormat daripada terus menerus menjadi beban rakyat Indonesia. Saya yakin para pendukung bapak pun akan legowo menerima keputusan politik Anda. Sebab tidak sedikit pendukung Pak Jokowi yang saat ini mengalami kesulitan ekonomi. Bangsa Indonesia yang jumlah penduduknya banyak ini, tidak bisa dikelola secara amatiran seperti yang Pak Jokowi lakukan selama ini. Memberi kepercayaan dan tanggungjawab kepada seorang menteri seperti Luhut Binsar Panjaitan dengan memberi dia banyak jabatan, juga tidak bisa menyelesaikan berbagai persoalan bangsa ini. Sebaliknya, justru hanya akan memberikan kesempatan kepada Luhut Binsar Panjaitan untuk semakin menumpuk kekayaan pribadinya melalui jabatan yang dimilikinya sekarang. Ingat Pak Jokowi, pangkat dan jabatan tidak ada yang kekal di dunia ini. Semuanya akan dipertanggungjawabkan, baik di dunia maupun akhirat. Di dunia mungkin bisa lolos, tapi pengadilan akhirat akan tetap menanti bapak.*** Artikel ini ditulis di pelataran mesjid di Kawasan Serpong, Tangerang Selatan
Pemudik Mencapai 85 Juta Bukan Ukuran Ekonomi Tumbuh
Jakarta, FNN – Pemerintah mengklaim pemudik tahun 2022 ini mencapai 85,5 juta orang sebagai bukti bahwa ekonomi tumbuh dengan baik. Namun klaim sepihak itu dibantah oleh pengamat politik Rocky Gerung. “Ini soal kita memaknai mudik kali ini. Karena banyak orang yang mempromosikan, terutama kalangan istana yang menganggap bahwa ekonomi tumbuh karena yang mudik mencapai 85 juta orang. Padahal sebetulnya yang mudik itu, karena ini adalah peristiwa kebudayaan maka ada uang atau tidak ada uang, sudah dua tahun tidak ketemu orang tua dan kerabat, maka pasti mereka datang ke daerah untuk semacam kewajiban moral sehingga berupaya bahkan cari pinjaman supaya bisa mudik. Jadi, beda dengan tahun-tahun yang lalu orang mudik bawa uang. Sekarang orang mudik dari Jakarta membawa pinjaman. Mungkin dia gadaikan HP-nya supaya bisa ketemu dengan ibu bapaknya. Kita harus baca dengan cara lain,” kata Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat, 06 Mei 2022. Menurut Rocky, keinginan untuk mencari kedamaian rohani itu tidak bisa dicegah oleh ekonomi yang sulit. Orang bisa melakukan apa saja untuk bisa bersilaturahmi dengan orang tua yang sudah lama tak dikunjunginya. Masalah berikutnya, kata Rocky kalau mereka pulang ke Jakarta mereka musti nebus gadaian itu dan itu yang membuat dia pusing. “Jadi begitu cara membaca yang disebut sebagai dalam ekonomi Indonesia disebut sebagai ekonomi subsistem, bertahan pada dasar yang terakhir. Itu hanya ada pada ciri dalam masyarakat Indonesia,” tegasnya. Menurut Rocky, kalau masyarakat modern nggak punya uang, maka dia tidak akan mudik. “Tapi ini dorongan batin dan dorongan batin adalah cahaya kehidupan. Walaupun susah di kota tetapi tetap ingin balik ke desa. Nah itu sebetulnya yang kita sebut sebagai local wisdom yang pemerintah musti pahami bahwa ada keakraban yang tersisa dalam masyarakat Indonesia, bukan dengan mengeksploitasi Islamofobia,” tegasnya. Mereka yang pulang kampung dan kembali ke Jakarta kemudian membuka warung mulai berpikir ulang bahwa mereka berharap wartegnya bisa hidup lagi karena minyak goreng sudah turun harganya. Tapi ternyata tidak. Demikian juga mereka yang kehilangan pekerjaan karena memaksakan diri untuk pulang kampung dengan menggadaikan barang-barangnya itu juga akan jadi komplikasi baru. Jadi pemerintah betul-betul tidak bisa melihat apa yang disebut sebagai justice keadilan sosial. Pada tekanan ekonomi, ada tekanan ekonomi di desa dan balik lagi ke Jakarta tekanan itu akan makin besar karena lapangan kerja yang makin susut dan konsumen yang pasti makin terbatas karena harus menghemat. Setelah Lebaran biasanya orang pulang ke Jakarta untuk menghemat karena tekanan ekonomi. Seperti diketahui Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang mengatakan dengan asumsi jika jumlah yang mudik sekitar 85 juta orang dan rata rata per keluarga tiga orang, maka jumlah yang mudik lebih kurang 28 juta keluarga. Jika rata-rata per keluarga membawa minimal Rp1 juta saja maka uang yang mengalir ke daerah paling sedikit Rp28 triliun, jika membawa rata-rata Rp1,5 juta/keluarga maka potensi perputaran di kisaran Rp42 triliun. Angka tersebut diharapkan dapat menggerakkan perekonomian daerah serta meningkatkan produktivitas berbagai sektor usaha,\" ungkapnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu 1 Mei 2022. Masyarakat akan semakin sulit kehidupannyya ketika Presiden Jokowi memastikan bahwa uang akan diguyurkan lagi ke IKN, masih berbau mistik sebetulnya karena kita nggak ngerti, apa dasarnya pelibatan 13 macam pajak untuk membiayai IKN yang orang banyak tahu pasti bahwa itu banyak melanggar Undang-Undang karena bagaimana otorita dikasih hak untuk memungut pajak. “Itu artinya nggak akan ada audit segala macam. Memang bisa dibikin aturan-aturan tambahan. Tapi aturan-aturan itu sebetulnya upaya untuk melanggar undang-undang tentang pemerintahan daerah. Jadi akal-akalan yang dasarnya ambisi ini yang menyebabkan presiden tidak punya lagi sense of reality. Dia nggak bisa tahu lagi apa keadaan masyarakat yang sebetulnya. Ini yang dalam etika politik disebutkan bahwa kekuasaan itu jangkanya pendek tapi ambisi membuat dia panjang. Ini sumbernya,” paparnya. Jadi, lanjut Rocky pemimpin yang nggak paham etikabilitas dan tidak punya intelektualitas pasti kapabilitasnya rendah dan legitimasinya turun. (ida, sws)
Rocky Gerung: Jokowi Kecil Mulai Ikut-Ikutan Jualan Radikalisme
Jakarta, FNN – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sedang dielus-elus untuk melanjutkan kekuasaan Jokowi. Ia menggunakan peta jalan yang sama dengan menggelar dagangan radikalisme, intoleransi, dan anti-NKRI. Pemimpin yang tidak paham etikabilitas dan tidak punya intelektualitas pasti kapabilitasnya rendah dan legitimasinya turun. Demikian benang merah yang bisa ditarik dari perbincangan eksklusif antara pengamat politik Rocky Gerung dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat, 06 Mei 2022. Rocky bisa memastikan bahwa Jokowi ingin mengasuh seseorang untuk menjadi penggantinya, yang mana mengarah pada sosok Ganjar. “Yang ada di depan mata kita cuma, Ganjar dan Ganjar,” paparnya. Rocky berharap agar Ganjar bisa menjadi politisi yang punya etika dan intelektualitas, namun sayang, dari awal sudah bisa dibaca arah dantujuannya. “Kita ingin Ganjar itu jadi pemimpin yang ada etika dan intelektualitas. Tapi kalau kita lihat kampanye Ganjar, itu hanya soal radikalisme, dan intoleransi. Di mana isi pikiran masa depan kalau kita cuma nakut-nakuti rakyat. Sementara pesaingnya Ganjar, Anis Baswedan, sudah beredar keluar negeri. Seluruh kegiatannya di Jakarta kemaren disorot oleh internasional. Apa pun keterangannya Anis tetap bisa melampaui kemampuan konseptual dibandingkan Ganjar yang diolok-olok orang sebagai Jokowi kecil. Dia cuma bikin isu aja,” tegasnya. Dalam sebuah postingan di medsos, Ganjar diklaim satu-satunya harapan untuk memerangi intoleransi dan radikalisme. Ini sebuah poster atau flyer yang disebarkan di media sosial yang menunjukkan sikap tegas Ganjar terhadap apa yang dia sebut sebagai radikalisme dan intoleransi. Setelah dicek ternyata dari jejak digital ditemukan apa yang ada di poster tersebut disampaikan sendiri oleh Ganjar melalui akun Twitter resminya yang telah centang biru at Ganjar Pranowo ini pada tanggal 17 Nov 2012 pukul 15.38 sore. Dia mencuit begini, “tidak ada toleransi kelompok radikal penolak Pancasila di negeri ini, karena ketika kita biarkan mereka akan menggurita. Mari sama-sama waspada. Mari sama-sama menjaga Indonesia.” Ganjar tampaknya akan manut saja mengikuti perintah seniornya untuk memenangkan pertarungan. Menurut Rocky, persepsi akan berbeda kalau Ganjar mengatakan, “Saya Ganjar Pranowo akan bertanggung jawab terhadap kemiskinan yang diakibatkan oleh policy saya selama lima tahun ini atau sepuluh tahun bahkan. Karena Jawa Tengah menjadi wilayah yang tingkat kemiskinanannya naik lima kali lipat,” katanya. Kata Rocky, tak ada yang bisa dibanggakan dari sepak terjang Ganjar, di mana provinsi yang dipimpinnya semakin miskin. “Jumlah kabupaten yang miskin lima kali lipat. Nah itu sebetulnya sumber radikalisme. Kan kemiskinan adalah sumber radikalisme. Siapa yang kuat dengan kebijakan yang Ganjar bikin. Sekarang dia mau ceramahin penduduk Jawa Tengan dengan radikalisme. Lo Anda sendiri yang musti perbaiki kemiskinan supaya radikalisme tidak tumbuh. Jadi dia mau menentang kebijakannya sendiri itu. Kalau kita pastikan logikanya, Ganjarlah penyebab radikalisme di Jawa Tengah. Kenapa? Karena kemiskinan itu adalah sumber radikalisme. Apa kemiskinan itu berkurang? Tidak. Justru bertambah. Dan itu data statistik yang menunjukkan bahwa Ganjar gagal untuk memberantas kemiskinan. Bahkan meninggikan kemiskinan,” papar Rocky. Tercatat ada lima kabupaten yang sekarang jatuh miskin di Jawa Tengah. “Jadi kontradiksi-kontradiksi itu yang memperlihatkan pada kita kemampuan untuk membayangkan masa depan,” tegasnya. Oleh karena itu kata Rocky, sangat relevan apa yang ditulis oleh Bivitri Susanti dan Fahri Hamzah untuk mengingatkan bahwa problem bangsa ini bukan elektabilitas tetapi etikabilitas. Jadi etikabilitas itu yang hilang. “Dulu saya sebutkan intelektualitas, sekarang Bivitri dan Fahri Hamzah menambahkan elemen baru. Jadi pemimpin yang nggak paham etikabilitas dan tidak punya intelektualitas pasti kapabilitasnya rendah dan legitimasinya turun,” kata Rocky. “Masih untung ada Bivitri yang masih menganalisis keadaan dengan tenang, mengucapkan seuatu yang kemudian kita anggap sebagai problem kita bukan masalah elektabilitas, tetapi etikabilitas. Kemudian Fahri Hamzah yang akhirnya juga harus menulis panjang untuk memberi refleksi pada bangsa ini. Jadi itu soal kita,” pungkasnya. (sof, sws).