ALL CATEGORY

Agama Bukan Ancaman Bagi Bangsa dan Negara

Jakarta, FNN - Silaturahmi Idul Fitri 1433 Hijriah atau Lebaran tahun 2022 ini menarik untuk terus kita cermati, selain karena ini merupakan silaturahmi offline pertama setelah dua tahun tidak berlebaran, juga karena kita sudah mulai memasuki tahun politik. Para politisi memanfaatkan silaturahmi sekaligus sebagai lobi-lobi politik, siapa ketemu siapa, siapa bicara apa. Ini bisa kita jadikan indikator ke mana arah pendulum politik ke depan. Demikian analisis wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Jumat, 06 Mei 2022. Hersubeno mencatat salah satunya adalah silaturahmi antara Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dengan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta hari Kamis (05/05/2022). Pertemuan ini mau tidak mau harus kita kaitkan dengan figur Ganjar yang saat ini disebut-sebut sebagai salah satu kandidat capres pada tahun 2024. Dalam pertemuan itu kata Hersu, Haedar berpesan kepada Ganjar Pranowo, jika kelak terpilih menjadi presiden jangan lagi menggunakan isu radikalisme, intolernasi, dan anti NKRI sebagai tameng untuk mempertahankan dirinya. Ada banyak agenda yang dibicarakan dalam pertemuan yang berlangsung selama satu setengah jam itu, antara lain: yang formal yakni rencana  Muhammadiyah akan melakukan Muktamar ke-48. Ganjar menyatakan mendukung pelaksanaan Muktamar itu. Tetapi yang seksi dan perlu penting kita highlight adalah ada beberapa agenda yang sangat penting sebagaimana keterangan tertulis yang disampaikan oleh Haedar Nashir. Ada empat hal yang dibicarakan: pertama yakni mengangkat ekonomi masyarakat melalui UMKM, kedua membahas peran agama dalam kehidupan kebangsaan. Haidar mengatakan agama dan umat beragama bukan ancaman bagi siapa pun apalagi bagi bangsa dan negara. Ketiga membahas peran Muhammadiyah dalam membangun amal usaha Muhammadiyah. Keempat pentingnya rekonsiliasi dan dialog antar-komponen anak bangsa. “Saya ingin fokus pada dua pesan yang disampaikan oleh Pak Haedar Nashir yakni soal agama bukan ancaman bagi siapa pun, apalagi ancaman bagi bangsa dan negara serta soal rekonsiliasi dan dialog antar-komponen anak bangsa,” kata Hersubeno. Hal ini kata Hersu bukan berarti ia mengesampingkan dua topik lainnya yakni peran UMKM dalam mengangkat ekonomi rakyat dan amal usaha Muhammadiyah. “Kita tahu amal usaha Muhammadiyah itu luar biasa melalui rumah sakit melalui sekolah-sekolah dan juga melalui kegiatan ekonominya,” paparnya. Dua hal penting tersebut disampaikan Kyai Haedar kepada Ganjar. Ganjar sebagaimana sudah lama kita amati menyiapkan diri dan disiapkan menjadi capres tahun 2024. Dia sangat aktif di media sosial dan namanya tampak sedang di-branding atau sedang dielus-elus oleh berbagai lembaga survei yang katanya sejauh ini elektabilitasnya paling tinggi. Tetapi kalau Anda mengamati berbagai lembaga survei ini, macam-macam hasilnya,  ada yang menyebutnya Ganjar paling tinggi, ada yang menyebut Prabowo menyebut paling tinggi,  ada juga Anies yang paling tinggi. Ini memang aneh, bagaimana mungkin dalam waktu yang bersamaan bisa disimpulkan berbeda-beda. Padahal selain respondennya sama. Yang kedua Ganjar ini ditengarai menjadi capres yang dipersiapkan oleh Jokowi untuk meneruskan kepemimpinan dan sekaligus mengamankan dan menjaga kepentingan politik pasca dia lengser. Kalau kita ngomong kepentingan Jokowi, ini tentu bukan hanya kepentingan keluarga Jokowi, tetapi juga kepentingan-kepentingan para oligarki yang sekarang mendukung Jokowi. Indikasi bahwa Ganjar ini sedang dipersiapkan oleh Jokowi atau mereka-mereka yang berada di belakang Jokowi atau para oligarki yang selama ini menopang Jokowi, sangat jelas, karena hampir semua relawan Jokowi itu saat ini menjadi tulang punggung relawan Ganjar. Sementara para relawan Jokowi dalam berbagai kampanyenya mereka tegas menyatakan tahun 2024 tegak lurus ndherek Pak Jokowi. Sikap itu juga bisa kita maknai dari dua hal: pertama mereka berusaha keras memperpanjang masa jabatan Jokowi, baik melalui penundaan Pemilu ataupun melalui tiga periode. Terbaru, ada upaya-upaya - kalau tidak bisa tiga periode, diupayakan dipasangkan dengan Prabowo, tetapi Pak Jokowi menjadi wakil presiden. Relawan  Projo (Prabowo-Jokowi) sudah siap mendukungnya. Kedua bila Jokowi tak berhasil diperpanjang masa jabatannya, maka Ganjar figur yang akan didukung oleh Jokowi dan berbagai kepentingan yang ada di belakangnya. Sangat mudah membaca bagaimana skenario yang akan dijalankan oleh Ganjar. Trek dan jalurnya sama persis dengan apa yang telah dilakukan oleh Jokowi pada Pilpres 2014, yakni bagaimana Jokowi muncul ke pentas nasional. Ini kelihatannya coba diulang lagi oleh Ganjar dan kendaraan yang akan digunakan tentu saja PDIP sebagai partai pengusung dan pendukungnya. Hersu mengingatkan bahwa kita masih ingat pada tahun 2014 bagaimana Jokowi  mengambil-alih tiket pencapresan dari tangan Megawati. Sementara kalau sekarang Ganjar ini mencoba mengambil-alih tiket dari tangan Puan Maharani. Semua skenarionya persis dengan Pilpres 2014. Ganjar di-branding oleh berbagai survei dan elektabilitasnya dinaikkan. Kalau pada waktu itu ada perbedaan bangunan opini publik yang pada waktu zaman Jokowi itu sangat masif, para opinion leader itu menyuarakan bahwa kalau PDIP mau menang Pemilu dan sekaligus menang presiden, maka harus mendukung harus mencalonkan Jokowi pada waktu itu. Dan mereka rupanya berhasil yang memojokkan Ibu Megawati dan kemudian memaksa dia untuk menyerahkan tiket pencapresan kepada Jokowi. Ini terjadi pada tahun 2014. Namun situasinya kali ini berbeda. Megawati kelihatannya enggak mau kecolongan lagi. Dia sejak awal sudah mengingatkan bahwa yang memutuskan untuk menjadi calon presiden dari PDIP itu ada di tangan Ketua Umum. Dan kita bisa membaca secara terbuka bahwa preferenesi  dari Megawati ini lebih kepada Puan Maharani. Ini bisa disadari karena sekarang ini kan Ibu Megawati usianya cukup lanjut segera, sekitar 76 tahun. Yang jelas Megawati ingin menyiapkan dinasti Soekarno untuk meneruskan kepemimpinannya baik melalui PDIP dalam arti kepemimpinan politik atau di level negara yakni menjadi presiden atau setidaknya menjadi wakil presiden. Kita tahu juga Ibu Megawati juga pertama kali muncul ke puncak panggung politik dengan menjadi wakil Presiden Gus Dur. Baru setelah Gus Dur jatuh di tengah jalan kemudian dilanjutkan Megawati menjadi presiden. Sayangnya ketika Ibu Megawati mencoba peruntungannya untuk memperpanjang masa jabatannya melalui Pilpres 2004, dia kalah melawan pasangan SBY dan Jusuf Kalla. Nah kali ini kelihatannya Ibu Megawati tidak mau kecolongan. Dia sudah menyiapkan secara serius Puan Maharani dan yang pertama kali dilakukan adalah menjaga agar tiketnya tidak diserobot oleh Ganjar. Kalau itu yang terjadi maka Ganjar ini sekarang terancam. Sekarang posisinya menjadi tunawisma parpol, kenapa karena sebagai kader PDIP tak mau memberikan tiket padanya. Sebagai gantinya ini kelihatannya nama Ganjar mulai disodorkan ke Partai Nasdem. Coba kalau Anda baca dari di berbagai lembaga survei maupun pengamat, nama Ganjar disebut-sebut sebagai calon yang akan diusung oleh Nasdem. Partai Nasdem saat ini mulai menyiapkan tiga nama yang akan disodorkan yang diputuskan oleh Ketua Umum Surya Paloh. Selain nama dan Ganjar sebut nama Anies Baswedan dan ada kandidat lainnya. Dengan latar belakang politik seperti itu pesan Haidar kepada Ganjar ini sesungguhnya juga bisa dilihat sebagai pesan yang ingin disampaikan kepada Jokowi. Jadi ini semacam pukulan bola bilyar dalam politik, sebenarnya siapa yang dipukul tetapi targetnya ke mana, ini bisa terbaca. Dua agenda yang disampaikan oleh Haedar Nashir tadi pertama adalah agama khususnya Islam sebagai ancaman bangsa dan negara dan yang kedua yakni pembelahan atau perpecahan antar-anak bangsa yang sangat terasa pada era kepemimpinan Jokowi selama delapan tahun terakhir. Ada upaya yang sangat jelas terbuka mendiskreditkan dan pada gilirannya ingin mengeluarkan umat Islam dari kehidupan berbangsa dan negara. Narasi radikalisme, intoleransi, dan anti-Pancasila, anti NKRI itu sangat gencar digaungkan. Juga berbagai stigma labelling dan naming seperti kampret dan kemudian belakangan kadrun itu sangat gencar dinarasikan bukan hanya oleh mereka yang disebut oleh buzzer, tapi juga oleh berbagai kalangan di lembaga pemerintahan dan lembaga pendidikan, yang kita ingat yang terakhir adalah heboh dari status media sosial atau tulisan ditulis di Facebook Rektor ITK, Profesor Budi Santoso Purwokartiko. Narasi itu terkesan memang sengaja terus-menerus diproduksi untuk menyudutkan Islam. Saya sendiri sejak kemarin itu mendapat banyak kiriman tentang narasi itu, yang juga ternyata ini digunakan oleh Ganjar. Salah satunya adalah poster ini, bagaimana disebutkan bahwa Ganjar adalah satu-satunya harapan untuk memerangi intoleransi dan radikalisme. Ini sebuah poster atau flyer yang disebarkan di media sosial yang menunjukkan sikap tegas Ganjar terhadap apa yang dia sebut sebagai radikalisme dan intoleransi. Saya mencoba mencari tahu dan mengecek apakah Ganjar menyampaikan hal itu. Kalau betul dia menyampaikan itu, kapan dia menyampaikannya dan apa konteksnya. Ternyata dari jejak digital saya menemukan hal itu disampaikan oleh Ganjar melalui akun Twitter resminya yang telah centang biru at Ganjar Pranowo ini pada tanggal 17 Nov 2012 pukul 15.38 sore. Dia mencuit begini, “tidak ada toleransi kelompok radikal penolak Pancasila di negeri ini, karena ketika kita biarkan mereka akan menggurita. Mari sama-sama waspada. Mari sama-sama menjaga Indonesia.” Narasi yang disampaikan Ganjar sangat lantang dan keras. Dia juga menautkan video ketika dia tengah memberi pengarahan narasinya, kalau kita simak bahkan jauh lebih keras. Rupanya peristiwa Ganjar ini dikaitkan dengan sebuah atau peristiwa yang sudah cukup lama terjadi. Saya buka-buka ternyata sejumlah siswi SMA di Kendal berpose dengan mengibarkan bendera Palestina dan bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid. Bendera inilah yang kemudian dikaitkan dengan bendera HTI yang sudah dibubarkan oleh pemerintah dan kemudian diberi label sebagai kelompok yang intoleran dan anti Pancasila. Peristiwanya sendiri itu terjadi pada bulan Oktober 2019. Jadi, sudah dua tahun berselang setelah pernyataan dari Ganjar kemarin.  Para siswa dan guru sekolah di Kendali itu sudah minta maaf dan mereka mengaku tidak tahu kalau hal itu dikaitkan dengan kelompok HTI, sebab selama ini kan memang banyak kalimat Islam yang mengibarkan bendera itu, ya bendera hitam dengan tulisan kalimat tauhid ini disebut sebagai bendera Rasulullah. Jadi, semuanya tidak ada kaitannya dengan bendera HTI. Benar sih HTI menggunakan kalimat yang sama dengan bendera tauhid, tetapi pastilah pimpinan Muhammadiyah mengikuti dan mencatat peristiwa-peristiwa tersebut. Maka ketika bertemu dengan Ganjar dan menyampaikan pesan itu, maksudnya sangat jelas, bila kelak Ganjar terpilih menjadi capres itu jangan sampai dia meneruskan narasi-narasi yang menganggap bahwa umat beragama khususnya umat Islam adalah ancaman bagi umat beragama lain, apalagi ancaman bagi bangsa dan negara.  Ini ngeri sekali narasinya. Sebab narasi semacam itu, sekarang ini terbukti telah berhasil memecah belah bangsa dan justru berbahaya dan mengancam Pancasila dan NKRI harga mati yang selama ini mereka sering didengung-dengungkan. Itu jelas kalau disampaikan kepada Ganjar itu tujuannya jangka panjang. Jika kelak Ganjar betul-betul terpilih menjadi presiden, harus ada tujuan jangka pendek yang jauh lebih penting dengan membuat pernyataan tertulis yang dikirim ke media ini analisis saya, Pak Haidar Nashir ingin agar pesan yang sangat-sangat penting itu, juga sampai kepada Pak Jokowi. Jadi, ketika muncul di media, mau tidak mau bahwa akan ada yang menyampaikan kepada Pak Jokowi pesan dari Muhammadiyah ini. Ini sungguh sebuah diplomasi yang sangat santun, tapi sangat tegas dan jelas maksudnya dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Pak Kyai Haedar Nashir. Mudah-mudahan di akhir masa jabatan yang tersisa Pak Jokowi membaca pesan itu dan menyadari bahwa menyatuhkan anak bangsa apapun latar belakangnya, agamanya, suku etnis, maupun pilihan politik, itu merupakan warisan yang jauh lebih penting dan lebih berharga dibandingkan Pak Jokowi memaksakan untuk terus membangun warisan-warisan legacy  yang bersifat fisik dan salah satunya adalah ibukota negara. Bangunan fisik semegah apa pun termasuk ibukota negara yang istananya dibangun akan sangat megah, itu sangat mudah dihancurkan apabila bangsa kita terpecah belah. Mudah-mudahan saja pesan dari Pak Header Nashir tadi, sampai kepada Jokowi dan juga sampai kepada kita semua seluruh komponen anak bangsa. Bahwa agama apapun itu bukan ancaman buat bagi bangsa Indonesia apalagi dalam negara Indonesia yang dikenal ini bangsanya ini sangat moderat. Justru ancaman yang sangat serius itu adalah adanya kelompok-kelompok yang mengklaim merasa dirinya itu paling Pancasilais dan paling menjaga NKRI namun pada prakteknya sesungguhnya merekalah yang memecah belah NKRI. Saya mau bertanya apakah praktek kelangkaan atau praktek menyelundupkan minyak goreng dan CPO ke luar negeri untuk modal memperpanjang masa jabatan Pak Jokowi itu sesuai dengan Pancasila? Tentu saja mudah sekali menjawabnya dan siapa yang melakukan pasti itu bukan umat Islam. Mereka adalah para korporasi besar yang bekerjasama dengan mereka yang ada di dalam lingkar di pemerintahan dan berada di lingkar terdekat Jokowi. Pak Jokowi saatnya mulai fokus untuk meninggalkan warisan yang jauh lebih berharga buat bangsa dan negara yakni kohesi antar anak bangsa. Dengan begitu kita tetap bisa menjaga keutuhan NKRI dan mengamalkan Pancasila. (*)

Panjang Umur Menopang Jujur

  Sebaik-baiknya pemimipin adalah pemimpin yang jujur. Sehebat-hebatnya pencitraan dipoles, ia menjadi semu tanpa berlaku jujur. Sepanjang-panjangnya umur, ialah umur yang banyak  memberi manfaat dan dipenuhi dengan hidup jujur. Panjang umur yang menopang hidup jujur. Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI ADA dua hal yang istimewa saat Anies  merayakan usianya yang  ke-53. Pertama, netizen begitu antusias menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada gubernur DKI Jakarta yang digadang-gadang sebagai calon presiden RI di pilpres 2024. Kedua, beredar tayangan video entah dibuat dalam suasana hari ulang tahun Anies atau tidak, ada pesan moral yang menggugah Anies yang disampaikan ibunda tercintanya. Dalam dialog singkat itu, ibundanya berharap bahwasanya  yang terpenting  adalah soal kejujuran pada semua yang ada dalam diri seorang Anies. Pemilik nama lengkap Anies Rasyid Baswedan yang lahir tanggal tanggal 7 Mei 1969 di Kuningan Jawa Barat.  Terpaksa harus membiarkan nuansa perayaan hari jadinya menjadi konsumsi publik. Tak cukup dari kerabat dan handai tolan, beranda di media sosial juga ramai ikut memeriahkan milad pemimpin yang lekat dengan sifat tenang, santun dan humanis. Beragam platform media sosial seperti grup-grup WA, you tube, instagram, twiter, tiktok, snack video dll., sangat meriah memberikan ucapan selamat ulang tahun dengan pelbagai narasi dan gaya sesuai versinya masing-masing. Fenomena dan realitas itu, membuktikan betapa Anies merupakan figur pemimpin yang hangat, tak berjarak dan impresif di hadapan publik. Mainstream media sosial yang berisi keragaman strata sosial mulai dari arus bawah, menengah dan kalangan elit yang prestisius. Tanpa dikomando dan dengan inisiasi yang penuh keceriaan, beramai-ramai melontarkan ucapannya seakan perayaan hari lahirnya menjadi kebahagian bersama, bukan hanya milik Anies seorang. Tanpa manuver dan rekayaya politik terutama dengan pola pencitraan, Anies secara alami  terbukti memang dicintai sebagian besar rakyat. Selain itu, tak ada motivasi dan  inspirasi yang lebih utama, juga paling penting kecuali dari seorang ibu. Begitupun dengan Anies, ketika mendapat wejangan dan doa dari Ibunda tercintanya dalam suasana yang intim dan sangat familiar. Seakan mengetahui dan memahami betapa terjal dan berat amanat kepemimpinan di pundak Anies. Sang ibu yang dari rahimnya lahir sekaligus merawat dan membesarkannya. Tidak sekedar harapan, keramat hidup itu juga menyampaikan bahasa tubuh dan makna tersirat kepada putranya, Anies yang membanggakan. Meskipun tak pernah surut terus dibekap caci-maki, hujatan dan fitnah, ibundanya seolah-olah menjadi kekuatan  jiwa dan  energi bagi Anies untuk terus berprestasi, menunaikan aspirasi dan janji serta berharap ridho dan berkah ilahi  Satu hal pesan ibundanya  yang paling mengusik dan menggetarkan  bukan hanya untuk Anies melainkan buat semua orang dan seluruh rakyat Indonesia. Sedikit kata-kata yang sederhana, teduh  dan bermakna, ketika menegaskan dari semua dan yang ada  dalam kehidupan ini, yang terpenting adalah menjaga kejujuran. Sebuah prinsip yang maha dahsyat yang sangat sulit dan tidak setiap orang bisa mengembannya. Terlebih bagi seorang pemimpini dimana hajat hidup banyak orang dan nasibnya berada ditangannya. Karena jujur itulah sikap fundamental dan radikal seorang pemimipin. Dengan jujur itulah, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI bisa dihadirkan dengan sebenar-benarnya dihadapan seluruh rakyat Indonesia. Kesanggupan untuk hidup jujur para pemimpin  yang bisa  menjadi satu-satunya yang menyelamatkan kehidupan rakyat, negara dan bangsa. Tahniah untuk Ibunda tercinta dan putranya Anies. Selamat merayakan ulang tahun perjuangan bagi Anies yang ekspektasi rakyat Indonesia pada kepemimpinannya begitu besar. Panjang umur Anies, panjang umur menopang jujur. (*)

Anis Matta Ingatkan 5 Tantangan Besar Indonesia di Tengah Krisis Yang Kompleks

Jakarta, FNN  - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, Indonesia saat ini menghadapi 5 tantangan besar, sehingga dibutuhkan terobosan besar dalam hal kepemimpinan. Yakni pemimpin yang mampu menavigasi kapal di tengah badai krisis sistemik saat ini. \"Di tengah gelombang krisis sistemik ini, kita butuh kemampuan yang bisa menavigasi kapal di tengah badai. Sekarang kita sadar, ternyata semua janji-janji Pemilu adalah janji-janji palsu yang sekedar diucapkan. Tapi terasa begitu sulit dijalani, dan semua seperti tidak ada yang relevan dengan situasi sekarang,\" kata Anis Matta saat Konsolidasi Pemenangan Partai Gelora Sulawesi Selatan (Sulsel) di Makassar, Jumat (6/5/2022). Menurut Anis Matta, 5 tantangan besar itu yang dihadapi Indonesia saat ini, adalah pertama masalah perubahan iklim, kedua perubahan geopolitik dunia, ketiga krisis ekonomi, keempat tidak ada elit yang memahami kompleksitas krisis dan kelima potensi terjadinya revolusi sosial. \"Ini sebenarnya menjelaskan, kenapa Indonesia harus menjadi kekuatan 5 besar dunia. Karena untuk memimpin negara sebesar Indonesia diperlukan pemikiran baru, dan wawasan baru, bukan janji-janji palsu,\" katanya.  Akibat janji-janji palsu Pemilu itu, kata Anis Matta, banyak program pembangunan yang tidak bisa dilaksanakan dan menjadi prioritas. Sehingga pemerintah saat ini menghadapi kebingungan untuk mencari solusi keluar dari krisis. \"Masyarakat akan semakin tidak percaya kepada para elit dan para pemimpinnya. Karena itu, Demo yang kita saksikan di awal Ramadhan kemarin, akan terus terjadi di hari-hari akan datang. Sebab, krisis ekonomi sudah masuk dan rutenya sekarang menuju ke tahapan revolusi sosial,\" ujarnya. Ketua Umum Partai Gelora ini mengungkapkan sudah mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal krisis sistemik ini, dimana periode kedua pemerintahanya hingga berakhir masa jabatannya bakal dilanda krisis. Sehingga Jokowi perlu memilih dan menata ulang agenda-agenda prioritasnya.  \"Krisis sistemik itu mirip orang tua yang penyakitnya sudah terlalu banyak, ada gula, ada kolesterol, ada tensi. Dikasih obat, ini sembuh, muncul penyakit yang lain, ada saja kontradiksinya. Makanya, kita harus berpikir terbalik, karena krisis pada dasarnya sebagai peluang,\" ujarnya. Partai-partai lama, lanjut Anis Matta, juga tidak punya solusi atas 5 tantangan besar Indonesia, karena hanya berpikir bagaimana bisa mempertahankan kekuasaan dengan meraup suara sebanyak-banyaknya. \"Tidak ada elit dan partai-partai yang mampu menjawab apa yang diperlukan Indonesia. Ini akan menjadi peluang Partai Gelora untuk menang besar. Kita punya terobosan besar dalam kemenangan, Insya Allah,\" tegas Anis Matta. Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman yang hadir dalam konsolidasi ini, memuji pandangan tentang masa depan Indonesia.   \"Pak Anis Matta sudah saya kenal lama sejak 2011, dan saya kira Pak Anis adalah sedikit orang Sulsel yang bisa bangun partai di level Nasional,\" ungkap Andi Sudirman Sulaiman. Sementara itu, Ketua Partai Gelora Sulsel, Syamsari Kitta mengatakan, dalam Pemilu 2024, Partai Gelora  menargetkan 8 kursi DPR RI di Sulsel dan 13 kursi di DPRD Provinsi. \"Kita sudah berulang kali sampaikan kepada pengurus, kami target 8 kursi DPR RI di Sulsel dan provinsi 13 kursi,\" ujar Syamsari Kitta. Dalam Konsolidasi Pemenangan Partai Gelora ini,  sejumlah kader dan fungsionaris Partai Gelora Sulsel terlihat membawa poster yang bergambar wajah Anis Matta dan bertuliskan \'Anis Matta Presidenku\'. Terkait hal ini, Anis Matta belum ingin menanggapi terlalu jauh. \"Jalan saja dulu,\" ungkapnya. Agenda konsolidasi ini dihadiri oleh sekitar 500 kader dan fungsionaris Partai Gelora Sulsel. Konsolidasi Pemenangan di gelar di Claro Hotel and Convention Makassar pada Jumat (6/5/2022). Konsolidasi pemenangan ini, juga dihadiri Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, Ketua Bidang Teroriteri V Ahmad Faradis, Wakil Gubernur Kalimantan Timur Hadi Mulyadi dan lain-lain. (sws)

Waterloo Daendels di Mana Shalat Ied?

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan Melihat begitu banyaknya gedung-gedung yang dibangun Daendels di Jakarta dan Surabaya, juga pembangunan jalan Anyer-Panarukan maka menjadi mustahil klaim Belanda bahwa era Daendels 1808-1811, cuma tiga tahun. KA cepat saja sudah tiga tahun tak kunjung wujud. Merujuk pada uang logam yang dikeluarkan Nederlands Batav pemerintahan Daendels yang berlaku sampai 1826, maka menjadi sulit kita mempercayai sumber-sumber Belanda untuk sejarah. Sembayang Idul Fitri dan Adha di lapangan Banteng baru tahun 1952. Sebelumnya di lapangan Gambir. Menurut keterangan Prawoto Mangkusasmito, pernah Wakil Perdana Menteri, kepada saya shalat Ied di lapangan di Jakarta bermula 1929 di Gambir,. Karena baru, banyak yang menonton. Ketika sembayang hujan turun. Kok saya heran saudara, kata pak Prawoto, yang menonton pada tertawa. Daendels gunakan Waterloo untuk defile, lihat litho. Di zaman Nederlands Indie Belanda bermula 1826, mereka bikin monument singa di tengah lapangan. Penduduk sebut lapangan Singa. Jaman merdeka jadi lapangan Banteng. Lapangan ini menjadi ajang olah raga. Baru 1952 tempat sembayang Ied sampai tahun 1962. Pada tahun itu Bung Katno bikin patung pembebasan Irian Barat. Pada tahun 1971, 1977, 1982 lapangan Banteng untuk ajang kampanye pemilu. Pada 18 Maret 1982 giliran kampanye Golkar. Panggung kampanye mereka hangus dibakar pengunjung.  Errata: Photo dalam CABE 6/5/2022 Syekh Sulaiman Arrasuli. Terima kasih. (*)

Jokowi Piknik, Sinyal Rehat Mendekat

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan LEBARAN tahun ini piknik dan full rehat Presiden Jokowi kelihatannya. Tidak ada open house halal bi halal meski dengan Menteri sekalipun. Menteri yang menemuinya di Yogyakarta hanya satu yaitu Prabowo Subianto. Itupun sowan sebelum bersafari politik pencapresan. Pak Jokowi hilang dari kesibukan Istana Merdeka Jakarta.  Berita piknik lanjutan setelah Yogyakarta adalah Gianyar Bali bersama anak cucu. Ada kaesang, Gibran juga Bobby Nasution. Cucu-cucu Jan Ethes, Lembah Manah, Sedah Mirah dan Panembahan Al Nahyan. Dengan kawalan Paspampres keluarga ini ber-safary journey, melihat pertunjukan burung (bird show), dan harimau putih.  Adalah hak Presiden dan keluarga untuk jalan-jalan akan tetapi dengan mengabaikan open house \"ritual\" lebaran sebenarnya cukup mengganggu. Silaturahmi dengan pejabat dan rakyat yang semestinya didahulukan kini terabaikan. Jokowi yang biasa jago dalam pencitraan telah membuang momentum spiritual itu.  Adakah piknik dan rehat sekeluarga ini sebagai sinyal Jokowi sudah lelah, putus asa, dan bersiap untuk menikmati istirahat dari kesibukan Istana? Sangat mungkin. Ada tiga indikasi kuatnya, yaitu: Pertama, gagal mengupayakan perpanjangan jabatan 3 tahun dan miskin dukungan untuk amandemen UUD masa jabatan 3 periode. Partai pendukung Presiden yakni PDIP justru menjadi penentang kerasnya.  Kedua, masa depan proyek-proyek andalan suram. Bandara sepi, Kereta Api China mangkrak, OBOR redup, IKN masih mimpi, investor Jepang hengkang, Saudi tidak jelas,  Elon Musk pun berkaos hitam. Luhut makin cemberut.  Ketiga, perlawanan lapangan sulit diredam apakah mahasiswa, buruh, purnawirawan, umat Islam. Oposisi semakin menguat dan menggumpal keras. Upaya mematahkan dengan membungkam aktivis ke penjara tidak berefek jera. Justru membuat rezim lebih kental berpredikat zalim.  Jokowi bertahan sampai 2024 saja merupakan prestasi atau \"blessing in disguise\". Kendaraan sedang meluncur ke bawah bukan berjalan datar. Harapan berubah peran hingga berujung bagus atau husnul khotimah tidak terlihat bahkan semakin tertutup. Jokowi meredup.  Mentor strateginya AM Hendropriyono uzur karena sakit, Luhut Panjaitan sudah diposisikan musuh bersama, isu akan mundur pun merebak, sementara Kepala BIN Budi Gunawan tidak berada di kubunya. Jokowi kehilangan pegangan. Mungkinkah para taipan masih setia? Belum tentu. Mereka adalah bandar yang berkalkulasi  pragmatis, dapat memegang dan mudah pula melepas.  Rakyat sudah berat bertoleransi dan hilang kesabaran untuk tetap memberi mandat. Meski disebut intoleran atau radikal atas sikap kritis atau perlawanannya namun nampaknya sudah tidak peduli lagi. Rakyat ingin pengelola negara segera berganti atau berubah.  Ada tiga opsi yang mungkin terjadi.  Pertama, Presiden Jokowi ditinggalkan baik oleh partai koalisi maupun para Menteri. Koalisi sudah retak berjalan sendiri-sendiri. Akan ada Menteri yang mengundurkan diri dan reshuffle tidak menolong.  Kedua, Presiden dan Wapres mengundurkan diri hingga trium virat menggantikan untuk kemudian MPR memilih Presiden Wakil Presiden hingga 2024. Prabowo-Puan mungkin serius sedang mengincar.  Ketiga, Jokowi tidak mundur dan bertahan meski hancur-hancuran. 2022-2024 menjadi fase babak belur. Risiko siap ditanggung sebagai akhir yang buruk \'su\'ul khatimah\'. Untuk pilihan ini Jokowi dan anak-anak terancam penjara.  Nampaknya dalam keputusasaan, mungkin ditunjang nasehat paranormal, maka pilihan berhenti di perjalanan lebih rasional dan membuka peluang Jokowi dan keluarga untuk dapat selamat.  If he is lucky. Itu jika pak Jokowi masih beruntung. Jika beruntung.  Bandung, 7 Mei 2022

Hersubeno: Jokowi Tetap Ngotot Bangun IKN, Memangnya Punya Duit?

Jakarta, FNN - Walau banyak yang menyangsikan dan mempertanyakan, Presiden Jokowi tetap ngotot memaksakan Undang-Undang Ibu Kota Negara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Diam-diam ternyata rencana pembangunan Ibu Kota Negara Baru terus dikebut. Padahal, pemerintah saat ini sedang mengalami kesulitan yang sangat berat yakni krisis ekonomi dan politik. Partai pendukung pemerintah satu per satu mencabut dukungan, termasuk PDIP. Jika pemerintah ini menggunakan sistem parlementer, maka Jokowi sudah tamat sebelum waktunya.  Demikian analiisis wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Jumat, 06 Mei 2022. Hersu panggilan akrab Hersubeno Arief mencatat Presiden Jokowi telah menerbitkan lima regulasi baru turunan Undang-Undang Ibu Kota Negara Baru. Regulasi turunan itu antara lain Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2022 mengatur tentang pendanaan dan pengelolaan anggaran untuk persiapan pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan pemerintah daerah khusus ibu kota negara. Lalu ada Peraturan Presiden nomor 62 tahun 2022 tentang otoritas Ibu Kota Nusantara. Regulasi ini mengatur lebih detail soal kewenangan dan fungsi badan otorita Ibu Kota termasuk pembentukan dewan penasihat otorita Ibu Kota Negara Nusantara.  Berikutnya ada Perpres nomor 63 tahun 2022 tentang perincian rencana induk Ibu Kota Nusantara. Dilanjutkan dengan Perpes nomor 64 tahun 2022 tentang rencana ketakwaran uang kawasan strategis nasional Ibu Kota Nusantara tahun 2022 tahun 2024 dan Perpres nomor 65 tahun 2022 tentang perolehan tanah dan pengelolaan pertahanan Ibu Kota Nusantara. Ada pula Kepmenseknek nomor 105 tahun 2022, ini berupa tim transisi pendukung persiapan pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara. Ini sudah diteken oleh Menteri Sekreratiat Negara Pratikno pada tanggal 28 April 2022. Dalam Keputusan Menteri Seknes itu disebutkan bahwa sebagai ketua tim penasihat adalah Prof. Bambang Brodjonegoro Staf ahli Menteri Keuangan bidang Pengeluaran Negara Made Aryawijaya telah merinci anggaran yang akan digunakan untuk membangun kawasan inti pusat Pemerintahan di Ibu Kota Baru yakni di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Adapun  total anggaran Ibu Kota Nusantara ini direncakan sebesar Rp 466 trilliun, dimana 20% di antaranya berasal dari APBN. Mengapa Jokowi memaksanakan diri membangun IKN. Padahal kondisi obyektif yakni anggaran dan dukungan politik sangat minim.  Pembangunan IKN seharusnya tidak dipaksakan. Ada dua Medan tempur yang dihadapi oleh Presiden, yakni krisis ekonomi dan krisis politik. Dua-duanya secara kalkulasi, berat bagi Jokowi, apalagi kalau tetap ditambah dengan memaksakan pemindahan ibukota baru. Seharusnya Jokowi fokus menghadapi 2 krisis tersebut. Krisis ekonomi jelas, pasca musim mudik dan balik Lebaran rakyat kembali menghadapi realita kehidupan bahwa mereka akan mengalami kesulitan hidup. Survei yang dilakukan Litbang Kompas bahwa 7 dari 10 orang responden kesulitan untuk membeli kebutuhan hidup. Apakah Jokowi mampu mengatasi krisis minyak goreng? Medan pertempuran harus dimenangkan Jokowi, bahwa minyak goreng harus murah dan melimpah sesuai janji Jokowi. Kita jadi bertanya-tanya apakah instruksi Jokowi dipatuhi? Tidakkah terjadi penyelundupan minyak goreng dan CPO secara besar-besaran, karena harga di tingkat internasional sedang sangat tinggi. Belum lagi kenaikan harga Pertalite dan gas 3 kg yang sudah diwacanakan Menko Marives Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Ini jelas akan memberangkatkan beban hidup masyarakat. Kita tidak bisa membayangkan kemarahan masyarakat bawah, atas kenaikan semua barang kebutuhan pokok ini. Belum lagi bicara bunga utang terus membengkak. Tahun ini saja harus membayar bunga utang sebesar Rp 405 triliun.  Ini menjadi tanda tanya besar mengapa Jokowi ngotot meneruskan pembangunan IKN? \"Saya pikir setelah Jokowi merenung di Gedung Agung Jogjakarta, dia berubah pikiran, ternyata tidak. Padahal  masyarakat tahu satu per satu calon investor IKN mundur. Calon calon investor baru yang dilobi oleh Luhut Binsar Pandjaitan belum ada kejelasannya,\" tegasnya. Dari sisi politik, Jokowi sudah tidak disupport oleh partai pendukungnya. \"Saya berkali-kali menyebut, kalau pemerintah ini menganut sistem parlementer, Jokowi sudah jatuh karena partai-partai pengusungnya sudah menarik diri. Ini terjadi gegara penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan,\" paparnya. Satu persatu kata Hersu, partai pendukungnya meninggalkan Jokowi termasuk PDIP. Hanya tinggal Golkar dan PKB, tapi ini soal waktu dan dinamika di internal partai. \"Jokowi juga harus waspada, gegara krisis minyak goreng PDIP makin gerah dengan Luhut Binsar Pandjaitan. Di luar itu krisis minyak goreng ini menyeret Kaesang, putra Jokowi,\" tegasnya. Jadi secara ekonomi dan politik, Jokowi sangat lemah dan dia mendapat tekanan yang sangat berat. Makanya, sikap dia ngotot melanjutkan pembangunan IKN sangat mengherankan. Jika melihat kondisi saat ini, Jokowi untuk bisa bertahan sampai 2024 sangat berat. Hersu mengingatkan, seandainya Jokowi berani mengumumkan penundaan pembangunan IKN, dan biaya dialihkan untuk memulihkan ekonomi, maka tekanan dari partai politik akan mengendor. Apalagi kalau Jokowi bersedia menghapus persyaratan Presidential Threshold, saya kira peta politik akan berubah drastis. Jika ini yang terjadi maka fokus masyarakat langsung mengarah kepada PDIP dan Gerindra. Jokowi akan dikenang sebagai presiden yang punya andil memperbaiki proses demokrasi dengan menghapus persyaratan 20 persen calon presiden. Kesalahan-kesalahan Jokowi akan dilupakan orang, apalagi presiden berikutnya adalah sosok yang dikehendaki rakyat yang tidak dikendalikan oligarki. (*)

LBP, Menyerahlah!

Oligarki saat ini jelas adalah musuh bersama bagi kita. Dengan eksistensinya yang kerap tersamar, mereka sejatinya adalah imagined enemy. Untuk itu diperlukan penguatan kesadaran bagi siapa saja akan bahaya oligarki ini. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih ISU info yang konon didapat dari putrinya Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) langsung, bahwa ayahnya akan segera memilih pensiun dan meletakan seluruh jabatannya lalu tinggal di luar negeri (namun tidak diberitahu di negara mana?), beredar masif di media sosial (dunia maya). Info tersebut tentu tidak bisa serta merta untuk dipercaya, karena watak sikap politik selalu diselimuti wajah abu-abu dan bisa saja bentuk lain, hanya Test the Water. Posisi LBP yang telah menjadi common enemy rakyat dan khususnya umat Islam tidak bisa dinafikan dari stigma pejabat negara yang kekuasaannya melebihi peran Presiden. Bahkan, telah menempel status sebagai Riil Presiden dan Komandan Oligarki di Indonesia. Kebencian pada umat Islam ditandai dengan rekayasa pengendalian Covid-19 sebagai instrumen mengatur ibadah umat Islam, sementara LBP beragama Kristen, kecurigaan umat Islam bisa mengarah SARA yang berbahaya. Bahwa LBP membawa misi Yahudi untuk menyerang, melemahkan dan ingin menghancurkan umat Islam. Di samping stigma yang melekat perannya sebagai leader Oligarki. Watak LBP adalah watak Oligarki yang menempatkan kepentingan diri dan kroninya di atas segalanya, sehingga manakala ada kebaikan yang mungkin ditimbulkan untuk khalayak, itu lebih sekadar efek (yang kebetulan saja). Atau memang sengaja dirancang, namun tetap dalam rangka mengamankan kepentingan mereka saat ini atau jangka panjang. Mereka tidak segan-segan lagi memainkan banyak peran. Dalam situasi yang mengharuskan mereka terlihat membela demokrasi dan orang banyak, para oligarki tidak segan melakukan itu.  Watak oligarki yang agile, adaptif, oportunis dan pastinya memiliki kesadaran politik tinggi. Hal yang menyebabkan mereka terus bisa eksis dan tidak mudah ditaklukan, sekelompok kecil pemilik kapital yang sangat besar, yang telah kehilangan sentuhan spirit equality (persamaan), karena terbenam dalam jerat kekuasan segelintir orang. Di atas kendalinya praktik oligarki bukannya semakin melemah melainkan saat ini semakin kuat dan arogan menindas rakyat dan merusak tatanan negara sekaligus dengan rakusnya menguasai, mengendalikan dan menguras sumber daya alam negara. Keberadan oligarki adalah salah satu benalu yang mewarnai kehidupan politik bangsa ini. Bahkan, berpotensi akan merusak negara karena semua aturan negara harus sesuai kehendaknya. Manakala pemerintahan atau penguasa mulai menggantungkan diri dan memberikan fasilitas kepada mereka, maka segera negara akan bergantung pada mereka. Akibatnya virus itu menjadi aktif dan menjalar kemana-mana. Situasi ini diperburuk dengan meredupnya kemandirian partai-partai. Sejak tahun 1970-an akhir, lambat tapi pasti partai-partai makin mengandalkan campur tangan “orang kuat” atau pihak eksternal. Akibatnya menjadi eksklusif, berorientasi top-down, dan akhirnya bergantung juga pada pemerintah dan kroni-kroninya. Dengan kata lain partai-partai itu makin tidak berdaya dalam genggaman Oligarki. Partai menjadi sekadar aksesoris demokrasi yang tidak lagi berpijak kuat di akar rumput. Di sisi lain, masa awal hingga pertengahan 1990-an, negara pun telah semakin bergantung pada oligarki, yang diantaranya telah menjadi pemain aktif di parlemen dan pada partai penguasa. Dalam rangka mempertahankan kekuasaan yang dibungkus dengan semangat pembangunan, rezim menyolidkan kelompok-kelompok pengusaha besar dalam barisan pendukungnya. Indonesia pun lengkap terjajah. Daya rusak yang ditimbulkan oligarki meliputi banyak dimensi. Tidak saja dalam moral politik yang saat ini makin terabaikan dan melahirkan petualang-petualang politik tanpa etika, namun pula terkait dengan tercerabutnya hak-hak masyarakat adat. Bukan saja terkait dalam soal meranggasnya pelaksanaan rule of law, namun juga kerusakan lingkungan fatal dengan kerugian material dan immaterial yang fantastis. Tidak saja merenggut hakekat demokrasi substansial, namun pula menggerus rasa keadilan sosial. Oligarki saat ini jelas adalah musuh bersama bagi kita. Dengan eksistensinya yang kerap tersamar, mereka sejatinya adalah imagined enemy. Untuk itu diperlukan penguatan kesadaran bagi siapa saja akan bahaya oligarki ini. Manakala ide besar oligarki sebagai musuh bersama bisa bergulir dan mudah-mudahan pada akhirnya bisa menguasai benak kebanyakan masyarakat kita, terutama generasi muda. Kita tidak perlu ragu, sebab perubahan besar kerap berawal dari soal yang sederhana, kadang hanya dari sekadar wacana. “Seorang pemain catur pemula segera belajar bahwa mengendalikan pusat papan caturnya adalah ide yang baik. Kesadaran ini akan muncul kembali secara tersamar dalam situasi yang jauh dari papan catur. Mungkin ada baiknya kita mencari hal yang setara degan pusat papan caturnya dalam situasi apapun, atau melihat bahwa peran pusatnya telah bergeser ke pinggir, atau menyadari bahwa tidak ada papan caturnya dan tidak ada tipologi tunggal ...” (Claude On Strategy, Tiga Von Ghyzy, Bolko Von Oetinger, ChristopherBassford, Eds., 2001). Sama dan sebangun dengan kuasa Oligarki dan China di Indonesia yang sulit untuk diajak kompromi karena memang ada pusat papan catur yang tidak bisa diajak kompromi. Justru yang terlahir para jongos yang sudah membabi buta – situasi tidak akan bisa dilawan dengan petisi dll. Jalan keluarnya rebut kembali tanpa kompromi. Pilihan bagi LBP dan geng Oligarki – terus bertahan dan akan dihancurkan rakyat atau meninggalkan Negara ini sebelum situasi terburuk terjadi dan menimpa dirinya. (*)

Lebih Jauh Tentang Rektor ITK Prof Budi Purwokartiko

Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN, Pemerhati Sosial-Politik DUA hari yang lalu, salah seorang interviewer (pewawancara) calon penerima beasiswa LPDP bercerita panjang lebar kepada saya tentang proses penyaringan itu. Intinya, dia menertawakan postingan Prof Budi Santosa Purwokartiko tentang kehebatan 12 mahasiswi tak berjilbab yang diwawancarainya itu. Prof Budi membanggakan ke-12 perempuan tersebut. Kepintaran mereka sangat mencengangkan bagi rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) yang berkedudukan di Balikpapan tersebut. Mereka cerdas-cerdas dengan penguasaan bahasa Inggris level cas-cis-cus. Pewawancara LPDP teman saya itu mengatakan, ke-12 mahasiswi yang diwawancara oleh Prof Budi itu pastilah anak-anak pintar. Sebab, mereka adalah mahasiswa terbaik yang mewakili perguruan tinggi masing-masing. Tak heran IP mereka di atas 3.5, bahkan hampir 4. Seleksi wawancara barusan diikuti oleh 2,200 mahasiswa terbaik, tercerdas, tertinggi IP-nya. Dari jumlah ini, yang diterima untuk LPDP sebanyak 50 persen atau 1,100. Nah, mengapa rektor ITK itu jumpa dengan 12 mahasiswi yang tidak berjilbab ala manusia gurun? Teman tersebut menjelaskan logikanya. Dalam arti, Prof Budi bertemu dengan 12 orang yang tak barhojab itu bukan secara kebetulan. Begini jalan ceritanya. Kata teman saya itu, biasanya mahasiswi berjilbab lebih suka memilih Eropa (khususnya UK) untuk kuliah S2 atau S3. Karena mereka tahu bahwa islamofobia tidak begitu kental dan masif di UK (Inggris). Sebaliknya, yang tidak pakai jilbab rata-rata memilih Amerika Serikat (AS). Islamofobia di sana sangat intens namun tanpa jilbab mereka merasa aman. Untuk tahun 2022 ini, teman saya itu bertugas mewawancarai calon penerima LPDP tujuan Eropa. Sehingga, dia lebih banyak jumpa yang berjilbab. “Pintar-pintar semua kok mereka, Bang,” ujar teman interviewer tujuan Eropa itu. Cas-cis-cus juga bahasa Inggris mereka. Jadi, yang dikirim ke Eropa dan AS memang harus pintar-pintar. Baik mereka berjilbab atau tidak. Teman itu mengatakan, Prof Budi SP bertugas memawancari mahasiswi LPDP tujuan AS. Rata-rata mereka tidak memakai jilbab.  Di sinilah awal “penyimpangan” akal sehat Prof Budi. Disimpulkannya bahwa mahasiswi tanpa jilbab hebat-hebat semua. Tidak ada ucapan langit ketika wawancara. Tidak ada “insyaAllah”, tidak ada “qadarullah”, tidak ada “syiar”, dlsb. Tentang ini, teman saya pewawancara LPDP itu mengatakan bahwa ada panduan untuk interviewer. Misalnya, wawancara wajib dilakukan dalam bahasa Inggris dari awal sampai akhir. Dia menduga, inilah yang menyebabkan ucapan-ucapan religius itu tidak muncul. Singkat cerita, Prof Budi hanya mencari-cari justifikasi untuk sikap asli dia yang membenci Islam. Yang anti-Islam. Dia tidak suka perempuan muslimah menutup aurat. Meskipun mereka pintar, cerdas, smart. Dia tak suka kata-kata religius. Itu saja sebenarnya. Di balik sikap anti-Islam itu, ada satu hal fundamental yang belum terjawab. Yaitu, apa agama Prof Budi? Ini penting dan relavan untuk diketahui agar persepsi dan penyikapan terhadap rektor ITK ini lebih akurat. Supaya publik tidak keliru membuat kesimpulan tentang ujaran kebencian Prof Budi SP. Sebagai contoh, orang Islam yang melontarkan ujaran kebencian atau pelecehan Islam akan dirasakan berbeda kalau pelakunya non-muslim.  Memang ujaran kebencian atau pelecehan tetaplah ujaran kebencian dan pelecehan, baik itu dilakukan oleh orang Islam atau bukan Islam.  Namun, selama ini kalau pelakunya orang Islam biasanya dilabeli sesat, liberal, munafik, murtad, dsb. Sedangkan kalau pelakunya non-Islam akan disebut sektarianisme yang berpotensi menyulut konflik horizontal. Ini sangat berbahaya. Prof Budi SP belum diketahui identitasnya. Tidak ada satu pun hasil pencarian Google yang menyertakan keyakinan spiritual Pak Rektor.  Di percakapan umum, ada yang mengatakan dia penganut kejawen. Ada yang menyebut dia Islam. Sementara teman saya pewawancara LPDP menduga Prof Budi bukan Islam. Tapi, tesis doktoral (S3) Prof Budi di Oklahoma University tahun 2005 menyajikan pembukaan dengan QS Surah al-Iqra. Saya yakin dia seorang muslim. Wallahu a’lam!  Terlepas dari semua ini, Prof Budi Purwokartiko wajar dikenai pasal pidana ujaran kebencian. Tak diragukan lagi, “jilbab manusia gurun” itu tidak dapat diterima oleh umat Islam. Konon pula diucapkan oleh seseorang yang seharusnya memberikan keteladanan intelektualitas.[]

Kisah Kecebong, Kampret dan Kadal Gurun

Di negeri ini cerita yang  menggambarkan  hewan berperan seperti  manusia, perlahan telah menjadi faktual. Dari kisah fiksi mewujud kisah nyata, dari dongeng fabel berubah  menjadi layaknya naskah akademis dan historis. Bedanya hanya  berganti peran dan posisi, kini  perilaku manusia yang seperti hewan. Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Sebagai generasi yang lahir di tahun 70-an, sejak anak-anak sudah akrab dengan buku bacaan maupun dongeng tentang fabel. Cerita yang mengisahkan aneka perilaku dalam kehidupan dunia binatang. Masa kecil penuh keceriaan dalam bermain dan sekolah kala itu,  menyimpan  keasyikan tersendiri ketika cerita dan dongeng memberi pelajaran dan nilai tersendiri. Suguhan cerita baik tentang kumpulan binatang maupun kisah-kisah petualangan manusia atau legenda tertentu begitu kuat membekas hingga dewasa dan memasuki usia lanjut. Begitu menarik dan berkesan karena bacaan cerita atau dongeng itu selalu menampilkan keragaman sifat dan karakter terutama yang ada pada dunia binatang. Meskipun peran binatang itu menampikan keseharian perilaku manusia,  ada yang dzolim dan tertindas, ada pahlawan dan penghianat serta kebenaran melawan kejahatan. Seiring jaman dan perkembangan teknologi, dimana dunia digital lebih mudah dan cepat mengakses pelbagai informasi apapun. Tradisi membaca ataupun mendengarkan dongeng, semakin sulit dijumpai. Mungkin soal kepraktisan  membuat budaya  mendengar cerita dan dongeng dianggap tidak lagi efektif karena menyita waktu dan kalah oleh kesibukan yang lain.  Padahal perangkat audio visual begitu mudah dijangkau, bisa dari  gadget yang berlimpah fitur media sosial atau dunia sinema yang kini semakin canggih dan akseptabel serta mudah  dijangkau semua lapisan masyarakat. Tapi sayangnya, semua kemudahan dan fasilitas itu semakin meninggalkan gaya bertutur maupun tutorial dari cerita dan dongeng anak-anak yang sejatinya mengandung hikmah berisi tentang makna hubungan dan interaksi sosial,  penghayatan terhadap alam sekitar dan sesama mahkluk bernyawa serta banyak lagi  pelajaran hidup lainnya. Boleh jadi generasi sekarang memang tak bisa terhindarkan  dari semacam adagium, bahwasanya tiap anak ada jamannya dan tiap jaman ada anaknya. Atau mungkin saja  telah terjadi pergeseran orientasi terhadap proses pendidikan anak. Terutama dari keluarga, lingkungan rumah dan  sekolah, yang menempatkan kemampuan literasi dan belajar mengembangkan imajinasi  sejak dini. Melalui dunia  penalaran dan eksplorasi  fiksi, sudah tak relevan, tak penting dan tak dibutuhkan lagi. Malah telah dianggap usang  dan kuno. Sepertinya,  situasi dan kondisi demikian itu melahirkan generasi sekarang menjadi  terbiasa dengan yang praktis dan instan. Logika yang terbentuk banyak mengadosi kecenderungan serba kalkulasi dan hitung-hitungan.  Menjadi sangat pragmatis dan transaksional. Semua diukur dengan seberapa besar harga dan keuntungannya, bukan seberapa penting nilai atau valuenya.  Pada akhirnya  cenderung menjadi generasi yang \"profit oriented\" semata dan anti sosial. Fenomena itu menyeruak ketika menjamurnya youtubers, tiktokers, gamers dll. di dunia internet. Anak muda terus larut mengejar pundi-pundi ekonomi melalui tayangan mengejar viewer dan subscriber. Pergaulan sosial telah dibatasi dengan off line dan on line, demi efisiensi dan efektifitas waktu, jarak, tenaga dan tentu saja secara finansial. Dualisme dan Fragmentasi Tak terbantahkan, era berlimpahnya informasi juga menimbulkan banyak masalah disamping kebermanfaatannya. Seperti keberadaan manusia dan benda-benda atau seuatu lainnya yang memiliki dualisme. Akselerasi teknologi  informartika dan digitalisasi sangat dominan memengaruhi pola hidup masyarakat. Bahkan tidak kurang menjadi pola sekaligus instrumen  strategis pada  kehidupan rakyat, negara dan bangsa. Apa yang kemudian disebut sebagai perangkat cyber,  juga ikut menjadi dasar dan relevan menentukan pengambilan kebijakan pemerintahan baik secara sosial politik, sosial budaya, sosial ekonomi maupun sosial hukum dan keamanan. Penggunaan internet dan teknologi yang melekat di media sosial, sering menjadi bagian dari komunikasi massa,  propaganda, tolok ukur dan sekaligus menjadi dasar menentukan keputusan-keputusan kekuasaan. Hampir satu dekade, terutama di lima tahun terakhir ini.    Wadah media sosial bukan hanya sekedar mengalami senyata-nyatanya  dualisme. Secara empiris dan terus meningkat  grafiknya, penggunaan  internet  khususnya media sosial terus mengalami distorsi. Selain menyebarnya konten pornografi, peredaran narkoba,  transaksi seks bebas dan kriminalitas secara on line. Media  sosial juga ikut terpapar virus degradasi sosial dan disintegrasi bangsa. Selain menyalurkan hasrat permusuhan dan kebencian,  agitasi hoax dan fitnah juga ikut bertumbuh-kembang semakin  subur. Media sosial khususnya dan pemberdayaan internet secara masif juga mengalami fragmentasi sosial. Dunia keberadaban dan kebiadaban bercampur  dan sulit dipisahkan. Etika dan norma berjibaku dengan  bermacam penghinaan,  pelecehan dan penistaan. Para buzzer, influencer dan haters tumpah-ruah menjadi pesakitan. Dunia binatang dalam cerita atau  dongeng fabel dan dengan  dinamika kemanusian berkumpul menjadi satu dalam ruang sosial publik. Tak bisa dibedakan mana yang binatang dan mana  yang manusia.  Semua itu terlihat dari identifikasi dan penyebutannya. Ada Kodok atau Katak  atau Kecebong, ada juga Kalelawar atau Kampret dan Kadal Gurun, serta semua istilah-istilah binatang yang tidak lagi tabu dan serba permisif dilekatkan pada manusia. Kini, suasana kebangsaan Indonesia mengalami polarisasi yang cukup beresiko, berbahaya dan begitu memprihatinkan. Hanya lewat satu cuplikan tertentu di media sosial, realitas sosial terancam konflik horizontal dan konflik vertikal. Budaya kesantunan dan budi pekerti di adab ketimuran seketika berangsur-ansur menghilang.  Ruang sosial publik terisi sesak dengan caci-maki dan hujatan. Mirisnya, istilah-istilah binatang diarahkan untuk menghakimi sesama anak bangsa. Rasanya luka itu begitu dalam dan membekas tak mudah kembali pulih. Persada Indonesia yang mulia dan luas ini hanya menjadi negara yang dipenuhi kebinatangan. Sementara kemanusiaan semakin sulit ditemukan dan begitu mahal untuk dimiliki.  Begitulah ketika cerita dan dongeng fabel dilakonkan manusia. Sulit mewujudkan kehidupan rakyat yang menginsyafi Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Jangankan untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan. Menghadirkan semangat kebangsaan dalam framing kebhinnekaan dan kemajemukan, sudah terseok-seok dan sering mengalami kebuntuan. Kisah Kecebong, Kampret dan Kadal Gurun menjadi episode panjang dan tak berkesudahan. Republik kini kering spiritualitas, gersang moralnya dan mengalami kemarau  kemanusiaan. Bersamaan dengan itu kebinatangan rutin tampil dalam panggung-panggung sosial politik para pucuk dan alas grassroots. (*)

Ayo Buat Undang-undang Anti Islamophobia

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan ISLAMOPHOBIA sebagai sikap takut berlebihan kepada Islam ternyata masih, bahkan, semakin merajalela. Ironinya hal ini terjadi di negara Republik Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tokoh dan kelompok Islamophobis menggonggong terus dengan indikasi mereka adalah peliharaan atau di bawah kendali orang kuat rezim berkuasa. Islamophobia di Indonesia adalah buntut dari \'clash of civilization\' dalam skala dunia dimana Barat berupaya untuk menggempur dan  melumpuhkan kekuatan Islam di berbagai belahan dunia. Afghanistan  Irak, Suriah, Bahrain, Yaman diporakporandakan. Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab dipegang dan dikendalikan. Terorisme menjadi isu  strategis untuk menakut-nakuti.  Negara Asia Tenggara tidak terkecuali. Aksi teror seakan marak yang sebenarnya diragukan keasliannya. Selalu ada pemain peran disana karena aksinya tidak rasional, tak jelas target, serta jaringan yang abu-abu. Framing Al Qaida, ISIS, JI, JAD, dan sejenisnya dibutuhkan untuk membangun keterkaitan. Setelah pembiayaan meredup, Islamophobia muncul dalam bentuk isu radikalisme, intoleransi, atau moderasi. Islam dan umat Islam yang dirusak pencitraannya.  Buzzer dan penista agama berada di front depan Islamophobia. Dibanding terorisme maka isu radikalisme dan intoleransi itu lebih murah dan mudah koordinasinya. Soal daya rusak mungkin masih sama dan sebanding. Bahkan lebih. Intinya pelumpuhan dan memecah belah umat Islam. Sekularisasi dan liberalisasi sebagai penunggang program moderasi dan anti intoleransi. UU Anti Islamophobia harus segera dibuat dengan  seperangkat sanksi atas pelanggarannya. Alasan  stategisnya adalah : Pertama, dunia mulai mengubah framing Islamophobia. Amerika memproduk UU penghapussn Islamophobia. PBB mengeluarkan Resolusi dan menetapkan 15 Maret sebagai hari perlawanan Islamophobia.   Kedua, di Indonesia kebijakan Islamphobia sangat kontra-produktif tetutama dalam membangun integrasi bangsa. Memusuhi umat Islam adalah kebijakan bodoh dan zalim. Diskriminatif dan sangat melanggar HAM.  Ketiga, jangan biarkan penghina agama dan buzzer bayaran bergerak bebas menciptakan kegaduhan dan keonaran baik di media maupun di masyarakat nyata. Penghina dan buzzer adalah makhluk jahat yang harus dibasmi.  Keempat, watak neo PKI dan pendukung Komunis selalu memojokkan agama dan menjadi pemanfaat Islamophobia. Musuh abadi PKI dan Komunis adalah umat beragama khususnya umat Islam. Kelima, UU yang ada termasuk pasal penodaan agama KUHP tidak cukup kuat untuk menghapuskan Islamophobia. Semakin banyak dan beraninya kaum Islamophobis kini menjadi bukti bahwa ancaman pasal-pasal yang ada kurang bermakna dan tidak berefek jera.  Undang-Undang Anti Islamophobia dibuat untuk menciptakan kerukunan dan mengokohkan integrasi bangsa. Mendorong umat Islam untuk memaksimalkan peran konstruktif dalam membangun negeri. Kenyamanan dan perlindungan menjadi prasyarat agar umat lebih banyak berbuat.  Aspek filosofis dan sosiologis sudah cukup mendasari keberadaan UU Anti Islamophobia. Tinggal yuridisnya yakni prosedur pembentukan  UU tersebut. Hebat jika RUU diajukan oleh Pemerintah akan tetapi baik pula jika RUU ini adalah inisiatif DPR. Persoalan Islamophobia menjadi momen Pemerintah dan DPR untuk memperbaiki citra dan meningkatkan kinerja.  UU Anti Islamophobia adalah tuntutan agama, bangsa dan negara.  Demi kebaikan bersama. Untuk Indonesia.  Bandung, 6 Mei 2022   .