ALL CATEGORY

DJP Selenggarakan IT Summit 2021

Jakarta, FNN - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyelenggarakan DJP IT Summit 2021 sebagai bentuk respons DJP sebagai organisasi yang adaptif terhadap perubahan. Kegiatan tersebut mengambil tema artificial intelligent and data analytics atau kecerdasan sistem dan analitik data yang bertujuan untuk menyemarakkan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-76 dan merupakan salah satu rangkaian Hari Pajak 2021. "Kegiatan ini diharapkan memberikan sumbangsih yang besar bagi perkembangan teknologi dan informasi, khususnya dalam usaha pengumpulan pajak demi kemajuan Indonesia," kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam acara DJP IT Summit 2021 secara daring di Jakarta, Rabu. Menurut dia, acara IT Summit merupakan yang pertama kali diselenggarakan DJP, sehingga kegiatan positif tersebut diharapkan bisa terus digelar pada masa-masa yang akan datang. DJP IT Summit 2021 memiliki tiga agenda, yaitu lomba IT dengan nama Hackathon, pameran teknologi virtual, dan simposium virtual. Suryo menjelaskan Hackathon bertujuan untuk meningkatkan kreativitas, sekaligus sarana aktualisasi bagi pengembang artificial intelligent dan data analitics dalam membantu optimalisasi administrasi perpajakan. Acara tersebut telah diselenggarakan pada 5 Juli 2021 sampai dengan 17 Agustus 2021, yang diikuti oleh 214 pendaftar dengan 26 peserta yang lolos tahap final dan pemenangnya sudah diumumkan pada 17 Agustus 2021. Kemudian, pameran teknologi virtual akan diselenggarakan mulai 18-31 Agustus 2021 dan akan diikuti 25 peserta mulai dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BUMN, akademik, dan swasta termasuk mitra pajak. Sementara, ia melanjutkan, simposium secara daring akan dilakukan pada 18-20 Agustus 2021, yang diikuti 16 peserta, antara lain online pajak, PT Telekomunikasi Seluler, PT Bukalapak.com, dan Universitas Gunadarma. (mth)

Wapres Afghaninstan Tunjuk Dirinya Jadi Presiden Sementara

Kabul, FNN - Wakil Presiden Afghanistan Amrullah Saleh pada mengatakan, dirinya masih berada di Afghanistan. Ia menyebutkan dirinya menjadi "presiden sementara yang sah" setelah Presiden Ashraf Ghani meninggalkan negara itu saat kelompok Taliban merebut ibu kota Kabul. Saleh mengatakan dalam pertemuan keamanan yang dipimpin Ghani pekan lalu, ia bangga pada pasukan bersenjata dan pemerintah akan melakukan segala upaya untuk memperkuat perlawanan terhadap Taliban. Akan tetapi, Afghanistan jatuh ke tangan Taliban dalam hitungan hari, bukan hitungan bulan yang diprediksikan oleh intelijen AS. Dalam sederet cuitan pada Selasa, Saleh (17/8) mengatakan, "sia-sia" berdebat dengan Presiden AS Joe Biden yang telah memutuskan menarik pasukan AS. Ia meminta rakyat negeri itu membuktikan, Afghanistan "bukan Vietnam dan Taliban bahkan tidak seperti Vietcong." Sebuah video warga Afghanistan yang putus asa dan berupaya naik ke pesawat militer AS saat hendak lepas landas mengingatkan kembali pada sebuah foto di tahun 1975. Pada masa itu sejumlah orang berusaha naik ke helikopter di Saigon ketika AS menarik pasukannya dari Vietnam. Saleh menuturkan, tidak seperti AS dan NATO "kami tidak kehilangan semangat dan melihat peluang besar di depan. Peringatan omong kosong sudah tamat, BERGABUNGLAH DALAM PERLAWANAN." Sebagaimana dikutip dari Antara, Saleh, yang keberadaannya tidak diketahui menegaskan, ia tidak akan "tunduk dalam keadaan apa pun" kepada "teroris Taliban". Menurutnya, ia "tidak akan pernah berkhianat" pada Ahmad Shah Massoud, pemimpin Aliansi Utara yang dibunuh oleh dua anggota al Qaida sebelum serangan 11 September 2001 di AS. (MD).

PIK, Perumahan Inti Komunis

Oleh Sugengwaras MEMANG sederet perumahan di Pantai Indah Kapuk (PIK) telah dihuni oleh keturunan asing, aseng, Cina, karena sengaja dibuat harga yang tidak akan terjangkau untuk dibeli orang pribumi kebanyakan. Untuk ini kita boleh menduga, perumahan itu dijadikan basis pergerakan komunis Cina, karena memang tempat dan sistem keamanannya sangat strategis yang bisa menghubungkan dengan pusat pemerintahan, pelabuhan laut, bandara dan jalur-jalur tranportasi darat, laut dan udara, yang sangat fleksibel dan aman. Sesungguhnya kita tidak bisa menggeneralisir bahwa orang orang Cina yang berada dan tinggal di Indonesia menjadi biangkerok dan penghambat kemajuan bangsa Indonesia. Bahkan bisa terbalik, bahwa kita boleh meniru keuletan, ketangguhan, dan kecerdasan dalam memperjuangkan kelangsungan hidup. Sementara ditinjau dari proses kelahiran, keberadaan dan niatnya, bangsa dan keturunan Cina di Indonesia bisa digolongkan, lama, sedang dan baru. Adapun profesinya, murni menjalankan kelangsungan hidup terutama dengan cara berdagang, menempuh keahlian / profesi bebagai bidang, namun ada memang yang menjalankan tugas negaranya. Yang ketiga inilah yang patut kita waspadai, karena mereka bisa berbuat meluluhlantakkan NKRI ini. Dari pengalaman era Pak Harto, yang pernah membesarkan dan memanjakan pengusaha Cina, di luar dugaan mereka dengan terang-terangan membalas air susu dibalas dengan air toba. Artinya Pak Harto yang berharap mereka bisa menjalin kerja sama dengan pengusaha pengusaha hitam Indonesia, ternyata berbalik 180 °, yang menolak mentah mentah permintaan Pak Harto agar mereka menyisihkan 1 - 2,5 % dari keuntungan bersihnya untuk mensubsidi pengusaha pribumi. Bangsaku adalah bangsaku, bangsamu adalah bangsamu. inilah tepatnya adagium dibenak mereka. Nasi sudah menjadi bubur Dengan kelihaian mereka, sampai sampai tidak sadar bahwa para pejabat kita sejak pangkat/jabatan terendah sampai tertinggi telah dibina dan ditemani dengan sebaik baiknya dan serapi rapinya. Dan inilah kelemahan mendasar bangsa kita, yang selanjutnya para pejabat itu berpotensi menjadii pelopor pengkianat bangsa. Jadi tidak usah heran, jika seorang pejabat akan pindah mutasi atau promosi jabatan, para Cina ini lebih dahulu tahu dibanding anak buah sang pejabat itu sendiri. Jadi juga tidak usah gumun, dan tak perlu kaget, kenapa para kerucuk TNI POLRI yang didepan / lapangan lebih ganas dan sangar menghadapi lawannya di lapangan, karena mereka melaksanakan perintah tuan pejabat yang beresiko tinggi. Oleh karenanya, kejadian penghalauan atau larangan terhadap rencana pembentangan bendera Merah Putih di Jembatan PIK sepanjang 21 meter dengan alasan pembenaran / PPKM, adalah peristiwa yang bisa terjadi, yang menaikkan citra pejabat di mata sipit, sekaligus menambah keakraban dan kesejahteraanya. Sebagai mantan Prajurit, dada saya terasa mendidih melihat kejadian ini, begitu mudahnya, begitu hinanya bangsa dan simbol negara ini dipermainkan oleh konspirasi (kerjasama kejahatan negara) Saya boleh menuduh, inilah hasil konyol era rezim Jokowi, yang telah mendidik dan membawa bangsanya bak "Ayam Sayur." Bangsaku menjadi apatis, parno, acuh, masa bodoh melihat penyimpangan dan perselingkuhan negara yang terjadi. Nyali jadi kecut ketika melihat para tokohnya terus terus dibuly, ditangkap, ditahan, dianiaya dan dipenjara Padahal ini semua strategi untuk mencapai tujuan, melemahkan, memporak porandakan dan menghancurkan segala aspek kehidupan bangsa Indonesia. Saya berharap....bangsaku bangun, bangkit dan bangkit kembali, dengan cara cara yang elegan, yang berani dan bertanggung jawab, untuk menyelamatkan NKRI. Yakinlah, TNI POLRI tahu mana yang salah dan benar, mana yang tepat dan tidak tepat untuk kepentingan negara Kalau toh melihat sementara ini para pimpinan mereka bertindak lain, pahamilah seorang prajurit/ bhayangkara harus tunduk dan patuh pada perintah atasan/pimpinan, namun mereka bisa melawan atau tidak patuh dan tidak tunduk, manakala perintah itu merugikan dan membahayakan terhadap agama, bangsa dan negara. Dengan kata lain, para pimpinan stake holder janganlah bermimpi, bahwa perintah anda akan selamanya dikuti dan dilaksanakan oleh anak buah anda Wait and see....! Penulis Purnawirawan TNI AD.

Insiden Tali Bendera Putus Terjadi di Babel

Pangkalpinang, FNN - Insiden tali pengikat Bendera Merah Putih putus mewarnai upacara Hari Ulang Tahun Ke-76 Republik Indonesia di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), namun Bendera Merah Putih tetap dapat berkibar hingga upacara berlangsung. Berdasarkan pantauan di lapangan upacara Pemprov Kepulauan Babel, di Pangkalpinang, Selasa pagi, saat memasuki prosesi pengibaran bendera oleh pasukan pengibar bendera (paskibra) dan akan memulai membentangkan bendera, dengan tiba-tiba salah satu tali putus, sehingga prosesi pengibaran bendera tersebut terhenti sejenak. Insiden tali salah satu bendera terputus tersebut tidak berlangsung lama, karena petugas dengan cepat langsung memanjat tiang bendera untuk mengikatkan kembali tali bendera tersebut. Meski terjadi insiden tali pengikat bendera terputus tersebut, namun tidak mempengaruhi upacara bendera HUT Ke-76 RI yang diikuti seluruh Forkopimda Provinsi Kepulauan Babel itu yang berlangsung aman, lancar, dan khidmat. Gubernur Kepulauan Babel Erzaldi Rosman Djohan usai upacara HUT Ke-76 RI mengatakan pelaksanaan upacara 17 Agustus tahun ini penuh dengan khidmat dan diharapkan di seluruh Indonesia rasa bangga dan semangat kemerdekaan ini terus membara di setiap jiwa masyarakat. "Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT, hari ini kita masih diberikan kesempatan untuk melaksanakan upacara HUT Ke-76 RI dengan penuh kekhidmatan," ujarnya. Menurut dia, di tengah pandemi COVID-19 ini, semangat rasa bangga dan kemerdekaan betul-betul ditularkan ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Kepulauan Babel. "Semangat ini harus kita tularkan betul, terlebih kita sedang menghadapi pandemi COVID-19, sehingga bangsa ini tangguh, kuat dan tumbuh untuk ke depannya," katanya pula.(sws)

Umat Memberi Umat Dikhianati

By M Rizal Fadillah PADA18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Alotnya perumusan Pancasila sejak 29 Mei 1945 akhirnya berhasil dituntaskan pada tanggal 18 Agustus 1945 ini. Fase terberat adalah mengubah rumusan Pancasila yang ditetapkan Panitia Sembilan tanggal 22 Juni 1945 menjadi rumusan Pancasila sebagaimana saat ini. Fokus perdebatan pada sila pertama. Dengan sebutan populer pencoretan tujuh kata "kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka selesailah rumusan Pancasila. Tak bisa dipungkiri kesepakatan ini adalah pemberian umat Islam. Menteri Agama dahulu Alamsyah Ratu Perwiranegara menyebut Pancasila sebagai hadiah umat Islam. Adalah kubu Islam baik di BPUPKI maupun PPKI berjuang keras untuk menjadikan Islam sebagai ideologi negara (BPUPKI) yang akhirnya memberi atau menghadiahkan rumusan akhir berupa Pancasila Piagam Jakarta (22 Juni 1945). Kesepakatan ini diotak atik kembali bahkan dengan "teror" Indonesia Timur segala, akhirnya kubu perjuangan umat Islam pada sidang PPKI menyetujui rumusan Pancasila minus tujuh kata pada sila pertama tersebut. Inilah pemberian penting untuk kedua kalinya. Sayangnya pemberian umat Islam ini kemudian dikhianati dengan sekurangnya dua peristiwa besar. Pertama, eskalasi kekuatan PKI yang masuk ke ruang istana, sehingga Presiden memanjakan PKI dan melumpuhkan kekuatan Islam melalui Nasakom, pembubaran Masyumi, hingga penangkapan tokoh Islam seperti Buya Hamka dan lainnya. Kudeta gagal 1965 adalah puncak pengkhianatan terhadap ideologi Pancasila. Kedua, di masa rezim Jokowi saat agenda RUU Haluan Ideologi Pancasila di DPR RI. Sebagaimana DN Aidit yang berlindung pada Pancasila, maka RUU HIP pun seolah melakukan pembelaan pada Pancasila. Faktanya justru merongrong Pancasila. Pancasila rumusan 1 Juni 1945 disosialisasikan dan diperjuangkan untuk menjadi jiwa dan makna Pancasila. Untunglah kekuatan umat Islam telah berhasil melawan pengkhianatan ini. Rezim Jokowi tidak bersahabat dengan umat, tokoh tokoh perjuangan umat Islam pun ditangkap dan diadili dengan berbagai alasan dan kasus. Penampilan kenegaraan yang berkostum adat seolah mengangkat adat tetapi dinilai sebagai kamuflase untuk menutupi kedekatan dengan asing dan menyingkirkan kekuatan agama. Teori Snouck Hurgronye nampaknya dijalankan yakni membunuh nasionalisme menumbuhkan etnosentrisme. Memperalat Adat. Gejala politik yang terjadi jelas tidak sehat. Peran umat Islam dalam memerdekakan negara ini sangat besar. Demikian juga dengan memberi kontribusi bagi perumusan dasar negara dan mengisinya. Siapapun yang memimpin negara ini harus belajar sejarah dan tidak boleh melupakan apalagi mengkhianati peristiwa bersejarah. 18 Agustus 1945 adalah hari lahirnya Pancasila dan UUD 1945. Pemberian umat Islam bagi bangsa dan negara Republik Indonesia. Jangan mencoba untuk mengkhianati. Umat Islam akan melawan kembali. *) Penulis Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Refleksi HUT ke-76 RI Senator Adakan Lomba Tulis dan Pidato Berhadiah Rp 20 Juta

Jakarta, FNN - ADA banyak cara memaknai peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Selain mengglorifikasi apa yang telah dicapai, tak sedikit pula yang membangun perspektif reflektif terhadap hari ulang tahun bangsa Indonesia. Menyoroti berbagai catatan yang layak jadi bahan evaluasi setelah 76 tahun bangsa ini merdeka. Hal itulah yang mendasari Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Tamsil Linrung menginisiasi lomba virtual bertajuk “Refleksi 76 Tahun Indonesia Merdeka”. Ajang ini memperlombakan tiga sub kategori. Yaitu lomba menulis bagi guru honorer dan masyarakat umum, lomba pidato dan orasi untuk kalangan pelajar/mahasiswa. Tamsil Linrung yang didaulat sebagai Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI menilai, di balik gegap gempita peringatan kemerdekaan, masih banyak catatan menyedihkan. Termasuk nasib guru honorer yang tidak kunjung mendapat kejelasan. Padahal, guru honorer, kata Tamsil, adalah ujung tombak dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. “Coba kita evaluasi capaian pendidikan Indonesia. Peringkat Programme for International Student Assessment (PISA) misalnya, berdasarkan survei OECD tahun 2018, Indonesia di papan bawah. Kompetensi Membaca peringkat 72 dari 77 negara. Matematika peringkat 72 dari 78 negara. Sains berada di peringkat 70 dari 78 negara. Semuanya stagnan dalam 15 tahun terakhir. Oleh karena itu, perlu upaya menggedor kesadaran pemerintah dan perhatian rakyat agar sektor pendidikan terus dibenahi di berbagai spektrum. Termasuk memperhatikan kehidupan tenaga pendidik. Garda terdepan, sistem pendidikan kita,” ujar Tamsil di Jakarta (17/8) Tidak tanggung-tanggung, panitia pelaksana menyiapkan sejumlah hadiah menarik. Yaitu uang tunia total Rp 20 juta dan voucher menginap di Svarga Resort, Lombok untuk tiga pemenang. Kick off lomba “Refleksi 76 Tahun Indonesia Merdeka” dimulai pada 17 Agustus dan diakhiri dengan acara puncak webinar kebangsaan serta penganugerahan hadiah pada 31 Agustus. Jajaran dewan juri dalam ajang lomba ini diisi oleh panel terkemuka. Mereka adalah Dr. Dasad Latif, P.hD (Dai Nasional dan dosen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin), Prof. Dr. Firman Noor, MA (Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Dosen Ilmu Politok UI), Hersubeno Arief (Wartawan Senior FNN) dan Jusman Dalle (Kolumnis) Sebagai informasi, saat ini DPD RI sedang membentuk Panitia Khusus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer. Pansus Guru Honorer merupakan tindak lanjut dari serap aspirasi yang dilakukan DPD. Diantara harapan yang dititipkan oleh guru honorer se Indonesia, agar ada pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Termasuk meminta pemerintah meninjau kembali aturan yang membatasi usia PNS guru maksimal 35 tahun. Pasalnya, dari 1,7 juta guru honorer, tak sedikit yang telah mengabdi puluhan tahun. Hingga bahkan melewati ambang batas usia tersebut. Oleh karena itu, DPD RI mendorong agar pemerintah menerbitkan aturan pengecualian batas usia rekrutmen PNS khusus untuk tenaga honorer. Langkah serupa sebelumnya telah ditempuh ketika presiden meneken Keppres untuk tenaga medis (perawat/bidan) yang sudah lama bekerja di Puskesmas.

Negara Harus Bebaskan Korban Rasisme Viktor Yeimo

by Marthen Goo Jayapura FNN - Dengan menangkap korban rasialisme dan kemudian mencari delik untuk memaksakan korban tetap ditangkap tersebut hanya sebagai upaya meredam dan membelokan kasus rasisme seakan kasus kriminal, tentu secara subtansial juga adalah kejahatan rasisme. Yang semakin berbahaya adalah ketika kejahatan rasisme dipakai melalui alat paksa yakni hukum untuk memukul mundur korban rasisme mencari kebenaran dan keadilan. Natalius Pigai, Tokoh Nasional asal Papua, men-tweet, “otak-otak penggerak demo anti rasisme Jawa sudah diadili di pengadilan. Viktor Yeimo hanya orasi saat demo. Sedari awal aparat telah mempertontonkan pernyataan kebencian pada pribadi viktor. Para pembela HAM nasional & internasional sedang pantau”. Tentu akan sangat berbahaya jika penegakan hukum lebih pada menyasar individu orang karena rasa tidak suka atau karena kebencian. Mestinya aspek hukum harus menjadi dasar, karena hukum selalu bebas dari kepentingan dan kebencian apapun. Hukum selalu soal keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Korban rasisme harus diberikan ruang untuk mencari keadilan, bukan dicari-cari delik untuk dikriminalisasi (tontonan buruk). Tidak boleh juga memiliki niat, tahan dulu, soal nanti cari keadilan biar pengadilan yang putuskan. Itu sudah ada Menstrea. Cara pandang begitu adalah cara pandang yang buruk, karena hukum itu harus jelas, terukur dan professional. Apalagi korban selama dalam tahanan hak-haknya tidak dipenuhi. Membedah Secara Singkat Jika merujuk pada AntaraNews.Com, terbitan 9 Mei 2021, pasal-pasal yang dipakai untuk menangkap Viktor adalah pasal 106 Jo Pasal 87; Pasal 110 KUHP; pasal 14 ayat (1), (2) dan pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana; pasal 66 UU No 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta lagu kebangsaan; pasal 160 KUHP; pasal 187 KUHP; pasal 365 KUHP; 170 KUHP ayat (1); pasal 2 UU Darurat No 12 Tahun 1951 Jo pasal 64 KUHP. Jika kita membedah pasal-pasal di atas yang dikenakan kepada VY, sangat tidak relevan. Ketidak relevannya adalah jika merujuk pada SuaraPapua.com terbitan 23 Mei 2021, VY hanya ikut dan turut melakukan aksi pada 19 Agustus 2019 di halaman kantor Gubernur Papua, dan tidak pernah terlibat dalam aksi lanjutan 29 Agustus 2019. Sementara yang disangkakan adalah 29 Agustus 2019. Atau, kita bisa mengambil salah satu contoh pasal dari sekian banyak pasal, yakni yang menyangkut pada pasal makar. Pasal makar seperti pada pasal yang dimaksud baik pada pasal 106 Jo pasal 87 ataupun pasal 110 secara subtansial memiliki batasan yang ketat bahwa makar itu harus bersifat melawan negara dengan kekerasan atau dengan kekuatan bersenjata. Sementara pasal 87 yang diarahkan pada pasal 53 soal percobaan, percobaan dalam pengertian makar harus dilihat apakah memiliki kekuatan senjata atau tidak. Faktanya tidak ada. Menurut Ahli Pidana, M. Toufik, “delik makar itu deliknya adalah delik materil. Deskripsinya jelas (1) harus ada kekuatan bersenjata; (2) merong-rong pemerintahan dalam bentuk pemerintahan tidak berjalan; (3) menyerang keamanan presiden dan wakil presiden. Yang bisa lakukan makar kalau bukan polisi ya tentara karena mereka yang mempunyai senjata. Kalau kritik, tidak ada pasal yang bisa dipakai untuk menyebut orang itu makar”. Sehingga, subjek hukum yang dapat atau berpotensi melakukan perbuatan makar adalah subjek hukum yang memiliki kekuatan bersenjata. Terhadap makar yang dikenakan sesungguhnya tidak tepat. Ini salah satu contoh pasal yang secara subtansial tidak sangat relevan dengan keberadaan VY sebagai massa aksi tapi juga sebagai orator saat itu, karena orasi tidak bisa disebutkan sebagai perbuatan makar. Berikut, pasal 14 dan 15 UU No. 1 Thn 1946, secara subtansial menjelaskan tentang menyiarkan berita atau menyampaikan berita bohong dan lainnya yang dapat menimbulkan keonaran, itu pasal yang sangat tidak relevan dikarenakan aksi lawan rasisme itu aksi semua orang Papua. ini menyangkut martabat manusia kulit hitam di dunia. Berita bohong harus dilihat adalah antara kenyataan dan yang disampaikan berbeda. Menurut Gustav Kawer, pengacara senior asal Papua, “VY disangka dengan tuduhan berlapis sekitar 12 Pasal yang ancaman hukumannya ada yang berkisar seumur hidup dan paling lama 20 Tahun, untuk peristiwa rasis 16 Agustus 2019 yang pelakunya hanya di vonis 7 bulan penjara dan pelaku lainnya bebas tanpa proses hukum dari negara”. Ko korban rasis disangkakan sampai begitu sementara pelakus rasis hanya divonis 7 bulan, bahkan yang lain bebas tanpa proses hukum? Gustav menambahkan, “VY di proses hukum di polisi memakan waktu yang cukup lama, 3 bulan lebih untuk sebuah kasus yang katanya oleh, "penyidik', yang bersangkutan buron untuk kasus 2019, jika Buron dan kasus lama seharus proses hukum kini sudah sampai di Pengadilan karena buktinya cukup”. Dua hal yang penting dikritisi adalah (1) buronan tapi proses hukum belum ke pengadilan dan (2) sekitar 12 pasal berlapis terkesan seakan dalam satu peristiwa terjadi banyak kasus pidana. Terhadap pasal-pasal yang dikenakan di atas, harus bisa dijelaskan pada publik relevansinya. Jika relevansinya tidak dijelaskan pada publik, sementara prosesnya sudah makan waktu lebih dari 3 bulan, sesungguhnya memberikan pertanyaan kritis, ada apa? Bukannya buronan seperti yang dimaksud itu didasari pada dua alat bukti ? kenapa proses begitu lama ? Publik butuh kejelasan. Profesionalisme harus ditunjukan. Dibebaskan Demi Hukum Hukum pidana bicara soal perbuatan individu orang, maka, VY tidak terlihat memiliki perbuatan melawan hukum, tidak memilik perbuatan pidana dalam mengekspresikan perlawanan rasisme. VY adalah korban rasisme. Bahkan dalam aksi yang dilakukan, tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan. VY tidak melakukan kekerasan, tidak mengibarkan bendera dll, tidak melakukan penghasutan dan lainnya (aksi 19/8/2019). Artinya bahwa, dari tuduhan yang dibebankan pada VY tanpa ia melakukan hal-hal yang dituduhkan, tentu dalam perspektif hukum sangat berbahaya, penegak hukum diberikan kewenangan untuk professional dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jika merujuk pada kronologis kasus, menjadi pertanyaan serius soal relevansinya pada setiap pasal adalah (apa ?), apalagi banyak pasal yang bisa dikritisi. Secara subtansial, VY sudah membantu kepolisian dan negara untuk melawan rasisme. Mestinya VY diberikan penghargaan dan diberikan gelar sebagai pahlawan pelawan rasisme. Karena Pidana selalu bicara pada ruang “Tempus Delicti dan Locus Delicti” yaitu pada tanggal 19 Agustus 2019 dan VY tidak melakukan pidana, tapi melakukan kerja kepahlawanan dalam berantas rasisme, disaksikan oleh seluruh rakyat Papua. Atas prinsip kesamaan di depan hukum dan kepastian hukum dari perspektif pidana, maka, negara melalui kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung diharapkan untuk segera memerintahkan Kapolda Papua dan Kejati Papua untuk segera bebaskan Viktor Yeimo. Dan harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh soal penegakan hukum di Papua. Penulis adalah aktivis kemanusiaan asal Papua

Spirit Bushido di Olympiade Jepang

by Zainal Bintang Jakarta FNN - Olympiade Jepang 2020 (yang tertunda) yang penuh kontroversi, ancaman dan kecemasan berhasil dilaksanakan dengan baik. Dibuka 23 Juli dan ditutup 8 Agustus 2021 di Tokyo, Jepang. Tanpa ada kekacauan. Tanpa insiden ada yang fatal. Meskipun diganggu beberapa pengunjuk rasa, penutupan berjalan dengan lancar. Sukses ini membuktikan Perdana Menteri Yoshida Suga PM yang baru dilantik, berhasil mengonsolidasikan kekuatan lahir dan batin seluruh rakyatnya. Mereka, rakyat Jepang berhasil melewati kerikil tajam. Sukses menancapkan tekad, “Olympiade adalah kehormatan dan harga diri bangsa Jepang”. Apapun yang terjadi, harus terlaksana dengan segala konsekwensi. Meskipun ditentang dan didemo oleh masyarakat tertentu, yang ditengarai menyimpan aroma politik praktis, di Tokyo, namun Olympiade yang bergengsi itu tetap jalan terus. Bangsa Jepang begitu perkasa. Begitu tegar. Begitu kokoh merealisasi dengan tekad, “Olympiade harga mati”. Sahabat lama saya, seorang jurnalis Jepang puluhan tahun yang lalu pernah menyebutkan bahwa, adalah karena bangsa Jepang itu memiliki “warisan” kekuatan batin yang bernama “Bushido”. Akar budaya dan jatidiri bangsa Jepang tersebut adalah sebuah "tatacara ksatria". Sebuah kode etik tentang kesatriaan golongan Samurai dalam feodalisme Jepang. Bushido berasal dari nilai-nilai moral golongan Samurai. Menekankan pada kombinasi sikap utama, “kesederhanaan, kesetiaan, penguasaan seni bela diri, dan kehormatan sampai mati”. Asal usul Bushido, lahir dari Neo-Konfusianisme selama masa damai Shogun Tokugawa ((1603 – 1868), dan mengikuti teks Konfusianisme. Juga dipengaruhi oleh Shinto dan Buddhisme Zen, yang memungkinkan adanya kekerasan dari Samurai. Ditempa dengan kebijaksanaan dan ketenangan. Samurai sendiri adalah sebuah strata sosial penting dalam tatanan masyarakat feodalisme Jepang. Secara resmi, Bushido dikumandangkan dalam bentuk etika sejak zaman Shogun Tokugawa. Lalu terintegrasi ke dalam semangat modernis yang lahir bersamaan dengan Restorasi Meiji (1868). Biasanya para Samurai dan Shogun rela mempartaruhkan nyawa demi itu. Jika gagal, ia akan melakukan Seppuku (tradisi bunuh diri membelah perut dengan Samurai) atau dikenal dengan istilah Harakiri. Jalan kebudayaan Bushido sangat menonjol pada saat Perang Dunia II. Penopang terbentuknya jiwa prajurit berani mati. Diantara tujuh prinsip dasar Bushido yang menjadi pegangan kehormatan bangsa Jepang, salah satunya berbunyi begini, “Ketika prajurit mengatakan bahwa mereka akan melakukan sesuatu, maka mereka akan melakukannya. Tidak ada yang menghentikan mereka untuk menyelesaikan apa yang mereka katakan. Mereka tidak harus “berjanji”: Bagi mereka berbicara dan menyelesaikannya adalah tindakan yang sama”. Prinsip ini dikenal dengan sebutan Makoto atau Kehormatan. Sejarah mencatat Jepang mengalami kekalahan besar akibat terpaan bom atom sekutu pada Perang Dunai II tahun 1945. Hiroshima dan Nagasaki hancur lebur dihajar pesawat Bomber 29 milik sekutu. Terjadi perang batin antara petinggi militer Jepang dan elite kekaisaran menghadapi paksaan sekutu menyerah tanpa sayarat sesuai bunyi “Deklarasi Postdam”. Petinggi milter dan elite kekaisaran Jepang terpecah menjadi dua kubu: “Yang setuju” dan “Yang menolak”. Menurut catatan sejarah, pada Juni 1945, Kaisar Hirohito (1901-1989) pada waktu itu yang berkuasa, sudah kehilangan kepercayaan terhadap kesempatan mencapai kemenangan militer. Jepang sudah kalah dalam Pertempuran Okinawa. Kaisar juga sudah mendapat kabar tentang kelemahan angkatan darat di Cina dan pasukan yang mempertahankan pulau-pulau utama Jepang, setelah menerima laporan Pangeran Higashikuni. Menurut Kaisar, “Kita sudah diberi tahu besi asal bom yang dijatuhkan musuh sudah digunakan untuk membuat sekop. Hal ini berarti kita tidak berada dalam posisi melanjutkan perang”. Hirohito adalah kaisar ke-124 yang berkuasa terlama sepanjang sejarah Jepang. Merupakan salah satu tokoh penting pada masa Perang Dunia II dan pembangunan kembali Jepang. Diantara “yang menolak” tersebutlah nama Laksamana Kantaro Suzuki (1867 - 1948)). Perdana Menteri Jepang ke 42. Menjabat dari tanggal 7 April 1945 sampai dengan 17 Agustus 1945. Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (1925 - 1929). Dalam usaha mengatasi kerancuan persepsi publik, PM Suzuki yang menanggapi Deklarasi Postdam mengatakan kepada pers, “Saya menganggap Proklamasi Bersama sebagai pengulangan kembali Deklarasi di Konferensi Kairo. Mengenai hal tersebut, Pemerintah tidak menganggapnya memiliki nilai yang penting sama sekali. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mengabaikannya (mokusatsu). Kami tidak akan melakukan apa-apa kecuali menanggungnya hingga akhir untuk mendatangkan akhir perang yang sukses”. Staf Angkatan Darat mengeluarkan dokumen berjudul "Kebijakan Fundamental untuk diikuti selanjutnya dalam melaksanakan perang" yang menyatakan “rakyat Jepang akan berjuang hingga punah daripada menyerah”. Reputasi Jepang yang hancur dalam Perang Dunia II akhir 1945, ternyata tidak mematikan semangat Bushido. Seiring perjalanan sejarah, Jepang mulai bangkit kembali ketika memutuskan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Olympiade 1964. Twitter resmi Olympiade menerangkan, cincin Olympiade yang digunakan pada Olympiade 2020 berasal dari pohon yang ditanam dari biji yang dibawa atlet internasional saat Tokyo menjadi tuan rumah Olympiade pada 57 tahun silam. Di dunia perfilmanpun, Jepang menggegerkan sines-sineas kenamaaan dari Barat. Aroma magis Bushido memukau dalam karya-karya Akira Kurosawa sutradara Jepang yang kesohor sejagat. Film “The Seven Samurai” (1954), karya Kurosawa mengangkat epik yang magis, menginspirasi sutradara berkebangsaan Amerika, John Sturges (1910–1992) dengan membuat film yang sama yang populer tetapi lebih rendah kualitas berjudul “The Magnificent Seven” (1960). Dibintangi antara lain Yul Brynner, Eli Wallach, James Coburn, Steve McQueen dan Charles Bronson. Sebelumnya film “Rashomon” (1950) besutan Kurosawa telah lebih dulu membuat sineas film dari Barat tidak dapat menyembunyikan rasa kagum pada saat berlangsungnya Festival Venesia tahun 1951. Temanya tentang teki teki kasus pembunuhan yang dijelaskan oleh empat saksi dengan versi yang berbeda – beda. Demikian pula film “Throne Of Blood” (Tahta Berdarah) yang dibuat Kurosawa di tahun 1957. Mendapat tanggapan serius dari banyak pengamat film dunia. Terutama karena temanya adalah adaptasi naskah drama Macbeth karya sastrawan Inggeris kelas dunia William Shakespeare. Ketiga film masterpiece Kurosawa itu bintang utamanya kesemuanya dipercayakan kepada aktor berkarakter khas Jepang, Toshiro Mifune. Dan Kurosawa sendiri telah membuat kurang lebih 31 film. Kesemuanya, adalah dia sendiri yang menulis cerita, menyutradarai dan sekaligus juga adalah produsernya. Ketika mengikuti Festival Film Asia Pacifik (1985) di Tokyo, saya termasuk rombongan delegasi film dari Indonesia wakil kelompok kritikus film dari unsur PWI. Sempat berbincang-bincang dan foto bersama Akira Kurosawa tokoh besar dunia perfilman yang low profile. Sementara, ketika itu aktor El Manik mendapat penghargaan gelar Best Supporting Actor lewat film “Jejak Pengantin” karya Sutradara MT Risyaf, produksi 1983. Lantas, bagaimana dengan upacara penutupan pesta olah raga Olympiade Tokyo 2020? Seluruh lampu stadion dimatikan, tersisa hanya pada cahaya telepon genggam atlet di tengah lapangan. Bergerak berbentuk tiga dimensi dan bergelombang hingga akhirnya menjadi lambang “lima cincin” logo khas Olympiade. Atlet dibebaskan membaur dan memilih tempat di lapangan. Menegaskan motto “Unity in Diversity”. Acara penutupan selesai tanpa kehilangan kemeriahan. Khusyuk. Olympic Stadium, Tokyo, pusat acara malam itu semarak tanpa penonton. Kemeriahan lampu-lampu handphone yang super gemerlap mengesankan para kontingen hingga volunteers seakan-akan memenuhi seisi stadion. Bagaikan, dibalik itu diam-diam tapi pasti, sukma Bushido memberinya perkuatan. Mengiring doa kolektif rakyat Jepang yang mempertaruhkan harga dirinya ketika memutuskan: Olympiade jalan terus. Penutupan Olympiade Tokyo 2020 ditandai sebuah pertunjukan drama musikal dari beberapa anak dan seorang ibu. Sebanyak 205 negara peserta mengelilingi panggung tengah. Dipimpin oleh bendera Jepang selaku tuan rumah dan Yunani selaku negara pendiri Olympiade. Perhelatan akbar berkelas dunia yang bernama Olympiade telah berakhir di tengah lika liku hambatan akibat serangan Pandemi Covid 19 yang menerpa seluruh bangsa di dunia. Jepang mampu menjawab kecemasan dan keraguan dunia akan terlaksananya gawe olah raga multibangsa itu. Di tengah prahara korona yang berkecamuk di multinegara. Saya tercenung di depan televisi. Terpukau dalam pesona menyaksikan acara penutupan. Ternyata seberat apapun tantangan, akan dapat diatasi. Ketika tekad bulat diiiringi kerja keras menyatu padu dalam tekad sebuah bangsa. Jepang membuktikan. Berlandaskan konsitensi atas komitmen pada prinsip Bushido, Jepang mampu menjinakkan kelemahan sebesar apapun. Sanggup menembus kesulitan sesuram apapun. Isi WhatsApp teman lama saya kembali mucul dengan pesan pendek, “Kebahagiaan tidak terdapat pada tujuan, tapi pada langkah-langkah menuju tujuan”. Penulis adalah Wartawan Senior dan Pemerhati Mosial Budaya.

Anies Berharap JIS Lahirkan Atlet Berprestasi Internasional

Jakarta, FNN - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengharapkan Jakarta International Stadium (JIS) menjadi tempat melahirkan atlet berprestasi di kancah internasional melalui upaya kolaborasi semua pihak termasuk pemerintah. “Lokasinya standar internasional, prestasinya harus internasional,” kata Anies Baswedan ketika menyaksikan penandatanganan kerja sama Jakpro dengan PSSI di JIS, Jakarta, Selasa, 17 Agustus 2021. Menurut dia, pembinaan terhadap atlet harus dilakukan dengan sistem meritokrasi atau sistem yang berdasarkan kemampuan atau prestasi seseorang, bukan dilihat dari latar belakangan sosial atau ekonomi. Ia mencontohkan Brazil yang membina pemain sepak bola dengan 100 persen sistem meritokrasi sehingga negara itu selalu mendapat tempat dalam ajang sepak bola dunia salah satunya Piala Dunia. "Selama kegiatan pengembangan olahraga harus mengandalkan latar belakang keluarga maka kita akan sulit menumbuhkan atlet kelas dunia,” ucap Anies, sebagaimana dikutip dari Antara. Orang nomor satu di Pemprov DKI ini juga mengharapkan negara dan pemerintah memfasilitasi termasuk pemanfaatan tempat untuk latihan. Dengan begitu, tempat latihan di antaranya JIS dapat menjamin keberlanjutan operasional mengingat stadion berstandar internasional itu juga memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi. “Karena mengelola lapangan seperti ini perlu biaya, mengelola lembaga pendidikan olahraga perlu biaya, bila itu tidak diambil alih oleh tangan negara, maka kita tidak akan mungkin memunculkan pribadi terbaik untuk menjadi atlet,” katanya. Anies mengharapkan kerja sama Jakpro selaku pengelola JIS dengan PSSI menjadi babak baru kolaborasi untuk meningkatkan prestasi olahraga khususnya sepak bola. Jakpro, lanjut dia, juga diharapkan menjaga perawatan JIS termasuk lapangannya sebagai sarana latihan hingga kegiatan olahraga. "Bibit baik dari rumah, tanah subur tempat pelatihan itu tanggung jawab kita, iklimnya pemerintah, KONI, PSSI sama-sama bangun iklim sehat sehingga mereka bisa tumbuh,” katanya. (MD).

Tokoh Tionghoa Lieus Sungkharisma Minta Habib Rizieq Dibebaskan

Jakarta, FNN – Tokoh Tionghoa, Lieus Sungkharisma meminta agar Habib Rizieq Shihab dikeluarkan dari tahanan. Sebab, penahanannya hanya karena kasus Rumah Sakit Ummi, Bogor, Jawa Barat. “Banyak (ada) menteri yang positif (Covid-19), tetapi tidak mengaku. Kenapa tidak ditahan. Kita tahu, tapi tidak ditahan. Habib Rizieq divonis empat tahun, gila. Masa penahanan habis diperpanjang, gila..,” kata Lieuis dalam Webiner yang ditayangkan FNN TV Yotube Channel. Ia meminta agar Presiden Jokowi turun menyelesaikan konflik yang terjadi. Selain mengeluakan HRS, ia juga mengharapkan agar jangan ada penangkapan terhadap aktivis atau kalangan oposisi. Sedangkan Yusuf Muhammad Martak menambahkan, ia orang yang dekat dengan HRS. “Saya tahu persis, berebut aparat di level atas mendatangi hakim dan jaksa supaya penjarakan HRS. Siapa yang order. Aparat penegak hukum terpengaruh. Kalau sama-sama bohong (harusnya) dihukum. Kok, sumbang Rp 2 triliun (fiktif) bebas. Apakah sudah merdeka. “Kita singkirkan buzzer setan. Sengaja dilindungi. Mereka dipelihari aparat. Beberapa kali saya ketemu. Jangan ada kebohongan demi kebohongan,” kata Martak. Lieus Sungkharisma mengatakan, Bangsa Indonesia merdeka karena merebut, bukan pemberian. “Jadi rakyat luar biasa. Saya waktu ke rumah Pak Martak belum tahu beliau punya turunan atau leluhur mewakafkan/hibahkan (rumah di Pegangsaan Timur 56 kepada negara). Itu luar biasa. Artinya kemerdekana direbut atas kehendak rakyat Indonesia untuk segera bangkit,” ujarnya. Dia menyebutkan, kondisi sekarang menjadi kurang nyaman karena Jokowi terlalu percaya kepada orang-orang di sampingnya. Akibatnya, yang berbeda pandangan politik ditahan. Semua berharap, dalam kondisi Covid-19, persatuan dan kesatuan bangsa penting. Rakyat Indonesia jangan diadu-adu, jangan dibiarkan. "Kalau ada konflik dipertemukan. Dialogkan, selesaikan," ucapnya. “Saya sedih. Saya agama Budha. Kadang dituduh kadrun (kadal gurun), macam-macam . Tidak apa-apa. Lho suka-suka ngomong. Terserah.suka-suka ngomong. Tetapi (saya) tidak berhenti bicara tentang kebenaran dan keadilan,” ujarnya dalam webier yang dipandu Pemimpin Redaksi FNN, Mangarahon Dongoran. Di awal paparannya, Leuis terlebih dahulu membacakan puisi, “Jangan Teriak Merdeka, Malu Kita,” karya Taufik Ismail. Dia sedih melihat keadaan sekarang, apalagi dikaitkan dengan bait-bait puisi tersebut. Mengaku tidak akan berhenti bicara mengenai persoalan bangsa. Hal itu dilakukannya karena ada ketidakadilan dan ketimpangan. Ia tidak mundur, meski sempat ditahan dengan tuduhan makar. (FNN/MD).