ALL CATEGORY

Pemilih Pemula Diminta Mengonsumsi Media Dengan Bijak dan Benar

Bengkulu, FNN - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Ubaidillah mengajak pemilih pemula mengonsumsi media secara bijak, baik dan benar, terutama terkait pesta demokrasi lima tahunan Pemilu Serentak 2024 yang sedang berlangsung saat ini.\"Jadilah bijak dan mengonsumsi media baik dan benar. Jangan sebarkan informasi hoaks, isu SARA yang memecah belah bangsa,\" kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah di Bengkulu, Jumat.Dia mengatakan generasi muda mesti cermat memilah dan memilih informasi yang akurat dan benar, agar terhindar dari ancaman hoaks, ujaran kebencian, isu SARA, serta juga terhindar dari mendistribusikan kembali konten-konten yang dapat memecah belah bangsa.\"Nilai Pancasila, NKRI, UUD 45, dan Bhinneka Tunggal Ika harus kita junjung bersama-sama. Tentu keberagaman bukan membuat perbedaan, persatuan dan kesatuan bisa sama-sama ditingkatkan sebagai anak bangsa menuju 2024 dengan riang gembira,\" kata dia lagi.Selain itu, KPI juga mengajak pemilih pemula terlibat mengawasi lembaga penyiaran agar tetap berjalan lurus dan benar selama penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.Menurut dia, KPI Pusat dan daerah maupun gugus tugas yang dibangun bersama KPU dan Bawaslu sudah mengawasi lembaga penyiaran secara langsung dalam proses pemilu ini. Namun, dengan partisipasi aktif masyarakat, termasuk pemilih pemula, pengawasan akan lebih optimal lagi.\"Bukan niat mengekang penyiaran, tetapi bagaimana pemilu di depan mata berjalan baik (sesuai asas) dan riang gembira. Kami minta adik-adik sebagai pemilih pemula agar berpartisipasi aktif sebagai pemilih dan juga mengawasi lembaga penyiaran,\" ujarnya.KPI Pusat bersama KPID dan Pemerintah Provinsi Bengkulu menggelar Gebyar Literasi Nusantara 2023 untuk mengedukasi pemilih pemula tentang pentingnya menggunakan hak pilih dan mendapatkan informasi yang benar serta akurat terkait penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.(ida/ANTARA)

PBNU dan KPU Teken MoU Sosialisasi Pendidikan Pemilu

Jakarta, FNN - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) menandatangani nota kesepahaman (MoU) sosialisasi pendidikan pemilih untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.  Penandatanganan kerja sama ini dilakukan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf bersama Ketua KPU Hasyim Asy\'ari di Gedung Pusat PBNU, Jakarta, Jumat.  \"MoU berisi kesepakatan antara PBNU dan KPU di dalam menyelenggarakan berbagai bentuk kegiatan, terutama kegiatan pendidikan pemilih. Untuk menyosialisasikan macam-macam aturan dan informasi Pemilu kita,\" ujar Yahya Cholil Staquf.  Gus Yahya, sapaan akrab Yahya Cholil Staquf,  mengatakan banyak program-program NU di akar rumput yang bisa dikolaborasikan dalam pendidikan politik Pemilu. Menurut dia, pendidikan politik merupakan salah satu program utama pengurus PBNU kepada warga NU. Dengan demikian kolaborasi ini menjadi langkah tepat dalam penguatan pendidikan politik di masyarakat.  \"Bahwa kepentingan NU terhadap politik Indonesia adalah keselamatan bangsa dan negara tidak lebih tidak kurang,\" ujarnya.  Gus Yahya menekankan ada dua hal yang ingin dicapai dalam proses pendidikan Pemilu ini. Pertama sistem politik berjalan dengan baik dan tidak gagal.  Kedua, mengawal proses demokrasi ini tetap berjalan sesuai jalur serta sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. \"Dari semua itu Pemilu adalah titik tolak yang paling mendasar karena keseluruhan konstruksi politik dari waktu ke waktu dibangun dari Pemilu. Kepercayaan rakyat terhadap politik tergantung kepercayaan rakyat terhadap Pemilu,\" katanya.  Sementara itu Ketua KPU Hasyim Asy\'ari mengatakan PBNU sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman pendidikan demokrasi.  Ia pun meminta dukungan PBNU agar pesta demokrasi lima tahunan tersebut dapat berjalan dengan lancar.  \"Kami berharap bahwa NU sebagai jamaah maupun jamiyah memberikan kontribusi besar dalam memberikan perkembangan demokrasi pada Pemilu 2024,\" kata Hasyim.(ida/ANTARA)

Soal Uji Materi Usia Cawapres, HNW Mengingatkan Agar MK Menjaga Muruah

Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta Mahkamah Konstitusi menjaga muruah lembaga saat memutuskan uji materi pasal yang mengatur usia calon wakil presiden (cawapres).“Mahkamah Konstitusi (MK) harus konsisten seperti pada banyak putusannya terdahulu bahwa urusan angka atau usia dalam Undang-Undang Dasar adalah open legal policy (kebijakan hukum terbuka) yang diserahkan kepada pembentuk undang-undang, bukan persoalan konstitusionalitas norma,” kata Hidayat Nur Wahid di Jakarta, sebagaimana dikutip dari siaran resminya, Jumat.Jika MK mengeluarkan putusan yang berbeda, katanya, maka maruah dan konsistensi lembaga pun dipertanyakan.Ia menilai MK sepatutnya tidak terpengaruh oleh mereka yang diuntungkan apabila uji materi soal usia cawapres dikabulkan.MK, menurut Hidayat, tetap harus berpegang teguh pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).Dalam permohonan-permohonan sebelumnya, kata dia, MK tegas menolak uji materi mengenai usia cawapres.HNW menyatakan beberapa ahli dan praktisi mencurigai kemungkinan MK mengabulkan permohonan uji materi tersebut.“Itu semua harus dijawab oleh MK dengan menolak permohonan tersebut dan tidak bersiasat dengan menambahkan norma baru yang bukan kewenangan MK,” kata dia.Dia mengatakan para hakim MK harus menunjukkan kepada publik bahwa mereka adalah negarawan yang mengemban tugas menjaga konstitusi dan institusi.“Para hakim MK harus menunjukkan bahwa mereka memang negarawan sebagaimana syarat untuk menjadi hakim MK dan menjaga institusi MK dengan tetap konsisten dan tidak terpengaruh terhadap sosok tertentu dalam mengadili perkara,” kata Hidayat Nur Wahid.Dia menambahkan MK perlu ikut menjaga situasi menjelang pemilihan umum (pemilu) dengan tidak membuat kegaduhan dalam putusan-putusannya sehingga para hakim konstitusi diharapkan menolak uji materi mengenai usia cawapres.“(Penolakan itu) agar terkoreksi kegaduhan politik. Semua pihak fokus menyukseskan pemilu termasuk pilpres (pemilihan presiden) yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang jauh-jauh hari sudah disepakati pemerintah, DPR, KPU, dan Bawaslu,” kata dia.(ida/ANTARA)

Doa Terbaik Untuk Opung Luhut

Oleh Tony Rosyid | Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa SEORANG tokoh dan pejabat negeri ini sedang sakit. Namanya Luhut Binsar Panjaitan. Publik memanggilnya LBP. Sosok yang sangat populer. Bukan hanya karena sering tampil di media, tetapi karena kontroversialnya membuat sosok ini menjadi sangat terkenal. Berani, tegas, dan blak-blakan. Soal ini, LBP konsisten. Tidak pernah berubah. Ada yang suka, tentu banyak juga yang tidak suka. Risiko jadi pejabat, tidak bisa memaksa semua orang suka.  Lalu, bagaimana kiprahnya di pemerintahan Jokowi? Teramat besar. Presiden Jokowi memberi kewenangan yang extra kepada LBP. Lebih dari umumnya menko-menko yang lain. Sampai-sampai, ada yang menyebutnya sebagai perdana menteri. Mungkin karena kewenangan LBP yang sangat luas. Ada hubungan emosional dan fungsional Jokowi-Luhut. Mungkin lebih dari yang bisa dibayangkan publik. Hubungan emosional, karena Jokowi berpartner dengan LBP jauh sebelum jadi presiden. Teman lama. Hubungan fungsional, karena Jokowi sangat membutuhkan LBP di tengah posisi inferiornya di hadapan Megawati, ketum PDIP.  Pilihan kepada LBP ini bisa dipahami, karena ini mungkin paling tepat bagi Jokowi untuk menghindari pressure dari Megawati, ketum PDIP. Dengan LBP, Jokowi bisa berkolaborasi dengan setara. Aple to aple. LBP adalah seorang jenderal yang berani, cerdas, tegas, dan berani pasang badan. Sementara di hadapan ketum PDIP, Jokowi adalah petugas partai. Seorang anak buah. Tidak setara. Formasinya atasan-bawahan. Tentu, ini situasi yang tidak nyaman bagi seorang presiden terutama ketika ambil keputusan memungkinkan untuk selalu didekte dan mendapat intervensi.  Bersama LBP, Jokowi lebih leluasa. Boleh dibilang keputusan Jokowi adalah keputusan LBP. Keputusan LBP adalah keputusan Jokowi. Negara ini diputuskan oleh mereka berdua. Ini mungkin yang paling dominan. Selebihnya, tentu ada juga masukan-masukan atau second opinion. Hanya saja, Jokowi presiden, dan LBP menjadi bayangannya presiden. Sulit membayangkan ada kebijakan di luar kesepakatan mereka berdua. Sebab, kita tahu LBP-lah yang selalu pasang badan atas kebijakan-kebijakan Jokowi. LBP mirip Ahok ketika Jokowi menjadi gubernur DKI. Bahkan lebih dari Ahok. Dengan LBP, itu pilihan yang tepat bagi Jokowi untuk berlindung dari tekanan PDIP. Lebih dari itu, LBP juga sosok yang berkemampuan untuk mengurus negara. Akan lebih tepat lagi sesungguhnya, jika Jokowi tidak hanya dengan LBP sebagai partner dalam mengambil kebijakan negara. Tetapi Jokowi juga butuh sejumlah orang yang sekelas LBP. Sehingga ini juga akan bisa menjadi kontrol terhadap LBP yang sering dipahami publik suka berlebihan. Ini akibat LBP menjadi satu-satunya pejabat yang diberikan kepercayaan tunggal oleh Jokowi. Mungkin hanya LBP yang bisa memberi masukan dan masukan itu sangat didengar oleh Jokowi. Soal pengalaman, LBP sudah berkiprah di pemerintahan sejak Orde Baru. Kerjanya terukur. Walapun kadang suka kelewatan. Saat ini, infonya LBP sedang berbaring sakit. Entah apa sakitnya, belum ada info valid. Mungkin agak serius sehingga tugasnya harus diserahkan sementara kepada Erick Tohir. Menteri BUMN yang menjadi lapis kedua dari kekuasaan Presiden Jokowi. Di belakang Erick Tohir, ada Boy Tohir, seorang pebisnis ulung yang sangat sukses. Anda pasti tahu kenapa saya sebutkan Boy Tohir di sini. Kita semua patut mendoakan yang terbaik untuk LBP dan untuk bangsa ini. Ialah penyeimbang dari kekuatan yang dimiliki PDIP, partai pemenang pemilu. Ialah yang menyelamatkan marwah Jokowi sebagai presiden RI dari sekedar petugas partai. Tanpa LBP, kekuatan bisa menjadi tidak seimbang. Jokowi boleh jadi akan menjadi petugas partai, bukan Presiden dengan full otoritas dalam mengelola negeri ini. Jakarta, 13 Oktober 2023.

Menggugat Laporan Survei

Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati Sosial Politik  SURVEI LSI-DJA mutakhir melaporkan bahwa elektabilitas Anies Baswedan di Sumatera Utara (Sumut) hanya 5%. Itu berarti, jika jumlah pemilih di Sumut berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) yang telah dirilis KPU sebesar 10 Juta lebih, maka pemilih Anies di provinsi tersebut hanya 500 ribu lebih. Kira-kira, apakah angka ini logis? Pada survei LSI-DJA tersebut, katanya, total sampel yang digunakan secara nasional, 1.200 responden. Jika sample itu didistribusi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih, maka jumlah sampel yang jatuh di Sumut, hanya sekitar 64 responden. Bagaimana menghitungnya? Secara nasional, Sumut menyumbang pemilih sebesar 5,3%. Ini dasar pendistribusian sample. 5,3% dikali 1.200, ketemu angka 63,6 atau dibulatkan menjadi 64. Sampel sejumlah itu oleh LSI-DJA dianggap mereprensentasi total pemilih Sumut yang mencapai 10 Juta lebih, dengan margin of error (MOE) 12,5%. Ini semacam survei sub sample.  Biasanya, jika jumlah sampel hanya sebesar itu, paling  terdistribusi pada 6 - 10 desa secara simple random, sehingga bisa saja semua sampel jatuh di kabupaten sekitar Danau Toba. Maka jangan heran jikalau Anies hanya 5%. Coba jika semua sampel jatuh di wilayah Mandailing, bukan tak mungkin Anies 90%. Kurang lebih begitu logika samplingnya.  Lalu, coba bandingkan hasil survei sub sample di atas dengan kunjungan Anies di Medan pada 04 November 2022. Jumlah massa yang menyambutnya diperkirakan tidak kurang dari 200 ribu. Jangan salah, sebab ini juga dapat dimaknai sebagai sampel.  Massa sebesar itu sama dengan 2% dari total pemilih Sumut. Pertanyaannya, apa kira-kira logis jika pemilih Anies saat ini di Sumatera  Utara hanya 500 ribu?  Oleh karena itu dapat dipahami jika kemudian Partai Nasdem Sumatera Utara meradang atas publikasi survei LSI-DJA, yang dinilai sangat tendensius. Adjie Alfaraby, peneliti LSI-DJA, pun berkilah bahwa survei yang dilakukan lembaganya, sudah sesuai standar dan dipertanggungjawabkan.  Artinya, pernyataan Adjie Alfaraby itu dapat diinterpretasi, bahwa dalam rangka merespon somasi yang dilayangkan oleh Tim Hukum Partai Nasdem Sumatera Utara kepada LSI-DJA, ia tak keberatan jika dilakukan audit proses, bagaimana survei tersebut dilakukan.  Untuk audit proses survei pada konteks ini, dapat dimulai dari pemeriksaan kuisioner hasil wawancara dengan responden. Sebab kuisoner tersebut sudah cukup membuktikan banyak hal. Pertama, bahwa survei benar-benar telah dilakukan.  Kedua, distribusi sampel dapat diketahui berdasarkan data domisili responden. Hal ini penting untuk mengetahui apakah pemilihan sampel dilakukan sudah sesuai dengan kaidah random, atau sengaja “diatur” sedemikian untuk tujuan tertentu.  Ketiga, melakukan tabulasi/input data yang khusus menyangkut pertanyaan mengenai elektabilitas, untuk kemudian diolah. Di tahap ini, angka persentase elektabilitas Bacapres sudah dapat diketahui. Jika survei bersangkutan benar-benar adalah “pesanan”, maka pada tahap inilah akan ketahuan, jika data memang telah dimanipulasi untuk memenuhi pesanan.  Apakah LSI-DJA bersedia diaudit seperti itu? Jika bersedia, maka saya menyimpulkan bahwa LSI- DJA benar adanya, sehingga layak diacungi jempol. Dalam pengertian bahwa hasil survei yang telah dipublikasinya, memang berasal dari kegiatan survei yang dilakukan sesuai standar metode penelitian survei.  Sebaliknya, jika tak bersedia dengan alasan “rahasia”, maka patut dicurigai bahwa tujuannya memang hendak melakukan framing.  Sebab, jika LSI-DJA benar-benar jujur di dalam melakukan survei, maka semestinya tak keberatan diaudit demi sebuah kebenaran. Sebab untuk membuktikan sebuah survei telah dilakukan dengan benar, hanya audit proses. Membantah hasil survey dengan hasil survey, seperti yang disarankan Denny JA, itu hanya membandingkan hasil survei. Sama sekali tidak menjawab pertanyaan apakah telah dilakukan survei dengan benar. Begitu pula jika muncul keberatan atas publikasi yang dilakukan, tidak cukup hanya berkilah, “Sebaiknya hasil survei dibantah dengan hasil survei.”  Ini disebut cari enaknya sendiri. Pihak yang dirugikan publikasi itu, bagaimana? Secara ilmiah memang tidak salah. Tetapi secara moral, apa tidak merasa bersalah telah merugikan pihak lain?  Bertolak dari kasus di atas, pada kesempatan ini penulis mencoba memunculkan sebuah perspektif, bahwa lembaga survei yang hendak mempublikasi hasil surveinya, harus bersedia diaudit sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Siapa yang akan mengaudit? Mereka yang merasa dirugikan oleh publikasi itu, difasilitasi oleh semacam Lembaga arbitrase.   Tidak seperti selama ini. Nyaris semua Lembaga survei berbuat semena-mena. Mempublikasi hasil survei untuk menggiring dan membangun opini untuk kepentingan pihak tertentu, dan merugikan pihak lainnya. Mengapa? Karena tidak ada proses audit yang dapat mengungkap kebohongan mereka, jika memang melakukan kebohongan. Hingga di sini, saya tiba-tiba teringat pada Muhammad Husain, Mantan Kepala Divisi Peneltian LP3ES. “Saya tidak bisa membayangkan jika survei opini yang kita kembangkan ini, kelak disalahgunakan,” ucapnya lirih pada suatu sore di ruang kerjanya usai pencoblosan Pemilu 1997. Jangan-jangan, apa yang dirisaukan Kak Uceng, begitu saya menyapanya, kala itu memang sudah terjadi. Mungkin itu pula sebabnya ia tak pernah lagi mau bicara tentang survei opini publik. Jika memang tidak punya motif di balik publikasi yang dilakukan, maka sepantasnya hasil survei sub sample seperti di Sumut itu, tidak diumumkan secara terpisah ke publik (ym). Makassar, 13 Oktober 2023.

Poros Tengah 3.0

Oleh Ahmad Fahmi - Seorang Warga warga NU tanpa KTA Secara tidak disangka dan perlahan-lahan konstelasi koalisi seperti Poros Tengah mulai muncul dengan dideklarasikannya pasangan capres-cawapres Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar. Jika pada tahun 1999 parta-partai yang ikut adalah PKB, PAN, PPP, PK dan PBB serta Partai Golkar, maka kini adalah PKB, PKS dan Partai Ummat serta Partai Nasdem. Di tahun 1999 saya sangat semangat mengikuti langkah-langkah out of the box dari Amien Rais dan kawan-kawan yang berhasil menjadikan Gus Dur Presiden. Saya merasakan aura dan semangat Koalisi Perubahan saat ini mirip dengan Poros Tengah waktu itu, sehingga layak disebut Poros Tengah 3.0. Dinamika terbentuknya Poros Tengah 1.0 sangatlah menarik untuk dibahas. Pencetus utamanya menurut saya adalah kegalauan partai-partai Islam atau berbasis massa Islam yang seakan-akan dipaksa untuk memilih antara Habibie yang diusung oleh Partai Golkar atau Megawati yang diusung oleh PDI Perjuangan. Dari banyak diskusi yang dilakukan oleh banyak tokoh Poros Tengah akhirnya mengkristal usulan yang dipelopori oleh Amien Rais untuk mengusung Gus Dur sebagai Presiden. Hingga saat terakhir banyak sekali yang melihat ide ini sebagai lelucon politik atau yang sinis dengan menyebut poros tengah dengan singkatan pongah alias sombong. Dalam dinamika Poros Tengah 1.0 ini ada pernyataan Gus Dur yang melekat di ingatan saya yang isinya kira-kira begini: Amien Rais mencalonkan Gus Dur sebagai Presiden, Gus Dur mencalonkan Megawati sebagai Presiden, mestinya sekarang Megawati mencalonkan Amien Rais sebagai Presiden, jadi mbulet gitu. Betapa santai dan humorisnya Gus Dur dalam politik yang sedang tegang waktu itu. Kita tahu, hingga saat-saat terakhir Ketua Umum DPP PKB Matori Abdul Jalil tetap mencalonkan Megawati sebagai capres karena itu adalah Keputusan resmi Muspim PKB tanggal 16 Agustus 1999. Bagi yang tertarik merasakan dinamika di dalam tubuh PKB waktu itu, link ini bisa membantu Poros Tengah Setelah PKB dan PDIP Besanan . Tidak kalah menariknya dinamika yang terjadi di antara partai-partai yang digalang ke dalam Poros Tengah oleh Amien Rais. Jika PAN, PK (nama lama PKS) dan PPP bersemangat membantu Amien Rais menggalang Poros Tengah 1.0 dan menyetujuin pencalonan Gus Dur sebagai calon Presiden, tidak demikian halnya dengan PBB. Hingga saat terakhir menjelang pemungutan suara, Yusril Ihza Mahendra tetap mencalonkan diri sebagai calon Presiden pada Sidang Umum MPR 1999. Namun setelah diajak diskusi dan didesak oleh para penggagas Poros Tengah akhirnya menarik pencalonannya itu. Sepertinya Yusril Ihza Mahendra tidak sukarela menarik pencalonannya itu jika dilihat pada video ini Pemilihan Gus Dur menjadi Presiden RI ke-4 pada menit 2:40 Yusril menampik ciuman AM Fatwa dari Fraksi Reformasi yang gembira karena Yusril mengundurkan diri sebagai calon Presiden. Berbeda ekspresi dengan Hartono Mardjono anggota fraksi PBB yang ada di sebelahnya yang sepertinya bersemangat atas pencalonan Gus Dur sebagai Presiden.  Walhasil banyak muncul hal-hal tak terduga pada Sidang Umum MPR 1999 itu, misalnya Amien Rais bisa terpilih menjadi Ketau MPR meskipun partainya yaitu PAN hanya meraih posisi kelima perolehan suara pemilu dengan raihan 7.1 %. Atau ketika Megawati dijadikan wapres setelah sehari sebelumnya kalah oleh Gus Dur, dicalonkan bukan oleh PDI Perjuangan tetapi oleh PKB atas inisiatif Ketua Umumnya Mathori Abdul Jalil dan atas permintaan Gus Dur. Spirit Poros Tengah 1.0 itu saya bisa saksikan langsung ketika Amien Rais menjadi pembicara pada maulid di majelis taklim KH Muhammad Yunus Sasi, kyai Betawi dari Kramat Jati di pertengahan tahun 2000.  Para kyai Betawi yang afiliasinya NU itu bersemangat menyambut kehadiran Amien Rais, bisa jadi pada waktu itu pengaruh Amien Rais di kalangan mereka lebih besar dari Gus Dur. Saya masih ingat kata-kata pembuka Amien Rais pada ceramah maulid itu, meski formulasi kata-katanya saya lupa. Intinya yang dikatakan Amien Rais adalah umat Islam seharusnya bersyukur karena punya Presiden yang namanya Abdurrahman Wahid, punya ketua MPR yang namanya Amien Rais serta punya Ketua DPR yang namanya Akbar Zahiruddin Tanjung karena mereka semua berasal dari aktifis pergerakan Islam.  Sayangnya Poros Tengah 1.0 itu berakhir tragis dengan lengsernya Gus Dur kurang lebih setahun setelah ceramah maulud Amien Rais itu. Sebagai orang yang semangat dengan konsep Poros Tengah 1.0 itu saya merasa seperti anak yang melihat orang tuanya cerai, sedih, tak mau menerima kenyataan,  tidak mau memilih ayah atau ibu, menyalahkan keadaan, dan bercampur baur segala perasaan. Secara politis afiliasi partai ideal saya adalah PPP di mana NU dan Muhammadiyah bekerjasama, bukan seperti PKB yang sangat NU atau PAN yang sangat Muhammadiyah. Mungkin sebab itu saya tidak mampu memilih Gus Dur atau Amien Rais, saya maunya Gus Dur dan Amien Rais. Dalam PPP itu ada semangat ukhuwah Islamiyah seperti itu. Bagus sekali pasangan AMIN mau membawa trilogi ukhuwah NU menjadi konsepnya secara simultan yaitu ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah, tanpa perlu mempertentangkannya satu sama lain. Setelah Gus Dur lengser partai Islam atau berbasis massa Islam malu-malu mengemukakan ukhuwah islamiyah karena dianggap sebagai lawan dari ukhuwah wathaniyah.  Poros Tengah 2.0 terjadi pada tahun 2009 ketika PKS (57 kursi), PAN (46 kursi), PPP (38 kursi) dan PKB (28 kursi) dengn dijangkari oleh Partai Demokrat (148 kursi) mencalonkan pasangan SBY-Boediono yang menang satu putaran dengan hasil 60,8 % mengalahkan pasangan Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto. Meskipun Poros Tengah 2.0 calonnya SBY, waktu itu saya lebih memilih Jusuf Kalla.  Seperti kita ketahui pada pilpres 2014 dan 2019 tidak ada sama sekali koalisi Poros tengah, meskipun sebenarnya pada kedua pilpres ada inisiasi-inisiasi untuk itu yang sayangnya tidak berhasil. Yang paling terkenal adalah pertemuan Cikini yang diadakan di rumah Ratna Hasyim Ning di Jl. Cikini Raya, Jakarta pada tanggal 17 April 2014 untuk membicarakan pilpres 2014. Pada Pilpres 2024 ini sepertinya jika tidak ada halangan terbentuk Poros Tengah 3.0 lewat koalisi Perubahan. Sebenarnya Koalisi Perubahan belum bisa disebut sebagai Poros Tengah 3.0 jika kita memakai kriteria sebutan poros tengah lebih kaku dengan mengacu ke Poros Tengah 1.0. Pemicu utama Poros Tengah 1.0 adalah partai-partai Islam atau berbasis massa Islam tidak mau dipaksa-paksa hanya untuk memilih Megawat atau Habibie, sehingga mereka mencari alternatif untuk menghindari keterbelahan secara frontal. Istilah tengah pada kata Poros Tengah itu maksudnya mencari jalan tengah di antara Habibie yang dianggap kanan dan Megawati yang dianggap kiri. Jika konsep itu kini kita terapkan itu pada Pilpres 2024, untuk menghindari pengkubuan frontal antara perubahan (Anies Baswedan) dan keberlanjutan (Prabowo/Ganjar) maka perlu dicari calon Presiden Alternatif sebagai penengah. Berfungsi sama seperti Gus Dur di tahun 1999, capres ini ada untuk menghindari keterbelahan bangsa Indonesia jika salah satu dari dua kubu yang berhadapan frontal itu menang. Saya melihat calon Presiden alternatif itu adalah Mahfud MD dan partai-partai yang menjadi pengusungnya adalah koalisi Partai Golkar (85 kursi) dan PAN (44 kursi) cukup jumlahnya untuk melewati treshold yang 115 kursi DPR. Pasangan cawapres untuk Mahfud MD bisa jadi adalah Airlangga Hartarto atau Erick Thohir. Skenario ini bisa jadi muncul setelah Prabowo Subianto memilih Gibran sebagai cawapres. Tapi skenario ini hanya mungkin terjadi jika Partai Golkar dan PAN tiba-tiba menjadi bandel mengikuti jejak Partai Nasdem dan PKB yang sudah bandel lebih dulu. Semua itu tergantung nyali Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan. Jika itu terjadi maka jumlah pasangan capres akan menjadi 4 pasang. Berkah untuk warga NU yang tidak perlu pusing memilih, karena satu-satunya capres yang berasal dari kalangan NU hanyalah Mahfud MD. Potensi kemenangannya pun bisa menjadi tinggi secara tak terduga, sama seperti pecapresan Gus Dur yang awalnya banyak dilihat sebagai lelucon politik, tetapi akhirnya bisa menang dari Megawati dengan skor 373 suara berbanding 313 suara atau 54 %.  (*)

Ujung dari Konflik Israel - HAMAS (Palestina): Tiga Skenario

Oleh Denny JA - Direktur Eksekutif LSI “Dua hal ini tiada batasnya,” kata Einstein.  “Yaitu: alam semesta dan kebodohan manusia.” Namun melihat perang antara Israel dan Hamas yang merupakan faksi militer dari Palestina, bertambah lagi yang tak berbatas itu. Yaitu dendam manusia, dan rasa tega manusia. Mari kita mulai dengan data. Ini perang baru masuk hari kelima.  Tapi lihatlah, sudah 2.000 orang yang tewas. Sebanyak 200.000 rakyat Palestina mengungsi.  Sekitar 800 rumah rata dengan tanah. Sebanyak 5400 rumah rusak parah. Dan 2 juta manusia terkena dampak berat hidup di wilayah perang. Pasokan  listrik diputus. Jalur air diganggu. Supply makanan diblokir.  Di  jalur Gaza, penyakit, kelaparan, rasa takut, rasa terancam, cemas, kini meraja rela. Lihatlah  puluhan ribu anak-anak di sana. Mereka tak mengerti apa yang terjadi, tapi ikut menderita jiwa dan raga karenanya. Di manakah ujung dari  perang antara Israel dan Hamas sekarang ini?  Maka ada tiga skenario. Pertama, gencatan senjata akan terjadi secepatnya. Itu hasil inisiatif dari Israel dan Hamas sendiri, ataupun ini dipaksakan oleh dunia internasional. Misalnya ini intervensi oleh PBB, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Semua menyadari. Perang ini tak akan dimenangkan oleh siapapun. Menambah waktu perang, hanya menambah jumlah korban dan derita, semakin lama semakin banyak. Skenario kedua: perang ini akan terus berlanjut berbulan-bulan, mungkin juga melampaui setahun.  Ia mengulangi durasi perang yang terjadi di Rusia melawan ukrania sekarang ini. Mengapa  perang ini berarut-larut?  Israel merasa bisa menumpas Hamas. Tapi ternyata Hamas tak bisa ditumpas secepat itu. Hamas merasa bisa mengalahkan Israel. Apalagi Israel, ia pun tak bisa dikalahkan secepat itu. Yang tersisa akhirnya perang yang berlarut-larut dan korban manusia yang juga bertambah- tambah. Skenario ketiga, ini kita harap:  terjadil satu solusi yang lebih permanen. Hanya solusi permanen yang membuat  perang gila-gilaan ini  adalah tikungan kungan terakhir. Solusi permanen itu, tak lain dan tak bukan berdirinya dua  negara yang merdeka, berdaulat dan berdamai. Israel yang merdeka. Di sisinya, Palestina yang juga merdeka. Tapi mengapa solusi dua negara ini tak kunjung bisa selesai? Itu karena mereka selalu buntu untuk untuk batas teritori. Dimanakah batas negara Israel itu harus diterapkan?  Apakah batas Israel adalah batas yang sekarang ini? Ataukau batasnya adalah batas sebelum perang dengan Arab di tahun 1973? Itu dua batas yang sangat berbeda. Kedua, bagaimana  posisi Yerusalem? Apakah ia seluruhnya akan menjadi Ibu Kota Israel? Ataulah  Jerusalem akan dibagi dua,  sebagian buat Israel, sebagian buat Palestina? Ini solulsi “land for peace.” Berikan  kami tanah ini, maka kami akan beri damai yang kalian minta. Baik Israel dan Palestina meminta tanah yang menjadi sengketa. Baik Israel dan Palestina tak mau memberi tanah itu. Negosasi perebutan tanah  ini tak kunjung selesai, dari dulu hingga sekarang. Inilah pangkal muara, yang menjadi ibu kandung konflik, yang hingga kini  beranak pianak kekerasan. Semoga kebodohan manusia, rasa dendam, dan rasa tega itu ada batasnya.***

Apa Putusan MK Soal Umur Capres-Cawapres 35 Tahun?

Oleh Kisman Latumakulita/Wartwan Senior FNN FNN-Senin 16 Oktober 2023 minggu depan, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan keputusan tentang batas usia minimum untuk calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Publik menunggu-ngunggu keputusan MK tersbebut. Banyak perkiraan yang muncul di masyarakat. Ada yang memperkirakan MK bakal mengabulkan gugutan judicial reviuw yang di bakal dikabulkan MK. Namun tidak sedikit yang meyakini gugatan bakal ditolak oleh MK. Awalnya gugatan ke MK mengenai batas minimum usia Capres dan Cawapres diajukan oleh banyak pihak. Namun hampir semuanya kandas di tengah jalan. Pihak terakhir yang menarik gugatan yang telah di MK adalah Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumban Batu. Kini yang masih tersisa di MK hanya gugatan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).    Sejak awal publik Indonesia dan pemerhati politik nasional paham sepaham-pahamnya kalau gugatan batas usia Capres dan Cawapres 35 tahun ini hanya untuk kepentingan satu orang, yaitu Gibran Rakabuming. Putra sulung presiden Joko Widodo (Jokowi) ini didorong-dorong untuk menjadi kandidat Cawapres untuk Capres Prabowo atan Ganjar Pranowo. Semua Upaya ini diduga erat kaitannya dengan cawe-cawe Jokowi sedang menyiapkan dinasti politik keluarganya. Untuk memuluskan rencana ini, maka diperlukan tokoh penting yang berperan sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro). Seorang menteri yang berkantor di sekitaran Monumen Nasional (Monas) berperan sebagai Pimpro. Orangnya jarang muncul ke publik, kacuali untuk kegiatan kedinasan. Kemampuan lobby menteri ini mungkin hanya satu tingkat di bawah Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kita doakan semoga cepat sembuh dari sakit dan bisa bekerja kembali, AMIN AMIN dan AMIN). Dugaan keinginan dan upaya keluarga Presiden Jokowi untuk menjadikan anaknya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden di Pilpres 2024 nanti mungkin lumayan serius. Apalagi kalau keinginan itu didukung juga oleh mamanya Gibran, Ibu Iriana Joko Widodo. Menjadi klop dan sempurna. Semua potensi dan sumberdaya keluarga untuk mewujudkan keinginan tersebut mungkin dikerahkan. Meskipun hingga kini keluarga inti atau terdekat Jokowi tidak ada yang menyaurakan keinginan untuk menjadikan Gibran sebagaiu Cawapres. Namun permbicaraan publik soal ini menjadi serius di hari-hari menjelang putusan MK hari Senin minggu depan. Bahkan ada bertanya-tanya, apa benar Gibran menjadi Cawapres Prabowo? Ternyata itu Jokowi itu tidak bedanya dengan SBY. Hanya memikirkan politik dinasti keluarga. Soal umur bukan menjadi jaminan kematangan dan kedewasaan seseorang untuk memikirkan kemajuan bangsa dan negara. Sejarah mencatat para pendiri bangsa ini telah berpikir dan berjuang memerdekan Nusantara dari cengkaran penajah dan koloniame di bawah tiga puluh tahun. Bahkan ada yang sejak usia belasan tahun. Bung Karno misalnya, saat diadili Pemerintah Belanda di gedung yang sekarang diberi nama “Gedung Indonesia Menggugat” di Bandung. Bung Karno tampil di persidangan dengan pledoi yang berjudul “Indonesia Menggugat” di usia 29 tahun. Pledoi “Indonesia Menggugat” ini isinya memperlihatkan gagasan-gagasan besar Bung Karno mengenai mambangun masa depan Indonesia. Bung Karno memprotres konsesi lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan Belanda kepada investor selama 75 tahun. Sekarang Presiden Jokowi malah kasih HGU kepada investor selama 90 tahun. Tenyata lebih para dari penjajah Belanda rupanya. Begitu juga dengan tokoh-tokoh bangsa seperti Syahrir, Muhamad Yamin, Tan Malaka, Rajiman, Kasman, Wahid Hasyim dan lain-lain yang ketika Sumpah Pemuda 1928 dulu masih berusia dua pulahan tahun. Bahkan ada yang belasan tahun.   Para tokoh yang terlibat dan menjadi pembuat konstitusi Amerika di “Philadelphia Constitutional Convention 1787” adalah orang yang berusia dua puluhan tahun. John Adams, Alexander Hamilton, Thomas Jeferson dan James Adam rata-rata berusia di bawah 30 tahun. Mereka mampu untuk berperan memikirkan masa depan Amerika dalam isi pasal-pasal maupun huruf-huruf di kontitusi Amerika. Tentu saja Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi yang hebat itu bukanlah tandingan para pendiri bangsa atau pembuat kontitusi Amerika. Kalau memakai pepatang orang kampong “masih jauh panggang dari api”. Ayahnya Presiden Jokowi yang hebat itu, dua kali Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta saja banyak masalah yang ditinggalkan untuk presiden penggantinya nanti. Utang pemerintah yang diciptakan dalam sepuluh tahun masa pemerintahan Jokowi nanti, diperkirakan mencapai Rp 5.000 triliun. Sementara utang yang ditinggalkan Bung Karno sampai dengan SBY berakhir 20 Oktober 2014 hanya Rp 2.600 triliun. Kemiskinan dan penggauran bukan berkurang. Malah yang semakin bertambah.       Pertanyaanya, apa mungkin gugatan PSI yang masih tersisa sekarang ini dikabulkan oleh MK? Jawabannya, sebelum sampai tiga hari ke depan, Senin 16 Oktober 2022 nanti bisa iya dikabulkan. Namun bisa juga tidak dikabulkan. Sangat tergantung dari pertimbangan hukum seperti apa yang akan dipakai oleh MK?      Pertama, kalau MK sudah menganggap kedudukannya sebagai pembuat norma hukum, maka bisa saja MK mengabulkan gugatan PSI. Namun jika MK masih tetap menganggap pembuat norma hukum adalah DPR dan Pemerintah, maka gugatan PSI pasti ditolak. Itu berarti Gibran Rakabuming harus tunggu di Pilpres tahun 2029 baru maju sebagai calon Wakil Presiden. Bahkan bisa langsung menjadi calon Preisden. Mengapa tidak? Toh, semua kemungkinan tersedia dan terbuka lebar. Kedua, PSI belum pernah mengalami kerugian kontitusional terkait calon presiden dan wakil Presiden. Misalnya, PSI belum pernah mengajukan calon Presiden atau Wakil Presiden yang berusia 35 tahun atau di bawah 40 tahun. Dengan demikian, PSI tidak layak sebagai Legal Standing penggugat soal usia Capres dan Cawapres ini.   Terakhir, Rasulullah Muhammad Shallaahu Alaihi Wasalam menjadi Nabi dan Rasul 40 tahun. Namun sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan usia di 53 tahun. Begitulah Allah Subhaanahu Wata’ala meberikan perumpamaan kepada hambanya yang berpikir untuk memilih di usia yang pas.   

Survei Denny JA di Sumut, Anies Hanya 5%, Pembohongan Publik

Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior PRABOWO 65%, Ganjar 30%, Anies hanya 5%. Inilah hasil survei Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang diprotes dan digugat Partai Nasdem Provinsi Sumatera Utara. Memang keterlaluan tipuan LSI. Pantas digugat. Bahkan tidak hanya menipu. Melainkan sekaligus menghina nalar sehat publik. Kalau ada yang mengatakan “kurang ajar”, masih cukup sopan. Anies hanya 5%? Bagaimana Anda menjelaskannya ini agar masuk akal? Tidak mungkin. Kecuali reaponden LSI di Sumut hanya pendukung Prabowo dan Ganjar. Keliahatannya inilah yang terjadi. Mereka hanya menanyai pendukung atau relawan kedua bakal Capres itu. Kalau responden ditemui secara random (acak), tidak mungkin 5% untuk Anies Baswedan. Bahkan di NTT sekali pun tak mungkin. Jadi, hasil survei LSI DJA untuk wilayah Sumut itu sangat wajar dicurigai. Bohong yang sangat keterlaluan. Hanya ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, responden sudah direkayasa sehingga Prabowo dapat 65% dan Anies dipojokkan ke angka 5%. Kedua, LSI sama sekali tidak pakai responden. Mereka mengarang bebas. Sekitar empat bulan yang lalu, survei yang sama menempatkan Anies di posisi 28%. Penurunannya sangat drastis. Sangat tidak mungkin dalam situasi apa pun juga. Karena itu, kita perlu mempertanyakan mengapa ini sampai terjadi. Sangat mungkin LSI didesak untuk menuliskan angka-angka di atas untuk tujuan psikologis.  Kelihatannya mereka harus membesarkan lawan-lawan Anies di Sumut. Sebab, Sumut adalah provinsi terbesat di Sumatera. Kalau survei ditampilkan dengan jujur, dipastikan akan melemahkan semangat loyalis Prabowo dan Ganjar se-Sumatera. Kini publik semakin yakin bahwa sebagian besar lembaga survei memang tidak bisa dipercaya. LSI DJA adalah salah satunya. Mereka pantas diduga memainkan survei-survei karena dibayar. Mereka tidak bekerja untuk memperkuat demokrasi.  Tak heran kalau lembaga survei seperti LSI DJA tega melakukan pembohongan publik.[]

Aktivis 98 Memberi Mandat Anies-Muhaimin Menuntaskan Agenda Reformasi 1998

Jakarta, FNN - Perhimpunan Aktivis 98 memberi mandat kepada bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Koalisi Perubahan, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, untuk menuntaskan agenda Reformasi 1998.Mandat tersebut merupakan hasil forum diskusi terpumpun (FGD) Perhimpunan Aktivis 98 di Jakarta, Rabu (11/10), yang dilakukan untuk menentukan kepada siapa mandat penuntasan agenda Reformasi 1998 diberikan.\"Kriterianya tentu yang senapas dengan tuntutan perjuangan Reformasi 1998,\" kata Juru Bicara Perhimpunan Aktivis 98 Fauzan Luthsa dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.Mandat tersebut adalah dengan tidak menjadi bagian dari rezim Orde Baru, terlibat aktif dalam pergulatan pergerakan pro-demokrasi dan Reformasi 1998, memiliki catatan sebagai pemimpin bersih, tidak represif dalam menghadapi kritik, bukan pelanggar hak asasi manusia (HAM), dan simbol persatuan bangsa.\"Berdasarkan kriteria tersebut, Perhimpunan Aktivis 98 memutuskan memberikan mandat penuntasan agenda Reformasi 1998 kepada pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar,\" kata Fauzan.Sementara itu, anggota Presidium Perhimpunan Aktivis 98 Frans Immanuel Saragih menambahkan pemberian mandat tersebut kepada Anies-Muhaimin karena kedua figur tersebut dinilai sesuai dengan kriteria dan mampu mengemban mandat itu.\"Track record Anies dan Cak Imin sangat jelas dalam perjuangan menegakkan demokrasi pasca-Reformasi 1998,\" ujarnya.FGD tersebut dihadiri para aktivis 98, seperti mantan ketua Komisariat Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta Agung Nugroho, Koordinator Perhimpunan Aktivis 98 Ulung Rusman, eks aktivis Forum Kota (Forkot) APP Agung Wibowo Hadi, eks aktivis Famred ATST Ivan Panusunan.(sof/ANTARA)