ALL CATEGORY

Soal Pendamping Prabowo, Gerindra Menghormati Usulan PBB

Surabaya, FNN - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan menghormati usulan Partai Bulan Bintang (PBB) terkait nama Yusril Ihza Mahendra yang disodorkan sebagai kandidat bakal calon wakil presiden untuk Prabowo Subianto.  \"Tentu saja kami menghormati tokoh-tokoh yang diajukan oleh partai politik tersebut sebagai calon wakil presiden,\" kata Ahmad Muzani di DBL Arena Surabaya, Jawa Timur, Minggu sore.   Menurut dia usulan soal bakal pendamping Prabowo merupakan sebuah kewajaran, sebab setiap partai politik pendukung yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju (KIM) sama-sama memiliki pandangan tersendiri.  Karenanya partai-nya tak mau menjadikannya sebagai persoalan, sebab segala keputusan tetap dikembalikan kepada bakal calon presiden Prabowo Subianto. Hal tersebut sama seperti yang disampaikan oleh Sekjen PBB Afriansyah Noor.  \"Tadi disampaikan oleh Pak Ferry keputusan untuk mendukung, untuk menentukan calon wakil presiden diserahkan kepada Pak Prabowo,\" ucapnya. Sementara itu, Sekjen PBB Afriansyah Noor menyebut alasan mengusulkan Yusril Ihza Mahendra didasari pandangan bahwa sosok ketua umumnya merupakan sosok yang berkomitmen dan memiliki jiwa seorang negarawan.  \"Pak Yusril juga pakar hukum tata negara yang pas bersanding dengan Bapak Prabowo Subianto,\" katanya.  Sebelumnya, nama Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra diusulkan sebagai bakal calon wakil presiden pendamping bakal calon presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2024.  Hal tersebut disampaikan oleh Sekjen PBB Afriansyah Noor melalui keterangan resmi pada Kamis (31/8). PBB disebutnya akan terus berikhtiar sehingga Yusril Ihza Mahendra bisa digandeng oleh Prabowo.  Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.  Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.(sof/ANTARA)

Pakar Hukum Mendorong Pembentukan RUU Transisi Kepresidenan

Jakarta, FNN - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Dr. Fahri Bachmid mendorong pembentukan rancangan undang-undang (RUU) transisi kepresidenan di Indonesia.\"Secara konstitusional pranata pengaturan transisi presiden tidak diatur secara spesifik,\" katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.Dia menjelaskan kebutuhan ketatanegaraan menjelang Pemilu 2024, bagaimana merumuskan pranata proses peralihan kekuasaan eksekutif secara tertib, damai, dan bermartabat dalam lingkungan jabatan kepresidenan RI.Menurut dia, RUU transisi kepresidenan itu prinsip dasarnya adalah kepentingan nasional yang mensyaratkan agar peralihan jabatan presiden dilakukan guna menjamin kesinambungan pelaksanaan pembangunan.RUU itu juga sebagai alat untuk mengatur mekanisme serta memfasilitasi transisi kekuasaan yang tertib dan damai, sekaligus mengatur aspek-aspek teknis lainnya, seperti layanan dan fasilitas transisi presiden yang disediakan oleh negara pada kantor sekretariat negara.Kata dia, diharapkan RUU itu juga mereduksi adanya potensi gangguan dalam bentuk apa pun, yang disebabkan oleh pengalihan kekuasaan eksekutif serta berimplikasi pada timbulnya instabilitas sosial politik.Menurut Fahri, perjalanan bangsa dan negara Indonesia selama ini, berkaitan dengan proses peralihan kekuasaan antara presiden, belum bertumbuh sebuah tradisi ketatanegaraan yang baik.\"Kebijaksanaan yang tinggi serta kearifan dari seorang kepala negara, dalam menciptakan tradisi ketatanegaraan, dan transisi kekuasaan menjadi penting untuk dikembangkan,\" katanya menegaskan.Pandangan itu juga disampaikan Fahri dalam diskusi publik bertema, harkat, martabat dan keselamatan seorang mantan presiden di Jakarta.Sebelumnya, Pengamat politik Rocky Gerung dalam diskusi itu menjelaskan secara antropologi, politik di Indonesia, berbasiskan dendam. Di awali ketika Ken Arok menjadi Raja, hingga fenomena antar-Presiden di Indonesia. Misalnya, dijatuhkannya Presiden Gus Dur, hingga tak harmonis-nya hubungan politik Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Bahkan tidak menutup kemungkinan ketika Jokowi tidak lagi menjabat sebagai Presiden RI, bisa jadi mendapatkan serangan dari presiden terpilih.“Ada perisai hukum, hingga kultur tersedia. Tetapi perisai yang paling tangguh adalah batin presiden sendiri,” jelasnya.(sof/ANTARA)

”Kriminalisasi” Kepada Cak Imin Tidak Hentikan Pencapresan Anies Baswedan

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) NasDem dan PKB setuju, Muhaimin Iskandar, alias Cak Imin, Ketua Umum PKB, mendampingi Anies Baswedan, sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024. Manuver Nasdem dan PKB membuat peta politik pemilihan presiden terguncang. Koalisi “kawin paksa” bubar. Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Nasdem-Demokrat-PKS, juga bubar. Demokrat menarik diri dari KPP. Publik juga kaget. Apalagi pendukung Anies. Mereka was-was. Pikiran negatif berkelana. Mereka berpikir, duet Anies-Cak Imin hanya jebakan Jokowi untuk menjegal Anies dari pencapresan. Mereka berimajinasi. Cak Imin akan segera ditersangkakan, Anies pun gagal menjadi calon presiden. Begitu pikiran publik. Pendapat publik tersebut bukan tanpa dasar. Mereka mengamati, Jokowi akan melakukan segala cara untuk menggagalkan pencapresan Anies Baswedan. Seperti misalnya mencari-cari kesalahan di kasus formula-e. Atau intimidasi kepada partai pendukung, termasuk membiarkan upaya “kudeta” Partai  Demokrat. Imajinasi, bahwa pencapresan Anies akan digagalkan, melalui “kriminalisasi” dugaan kasus korupsi Cak Imin sepenuhnya dapat dimaklumi. Terbukti, beberapa waktu yang lalu KPK menggeledah kantor kementerian ketenagakerjaan. Target: Cak Imin, katanya. https://www.viva.co.id/berita/nasional/1633369-kpk-bakal-periksa-cak-imin-terkait-kasus-korupsi-pengadaan-sistem-pengawasan-tki?page=1 Kawan-kawan media juga kaget. Mewakilkan publik, bertanya-tanya, bagaimana nasib pencapresan Anies ke depan. Pencapresan Anies Baswedan adalah sebuah keniscayaan. Meskipun Cak Imin “dikriminalisasi” kasus korupsi. Karena pencapresan Anies tidak tergantung dari status Cak Imin. Karena, pencapresan Anies didukung  oleh Nasdem dan PKB yang sudah memenuhi persyaratan presidential threshold minimal 20 persen. Maka itu, status calon presiden Anies Baswedan sah. Kalau Cak Imin “dikriminalisasi” kasus korupsi, maka Nasdem dan PKB hanya perlu mengganti calon wakil presiden pendamping Anies. Mungkin PKB akan menunjuk calon pengganti dari kalangan NU. Semua ini hanya masalah teknis. Tidak sulit. Itupun kalau KPK dan pengadilan bisa mendakwa dan vonis Cak Imin sampai inkracht sebelum pendaftaran capres dan cawapres berakhir pada 25 November 2023. Apakah KPK dan pengadilan mampu? Selama belum ada putusan inkracht dari pengadilan, maka Cak Imin masih memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden.  Kata “kriminalisasi” dengan tanda kutip, menunjukkan sebuah kondisi di mana KPK atau Aparat Penegak Hukum tidak melaksanakan proses hukum berdasarkan pertimbangan hukum secara murni. Karena, kenapa selama ini kasus dugaan korupsi Cak Imin, kalau memang ada, tidak pernah diproses? Kenapa, baru sekarang mau diperiksa, ketika Cak Imin dipasangkan sebagai calon wakil presiden Anies Baswedan? Oleh karena itu, “kriminalisasi” kasus korupsi kepada Cak Imin akan memicu kemarahan publik secara luas. Khususnya kemarahan para pendukung PKB. Karena Jokowi, atau KPK, atau Apparat Penegak Hukum, akan dituduh mempermainkan hukum untuk kepentingan kekuasaan dan kepentingan kelompoknya. Kali ini, publik mungkin akan melawan dengan keras, karena menyangkut kepemimpinan bangsa masa depan. Publik akan menggeruduk KPK, Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Polri, menuntut semua aparat penegak hukum membongkar semua kasus dugaan korupsi yang masih diterbengkalaikan. Sangat banyak sekali. Publik menuntut, KPK, atau Kejaksaan Agung, atau Bareskrim Polri, wajib menuntaskan laporan dugaan korupsi Kaesang dan Gibran bersama group Sinarmas. Publik juga menuntut, KPK, Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri membongkar tuntas, sampai ke aktor intelektual, kasus korupsi penyelundupan nikel, korupsi penjarahan nikel blok Mandiodo, korupsi penjarahan kawasan hutan ilegal seluas 3,3 juta hektar, korupsi ekspor minyak goreng, penyelundupan emas batangan, kasus korupsi BTS, kereta cepat Jakarta Bandung, proyek jalan tol dan infrastruktur lainnya, dugaan TPPU Rp349 triliun di Kementerian Keuangan, dugaan korupsi dana PC PEN (Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional), dan masih banyak lainnya. Untuk itu, publik menuntut semua aparat penegak hukum dan pemberantasan korupsi bersikap profesional. Pergantian kepemimpinan nasional di depan mata.  Jangan sampai sikap oportunis Anda, mengorbankan kepentingan nasional, akan menjadi bumerang yang akan memenggal leher Anda. --- 000 ---

Saran untuk Pak SBY, Introspeksi, Tabayyun, dan Tahan Emosilah, Abort Your Plan

Oleh Jon A.Masli, MBA, Diaspora Indonesia in USA & Corporate Advisor HAMPIR setahun sudah kita melihat akrobat parpol-parpol bermanuver. Alamak manuver-manuver mereka terkesan arogan, kurang beretika, yang kerap norak, dan gaduh. Lebih konyol lagi, kita sudah tidak bisa membedakan kapan mereka itu politikus-politikus senior yang merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai dan Menteri di Kabinet menjalankan tugas pemerintahan dan kapan kampanye politik memakai fasilitas negara dalam akrobat-akrobat kegiatan politiknya. Jadi terkesan pelanggaran etika berdemokrasi, tata krama public governance dan juga mungkin konstitusi oleh para politikus dan pejabat di Indonesia itu adalah hal yang biasa. Bak istilah slang anak  Medan: \"Ini Medan, Bung\" atau : \"Ini Indonesia Bung, bukan Amerika, tau! Bingung kita melihatnya. Bukankah kita negara demokrasi? Ada koalisi ini dan itu yang bak \"tim akrobat politik\" menunjukkan gaya demokrasi yang unik. Kadang-kadang kami di Amerika Utara melihat demokrasi tanah air itu demokrasi ala seenak udel saja.Yang jelas, beda jauh dengan demokrasi di Amerika Serikat. Tontonan akrobatik terbaru adalah manuver partai Demokrat yang bikin heboh. Mereka terkesan baper, reaktif, kuping tipis, emosian, dan childish, ngamuk serta ngancam mau keluar dari Koalisi Perubahan. Walau SBY nongol dengan komentar soft santun tapi nyelekit, menuduh  Anies Baswedan berkhianat dan tidak shiddiq dan tidak amanah, tanpa tabayyun, karena SP membawa partai Nasdemnya ke dalam suatu kerjasama politik dengan PKB dan mengusung Cak Imin. Kebanyakan netizen rakyat biasa ini mungkin percaya dengan omongan SBY, mengingat keterbatasan wawasan mereka. Terutama yang NU-NU pendukung Gus Dur yang menganggap Cak Imin itu mengkudeta Gus Dur dengan kelicikannya. Sah-sah saja emang kalau ada netizen yang beranggapan demikian. Tapi banyak juga yang menyayangkan sikap Pak SBY yang dianggap tidak mencerminkan negarawanan di depan publik, karena SBY seakan ngotot memaksakan AHY lah yang harus dipilih jadi Cawapres koalisi perubahan. Titik! Banyak yang berpendapat bahwa Partai Demokratlah yang memulai manuver memecah koalisi perubahan dengan baper dan reaksi  berkelebihan dan emosi. Bukankah Pak SBY seharusnya tabayyun me-lobby koalisi perubahan lainnya, khususnya partai Nasdem dengan kepala dingin, beretika, dan mengedepankan sikap kenegarawanan. Sayang beliau kadung emosian menunjukkan ambisinya sehingga terkesan seolah motif utamanya hanya ingin agar Mayor AHY yang masih Green Horn harus jadi Cawapres ABW.  Kita semua berasumsi bahwa Partai Demokrat itu penyandang dana koalisi perubahan. Tapi kita kagum dengan  SP, walau bertampang seram dengan brewok lebat, tapi bisa menunjukkan gaya elegan seorang negarawan dalam menyikapi kemelut ini, seperti Jenderal George S. Patton, pemimpin pasukan sekutu perang dunia II yang bijak. Nasdem, PKS dan ABW, dll, bak pasukan sekutu, dan Jawa Timur adalah battle ground penentu kemenangan pertempuran Pilpres 2024. Seperti strategi  Patton yang melihat the Battle of the Bulge sebagai medan perang  penentu kemenangan pasukan sekutu dalam mengalahkan Jerman. Kita sudah lihat bagaimana perilaku ABW menunda deklarasi cawapres sejak Februari 2024. Harusnya SBY paham dong, kalau  \"Stake holders dan Board of Directors Koalisi Perubahan\" belum berkenan untuk menyetujui AHY sebagai Cawapres pendamping ABW\". The Battle of Provinsi Jawa Timur itu amat krusial. No joke, Jose. If U loose Jatim, you loose Pilpres 2024! Dan Bang Brewok Cool & the Gang, know it well, too! Saran saya kepada Pak SBY, introspeksi dululah. Maklumilah bila Mayor AHY dinilai masih belum cukup qualified untuk posisi Cawapres, apalagi elektabilitasnya tergolong masih minim. Jangan sampai AHY jadi korban bully seperti Gibran: \"Pemimpin karbitan, politik dinasti\". Tabayyunlah dan tunjukkan jiwa kenegarawanan bapak, dan segeralah lakukan lobby untuk re-groupping dengan semua stake holders, demi mempertahankan kelanggengan Koalisi Perubahan dan Persatuan. Itu juga kepentingan bersama untuk negara dan bangsa. Jangan kesusu keluar, sebab  Partai Demokrat akan terkucilkan, dan menjadi terpojok. Segera Take a U-turn, temui Pak SP, dkk. Mereka pasti akan berupaya mencari solusi dan setuju untuk mengakomodir ambisi AHY dengan opsi-opsi yang tersedia. Kalau menang, siapa tahu bisa dengan latar belakang militernya ia bisa dapat posisi Menhan, atau posisi Menteri. Itu lebih keren dari pada jabatan Wapres yang selama ini  suka diledek para netizen sebagai jabatan pelengkap nomenklatur. Mungkin karena jabatan Wapres selama ini dijabat oleh tokoh MUI yang konon terkesan pasif, kurang jelas fungsinya. Gak dengar gebrakannya selama ini. Lain cerita kalau seperti kasus DT dan Mike Pence. Sebaliknya, kalau Partai Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan, legacy bapak dan masa depan politik AHY berisiko rusak dan sejarah akan mencatat musibah politik ini yang berpotensi mengganggu bahkan membuat Pemilu kurang sempurna . Publik sudah bisa membaca, SP dkk ingin memenangkan Pilpres. Sementara visi Pak SBY ingin Putra Mahkotanya bersanding dengan ARB. On the contrary, bila tetap bersama koalisi perubahan, Bapak akan diingat sebagai negarawan bahkan pahlawan, karena rakyat umumnya  berharap Pemilu  2024 bisa terlaksana secara Jurdil. Sekarang Pasar modal BEI pun mulai panik. Politik brutal tidak beretika mengatasnamakan demi  rakyat dan demokrasi manggung terus. Bisa jadi Pilpres 2024 mungkin batal atau diundur.Wah Ciloko kalau ini terjadi! Badut-badut politik  yang lagi berkuasa, tidak tahu malu dengan kompetensi dan  kinerja minim di kabinet, pura-pura tidak paham apa itu Good Corporate Governance atau Good Public Governance, dan kadang-kadang lupa dengan amanat konstitusi, akan happy banget, karena mereka bisa terus berkuasa. Semoga Partai Demokrat abort your suicidal war plan. Rakyat Indonesia akan tersiksa. (*)

Politik Terbodoh Semua Tergantung Presiden

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan ANEH, saat Jokowi akan mengakhiri masa jabatannya dan tidak mungkin dipilih kembali menjadi presiden, justru hampir semua partai politik dan pimpinannya menjadi tergantung pada Jokowi. Dukungan Capres atau Cawapres harus mengikuti kemauan politik Jokowi. Tentu hal ini bukan kagum pada kehebatan Jokowi tetapi prihatin akan kebodohan partai-partai politik. Semua menyerahkan leher untuk dipotong Jokowi atau sekurangnya dijerat dan dikendalikan. Dengan kata lain sukarela atau terpaksa siap untuk dijajah oleh sang Presiden. Dengan berbagai alasan tentunya, apakah itu strategi atau memang tidak ada pilihan lain karena tersandera oleh tangan-tangan  kekuasaan baik KPK ataupun kejagung yang seram menakut-nakuti.  Seharusnya adalah pilihan bebas. Lepaskan dari jeratan dan kendali. Merdeka untuk berkompetisi sehat dan kualitatif sehingga tidak sekedar beralasan bahwa ini lumrah dalam berpolitik. Seolah politik itu boleh melakukan segalanya termasuk menjual diri dengan harga yang murah. Kompetisi yang sehat adalah tuntutan bangsa dan rakyat. Rakyat tidak suka pada partai-partai dan pimpinan yang sakit atau berstatus rawat jalan.  Partai politik dalam suatu sistem politik demokrasi adalah lembaga infrastruktur bukan suprastruktur politik. Artinya ia menjadi bagian dari kekuatan dan kepentingan rakyat, bukan institusi pemerintahan. Tidak inferior pada penguasa. Hanya di negara komunis partai politik itu melekat dengan pemerintah. Sistem partai tunggal (one party system) namanya. Sedangkan negara demokrasi itu bersistem partai jamak (multi party system) sekurangnya two party system.  Indonesia sebagai negara demokrasi sejatinya menjadikan partai politik sebagai institusi penyalur kepentingan rakyat, pengatur konflik, rekrutmen, kontrol politik, sosialisasi dan pendidikan politik. Partai politik itu harus mandiri. Ketika mayoritas partai politik menjadi koalisi pemerintah dan tunduk pada komando Presiden, maka sistem multi partai sudah bergeser menjadi quasy one party system--sistem satu partai semu.  Model ini adalah ciri dari suatu negara totaliter.  Pemilu 2024 harus menjadi Pemilu rakyat bukan Pemilu Istana. Pesta demokrasi bukan pesta otokrasi atau oligarki. Jika semua partai politik yang berkompetisi sudah tergantung pada Presiden khususnya dalam Pilpres, maka Pemilu  itu hanya main-mainan semata. Presiden boneka akan berulang tercipta. Otokrasi atau oligarki akan tetap berkuasa.  Kasus menjelang pendaftaran kini terindikasi ada nuansa sarwa Presiden. Pada paket Koalisi Indonesia Maju (KIM) semua adalah \'teman\' dan \'tawanan\' Jokowi. Koalisi Perubahan (KPP) sebelum Deklarasi Surabaya ternyata lapor dahulu kepada Jokowi. Tinggal PDIP dengan Capres Ganjar \'mantan\' Jokowi. Cawapres Ganjar  diprediksi kelak \'orang\' Jokowi juga.  Partai politik harus memerdekakan diri dengan melakukan perlawanan atas penjajahan politik. Pemilu 2024 mesti bebas dari cawe-cawe Jokowi. Jokowi harus dihentikan secara konstitusional. Pemilu sehat akan berjalan jika tanpa Jokowi. Artinya partai politik bersama-sama dengan rakyat mendesak proses pemakzulan. Pelanggaran hukum Jokowi maupun perbuatan tercela sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945 mudah untuk dibuktikan.  Agar tidak melakukan politik terbodoh dimana partai-partai politik menjadi tergantung lehernya oleh Presiden Jokowi, maka satu-satunya jalan adalah dengan membebaskan diri dari gantungan itu. Jokowi yang dilucuti kekuasaan dan kewenangannya dari kemampuan untuk menggantung.  Makzulkan segera oleh partai politik bersama dengan rakyat by people power.  Bandung, 3 September 2023

Bersatunya PKS dan PKB dalam KPP adalah Kekuatan Politik tidak Tertandingi

Oleh Laksma Ir. Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik DEKLARASI Anies - Muhaimin baru saja digelar pada Sabtu 02 September 2023 membuktikan hebohnya jagad perpolitikan menjelang pilpres Pemilu tahun 2024. Munculnya Muhaimin atau Cak Imin Ketua Umum PKB sebagai cawapres Anies menggeser posisi AHY beberapa hari sebelumnya  membuat berang (marah besar) partai Demoktrat.  Pengkhianat, begitu cap yang ditempelkan oleh kawan seiring Anies di Demokrat. Terasa sadis memang, kawan seiring jadi lawan.  Partai Demokrat (PD) bergerak cepat. Maraton, mereka membahas itu, maka sebelum PKB mendeklarasikan dukungannya pada Anies/KPP, PD menyatakan keluar dari KPP dan mencabut dukungannya pada pencapresan Anies Rasyid Baswedan. Riuh rendah reaksi masyarakat, balihopun jatuh berguguran, tak kurang pula dengan sumpah serapahnya.  Memang tidak tampak tetesan air mati yang jatuh ketanah, tapi lawanpun berjingkrak kegirangan. Duhhh mengapa sampai begini? PKS, tampaknya diajak ikut berang sehingga seakan koalisi menjadi bubar, tapi ternyata PKS tidak sumbu pendek,  mereka menyambut baik masuknya PKB dalam Koalisi Perubahan. PKB tidak berang, walau ikut menitipkan juga calon wakil presidennya namun tidak harga mati. Seusai deklarasi begabungnya PKB dalam KPP disambut baik oleh Presiden PKS beserta jajarannya. Jawaban tegas PKS ini menunjukkan masih bersama rakyat yang menginginkan adanya perubahan di negeri ini, menginginkan Anies Presiden. Sungguh, bila begabungnya PKB dan PKS dan Anies sebagai penjurunya ini benar-benar terwujud, maka ini kekuatan yang luar biasa. Kekuatan yang setara gabungan PB NU dan PP Muhammadiyah. Tuduhan dari kaum sekuker, abangan dan kelompok sebrang “Anies Bapak Politik Indentitas” kini menghujam  mereka sendiri. Indentitas Islam terwujud dalam KPP justru digagas oleh tokoh King Maker si Brewok Surya Paloh Ketum Partai Nasdem. Bersatunya PKS dan PKB merupa cerminan bersatu ulama dari NU, Muhammadiyah dan Gerakan 212.  Semoga ini merupakah rahmat Allah, pertolongan Allah  yang dikucurkan kepada umatnya. Sungguh, bila ini benar terjadi,  sebenarnya ini yang ditakuti oleh mereka karena akan menyatukan kekuatan dan militansi dari akar rumput Islam di Indonesia. Dulu, ketika  Prabowo Subianto dalam pilpres  2019 didukung kekuatan islam  tapi kenyatannya kalah. Hal ini terjadi karena sumber-sumber yang melahirkan tokoh-tokoh dan politisi islam tidak banyak yang ikut,  banyak yang diam. Para kiyai, dan tokoh tokoh  pesantren diam. Kini bergabungnya Cak Imin bersama gerbong besarnya PKB diharapkan mampu membawa para kiyai dan tokoh pesantren bersuara bergerak menyatukan suara di bawah komando Amin. Perkenankanlah yaa Allah, Anies- Imin Presiden. Cak Imin, lahir, besar dan tumbuh dari kandungan pesantren, dari keluarga besar NU akan menjadi magnet yang menyatukan mereka,  maka tidak ada lagi kampret dan kadrun. Kalau PKS - PKB bersatu dalam koalisi perubahan dengan Anies presiden dan Cak Imin wakilnya, kekuatan islam insyaa Allah tidak tertandingi. Ini ibarat simponi semut abang/ireng/hitam. Simponi semut hitam suatu kiasan bila berjalan selalu rombongan beriringan dan mampu menggotong suatu barang yang  100 kali lebih besar dari semutnya. Artinya dapat dipastikan mayoritas  umat islam mendukung KPP dengan bergabungnya PKB    maka siapapun lawannya sulit mengalahkannya. Maka muncullah tuduhan, bergabungnya PKB adalah jebakan, cawe-cawenya Jokowi. Sungguh kali ini saya katakan, kasihanilah presiden kita, jangan selalu dikambinghitamkan. Lihatlah ini sebagai kerja keras si Brewok Surya Paloh dan kawan- kawannya. Berkali-kali dia menjadi king maker dan hasilnya goal inilah ketajaman naluri politiknya. Namun kenyataannya, KPK akan menunjukan tajinya. Kasus Kardus Durian tahun 2014 digali kembali untuk mentersangkan Muhaimin Iskandar calon wakil presiden Anies. Mampukan cak Imin berkelit? Cak Imin memang berani pasang badan, tapi tidak untuk menebus dosa dan menyerahkan lehernya digantung, apalagi digantung di Monas. Dia tentu tahu bagaimana nasib Jhonny G Plate karena partainya penggagas KPP. Dia tentu juga tahu bagaimana Airlangga Hartanto balik badan  lintang pukang ketakutan dikriminalkan korupsi karena mencoba melirik Anies Rasyid Baswedan. Keteguhan cak Imin berani jadi Cawapres Anies adalah taruhan tentang dirinya. Dia bersih. Tentu si Brewok SP tahu siapa Cak Imin itu. Jangan anggap si Brewok menyerah seperti yang dikatakan pemilik ungkapan bajingan tolol, si Brewok sudah berdarah-darah dan PKB bukan tong sampah.  Ingat, Surya Paloh tidak hanya membawa Cak Imin dalam KPP, tapi lengkap dengan PKB-nya. Cak Imin ditangkap PKB dapat, di situ ada Khofifah dan ada pula Mahfud MD,  yang begitu sabar dan tidak berang walau hanya kebagian baju putih capres pada pemilu tahun 2019 lalu. Belum lagi ada calon wapres dari PKS yang sabar menanti.  Terus kayuh bidukmu wahai Anies, semua bisa berubah. KPP datang untuk perubahan. Nasdem berubah, PKB berubah, bisakan. Minggu 03 Sept 2024

Ngabalin Offside!

Oleh Sutrisno Pangaribuan -Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas).  PERNYATAAN Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin (Ngabalin) terkait hasil sidang Tim Penilai Akhir (TPA) offside. Ironisnya, pernyataan Ngabalin dijadikan rujukan tunggal oleh semua media, dalam memberitakan nama- nama Penjabat Gubernur. Meskipun belum ditetapkan dalam keputusan presiden (Keppres), nama- nama yang beredar tersebut telah dibahas dan diberi ucapan selamat oleh berbagai pihak.  Ngabalin yang bukan anggota TPA, dan bukan juru bicara TPA, menyampaikan hasil sidang TPA yang seharusnya tertutup kepada publik. Ngabalin mendahului Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut memimpin rapat TPA saat itu. Posisi dan jabatan Ngabalin, bukan pembantu Presiden Jokowi, tetapi pembantu Moeldoko. Maka pernyataan Ngabalin selain mendahului Jokowi, juga tidak menghargai Moeldoko sebagai pimpinannya. Tindakan Ngabalin melampaui kewewenangannya, sebagai pembantu Moeldoko yang merupakan anak buah dan pembantu Presiden Jokowi.  Sidang TPA Bersifat Rahasia dan Tertutup  Penetapan Penjabat Gubernur akhirnya memunculkan spekulasi dan polemik karena Ngabalin membocorkan hasil sidang TPA yang bersifat rahasia dan tertutup. Padahal hasil sidang TPA sendiri bukan satu- satunya dasar memutuskan dan menetapkan Penjabat Gubernur. Presiden sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, dan Panglima Tertinggi TNI dapat merubah hasil sidang TPA, atau mengabaikan hasil sidang TPA demi kepentingan bangsa dan negara. Pejabat Gubernur dapat diputuskan dan ditetapkan sendiri oleh Presiden tanpa sidang TPA.  Presiden Jokowi dapat mengangkat nama- nama calon yang tidak ada dalam usulan dan proses melalui DPRD, kementerian/ lembaga, dan tanpa profiling  Kemendagri. Proses sidang TPA adalah proses normal dan formal, sedang keputusan akhir ada pada pilihan dan keputusan objektif dan subjektif Presiden Jokowi. Maka sangat mungkin hasil sidang TPA yang dibocorkan Ngabalin ke publik berbeda dengan yang akan diputuskan dan ditetapkan Presiden Jokowi, dituangkan dalam Keppres.  Sejumlah Nama Tidak Memenuhi Syarat Meski tidak layak dijadikan rujukan, karena belum diputuskan dan ditetapkan dalam Keppres, namun nama-nama yang dibocorkan Ngabalin dipastikan sebagian tidak memenuhi syarat sebagai Penjabat Gubernur. Salah satunya adalah Mayor Jenderal TNI Hasanuddin, yang dalam berbagai berita disebut Purnawirawan. Maka purnawiran tidak dapat diangkat sebagai Penjabat Gubernur, kecuali yang bersangkutan sebelum purnawirawan dari TNI telah melalui alih status dari aparat TNI menjadi aparatur sipil negara. Dan yang bersangkutan saat dipilih dan diangkat sebagai Penjabat Gubernur sedang menduduki jabatan pimpinan tinggi madya ( JPT Madya) melalui hasil seleksi terbuka (lelang jabatan).  Bagi aparat TNI dan Polri, aparat negara yang bukan ASN, harus melewati proses dan tahapan untuk alih status menjadi ASN. Pangkat dan jabatan dalam TNI dan Polri tidak serta merta (otomatis) disesuaikan pada ASN. Aparat TNI dan Polri yang sudah alih status menjadi ASN harus ikut seleksi JPT Madya ( lelang jabatan). Maka jika tanpa proses alih status dan tanpa proses seleksi (lelang) ASN pada JPT Madya, Mayor Jenderal TNI Hasanuddin (dalam berita disebut purnawirawan) tidak memenuhi syarat menjadi Penjabat Gubernur.  Nama- nama yang disebut Ngabalin harus dilacak status JPT madya nya pada kementerian dan lembaga dan pemerintah daerah. Adapun JPT madya ASN adalah sebagai berikut: Sekretaris jenderal kementerian, Sekretaris kementerian, Sekretaris utama, Sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, Sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, Direktur jenderal, Deputi, Inspektur jenderal, Inspektur utama, Kepala badan, Staf ahli menteri (bukan staf khusus), Kepala Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, Sekretaris daerah provinsi.  Maka jika nama- nama yang disebut Ngabalin tidak menduduki jabatan- jabatan tersebut maka pasti tidak memenuhi syarat sebagai Penjabat Gubernur.  Perhatian Khusus Untuk Papua  Presiden Jokowi harus hati- hati dalam memutuskan dan menetapkan Penjabat Gubernur Papua. Dinamika politik pasca Lukas Enembe harus dikelola dengan baik. Masyarakat Papua pasti menginkan Penjabat Gubernur Papua itu adalah Orang Asli Papua (OAP). Maka penunjukan Penjabat Gubernur di Papua itu tidak boleh hanya menggunakan mekanisme TPA tunggal. Presiden Jokowi diminta untuk tidak hanya menggunakan mekanisme formal dalam memutuskan Penjabat Gubernur Papua.  Sebagai induk dan puncak dari semua dinamika politik, maka Provinsi Papua harus ditangani dengan pendekatan khusus. Maka kekhususan penanganan Papua harus menjadikan OAP sebagai syarat utama dan pertama ( mutlak) dalam penentuan Penjabat Gubernur. Saat ini OAP yang menduduki JPT Madya dan masuk dalam nominasi calon Penjabat Gubernur Papua adalah Amzal Yoel (JPT Madya di Kementerian Agama RI) dan Anthonius Ayorbaba (JPT Madya Kementerian Hukum dan HAM RI). Kedua nama tersebut, selain OAP, pasti memiliki kemampuan dalam memimpin Papua menghadapi Pemilu 2024 hingga Pilkada Serentak 2024.  Stop Manuver Politik Para Makelar Kongres Rakyat Nasional ( Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa sumber informasi terkait Penjabat Gubernur seharusnya Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, bukan Ngabalin. Pratikno memiliki kewenangan mengurus penerbitan Keppres tentang pengangkatan nama- nama dalam posisi Penjabat Gubernur yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Selain Presiden Jokowi dan Pratikno tidak ada orang yang berhak mengumumkan hasil TPA.  Kedua, bahwa nama- nama calon Penjabat Gubernur dari aparat TNI dan Polri (bukan ASN) harus dipastikan belum pensiun (purnawirawan). Maka status aktifnya sebagai aparat harus dikonfirmasi ke biro SDM TNI dan Polri. Jika sudah menjadi ASN baik yang organik maupun alih status, maka harus dikonfirmasi kepada BKN untuk memastikan usia pensiun dan posisi JPT Madya saat diangkat sebagai Penjabat Gubernur.  Ketiga, Ngabalin tidak memiliki kewenangan dalam menyampaikan hasil sidang TPA ke publik. Maka tindakan Ngabalin merupakan pelanggaran serius yang dapat memicu dan memacu polemik di tengah masyarakat. Maka Moeldoko sebagai pimpinan dari Ngabalin diminta untuk mencopot dan memecat Ngabalin.  Keempat, bahwa penyampaian nama- nama Penjabat Gubernur ke publik mendahului Keppres diduga terkait dengan manuver dari para makelar politik yang bekerja untuk kepentingan politik kelompok dan golongan tertentu. Penyampaian informasi hanya berdasarkan hasil sidang TPA diduga berkaitan dengan pembangunan dan penggiringan opini publik sekaligus aksi \"test the water\" untuk kepentingan politik tertentu.  Kelima, bahwa Presiden Jokowi diminta untuk tidak menjadikan hasil sidang TPA sebagai mekanisme tunggal dalam penentuan Penjabat Gubernur. Kelompok politik pragmatis diduga terlibat dalam proses penentuan sejumlah nama yang telah diumumkan Ngabalin, baik dalam proses awal hingga di sidang TPA.  Keenam, bahwa Indonesia saat ini dalam kondisi yang aman, tenteram, dan damai. Sehingga tidak ada hal ikhwal kegentingan yang memaksa untuk mengangkat aparat TNI dan Polri aktif sebagai Penjabat Gubernur. Sebagai pemimpin sipil, maka Penjabat Gubernur harus ASN atau aparatur negara non ASN yang telah alih status menjadi ASN. Alih status dari aparat TNI dan Polri menjadi ASN tidak dapat dilakukan hanya untuk kepentingan tunggal karena posisi Penjabat Gubernur.  Ketujuh, bahwa munculnya nama- nama aparat TNI dan Polri aktif tanpa alih status menjadi ASN tidak memenuhi syarat. Meski aparat TNI dan Polri adalah aparat negara, tetapi tidak masuk kategori ASN. Maka semua Penjabat Gubernur harus ASN (mutlak). Latar belakang Mendagri diduga berkaitan dengan nama- nama yang dibocorkan Ngabalin untuk kepentingan tertentu.  Kedelapan, bahwa munculnya nama- nama aparat TNI dan Polri dalam jabatan sipil Penjabat Gubernur diduga berkaitan dengan kepentingan politik dan aktivasi dwifungsi TNI dan Polri. Tindakan tersebut berbahaya dalam rangka proses demokrasi. Aparat TNI dan Polri yang ingin maju sebagai kepala daerah saja harus mundur dan menjadi warga sipil baru berhak mendaftar sebagai calon kepala daerah.  Kornas akan terus mengawal proses demokrasi demi terwujudnya supremasi sipil sebagai salah satu tuntutan reformasi 1998. Kornas akan tetap konsisten memperjuangkan tuntutan reformasi untuk mencabut seluruh bentuk dwifungsi TNI dan Polri meski sebagian besar aktivis 1998 saat ini hanya sibuk dalam aksi berebut remah- remah kekuasaan. (*)

Jenderal Gatot Nurmantyo dan Rahman Sabon, Satu-satunya Capres Cawapres dari Rakyat untuk Rakyat

Oleh Letjen. TNI Purn Dr. Umar Abdul Azis - Sultan Siak Sri Indrapura Riau APA yang bakal berlanjut pasca Surya Paloh mengeluarkan statemen, PKB bergabung dengan KPP? Sabtu (2/9/2023) pagi telah dilakukan deklarasi KPP mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berlangsung di Surabaya Sabtu sore. Dinamika politik di KPP ini terbilang  mengejutkan. Meski, hal ini memberi jawaban pasti tentang: mengapa deklarasi Anies-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak kujung diwujudkan. Tetapi di balik dinamika itu,  praktis muncul analisis dari  berbagai tokoh, dan elemen bangsa lain. Juga, tak terkecuali dari keluarga besar raja sultan dan pemangku adat Nusantara. Pokok analisis itu, bahwa cawe- cawe Pesiden Joko Widodo  telah berhasil memecah koalisi perubahan KPP. Bahkan, juga akan memecah koalisi PDIP sendiri. Diskursusnya, Jokowi \"memenangkan\" pertarungan Capres 2024. Musababnya, bukan tidak mungkin  konfigurasi koalisi partai pengusung Capres Cawapres bisa bermetamorfosis menjadi : ▪Koalisi Gerindra + Golkar + PAN: 36,1 % suara. ▪Koalisi Demokrat + PKS + PPP: 21,3 % suara. ▪Koalisi  Nasdem + PKB: 20,3 % suara. ▪ Koalisi  PDI Perjuangan,  22,3 % suara Prediksi ini bisa saja terjadi, lantaran publik sudah dapat membaca kebiasaan  partai politik yang sukanya \"pecicilan\" dalam menentukan pasangan. Betapa tidak, ketika kabar akan duet Anies dengan Muhaimin sebagai Cawapres, sontak para petinggi Demokrat kebakaran jenggot. Tetapi beberapa jam kemudian AHY yang digadang Demokrat dengan mengunci Koalisi Perubahan Untuk Persatuan KPP menjadi Cawapresnya Anies, harus mengklarifikasi dengan mengeluarkan surat himbauan pada seluruh kader Demokrat  yang dianggap menyejukkan, lalu puji-pujian pun berdatangan.  AHY memang layak jadi Ketum Demokrat sekalipun usia tergolong muda dan belum banyak makan asam garam memimpin misalnya menjadi Kepala Daerah, dsbnya, jelas ini bagian dari modal AHY menawarkan jadi Cawapres.  Pemilihan langsung presiden sudah berjalan beberapa kali di era reformasi, tetapi di era Joko Widodo  nyapres hingga berhasil menang 2 periode tidak dipungkiri menorehkan legacy buruk tentang sebuah partai.  Apalagi secara terang-terangan kedaulatan rakyat telah bergeser menjadi kedaulatan partai politik. Dan para elitis partai justru enjoy menikmati situasi paska Amandemen UU 1945. Padahal, itu sudah sangat nyata menyimpang dari prinsip  konstitusi kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu UUD 1945 dan Pancasila 18 Agustus 1945  sebagaimana termaktub  dalam Mukadimah UUD 1945 sebagai landasan hukum konstitusional tertinggi negara kita. Jalannya demokrasi kekinian  dipastikan berubah dari partai untuk partai, sekalipun  hiruk pikuk pesta demokrasi pilpres menyita waktu rakyat Indonesia.  Konfigurasi peluang munculnya satu lagi  Capres   mewakili kerajaan Kesultanan Nusantara masih terbuka  untuk mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo (GN), diusung melalui  Koalisi Independen Kembali ke UUD  1945 Asli dengan Adendum dengan dukungan dari Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN)  serta komunitas Raja Sultan Nusantara patut diperhitungkan.  Tidak sulit memasangkan Jend GN dengan Dr Rahman Sabon Nama (RSN) Wareng V pahlawan Adipati Kapitan Lingga Ratu Loli, Panglima Perang Jelajah Nusantara.  RSN  adalah  Pemegang Colateral Aset Dinasti Nusantara yang dikenal  luas sebagai Penggagas The Royal Kingdom Assets Kerajaan Nusantara untuk Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat Indonesia guna membebaskan Indonesia dari pengaruh jual beli kekuasaan , jabatan dan kebijakan yang merupakan jenis korupsi suap yang merusak tatanan moral bangsa.  Pasangan Capres Cawapres Jenderal TNI Purn.Gatot Nurmantyo (GN) dan Dr Rahman Sabon Nama ( RSN) dipastikan satu-satunya pasangan berasal dari rakyat untuk rakyat.  Bukan tidak mungkin pasangan GN-RSN akan menjadi kuda hitam kontestasi Pilpres 2024 yang tidak bisa disepelekan begitu saja.***

Anies – Cak Imin Deklarasi: Sejarah Penyingkiran AHY Juga Bagian dari Cawe-cawe Jokowi

Jakarta, FNN - Meroketnya Cak Imin sebagai pendamping Anies Baswedan menimbulkan sesak dada banyak pihak. Maklum selama ini Ketua Umum PKB itu seakan menjadi cawapres buangan, setelah Prabowo melepehnya. Tadi malam, setelah rapat majelis tinggi, Demokrat memutuskan mencabut dukungan pencapresan Anies Baswedan. Saat ini Demokrat untuk sementara menjadi ‘jomblo’. Sementara itu, pukul 14.00 WIB tadi dilakukan deklarasi Capres – Cawapres Anies - Muhaimin di Surabaya. Menanggapi pencabutan dukungan Demokrat terhadap pencapresan Anies, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (2/9/23) mengatakan, “Saya menangkap itu sebagai satu protes oleh SBY. Dan kita tahu itu akan terjadi, karena pertaruhan terakhir yaitu AHY harus ada di dalam komposisi politik, tapi ternyata dia tersingkir. Tetapi, banyak orang yang menganggap bahwa mungkin juga ada kalkulasi yang lebih jauh dari SBY bahwa AHY akan diedarkan lagi mungkin ke PDIP atau bahkan ke  Prabowo.” Tetapi, lanjut Rocky, poin kita adalah di dalam politik ada yang disebut maksimum minimum, apa yang maksimum bisa dicapai dan apa yang minimum harus dipertahankan. Orang menganggap bahwa SBY mengambil yang maksimum, padahal ada yang minimum, yaitu masuk di dalam koalisi tapi kemudian mengambil inisiatif untuk memimpin. Tetapi, itu kalkulasi yang mungkin bagi Surya Paloh berbahaya, karena sebelum SBY masuk dalam koalisi, SBY punya pengaruh yang kuat. Jadi, menurut Rocky, SBY mungkin berhitung bahwa kalaupun dia sedikit mau menegosiasi, itu juga tetap tidak ada gunanya karena sudah dipastikan bahwa AHY itu dikeluarkan dari radar Anies Baswedan bukan karena keinginan Anies, tapi karena keinginan Surya Paloh. Keinginan Surya Paloh juga bukan keinginan dia sendiri, walaupun kita tahu Surya Paloh tentu merasa akan tersingkir reputasinya atau profilnya kalau ada SBY. “Tetapi, yang perlu kita tahu bahwa sejarah penyingkiran AHY itu adalah juga bagian dari cawe-cawe Jokowi. Jadi lengkaplah pengetahuan kita bahwa keadaan politik kita memang dikacaukan oleh kepentingan Jokowi untuk tetap mengendalikan partai-partai,” ujar Rocky. Menghadapi Pilpres, menurut undang-undang, mau tidak mau Demokrat sebagai partai politik harus mendukung salah satu calon. Tetapi, dengan drama-drama yang terjadi saat ini bagaimana? “Saya pikir karena sudah diputuskan keluar maka tentu di dalam pikiran saya, dalam analisis saya, SBY akan fokus pada legislatif. Jadi, ya sudah, perkuat saja legislatif dengan mengedarkan semacam moral baru bahwa Demokrat memang tidak menginginkan ada tukar tambah yang masih berbau kepentingan Jokowi,” saran Rocky. Menurut Rocky, SBY bisa ucapkan lebih keras bahwa sebetulnya ini bukan sekadar soal Surya Paloh atau Anies yang berkhianat, tapi memang ini keinginan dari Presiden Jokowi. Lalu publik melihat kalau begitu memang ada frontalisasi secara etis antara Demokrat dengan Jokowi. “Itu lebih tegas sebetulnya sehingga publik bisa memilih SBY yang betul-betul ingin tegak lurus dengan nilai di dalam demokrasi atau menganggap SBY baperan. Itu yang harus dihindari. Jangan sampai terus-menerus orang anggap bahwa SBY ngambek,” ujar Rocky. Dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga menyarankan  agar SBY datang dengan pidato yang baru bahwa dia memilih untuk berseberangan dengan Jokowi, karena dengan cara itu dia bisa memperkuat pondasi dari Partai Demokrat sebagai kekuatan oposisi satu-satunya bahkan. Kalau itu diucapkan, pasti publik akan menganggap memang SBY tegak lurus dengan prinsipnya. Tetapi, kalau kemudian misalnya AHY dipasangkan lagi dengan Mega maka berkurang sifat otentik dari pidato SBY. Kalau pilihan SBY akan mengambil alih semua narasi perubahan dengan siapa Demokrat akan berkoalisi. Ini tentu sesuatu yang dilematis buat SBY. “Itu dilemanya. Tapi saya menghitung itu akan diselesaikan dengan satu kepastian bahwa Demokrat memang membatalkan seluruh agenda politik eksekutifnya dan memastikan bahwa dia akan bekerja untuk memperkuat partainya. Kalau pergi pada Prabowo, jelas bukan perubahan, kalau pergi pada PDIP juga bukan perubahan, karena Ganjar itu ada bagian dari kepentingan Jokowi,” ujar Rocky. Jadi, menurut Rocky, sebetulnya SBY masih ada semacam peluang untuk menegur secara etis bahwa politik kita buruk, tapi teguran itu mesti terhadap Jokowi, supaya lebih radikal. “Nah, kalau teguran itu pada  Jokowi, mungkin publik akan memberi semacam dukungan atau aplus bahwa SBY memang harus memimpin perubahan dan Pak Jokowi mungkin juga akan terganggu kalau SBY menunjukkan langkah-langkah konkrit untuk menentang kebijakan penempatan Cak Imin di PKB,” ujar Rocky. “Jadi, SBY justru mesti terang-terangan mengatakan bahwa hanya karena kepentingan Jokowi untuk membatalkan Anies maka dipasanglah Cak Imin yang memang potensial untuk dinyatakan kriminal nanti. Jadi SBY mesti mengatakan bahwa Jokowi memasang Cak Imin sebagai kendali terhadap Anies dan kalau Anies makin tinggi itu artinya Cak Imin akan disprindikkan. Jadi, jangan ragu SBY mengatakan bahwa Cak Imin itu adalah faktor liability di dalam ide perubahan dan itu bisa memberatkan Anies dan sangat mungkin juga Anies batal capres kalau sehari sebelum mendaftar Cak Imin dipanggil KPK,” ungkap Rocky. Tidak ada yang final dalam politik, kata Rocky. Rocky menganggap Demokrat mungkin sedang menunggu waktu sehingga ada realignment lagi. Bisa saja Anies balik lagi pada AHY, misalnya. Deklarasi bukan satu hal yang sudah pasti. Bisa saja seminggu sebelumnya ada perubahan politik.(sof)

Deklarasikan Dukungan Partai Gelora, Anis Matta: Prabowo Pemimpin yang Kuat dan Rendah Hati

JAKARTA, FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia resmi mendukung Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.  Keputusan itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta di sela-sela deklarasi dukungan di The Djakarta Theather, di Jl MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (2/9/2023). Prabowo Subianto terlihat hadir di lokasi acara pada pukul 10.11 WIB. Kedatangan Menteri Pertahanan (Menhan) disambut oleh Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Para pimpinan partai politik (parpol) Koalisi Indonesia Maju (KIM) juga terlihat hadir, tapi minus PKB. Mereka adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani, Ketua DPP Partai Golkar Tahan Samuel Lomban Toruan. Lalu, Sekjen PAN Eddy Soeparno, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, dan Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Cheryl Tanzil.  Tampak pula Anggota DPR Andre Rosiade, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Mochamad Iriawan (Iwan Bule) dan politisi senior Partai Gerindra Fuad Fawazier. Sementara dari Partai Gelora yang hadir, selain Anis Matta dan Fahri Hamzah adalah Sekjen Partai Gelora Mahfuz Sidik, Bendahara Umum Achmad Rilyadi, Ketua Bidang Seni dan Ekraf Deddy Mizwar, Wakil Sekjen Dedi Miing Gumelar dan lain-lain. Anis Matta dalam sambutannya mengatakan, situasi geopolitik dunia sekarang sudah pada tingkat kekacauan yang hampir tidak terkendali. Sehingga seluruh komponen bangsa harus bersatu dalam menghadapi dalam situasi ketidakpastian saat ini.  \"Di tengah kondisi dunia yang kacau, kita sebagai bangsa harus bersatu. Partai Gelora menilai bahwa Pak Prabowo adalah orang yang tepat untuk mempersatukan kita,\" kata Anis Matta dalam pidatonya. Menurut Anis Matta, keterbelahan masyarakat saat ini, akibat polarisasi politik di Pilkada DKI Jakarta 2017, serta Pilpres 2014 dan 2019 yang residunya masih ada hingga kini, bahkan cenderung naik ekskalasinya menjelang Pilpres 2024, sehingga harus segera diakhiri. Untuk mengakhiri keterbelahan di masyarakat itu, diperlukan politik jalan tengah, dimana tidak kekuatan kelompok kiri atau kanan.  Adapun figur atau tokoh yang tepat dan konsisten menjalankan politik jalan tengah adalah Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan (Menhan) saat ini. \"Jadi di tengah keterbelahan masyarakat, kita membutuhkan sosok yang membuka jalan tengah, sehingga kita bisa bertemu,\" ujar Anis Matta \"Pak Prabowo telah dengan konsisten mengangkat politik jalan tengah agar kita keluar dari polarisasi,\" papar Anis Matta lebih lanjut. \"Prabowo adalah man of the moment,\" tegas Ketua Umum Partai Gelora ini.  Anis Matta menilai Prabowo adalah pemimpin yang rendah hati, dan mau belajar dari sejarah kepemimpinan dan politik, serta mau merangkul semua pihak baik lawan maupun kawan.  \"Jadi soal kepemimpinan ini, ada pelajaran tambahan tentang kepribadian beliau yang kuat dan rendah hati. Jadi momentum geopolitik dan momentum kepentingan nasional itu bertemu dengan momentum kearifan beliau,\" ujarnya. Karena itu, iya yakin perjodohan antara Partai Gelora dan Prabowo Subianto dengan Koalisi Indonesia Maju akan mengantarkan Indonesia bisa menavigasi situasi transisi geopolitik global ini.  \"Mudahan-mudahan di tengah transisi geopolitik yang rumit ini, kita mendapatkan peluang untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju,\" katanya., Usai menyampaikan pidatonya, Anis Matta langsung menyerahkan Surat Keputusan (SK) dukungan Partai Gelora kepada Prabowo Subianto. Anis Matta seluruh pengurus Dewan Pimpinan Nasional (DPN) dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) ke panggung menyaksikan penyerahan SK dukungan tersebut. Menanggapi hal ini, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyampaikan ucapan terima kasih karena telah didukung oleh Partai Gelora, yang digawangi oleh Anis Matta dan Fahri Hamzah yang dikenalnya sudah lama. \"Terima kasih telah diberikan kepercayaan besar. Kita semua di sini ingin memperbaiki kehidupan rakyat dan masyarakat seluruhnya,\" kata Prabowo dalam pidato politiknya. Apabila nanti diberikan kepercayaan oleh rakyat pada 14 Pebruari 2024, Prabowo bertekat akan menghilangkan korupsi dan kemiskinan di Indonesia.  \"Kita ingin menghilangkan kemiskinan dari bumi Indonesia, kita menjamin tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang lapar, tidak bisa minum susu dan tidak ada orang yang tidak bisa berobat,\" ujarnya. Prabowo menegaskan, jika ingin Indonesia makmur, maka para pemimpin tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. \"Saya menerima harapan yang begitu besar dari banyak kalangan. Sebagai anak bangsa, saya telah bersumpah untuk memberikan jiwa dan raga untuk rakyat dan bangsa Indonesia,\" katanya. Prabowo berharap agar pembelahan yang telah terjadi selama ini, bisa diakhiri demi kepentingan rakyat, dan semua anak bangsa harus bersatu sekarang. \"Saya dengan Pak Jokowi (Joko Widodo) adalah rival politik, tapi saya belajar dari sejarah, bahwa tidak mungkin ada kemakmuran, tanpa perdamaian. Pembelahan dan permusuhan itu harus diakhiri,\" katanya. Kendati begitu, Prabowo menyerahkan semua pilihan kepada rakyat, siapa pada akhirnya putra-putra terbaik bangsa yang akan dipilih.  Namu,  jika diberikan amanah sebagai Presiden di 2024, ia telah menyiapkan 12 fokus kebijakan seperti ketahanan pangan, energi, kesehatan, serta melanjutkan program program ekonomi dan kesehatan pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.  \"Semua indikator sekarang sudah mengatakan, bahwa nanti 2045 Indonesia akan menjadi negara maju. Kita menjadi negara keempat atau kelima, tapi minimal kita menjadi negara kedelapan dan kesembilan terbesar di dunia,\" pungkas Prabowo. Acara deklarasi ini berlangsung meriah dihadiri ribuan kader Partai Gelora dari DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Deklarasi dukungan Partai Gelora ke Prabowo sebagai Capres 2024 ini, dikemas seperti menonton pertunjukan teater modern yang bertempat di studio di The Djakarta Theather. (Ida)