ALL CATEGORY
Ali Fikri Sebut Pimpinan KPK Berhak Menandatangani Surat Penangkapan SYL
Jakarta, FNN - Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyebut pimpinan Komisi Antirasuah berhak menandatangani surat penangkapan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).\"Pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum,\" kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.Ali menyampaikan pernyataan tersebut merespons beredar-nya kabar terkait surat penangkapan SYL yang ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Hal itu kemudian menjadi sorotan karena dinilai menyalahi aturan.\"Tidak usah dipersoalkan urusan teknis seperti itu. Soal beda tafsir undang-undang saja,\" ucap Ali.Ia menjelaskan bahwa semua administrasi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan memiliki aturan tata naskah yang berlaku di KPK.Pimpinan KPK, imbuh Ali, merupakan pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi. Secara ex officio, ucapnya, harus diartikan juga pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum.\"Itu artinya, pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain,\" ucap Ali.Di sisi lain, dia menegaskan bahwa KPK bukan menjemput paksa SYL. Komisi Antirasuah, ucapnya, melakukan penangkapan kepada mantan Mentan itu dengan berdasarkan hukum.\"Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapa pun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan. Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapa pun karena mangkir dari panggilan penegak hukum,\" papar Ali.Sebelumnya, Syahrul Yasin Limpo tiba di Gedung KPK dalam kondisi diborgol pada Kamis (12/10) sekitar pukul 19.16 WIB. Dia dikawal petugas kepolisian dengan senjata laras panjang dengan menggunakan tiga mobil hitam jenis Innova.Komisi Antirasuah resmi menangkap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.Selain Syahrul Yasin Limpo, dua anak buahnya juga dijadikan tersangka dalam perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Keduanya adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.(ida/ANTARA)
Pascapenangkapan, KPK Masih Memeriksa Syahrul Yasin Limpo
Jakarta, FNN - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) usai ditangkap pada Kamis (12/10) malam.\"Sejauh ini tim penyidik masih melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap tersangka,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat pagi.Sebelumnya, Syahrul Yasin Limpo tiba di Gedung KPK dalam kondisi diborgol pada Kamis (12/10) sekitar pukul 19.16 WIB. Dia dikawal petugas kepolisian dengan senjata laras panjang dengan menggunakan tiga mobil hitam jenis Innova.Komisi Antirasuah resmi menangkap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.Ali mengatakan upaya paksa itu terpaksa dilakukan setelah pihaknya melakukan analisa dari perkembangan situasi yang ada.Menurut dia penangkapan ini dilakukan karena kekhawatiran KPK tersangka ini melarikan diri dan menghilangkan barang bukti kasus yang menjerat dirinya.“Tadi malam tersangka sudah di Jakarta dan dirinya tidak datang ke Gedung KPK sehingga dilakukan penangkapan,” kata Ali di Jakarta, Kamis (12/10).Namun, kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo, Febri Diansyah, menyebut bahwa kliennya ditangkap, bukan dijemput paksa oleh KPK.\"Perlu dibedakan antara penangkapan dengan jemput paksa. Informasi dari pihak keluarga atau pihak yang hadir di lokasi, saat Pak SYL dibawa oleh tim KPK, (itu) adalah penangkapan,\" katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat dini hari.Dia mengatakan saat ditangkap, kliennya sangat kooperatif, tidak terlalu banyak perdebatan dan langsung bersedia dibawa ke gedung KPK.Lebih jauh, pada Rabu (11/10) malam, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak secara resmi mengumumkan bahwa Syahrul Yasin Limpo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.\"Dengan masuknya laporan masyarakat dan dilengkapi informasi dan data sehingga dapat dan menemukan adanya peristiwa pidana, sehingga menetapkan dan mengumumkan tersangka: SYL (Syahrul YasinLimpo), Menteri Pertanian 2019-2024; KS (Kasdi Subagyono), Sekretaris Jenderal Kementetian Pertanian; MH (Muhammad Hatta), Direktur Alat dan Mesin Pertanian,\" ujarnya saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.(ida/ANTARA)
Anies Sosok Capres Unggul Dalam Diplomasi
Jakarta, FNN - Pengamat komunikasi politik Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo menilai bahwa bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan sebagai sosok bakal calon presiden (capres) yang memiliki keunggulan dalam berdiplomasi.\"Di antara para calon presiden yang akan mengikuti kontestasi Pilpres 2024, yang punya visi hubungan diplomasi luar negeri yang bagus salah satunya Mas Anies,\" kata Kunto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.Menurut dia, diperlukan pemimpin yang kreatif dan memiliki kemahiran dalam berdiplomasi di tengah dinamika global saat ini, khususnya kondisi perekonomian yang cenderung mengalami stagnasi.\"Ketika dunia penuh dengan ketidakpastian, stagnasi perekonomian global, maka pemimpin-pemimpin yang piawai dalam berdiplomasi menjadi sangat penting untuk pembangunan dan keberhasilan sebuah negara,\" ujarnya.Untuk itu, dia menilai Anies yang memiliki keahlian dalam berkomunikasi sangat menunjang keberhasilan dalam suatu diplomasi.\"Dengan network (jaringan) Mas Anies yang cukup luas di luar negeri menjadi salah satu kunci pembangunan atau keberhasilan negara. Pada saat situasi sulit seperti sekarang, salah satu kuncinya adalah kepiawaian dalam diplomasi,\" katanya.Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Selain itu, pasangan calon juga dapat diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.(ida/ANTARA)
KPU Minta Surat Pemberitahuan Pendaftaran Capres Dikirim H-1
Jakarta, FNN - Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta partai politik maupun koalisi harus menyampaikan surat pemberitahuan mengenai kapan akan melakukan pendaftaran bakal pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (wapres) kepada KPU, maksimal sehari sebelum mendaftar (H-1).“Dalam pertemuan rapat koordinasi yang kami selenggarakan dengan partai politik peserta pemilu kemarin, kami tegaskan minimal satu hari jelang hari pendaftaran mereka (partai politik atau gabungan partai politik) wajib menyampaikan surat pemberitahuan kepada kami,” kata komisioner KPU RI Idham Holik di Kantor KPU, Jakarta, Jumat.Idham menyebut sampai dengan hari ini atau enam hari menjelang hari pertama pendaftaran bakal pasangan capres dan cawapres, belum ada satupun parpol atau gabungan parpol yang menyampaikan surat pemberitahuan kapan akan mendaftar ke KPU.Menurut dia, KPU telah mempersiapkan dan terus memastikan untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi partai politik maupun gabungan partai politik dalam mendaftarkan bakal pasangan capres dan cawapres.Sementara terkait rancangan peraturan KPU tentang pendaftaran peserta pemilu presiden dan wakil presiden, Idham mengatakan bahwa pada hari Senin (9/10), PKPU itu telah ditandatangani oleh Ketua KPU Hasyim Asy\'ari dan saat ini sedang dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM.“Kami memberi nomornya, PKPU nomor 19 tahun 2023, dan saat ini masih menunggu kapan selesai diundangkan di Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya.Sebelumnya, Idham Holik memastikan bahwa KPU akan membatasi jumlah pendukung atau simpatisan yang akan mengantarkan pasangan bakal capres dan cawapres yang akan mendaftar ke KPU.\"Yang jelas pengurus utama partai politik atau gabungan partai politik beserta pasangan capres-cawapres atau istri atau keluarga silahkan (mengantar), tetapi yang jelas jumlahnya tidak banyak karena berkaitan dengan ketersediaan ruang di kantor KPU dan demi lancarnya proses pendaftaran bakal capres dan cawapres,\" ujar Idham di Jakarta Kamis (12/10).Ia juga meminta agar nanti para pendukung dan simpatisan dari pasangan bakal capres dan bakal cawapres untuk tidak ikut masuk ke gedung KPU. KPU berharap seluruh partai politik atau gabungan partai politik untuk mengikuti pengaturan keamanan agar situasi saat pendaftaran berjalan dengan lancar.\"Saya yakin kita semua punya keinginan yang sama yaitu menjaga situasi pendaftaran yang kondusif karena proses pendaftaran calon presiden dan wakil presiden akan disaksikan oleh masyarakat Indonesia begitu juga masyarakat internasional,\" ucap Idham.Adapun tahapan penyelenggaraan pemilu untuk pencalonan presiden dan wakil presiden dijadwalkan berlangsung pada 19-25 Oktober 2023, masa kampanye pemilu pada 28 November 2023–10 Februari 2024.Kemudian masa tenang di tanggal 11–13 Februari 2024, pemungutan dan perhitungan Suara pada 14–15 Februari 2024, serta rekapitulasi hasil perhitungan suara 15 Februari—20 Maret 2024.(ida/ANTARA)
Pemilih Pemula Diminta Mengonsumsi Media Dengan Bijak dan Benar
Bengkulu, FNN - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Ubaidillah mengajak pemilih pemula mengonsumsi media secara bijak, baik dan benar, terutama terkait pesta demokrasi lima tahunan Pemilu Serentak 2024 yang sedang berlangsung saat ini.\"Jadilah bijak dan mengonsumsi media baik dan benar. Jangan sebarkan informasi hoaks, isu SARA yang memecah belah bangsa,\" kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah di Bengkulu, Jumat.Dia mengatakan generasi muda mesti cermat memilah dan memilih informasi yang akurat dan benar, agar terhindar dari ancaman hoaks, ujaran kebencian, isu SARA, serta juga terhindar dari mendistribusikan kembali konten-konten yang dapat memecah belah bangsa.\"Nilai Pancasila, NKRI, UUD 45, dan Bhinneka Tunggal Ika harus kita junjung bersama-sama. Tentu keberagaman bukan membuat perbedaan, persatuan dan kesatuan bisa sama-sama ditingkatkan sebagai anak bangsa menuju 2024 dengan riang gembira,\" kata dia lagi.Selain itu, KPI juga mengajak pemilih pemula terlibat mengawasi lembaga penyiaran agar tetap berjalan lurus dan benar selama penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.Menurut dia, KPI Pusat dan daerah maupun gugus tugas yang dibangun bersama KPU dan Bawaslu sudah mengawasi lembaga penyiaran secara langsung dalam proses pemilu ini. Namun, dengan partisipasi aktif masyarakat, termasuk pemilih pemula, pengawasan akan lebih optimal lagi.\"Bukan niat mengekang penyiaran, tetapi bagaimana pemilu di depan mata berjalan baik (sesuai asas) dan riang gembira. Kami minta adik-adik sebagai pemilih pemula agar berpartisipasi aktif sebagai pemilih dan juga mengawasi lembaga penyiaran,\" ujarnya.KPI Pusat bersama KPID dan Pemerintah Provinsi Bengkulu menggelar Gebyar Literasi Nusantara 2023 untuk mengedukasi pemilih pemula tentang pentingnya menggunakan hak pilih dan mendapatkan informasi yang benar serta akurat terkait penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.(ida/ANTARA)
PBNU dan KPU Teken MoU Sosialisasi Pendidikan Pemilu
Jakarta, FNN - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) menandatangani nota kesepahaman (MoU) sosialisasi pendidikan pemilih untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Penandatanganan kerja sama ini dilakukan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf bersama Ketua KPU Hasyim Asy\'ari di Gedung Pusat PBNU, Jakarta, Jumat. \"MoU berisi kesepakatan antara PBNU dan KPU di dalam menyelenggarakan berbagai bentuk kegiatan, terutama kegiatan pendidikan pemilih. Untuk menyosialisasikan macam-macam aturan dan informasi Pemilu kita,\" ujar Yahya Cholil Staquf. Gus Yahya, sapaan akrab Yahya Cholil Staquf, mengatakan banyak program-program NU di akar rumput yang bisa dikolaborasikan dalam pendidikan politik Pemilu. Menurut dia, pendidikan politik merupakan salah satu program utama pengurus PBNU kepada warga NU. Dengan demikian kolaborasi ini menjadi langkah tepat dalam penguatan pendidikan politik di masyarakat. \"Bahwa kepentingan NU terhadap politik Indonesia adalah keselamatan bangsa dan negara tidak lebih tidak kurang,\" ujarnya. Gus Yahya menekankan ada dua hal yang ingin dicapai dalam proses pendidikan Pemilu ini. Pertama sistem politik berjalan dengan baik dan tidak gagal. Kedua, mengawal proses demokrasi ini tetap berjalan sesuai jalur serta sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. \"Dari semua itu Pemilu adalah titik tolak yang paling mendasar karena keseluruhan konstruksi politik dari waktu ke waktu dibangun dari Pemilu. Kepercayaan rakyat terhadap politik tergantung kepercayaan rakyat terhadap Pemilu,\" katanya. Sementara itu Ketua KPU Hasyim Asy\'ari mengatakan PBNU sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman pendidikan demokrasi. Ia pun meminta dukungan PBNU agar pesta demokrasi lima tahunan tersebut dapat berjalan dengan lancar. \"Kami berharap bahwa NU sebagai jamaah maupun jamiyah memberikan kontribusi besar dalam memberikan perkembangan demokrasi pada Pemilu 2024,\" kata Hasyim.(ida/ANTARA)
Soal Uji Materi Usia Cawapres, HNW Mengingatkan Agar MK Menjaga Muruah
Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta Mahkamah Konstitusi menjaga muruah lembaga saat memutuskan uji materi pasal yang mengatur usia calon wakil presiden (cawapres).“Mahkamah Konstitusi (MK) harus konsisten seperti pada banyak putusannya terdahulu bahwa urusan angka atau usia dalam Undang-Undang Dasar adalah open legal policy (kebijakan hukum terbuka) yang diserahkan kepada pembentuk undang-undang, bukan persoalan konstitusionalitas norma,” kata Hidayat Nur Wahid di Jakarta, sebagaimana dikutip dari siaran resminya, Jumat.Jika MK mengeluarkan putusan yang berbeda, katanya, maka maruah dan konsistensi lembaga pun dipertanyakan.Ia menilai MK sepatutnya tidak terpengaruh oleh mereka yang diuntungkan apabila uji materi soal usia cawapres dikabulkan.MK, menurut Hidayat, tetap harus berpegang teguh pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).Dalam permohonan-permohonan sebelumnya, kata dia, MK tegas menolak uji materi mengenai usia cawapres.HNW menyatakan beberapa ahli dan praktisi mencurigai kemungkinan MK mengabulkan permohonan uji materi tersebut.“Itu semua harus dijawab oleh MK dengan menolak permohonan tersebut dan tidak bersiasat dengan menambahkan norma baru yang bukan kewenangan MK,” kata dia.Dia mengatakan para hakim MK harus menunjukkan kepada publik bahwa mereka adalah negarawan yang mengemban tugas menjaga konstitusi dan institusi.“Para hakim MK harus menunjukkan bahwa mereka memang negarawan sebagaimana syarat untuk menjadi hakim MK dan menjaga institusi MK dengan tetap konsisten dan tidak terpengaruh terhadap sosok tertentu dalam mengadili perkara,” kata Hidayat Nur Wahid.Dia menambahkan MK perlu ikut menjaga situasi menjelang pemilihan umum (pemilu) dengan tidak membuat kegaduhan dalam putusan-putusannya sehingga para hakim konstitusi diharapkan menolak uji materi mengenai usia cawapres.“(Penolakan itu) agar terkoreksi kegaduhan politik. Semua pihak fokus menyukseskan pemilu termasuk pilpres (pemilihan presiden) yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang jauh-jauh hari sudah disepakati pemerintah, DPR, KPU, dan Bawaslu,” kata dia.(ida/ANTARA)
Doa Terbaik Untuk Opung Luhut
Oleh Tony Rosyid | Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa SEORANG tokoh dan pejabat negeri ini sedang sakit. Namanya Luhut Binsar Panjaitan. Publik memanggilnya LBP. Sosok yang sangat populer. Bukan hanya karena sering tampil di media, tetapi karena kontroversialnya membuat sosok ini menjadi sangat terkenal. Berani, tegas, dan blak-blakan. Soal ini, LBP konsisten. Tidak pernah berubah. Ada yang suka, tentu banyak juga yang tidak suka. Risiko jadi pejabat, tidak bisa memaksa semua orang suka. Lalu, bagaimana kiprahnya di pemerintahan Jokowi? Teramat besar. Presiden Jokowi memberi kewenangan yang extra kepada LBP. Lebih dari umumnya menko-menko yang lain. Sampai-sampai, ada yang menyebutnya sebagai perdana menteri. Mungkin karena kewenangan LBP yang sangat luas. Ada hubungan emosional dan fungsional Jokowi-Luhut. Mungkin lebih dari yang bisa dibayangkan publik. Hubungan emosional, karena Jokowi berpartner dengan LBP jauh sebelum jadi presiden. Teman lama. Hubungan fungsional, karena Jokowi sangat membutuhkan LBP di tengah posisi inferiornya di hadapan Megawati, ketum PDIP. Pilihan kepada LBP ini bisa dipahami, karena ini mungkin paling tepat bagi Jokowi untuk menghindari pressure dari Megawati, ketum PDIP. Dengan LBP, Jokowi bisa berkolaborasi dengan setara. Aple to aple. LBP adalah seorang jenderal yang berani, cerdas, tegas, dan berani pasang badan. Sementara di hadapan ketum PDIP, Jokowi adalah petugas partai. Seorang anak buah. Tidak setara. Formasinya atasan-bawahan. Tentu, ini situasi yang tidak nyaman bagi seorang presiden terutama ketika ambil keputusan memungkinkan untuk selalu didekte dan mendapat intervensi. Bersama LBP, Jokowi lebih leluasa. Boleh dibilang keputusan Jokowi adalah keputusan LBP. Keputusan LBP adalah keputusan Jokowi. Negara ini diputuskan oleh mereka berdua. Ini mungkin yang paling dominan. Selebihnya, tentu ada juga masukan-masukan atau second opinion. Hanya saja, Jokowi presiden, dan LBP menjadi bayangannya presiden. Sulit membayangkan ada kebijakan di luar kesepakatan mereka berdua. Sebab, kita tahu LBP-lah yang selalu pasang badan atas kebijakan-kebijakan Jokowi. LBP mirip Ahok ketika Jokowi menjadi gubernur DKI. Bahkan lebih dari Ahok. Dengan LBP, itu pilihan yang tepat bagi Jokowi untuk berlindung dari tekanan PDIP. Lebih dari itu, LBP juga sosok yang berkemampuan untuk mengurus negara. Akan lebih tepat lagi sesungguhnya, jika Jokowi tidak hanya dengan LBP sebagai partner dalam mengambil kebijakan negara. Tetapi Jokowi juga butuh sejumlah orang yang sekelas LBP. Sehingga ini juga akan bisa menjadi kontrol terhadap LBP yang sering dipahami publik suka berlebihan. Ini akibat LBP menjadi satu-satunya pejabat yang diberikan kepercayaan tunggal oleh Jokowi. Mungkin hanya LBP yang bisa memberi masukan dan masukan itu sangat didengar oleh Jokowi. Soal pengalaman, LBP sudah berkiprah di pemerintahan sejak Orde Baru. Kerjanya terukur. Walapun kadang suka kelewatan. Saat ini, infonya LBP sedang berbaring sakit. Entah apa sakitnya, belum ada info valid. Mungkin agak serius sehingga tugasnya harus diserahkan sementara kepada Erick Tohir. Menteri BUMN yang menjadi lapis kedua dari kekuasaan Presiden Jokowi. Di belakang Erick Tohir, ada Boy Tohir, seorang pebisnis ulung yang sangat sukses. Anda pasti tahu kenapa saya sebutkan Boy Tohir di sini. Kita semua patut mendoakan yang terbaik untuk LBP dan untuk bangsa ini. Ialah penyeimbang dari kekuatan yang dimiliki PDIP, partai pemenang pemilu. Ialah yang menyelamatkan marwah Jokowi sebagai presiden RI dari sekedar petugas partai. Tanpa LBP, kekuatan bisa menjadi tidak seimbang. Jokowi boleh jadi akan menjadi petugas partai, bukan Presiden dengan full otoritas dalam mengelola negeri ini. Jakarta, 13 Oktober 2023.
Menggugat Laporan Survei
Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati Sosial Politik SURVEI LSI-DJA mutakhir melaporkan bahwa elektabilitas Anies Baswedan di Sumatera Utara (Sumut) hanya 5%. Itu berarti, jika jumlah pemilih di Sumut berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) yang telah dirilis KPU sebesar 10 Juta lebih, maka pemilih Anies di provinsi tersebut hanya 500 ribu lebih. Kira-kira, apakah angka ini logis? Pada survei LSI-DJA tersebut, katanya, total sampel yang digunakan secara nasional, 1.200 responden. Jika sample itu didistribusi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih, maka jumlah sampel yang jatuh di Sumut, hanya sekitar 64 responden. Bagaimana menghitungnya? Secara nasional, Sumut menyumbang pemilih sebesar 5,3%. Ini dasar pendistribusian sample. 5,3% dikali 1.200, ketemu angka 63,6 atau dibulatkan menjadi 64. Sampel sejumlah itu oleh LSI-DJA dianggap mereprensentasi total pemilih Sumut yang mencapai 10 Juta lebih, dengan margin of error (MOE) 12,5%. Ini semacam survei sub sample. Biasanya, jika jumlah sampel hanya sebesar itu, paling terdistribusi pada 6 - 10 desa secara simple random, sehingga bisa saja semua sampel jatuh di kabupaten sekitar Danau Toba. Maka jangan heran jikalau Anies hanya 5%. Coba jika semua sampel jatuh di wilayah Mandailing, bukan tak mungkin Anies 90%. Kurang lebih begitu logika samplingnya. Lalu, coba bandingkan hasil survei sub sample di atas dengan kunjungan Anies di Medan pada 04 November 2022. Jumlah massa yang menyambutnya diperkirakan tidak kurang dari 200 ribu. Jangan salah, sebab ini juga dapat dimaknai sebagai sampel. Massa sebesar itu sama dengan 2% dari total pemilih Sumut. Pertanyaannya, apa kira-kira logis jika pemilih Anies saat ini di Sumatera Utara hanya 500 ribu? Oleh karena itu dapat dipahami jika kemudian Partai Nasdem Sumatera Utara meradang atas publikasi survei LSI-DJA, yang dinilai sangat tendensius. Adjie Alfaraby, peneliti LSI-DJA, pun berkilah bahwa survei yang dilakukan lembaganya, sudah sesuai standar dan dipertanggungjawabkan. Artinya, pernyataan Adjie Alfaraby itu dapat diinterpretasi, bahwa dalam rangka merespon somasi yang dilayangkan oleh Tim Hukum Partai Nasdem Sumatera Utara kepada LSI-DJA, ia tak keberatan jika dilakukan audit proses, bagaimana survei tersebut dilakukan. Untuk audit proses survei pada konteks ini, dapat dimulai dari pemeriksaan kuisioner hasil wawancara dengan responden. Sebab kuisoner tersebut sudah cukup membuktikan banyak hal. Pertama, bahwa survei benar-benar telah dilakukan. Kedua, distribusi sampel dapat diketahui berdasarkan data domisili responden. Hal ini penting untuk mengetahui apakah pemilihan sampel dilakukan sudah sesuai dengan kaidah random, atau sengaja “diatur” sedemikian untuk tujuan tertentu. Ketiga, melakukan tabulasi/input data yang khusus menyangkut pertanyaan mengenai elektabilitas, untuk kemudian diolah. Di tahap ini, angka persentase elektabilitas Bacapres sudah dapat diketahui. Jika survei bersangkutan benar-benar adalah “pesanan”, maka pada tahap inilah akan ketahuan, jika data memang telah dimanipulasi untuk memenuhi pesanan. Apakah LSI-DJA bersedia diaudit seperti itu? Jika bersedia, maka saya menyimpulkan bahwa LSI- DJA benar adanya, sehingga layak diacungi jempol. Dalam pengertian bahwa hasil survei yang telah dipublikasinya, memang berasal dari kegiatan survei yang dilakukan sesuai standar metode penelitian survei. Sebaliknya, jika tak bersedia dengan alasan “rahasia”, maka patut dicurigai bahwa tujuannya memang hendak melakukan framing. Sebab, jika LSI-DJA benar-benar jujur di dalam melakukan survei, maka semestinya tak keberatan diaudit demi sebuah kebenaran. Sebab untuk membuktikan sebuah survei telah dilakukan dengan benar, hanya audit proses. Membantah hasil survey dengan hasil survey, seperti yang disarankan Denny JA, itu hanya membandingkan hasil survei. Sama sekali tidak menjawab pertanyaan apakah telah dilakukan survei dengan benar. Begitu pula jika muncul keberatan atas publikasi yang dilakukan, tidak cukup hanya berkilah, “Sebaiknya hasil survei dibantah dengan hasil survei.” Ini disebut cari enaknya sendiri. Pihak yang dirugikan publikasi itu, bagaimana? Secara ilmiah memang tidak salah. Tetapi secara moral, apa tidak merasa bersalah telah merugikan pihak lain? Bertolak dari kasus di atas, pada kesempatan ini penulis mencoba memunculkan sebuah perspektif, bahwa lembaga survei yang hendak mempublikasi hasil surveinya, harus bersedia diaudit sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Siapa yang akan mengaudit? Mereka yang merasa dirugikan oleh publikasi itu, difasilitasi oleh semacam Lembaga arbitrase. Tidak seperti selama ini. Nyaris semua Lembaga survei berbuat semena-mena. Mempublikasi hasil survei untuk menggiring dan membangun opini untuk kepentingan pihak tertentu, dan merugikan pihak lainnya. Mengapa? Karena tidak ada proses audit yang dapat mengungkap kebohongan mereka, jika memang melakukan kebohongan. Hingga di sini, saya tiba-tiba teringat pada Muhammad Husain, Mantan Kepala Divisi Peneltian LP3ES. “Saya tidak bisa membayangkan jika survei opini yang kita kembangkan ini, kelak disalahgunakan,” ucapnya lirih pada suatu sore di ruang kerjanya usai pencoblosan Pemilu 1997. Jangan-jangan, apa yang dirisaukan Kak Uceng, begitu saya menyapanya, kala itu memang sudah terjadi. Mungkin itu pula sebabnya ia tak pernah lagi mau bicara tentang survei opini publik. Jika memang tidak punya motif di balik publikasi yang dilakukan, maka sepantasnya hasil survei sub sample seperti di Sumut itu, tidak diumumkan secara terpisah ke publik (ym). Makassar, 13 Oktober 2023.
Poros Tengah 3.0
Oleh Ahmad Fahmi - Seorang Warga warga NU tanpa KTA Secara tidak disangka dan perlahan-lahan konstelasi koalisi seperti Poros Tengah mulai muncul dengan dideklarasikannya pasangan capres-cawapres Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar. Jika pada tahun 1999 parta-partai yang ikut adalah PKB, PAN, PPP, PK dan PBB serta Partai Golkar, maka kini adalah PKB, PKS dan Partai Ummat serta Partai Nasdem. Di tahun 1999 saya sangat semangat mengikuti langkah-langkah out of the box dari Amien Rais dan kawan-kawan yang berhasil menjadikan Gus Dur Presiden. Saya merasakan aura dan semangat Koalisi Perubahan saat ini mirip dengan Poros Tengah waktu itu, sehingga layak disebut Poros Tengah 3.0. Dinamika terbentuknya Poros Tengah 1.0 sangatlah menarik untuk dibahas. Pencetus utamanya menurut saya adalah kegalauan partai-partai Islam atau berbasis massa Islam yang seakan-akan dipaksa untuk memilih antara Habibie yang diusung oleh Partai Golkar atau Megawati yang diusung oleh PDI Perjuangan. Dari banyak diskusi yang dilakukan oleh banyak tokoh Poros Tengah akhirnya mengkristal usulan yang dipelopori oleh Amien Rais untuk mengusung Gus Dur sebagai Presiden. Hingga saat terakhir banyak sekali yang melihat ide ini sebagai lelucon politik atau yang sinis dengan menyebut poros tengah dengan singkatan pongah alias sombong. Dalam dinamika Poros Tengah 1.0 ini ada pernyataan Gus Dur yang melekat di ingatan saya yang isinya kira-kira begini: Amien Rais mencalonkan Gus Dur sebagai Presiden, Gus Dur mencalonkan Megawati sebagai Presiden, mestinya sekarang Megawati mencalonkan Amien Rais sebagai Presiden, jadi mbulet gitu. Betapa santai dan humorisnya Gus Dur dalam politik yang sedang tegang waktu itu. Kita tahu, hingga saat-saat terakhir Ketua Umum DPP PKB Matori Abdul Jalil tetap mencalonkan Megawati sebagai capres karena itu adalah Keputusan resmi Muspim PKB tanggal 16 Agustus 1999. Bagi yang tertarik merasakan dinamika di dalam tubuh PKB waktu itu, link ini bisa membantu Poros Tengah Setelah PKB dan PDIP Besanan . Tidak kalah menariknya dinamika yang terjadi di antara partai-partai yang digalang ke dalam Poros Tengah oleh Amien Rais. Jika PAN, PK (nama lama PKS) dan PPP bersemangat membantu Amien Rais menggalang Poros Tengah 1.0 dan menyetujuin pencalonan Gus Dur sebagai calon Presiden, tidak demikian halnya dengan PBB. Hingga saat terakhir menjelang pemungutan suara, Yusril Ihza Mahendra tetap mencalonkan diri sebagai calon Presiden pada Sidang Umum MPR 1999. Namun setelah diajak diskusi dan didesak oleh para penggagas Poros Tengah akhirnya menarik pencalonannya itu. Sepertinya Yusril Ihza Mahendra tidak sukarela menarik pencalonannya itu jika dilihat pada video ini Pemilihan Gus Dur menjadi Presiden RI ke-4 pada menit 2:40 Yusril menampik ciuman AM Fatwa dari Fraksi Reformasi yang gembira karena Yusril mengundurkan diri sebagai calon Presiden. Berbeda ekspresi dengan Hartono Mardjono anggota fraksi PBB yang ada di sebelahnya yang sepertinya bersemangat atas pencalonan Gus Dur sebagai Presiden. Walhasil banyak muncul hal-hal tak terduga pada Sidang Umum MPR 1999 itu, misalnya Amien Rais bisa terpilih menjadi Ketau MPR meskipun partainya yaitu PAN hanya meraih posisi kelima perolehan suara pemilu dengan raihan 7.1 %. Atau ketika Megawati dijadikan wapres setelah sehari sebelumnya kalah oleh Gus Dur, dicalonkan bukan oleh PDI Perjuangan tetapi oleh PKB atas inisiatif Ketua Umumnya Mathori Abdul Jalil dan atas permintaan Gus Dur. Spirit Poros Tengah 1.0 itu saya bisa saksikan langsung ketika Amien Rais menjadi pembicara pada maulid di majelis taklim KH Muhammad Yunus Sasi, kyai Betawi dari Kramat Jati di pertengahan tahun 2000. Para kyai Betawi yang afiliasinya NU itu bersemangat menyambut kehadiran Amien Rais, bisa jadi pada waktu itu pengaruh Amien Rais di kalangan mereka lebih besar dari Gus Dur. Saya masih ingat kata-kata pembuka Amien Rais pada ceramah maulid itu, meski formulasi kata-katanya saya lupa. Intinya yang dikatakan Amien Rais adalah umat Islam seharusnya bersyukur karena punya Presiden yang namanya Abdurrahman Wahid, punya ketua MPR yang namanya Amien Rais serta punya Ketua DPR yang namanya Akbar Zahiruddin Tanjung karena mereka semua berasal dari aktifis pergerakan Islam. Sayangnya Poros Tengah 1.0 itu berakhir tragis dengan lengsernya Gus Dur kurang lebih setahun setelah ceramah maulud Amien Rais itu. Sebagai orang yang semangat dengan konsep Poros Tengah 1.0 itu saya merasa seperti anak yang melihat orang tuanya cerai, sedih, tak mau menerima kenyataan, tidak mau memilih ayah atau ibu, menyalahkan keadaan, dan bercampur baur segala perasaan. Secara politis afiliasi partai ideal saya adalah PPP di mana NU dan Muhammadiyah bekerjasama, bukan seperti PKB yang sangat NU atau PAN yang sangat Muhammadiyah. Mungkin sebab itu saya tidak mampu memilih Gus Dur atau Amien Rais, saya maunya Gus Dur dan Amien Rais. Dalam PPP itu ada semangat ukhuwah Islamiyah seperti itu. Bagus sekali pasangan AMIN mau membawa trilogi ukhuwah NU menjadi konsepnya secara simultan yaitu ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah, tanpa perlu mempertentangkannya satu sama lain. Setelah Gus Dur lengser partai Islam atau berbasis massa Islam malu-malu mengemukakan ukhuwah islamiyah karena dianggap sebagai lawan dari ukhuwah wathaniyah. Poros Tengah 2.0 terjadi pada tahun 2009 ketika PKS (57 kursi), PAN (46 kursi), PPP (38 kursi) dan PKB (28 kursi) dengn dijangkari oleh Partai Demokrat (148 kursi) mencalonkan pasangan SBY-Boediono yang menang satu putaran dengan hasil 60,8 % mengalahkan pasangan Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto. Meskipun Poros Tengah 2.0 calonnya SBY, waktu itu saya lebih memilih Jusuf Kalla. Seperti kita ketahui pada pilpres 2014 dan 2019 tidak ada sama sekali koalisi Poros tengah, meskipun sebenarnya pada kedua pilpres ada inisiasi-inisiasi untuk itu yang sayangnya tidak berhasil. Yang paling terkenal adalah pertemuan Cikini yang diadakan di rumah Ratna Hasyim Ning di Jl. Cikini Raya, Jakarta pada tanggal 17 April 2014 untuk membicarakan pilpres 2014. Pada Pilpres 2024 ini sepertinya jika tidak ada halangan terbentuk Poros Tengah 3.0 lewat koalisi Perubahan. Sebenarnya Koalisi Perubahan belum bisa disebut sebagai Poros Tengah 3.0 jika kita memakai kriteria sebutan poros tengah lebih kaku dengan mengacu ke Poros Tengah 1.0. Pemicu utama Poros Tengah 1.0 adalah partai-partai Islam atau berbasis massa Islam tidak mau dipaksa-paksa hanya untuk memilih Megawat atau Habibie, sehingga mereka mencari alternatif untuk menghindari keterbelahan secara frontal. Istilah tengah pada kata Poros Tengah itu maksudnya mencari jalan tengah di antara Habibie yang dianggap kanan dan Megawati yang dianggap kiri. Jika konsep itu kini kita terapkan itu pada Pilpres 2024, untuk menghindari pengkubuan frontal antara perubahan (Anies Baswedan) dan keberlanjutan (Prabowo/Ganjar) maka perlu dicari calon Presiden Alternatif sebagai penengah. Berfungsi sama seperti Gus Dur di tahun 1999, capres ini ada untuk menghindari keterbelahan bangsa Indonesia jika salah satu dari dua kubu yang berhadapan frontal itu menang. Saya melihat calon Presiden alternatif itu adalah Mahfud MD dan partai-partai yang menjadi pengusungnya adalah koalisi Partai Golkar (85 kursi) dan PAN (44 kursi) cukup jumlahnya untuk melewati treshold yang 115 kursi DPR. Pasangan cawapres untuk Mahfud MD bisa jadi adalah Airlangga Hartarto atau Erick Thohir. Skenario ini bisa jadi muncul setelah Prabowo Subianto memilih Gibran sebagai cawapres. Tapi skenario ini hanya mungkin terjadi jika Partai Golkar dan PAN tiba-tiba menjadi bandel mengikuti jejak Partai Nasdem dan PKB yang sudah bandel lebih dulu. Semua itu tergantung nyali Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan. Jika itu terjadi maka jumlah pasangan capres akan menjadi 4 pasang. Berkah untuk warga NU yang tidak perlu pusing memilih, karena satu-satunya capres yang berasal dari kalangan NU hanyalah Mahfud MD. Potensi kemenangannya pun bisa menjadi tinggi secara tak terduga, sama seperti pecapresan Gus Dur yang awalnya banyak dilihat sebagai lelucon politik, tetapi akhirnya bisa menang dari Megawati dengan skor 373 suara berbanding 313 suara atau 54 %. (*)