ALL CATEGORY

Mewaspadai Penumpang Gelap Amandemen

Oleh: Tamsil Linrung TETIBA amandemen bak magnet yang menyedot atensi banyak pihak. Tidak cuma didamba elit parpol, amandemen juga dirindu sekelompok masyarakat. Diskursusnya menggema, dari media sosial hingga gedung parlemen. Amandemen UUD 1945 memang sebuah kebutuhan. Pun bagi DPD, mengingat amandemen menjadi satu-satunya pintu masuk menguatkan kewenangan lembaga tersebut. Sejak masa anggota DPD periode lampau, tujuan penguatan ini telah digagas, diracik, dan diusulkan. Namun, tidak juga ada sambutan hangat dari kamar sebelah. Kini gayung bersambut. Kebutuhan amandemen bagi DPD berbaur dengan kepentingan partai politik. Konon, istana ikut pula cawe-cawe dari belakang panggung. Pembauran kepentingan itu bisa jadi memuluskan langkah membuka kotak pandora amandemen. Namun, juga sekaligus menjadi alarm bagi kita untuk mewaspadai potensi penumpang gelap. Salah satunya, wacana presiden tiga periode. DPD menyadari situasi itu. Bila kotak pandora dibuka, bukan tidak mungkin pengusung wacana tiga periode ikut menari pada tabuhan gendang yang sama, untuk selanjutnya bergerilya dengan beringas. Ini dimungkinkan bila sang penumpang gelap disponsori petinggi politik yang berkelindan dengan oligarki. Jadi, kalkulasinya harus meyakinkan sebelum memutuskan melangkah. Sejauh ini suasananya relatif kondusif. Mayoritas partai menyatakan menolak wacana tiga periode atau perpanjangan masa jabatan presiden. DPD sendiri sejak awal telah menegaskan hal yang sama. Masalahnya, politik bukan ilmu pasti. Selalu ada variabel lain yang potensial membuncah. Terlebih, ada beberapa partai yang masih berbicara normatif, tidak tegas memosisikan diri. Juga ada pimpinan lembaga legislatif yang punya jejak digital pernah mendorong wacana tiga periode. Jadi, walaupun suasana kebatinan secara umum menunjukkan penolakan terhadap wacana tiga periode, namun konsistensinya tidak bisa dijamin linier hingga putusan amandemen diketuk. Inilah yang harus diwaspadai. Kontradiktif Situasinya serba kontradiktif. Pada saat Presiden Jokowi menyatakan menolak wacana tiga periode, disaat yang sama presiden membiarkan Komunitas Jokowi-Prabowo 2024 mengusung dirinya, bergerilya di sana-sini. Ketika elit parpol ramai-ramai menampik tiga periode, inisiator Jokpro 2024 Mohammad Qodari justru makin optimistis. Pembentukan pengurus daerah Jokpro jalan terus dan konon bakal didirikan di seluruh provinsi. Fenomena itu tidak boleh dipandang remeh. Apalagi, ketika pintu amandemen dibuka, sulit mencari jalan kembali, kecuali mengetoknya dengan keputusan-keputusan. Yang dikhawatirkan adalah ketika pemilik suara yang kini menolak, tetiba berbalik arah dengan alasan klasik: mengikuti kehendak rakyat. Untungnya, rakyat menolak. Sebanyak 74 persen menyatakan tetap memilih dua periode, dan hanya 13 persen yang setuju tiga periode, demikian temuan survey Saiful Mujani Research Center (SMRC), 21-28 Mei 2021. Qodari meyakini dapat membalikkan keadaan dengan menguber dukungan dari bawah. Namun, politik bedak agaknya mulai menemui karmanya. Bertumbuhnya politik ideologi sedikit demi sedikit menggeser pesona politik pencitraan. Mahasiswa yang tadinya disangka tidur panjang, tetiba menghentak. Gelar King Of Lip Service diberikan kepada Jokowi. Politik ideologi yang mengedepankan pertarungan ide dan gagasan harus dipupuk sehingga makin subur jelang kontestasi elektoral 2024. Dalam perspektif ini pula seharusnya sudut pandang kita dibangun saat mencerna gagasan presiden tiga periode. Bertahun-tahun pikiran masyarakat diinjeksi dan dikenakan kacamata kuda hingga alam bawah sadar selalu fokus pada dua nama. Itu terlihat dari gegap gempita pembentukan Seknas Jokpro 2024, wacana presiden tiga periode, atau survei ini dan itu, yang sengaja atau tidak, adalah injeksi massal kesekian kalinya. Pada pemilu 2014 dan 2019 Jokowi dan Prabowo bermusuhan. Kini, menuju 2024, kemasannya rekonsiliasi. Konon agar rakyat tidak terbelah. Faktanya, meski telah menyatu dalam satu kubu pemerintahan yang sama, rakyat tetap saja terbelah. Yang menyatu hanya elit, tidak mengikutkan akar rumput. Bangsa ini terlalu kerdil bila kembali diperhadapkan dengan orang yang telah berkali-kali mencalonkan diri. Seolah negeri tidak punya pilihan lain. Seolah nyawa republik hanya bergantung pada satu-dua orang. Negara Merapuh Padahal, kalau berbicara prestasi, nyaris tidak ada hal gemilang yang bisa dibanggakan. Yang ada malah sebaliknya. Negara perlahan semakin rapuh seiring pandemi yang tak kunjung teratasi, ekonomi terpuruk, utang menggunung yang bahkan untuk membayar bunganya saja harus dengan mengutang lagi. Sayangnya, dalam perdebatan tiga periode, kita tidak menemukan berkembangnya diskursus dari sudut pandang tersebut. Yang ada, masyarakat terus-menerus dicekoki nama-nama dengan argumentasi rekonsiliasi atau kemungkinan perubahan konstitusi melalui amandemen. Bagi DPD, amandemen memang sebuah kebutuhan. Hari ini, hampir semua elit kekuasaan tidak membuka ruang yang cukup bagi rakyat untuk mentransformasikan paradigma checks and balances. Sebagai wakil rakyat yang memiliki legitimasi kuat, penguatan lembaga DPD ditujukan ke arah itu. Namun keinginan itu bukan sesuatu yang dipaksakan. DPD tidak egois. Ada hal lain yang harus diperjuangkan demi tegaknya demokrasi. Salah satunya adalah medobrak aturan angkuh bernama Presidential Throshold, ambang batas 20 persen bagi partai untuk mengajukan calon presiden. PT telah banyak dianalisis. Pada pokoknya, sistem ini diyakini mengebiri demokrasi, melanggengkan oligarki, dan mengamputasi munculnya calon pemimpin alternatif yang boleh jadi lebih unggul. Pelaksanaan dua pemilu terakhir telah menunjukkan daya rusak PT. Karena itu, DPD berpendapat PT sebaiknya nol persen saja. Sejalan dengan itu, DPD merasa telah saatnya ikut bertarung di gelanggang. Melalui amandemen, DPD sekaligus memperjuangkan hak mengajukan calonnya sendiri. Jika lembaga DPR bisa melahirkan beberapa calon sebagai konsekuensi jumlah fraksi dengan calon sendiri-sendiri, maka DPD cukup mengajukan satu pasang calon saja. Meski tidak berimbang, tapi saya kira itu fair dan berkeadilan. Penulis adalah anggota DPD RI

Tersangka Pengaturan Proyek Indramayu Dikonfirmasi Usulan Bantuan Pemprov

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi dua tersangka mengenai barang bukti berupa dokumen pengusulan bantuan dana Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Pemerintah Kabupaten Indramayu. KPK, Rabu (30/6), memeriksa Anggota DPRD Jabar Ade Barkah Surahman (ABS) dan mantan Anggota DPRD Jabar Siti Aisyah Tuti Handayani (STA) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat Tahun 2019. "Masing-masing diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka, tim penyidik mengonfirmasi antara lain terkait dengan berbagai barang bukti berupa dokumen mengenai pengusulan bantuan dana pemprov untuk Pemkab Indramayu," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. Selain itu, kata dia, tim penyidik juga mengonfirmasi soal dugaan aliran sejumlah uang terhadap dua tersangka tersebut. "Dan dugaan adanya aliran sejumlah uang untuk para tersangka dan pihak-pihak lainnya," ungkap Ipi. KPK telah menetapkan keduanya sebagai tersangka pada 15 April 2021. Ade Barkah diduga menerima suap Rp750 juta. Sedangkan Siti Aisyah diduga menerima Rp1,050 miliar. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ayat 1 ke-1 KUHP. Diketahui, kasus tersebut adalah salah satu dari banyak kasus yang diawali dari kegiatan tangkap tangan KPK. Pada 15 Oktober 2019, KPK menggelar kegiatan tangkap tangan di Indramayu. Hasilnya, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu Bupati Indramayu 2014-2019 Supendi, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Omarsyah, Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Wempy Triyono, dan Carsa ES dari pihak swasta. Saat ini, empat orang tersebut telah divonis Majelis Hakim Tipikor dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut dan pada Agustus 2020, KPK menetapkan tersangka lain, yakni Anggota DPRD Jabar Abdul Rozaq Muslim. Saat ini, masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam konstruksi disebut bahwa Carsa diduga menyerahkan uang kepada Ade Barkah secara langsung dengan total sebesar Rp750 juta. Carsa juga diduga memberikan uang secara tunai langsung kepada Abdul Rozaq maupun melalui perantara dengan total sekitar Rp9,2 miliar. Dari uang yang diterima Abdul Rozaq tersebut kemudian diduga diberikan kepada Anggota DPRD Jabar lain diantaranya Siti Aisyah dengan total sebesar Rp1,050 miliar. (mth)

"Upacara Korps Raport" Tujuh Jenderal Awali HUT Ke-75 Bhayangkara

Jakarta, FNN - Peringatan HUT Ke-75 Bhayangkara ditandai dengan digelar-nya "Upacara Korps Raport" kepada tujuh jenderal atau perwira tinggi kepolisian di Gedung Rupatama, Mabea Polri, Jakarta Selatan. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis, menyebutkan pelaksanaan Upacara Korps Raport ini tertuang dalam surat telegram nomor STR/544/VI/KEP./2021 tanggal 29 Juni 2021, yang ditandatangani oleh Asisten SDM Irjen Pol Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. "Ya ada kegiatan Korps Raport tujuh perwira tinggi," kata Argo. Upacara Korps Raport kenaikan pangkat tujuh jenderal itu dilaksanakan Rabu (30/6) malam atau sehari sebelum peringatan HUT Bhayangkara 1 Juli. Tujuh jenderal tersebut terdiri atas tiga orang jenderal bintang dua, dan empat jenderal bintang satu. Tiga perwira tinggi yang mengemban jenderal bintang dua (Irjen), yakni Irjen Pol Guntur Setyanto menjabat sebagai Kapolda Bengkulu, Irjen Pol Mulyatno menjabat sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama I Sespim Lemdiklat Polri dan Irjen Pol Victor Gustaaf Manoppo selaku Pati Baharkam Polri dalam penugasan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sementara empat perwira tinggi lainnya naik pangkat menjadi Brigjen atau jenderal bintang satu, yakni Brigjen Pol Syamsul Bahri sebagai Widyaiswara Madya Sespim Lemdiklat Polri, Brigjen Pol Benone Jesaja Louhenapessy menjabat sebagai Pati Baintelkam Polri dalam penugasan pada Badan Intelijen Negara (BIN). Kemudian, Brigjen Pol Hadi Purnomo sebagai Pati Polda Aceh penugasan pada BIN dan Brigjen Pol Anom Wibowo menjabat sebagai Pati Bareskrim Polri penugasan pada Kemenkumham. "Upacara Korps Raport diselenggarakan dengan menerapkan standar protokol kesehatan yang ketat. Para peserta dilakukan test Swab COVID-19," kata Argo. (mth)

P-21 dan Pengawalan Serius

By M Rizal Fadillah Bandung, FNN - P-21 bukan nomor bus kota tetapi kelengkapan berkas perkara agar Jaksa siap mendakwa tersangka dalam persidangan Pengadilan. Dengan P-21 sebagaimana keterangan pihak Kejaksaan Agung, maka 2 (dua) tersangka kasus pembunuhan enam laskar FPI telah matang untuk ditingkatkan status menjadi terdakwa. Meskipun dinilai sangat lambat akan tetapi hal ini adalah satu kemajuan. Mengingat tersangka adalah aparat penegak hukum yang secara institusional beririsan dengan Kejaksaan, maka perlu pengawasan publik yang lebih serius. Meski sistem peradilan kita tidak mengenal keterlibatan publik (Juri, misalnya) namun pengawalan publik dalam kasus pelanggaran HAM ini menjadi sangat perlu. Demi transparansi dan obyektivitas peradilan itu sendiri. Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar FPI walaupun memiliki pandangan sendiri mengenai status pelanggaran HAM yang terjadi, harus tetap mengawal tahap peradilan ini. Tempatkan peradilan saat ini sebagai tahap pertama menuju tahap kemudiannya, bukti bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat. TP3 penting untuk bekerjasama dengan banyak elemen baik itu Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, Amnesty Internasional Indonesia, YLBHI, Komnas HAM atau lembaga lain yang bergerak dalam bidang penegakan hukum dan HAM. Media menjadi elemen strategis pula bagi pengawasan. Perlu kerja "keroyokan" untuk mengawal kasus besar yang menimpa dan memalukan bangsa Indonesia ini. Di sisi lain pengaduan yang dilakukan baik kepada "Internasional Criminal Court" (ICC) atau "Committee Against Torture" (CAT) tetap dipantau perkembangannya sebagai antisipasi jika terjadi peradilan sesat (rechterlijke dwaling) yang mencerminkan bahwa pemerintah "unwilling" dan "unable" dalam menuntaskan kasus yang berhubungan dengan "crime against humanity" ini. Pembunuhan Enam laskar FPI adalah kasus serius kejahatan HAM. Dengan dua tersangka FR dan MYO sebenarnya rawan. MYO adalah driver sehingga posisinya hanya sebagai pembantu perbuatan jahat. Fokus menjadi hanya pada satu pelaku yaitu FR. Jika FR mengalami sesuatu, misalnya seperti Elwira kecelakaan yang menimbulkan kematian, maka akan tamatlah kasus ini. Sejak awal saran terbaik bagi kedua tersangka ini adalah ditahan. Untuk mengurangi risiko. Meskipun demikian, publik belum tentu percaya bahwa pembunuhan enam anggota laskar hanya dilakukan oleh dua (atau satu) tersangka saja, dugaan sejumlah aparat terlibat juga cukup kuat. Tuntutan untuk pengusutan mungkin berkelanjutan. Lagi pula kasus pelanggaran HAM, apalagi HAM berat, tidaklah mudah lapuk oleh zaman. Satu rezim mungkin bisa saja menutupi kejahatannya, namun suatu saat rezim lain akan membukanya kembali. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Ketua Komisi A DPRD DKI Nilai PPKM Darurat Sulit Diterapkan Saat Ini

Jakarta, FNN - Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Mujiyono menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat akan sulit diterapkan saat ini. Pasalnya, kata politisi Demokrat ini, keuangan DKI saat ini tidak memadai untuk melaksanakan PPKM Mikro di Jakarta sehingga dibutuhkan bantuan dari pemerintah pusat. "Kalau pemerintah pusat tidak membantu, ya ekonomi DKI akan berantakan, PAD (Pendapatan Asli Daerah) kita jeblok," kata Mujiono melalui sambungan telepon, Rabu. Realisasi PAD DKI, kata Mujiyono, saat ini masih rendah. Per bulan Mei lalu ia menyebutkan realisasi PAD tersebut kurang lebih 18 persen. "Sekarang berbeda dengan dulu ketika Maret 2020 (awal pandemi), DKI uangnya ada, belum lagi ada dana cadangan daerah Rp1,4 triliun, itu saya bilang cukup dan bisa dilakukan PPKM ekstra ketat atau lockdown atau apapun namanya," ucap Mujiyono. Karenanya, Mujiyono meminta sebelum menerapkan PPKM Darurat pemerintah provinsi perlu mempertimbangkan neraca keuangan daerah. Terlebih, kata dia, sulit melakukan "refocusing" Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mengalokasikan dana yang dibutuhkan selama PPKM Darurat berlangsung. "Artinya, kalau angka-angkanya digeser, bagaimana dengan cash flow DKI? Tetap yang jadi pertimbangan adalah realisasi PAD," tutur dia. Diinformasikan, beredar kabar pemerintah pusat akan menerapkan PPKM Darurat, termasuk di DKI Jakarta. Gubernur Anies Baswedan mengatakan rapat mengenai hal itu masih dalam finalisasi terutama oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan beserta jajarannya. Luhut juga disebut akan menjadi ketua penanganan COVID-19 di wilayah Jawa-Bali. Nantinya, lanjut Anies, dalam aturan yang tengah digodok akan dibuat semacam kriteria. Menurut Anies, wilayah seperti kabupaten atau kota akan mengacu kepada kriteria tersebut untuk menentukan masuk ke dalam kategori apa wilayah mereka. "Dan juga akan ada panduan detail tentang bentuk-bentuk pembatasan yang akan dilakukan," ucap Anies. (mth)

Pemulung Pulo Gadung Berharap Polri Beri Bantuan Berkelanjutan

Jakarta, FNN - Komunitas pemulung di Pulo Gadung, Jakarta Timur, mengharapkan Polri dapat menyalurkan bantuan sosial secara berkelanjutan dan tepat sasaran bagi masyarakat yang membutuhkan. Hal itu diungkapkan perwakilan Ikatan Pemulung Indonesia Atib saat menerima bantuan dari Polri dalam rangka HUT ke-75 Bhayangkara di kawasan Sunan Giri, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu. "Semoga Polri semakin dicintai dan harapan pemulung mudah-mudahan berkelanjutan berbagi dengan komunitas kami," kata Atib. Sementara itu, Karo Pengkajian dan Strategi Asisten Logistik Polri Brigjen Pol Budi Siswanto mengatakan lembaga Polri menggelar bakti sosial secara serentak di seluruh polda dalam rangka perayaan HUT ke-75 Polri yang jatuh pada 1 Juli 2021. Budi menyebutkan Polri menyalurkan 2.415 paket kebutuhan bahan pokok bagi komunitas pemulung di Pulo Gadung dan Bantar Gebang, untuk membantu warga terdampak pandemi COVID-19. "Semoga baksos meringankan saudara kita, dan tentunya kita sama-sama memerangi segera menuntaskan COVID-19 di Indonesia,” ujar Budi. Peringatan Hari Bhayangkara ke-75 mengusung tema "Transformasi Polri yang Presisi mendukung percepatan penanganan COVID-19 untuk masyarakat sehat dan pemulihan ekonomi nasional menuju Indonesia maju". Kegiatan peringatan HUT Polri itu akan dilaksanakan secara serentak di seluruh polda hingga 9 September 2021 nanti. Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol Istiono mengemban tugas sebagai Ketua Panitia Bakti Sosial (Baksos) Serentak Hari Bhayangkara ke-75. Istiono menuturkan penerima bantuan sembako, yakni masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19 dengan jumlah 272.662 paket sembako dan 272.662 botol hand sinitizer, serta 2.521.815 masker yang akan dibagikan kepada masyarakat. Bantuan tersebut dibagikan kepada berbagai golongan masyarakat, seperti yatim piatu, fakir miskin, kaum dhuafa, panti jompo, panti asuhan, panti sosial, ojek pangkalan, sopir, kaum disabilitas, Purnawirawan Warakawuri TNI-Polri, tenaga medis, UMKM terdampak pandemi dan masyarakat lain yang sangat membutuhkan. (mth)

Jakarta Butuhkan 2.156 Nakes dan 5.139 Vaksinator

Jakarta, FNN - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, Jakarta masih membutuhkan sekitar 2.156 tenaga kesehatan dan 5.139 vaksinator untuk penanggulangan COVID-19 di Ibu Kota. "Jumlah tenaga kesehatan kebutuhan nakes ini sedang ditambah, tenaga profesional ini membutuhkan tambahan 2.156, tenaga vaksinator perlu ditambah lagi 5.139," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Selasa malam. Meski membutuhkan tenaga yang cukup banyak, politisi dari Partai Gerindra ini memastikan Pemprov DKI Jakarta terus menambah jumlah tenaga kesehatan (nakes) dan meningkatkan fasilitasnya agar pasien COVID-19 di Jakarta bisa ditangani dengan baik. "Jadi semuanya akan kami tambah. Rumah sakit rujukan, okupansi daripada tempat tidur rumah sakit ditingkatkan, kemudian juga nakes, ruang ICU, semuanya, lab, vitamin, obat-obatan, masker, semuanya ditingkatkan," kata Riza. Namun, Riza berharap, dengan adanya peningkatan fasilitas kesehatan bukan berarti masyarakat abai dengan penyebaran COVID-19 yang meninggi akhir-akhir ini. Dia menegaskan bahwa cara terbaik untuk memberangus virus ini dengan cara mencegah penularannya. "Menghadang di hulu itu pilihannya adalah seluruh warga kami minta untuk berada di rumah. Kemudian laksanakan prokes secara disiplin dan ketat, apalagi sekarang ada varian baru yang sudah sangat cepat menular," kata dia. Penambahan kasus COVID-19 dari data yang masuk pada Selasa tercatat sejumlah 7.379 kasus. Dengan penambahan kasus tersebut, angka kasus aktif COVID-19 di Jakarta kini di angka 65.923 kasus. Sementara itu, angka kematian kembali bertambah 78 kasus sehingga tercatat 8.426 orang meninggal dunia akibat COVID-19 di Jakarta. (sws)

Kemeko Polhukam: Selesaikan Delik Pers ke Dewan Pers

Badung, FNN - Plt Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Kemenko Polhukam, Marsma TNI Oka Prawira, mengharapkan jajaran pemerintah yang memiliki sengketa dengan pers hendaknya menyelesaikan delik pers yang terjadi dengan mengadukan ke Dewan Pers. "Pers itu mendorong supremasi hukum, demokrasi, dan kebhinnekaan, serta memenuhi hak masyarakat, tapi masyarakat tetap dapat mengontrol pers melalui Dewan Pers. Kalau pers ada kekurangan, adukan ke Dewan Pers," katanya di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Rabu. Saat membuka Forum Komunikasi Media Massa bertema "Peningkatan Pemahaman tentang Delik Pers bagi ASN dan Wartawan" yang diadakan Kemenko Polhukam bersama Dewan Pers di Bali secara luring-daring itu, ia menegaskan bahwa forum komunikasi ini mendorong kolaborasi pemerintah dan pers. "Kemenko Polhukam dan Dewan Pers akan mendorong terus kolaborasi pemerintah dan pers, sehingga tidak ada sengketa antara ASN dengan pers, tapi semuanya dikembalikan pada UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 yakni melalui Dewan Pers," katanya. Dalam forum yang dihadiri jajaran Kominfo se-Bali, kalangan pers, asosiasi media, dan Humas TNI-Polri itu, narasumber yang hadir adalah Agus Sudibyo (Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional, Dewan Pers), Agung Dharmajaya (Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan, Dewan Pers), dan Wayan Suyadnya (pemimpin Media Bali). Senada dengan itu, Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengatakan jajaran Humas/Kominfo sering mengeluhkan pemberitaan yang negatif, padahal berita negatif itu belum tentu salah sebagai kritik, asalkan memenuhi kode etik yakni imbang, tidak menghakimi, akurat, bukan ranah privasi, dan tidak memeras. "UU Pers juga mengatur bila pers melakukan kesalahan atau melanggar kode etik di atas, maka gunakan hak jawab (korban) yang ditembuskan ke Dewan Pers, jangan takut dengan wartawan kalau memang benar, tapi jangan bertindak gegabah dengan melakukan kekerasan, karena kebenaran bisa samar/kabur. Jadi, tulisan ditutup dengan tulisan," katanya. Selain itu, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional di Dewan Pers itu menyarankan jajaran Humas/Kominfo untuk membedakan produk jurnalistik dengan perilaku jurnalis. "Kalau kesalahan tulisan ya ke Dewan Pers, tapi kalau jurnalis memeras ya pidana," katanya. Ia menambahkan Dewan Pers akan melakukan sidang sengketa pers dalam 1-2 minggu untuk menjatuhkan sanksi yakni hak jawab, hak jawab dan permintaan maaf, atau hak jawab diabaikan/ditolak memungkinkan ada proses hukum/pidana. Hal itu juga dibenarkan Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional di Dewan Pers, Agung Dharmajaya. "Kalau ASN tidak nyaman dengan pers jangan ke Polri, karena ada UU Pers dan MoU Polri-Kominfo-Kejakgung bahwa soal pemberitaan itu selesaikan ke Dewan Pers," katanya. Soal media online dan media sosial yang sering berdalih dengan "running news" sehingga konfirmasi terhadap suatu hal akan dilakukan menyusul, ia menilai bila terkait kasus itu harus ada konfirmasi dalam satu berita dengan kasusnya. Dalam kesempatan itu, pemimpin Media Bali, Wayan Suyadnya, mengatakan tokoh masyarakat bermasalah dengan pers seringkali tidak menggunakan hak jawab tapi langsung menuntut permintaan maaf. "Kalau seperti itu ya media itu kalah, jadi seharusnya hak jawab itu," katanya. (sws)

Polisi Tetapkan Guru Besar USU Prof Yusuf Henuk Tersangka UU ITE

Medan, FNN - Penyidik Polres Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara, menetapkan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Yusuf L Henuk sebagai tersangka kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran UU ITE karena diduga mencemarkan nama baik pelapor atas nama Alfredo Sihombing dan Martua Situmorang," kata Kasubag Humas Polres Taput Aiptu Walpon Baringbing yang dikonfirmasi Rabu. Kasus tersebut berawal dari laporan Alfredo Sihombing pada tanggal 22 April 2021 terkait unggahan di akun Facebook milik Prof Yusuf Henuk yang dianggap mencemarkan nama baik. Dalam postingan tersebut, ia menuliskan 'Saya buat surat terbuka saya ke presiden Jokowi pada tanggal 24 Maret 2021, lalu meminta ijin Prof. Lince Sihombing untuk beri kesempatan saya untuk tampil melawan para bandit yang dipimpin Bupati Taput & hebatnya Alfredo Sihombing sok jagoan kampung datang cari saya di IAKN-Tarutung jadi saya tampil semakin beringas buat surat/laporan polisi di Polres Taput pada tanggal 26 April 2021'. Kemudian pada 17 Mei 2021, Prof Yusuf Henuk dilaporkan oleh Martua Situmorang atas postingan Facebook yang diduga mencemarkan nama baik. Atas laporan tersebut, penyidik melakukan penyelidikan dan menemukan bukti permulaan yang cukup atas laporan tersebut Kemudian penyidik melakukan gelar perkara dan hasilnya meningkatkan penyelidikan tersebut menjadi penyidikan dan menetapkan Prof Yusuf Henuk sebagai tersangka UU ITE. "Penetapan tersangka ini sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) Jo 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujarnya. (mth)

Sujiwo Tejo Sarankan BEM UI Panggil Rektor Klarifikasi Jabatan Rangkap

Jakarta, FNN - Kritik yang dilancarkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Univeristas Indonesia kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), turut disorot budayawan Sujiwo Tejo. Kritik BEM UI yang menjuluki Jokowi sebagai 'King of Lip Service' atau Raja Omong Kosong menjadi viral di media sosial Twitter. Tak berselang lama setelah unggahan di Twitter BEM UI viral, sejumlah pengurus BEM UI mendapatkan surat panggilan dari rektorat. Undangan pihak rektorat bertujuan agar pengurus BEM UI memberi klarifikasi soal konten mereka yang mengkritik Presiden Jokowi. Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra mengaku sempat diminta untuk menghapus (take down) konten kritik tersebut, namun BEM UI menolaknya. Seiring ramainya perbincangan konten kritik BEM UI untuk Presiden Jokowi, beredar kabar Rektor UI Ari Kuncoro yang menjabat sebagai komisaris di salah satu bank BUMN. Padahal, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Statuta Universitas Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 menerangkan, rektor dilarang merangkap sebagai pejabat di perusahaan BUMN atau beberapa institusi lainnya. Sutradara Angga Dwimas Sasongko kemudian melontarkan ide melalui akun Twitter pribadinya @anggasasongko agar BEM UI memanggil rektor ke sekretariat mereka untuk mengklarifikasi soal rangkap jabatan tersebut. "Coba @BEMUI_Official kirim surat ke Rektorat @univ_indonesia, panggil Rektor ke sekre BEM untuk klarifikasi. Rektor sudah hidup di luar koridor hukum nih," cuitnya. Ide Angga Dwimas Sasongko itu didukung oleh Sujiwo Tejo. "Setuju. Sudah saatnya BEM UI memanggil rektornya utk klarifikasi benar/gak rektor merangkap jadi komisaris BUMN yg per peraturan Ilegal? Pada hari Minggu juga," cuit Sujiwo Tejo di akun Twitter pribadinya.