ALL CATEGORY
Gubernur Kaltim Prihatin Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan
Samarinda, FNN - Gubernur Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor menyatakan prihatin atas kondisi kerusakan lingkungan di wilayah setempat diduga karena aktivitas pertambangan batubara. Isran Noor ketika peringatan Puncak Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia 2021 di Balikpapan, Selasa mengatakan, saat ini proses perizinan kegiatan pertambangan telah beralih ke pemerintah pusat. Hal itu membuat pemerintah daerah khususnya provinsi tidak bisa berbuat banyak untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Diketahui, kegiatan pertambangan khususnya batu bara di wilayah Kaltim tumbuh subur. Bahkan tidak hanya perusahaan yang memiliki izin legal saja yang aktif beroperasi namun perusahaan tanpa surat izin juga marak ikut mengeruk kandungan tambang tersebut. Sejumlah bencana akibat pertambangan kerap disuarakan oleh para aktivis pertambangan di antaranya jalan umum rusak parah, longsor hingga terjadinya musibah banjir besar. "Jika saya bupati atau wali kota mungkin saya bisa gugat. Tapi karena saya gubernur dan wakil pemerintah pusat di daerah, tentu tidak bisa. Artinya, sama dengan menggugat diri sendiri," tegas Isran. Menurut Isran, untuk menertibkan itu, maka hanya satu kata saja yang diinginkan kepala daerah, khususnya Kaltim. Yaitu adanya aturan yang menetapkan kepala daerah memiliki tanggung jawab moral terhadap pengawasan pertambangan. Saat ini, lanjut Isran, kata-kata yang dimaksud itu tidak ada dalam aturan perundang-undangan perizinan pertambangan. "Jadi, satu kata saja, meski aturan itu ditarik ke pusat. Tetapi kepala daerah memiliki tanggung jawab moral dalam pengawasan pertambangan di lapangan. Itu saja yang diperlukan. Sehingga kepala daerah bisa berkoordinasi dengan pihak keamanan, baik TNI maupun Polri," ungkapnya. Bagi Isran, hal itu penting agar pertambangan tidak merugikan masyarakat di lingkungan sekitar aktivitasnya. Produksi batubara masih diperlukan bagi pembangunan di sejumlah negara luar di Asia maupun Eropa. Diperkirakan lima hingga 10 tahun ke depan. (mth)
Polres Kotabaru Temukan Nelayan Gunakan Alat Tangkap Pukat Mini
Banjarmasin, FNN - Polres Kotabaru jajaran Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) menemukan masih adanya nelayan menggunakan alat tangkap mini trawl atau pukat mini yang dilarang, saat menggelar patroli di perairan laut Kotabaru dan perairan laut Pulau Sebuku. "Kami mengimbau agar tidak lagi menggunakan alat tangkap yang dilarang, karena dapat merusak terumbu karang dan biota laut lainnya. Gunakanlah alat yang ramah lingkungan," kata Kasat Polairud Polres Kotabaru AKP Koes Adi Dharma, Selasa. Mini trawl masuk dalam klasifikasi pukat hela berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Alat Penangkap Ikan. Cara pengoperasiannya dengan ditarik oleh kapal yang bergerak mengejar gerombolan ikan. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang pelarangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik, alat tangkap trawl merupakan alat tangkap yang dilarang. Penggunaan alat tangkap ini dapat mengancam kelestarian sumber daya ikan. Adi menyatakan nelayan yang menggunakan mini trawl didata dan jika ditemukan lagi di kemudian hari, bakal diproses pidana karena telah mendapatkan peringatan dan edukasi secara preemtif dan persuasif. Saat patroli bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel serta Dinas Perikanan Kotabaru, petugas juga menemukan kapal nelayan tak dilengkapi dokumen sebagai legalitas operasional kapal. Nelayan diingatkan pula agar melengkapi diri dengan alat keselamatan, dan tak memaksakan diri melaut apabila gelombang besar atau pun angin kencang. "Patroli rutin kami laksanakan untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan menekan tindak pidana. Kehadiran polisi di laut juga memberikan rasa aman dan nyaman bagi nelayan yang beraktivitas di laut," kata Adi mewakili Kapolres Kotabaru AKBP Andi Adnan Syafruddin. (mth)
BI Dorong Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah Papua Barat
Sorong, FNN - Bank Indonesia mendorong percepatan dan perluasan digitalisasi daerah di Provinsi Papua Barat dengan menggelar kegiatan peningkatan kapasitas bagi tim percepatan dan perluasan digitalisasi daerah (TP2DD) yang ada di provinsi tersebut. Kegiatan yang digelar di Waisai, ibu kota kabupaten Raja Ampat, Selasa, merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan Raja Ampat E- Festival 2021 guna mewujudkan ekosistem digital daerah di Papua Barat. Kegiatan tersebut dihadiri Bupati Manokwari, Manokwari Selatan, Bintuni, Fakfak, Kaimana, dan Pegunungan Arfak, Wakil Bupati Sorong Selatan, serta Wakil Gubernur dan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua Barat. Kepala Perwakilan Bank Indonesia provinsi Papua Barat, Rut W. Eka Trisilowati mengatakan kegiatan tersebut untuk mengimplementasikan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah ( ETPD) dalam pengelolaan keuangan daerah. Baru sebanyak sembilan TP2DD terbentuk yakni Provinsi Papua Barat, kabupaten Manokwari, kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Tambrauw, kabupaten Bintuni, Kabupaten Pegunungan Arfak, dan Kabupaten Raja Ampat. "Kesembilan Pemkab tersebut telah menandatangani TP2DD. Diharapkan kepada pemerintah daerah di Papua Barat yang belum membentuk TP2DD agar segera dilakukan," ujarnya. Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani yang memberikan keterangan terpisah, mengatakan dalam mempercepat implementasi digitalisasi transaksi keuangan daerah, Presiden RI telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Satgas P2DD). Percepatan dan perluasan digitalisasi diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan publik. Selain itu, mendukung transparansi sistem pemerintahan, optimalisasi pendapatan daerah, dan meningkatkan kesehatan fiskal. Upaya ini tidak akan berhasil tanpa ada sinergi yang berkesan kesinambungan antara pihak yang terkait seperti Bappeda, Badan Keuangan, dan perbankan di Papua Barat "Kami berharap pemerintah daerah yang belum membentuk TP2DD agar segera dilakukan dalam mendorong ekonomi digital di Provinsi Papua Barat," katanya. (mth)
Edhy Prabowo Dituntut 5 Tahun Penjara
Jakarta, FNN - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini terbukti menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga total-nya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benur lobster (BBL) terkait pemberian izin budi daya dan ekspor. "Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP," kata JPU KPK Ronald Worotikan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan," lanjut Ronald. Adapun hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Edhy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN dan terdakwa Edhy selaku penyelenggara negara, yaitu sebagai menteri tidak memberikan teladan yang baik. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa Edhy bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan sebagian aset telah disita. Selain itu, jaksa menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap Edhy untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS dengan ketentuan dikurangi seluruhnya dengan uang yang dikembalikan terdakwa dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap maka harta bendanya akan disita jaksa dan dilelang untuk menutupi hal tersebut. Dalam hal jika terdakwa tidak mempunyai harta maka dipidana penjara selama 2 tahun. Terhadap Edhy, jaksa juga menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya. Jaksa menyebut Edhy menerima suap melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo). Selain itu, jaksa juga menuntut Andreau dan Safri selama 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, Amiril selama 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan serta Ainul dan Siswadhi selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. ( sws)
Jokowi Akui Pernah Dicap Plonga Plongo
Jakarta, FNN - Presiden RI Joko Widodo menilai kritik yang dilayangkan mahasiswa kepada dirinya belakangan ini merupakan sebuah hal yang biasa pada era demokrasi sebagai bentuk ekspresi mahasiswa. Hal tersebut disampaikan Presiden dalam sesi wawancara di Istana Merdeka, Jakarta, yang ditayangkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden di Jakarta, Selasa. "Ya, itu 'kan sudah sejak lama, ya. Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo, kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter. Kemudian ada juga yang ngomong saya ini 'bebek lumpuh' dan baru-baru ini, saya ini bapak bipang, dan terakhir ada yang menyampaikan the king of lip service," ujar Presiden. Presiden mengatakan bahwa hal itu bentuk ekspresi mahasiswa, dan di negara demokrasi hal tersebut boleh dilakukan. "Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi. Jadi, kritik itu, ya, boleh-boleh saja dan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi," kata Kepala Negara. Meski demikian, Presiden mengingatkan bahwa bangsa Indonesia memiliki budaya tata krama dan kesopansantunan. "Tapi ingat kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunan. Ya, saya kira biasa saja, mungkin mereka sedang belajar mengekspresiakan pendapat. Tapi yang saat ini penting kita semuanya memang bersama-sama fokus untuk penanganan pandemi COVID-19," kata Presiden. (sws)
Warga Jombang Protes Kedatangan Satgas Covid
Jombang, FNN – Ternyata bukan hanya warga Bangkalan saja yang berani melakukan protes atas penyekatan yang dilakukan di Jembatan Suramadu. Akhirnya, mereka berhasil “membongkar” penyekatan yang dinilainya diskriminatif bagi warga Madura. Di sebuah desa di Jombang, ada satu keluarga yang didatangi Tim Satgas Covid-19 berikut tim dokter dan perawat dari sebuah Puskesmas. Berpakaian lengkap APD berikut ambulan. Padahal, yang akan dijemput tersebut putrinya yang kena DB. Pak Sarjono, sebut saja begitu panggilannya, protes atas kedatangan mereka dengan pakaian APD itu. Salah seorang nakes pun menjelaskan, karena peraturannya (protapnya) seperti itu. “Nah, kalau ada paturannya seperti itu, bagi kami tidak apa-apa. Tapi yang jelas pertanggung- jawabannya, jika orang dinyatakan kena covid. Karena begini, bukannya saya tidak mau, tapi situasi seperti ini kan bikin trauma warga,” protes Pak Sarjono. Hasil tes swab atas keluarga Pak Sarjono pun ternyata membuktikan negatif. Termasuk atas cucu-cucunya. “Saya ancam, kalau mau mensosialisasikan ke masyarakat itu yang benar. Kamu bisa saya pidanakan karena datang ke rumah orang yang sehat berpakaian yang nota bene-nya bawa virus menular,” tegas Pak Sarjono “Pakaian (APD) itu hanya boleh dipakai untuk penjemputan orang sakit,” lanjutnya. Setelah diprotes, Tim Satgas Covid-19 dari Puskesmas yang terdiri dari seorang dokter dan tiga perawat itu meminta maaf pada Pak Sarjono. Mereka ketakutan sampai harus minta tolong ke Polsek untuk didampingi daat mohon maaf pada Pak Sarjono. Anggota Polsek dan Koramil sampai bingung kenapa kok berani. “Saya bilang, swab semua anak-anak, saya juga istri, gak berani Mas,” ujarnya. Akhirnya, kata Pak Sarjono, dokter dan tiga perawatnya merasa malu. “Biar masyarakat tahu kalau ada rakyat yang berani bicara. Supaya gak menakut-nakuti rakyat. Masyarakat kita itu kurang apa? Masyarakat kita ini manut semuanya,” ungkap Pak Sarjono. Atas kejadian itu, anggota Polsek yang mendampingi berterima kasih atas masukan dari Pak Sarjono tersebut. (mth)
Pengkhianatan Kaum Intelektual
Oleh: Abdurrahman Syebubakar Ketua Dewan Pengurus IDe Jakarta, FNN - Jatuh bangungnya sebuah bangsa, bahkan peradaban manusia, tidak lepas dari peran dan tanggungjawab kaum intelektual, terutama dalam hubungannya dengan kekuasaan. Seperti terungkap dalam riset sejarah komparatif oleh Ahmet T. Kuru (2019), dari San Diego State University, bahwa “aliansi ulama dan intelektual dengan negara” menjadi faktor utama keterbelakangan dunia Islam sejak abad ke-12. Sebaliknya, menurut Kuru, Eropa Barat mencatat kemajuan pesat dalam berbagai bidang hingga sekarang, karena kaum intelektual di Benua Biru ini mampu menjaga jarak dari otoritas politik. Padahal, sebelum abad ke-12, ia tertinggal jauh dari dunia Islam yang identik dengan ulama, intelektual progresif dan filsuf besar. Sebut saja, Ibnu Sina, al-Biruni, al-Farabi, al-Kindi, Ibnu Khaytham, Miskawayh, al-Razi, al-Khawarizmi (Algoritmi, juga penemu aljabar dan angka nol), dan masih banyak yang lain. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia, Indonesia kini menjadi contoh sempurna dari temuan riset Kuru. Alih-alih menjadi produsen pengetahuan dan katalis perubahan, kaum terdidik Indonesia jutsru berperan sebagai corong kekuasaan dan modal. Meminjam tesis Noam Chomsky (1967, 2016) tentang tanggung jawab intelektual, kaum terdidik ini berada di barisan intelektual konformis, atau intelektual tradisional versi Antonio Gramsci (1971). Intelektual antek penguasa yang mengabaikan, bahkan merasionalisasi, kejahatan negara. Kiprah mereka, jauh dari nubuah Julien Benda, dalam karya klasiknya “The Treason of the Intellectuals” atau Edward Said dalam “Representations of the Intellectual” (1996), bahwa kaum intelektual memiliki sifat altruistik yang senantiasa memburu kebenaran demi kemaslahatan bersama, dan menjadi pencipta bahasa dalam menyampaikan yang benar kepada penguasa, dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan. Dosa terbesar seorang intelektual tidak dilihat dari kesalahannya, tetapi dari ketakutan dan kebohongannya dalam menyampaikan kebenaran. Jalan ketiga peran intelektual yang ditawarkan mendiang Cornelis Lay, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar ilmu politik UGM (Februari 2019), dimana intelektual bisa keluar masuk kekuasaan berdasarkan penilaian matang dan menyeluruh, jauh panggang dari api. Tawaran ini memiliki pijakan teoritik yang lemah, jika tidak dikatakan rapuh, dan berjarak cukup jauh dari realitas. Faktanya, terlalu banyak kaum intelektual yang terjerat nikmat dan empuknya jabatan hadiah dari penguasa. Entah posisi di pemerintahan, perguruan tinggi, BUMN, atau jabatan penting di perusahan-perusahan swasta penyokong kekuasaan. Seketika atau lambat-laun para intelektual ini berputar haluan, dari pola pikir dan sikap kritis, menuju fatalisme dan sikap permisif (serba memaklumi). Bahkan, berdiri di barisan terdepan membela semua kebijakan negara, dan kemudian sepenuhnya menjadi antek kekuasaan. Bagi mereka, “the king can do no wrong, no matter what!” Pada saat yang sama, tidak sedikit kaum intelektual di lingkungan perguruan tinggi, lembaga think-tank/riset dan kelompok masyarakat sipil, yang belum mendapat jatah jabatan atau uang, berlomba lomba memuji penguasa dan membela agenda kekuasaannya. Tidak peduli apakah agenda kekuasaan masuk akal atau tidak, merugikan rakyat banyak atau sebaliknya. Sebagian bertindak sebagai pollster atau industrialis survei, merangkap buzzerrp, yang dibayar dari uang rakyat atau dimodali para taipan. Dengan kata lain, kaum intelektual ini bertindak sebagai antek penguasa, bahkan ketika mereka berada di luar status quo kekuasaan. Sementara itu, segelintir intelektual dalam pusaran kekuasaan, yang tidak mau mengorbankan idealisme politik dan tanggungjawab moralnya demi jabatan, seringkali harus tersingkir dengan sendirinya. Tidak saja disisihkan, terkadang mereka dipersekusi dan dikriminalisasi oleh “kaki tangan” kekuasaan. Nasib naas mereka tidak jauh dari apa yang dialami oleh sedikit kaum intelektual yang konsisten menjadi manusia merdeka, dan tetap bersuara kritis dari luar kekuasaan, terlepas dari siapapun yang berkuasa. Tipe intelektual ini memainkan peran “intelektual organik”nya Gramsci, atau “intelektual berbasis nilai” ala Chomsky, yang berfungsi sebagai perumus dan artikulator transformasi multidimensi atas panduan cahaya kebenaran dan keadilan. Dengan absennya “peran organik dan transformatif” kaum intelektual, tak pelak Indonesia didera berbagai masalah yang tak berkesudahan. Disertai stagnasi pembangunan manusia, demokrasi membusuk ditangan pemimpin plastik yang dikelilingi para pialang politik dan pemodal. Seturut dengan itu, terjadi kemerosotan di hampir semua bidang, mulai dari meluasnya korupsi, kemiskinan dan ketimpangan yang makin dalam, anjloknya tingkat kebahagian, hancurnya tatanan hukum, terkurasnya sumber daya alam dan kerusakan lingkungan, hingga mengentalnya mentalitas feodal dan ketegangan sosial. Lebih jauh, bangsa Indonesia tidak saja kehilangan jejak untuk kembali ke cita-cita reformasi, jalan yang dipilih atas pengorbanan mahasiswa dan segenap elemen bangsa yang menubuatkan demokratisasi, supremasi hukum, dan pemberantasan korupsi. Tetapi, kompas negara ini telah jauh melenceng dari tujuan bernegara untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial. Untuk itu, reformulasi hubungan antara intelektual dan negara menjadi kebutuhan mendesak. Hubungan patron-klien dari dua anasir maha penting ini harus digeser menuju pola hubungan yang kritis dalam bingkai demokrasi, yang menjamin independensi and integritas kaum intelektual. Sebagai benteng nalar dan moral bangsa, dunia perguruan tinggi mesti bebas dari jeratan pragmatisme politik, yang menjual murah gelar kehormatan akademik kepada para elit politik. Dalam jangka panjang, sistem dan kebijakan pendidikan mengedepankan materi berpikir kritis (critical thinking) dan pembangunan karakter (character building), bukan sekedar mencetak SDM sebagai faktor produksi – subordinat pertumbuhan ekonomi, terlebih menjadi hamba sahaya dari kepentingan relasi antara penguasa dan pengusaha. Terakhir, perlu digarisbawahi, jebakan subordinasi otoritas politik atas kaum intelektual hanya bisa dieliminir dan dihilangkan jika kaum intelektual sendiri bersama elemen-elemen progresif lainnya (seperti kelompok buruh dan masyarakat sipil), melakukan tekanan. Sebab, kendati raut mukanya beragam di sebarang tempat dan waktu, kekuasaan tidak pernah bisa menyembunyikan naluri dasarnya untuk mensubordinasi yang lain, ungkap Russel seperti dikutip Cornelis Lay. ___________________ Tulisan ini adaptasi dari penggalan tulisan saya Stagnasi Pembangunan Manusia Indonesia dan Pengkhianatan Kaum Intelektual, yang dimuat fnn.co.id pada 2 April 2021.
Masalahnya Bukan Meme “Raja Bual” Itu, Tapi Kebangkitan Mahasiswa
By Asyari Usman Medan, FNN - Gelar dan meme King of Lip Service (Raja Bual) itu bukan persoalan besar, sebetulnya. Meme itu biasa-biasa saja. Tidak terlalu menohok. Kalau itu dibuat oleh entah siapa, hampir pasti tidak akan viral seperti sekarang ini. Yang menjadi masalah adalah meme itu dibuat oleh mahasiswa. Dan mereka itu adalah mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Dan mereka itu adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pula. Ini yang sangat mengkhawatirkan para penguasa. Terutama Rektor UI. Apa yang mereka khawatirkan? Yang dicemaskan adalah ‘what next’? Apalagi yang akan muncul dari kampus UI? Apakah meme KIS itu sifatnya “sepukul” (one off) saja atau akan menjadi bibit kebangkitan mahasiswa. Ini yang membuat Rektor cemas. Dan juga para penguasa. Sebab, bisa jadi meme sederhana itu akan berkembang menjadi gerakan spontanitas yang akan mengirimkan pesan ke kampus-kampus lainnya bahwa sekarang sudah tiba saatnya “turun gunung”. Selama ini mahasiswa bisa diterlenakan. Mereka “dibobokkan” oleh Nina. Sehingga, tidak ada yang berperan sebagai pelopor gerakan perlawanan rakyat. Pimpinan UI langsung memanggil personel BEM. Tentu tujuan utamanya adalah untuk memberikan peringatan keras kepada mereka tentang konsekuensi berat jika mahasiswa berpolitik. Lumrahlah karena semua rektor perguruan tinggi negeri (PTN) sekarang ini “dikuasai” oleh Presiden. Ade Armando, dosen UI yang juga fans berat Presiden Jokowi, sadar bahaya yang akan muncul kalau mahasiswa UI mulai membuat “bola salju”. Bisa menggelinding ke mana-mana tak terkendali. Armando berusaha menyurutkan semangat mahasiswa UI. Dia mengatakan meme yang mereka buat itu tidak menunjukkan intelektualitas kampus. Menurut Armando, meme itu tak berkelas. Sampai-sampai dia menyindir kepintaran mahasiswa yang meluncurkan meme King of Lip Service tersebut. Dalam cuitannya di Twitter, Armando menyindir ketua BEM UI, Leon Alvindra Putra, bisa masuk UI karena menyogok. Malam tadi, dalam debat via Zoom dengan kelompok mahasiswa, Armando menjelaskan “masuk karena menyogok” itu maksudnya adalah bahwa mahasiswa yang pintar tidak akan bikin meme seperti King of Lip Service itu. Tampaknya, BEM UI tidak akan surut. Mereka tetap akan menyampaikan “rasa mual” rakyat. Di meme “Raja Bual” pun ada disebutkan “rasa mual”. Sangat mungkin “rasa mual” ini akan menggumpal menjadi energi yang akan mendorong mahasiswa di seluruh Indonesia menuntut perubahan total dan “immediate” (segera). Inilah yang dikhawatirkan oleh Presiden Jokowi dan orang-orang yang memboncengi kekuasaannya.[] Penulis wartawan senior FNN.co.id
Buntut Meme Jokowi Raja Ngibul, Ade Armando Makin Kalap
Jakarta, FNN - Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando memenuhi undangan debat terbuka terkait kritik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kapasitasnya akademisi pada Senin (28/6/2021) malam. Debat dilakukan bersama Delpedro Marhaen selaku perwakilan Blok Politik Pelajar (BPP) yang disiarkan melalui FNN Channel. Sama seperti sebelum debat, selama debat Ade Armando kerap mengeluarkan stigma negatif kepada BEM UI. Sebelumnya ia mencap BEM sebagai pandir dan menuduh ketua BEM UI masuk lewat jalur nyogok. Pernyataan itu ia sampaikan dalam bentuk tanya di Twitter. "Ini karya BEM UI. Saya sih menghargai kebebasan berekspresi. Tapi kalau jadi lembaga yg mewakili mahasiswa UI, ya jangan kelihatan terlalu pandirlah. Dulu masuk UI, nyogok ya?" tulisnya Ade. Selama debat Ade Armando juga mencap BEM UI sebagai anak manja, cemen dan suka mengeluh. Merespon hal tersebut, Delpedro dari Blok Politik Pelajar selaku lawan debat Ade menilai, ucapan itu lebih terkesan pada fitnah. Baginya, tuduhan masuk UI dengan cara nyogok adalah tuduhan serius. "Itu kan salah satu bentuk fitnah dan pencemaran nama baik yang serius itu instansi UI, Universitas Indonesia dituduh bisa menerima suap bisa menyogok itu kan tuduhan serius," katanya dalam debat tersebut. Berkenaan dengan itu, Delpedro menyatakan, seharusnya pihak UI memanggil Ade Armando, bukan memanggil perwakilan BEM UI. Diketahui, panggilan tersebut buntut kritikan BEM UI kepada Jokowi. "Makanya tadi saya bilang harusnya rektor UI itu salah panggil BEM UI panggil Leon dan kawan-kawan, yang harus dipanggil itu Ade Armando dia harus menjelaskan apa maksud dari tuduhan UI bisa disuap," sambungnya. Delpedro juga mengkritisi kebebasan akademik selama Pemerintahan Jokowi. Ia memandang selama ini kerap terjadi pembrangusan terhadap diskusi-diskusi yang dianggap bertentangan dengan kepentingan rezim. Ia mencontohkan pembubaran sebuah diskusi di sebuah kampus di Bandung, Jawa Barat saat tengah membahas isu Papua. "Dibubarkan oleh ormas dan kepolisian, sampai diteror. Dan itu gak terjadi saat itu doang, beberapa kasus banyak. Ini Mas Ade Armando mengatakan orang tidak pintar, sementara wawasannya lockdown gitu," tegasnya. Ade menyebut bahwa BEM UI manja lantaran hanya dimintai klarifikasi saja sudah mengeluh. "Itu sih manjalah BEM, masa BEM kaya gitu, cemen banget," cetusnya. Kalau mau ilmiah ya yuk sekalian deh ilmiah, bikin papar, duduk sama-sama terus kita debat," tegas Ade. Sementara itu, Delpedro menyatakan bahwa semestinya Ade yang membuat papar saat membantah tudingan dari BEM UI soal Jokowi: King of Lip Service. "Harusnya Ade Armando sebagai dosen melawan konten materinya BEM UI kemarin ya dilawan, kenapa gak pakai papar, kenapa gak pakai akademik? Malah dengan bikin Twit?" katanya. Ini karya BEM UI. Saya sih menghargai kebebasan berekspresi. Tapi kalau jadi lembaga yg mewakili mahasiswa UI, ya jangan kelihatan terlalu pandirlah. Dulu masuk UI, nyogok ya?" tulisnya Ade. Terpojok dan tidak mau mengakui kesalahan, Ade berkilah jika pernyataan itu lebih pada bahasa sarkastis. Menurut Ade, kritikan harus tepat dan harus mempunyai sejumlah bukti. "Hargai bahasa ya, itu sarkatis. Soal kritik, mereka mengatakan bahwa Pak Jokowi adalah raja munafik tukang bohong. Saya akan bilang, boleh tapi apa buktinya. Nah mereka kan menyajikan serangkaian bukti," jawab Ade. Lebih lanjut, menurut dia, apa yang disampaikan BEM UI dalam mengkritik Jokowi adalah sah dalam konteks demokrasi. Hanya saja, dia menilai cara kritik yang dilakukan oleh BEM UI tidak pintar. "Tapi pada saat yang sama, karena mereka menyerang Pak Jokowi dengan cara yang menurut saya tidak pintar maka sebagai seorang anggota Civitas UI, harus menyatakan bahwa nggak beres nih kalian cara berpikirnya," ungkap Ade. Sebelumnya, Ade Armando diundang melakukan debat terbuka sebagai akademisi. Tantangan ini diberikan oleh sebuah organisasi politik bernama Blok Politik Pelajar (BPP). Melalui akun Instagramnya, BPP mengundang Ade Armando untuk melakukan debat bertajuk "Demokrasi dan Kebebasan Sipil". Acara ini diadakan pada hari Senin (28/6/2021). Undangan ini merupakan bentuk solidaritas BPP kepada Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI). Diketahui, BEM UI telah dipanggil oleh rektor hingga mendapatkan kritik tajam dari dosen UI, Ade Armando. "Atas nama solidaritas, biar BEM UI yang hadapi rektor UI dan kami yang hadapi Ade Armando Cs. Skuy baku hantam. BPP juga menyatakan siap bergabung dengan organisasi buatan Ade, Civil Society Watch. Syaratnya, Ade harus beragumen dengan rasional sesuai tema yang sudah ditentukan itu. "Apabila argumentasi Ade rasional, BPP gabung ke Civil Society Watch," janji BPP. Delpedro juga mengkritisi kebebasan akademik selama Pemerintahan Jokowi. Ia memandang selama ini kerap terjadi pemberangusan terhadap diskusi-diskusi yang dianggap bertentangan dengan kepentingan rezim. Ia mencontohkan pembubaran sebuah diskusi di sebuah kampus di Bandung, Jawa Barat saat tengah membahas isu Papua. "Dibubarkan oleh ormas dan kepolisian, sampai diteror. Dan itu gak terjadi saat itu doang, beberapa kasus banyak. Ini Mas Ade Armando mengatakan orang tidak pintar, sementara wawasannya lockdown gitu," tegasnya. Ade menyebut bahwa BEM UI manja lantaran hanya dimintai klarifikasi saja sudah mengeluh. "Itu sih manjalah BEM, masa BEM kaya gitu, cemen banget," cetusnya. Kalau mau ilmiah ya yuk sekalian deh ilmiah, bikin papar, duduk sama-sama terus kita debat," tegas Ade. Sementara itu, Delpedro menyatakan bahwa semestinya Ade yang membuat papar saat membantah tudingan dari BEM UI soal Jokowi: King of Lip Service. "Harusnya Ade Armando sebagai dosen melawan konten materinya BEM UI kemarin ya dilawan, kenapa gak pakai papar, kenapa gak pakai akademik? Malah dengan bikin Twit?" katanya.
Anak Buah Erick Tohir Ancam Ludahi Anies Baswedan, Pembinaan Akhlak BUMN Gagal
Jakarta, FNN - Komisaris Independen BUMN Askrindo, Kemal Arsjad, menunjukkan akhlak yang buruk dengan menghina dan mengancam akan meludahi wajah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Perilaku ini sangat bertentangan dengan slogan Kementerian BUMN yang mengutamakan AKHLAK. Kita ketahui AKHLAK adalah tema yang diusung Erick Thohir dalam memimpin kementerian yang mengelola ratusan BUMN. Selain bermakna budi pekerti, AKHLAK yang dimaksudkan Erick Thohir adalah singkatan dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. “Semarah apapun saya, kok rasanya gak pantas ngucapin kata-kata kotor seperti itu. Yang jauh lebih tidak pantas lagi, manusia kotor begitu diangkat jadi pejabat penting usaha negara, ngurus uang publik yang mereka ambil dari rakyat atas nama bisnis asuransi,” tulis Andi Sinulingga dalam pesannya kepada Erick Thohir. “Jadi tak bergensi jabatan komisaris itu, manusia kotor begitu pun bisa mendapatkan, hanya karena Jokowers. Semoga bisa jadi pertimbangan,” demikian Andi Sinulingga. Aktivis dakwah Hilmi Firdausi melalui akun @Hilmi28 miliknya juga mengecam pernyataan-pernyataan Kemal Arsjad. “Assalamu'alaikum Pak @erickthohir, mohon dievaluasi semua jajaran komisaris BUMN yang nir-akhlaq. Jangan sampai keprihatinan masyarakat karena banyak BUMN yang terpuruk, ditambah kelakuan pejabatnya yang sangat tidak patut. Cukuplah bangsa ini krisis karena Covid, jangan juga ditambah krisis akhlak,” tulisnya. Adapun Kemal Arsjad telah menghapus penghinaan dan ancamannya untuk Anies Baswedan. Namun, screen capture dari apa yang sempat disampaikannya itu telah tersebar dan memenuhi pembicaraan di jejaring media sosial sepanjang hari ini. Kemal Arsjad pun telah meminta maaf karena mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas di ruang publik. (WE,ant)