ALL CATEGORY
Dalam Keadaan Inflasi Tinggi, Pemda Diingatkan Agar Membuat Terobosan Kreatif
Jakarta, FNN - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengingatkan pemerintah daerah (pemda) dengan tingkat inflasi yang tinggi agar melakukan terobosan kreatif, di samping menerapkan sembilan langkah pengendalian inflasi.\"Banyak terobosan kreatif, cuma mau bekerja atau tidak. Di daerah yang inflasi nya tinggi, saya sudah turun hampir mungkin 8 provinsi kumpul dengan seluruh kepala daerahnya, gubernur, bupati,\" kata Tito, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.Ia lalu mencontohkan terobosan kreatif yang dapat dilakukan oleh pemda itu adalah melaksanakan gerakan pertanian urban, sedangkan sembilan langkah pengendalian inflasi di antaranya menggelar rapat tim pengendalian inflasi daerah, operasi pasar murah, pemberian bantuan sosial, subsidi transportasi, dan menjalin kerja sama antardaerah.Hal tersebut dia sampaikan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar secara hibrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (27/3).Lebih lanjut, Tito menekankan berbagai terobosan tersebut sangat diperlukan, apalagi saat ini terjadi kenaikan harga sejumlah komoditas karena tingginya permintaan barang/jasa pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri 1444 Hijriah..Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa komoditas yang perlu diwaspadai di antaranya beras, cabai rawit, daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang putih.Untuk mengatasi hal tersebut, Tito terus mendorong pemerintah daerah bersama masyarakat untuk melakukan gerakan menanam.\"Di kota pun, bisa dibuat gerakan menanam cabai. Saya paham beberapa kota melaksanakan pertanian urban, perkebunan di perkotaan, memanfaatkan lahan-lahan yang ada, gang-gang, dibuat polibag-polibag untuk produksi menanam cabai,\" lanjutnya.Selain itu, Tito juga meminta kepala daerah untuk rajin mengecek ketersediaan komoditas di wilayah masing-masing sebagai upaya mencegah terjadinya kelangkaan. Kemudian, ia meminta data hasil pengawasan tersebut disampaikan kepada pemerintah pusat.Tito berharap data dan angka yang dilaporkan benar-benar akurat dan sesuai dengan kondisi di lapangan sehingga pemerintah dapat menyiapkan intervensi kebijakan yang lebih tepat.“Kepala daerahnya tolong cek, bupati tolong cek, betul tidak angka itu. Jangan sampai nanti angka itu ada di pusatnya sudah begitu. Padahal di sana terjadi hujan dan lain-lain, panen nya gagal, berkurang sehingga akhirnya asumsi pemerintah pusat menjadi tidak akurat. Jangan sampai nanti angkanya meleset,\" tutur dia.(ida/ANTARA)
Puasa Menjadi Momentum Membentuk Pribadi Takwa-Toleran
Jakarta, FNN - Guru Besar Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Andi M. Faisal Bakti menilai ibadah puasa Ramadhan menjadi momentum untuk membentuk diri untuk menjadi insan yang bertakwa dan toleran.\"Ibadah puasa merupakan kunci dalam membangun manusia yang kokoh kepribadiannya sehingga bisa sabar dan memaafkan orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran bahwa umat diperintahkan berpuasa agar menjadi orang yang bertakwa,\" kata Andi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.Dia menjelaskan makna puasa dari bahasa Arab ada dua kata, yaitu \"asshiyam\" dan \"asshoum\", artinya adalah menahan diri yang sifatnya fisik seperti makan, minum, dan hubungan suami-istri. Menurut dia, menahan diri ada yang sifatnya nonfisik, seperti mengontrol nafsu makan dan marah.\"Nafsu bisa berupa ketertarikan terhadap hal-hal yang sifatnya abstrak. Nafsu perlu dikendalikan agar tidak terjebak pada perbuatan buruk, seperti mencela atau mengungkit kesalahan orang lain,\" ujarnya.Andi menekankan pentingnya menjaga toleransi di bulan Ramadhan yang bisa terbentuk ketika mengedepankan prasangka baik terhadap orang lain.Menurut dia, membangun toleransi perlu dilakukan oleh orang yang berpuasa kepada yang tidak berpuasa maupun sebaliknya.“Kita harus membangun toleransi pada saudara kita yang berpuasa, jangan kita tunjukkan di depan dia ketika kita makan. Sebaliknya, orang yang berpuasa harus mengetahui bahwa ada orang yang tidak puasa dan perlu difasilitasi,\" katanya.Andi berpesan tentang pentingnya menjaga kebersamaan sesama anak bangsa yang dapat dibentuk dengan melibatkan seluruh pihak.Rasa kebersamaan itu, menurut dia, tidak hanya kalangan elit saja yang mendapatkan panggung, namun masyarakat bisa menyalurkan pendapatnya dengan bebas dan bertanggung jawab.Menurut dia, dalam prinsip kebersamaan ada konsensus atau musyawarah mufakat yang penting untuk dijadikan pegangan, yaitu masyarakat dapat duduk bersama, ada hasil rapat yang disepakati, dan semua orang harus diberikan kesempatan untuk berpendapat.\"Jangan hanya tokohnya itu saja yang bicara, tapi tidak mau mendengarkan pandangan anggota masyarakat,\" ujarnya.Andi mencontohkan Rasulullah Muhammad SAW selalu mendengarkan masukan dari para sahabat dan masyarakat walaupun Rasulullah memiliki kedudukan tertinggi di Madinah.Menurut dia, Rasulullah ketika dulu mau perang seringi minta pandangan sahabatnya, seperti Salman Al-Farisi, Umar bin Khattab, Abu Bakar, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan yang lainnya. (ida/ANTARA)
Penjelasan Mahfud ke DPR Penting, Fahri Hamzah: Jangan-jangan Ada Persekongkolan dan Money Laundry dengan Elit di Senayan
JAKARTA, FNN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menko Polhukam Mahfud MD untuk menjelaskan seterang-terangnya mengenai transaksi janggal Rp 349 triliun. Presiden meminta Mahfud menjelaskan secara terbuka pengertian mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang kepada DPR agar masyarakat paham, apa itu pencucian uang. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah meminta agar Komisi III DPR RI menjawab tantangan Mahfud, terkait dugaan adanya transaksi janggal senilai Rp349 triliun itu. \"Tantangan (Menko Polhukam Mahfud) ini harus dijawab oleh Komisi III DPR RI,\" kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Selasa (28/3/2023). Menurut Fahri, jika DPR RI tidak menjawab patut diduga ada persekongkolan para elit di DPR RI dan pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) soal transaksi jangggal tersebut. \"Sebab kalau tidak dijawab, jangan-jangan ada persekongkolan dan money laundry justru bermula dari para elite di Senayan termasuk pimpinan parpolnya,\" kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini. Fahri menilai jika tidak ada persengkongkolan dan money laundry, seharusnya DPR lantang bersuara terhadap transaksi janggal berbau korupsi Rp 349 triliiun di lingkungan eksekutif itu. Mantan Wakil Ketua Komisi III DPR itu lantas mengingatkan, ketika terjadi skandal bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun beberapa tahun silam, parlemennya ketika itu sangat riuh. Sehingga sekarang ini, menurut Fahri, kesempatan bagi parlemen untuk bersuara terkait dugaan korupsi Rp 349 triliun di eksekutif, bukan sebaliknya diam dan tidak bersuara. \"Wahai partai-partai di Senayan yang di DPR RI selama ini senyap, sekarang lah kalian ada kesempatan untuk bersuara terkait korupsi 300-an triliun di eksekutif,\" katanya. \"Kami mau nonton apakah kalian masih ada sisa hati. Dulu skandal Bank Century hanya soal Rp 6,7 triliun saja, Senayan heboh. Sekarang waktumu bersuara!\" tantang politisi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini. Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo meminta Menko Polhukam Mahfud MD hadir ke DPR untuk menjelaskan soal temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai dugaan pencucian uang di Kemenkeu senilai Rp 349 triliun. Mahfud siap menghadiri rapat di Komisi III DPR. Dia akan memberikan penjelasan mengenai temuan PPATK tanpa ditutup-tutupi. \"Presiden meminta saya hadir, menjelaskan ke DPR dengan sejelas-jelasnya dan memberi pengertian kepada masyarakat tentang apa itu pencucian uang,\" kata Mahfud seusai pertemuan dengan Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3/2023). Presiden menghendaki adanya keterbukaan informasi dengan peraturan perundang-undangan. Mahfud menjelaskan, dia akan didampingi sejumlah pejabat. Kapasitas Mahfud datang ke Komisi III DPR juga selaku Ketua Nasional Pencegahan dan Pemberatan TPPU. Sebelumnya, Komisi III DPR akan menggelar rapat dengan Komite TPPU di antaranya Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana terkait dugaan TPPU Rp349 triliun di Kemenkeu pada Jumat (24/3/2023). Namun, jadwal tersebut berubah dan dijadwalkan digelar pada Rabu (29/3/2023). \"Bismillah. Mudah-mudahan Komisi III DPR RI tidak maju mundur lagi mengundang saya, Menko Polhukam/Ketua KNK-pp-TPPU. Saya sudah siap hadir,\" tegas Mahfud. (Ida)
Suntikan Dana 6,4 Triliun dari Telkomsel ke Go To Justru Timbulkan Kerugian Baru
JAKARTA, FNN – Aksi korporasi anak usaha Telkom, PT Telkomsel (TLKM) yang membeli saham di perusahaan patungan Gojek dan Tokopedia atau GoTo terus menuai polemik. Hal ini terjadi karena saham emiten teknologi PT GoTo Tbk. (GoTo) terus terjun bebas. GoTo membukukan rugi bersih Rp40,5 triliun pada 2022. Membengkaknya kerugian bersih dipastikan berimbas kepada Telkomsel yang menanamkan investasinya pada GoTo. Aksi korporasi Telkomsel ini menjadi perhatian Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang mengingatkan akan sejumlah kasus serupa yang berakhir menjadi skandal hukum. “Seperti pernah dialami pengelola dana pensiun Pertamina, yang juga melakukan aksi korporasi dengan membeli saham yang lalu mengalami kerugian. Yang ujungnya direksi dipidana karena dianggap ada ‘main mata’ dalam investasi 600 miliar rupiah itu,” ungkap LaNyalla, Minggu (26/3/2023). Dikatakan LaNyalla apa yang dilakukan Telkomsel juga didalilkan sebagai potensi untuk keuntungan. Aksi korporasi dengan menyuntikkan dana sekitar Rp.6,4 triliun kepada GoTo didalilkan sebagai bagian dari pengembangan bisnis untuk menghasilkan potensi baru. “Tetapi faktanya yang terjadi justru kerugian baru. Ini bisa menjadi skandal hukum. Terutama bila dikaitkan dengan keputusan investasi tersebut yang disebut oleh banyak kalangan ada vested of interest melalui keterlibatan sejumlah pihak di lingkaran Telkom, Telkomsel dan GoTo,” urainya. Ketua Dewan Penasehat KADIN Jatim tersebut berharap pola-pola seperti ini tidak terus terjadi di entitas bisnis yang saham mayoritas dimiliki pemerintah seperti Telkom dan lainnya. “Jangan sampai perusahaan milik negara terimbas, sehingga negara terpaksa melakukan bailout atau penyuntikan melalui PMN terus menerus akibat kinerja BUMN yang buruk gara-gara aksi korporasi yang menguntungkan pihak ketiga,” pungkas LaNyalla. (*)
Nasionalisme Baru Kita
Oleh Tengku Zulkifli Usman - Jubir Nasional Pemenangan Pemilu Partai Gelora Indonesia SEJAK era Soekarno, benturan ideologi politik terus terjadi. Islam dan nasionalis, Islam vs komunis, Islam vs sosialis. Era Soekarno di mana ada demokrasi di sana, tapi tidak ada pembangunan. Ada kebebasan tapi tidak ada kesejahteraan. Akhir dari rezim Orde Lama ini berdarah. Ada kejadian G30S PKI yang membuat trauma sampai saat ini. Era Soeharto, ada kesejahteraan dan ada pembangunan. Tapi tidak ada demokrasi. Kebebasan yang dibredel sampai ke tingkat ekstrem. Benturan ideologi pun tetap berlangsung. Nasionalis vs Islam. Asas tunggal Pancasila yang kemudian ditolak oleh kalangan kanan, membuat konflik berkepanjangan antara Islam dan negara. Era Soeharto juga berakhir dengan konflik. Walaupun tidak terlalu berdarah- darah. Tapi akhir rezim Orde Baru ini juga anti klimaks. Tumbang di tangan mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi. Seharusnya, benturan ideologi ini tidak harus terjadi. Karena sejatinya Islam dan nasionalisme bukanlah sesuatu yang perlu dibenturkan. Seharusnya saling menguatkan. Karena Islam sudah selesai, nasionalisme juga sudah selesai. Kita ditakdirkan menjadi negara muslim terbesar di dunia. Seharusnya Islam dan nasionalisme harus jalan berdampingan secara elegan. Saat ini, upaya membenturkan Islam dengan nasionalisme juga terus berlangsung pasca reformasi. Golongan yang mengaku nasionalis takut kepada Islam. Dan kalangan Islam juga mencurigai kalangan nasionalis. Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Salah satu faktor utama benturan itu adalah ketidakmampuan melakukan rekonsiliasi ideologi dan konsolidasi demokrasi secara tepat. Faktor lainnya adalah faktor luar, dimana rezim di Indonesia banyak mendengar bisikan luar tentang islamphobia, sehingga menimbulkan ketegangan yang terus-menerus antara Islam dan nasionalisme. Islam dan negara. Partai Gelora termasuk yang merasa prihatin dengan realitas ini. Oleh sebab itu, salah satu upaya keras Partai Gelora adalah melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi demokrasi agar lebih substansial dan lebih fokus dalam menegakkan konstitusi. Yang dengan mindset ini, maka persatuan Indonesia bisa kita raih. Karena pada dasarnya, apapun ideologi penguasa, baik itu Islam ataupun nasionalisme, jika basisnya adalah gotong royong dan ada rasa saling berkolaborasi. Maka benturan-benturan seperti ini tidak harus terus berlanjut. Pasca reformasi, upaya untuk terus membenturkan ideologi juga terus berjalan. Hal ini sebenarnya sudah tidak relevan, mengingat zaman yang sudah berubah dan tantangan Indonesia juga yang sudah berubah. Partai Gelora tidak punya masalah dengan nasionalisme dan juga tidak punya masalah dengan Islam. Karena dalam keyakinan kita, kedua hal ini sebenarnya adalah khazanah kekayaan kita. Tidak seharusnya dijadikan sebagai alat untuk saling membenturkan. Inilah yang kami sebut nasionalisme baru yang kita butuhkan. Tawaran Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta sangat jelas, bahwa saat ini kita membutuhkan sebuah semangat baru dan narasi baru dalam bernegara. Agar kita mampu menjawab tantangan Indonesia masa depan yang krusial dan tidak menentu. Kondisi dunia saat ini tidaklah sama dengan masa lalu. Tidak sama dengan era dimana dunia baru selesai perang dunia kedua dalam iklim bipolar atau era pasca perang dingin dengan iklim unipolar. Dunia saat ini ada dalam kondisi Multipolar, dimana lahir banyak kekuatan baru yang menantang posisi aman dan status quo Amerika. Ada Rusia yang menantang adidaya dengan militernya, dan ada China yang menantang adidaya dengan size ekonominya. Titik keseimbangan dunia sudah berubah total. Partai Gelora justru menawarkan jalan tengah, jalan kolaborasi, jalan rekonsiliasi sesama anak bangsa untuk menatap Indonesia baru dengan arah baru yang lebih naratif. Tidak ada keuntungan sama sekali dengan adanya benturan-benturan ideologi tadi di dalam negeri kita. Kecuali kita akan kalah dan masuk jebakan musuh. Partai Islam dan partai nasionalis sudah seharusnya melihat kepentingan bangsa yang lebih luas dan berhenti untuk saling berbenturan. Karena hanya dengan modal persatuan ini kita akan selamat dalam meniti langkah ke depan. Apa artinya lebel partai nasionalis, jika masih rajin korupsi, rajin KKN, dan rajin melakukan politik pecah belah dan polarisasi di tengah masyarakat. Apa artinya juga lebel partai islam, kalau budaya di dalam partainya juga buruk, tidak Islam dan jauh dari nilai nilai Islam. Ini sama sekali sudah tidak relevan. Apa artinya partai nasionalis dan lebel pancasilais, apabila tidak menegakkan konstitusi. Masih rajin memelihara feodalisme, rajin pencitraan dan nihil kerja kerja nyata yang bisa dirasakan oleh rakyat. Apa artinya lebel partai Islam, jika Ketua Umumnya banyak yang masuk penjara dan ditangkap KPK. Regenerasi yang tidak berjalan, dan demokrasi yang gagal di dalam tubuh partainya sendiri. Nasionalisme seharusnya dipakai untuk pondasi berpikir untuk memperbaiki bangsa. Bukan untuk politik praktis semata, bukan untuk korupsi, bukan untuk mengemplang pajak dst. Agama juga seharusnya dipakai untuk memperkuat sendi sendi negara. Memperkuat pertahanan dan kedaulatan dalam negeri untuk persiapan menuju negara maju. Agama jangan hanya dipakai untuk mencari dukungan suara demi Pemilu semata. Seharusnya agama tidak dipakai untuk menipu rakyat 5 tahunan demi ambisi ambisi ketua umum partai untuk sekedar berkuasa dan menunggangi suara ummat. Nasionalisme dan agama seharusnya bukan untuk dipakai hanya demi kepentingan politik sesaat. Bukan untuk ambisi ambisi rendah para politisi hanya demi mengejar target elektoral semata. Partai Gelora bukan partai yang sibuk dengan isu-isu begini. Partai Gelora tidak mau sibuk dengan isu-isu apakah kita partai islam, apakah kita partai nasionalis dst dst. Partai Gelora bukan partai yang sibuk mengurus ceruk-ceruk pemilih, apakah ceruk kanan apa ceruk kiri, apakah pemilih kanan atau pemilih kiri. Bagi kami, siapapun anak bangsa yang ingin melihat Indonesia menjadi negara bersih dari korupsi, negara yang kuat militernya, canggih teknologinya, makmur rakyatnya, sejahtera penduduknya, matang demokrasi nya, tegak konstitusinya. Maka bergabunglah dengan partai Gelora. Gelora partai Islam atau partai nasionalis, itu sama sekali tidak penting. Gelora partai agamis atau partai pancasilais, itu sama sekali tidak penting. Bagi kami, Isi lebih penting daripada sampul. Bagi kami, siapa saja anak bangsa yang punya cita-cita menjadikan Indonesia jauh lebih baik, jauh lebih kuat pertahanan nya, berdaulat ekonomi nya, berdaulat politik nya, dan punya daya tawar tinggi di level dunia. Maka bergabunglah bersama partai Gelora. Kita ingin mengakhiri konflik-konflik yang tidak perlu dan menguras tenaga tanpa arti. Kita ingin melangkah jauh mempersiapkan Indonesia agar siap menghadapi tantangan tantangan global di depan mata yang berpotensi mengancam Indonesia. Kita menawarkan narasi kolaborasi, narasi kerjasama sesama anak bangsa. Apapun perbedaan yang ada, karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Menuju Indonesia baru yang lebih baik rangking nya. Baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ini jauh lebih layak untuk diperjuangkan ketimbang kita terus menerus menari diatas permainan orang lain diluar sana. Tawaran Partai Gelora sangat jelas. Mempersatukan Indonesia, mendidik generasinya menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Untuk mencapai konsensus bersama sebagai bangsa yang serius maju ke depan. Mengajak generasi berpikir, mengajak generasi untuk memiliki nasionalisme baru. Untuk melihat Indonesia dengan kebanggaan sebagai negara besar. Agar mereka juga berani dan bangga mencita citakan Indonesia menjadi negara yang sejajar dengan negara super power di luar sana. (*)
LBP Jangan Baper Dikritik Rakyat
Oleh Gde Siriana - Direktur Eksekutif INFUS Pernyataan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) soal jangan banyak omong mengkritik pemerintah sungguh memalukan. Secara literatur korupsi dapat dikurangi melalui e-governance. Dengan demikian pada akhirnya tercapai efisiensi dalam administrasi pemerintahan. Tetapi konteks hari ini, bicara soal korupsi artinya bicara mengekstrak rente dan adanya persoalan informasi, yang mana itu sangat bergantung pada kelembagaan politik. Ini yang menentukan para aktor politik dalam merespons praktik dan prevalensi korupsi. Terkait ini, literasi ilmu politik sudah banyak membahas peran akuntabilitas politik dalam menciptakan good governance. Derajat akuntabilitas politik ini sangat dipengaruhi oleh derajat kompetisi politik dalam sistem politik, keberadaan mekanisme check & balance, dan transparansi dalam sistem. Political outcome dari sistem kompetisi politik saat ini bagaimana? Sudah demokratis kah? Check & balance mampu gak mengawasi dan mengontrol perilaku institusi dan aktor dalam penyalahgunaan kekuasaan? Misalnya melalui kebijakan diskresi. Desentralisasi seharusnya diimbangi dengan kebebasan pers, karena seharusnya semakin terdistribusi kekuasaan dan urusan ke daerah, maka informasi akan makin terdistribusi ke level lokal, makin mudah diawasi oleh konstituen, artinya kekuasaan akan makin transparan. Faktanya justru di era desentralisasi, korupsinya juga terdistribusi bersama dengan urusan yang diberikan ke daerah. Selain akuntabilitas politik, ada faktor lainnya yaitu struktur dari provisi barang-barang publik atau terkait dengan pelayanan publik. Struktur politik selain menentukan derajat korupsi yang terjadi, juga menentukan dalam struktur provisi barang-barang publik. Misalnya terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan warga untuk dapatkan air bersih dari Pemda atau pembuatan KTP, ijin-ijin dll. Seharusnya dengan transparansi, masyarakat akan tahu daerah atau provinsi mana yang paling kompetitif dalam melayani warga. Jadi semua daerah akan berlomba mengejar efisiensi dan tidak ingin dianggap semau gue mengekstrak rente dari masyarakat. Kesimpulannya, untuk menuju e-governance itu tetap harus ada check & balance, transparansi dan kebebasan pers agar masyarakat dapat terus menuntut pemerintah menunjukkan akuntabilitasnya. Tidak cukup hanya mengandalkan komputer untuk mencegah korupsi. (*)
Pergilah Jauh Israel, Jangan Injak Indonesia
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan DRAWING Piala Dunia U-20 yang direncanakan di Bali tanggal 31 Maret resmi dibatalkan FIFA. Ini artinya FIFA membaca perkembangan politik yang terjadi di Indonesia. Ada penolakan keras atas rencana kehadiran Timnas Israel. Termasuk penolakan yang datang dari Gubernur Bali I Wayan Koster. Gagalnya pengundian di Bali menjadi sinyal kemungkinan besar FIFA akan mencabut Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 bulan Mei 2023. Aspirasi rakyat Indonesia dibaca dan didengar FIFA. Pemerintahan Jokowi tentu pusing tujuh keliling. Erick Thohir yang sudah teriak akan menjamin keamanan Timnas U-20 Israel ternyata tidak didengar. Begitu pula dengan Menpora. Teriakan bodoh Ketum PSSI ke publik agar tidak mencampurarukkan olah raga dengan politik \"dibantah\" oleh FIFA yang merespons aspirasi politik rakyat Indonesia. Dibatalkan drawing di Bali adalah keputusan politik. FIFA merasakan perbedaan pandangan dan sikap antara pemerintahan Jokowi dengan rakyatnya sendiri. Rakyat menolak Israel sementara Pemerintah boleh-boleh saja. FIFA tentu khawatir apabila setiap pertandingan yang diikuti kesebelasan Israel menjadi tidak kondusif. Huru hara bisa terjadi dan aparat menangani secara represif. Kasus Kanjuruhan Malang membuktikan betapa tidak profesionalnya PSSI dalam menyelenggarakan dan mengamankan even. Pertandingan lokal saja telah \"berhasil\" menewaskan 135 penonton apalagi jika terkait Israel. Sungguh mengerikan. Setelah drawing di Bali gagal maka dunia bereaksi. Beberapa negara telah menyatakan siap untuk menggantikan Indonesia. Qatar yang sukses menyelenggarakan Piala Dunia siap untuk U-20. Demikian juga dengan Argentina serta Peru yang akan menjadi tuan rumah kejuaraan Piala Dunia U-17. Pemerintah Indonesia dalam keadaan panik melobi FIFA untuk menyelematkan muka dan lepas dari sanksi pengucilan. Pemerintah Indonesia termasuk Ketum PSSI Erick Thohir jangan marah pada rakyat Indonesia tetapi marahilah Israel sang penyakit. Tekan Israel agar memberi kemerdekaan pada bangsa Palestina. Statusnya sebagai negara penjajah telah menyulitkan banyak negara. Indonesia kini merasakan \"kena batunya\". Tuan rumah malang yang terancam gagal total. Mimpi untuk menjadi penyelenggara World Cup 2036 pun semakin sirna. Tentu kita kecewa jika ternyata tidak menjadi tuan rumah, keprihatinan bangsa. Tetapi kita juga kecewa pada sikap tidak bermartabat Pemerintah yang tidak berani menyampaikan sikap bangsa dan rakyat Indonesia yang tidak dapat menerima Israel. Sebaliknya justru berjuang hanya untuk jaminan keamanan kesebelasan Israel. Kini Indonesia bersiap menerima dua tamparan yang menistakan. Pertama, tamparan tidak punya martabat karena siap menerima Israel dengan mengabaikan aspirasi dan menginjak konstitusi. Kedua, tamparan dari FIFA yang kemungkinan mencabut status tuan rumah Indonesia yang diragukan mampu melaksanakan kejuaraan dengan sukses. Di sisi lain aksi protes rakyat khususnya umat Islam yang menolak Israel telah memberi gaung dan tekanan. Begitu juga kemudiannya Partai dan Kepala Daerah. PDIP telah sukses memukul Istana dan menggagalkan ambisi Jokowi. FIFA tidak mau ambil risiko, FIFA tidak percaya penguasa dan FIFA mendengar aspirasi rakyat Indonesia. FIFA telah batalkan drawing dan kemungkinan besar cabut Indonesia sebagai tuan rumah. Selamat tinggal Kejuaraan Dunia U-20. Selamat pergi Israel. Pergilah jauh dan jangan coba injak rumput Indonesia. Tangan dan kakimu penuh lumuran darah anak-anak dan perempuan Palestina. Bandung, 28 Maret 2023
Rakyat Bisa Menggilas Kekuasaan
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih KETIKA kekuasaan terus mengintimidasi rakyat dengan pongah dan arogan. Rakyat harus membangun reputasi lebih berkuasa dari kekuasaan yang sudah lalai, lupa diri bahwa kekuasaan adalah mandat dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kuasa bukan semata hanya mereka yang memiliki dan dijalankan semena mena tetapi kekuasaan adalah bagaimana menjalankan amanah dari pemilik kekuasaan. Ketika penguasa sudah lingkung, kesurupan dan tidak menyadari dan mengetahui resiko mengintimidasi rakyat, sesungguhnya mereka sedang dalam ketakutan dan kecemasan alami. Karena kesalahan tidak tidak akan bisa dihapus oleh waktu. Rakyat tidak boleh menunjukkan lemah, takut, cemas dan selalu mengalah. Menyerah dan mengiba belas kasihan , akan mengundang kekuasaan terus menyemburkan banyak ancaman, serangan dan intimidasi dan merenggut kuasa rakyat. Terus menerus mengalah, menyerah, menghindari konflik tanpa perlawanan, sama artinya memberi kekuasaan makin liar, berubah menjadi tiran. Kekuasan tiran akan terus menekan dan mengintimidasi rakyatnya ketika mengetahui : \"melihat rakyat makin lemah dan rentan, ada tanda tanda rakyat menyerah dari perilaku yang di tampakkan, dan yakin tidak akan mendapatkan perlawanan\" Menghadapi kondisi seperti ini rakyat harus membalikan keadaan dengan tindakan, bukan balik mengancam dengan cara hanya berkoar koar. Bangun reputasi perlawanan yang, kuat, tangguh dan disegani. Lakukan manuver berani, tidak mengenal takut dan penuh keyakinan. Membalikan ancaman timpakan kepada penguasa yang zalim sedikit atau banyak kesedihan dan kirim pesan bahwa rakyat bisa menimpakan kepedihan yang lebih parah. Lakukan perlawanan yang sulit diduga dan tidak rasional. Mainkan paranoia alami, semakin terselubung ancaman dan ketidak pastian yang diciptakan, imajinasi mereka akan liar, melemah saat bersamaan akan menyembunyikan ketakutan Menciptakan reputasi menakutkan, bahwa rakyat siap melawan kezaliman dengan tekad hidup atau mati. Jangan beri toleransi sedikitpun tindakan penguasa tiran berbuat ugal ugalan. Rakyat harus bangkit dengan percaya diri dan berani melakukan perlawanan dengan tindakan yang sulit diduga , memiliki sumber daya yang tersembunyi, kekuasan tiran akan mundur. Kalau rakyat tidak pernah melakukan perlawanan dengan tindakan, gerak gerik mengancam apapun yang dilakukan tidak akan digubris oleh penguasa dan kekuasaan. Apalagi terbaca dalam kesulitan dan tekanan yang muncul hanya mengeluh, mencela, ber-apologi dalam diskusi tanpa ujung, arah, target dan sasaran yang jelas. Pada situasi tertentu melawan kekuasaan yang zalim buang sikap ramah, tunjukkan sikap keras, berani dan garang, dan tunjukkan kepada mereka siap melakukan kekerasan. Beri mereka memandang kita petarung, tidak ada negosiasi dan kompromi untuk rezim tiran yang terus mengabaikan dan melawan rakyatnya. Landak tampak bodoh dan lamban, seperti mangsa empuk, namun ketika diserang durinya berdiri. Ketika disentuh duri akan menusuk lawan, berusaha mencabutnya duri akan lebih menghujam lebih dalam. Mengakibatkan kerusakan lebih parah. \"Mencederai kesepuluh jari seseorang tidaklah efektif memutus, salah satunya\" Mana ijazah aslimu, terlibat dalam mega korupsi \"SMI Gate atau akan mengaburkannya\" Rakyat ingin keadilan, kebersamaan, ketenangan, kesetaraan dan kedamaian dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dalam kebhinekaan negara terjaga stabilitasnya. Jangan mabuk kekuasaan, hobi mengancam dan mengintimidasi rakyat dan seenaknya rakyat hanya dianggap sebagai objek kekuasaan. Semua kekuasaan harus hati hati, ketika rakyat mulai muak dan marah kepada penguasa. Perlawanan rakyat pasti akan muncul dalam bentuk People Power atau Revolusi, rakyat bisa menggilas kekuasan tiran dan pasti akan berantakan dan musnah. ***
Tantangan Presiden Terpilih 2024
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa BANYAK yang bilang: rakyat terbelah, itu tantangan berat ke depan kita. Salah! Soal keterbelahan, itu mudah diatasi. Hal sepele dan very simple. Caranya? Hentikan anggaran buat buzzer, selesai. Selama ini dibesar-besarkan, seolah Indonesia mau runtuh. Itu kerja buzzer aja. Di belakangnya ada intelijen. Politis! Kuncinya ada di pemimpin. Jika pemimpin itu tidak berpihak, Indonesia aman. Gak akan ada kegaduhan. Sesekali elit partai bikin \"goro-goro\", serang sana, serang sini. Tapi, itu gak seberapa. Rakyat tahu kalau itu \"action\" politik belaka. Yang terpenting, negara tidak biayai buzzer. Rangkul semua pihak, pendukung dan non pendukung, beres. Hidup rakyat akan tenang dan nyaman. Yang jadi tantangan masa depan itu adalah korupsi. Ini problem utama. Berapa tambang ilegal yang tidak membayar pajak? Orang punya 30 lokasi tambang, 20 ilegal. Tambang apa aja. Mulai tambang nikel, batu bara, emas, timah, sampai galian C. Belum juga kelapa sawit, karet, dll. Mereka juga ngemplang pajak. Perusahaan-perusahaan besar memberi saham kepada \"banyak oknum\" pejabat. Untuk apa? Bisa halalkan segala cara dengan mudah dan bayar pajaknya murah. Pajak 1 Triliun misalnya, bayar cuma 500 M. Setengahnya saja. Setengahnya lagi, bagi-bagi dengan oknum pegawai pajak. Aparat hukum dapat bagiannya. Hal biasa. Inilah yang kemudian jadi saham. Wajar kalau banyak oknum pegawai pajak jadi komisaris dimana-mana. Buat melancarkan kalau mau ngemplang pajak. Sederhana modusnya. Para penambang, juga pengusaha, bermain dengan aparat hukum, pemerintah daerah dan pegawai pajak. Para politisi juga ikut terlibat. Mereka berjama\'ah. Profesional, terstruktur, sistematis dan masif. Sangat lihai kalau nyolong duit gede. Belum kebocoran APBN dan APBD. Semua proyek sudah dikondisikan. Mulainya dengan kawal pmanggaran di DPR atau DPRD. Lelang sudah diatur. Perusahaan yang bisa kasih uang cash di depan dan \"cash back besar\", mereka yang akan menang lelang. Cash back bisa 40% dari nilai anggaran proyek. Misal anggaran 100 Milyar, maka cash back bisa 40 milyar. Bergantung institusinya. Anggaran dinaikkan setinggi-tingginya, sampai batas tidak wajar, untuk gedein cash back. Jika satu proyek cukup dengan anggaran 40 dan hasil sudah bagus, tapi dianggarkan 100-200 milyar. Supaya cash back besar. Pengusaha dan oknum pejabat senang. Pemenang lelang/tender dan oknum pegawai sama-sama untung besar. Ini dianggap lumrah. Gila gak? Gila bagi yang tidak ikut terlibat dan tidak dapat bagian. Itulah faktanya sekarang. Persis yang diungkap dan diakui seorang politisi PDIP di video yang viral itu. Ini sudah puluhan tahun berjalan. Sejak Orla dan Orba. Makin lama, makin parah. Jika dulu modusnya hanya melanggar aturan dan terbebas dari hukuman, sekarang aturan yang diubah dan disesuaikan dengan ekspektasi perusahaan. Itu juga masih dianggap belum memadai untuk korupsi. Korupsinya masih kurang masif, kata mereka. Sejak Ferdy Sambo berkasus, tambang ilegal ramai dibicarakan. Sejak si anak pegawai pajak eselon III pakai Robicon, pajak ikut diramaikan. Itu hanya di permukaan. Satu kasus diubek-ubek, seribu kasus aman. Satu orang hanya perlu dijadikan tumbal. Lokalisir kasusnya di situ. Jangan merembet kemana-kemana. Mau bongkar? Ah, anda terlalu lugu kalau percaya. Ramainya paling sebentar. Habis itu, hilang beritanya. Ringan bagi mereka membeli halaman pertama di media untuk tidak tayang. Itu hanya butuh uang recehan. Kalau dibongkar, itu melibatkan banyak para penggede di negeri ini. Masih ingat ketika Mahfudz MD lantang bicara transaksi 300 triliun yang mencurigakan? Lambat laun meredup, karena harus menghadapi kegelapan. Sejak dulu rakyat bermimpi, kalau saja pajak tambang itu dibayar dengan benar, andaikata semua korporasi bayar pajaknya sesuai, rakyat akan makmur. Bukan hanya gratis bersekolah di SD sampai kuliah, tapi setiap orang bisa bergaji 20 juta perbulan tanpa kerja. Enak to? Mimpi! Katanya negara kaya Sumber Daya Alam (SDA), tanahnya subur sampai batu dan kayu jadi tanaman, tapi rakyatnya miskin. Bagaimana cara mengatasinya? Ya, harus berantas korupsi. Ini harus jadi langkah awal. Siapapun pemimpin 2024, fokus pertama: berantas korupsi. Tidak mungkin 100%, tapi harus berkurang banyak. Berkurang signifikan. Ciptakan situasi orang takut korupsi. Bagaimana mampu seorang pemimpin bersihkan korupsi? Melawan para mafia hukum? Menghdapi oligarki yang sudah sangat berpengalaman merampok uang dan aset negara? Dari mana memulainya? Pertama, butuh pemimpin bersih. Pemimpin yang tidak korup. Kalau pemimpin korup, ya para pegawai akan ikut korup. Para aparat hukum juga akan korup. Maka, Indonesia butuh pemimpin berintegritas. Penting bagi pemimpin untuk tidak melibatkan keluarga dalam kekuasaan. Kalau keluarga sudah ikut mengatur, terutama proyek, ya wassalam. Pemimpin ini akan kehilangan integritasnya. Akan maling juga. Cuma melalui keluarganya. Kedua, butuh pemimpin yang hidup sederhana. Bukan penciteraan ya. Tapi betul-betul hidup sederhana. Tidak ada yang berubah dalam gaya hidup keluarganya. Sebelum dan setelah jadi pemimpin, gaya hidupnya sama. Tidak korup atau maling, dan gaya hidup tidak berubah, ini akan menjadi keteladanan bagi para pegawai, atau bawahan. Elit politik akan mengikuti gaya hidup presiden. Dengan begitu, pemimpin tidak punya beban moral untuk menertibkan para pegawainya, dan melakukan tindakan tegas kepada mereka. Termasuk kepada aparat hukum. Kalau pemimpin itu satu kata dan perbuatan, dia akan diikuti. Semua anak buah akan loyal karena integritasnya. Ketiga, butuh pemimpin yang punya nyali dan berani. Banyak pemimpin yang tegas ke bawah, tapi loyo ke para elit. Di sinilah pemimpin membutuhkan keberanian untuk menegakkan keadilan dengan tegas. Tanpa pandang bulu. Siapapun dia, salah ya ditindak. Kalau tiga syarat ini dipenuhi, seorang pemimpin akan berwibawa, dan ia disegani semua pihak. Ucapannya diikuti, semua keputusannya dihormati. Ini akan memberi pengaruh terhadap karakter bangsa. Kalau mau lihat karakter sebuah bangsa, lihatlah karakter pemimpinnya. Karakter bangsa yang bobrok menunjukkan pemimpin yang bobrok. Untuk menciptakan karakter bangsa yang baik butuh pemimpin yang baik. So, korupsi dan keteladanan adalah penyakit utama bangsa ini. Jika ingin perubahan bangsa, awali dengan pemberantasan korupsi. Langkahnya mesti terukur. Harus dimulai dari diri pemimpin. Aparat dan pegawai butuh keteladanan. Baru fokus selanjutnya adalah membangkitkan pertumbuhan ekonomi, tingkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berdaya saing global, majukan sain dan teknologi melalui pendidikan, pelatihan-pelatihan dan dukungan riset. Menjadikan hasil riset sebagai produk yang terus bisa dikembangkan untuk kemajuan bangsa dan kemakmuran bagi rakyat. Negara harus hadir di sini Inilah sisi paling penting untuk mendongkrak perubahan yang lebih fundamental. Dan ini akan menjadi tantangan presiden terpilih 2024. San Francisco USA, 27 Maret 2023
Indonesia adalah Negara Mafia, Mau Berantas Mafia yang Mana Lagi?
Oleh: S. Indro Tjahyono - Eksponen Gerakan Mahasiswa 77/78 HARI demi hari masyarakat semakin merasakan bahwa mekanisme kenegaraan seperti sudah lumpuh. Presiden menyerukan bahwa “negara tidak boleh kalah dengan preman”. Di lapangan, slogan ini ternyata omong kosong. Kalau yang dimaksudkan adalah preman bertato yang menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendak pada warga lain, tidak usah polisi atau tentara, masyarakat bisa menghadapi sendiri. Tetapi kalau preman berkerah putih yang melakukan kejahatan atau kriminalitas dengan menggunakan jabatannya apalagi berkolaborasi dengan pengusaha, negara ternyata bertekuk lutut. Sikap permisif negara terhadap praktek mafia birokrasi, khususnya di bidang ekonomi sudah sangat mengkhawatirkan, terjadi bahkan sejak tahun 2014, demikian dikatakan oleh Prof Dr Anthony Budiawan. Praktek ini berlanjut terus sampai sekarang , karena semua elemen birokrasi kecipratan hasil kejahatan ekonomi ini. Mereka menerima, membiarkan, dan mendukung praktek-praktek mafia yang melibatkan oknum-oknum pejabat semua eselon. Akhirnya kita tidak bisa membedakan mana negara dan mana mafia. Semua pejabat negara sudah terlibat dalam konspirasi yang diorganisir secara struktural dan masif oleh para mafia. Bahkan melalui lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) para mafia bisa mendorong lahirnya kebijakan yang mendukung dan melindungi kegiatan manipulatif dan koruptif mereka. Korupsi Kebijakan dan Kebijakan Mendukung Korupsi Dari situlah muncul istilah korupsi melalui kebijakan atau korupsi kebijakan (publik) yang dipraktekkan oleh para mafia. Dua istilah itu sebenarnya berbeda, korupsi melalui kebijakan adalah menciptakan kebijakan sehingga korupsi yang dilakukan para mafia memungkinkan dan bisa berjalan. Sedangkan korupsi kebijakan adalah menyusun kebijakan kriminal dengan memanipulasi klausul yang bertentangan dengan azas kemaslahatan publik. Monumen nasional kebijakan kriminal adalah kebijakan untuk untuk merevisi UU KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kebijakan ini dikeluarkan justru pada saat KPK semakin efektif memberantas korupsi. Kedua adalah UU Cipta Kerja, pada saat negara sedang giat melakukan penegakan hukum dan meningkatkan kepatuhan publik, kekuatan hukum untuk mengatur aktivitas masyarakat justru diberangus. Di sini mulai ada tiga sirkumstansi yang saling terkait, yaitu oligarki beserta pendukungnya sebagai aktor utama, mafia sebagai approach, dan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) sebagai modus. Selain itu ada line of bussinessnya mulai dari judi, narkoba, perdagangan orang, perampasan tanah, pertambangan, penggelapan pajak, impor ilegal/penyelundupan, perijinan, kedokteran (obat dan alkes), dll. Secara terpisah Sugeng Teguh Santosa memberi contoh apa yang terjadi pada mafia tambang yang berakibat dirinya mendapat ancaman hukum. Kejahatan mafia ini sangat terorganisir, terstruktur dan masif. Skala kegiatannya meliputi internasional, nasional, dan lokal yang melibatkan lembaga negara, swasta, dan lembaga bisnis. Selain untuk meraup keuntungan besar, organisasi mafia juga menyusup ke entitas politik (menyelundupkan pasal dalam UU dan permainan curang KPU) serta terorisme. Keberadaan mafia bahkan di-backup secara tidak langsung oleh sistem peraturan perundangan. Hal itu misalnya melalui kebijakan pembatasan penyadapan telpon yang bisa dilakukan KPK, pengebirian PPATK, penyebar info pencucian uang bisa dituntut hukum, sekeji apapun tindakan mafia tidak ada hukuman mati seketika, dan banyak lagi kebijakan diskretif tercantum UU Ciptakerja. Indonesia Sudah Menjadi Negara Mafia Moises Naim dalam bukunya “Mafia States: Organized Crime Takes Office“, mengatakan jika realitas tersebut ada di Indonesia, maka NKRI memenuhi kriteria untuk disebut sebagai Negara Mafia (Mafia State). Dalam buku tersebut Negara Mafia adalah sistem negara ketika pemerintah berhubungan dengan organisasi kriminal; termasuk pejabat negara, kepolisian , dan militer yang turut serta dalam upaya kejahatan dan penyalahgunaan kewenangan. Menurut saya, walau secara de jure NKRI didasarkan UUD sebagai sumber hukum, tetapi secara de facto adalah Negara Mafia yang melakukan kejahatan dengan melawan hukum atau mencampurkan legalitas dan ilegalitas untuk mencapai tujuan kejahatan mereka. Campusnesia.co.id menyebut ada 16 praktek mafia di Indonesia yang meliputi sektor (1) Minyak goreng, (2) Karantina Covid 19, (3) Bansos Pandemi Covid 19, (4) Ekspor Benur, (5) Pemikian Tanah, (6) Wasit Persepakbolaan, (7) Perpajakan, (8) Hukum dan Peradilan, (9) Kartu Tanda Penduduk (E-KTP), (10) Obat dan Alat Kesehatan (11) Penyelenggaraan Pemilu, (12) Jabatan ASN, (13) Perbankan (BLBI), (14) Publikasi Pencitraan, (15) Kekerasan dan pembunuhan WNI, (16) Alutsista. Jangan pandang enteng sektor yang ditangani para mafia yang kelihatannya receh. Mafia Sisilia yang paling besar di dunia lahir pada akhir 1800-an karena mengontrol produksi dan perdagangan jeruk lemon di Eropa setelah diyakini buah tersebut mampu menghentikan penyakit skorbut dan kudis yang melanda Eropa. Setelah meraup keuntungan dengan dana besar di tangannya mafia ini segera menyusup ke sistem ekonomi dan politik Italia dan Amerika. Apa Rencana Aksi Pemberantasan Mafia? Ilegalitas atau usaha ilegal memberi insentif yang sangat besar bagi para mafia untuk tetap eksis dan menumbuhkan mafia lain. Apalagi jika omzet usahanya tak terbatas skalanya. Mereka memangkas banyak biaya perizinan, mulai pengurusan badan usaha, ijin usaha, ijin operasi, ijin kelaikan alat produksi, overhead kantor, biaya tenaga-kerja perantara, serta berbagai kewajiban yang dibebankan oleh peraturan perundangan. Negara yang “ketatanegaraannya” menjalankan praktek mafia oleh pengamat politik Edgardo Buscaglia disebut negara mafia. Meksiko adalah negara mafia yang menjalankan “Mafiacracy” yang didukung dua subsistem lain yakni kleptocracy (negara pencuri) dan plutocracy (negara yang dikendalikan uang dan orang punya uang). Buscaglia menyebut di negara mafia, kekuasaannya didukung oleh tiga pilar yang saling berkelindan, yakni lembaga negara, lembaga ekonomi, dan organisasi kriminal. Karena itu masih relevankah orang yang menyerukan “Berantas Mafia” jika negara adalah bos dari mafia itu sendiri. Bagaimana caranya dan agenda apa yang bisa dilakukan untuk memberantas mafia Indonesia. Pada titik ini Eros Djarot mengajak semua aktifis segara menyusun rencana atau agenda aksi yang jelas dalam memberantas mafia yang sebelumnya kita kemas dalam isu oligarki. Menjawab hal ini M Jumhur Hidayat mengatakan: “Jangan memikirkan pemerintahan transisi dulu, untuk memberantas para mafia saya yakin dibutuhkan gerakan massal yang bersifat masif dalam jumlah besar”. Ikut hadir dalam FGD JALA (Jaringam Aktivis Lintas Angkatan) yang dihadiri tak kurang dari 60 aktifis mahasiswa adalah Jumhur Hidayat tokoh gerakan buruh, Paskah Irianto tokoh gerakan aktifis Jawabarat, Immanuel Ebenezer yang sebelumnya tokoh relawan Jokowi, Hassanudin, tokoh aktivis Garut, dan Ilham Yunda eksponen Prodem 98. Bekasi, Maret 2023 S. Indro Cahyono / 0817-4944-275