ALL CATEGORY

Anies, "Oemar Bakrie" dan Pendidikan untuk Orang Miskin (Sebuah Renungan Hari Pendidikan)

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan -  Sabang Merauke Circle SATU-satunya pertarungan hidupku terberat adalah masuk kuliah di Institut Teknologi Bandung, di masa lalu. Kedua orang tuaku adalah \"Oemar Bakri\" alias guru. \"Korupsi\" terbesarnya saat itu hanyalah membawa sisa kapur tulis bekas dari sisa mengajar. Saat itu mengajar masih dengan papan tulis dan kapur tulis. Kemiskinan guru, sebagaimana dinyanyikan Iwan Fals, meski 40 tahun mengabdi, akan tetap miskin, meskipun banyak mendidik orang-orang menjadi sukses. Doktrin guru kepada anaknya selalu sama. Mereka mengatakan bahwa tiada warisan yang akan diberikan pada anak, kecuali pendidikan. Orangtua saya selalu mengatakan satu-satunya yang kami wariskan pada anak-anak adalah ilmu. Itu memang demikian karena kemiskinan keluarga guru menjerat mereka pada kehidupan \"tambal sulam\", alias hidup menghutang sebelum akhir bulan, lalu potong gaji awal bulan. Doktrin itu pulalah yang memberi spirit, meski tanpa bimbel/les dan hidup dalam kemiskinan, aku harus masuk ke Perguruan Tinggi.  Pada tahun ketika saya merantau di Belanda, istri saya bercerita bahwa teman akrabnya bermarga De Tang. Temannya itu lulus kuliah D3, lalu lanjut di Kedokteran Leiden University. De Tang tidak bisa langsung S1, karena sistem SMA nya pilihan non universitas, tapi setelah D3 bisa ke universitas dengan syarat memenuhi beberapa matakuliah terkait. Memang kemudian dia menjadi dokter.  Yang mau saya ceritakan adalah bahwa marga De Tang itu marga kaum buruh. Hidupnya sulit untuk ukuran keluarga di Belanda. Tapi, sistem pendidikan mereka mempunyai peluang yang sama untuk anak buruh maupun non buruh. Bahkan, untuk kuliah kedokteran, yang sangat mahal. Kita jangan bayangkan anak orang miskin bisa menjadi dokter di negeri ini? Bagimana sistem pendidikan menjadi monster bagi orang-orang miskin? Sistem pendidikan kita saat ini menjadi alat untuk mereproduksi orang-orang kaya menjadi elit dan orang-orang miskin tetap menjadi jongosnya. Kita mulai dari ditangkapnya Rektor Universitas Lampung dan jadi tersangkanya Rektor Udayana karena menjual kursi mahasiswa pada penerimaan mahasiswa baru. Peristiwa ini hanyalah fenomena \"gunung es\". Kita melihat gaya sadis rektor-rektor tersebut mendagangkan pendidikan. Tapi dalam dataran yang tidak terlihat,  \"perdagangan kursi\" masuk mahasiswa itu terjadi dalam dua fenomena, yakni membuat program-program khusus berbiaya mahal, baik biaya sumbangan yang mahal maupun biaya kuliah mahal. Porsentase penerimaan mahasiswa sejenis ini semakin marak dan pastinya diarahkan untuk orang-orang kaya. Fenomena kedua adalah mempertahankan tingkat kompetisi yang tinggi pada ilmu2 sainstek dan jurusan favorit lainnya dengan jumlah penerimaan mahasiswa sedikit, sedangkan jurusan sosial ataupun non favorit dengan jumlah banyak, sehingga orang-orang kaya yang mampu membayar bimbel atau kursus-kursus privat supermahal berhasil lolos seleksinya. Struktur dan hierarki pendidikan yang pada akhirnya akan menseleksi anak orang-orang kaya lolos dalam pertarungan di atas, pada akhirnya merembes ke sistem pendidikan di bawahnya. Anak-anak sekolah SD-SMP-SMA, yang orangtuanya berkeinginan anak-anaknya terseleksi di universitas, sudah mengalokasikan kekayaannya membiayai sang anak. Baik memberikan bimbel-bimbel maupun kursus privat maupun mengatur agar anaknya lolos ke sekolah favorit. Di Jakarta Selatan misalnya, SMA 8, SMA28 dan SMA 26,  yang menjadi incaran level SMA, maka untuk SMP orang tua harus bertarung memasukkan anaknya pada SMP unggul terkait, seperti SMP 115 Tebet. Anak-anak orang miskin tentu saja semakin tersingkir dari sekolah sekolah unggul (atau menjadi unggul). Karena, pertama mereka tidak melihat bahwa mereka adalah bagian pertarungan yang ada, untuk bisa masuk ke universitas unggul. Kedua, biaya pendidikan (khususnya  ekstensinya membayar bimbel/les mahal) tidak mungkin lagi dipenuhi mereka. Khusus terkait mahalnya biaya bimbel/les privat, hal ini terjadi karena guru tidak lagi menjadi jaminan bagi kualitas ilmu yang penting untuk pertarungan ujian ke Perguruan Tinggi. Di negara maju, bimbel-bimbel nyaris tidak ada, karena  guru sudah melebihi cukup dalam memberikan ilmu bagi siswa. Anies Anak \"Oemar Bakri\" Akar persoalan pendidikan kita adalah problem guru. Indonesia harus bisa mempunyai jumlah guru yang banyak dan berkualitas. Semakin banyak guru berkualitas dan semakin menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, maka tingkat kecerdasan siswa akan merata. Jika guru-guru berkualitas mengisi sekolah-sekolah mampu memberikan ilmu yang cukup, maka pendidikan tambahan seperti bimbel-bimbel yang mahal tidak diperlukan lagi. Akhirnya, setiap anak mempunyai kesempatan yang sama untuk masuk ke perguruan tinggi. Anies Baswedan melihat persoalan ini dengan jeli. Dalam \"Indonesia Mengajar\", Wikipedia, disebutkan Anies melihat problem guru adalah problem utama itu. Sehingga Anies melancarkan gerakan guru-guru muda untuk terjun ke desa desa. Guru-guru muda ini mengabdi agar anak-anak di pelosok-pelosok nusantara bisa mengejar ketertinggalan. Dari Wikipedia tersebut disebutkan Aceh Singkil sampai Pegunungan Bintang Papua merupakan bagian dari 38 Kabupaten yang didatangi guru Gerakan Indonesia Mengajar. Ribuan guru-guru tersebut bertarung untuk memajukan pendidikan nasional. Kejelian Anies ini tentu saja berakar dari nasibnya sebagai anak guru (Oemar Bakri kata Iwan Fals). Bapaknya dosen UII dan ibunya dosen UNY. Sebagai anak guru Anies faham bahwa pendidikan hanya bisa diatasi jika guru tersedia. Tentu saja persoalan besar lainnya dalam sistem pendidikan kita banyak menanti penyelesaian, seperti, anggaran pendidikan, \"link and match\" pendidikan dengan dunia kerja, tanggung jawab orangtua murid dlsb.  Namun, dengan fokus pada persoalan guru dan penyelesaiannya, maka setengah persoalan akan selesai.  Tantangan guru ke depan memasuki fase lebih sulit lagi dalam era digital. Selain urusan gaji dan kesejahteraan lainnya, gru harus dipompa kompetensinya. Bagaimana meng kolaborasi \"Chat gpt, chat bot, Bing Microsoft\" dan semua internet of things dalam sistem pendidikan kita? Guru yang sejahtera dan melek IT akan membuat adanya kehormatan pada kehidupan guru. Dan Anies, sebagai anak guru pasti faham mengatasi hal ini. Renungan Penutup Spektrum persoalan pendidikan kita begitu besar dan dahsyat. Pendidikan sangat mahal dan hanya memproduksi orang kaya semakin unggul, karena mereka mampu membiayai keperluan pendidikan anak-anak mereka, seperti bimbel-bimbel privat dll. Ini dengan asumsi pertarungan murni, bukan membeli kursi masuk Perguruan Tinggi sebagimana kasus di Universitas Lampung dan Udayana serta lainnya. Di Belanda, misalnya, anak orang miskin bisa lulus menjadi dokter dari Leiden University. Kenapa, karena  guru di sekolah sudah cukup pintar menjadikan anak pintar, tidak perlu bimbel. Kualitas guru top. Tentu kesejahteraan guru tinggi. Pendidikan juga tidak mahal, menjangkau semua kalangan. Negara mengintervensi sehingga biaya pendidikan murah. Dalam tulisan ini kita fokus pada guru. Kita renungkan jika jutaan guru-guru di Indonesia menyebar dengan semangat pengabdian tinggi, tentu karena kesejahteraan tinggi, maka seluruh pelosok akan mempunyai pendidikan berkualitas. Sekolah sekolah menjadi pusat mobilisasi vertikal orang-orang miskin bisa sekolah tinggi. Problem ini ditemukan Anies Baswedan sebagai problem pokok. Anies mendirikan Gerakan Indonesia Mengajar. Mencetak guru-guru ribuan guru dan disebarkan keseluruhan Indonesia. Merujuk pada Ki Hajar Dewantoro, Anies menegaskan sekolah harus menjadi tempat yang menyenangkan. Itulah gunanya Anies Baswedan, anak seorang guru. Dalam buku \"Anies Baswedan, Anak Guru yang Mengubah Guru\" Karya Sismono La Ode ditegaskan hal itu, karena Anies anak guru dia mendapatkan inspirasi memajukan pendidikan di Indonesia. Semoga ditangan Anies Baswedan, anak si \"Oemar Bakri\", jika Allah mengijinkan jadi presiden 2024, guru-guru hidup sejahtera, pendidikan maju dan untuk semua orang. Dengan begitu orang-orang miskin dapat sekolah tinggi, menjadi dokter atau lainnya. Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Mako Brimob III Dibangun di Timika

Jayapura, FNN - Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Polisi Mathius Fakhiri mengatakan pembangunan Markas Komando Pasukan Brimob III saat ini sedang dilaksanakan di Timika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah.  \"Memang benar saat ini berbagai persiapan untuk pembangunan Mako Brimob yang akan ditempati pasukan Brimob III sudah dilakukan. Saya sudah meninjau lahan yang akan dibangun Mako Pasukan Brimob III di Timika, Minggu (30/4),\" kata Kapolda kepada ANTARA di Jayapura, Selasa. Kapolda mengatakan pasukan Brimob III itu langsung berada dibawa Komandan Korps Brimob yang akan membawahi provinsi di wilayah Indonesia timur, yakni Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.  Dengan adanya pasukan Brimob di Timika, lanjut Kapolda, apabila ada kebutuhan personel yang mendesak tidak lagi didatangkan dari luar Papua karena selain pergeseran yang dilakukan Polda Papua, juga ada perbantuan dari Pasukan Brimob III.  Selain di Timika, pasukan Brimob juga ada di Langsa Aceh, yakni Brimob I, sementara Brimob II berkedudukan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.  \"Pasukan Brimob dipimpin jenderal berbintang satu, \" jelas Mathius Fakhiri.  Selain mengunjungi lokasi pembangunan Mako Pasukan Brimob III, Kapolda Papua juga meninjau lahan seluas lima hektare yang disiapkan untuk pembangunan Rumah Sakit Bhayangkara di Timika.(ida/ANTARA)

Terkait AKBP Achiruddin, KPK Berkoordinasi Dengan Itwasum Polri

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan koordinasi dengan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri terkait pemeriksaan harta kekayaan AKBP Achiruddin Hasibuan.  Selain itu, KPK juga sedang melakukan pengumpulan data dan informasi keuangan, mulai dari properti hingga kendaraan, milik yang bersangkutan.  \"Sedang kumpulin data dan informasi keuangan, properti, kendaraan, dan lain-lain, dan koordinasi dengan Itwasum Polri,\" kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.  Kendati begitu, Pahala masih belum membeberkan jadwal permintaan klarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) AKBP Achriuddin.  Sebelumnya, Pahala mengatakan bahwa pihaknya mulai mengumpulkan data dari perbankan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). KPK pun sudah membentuk tim dan membuat surat tugas untuk mengklarifikasi LHKPN milik AKBP Achiruddin. “Benar (KPK sudah membentuk tim dan membuat surat tugas untuk klarifikasi) dan sudah mulai pengumpulan data perbankan, BPN, dan sebagainya,” kata Pahala dihubungi di Jakarta, Jumat (28/4).  Lebih lanjut, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan bahwa lembaga antirasuah akan fokus melakukan pemeriksaan terhadap LHKPN milik AKBP Achiruddin.  \"Sejauh ini, KPK akan fokus lebih dahulu soal pemeriksaan LHKPN-nya (AKBP Achiruddin) sesuai kewenangan yang KPK miliki,\" kata Ali dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Senin (1/5).  Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengonfirmasi terkait pemblokiran dua rekening milik AKBP Achirudin Hasibuan dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah.  “Benar (diblokir), dari dua rekening yang diblokir, nilainya puluhan miliar,” kata Koordinator Kelompok Kehumasan PPATK Natsir Kongah dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (27/4).  Sementara itu, dari data LHKPN diketahui bahwa total harta kekayaan AKBP Achirudin Hasibuan tercatat berjumlah Rp467.548.644.  Total harta kekayaannya itu terdiri atas beberapa jenis harta. Dia diketahui memiliki tanah seluas 566 meter persegi di Kabupaten/Kota Medan dari hasil sendiri senilai Rp46.330.000.  Kemudian, AKBP Achiruddin tercatat memiliki mobil Toyota Fortuner Minibus tahun 2006 hasil sendiri senilai Rp370.000.000. Selain itu, dia juga memiliki kas dan setara kas senilai Rp51.218.644.(ida/ANTARA)

Pendaftaran Bakal Caleg Harus Diawasi Secara Maksimal

Jakarta, FNN - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Totok Hariyono mengingatkan para pengawas pemilu bahwa pendaftaran bakal calon legislatif (caleg) DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk Pemilu 2024 harus diawasi secara maksimal.\"Para pengawas pemilu awasi itu sebagai pelaksanaan peraturan KPU (PKPU) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, maka pengawasan di tahapan ini harus maksimal,\" kata Totok, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.Hal tersebut dia sampaikan saat menghadiri Rapat Pengawasan Tahapan Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara virtual, Senin (1/5).Lebih lanjut, Totok menyampaikan filosofi pengawasan Bawaslu adalah pengawasan gotong royong sehingga semua elemen di Bawaslu sepatutnya bersama-sama melakukan pengawasan dan pencegahan dalam seluruh tahapan pemilu. Dengan demikian, tahapan pemilu dapat berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.\"Pengawas pemilu harus bekerja bersama-sama dalam konsep gotong royong untuk memberi pelayanan terbaik untuk semua peserta pemilu,\" kata Totok.Berikutnya, dia juga meminta pengawas pemilu untuk bekerja sepenuh waktu karena pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 tidak mengenal hari kerja.Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, penerimaan pendaftaran bakal calon legislatif DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk Pemilu 2024 dilaksanakan pada 1-14 Mei 2023.Ketua KPU RI Hasyim Asy\'ari dalam konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta, Minggu (30/4), menyampaikan pendaftaran bakal calon anggota DPR RI untuk semua daerah pemilihan (dapil) akan dilakukan oleh pimpinan pusat partai politik dengan mengunjungi Kantor KPU RI.Kemudian untuk bakal calon anggota DPRD provinsi, akan didaftarkan oleh masing-masing pengurus parpol tingkat provinsi kepada KPU provinsi masing-masing dan bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota akan didaftarkan pengurus partai politik di tingkat kabupaten/kota di kantor KPU kabupaten/kota masing-masing.Hasyim mengingatkan seperti lazimnya prosedur pendaftaran tahapan pemilu terdahulu, KPU akan melayani pendaftaran bakal caleg Pemilu 2024 dengan jam operasional pukul 08.00-16.00 waktu setempat untuk tanggal 1-13 Mei 2023.\"Untuk hari terakhir, tanggal 14 Mei 2023, akan dilakukan mulai pada pukul 08.00-23.59 waktu setempat,\" kata dia.(ida/ANTARA)

Hari Pertama Pendaftaran Calon DPD, 14 Bacalon Mendaftar

Jakarta, FNN - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyampaikan terdapat total 14 bakal calon (bacalon) anggota DPD yang mendaftar di hari pertama pendaftaran calon anggota DPD RI untuk Pemilu 2024 (1/5).\"Berdasarkan laporan rekap penerimaan pendaftaran calon anggota DPD, Senin, 1 Mei 2023 pukul 16.00 WIB, total pendaftaran diterima adalah 14 bacalon,\" kata anggota KPU RI Idham Holik, kepada wartawan di Jakarta, Selasa.Idham menjelaskan pula data tersebut diambil oleh KPU RI berdasarkan data yang dimuat dalam aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon).Dia merinci 14 bakal calon anggota DPD itu mendaftarkan diri di Komisi Independen Pemilih Aceh (1 orang), KPU Provinsi Banten (1 orang), Gorontalo (1 orang), Kalimantan Barat (1 orang), Kalimantan Selatan (1 orang), Kepulauan Bangka Belitung (1 orang), Nusa Tenggara Barat (1 orang), Riau (1 orang), Sulawesi Tenggara (1 orang), Bengkulu (2 orang), dan Sumatera Utara (3 orang).Dalam konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta, Minggu (30/4), KPU RI telah mengumumkan penerimaan pendaftaran calon anggota DPD RI dilakukan serentak dengan pendaftaran bakal calon legislatif DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan kota pada 1-14 Mei 2023.Ketua KPU RI Hasyim Asy\'ari menyampaikan pendaftaran calon anggota DPD RI hanya bisa didaftarkan oleh bakal calon yang telah memenuhi syarat dukungan yang sudah diajukan ke KPU provinsi.KPU RI sebelumnya telah menetapkan 700 bakal calon anggota DPD RI memenuhi syarat minimal dukungan pemilih dan sebaran untuk mengikuti Pemilu 2024.Mereka dapat mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD RI di kantor KPU provinsi sesuai dengan daerah pemilihannya atau di Kantor Komisi Independen Pemilih (KIP) Aceh.(ida/ANTARA)

KPU Menjanjikan Layanan Terbaik Dalam Pendaftaran Bakal Calon DPR

Jakarta, FNN - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berkomitmen dan menjanjikan pelayanan terbaik kepada partai politik (parpol) peserta pemilu beserta bakal calon anggota DPR RI dalam pendaftaran bakal caleg DPR RI untuk Pemilu 2024.\"Kami berkomitmen akan memberikan pelayanan terbaik bagi parpol beserta bakal calon anggota DPR-nya, baik dari sisi literasi, regulasi, teknis, maupun sisi pelayanan Silon (Sistem Informasi Pencalonan),\" ujar anggota KPU RI Idham Holik kepada wartawan di Jakarta, Selasa.Komitmen tersebut, lanjut Idham, dapat dilihat dari langkah KPU menghadirkan layanan bantuan atau helpdesk di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol Nomor 29, Jakarta Pusat. Menurutnya, layanan bantuan itu berfungsi dengan baik.\"Helpdesk ini berfungsi dengan baik, terbukti ada beberapa parpol yang datang ke helpdesk untuk berkonsultasi atas permasalahan yang dihadapi secara teknis mengenai Silon dan ada beberapa caleg yang bertanya mengenai mekanisme pengajuan daftar bakal calon beserta persyaratan,\" jelas Idham.Ia juga menyampaikan komitmen serupa berlaku pula untuk pendaftaran bakal calon anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan pendaftaran calon anggota DPD RI.Berikutnya, Idham mengingatkan kembali, sebagaimana yang telah disampaikan oleh pihaknya dalam surat yang dikirim kepada partai-partai politik di tingkat pusat, para pimpinan parpol diharapkan menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPU satu hari sebelum mendaftarkan bakal calon anggota DPR-nya.\"Kami juga ingin mengingatkan kembali kepada pimpinan parpol agar satu hari sebelum pengajuan bakal calon anggota DPR RI, dapat sampaikan surat pemberitahuan kepada kami,\" katanya.Dengan demikian, lanjutnya, KPU RI dapat memberikan pelayanan terbaik kepada parpol yang datang ke Kantor KPU RI untuk mengajukan daftar bakal calon anggota DPR-nya.Dalam konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta, Minggu (30/4), KPU RI telah mengumumkan penerimaan pendaftaran bakal calon legislatif DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta calon anggota DPD untuk Pemilu 2024 dilaksanakan pada 1-14 Mei 2023.Ketua KPU RI Hasyim Asy\'ari menyampaikan pendaftaran bakal calon anggota DPR RI untuk semua daerah pemilihan (dapil) akan dilakukan oleh pimpinan pusat partai politik dengan mengunjungi Kantor KPU RI.Kemudian untuk bakal calon anggota DPRD provinsi, akan didaftarkan oleh masing-masing pengurus parpol tingkat provinsi kepada KPU provinsi masing-masing dan bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota akan didaftarkan pengurus partai politik di tingkat kabupaten/kota di kantor KPU kabupaten/kota masing-masing.Sementara itu, untuk pendaftaran calon anggota DPD RI, Hasyim menegaskan hal tersebut hanya bisa didaftarkan oleh bakal calon yang telah memenuhi syarat dukungan yang sudah diajukan ke KPU provinsi. Mereka dapat mendaftarkan diri di kantor KPU provinsi berdasarkan dapil atau Kantor Komisi Independen Pemilih (KIP) Aceh.Hasyim mengingatkan, seperti lazimnya prosedur pendaftaran tahapan pemilu terdahulu, KPU akan melayani pendaftaran bakal caleg Pemilu 2024 dengan jam operasional pukul 08.00-16.00 waktu setempat untuk tanggal 1-13 Mei 2023.\"Untuk hari terakhir, tanggal 14 Mei 2023, akan dilakukan mulai pada pukul 08.00-23.59 waktu setempat,\" kata dia.(ida/ANTARA)

Kekacauan Menjelang Pilpres 2024

Oleh Sutoyo Abadi – Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Diskusi di kajian politik Merah Putih tidak seperti biasa cukup beberapa jam. Merasa ada situasi genting berlangsung sampai menjelang subuh. Masalah menjadi makin genting harapan  agar terciptanya Pilpres pada Pemilu 2024 sesuai pada prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil terbaca terang benderang tidak akan terjadi. Masyarakat semua mengerti bahwa semua perangkat dan organ terkait Pilpres jauh jauh hari sudah dirancang untuk menenangkan calon penguasa saat ini. Presiden Jokowi tanpa rasa malu dan berhitung resiko politiknya akan terjerumus lebih dalam,  karena  tenggelam makin jauh melibatkan diri mengambil perannya sebagai pemain pada Pemilihan Calon Presiden di Pemilu 2024 mendatang. Tanpa rasa malu sampai berani mengambil strategi siapa yang bisa maju dan siapa yang akan di hambat, dieliminasi dan dibuang dalam kontestasi pada Pilpres 2044.  Sudah tidak rahasia lagi Presiden Jokowi mendukung dan mencalonkan Ganjar Pranowo dengan pemain bayangan ( menurut mereka ) Prabowo Subianto. Tim Presiden  sangat yakin dan percaya diri akan bisa mengatur mengendalikan untuk kepentingan politiknya  Sekuat tenaga dengan cara apapun akan menjegal Anies Baswedan yang secara matematis politik memang bisa membalikkan keadaan negara ke jalur konstitusi UUD 45 dan berpotensi akan menegakkan hukum sebagaimana fungsinya, bisa menjadi ancaman resiko hukum bagi Jokowi. Presiden Jokowi meskipun secara panggung depan itu mengatakan tidak terlibat karena itu adalah urusan ketua umum-ketua umum partai. Tapi panggung belakangnya itu sangat berbeda. Ibarat orang sembunyi lucunya sembunyi dan bermain panggung di tengah lapang terbuka, terang benderang dan tidak ada tempat untuk bersembunyi dengan apologi konyol dan sembrononya. Terus merekayasa  mengambil langkah-langkah menolak,  menjegal dan akan  menghilangkan dan mematikan kesempatan peluang Anies Baswedan di Pilpres mendatang. Presiden Jokowi sudah tidak peduli lagi dari prilakunya yang menabrak etika, moral bahkan melanggar konstitusi seperti hilang dari ingatannya.  Terus  menggunakan kewenangan dan pengaruhnya itu melanggar prinsip free and fair,  terhipnotis, terbawa bayang sukses masa lalunya dengan rekayasa   permainan  kemenangan angka, di KPU atas kendalinya. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden RI melanggar konstitusi. Rekaya kotor dan dilakukan dengan terang terangan memperdaya Moeldoko tentu dengan restu Jokowi untuk kudeta partai Demokrat. Wiranto untuk bermain barter domino  capres Ganjar dan Prabowo. Meski di depan publik, keterlibatan Jokowi dalam Pilpres 2024 selalu dibantah.  Realitas panggung belakang, Jokowi tetap aktif melakukan lobi di ruang tertutup dan menjalankan kerja politik yang nyata, serius membahayakan demokrasi berjalan sebagaimana mestinya. Rekayasa domino aman dua pasang capres untuk Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, tetap dalam ancaman Anies Baswedan yang sulit dibendung karena emosi pendukungnya identik dengan umat Islam yang selama ini merasa dimusuhi penguasa Jokowi, dengan LBP sebagai skenarionya. Pendukung Anies Baswedan meluas melintas sentimen agama, ras, suku dan golongan karena rakyat hanya ingin negara kembali normal sesuai tujuan negara  Ancaman  Anies yang tidak terbendung, diduga kuat rezim terang terangan  akan melahirkan skenario memecah belah kekuatan umat Islam, dengan kekuatan finansial bandit politik bisa membeli suara umat Islam baik untuk Ganjar, Prabowo dan Anies. Kalau tidak ada yang bisa menyadarkan P. Jokowi ini petaka yang akan menimpanya jauh lebih mengerikan karena tidak akan ada penguasa bisa memenangkan pertarungan dengan rakyat kalau rakyat sudah marah dan muak dengan penguasa  Resiko resiko diatas masih tersisa Jokowi tetap ada peluang akan dihentikan sebelum pelaksanaan Pilpres kejar kejaran dengan tuntutan masyarakat, _\"negara kembali dulu ke UUD 45 baru dilaksanakan Pilpres\"_ . Sumber kekacauan negara tidak semata di pundak presiden tetapi juga menjadi tanggung jawab para petinggi partai yang merasa telah bisa mengambil alih kuasa rakyat.  Kita berharap semua prediksi terburuk tidak terjadi dalam Pilpres, semua terpulang pada presiden Jokowi mundur netral pada Pilpres mendatang atau tetap nekad terlibat dengan resiko terburuknya ****

Seakan GBK Dibuat Pindah Ke Semarang

Semua dibuat harus melihat Ganjar sedang jogging mengitari GBK yang bukan di Jakarta, tapi di Semarang. Itu agar Bawaslu tidak melihatnya sebagai sebuah pelanggaran. Bahkan politisi yang berseberangan pun dibuat tidak boleh melihatnya ada pelanggaran di sana, meski sekadar pelanggaran etik. Oleh Ady Amar - Kolumnis Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta mendadak pindah ke Semarang. Muncul pertanyaan susulan, bagaimana mungkin GBK bisa pindah ke Semarang. Sulit memang bisa menjelaskannya. Jika masih belum memahami, itu hal wajar. Tapi jangan sebut itu irrasional. Soal-soal yang dianggap irrasional, itu pada waktu dan kondisi tertentu bisa diubah jadi rasional. Dan yang rasional bisa pula dirubah jadi irrasional. Semua bisa dibuat suka-sukanya, semau-maunya. Ini soal kekuasaan. Maka, nalar diminta sementara untuk memakluminya. Kepindahan GBK ke Semarang itu bukan peristiwa luar biasa. Bukan hal mustahil, jika itu dikehendaki. Jangan bicara kesulitan memindahkannya, itu amat mudah. Bahkan lebih mudah dari (kisah) saat Pangeran Bandung Bondowoso membangun Candi Prambanan dalam semalam. Memindahkan GBK ke Semarang, sekali lagi, itu bukanlah peristiwa irrasional. Setidaknya Minggu kemarin (30 April 2023), GBK berpindah ke Semarang, atau setidaknya serasa ada di Semarang. Cuma nalar sehat saja yang mampu melihat kepindahannya itu. Sedang nalar gelap mustahil bisa melihat apalagi merasakan. Kepindahan GBK ke Semarang itu peristiwa biasa, meski di situ banyak hal luar bisa boleh diperdebatkan. Misal, seberapa besar dampak kerusakan yang ditimbulkan dari kepindahannya, itu perlu hitungan-hitungan tersendiri. Syukur-syukur tidak ada yang dilanggar dari kepindahannya itu. Kalau soal etika kepatutan pada mereka yang tengah berkuasa, itu mah tidak dipikirkan. Bahkan semua yang tidak patut pun boleh dianggap patut. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mampu menjadikan GBK (serasa) pindah ke Semarang. Menjadi hal biasa jika pagi itu ia jogging, yang diikuti arak-arakan massa pendukungnya. Jika GBK tidak dipindahkan sementara ke Semarang, tentu ia tidak bisa leluasa sebebasnya memakai tempat itu untuk mengundang pemberitaan. Hari-hari Ganjar memang banyak dihiasi kesibukan membuat konten. Jika GBK tidak dipindahkan sementara ke Semarang, lalu apa kata dunia. Pastilah setidaknya rasan-rasan pun muncul mempertanyakan asas kepatutan, kok sempat-sempatnya _ngonten_ pun Ganjar sampai perlu ke GBK di Jakarta segala. Ditambah lagi, dengan dipindahkannya GBK ke Semarang, itu setidaknya bisa menyelamatkan \"muka\" Bawaslu di hadapan publik, yang setidaknya segan menegurnya, bahwa masa kampanye Pilpres 2024 belum dimulai. Dengan demikian, Ganjar mampu membuat kerja Bawaslu tampak jadi lebih ringan. Sedang soal Bawaslu menegur Anies Baswedan yang melakukan kewajiban menjalankan ibadah sholat Jum\'at saat ia tengah berada di suatu daerah, itu tidak dilihat sebagai suatu kewajiban lelaki muslim. Wajar jika mengundang kerumunan, tapi tetap dipersoalkan. Soal-soal begitu dianggap bukan masuk wilayah diskriminatif, tapi menegakkan aturan irrasional menjadi rasional, begitu pula sebaliknya. Suka-sukanya Bawaslu sendiri menafsir asas rasional-irrasional, dan itu tanpa perlu malu-malu. Buat Ganjar Pranowo, meski itu pelanggaran atau apalagi cuma pelanggaran etik, semua diharap memaklumi. Semua boleh dilakukannya, dan kekuatan di balik Ganjar nantinya yang akan meluruskan, bahwa itu hal biasa. Maka melihat Ganjar jogging di GBK, itu dibuat seakan ia tidak sedang meninggalkan wilayah kerjanya. Khusus untuknya GBK sudah dipindahkan ke Semarang, sebuah kota di wilayah kerjanya. Semua dikesankan  tidak ada yang dilanggarnya. Semua dibuat harus melihat Ganjar sedang jogging mengitari GBK yang bukan di Jakarta, tapi di Semarang. Itu agar Bawaslu tidak melihatnya sebagai sebuah pelanggaran. Bahkan politisi lain yang berseberangan pun dibuat tidak boleh melihatnya ada pelanggaran di sana, meski sekadar pelanggaran etik. Pokoknya manusia Ganjar ini mesti dibuat istimewa, dirawat sebenar-benarnya. Kerja-kerjanya di Provinsi Jawa Tengah pun perlu diberi penghargaan, jika mungkin sebagai provinsi terbaik, meski senyatanya berkebalikan. Istana pun lewat Menteri Dalam Negeri lalu menetapkan Jawa Tengah sebagai Provinsi Berkinerja Terbaik. Ini lagi-lagi memang memaksa nalar publik harus bisa menerima, meski rakyat sebenarnya tidak bodoh-bodoh amat melihat itu semua. Sekali lagi, Ganjar memang sedang dipoles istana sekerasnya dengan membodohi nalar publik. Maka kedepan bisa jadi kita akan temui  Ganjar melakukan hal-hal semacam \"memindahkan\" GBK ke Semarang, itu bagian dari merawat Ganjar dengan menekan nalar publik untuk bisa menerima kehendak istana. Sedang Bawaslu dan tentu nantinya Komisi Pemilihan Umum (KPU)  akan ada dalam kendali untuk terus ikut merawat Ganjar. Dibuat tidak boleh ada yang menghalangi Ganjar yang seolah sudah dipastikan sebagai pengganti Presiden Jokowi. Pantas juga kawan Bung Asyari Usman, yang lalu menulis opini miris penuh keprihatinan, \"Bagi Jokowi, Presiden Ganjar Tinggal Menunggu Tanggal Pilpres Saja\". Seolah pilpres 2024 sudah dipastikan akan melantik Ganjar Pranowo sebagai Presiden RI ke-8, karena persiapan sudah dibuat begitu matangnya. Kecemasan Asyari, itu juga kecemasan yang dirasakan banyak pihak, bahwa demokrasi memang sedang dibuat sakit, diacak-acak sesukanya. Tapi Gusti mboten sare.  Maha perencana yang memutuskan dengan sebaik-baik perencanaan-Nya. Soal ini pun di luar nalar manusia. (***)

Jokowi Itu Raja di Negara Demokrasi

Oleh M Rizal Fadillah  - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  BARU kali ini seorang Presiden yang akan mengakhiri masa jabatannya sibuk menyiapkan calon penggantinya. Sejak Presiden Soekarno hingga SBY tidak ada fenomena seperti ini. Jokowi lah yang nampaknya sangat peduli akan \"masa depan bangsa\". He he Kegagalan untuk menambah periode atau memperpanjang masa jabatan membawa pilihan memperpanjang kiprah melalui pejabat pilihan. Ini adalah indikasi dari pengelolaan negara yang dijalankan secara tidak sehat. Presiden Jokowi bukan pemimpin yang bagus tetapi Presiden yang banyak masalah bahkan dapat disebut sumber dari masalah. Penyebab negara menjadi karut marut. Berpidato agar pemilu dan suksesi terjadi dengan adem tapi justru dirinya sendiri yang bakal membuat panas. Akibat ikut campur secara intensif dan masif.  Negara demokrasi adalah negara berkedaulatan rakyat. Penggantian kepemimpinan diserahkan penuh kepada keinginan rakyat. Meyakini bahwa hal itu sebagai kemauan dan pilihan terbaik.  Pada negara monarkhi penggantian ditentukan oleh Raja. Raja butuh kesinambungan baik lingkungan keluarga atau orang kepercayaan.  Jokowi memerankan diri sebagai Raja di negara demokrasi. Maka yang terjadi adalah ambivalensi. Aspirasi yang dimobilisasi melalui deklarasi, musyawarah rakyat, ijtima atau konsolidasi aparat birokrasi. Semua adalah kepalsuan seolah menjalankan demokrasi.  Diakhir jabatan berjuang untuk menutupi berbagai kelemahan termasuk korupsi dan kolusi dalam penyelenggaraan negara. Pemborosan atau kebocoran besar atas uang rakyat. Pendapatan yang selalu terbuang akibat salah kelola. Kantong bolong.  Dalam cerita wayang \"Petruk Dadi Ratu\" punakawan Petruk yang berhidung panjang berubah menjadi Raja yang berperilaku jauh dari watak negarawan. Ia bertindak sewenang-wenang dan menjadikan kekuasaan sebagai segala-galanya. Menimbun kekayaan, merampas hak-hak rakyat, berfoya-foya dan memboroskan uang negara. Petruk berubah menjadi Prabu Kantong Bolong.  Semar dan Gareng ditugasi untuk menyudahi kekuasaan Prabu Kantong Bolong. Keduanya menyamar dan masuk ke Istana lalu masuk ke ruang sang Prabu yang tertidur dengan tidak melepas mahkotanya. Gareng memukul kepalanya dan mahkota terlempar. Jamus Kalimasodo yang disembunyikan di dalam mahkota turut terlempar. Maka hilang kesaktian sang Prabu. Petruk kembali ke asalnya.  Petruk sadar atas bius kekuasaan selama ini lalu minta ampun kepada Batara Kresna \"Ampun sinuhun, hamba hanya ingin tahu bagaimana rasanya menjadi Raja, dari dahulu menjadi wong cilik.. \". Batara Kresna menjawab \"Menjadi Raja itu harus seorang negarawan\". Petruk memang tak patut menjadi Raja, ia hanya memikirkan diri dan kroni. Cari aman sendiri.  Prabu Kantong Bolong tidak perlu mendapat pengganti dan pelanjut. Dirinya tidak berguna bagi rakyat. Negara telah dirusak. Tidak perlu berfikir kesinambungan, ia bukan negarawan. Ia hanya Petruk sang punakawan. Wayang yang dimainkan dalang. Pak Jokowi pernah membeli lukisan \"Petruk Dadi Ratu\" dengan harga milyaran. Dilukis oleh seniman Lekra PKI Joko Pekik. Moga ia belajar dari cerita itu. Semar dan Gareng menyudahi sang Prabu Kantong Bolong yang ambisius dan terlena dalam kekuasaan yang didapat dengan cara curang.  Jamus Kalimasodo adalah kekuatan kalimah syahadat yang disembunyikan dan terlempar diujung masa jabatan. Agama yang dicampakkan.  Petruk tetap Petruk bukan Raja atau sang Prabu.  Kembali menjadi wong cilik itu lebih baik daripada ngotot untuk tetap berada di singgasana yang memang bukan tempat dan haknya.  Petruk bukan negarawan. Apalagi pahlawan. Ia hanya punakawan. Atau mungkin relawan. Kasihan.  Bandung, 2 Mei 2023

Urgensi Pembentukan Dewan Keamanan Nasional dan UU Kamnas Demi Kedaulatan, Keutuhan, dan Keselamatan Bangsa dan Negara

Oleh Brigjen TNI Khairul Anwar. (Mahasiswa Program DIH Universitas Pasundan). INSIDEN memilukan dan juga memalukan kembali terjadi di bumi Papua. Setelah penculikan pilot Susi Air oleh para KKB atau KST atau OPM apalah namanya, hingga terbunuhnya 4 prajurit terbaik TNI di wilayah Nduga Papua. Dan ini entah deretan keberapa para putera-puteri terbaik bangsa yang gugur di Papua. Banyak ragam dan komentar baik pro maupun kontra dari permasalahan konflik Papua. Terakhir, analisis dan tanggapan tajam dari mantan KABAIS Bapak Sulaiman B. Pontoh yang sudah begitu geram melihat “Ambiguitas” kebijakan politik  di Papua. Tapi tidak sedikit juga yang sinis dan tetap pro status quo agar penanganan konflik Papua adalah ranah penegakan hukum dan bukan TNI , dengan argumentasi bahwa bila TNI turun dikhawatirkan terjadi pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) yang bisa mengeskalasi konflik Papua menjadi pintu masuknya intervensi asing menuju Papua merdeka. Untuk itulah perlunya tulisan ini diturunkan sebagai perimbangan mengenai apa sebenarnya yang terjadi di Papua. Dan apa solusi yang paling tepat dilaksanakan di Papua. Pertama. Kita mesti paham dahulu apa basis filosofis dan faktor utama lahirnya konflik Papua itu. Mulai dari era penjajahan kolonial Belanda, OrLa, OrBa, dan Orde Reformasi saat ini. Pendek kata atau kesimpulannya adalah tak lain dan tak bukan adalah adanya kompetisi dari para kelompok pebisnis elit global dan oligarkhi untuk menguasai raksasa sumber daya alam bumi Papua yang melimpah. Tidak ada satupun negara di dunia saat ini yang timbul konflik, kalau tidak ada sumber daya alam di tempatnya. Mulai dari Afrika, Timur Tengah, bahkan konflik Ukraina-Rusia, hingga di tempat kita bumi Nusantara sejak berabad-abad tahun lalu. Artinya, apapun konflik bersenjata, invansi militer maupun perang saudara (pemberontakan) di sebuah negara, sudahlah pasti bahwa ada faktor perebutan sumber daya alam yang menyebabkannya.  Kedua. Pergeseran strategi ilmu geopolitik dan geostrategi dunia dalam hal perang moderen dan kolonialisasi, juga telah merubah konstalasi dan taktik di bawahnya. Ada yang tetap “hard force” ada juga melalui “soft force” bahkan juga hybrida yang menggabungkan kedua model perang tersebut.  Ada yang menggunakan cara invansi militer terbuka, seperti Amerika ke Irak dan Libya, ada juga melalui adu domba perang saudara di banyak negara di Afrika, tapi ada juga cukup dengan cara asymetric war (perang ideologis, politik, dan ekonomi) seperti yang terjadi di Angola, Tibet, Srilangka, Mesir). Ketiga. Lalu bagaimana dengan Papua dan Indonesia ? Apakah negara yang kita cintai ini sudah masuk “perangkap” dari strategi neo-kolonialisasi para elit global dunia ? Jawabannya bisa beragam tergantung dari sudut pandang masing-masing. Tetapi yang jelas, konflik di Papua sudah terjadi sejak zaman Orde Lama pemerintahan Soekarno. namun Yang membedakannya adalah pasang surut eskalasi dan kebijakan politik negara yang tentu tak bisa lepas dari pengaruh geopolitik global. Di zaman Soekarno, secara tegas menggelar operasi Trikora Mandala Yudha, yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto yang ketika itu langsung menjabat sebagai Panglima Mandala, menyerbu Papua yang waktu itu di namakan IRIAN (Ingin Republik Indonesia Anti Nedherland). Dengan bantuan dan dukungan penuh pasokan alutsista dari Uni Soviet yang ketika itu menjadikan militer Indonesia boleh dikatakan terkuat di Asia setelah Jepang, cukup membuat “keder” Belanda yang notabone nya juga ada Amerika dan sekutu di belakangnya. Penilaian Secara operasi militer, banyak yang menganggap operasi Mandala tersebut gagal dengan alasan banyak hal. Namun satu hal terpenting dari gelar kekuatan operasi militer di Irian tersebut adalah, menaikkan posisi tawar Indonesia di mata dunia, sehingga ada ketakutan barat (ketika itu yang bersaing ketat dengan negara wilayah timur , Uni Soviet) apabila Irian jatuh ke tangan Indonesia maka Irian otomatis juga akan menjadi milik Indonesia yang saat itu dianggap dekat dengan Uni Soviet dan China. Lalu terjadilah perundingan sengit, yang menghasilkan kesepakatan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, hengkang dari Indonesia atas tekanan Amerika, dan Amerika mendapat kompensasi pengelolaan tambang emas raksasa di Irian yang kemudian hari kita kenal dengan berdirinya PT Tembaga Pura dan PT Freeport Indonesia. Keempat. Seiring jatuhnya pemerintahan Orde Lama Soekarno pasca tragedi berdarah G/30/S/PKI tahun 1965, dan lahirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.  Pada babak pemerintahan orde baru, beberapa upaya rekonsoliasi  baik jalur politik (referendum/Perpera) maupun operasi militer terbatas juga pernah dilakukan di Papua. Namun, dengan masuknya dan tercapainya keinginan elit global di bawah bendera Amerika mengeruk hasil tambang melalui jalur konsesi tambang, boleh dikatakan eskalasi konflik Papua sedikit menurun dan mulai fokus pada pembangunan. Namun, ketika kembali terjadi gangguan keamanan bersenjata, pengibaran bendera bintang kejora, dan berdirinya kelompok bersenjata bernamakan Tentara Pembebasan Papua Merdeka yang disebut Operasi Papua Merdeka, pemerintahan Orde Baru meresponnya engan operasi militer bertahap dan terbatas. Sampai pada masa berhasilnya pembebasan sandera oleh Koppasus yang waktu itu dipimpin oleh Danjen Kopassus yaitu Mayjen TNI Prabowo Subianto sehingga mengharumkan nama TNI. Maksudnya apa?  Artinya, ada ketegasan sikap dan kebijakan politik negara di sini. Ketika yang terjadi di lapangan itu adalah bukan lagi gangguan kamtibmas (kriminal), dengan eskalasi ancaman tinggi bersenjata, maka yang hadir turun adalah TNI. Begitu juga di Aceh dan Timor Timur. Cuma sayangnya, di akhir masa berakhirnya masa Orde Baru, ketika marak dan masive bergulirnya sebuah standar ganda hukum internasional bernama Hak Asasi Manusia (HAM) ciptaan elit global menjadikan Indonesia gugup dan babak belur di dunia internasional. Seolah, Indonesia telah melakukan kejahatan HAM berat, melebihi kejahatan perang Amerika yang menginvansi Irak dalam perang teluk, Israel yang menjajah Palestina, dan Genosida yang terjadi di Bosnia Herzegovina. Namun itulah fakta geopolitik saat itu. Ketika Elit global tak suka kepada suatu negara, maka bermacam alibi akan mereka lakukan untuk menjatuhkan negara terdebut. Traumatik ini juga yang masih menghantui TNI kita hari ini meskipun saat ini situasi dan kondisi politik sudah jauh berbeda. Kelima. Pasca bergulirnya Reformasi, diamandemen nya secara buta konstitusi UUD 1945,  lahirnya TAP MPR/VI/Tahun 2000 tentang pemisahan antara TNI dan Polri yang dulu tergabung dalam ABRI, terbitnya UU nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan, lahirnya UU nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri, dan juga lahirnya UU nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tupoksi TNI, telah banyak merubah arah dan kebijakan negara kita terhadap pertahanan dan keamanan negara.  Polri dipisahkan dari ABRI, agar Polri menjadi sipil bersenjata (non-combatan) dan cukup TNI sebagai institusi militer (Combatan). Namun di sini juga permasalahannya hari ini. Di katakan Polri sipil bersenjata non-kombatan, namun faktanya hari ini Polri justru juga mempunyai lengkap pasukan tempur ala militer, dengan persenjataan juga standar militer bahkan ada yang lebih canggih. Seperti Satuan Densus 88, Gegana, Brimob, dan Polairud yang kapalnya juga punya senjata kaliber 12,7 mm yang sangat mematikan. Hal ini jugalah yang sangat mempengaruhi cara bertindak dan kebijakan negara terhadap Papua. Seiring pergeseran perubahan geopolitik dan geostrategi global yang pasti juga berpengaruh besar terhadap Indonesia. Sangat subjective menentukan mana batasan eskalasi ancaman kamtibmas dengan dimensi Pertahanan. Yang tergantung kebijakan politik praktis penguasa, bukan Politik negara yang tunduk pada konstitusi. Singkat kata, berakhirnya rezim Orde Baru, terkuras habisnya energi Amerika (Barat dan sekutunya) dalam memerangi dan invansi militer ke Timur Tengah, sehingga Amerika sampai menghabiskan 3 Trilyun USD di sana, telah membuat Amerika terlena dan menjadi pintu bangkitnya raksasa ekonomi baru bernama China.  Namun tentu China komunis dengan wajah yang lebih baru, fresh, dan lebih cerdik. Faktanya dalam waktu cukup singkat (dua dekade), China melalui konsep “One Belt one Road” atau strategi OBOR yang kemudian berubah jadi BRI (Belt and Road Initiative) telah berhasil menjadi kekuatan adi daya baru dunia. Pertumbuhan ekonomi yang fantastis, tekonologi yang mandiri, peningkatan kamampuan militer yang cepat, menjadikan banyak negara yang memuja dan menyambut hangat kerja sama ekoomi dengan China. Meskipun akhirnya hal itu ternyata hanyalah strategi “debt trap” jebakan hutang China dalam mengembangkan pengaruh hegemoninya di dunia. Fenomena ini jugalah yang berpengaruh terhadap Indonesia. Meskipun sampai pada masa pemerintahan SBY, pengaruh China belum begitu kuat, namun pada pemerintahan Jokowi periode ke dua ini sudah tak jadi rahasia umum lagi bagaimana penetrasi kebijakan politik dan ekonomi China masuk dalam sistem bernegara kita. Begitu juga dalam hal penanganan konflik Papua. Di era SBY penamaan OPM masih disebut gerakan Saparatisme sehingga TNI masih berperan kuat di Papua meskipun dalam skala terbatas dan setengah hati karena dibayangi oleh hantu yang bernama HAM tadi. Namun di dalam pemerintahan Jokowi inilah, pasca Kapolri Tito Karnavian menciptakan konsep “Democratic Policing” penyebutan nama Saparatisme di Papua menjadi KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata). Yang otomatis kalau berbicara kriminal tentu gelar operasinya adalah gelar operasi penegakan hukum. Yang notabonenya ada pada kewenangan Polri. Keenam. Nah kalau kita rujuk kembali ke atas dan hulu permasalahannya adalah di sini, yaitu ketika terjadi perubahan geopolitik global yang juga merubah perubahan kepemimpinan pemerintahan di Indonesia dari Orde Baru ke Reformasi. Yaitu, Orde Baru yang menggantikan rezim Orde Lama yang berafiliasi dan dekat dengan Uni Soviet dan China, kemudian Orde Baru yang cenderung dekat dengan Amerika, menjadikan ABRI sebagai instrumen stabilisator pemerintahannya. Sehingga banyak pihak yang menyatakan pemerintahan OrBa militeristik dan otoriter. Berbeda dengan era reformasi khususnya era pemerintahan Jokowi. Yaitu menjadikan Polri sebagai stabilisator pemerintahannya, sesuai konsep democratic policing yang menjadikan Polisi sebagai “the guardian of state” yaitu garda utama keamanan negara. Di sinilah, distorsi dan kebingungan itu terjadi. Di satu sisi Pemerintah menjalankan kebijakan politik negara menjadikan Polisi sebagai garda utama keamanan negara, sedangkan di satu sisi sesuai amanat UUD 1945 pasal 30 (ayat) 1, 2, 3 dan 4 nya, jelas dan tegas di nyatakan bahwa, Tentang konsep Sishankamrata (Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta) yang menjadi garda utama pertahanan dan keamanan negara itu adalah TNI. Dimana TNI untuk dimensi Pertahanan keamanan negara dan Polri untuk Kamtibmas. Ketujuh. Permasalahan tertib hukum dan distorsi kewenangan ini juga di perkuat dengan lahirnya UU nomor 34 tahun 2004 yang juga dengan jelas dan tegas, dalam Pasal 7 (ayat) 2 nya di nyatakan bahwa penanganan Saparatisme, Terorisme, gangguan kelompok bersenjata itu adalah termasuk dalam tugas OMSP (Operasi Militer Selain Perang). Meskipun hal itu dalam penjelasan pasal 5 dan juga (ayat) 3 dari pasal 7 tadi dinyatakan bahwa pelaksanaan penugasan itu harus berdasarkan kebijakan politik negara berupa UU dan  Perppu yang dibuat oleh Presiden dan DPR sehingga UU TNI no 34 tahun 2004 tersebut tidak dapat langsung dilaksanakan oleh TNI.  Permasalah ini semakin diperumit dengan lahirnya UU nomor 5 tahun 2018 tentang UU pidana terorisme ?? Tadi dalam UU nomor 34 Tahun 2004 menyatakan bahwa masalah terorisme adalah tupoksi TNI dalam OMSP. Sedangkan dalam UU baru terorisme ini dalam judulnya disebut UU pidana, yang otomatis itu adalah ranah penegakan hukum, padahal teroris itu merupakan ekstra ordinary Crime bukan kriminal biasa seperti gangguan Kamtibmas di pasar ataupun kota.  Dan perlu juga kita luruskan kembali pada tulisan ini adalah bahwa dalam UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Tupoksi Polri hanya ada tiga yaitu ; Penegakan hukum, menjaga kamtibmas, dan mengayomi, melayani dan melindungi masyarakat. Titik tekannya di sini adalah kata-kata Kemanan dan ketertiban masyarakat di sini maksudnya itu adalah “Public Service Security” bukan “National Security” atau state security” atau Keamanan Nasional atau Keamanan Negara. Artinya, mohon dipahami pemisahan pemahaman antara National Security (Keamanan Nasional) sebagai sebuah konsep, dengan Public Security Service (Kamtibmas) sebagai sebuah fungsi Polri.  Karena kalau berbicara secara letterlijk, nomenklatur kata “Keamanan Negara dan Keamanan Nasional” itu hanya ada pada UU nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan dan UU nomor 34 Tahun 2004 tentang Tupoksi TNI.  Kedelapan. Untuk itulah ada judul tulisan di atas, pentingnya kehadiran sebuah forum negara bernama Dewan Keamanan Nasional itu. Yang dibentuk berdasarkan UU dimana RUU Kamnas ini selalu di mentahkan oleh DPR RI hasil lobby dari sebuah institusi yang berasumsi kewenangannya akan hilang dalam hal penanganan keamanan nasional. Asumsi ini yang perlu diluruskan dengan baik agar tugas TNI dan Polri bisa berjalan dan interoperabilitas nya saling menguatkan.  Maksudnya adalah ketika Dewan Keamanan Nasional (DKN ) ini dibentuk, berarti, sudah ada sebuah payung hukum yang jelas, forum atas nama negara yang jelas, melibatkan seluruh sumber daya nasional secara total, melihatkan banyak stake holders bidang keamanan dan komponen pendukung lainnya, sehingga penanganan masalah konflik Papua bisa dirumuskan, dikaji, dan ditindaklanjuti  formulasi apa yang paling tepat digunakan.  Nah hal ini yang selama ini tidak terjadi. Kebijakan politik negara yang mendegradasi status Papua hanya seolah gerakan kriminal bersenjata biasa, justru jadi bumerang memakan banyak korban nyawa yang anehnya banyak justru dari pihak militer. Ini kan sangat aneh dan penuh tanda tanya. Gerakan kriminal bersenjata , yang ditangani oleh Polisi sebagai Puskodalops (Pusat Komando Kendali Operasi) dan TNI hanya “membantu” tentu jadi bingung dan linglung. Karena TNI sesuai pernyataan mantan KABAIS Sulaiman B Pontoh didesign dan dilatih sebagai organ tempur militer bukan membantu penegakan hukum yang akhirnya TNI tidak bisa mengembangkan taktik dan strateginya.  Dan kalaupun kebijakan politik pemerintah hari ini tetap “bersikukuh” mempertahankan Polri sebagai pemegang kendali operasi, tentu harus ada jangka waktu dan target operasinya sampai kapan ? Sebagai bentuk pertanggung jawabannya kepada bangsa dan negara. Sehingga bilamana eskalasi meningkat pemerintah melibatkan TNI untuk menangani dengan waktu yang ditentukan pemerintah.  Kesembilan. Dengan adanya DKN, tentu semua permasalahan ketakutan akan HAM akan mudah dicarikan “preventive actionnya”. Karena bisa lebih luas melibatkan institusi lainnya yang lebih kompeten seperti Departemen Luar Negeri melalui Diplomasi luar negerinya. Departemen Pertahanan melalui diplomasi pertahanannya, BIN melalui komunikasi inteligent, BSSN utk masalah cyber attack, Kominfo untuk perang opini di publik, Migrasi, BNPT, Bea Cukai, dan Polri dalam hal penegakan hukum. kalau perlu seluruh Departemen tekait bekerjasama menutup, mengunci, memberikan treatmen khusus terhadap Papua dari segala arah. Sumber daya nasional pokoknya bisa digerakkan termasuk peran media, media sosial dan diaspora kita di luar negeri. Clear semuanya ? Begitu juga perlu meluruskan pemahaman pelibatan TNI dalam operasi militer yang ditakut-takuti melanggar HAM. Perlu dijelaskan bahwa TNI dalam gelar operasinya sudah mempunyai SOP yang jelas dan terukur. Opsi penindakan menggunakan senjata itu oleh TNI hanya bobot 10 persen. 60 persen itu adalah serbuan teritorial berupa penggalangan, mengambil hati rakyat, memisahkan antara masyarakat sipil dan OPM, setelah semua terpisah baru dilakukan operasi militer yang presisi dan terukur. Baru sisa bobot 30 persen operasi pemulihan. Sangat jauh berbeda dengan operasi penegakan hukum. Masak prajurit Koppasus yang terlatih untuk menggempur sasaran strategis  terpilih hanya di jadikan untuk patroli, membantu Polri, dan SOP tak boleh menembak kalau tidak ditembak duluan, ini namanya menyalahi prosedural  dalam tindakan taktis Prajurit dilapangan.  Kesepuluh. Untuk itu dalam tulisan ini tegas kita himbau, bahwa perlu evaluasi dari pemerintah dalam hal mengambil kebijakan politik negara di Papua. Dan ini bukan salah institusi Polri apalagi TNI … Ini murni perlunya dievaluasi kembali terhadap implementasi keputusan politik negara sebelum melaksanakan UU TNI, dimana kita mengusulkan segera bentuk DKN apakah melalui Perppu maupun Perpres. Agar ada kepastian hukum untuk payung bertugasnya TNI, ketegasan sikap pemerintah, terhadap penanganan apakah Papua tetap dalam status gangguan Kamtibmas ? Atau sudah masuk pada level gangguan keamanan nasional  dimana itu sudah masuk ranah dimensi Pertahanan negara yang merupakan tugas TNI.  Kalau masih dianggap gangguan Kamtibmas ? Maka tarik semua pasukan tempur TNI dari lapangan dan masukkan Polri didepan untuk menangani gangguan kamtibmas tersebut serta TNI menugaskan aparat teritorial satuan kewilayahan setempat. TNI cukup mengawasi, pos teritorial mengamati dan TNI menunggu perubahan dan adanya keputusan politik negara. Silahkan Polisi di depan, kerahkan Brimob, Densus 88, Pelopor, Sabhara untuk menegakkan hukum terhadap pelaku Disintegrasi Bangsa yang dianggap kriminal dan teroris karena kriminal itu memang ranahnya Polri dan Bukan TNI. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menggugah jiwa nurani para pemangku jabatan di pemerintahan. Termasuk juga di jajaran tubuh TNI sendiri. Jangan korbankan prajurit di medan tempur yang masih ranah penegakan hukum oleh Polri. Komandan satuan adalah Bapak dan atasan yang bertanggung jawab atas keselamatan  jiwa prajurit TNI di Dunia dan akhirat. Komandan tertinggi kita semua adalah Konstitusi. Sampaikan yang benar itu benar, yang salah itu salah. Tunduk pada supremasi sipil bukan berarti  tunduk pada kebijakan politik  praktis pejabat yang berkuasa, Karena politik TNI itu adalah Politik Negara yang tunduk pada Konstitusi atau UUD 1945. Bangunlah TNI ku, Jaya lah TNI ku. Kembalikan jati dirimu sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional yang manunggal bersama rakyat.  (Penulis saat ini menyiapkan Proposal Penelitian untuk Program DIH pada Universitas Pasundan. Tulisan ini merupakan bahan melengkapi Disertasi yang dibuat secara akademisi dan bukan  politik praktis). Jakarta, 01 Mei Tahun 2023