ALL CATEGORY

Judi Politik Sandiaga Uno

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  PUBLIK awal menduga kepindahan Sandiaga Uno dari Gerindra ke PPP adalah disain internal Partai Gerindra, akan tetapi kemudian diketahui dan terbukti tidak. Tampaknya Sandi sendiri secara pribadi yang berinisiatif. Tentu setelah lobi-lobi dengan petinggi PPP. Tawarannya entah Ketum PPP atau Cawapres dari PPP. Yang jelas Sandi sedang berjudi.  Kekecewaan petinggi Partai Gerindra mudah terbaca dari komentar mengenai jasa partai yang telah membesarkan Sandi sejak Wagub DKI, Cawapres Prabowo hingga rekomendasi Menteri. Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto meminta agar Sandiaga Uno mempertimbangkan kembali rencana kepindahannya.  Menurut Sekjen Partai Gerindra Muzani pesan Prabowo yang dititipkan padanya adalah agar Sandi sabar dalam berjuang, tetap konsisten dan menjaga kebersamaan. Pesan itu rupanya kalah cepat dengan Sandi yang telah lebih dulu melompat.  Dengan cepatnya PPP mendukung Ganjar sebagai Capres menunjukkan Sandi yang sudah masuk PPP akan ditawarkan sebagai Cawapres Ganjar Pranowo. Ini mungkin kalkulasi dirinya hingga ia bersemangat kuat untuk berpindah ke Partai berlambang Ka\'bah tersebut.  Persoalan muncul ketika ternyata PPP tidak solid. Penolakan dari Gerakan Pemuda Ka\'bah Al  Quds Purworejo atas sikap DPP PPP yang mendukung Ganjar adalah awal dari riak. Adanya pihak yang mempertanyakan keabsahan usungan DPP pimpinan Plt Ketum Mardiono menjadi riak lain. Konon akan ada gerakan-gerakan perlawanan dari berbagai daerah.  Jika PPP hangat bahkan panas dalam menyikapi dukungan kepada Capres Ganjar Pranowo maka PDIP dipastikan akan mempertimbangkan efektivitas keberadaan PPP dalam koalisi. Dan hal ini tentu berpengaruh pada posisi Sandiaga Uno. Ketika dadu Sandi tidak bergulir ke arah keberuntungan, maka bandar tidak akan memilih Sandiaga Uno untuk Cawapres Ganjar.  Habil Mar\'ati mantan Bendum  PPP dan Ketua Forum Membangun (FKM) PPP menyatakan beberapa senior PPP kemungkinan akan melakukan gugatan ke PTUN terhadap Plt Ketum Mardiono sehubungan turunnya surat Kemenhukham 6 April 2023 yang  \"men-status quo-kan\" DPP PPP. Kondisi ini akan menambah gonjang-ganjing internal PPP.  Prediksi kuat adalah bahwa aspirasi kader grass root PPP untuk Capres bukanlah kepada Ganjar Pranowo tetapi Anies Baswedan.  Posisi Sandiaga Uno semakin tidak pasti, apalagi jika Plt Mardiono tidak kokoh sebagai personal yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan formal pengusungan Capres ke KPU kelak. PDIP sendiri memiliki kapasitas secara mandiri untuk berhak mengajukan Capres Cawapres. Karenanya PDIP tentu tidak akan mengambil risiko pencitraan buruk akibat gonjang ganjing PPP.  Di sisi lain jikapun Sandi ternyata mampu berpasangan dengan Ganjar, maka pendukung Sandi dahulu saat bersama Prabowo sudah berlompatan pula. Terhitung sejak ia bergabung dengan kabinet Jokowi. Jadi Sandi sebenarnya sudah tidak memiliki \"pengikut\" selain yang kini terlokalisasi di partainya yang baru, PPP.  Sandiaga Uno itu sebenarnya menjadi tidak berdaya guna. Tercitrakan sebagai figur yang mencla-mencle, terbuai php atau anak muda yang haus kekuasaan.  Andaipun lompatan Uno berhasil merebut Ketum PPP, maka secara tidak langsung ia telah merusak dan mengubah PPP dari Partai para ulama menjadi Partai milik pengusaha. PPP adalah Partai umat yang telah terjual atau tergadaikan. Ka\'bah tidak lagi menjadi simbol dari spiritualitas dan kesakralan tetapi simbol perdagangan. Bahkan perjudian. Moga tidak terjadi.  Bandung, 28 April 2023

PPP dan Pragmatisme Pilpres 2024: Tak Belajar dari Tamsil Keledai

Oleh Ady Amar - Kolumnis BELAJAR dari kesalahan masa lalu, itu sikap bijak yang mestinya jadi keharusan. Karenanya, tak hendak mengulanginya. Agar tak terjatuh lagi pada peristiwa yang sama berulang. Pengalaman lalu jadi guru terbaik buatnya. Namun tidak banyak yang menjadikan demikian. Kesalahan demi kesalahan yang sama terus dibuat seolah berulang. Dalam dunia fabel keledai dianggap binatang paling bodoh--tentu itu tak sebenarnya, lebih sekadar permisalan--meski demikian keledai tak hendak terperosok pada lubang yang sama hingga dua kali. Keledai belajar dari instink pengalamannya. Karenanya, ia selamat tak lagi terperosok.  Tidaklah salah jika manusia belajar dari pengalaman tak mengenakkan itu dari tamsil keledai. Tak perlu merasa malu. Tak perlu pula sampai mesti menjatuhkan harkat lebih rendah dari keledai. Tidaklah demikian. Belajar dari tamsil keledai, itu mestinya jadi keharusan bagi siapa pun. Jika keledai saja tak hendak terperosok sampai dua kali pada lubang yang sama, mestinya hal yang sama tidak dilakukan manusia, mahluk sempurna ciptaan-Nya. Jika tamsil keledai tak dipedomani, itu justru mengherankan  Tapi manusia acap memilih pragmatisme jadi jalan hidupnya. Jadi pilihannya. Meski sadar pilihannya itu akan membawanya jatuh pada lubang yang sama terus-menerus. Seolah memilih mengalami peristiwa kejatuhan yang sama berkali-kali. Buatnya pengalaman tak jadi guru terbaik. Jika kesalahan dilakukan pribadi tertentu tanpa mewakili kelompok lain lebih luas, itu jadi persoalan personal. Tapi jika pilihan pragmatisme itu menyeret kelompok yang diwakilinya, tentu berdampak pada eksistensi keberlangsungan kelompoknya. Ini yang terjadi pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Agaknya seperti tak hendak belajar dari pengalaman. Para elitnya tak belajar dari kasus Pilkada DKI Jakarta 2017. PPP mengusung pasangan calon (paslon) gubernur yang salah, yang itu tak mewakili kehendak konstituennya. Maka, PPP ditinggalkan dengan cara tidak dipilih. Berdampak kursi legislatif PPP DKI Jakarta merosot. Sebelumnya punya sepuluh kursi, dan jadi hanya satu kursi. Pada Pilkada DKI Jakarta 2017 yang lalu, PPP berkoalisi diantaranya dengan PDIP. Padahal peristiwa Ahok menista agama (Islam) saat itu masih hangat jadi pembicaraan umat dengan penuh kemarahan, tapi justru penista agama itu yang diusung. Pilkada DKI Jakarta diikuti 3 paslon: Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Syaiful Hidayat, Agus Harimurti Yadhoyono-Sylviana Murni, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Anies-Sandi diusung Partai Gerindra dan PKS dan memenangi kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub). Dua partai pengusung Anies-Sandi itu pun mendapat cocktail effect tidak kecil dari terpilihnya kandidat yang diusungnya. Sedang PPP diganjar dengan ditinggal oleh pemilih setianya. Pilihan politik PPP yang bukan saja dinilai salah, tapi bisa disebut pragmatisme gila stadium 4. Bagaimana mungkin partai berlambang kakbah menolerir penista agama, yang diusung untuk memimpin ibu kota. Seolah PPP mengolok akal sehat umat, pemilih fanatiknya dari masa ke masa. Pragmatisme elite PPP lagi-lagi menantang akal sehat, yang itu justru menjatuhkan marwah partai. Tak belajar dari kasus Pilkada DKI Jakarta 2017. Pilihan pragmatisme dimunculkan kembali, meski itu dibungkus lewat kebijakan partai. Keputusan dibuat lewat Rapimnas di Sleman, Yogyakarta, dan sudah diputuskan. Adalah Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono yang mengumumkan secara  resmi, PPP mengusung Bakal Calon Presiden (Bacapres) Ganjar Pranowo, pada Pilpres 2024. Sebelumnya, Ganjar telah resmi dideklarasikan sebagai Bacapres PDIP. Tidak menutup kemungkinan sikap pragmatisme PPP akan diikuti Partai Amanat Nasional (PAN). Partai satu ini seperti menunggu waktu yang tepat saja. Pilihan pragmatisme elit partai, tentu tidak terlepas dari berbagai sebab melatarbelakanginya. Bisa karena dosa politik elit partai, dan itu agar tuntutan hukum yang bersangkutan tidak diseret ke pengadilan. Semacam barter kepentingan. Atau bisa jadi hal lain berupa kompensasi materi, dan immateril yang didapat jika yang diusung memenangi kontestasi. Maka, pilihan berdasar pragmatisme itu diambil elit partai tidak sampai perlu menyerap aspirasi konstituen. Cukup diputuskan satu-dua elit partai bersangkutan. Dan, itu dilakukan dengan rapi. Semua agar putusan yang dibuat tampak tak menyalahi konstitusi partai. Maka, keputusan diambil (seolah-olah) lewat keputusan partai, apa pun bentuk dan namanya. Agar tidak ada celah disalahkan, dan karenanya bisa dipertanggungjawabkan, bahwa kebijakan diambil lewat forum semestinya. Akal-akalan berbasis konstitusi jadi model kebijakan pilihan pragmatisme elit PPP tampaknya. Tidak perlu menunggu waktu lama, setelah Muhammad Mardiono mengumumkan pilihan PPP untuk mengusung Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024, Rabu (26 April 2023), reaksi spontan pun muncul di hari yang sama dari internal PPP. Setidaknya, Gerakan Pemuda Kakbah (GPK) Al-Quds, Purworejo-Kebumen, Jawa Tengah, sebuah organisasi sayap tertua PPP menolak pilihan partai yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai Bacapres PPP. Langkah GPK itu tidak mustahil akan diikuti penolakan lebih besar lagi dari internal partai. \"Menolak dan menentang keputusan DPP PPP sebagaimana di atas karena  bertentangan dengan prinsip PPP (sebagai) Partai Islam Ahlus Sunnah wal Jama\'ah, yang bertekad terus menerus memperjuangkan Amar ma\'ruf Nahi Mungkar sebagai pijakan para ulama istiqomah pendiri PPP,\" demikian ketua GPK Al-Quds Syaifurrahim dalam pernyataan sikapnya, Rabu (26 April 2023). Ditambahkan pula dalam pernyataan yang melatarbelakangi penolakan pencalonan Ganjar Pranowo, itu oleh sebab: \"Saudara Ganjar Pranowo yang menjadi pilihan PPP terbukti banyak sekali melakukan pelanggaran syariat terhadap agama, seperti suka dan bangga nonton video porno tanpa malu, selama dua periode memimpin Jawa Tengah belum bisa menyejahterakan rakyat terutama para petani, dan terindikasi terlibat korupsi EKTP.\" Ditambahkan dalam pernyataannya, sementara organisasi yang dipimpinnya (GPK) lebih memilih mendukung Anies Baswedan, yang dipandang lebih perduli terhadap kepentingan umat Islam. Memang semua kemungkinan masih bisa terjadi, sampai saat pendaftaran dan penetapan  Paslon Capres dan Cawapres pada 19 Oktober 2023. Siapa tahu para elit PPP berubah sikap dengan memilih memakai tamsil keledai, yang tak mau terperosok pada lubang yang sama untuk kedua kalinya. Tapi jika pilihan pada Ganjar Pranowo itu sudah harga mati yang tak bisa dirubah, bisa dipastikan pada Pemilu 2024 hasil Pileg PPP tidak akan sampai 4 persen, batas minimal parliament treshold. Karenanya, partai klasik warisan Orde Baru ini menjadi partai yang pantas terpental dari Senayan... Wallahu a\'lam.

Anies, Jeratan Utang Negara dan Jebakan Kemiskinan

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan - Sabang Merauke Circle FOTO Anies Baswedan kemarin lalu sedang membaca buku berjudul \"Big Debt Crisis\", by Ray Delio,mendapat perhatian besar berbagai media maupun media sosial. SindoNews, misalnya, melaporkan dalam berita “Anies Unggah Foto Baca Buku Big Debt Crises, Netizen Riuh: Berkelas!”, 26/4/23. Anies memang menunjukkan kaliber kepemimpinannya yang substansial, yakni berpikir pada problem pokok. Orang-orang yang eksistensialis masih berpikir tentang capres Jawa versus capres Islam, GMNI vs HMI, didukung Jokowi vs. tidak, dan lain sebagainya. Orang-orang sejenis ini hanya pintar menampilkan baliho-baliho wajah imut yang disemir saja. Dengan beredarnya sosok Anies plus buku tersebut, maka perdebatan ke depan diajak Anies dalam level gagasan besar, yang perlu dijawab kepemimpinan ke depan demi nasib bangsa.  Buku tersebut adalah buku penting tentang utang dan membangun negara. Berbagai elit dunia telah membaca buku ini. Antara lain  telah dibaca dan direkomendasikan oleh mantan Gubernur Bank Sentral Amerika, Ben Bernanke (“RAY DALIO’S excellent study provides an innovative way of thinking about debt crises and the policy\"), mantan Menteri keuangan Amerika  Larry Summers (“RAY DALIO’S BOOK is must reading for anyone who aspires to prevent for or manage through the next financial crisis\"),  Hank Paulson ( “a terrific piece of work from one of the world\'s top investors who has devoted his live to understanding markets and demonstrated that understanding by navigating the 2008 financial crisis well) dan berbagai elit keuangan dunia lainnya. Terbaru, buku ini juga di review dalam WallstreetJournal, awal tahun ini. Mengapa kita harus masuk kepada pertarungan gagasan besar? Pertama, generasi pemilih pada tahun 2024 mayoritas adalah generasi millenial dan generasi Z, yang berkisar 60% voters. Satu dekade ke depan mereka akan mengendalikan Indonesia. Sehingga mereka butuh kepastian regenerasi yang keberlanjutan. Mereka tidak ingin sebagai penonton pasif dari sebuah rezim yang dikelola tanpa ide dan gagasan besar. Generasi millenial ini  hidup dalam era digital. Masyarakat millenial ini, semangatnya, hidup dalam tingkat independensi yang tinggi, menghormati demokrasi, dan anti korupsi. Kepemimpinan ke depan harus menjamin bahwa negara mampu memfasilitasi mereka. Terkait dengan utang yang dilakukan oleh rezim yang sedang berlangsung, tentunya harus dipastikan bersifat produktif, berkeadilan, menumbuhkan solidaritas sosial dan untuk \"sustainable development\". Sebab, mereka menyadari setiap sen dollar utang yang tercipta akan menjadi beban bagi generasi mereka di masa mendatang. Kedua, paska pandemik dan dalam situasi global kini yang penuh ketidakpastian, baik dagang maupun adu kekuatan militer, sebuah negara dipastikan akan terperangkap pada ketertinggalan dan keterbelakangan, jika tidak mampu menghadapi tantangan global tersebut. Berbagai negara mulai mengalami kekacauan, seperti Libanon dan Sudan, Ukraina, Sri Lanka, Pakistan, negara-negara eropa yang krisis pada tahun 2008/9, semisal Yunani, Potugal, Italia, serta berbagai negara lainnya di Afrika. Kenapa, karena hancurnya perekonomian global dan berbagai negara paska pandemic mengalami kesulitan uang, akan terus berlangsung merusak seluruh kekuatan ekonomi negara. Terutama akibat besarnya beban keuangan suatu negara menyelesaikan krisis  kesehatan COVID-19 dan restrukturisasi  perekonomian mereka. Di sisi lain, tidak gampang mendapatkan bantuan utang dari negara maju maupun lembaga multilateral, seperti IMF dan World Bank. Ketiga, sejak beberapa tahun sebelum pandemi dan dilanjutkan masa pandemi, berbagai negara telah melakukan berbagai kebijakan semu untuk memanipulasi pertumbuhan dan angka-angka keberhasilan mereka. Akibatnya, sebuah resiko tersembunyi (hidden risk) seringkali tidak terpantau, lalu akan meledak pada masanya. Hidden Risk ini sudah menjadi perhatian utama Bank Dunia saat ini. Terutama ketika \"printing money\" dijadikan kebijakan tanpa hati-hati diberbagai negara untuk menutupi defisit anggaran selama masa pandemi. Dari $400 Milyar utang Indonesia saat ini, diperkirakan $45 Milyar merupakan utang dengan resiko tinggi. Ini belum memasukkan berapa besar potensi utang beresiko yang tak terlihat itu. Utang dan Debtomania Dalam teori pembangunan, utang merupakan sumber pembiayaan penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pada akhir era Orde Baru, berbagai pimpinan nasional kita mengkritik utang Orde Baru yang sebagian dianggap tidak untuk menguntungkan bangsa kita. Saat itu dikenal istilah \"Odious Debt\" atau utang haram, yakni utang yang dilakukan untuk kepentingan segelintir elit berkuasa. John Perkins, dalam \"Confession of an Economic  Hitman\", 2004, menjelaskan bahwa negara-negara besar dan korporasi global  mempunyai agenda menjebak negara-negara berkembang dalam perangkap utang melalui berbagai projek-projek infrastruktur dan energi yang ditentukan mereka. Dengan demikian setiap dollar utang yang masuk ke negara berkembang akan menguntungkan negara maju beberapa kali lipat. Menurut Sritua Arief dan Adi Sasono, dalam Teori Ketergantungan dan Keterbelakangan, angka ini berkisar 1:1 pada awal tahun 70an, lalu naik 1:10 di akhir era Suharto. Artinya, setiap satu dollar uang utang masuk ke Indonesia, akan menghasilkan 10 dollar buat pemberi utang itu. Pada era kekinian, Ruchir Sharma, dalam \"The Rise and Fall of Nations: Forces of Change in a Post-Crisis World,(2016)\" menguraikan lebih lanjut bahwa utang piutang yang awalnya dimaknai sebagai kebutuhan, kemudian berkembang menjadi kesenangan yang tidak terkendali, baik dari pengutang maupun penerima utang. Sharma memberi judul \"Debtomania\" pada hal tersebut. Mania, sebagaimana kita pahami, adalah sikap berlebihan, sebuah nafsu berlebihan. Jadi kekuasan sebuah negara bagi elit-elitnya, bukan lagi melihat utang sebagai keterpaksaan atau pelengkap, melainkan sebagai kenikmatan. Tentu saja tersedia keuntungan, baik nyata maupun tersembunyi, bagi pelaku elit dalam penciptaan utang tersebut. Pada era setelah Suharto, gerakan rakyat meminta dispensasi untuk menghapus utang-utang Orde Baru yang \"Odious Debt\" kepada negara donor, sempat membesar. Sayangnya, gerakan itu gagal. Indonesia harus tetap membayar utang kepada negara peminjam maupun perusahaan global. Utang Jokowi Segunung Utang Jokowi adalah utang yang dicatat bangsa ini selama rezim Jokowi memimpin. Catatan resmi pemerintah utang negara saat ini mencapai Rp. 7.755 Triliun. Utang tersebut jika ditambahkan utang swasta dan BUMN, menurut Said Didu, mantan sekretaris Menteri BUMN, akan mencapai belasan ribu triliun. Utang ini, menurut Said Didu dan Rizal Ramli seperti pinjol alias pinjaman online, yakni mengejar pinjaman terus menerus untuk membayar bunga dan pokok pinjaman sebelumnya. Jika dibandingkan era SBY, Jokowi dikatakan membuat utang Indonesia meningkat 300 persen alias 3 kali lipat. Sementara itu Rizal Ramli, menteri keuangan era Gus Dur, mengatakan bahwa bunga utang yang terbebani pada utang kita jauh di atas rerata bunga secara internasional. Pemerintah Jokowi tentu merasa bahwa utang sebesar itu tetap aman karena berada pada aturan ratio utang terhadap GDP, yakni di bawah 60%. Dalam \"Amankah Utang Ribuan Triliun Era Jokowi, CNN Indonesia, 26/1/23, pemerintah menjelaskan bahwa bersamaan dengan utang tersebut, aset Indonesia semakin besar dan ratio utang terhadap GDP terkendali. Pada sisi lainnya, \" distress loan\" atau utang yang beresiko tinggi mencapai $45 Milyar dollar, pada Februari 2022, sebagai mana dilaporkan Global Capital Asia dalam \"Clock is ticking on Indonesia\'s bad debt problems\". Meskipun ketakutan terhadap utang disepelekan rezim Jokowi, namun Anies Baswedan dan kalangan oposisi seperti Said Didu dan Rizal Ramli, mencemaskan persoalan utang ini. Tentu saja kecemasan ini beralasan karena kemampuan kita menghasilkan uang untuk membayar utang dan bunga utang semakin sulit. Dengan utang ribuan triliun tersebut, dan kemampuan negara menghasilkan pajak yang kecil, dapat dipastikan menjerat ruang fiskal kita beberapa dekade ke depan. Ini belum lagi jika mengasumsikan adanya kondisi \"unpredictable\", yang membuat kita \"shock\", seperti bencana, wabah, perang, dan lain sebagainya. Pada tahun 1998, kita mengalami \"self claimed\" pondasi ekonomi yang baik, merujuk juga berbagai lembaga rating dan multilateral Institution. Namun, ketika badai krisis terjadi di Thailand saat itu, lalu merembet ke Indonesia, langsung keadaan tenang menjadi bencana ekonomi. Selain soal kemampuan, apakah kita tidak sedang mengulangi istilah “Odious Debt” yang kita kutuk di era Suharto? Banyak rencana pemerintah dicurigai tidak untuk kepentingan nasional (national interest), misalnya kritikan banyak ekonom terhadap rencana pemerintah mensubsidi motor listrik Rp 6,5 juta permotor, ketika ruang fiskal menyempit Begitu pula rencana pemerintah memasukan beban pembengkakan biaya Kereta Api Cepat China Bandung-Jakarta ke APBN. Belum lagi soal korupsi yang terus meroket kian kemari.  Itulah kenapa kemudian Anies membangunkan kita tentang tantangan pembangunan ke depan, bagaimana membangun dengan kemandirian? Bagimana keluar dari krisis utang? Utang dan Jebakan Kemiskinan Kemiskinan dan pengentasan kemiskinan di era Jokowi adalah yang terburuk dalam sejarah Indonesia. CNBC Research Indonesia dalam “Rapor Merah Angka Kemiskinan Jokowi”, 24/1/23,  melaporkan perbandingan tingkat kemiskinan di awal rezim Jokowi berkuasa, sampai sebelum Pandemi Covid-19, hanya turun dari  11,22% (Maret 2015) menjadi  9,78% (Maret 2020)atau 1,44% menurun selama 5 tahun. Pada masa awal reformasi penurunan kemiskinan 1999-2004 mencapai 6,8% dan masa SBY 2004-2014 mencapai 5,7%. Fakta ini menunjukkan bahwa Jokowi secara relative terhadap SBY dan pemimpin sebelumnya benar-benar tidak pro kepada rakyat miskin. Secara teoritis, memang utang yang masuk kesebuah negara berkembang dikontrol oleh keinginan asing atau investor. Uang-uang yang mengalir ke Indonesia semakin lama hanya menguntungkan segelintir elit penikmat ekonomi kita. Struktur ketimpangan di Indonesia sangat parah, dan mereka, oligarki dan orang-orang yang berkolaborasi dengan pemberi utang, memutar uang mereka pada sektor-sektor dan bisnis yang menguntungkan saja. Ini bahkan juga terjadi ketika krisis pandemik, di mana orang-orang kaya dan banyak pejabat negara mengalami peningkaan kekayaan yang signifikan. Jika saya penyelenggara negara mempunyai watak mandiri dan mengerti tentang konsep bernegara, tentu saja kemamkmuran yang diciptakan oleh utang akan mengalir secara merata kepada semua pihak Lalu, akhrnya orang-orang miskin akan terbebas dari kemiskinannya. Dalam era Jokowi, lebih parah lagi utang-utang yang dikembangkan pada infrastuktur dan sejenisnya telah menciptakan jebakan utang, seperti membengkak dan terus membengkaknya biaya kereta api cepat Bandung-Jakarta, lamanya durasi perjanjian pemakaian lahan bagi keperluan infrastruktur, ratusan tahun jika perpanjangan terjadi, dijadikannya BUMN sebagai jaminan utang, dan lain sebagainya. Penutup Melalui postingan foto dirinya dan buku “Debt Crisis” by Ray Delio, yang dimediakan massif oleh media sosial dan online, Anies ingin menunjukkan pada Bangsa Indonesia tantang perubahan ke depan adalah keluar dari jeratan utang yang diciptakan rezim Jokowi. Rezim Jokowi telah membuat utang kita nantinya akan mencapai 300% dari jumlah utang era SBY atau belasan ribu triliun. Pada saat bersamaan kemiskinan tidak berkurang signifikan dibandingkan era SBY dan era pemimpin sebelumnya. Utang menurut Delio dapat dikurangi dengan “Austerity, Debt defaults and restructurings, Money printing by the central bank and Transfer of money from those who have more to those who have less”, tergantung sifatnya “inflationary/deflationary cycle.  Pemimpin ke depan dapat melakukan itu asalkan tidak seperti rezim penghamba utang saat ini serta fokus pada kemandirian dan sektor prioritas. Namun, yang lebih penting lagi adalah utang hanya dan hanya bisa diletakkan menjadi bagian pelengkap penting dalam pembangunan bangsa apabila pemimpin ke depan adalah pemimpin perubahan, yakni cinta rakyat dan anti korupsi, bukan perpanjangan rezim Jokowi. (*)

Jenderal yang Memalukan Itu Bernama Moeldoko

Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD  Ibarat tiba masa tiba akal, satu hari usai disahkan duet pasangan capres cawapres Anies Rasyid Baswedan (ARB) dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)  yang dimotori  ketua umum Nasdem Surya Paloh,  Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengulangi kesalahan beberapa bulan yang lalu., Kongres Luar Biasa (KLB) abal abal dan illegal gagal total membegal Partai Demokrat. Moeldoko kemudian pada 23 Maret 2023 mengajukan Peninjauan Kembalik (PK) ke Mahkamah Agung (MA,) yang  diduga bertujuan memecah belah kesolidan partai koalisi bersatu Demokrat, Nasdem dan Partai Keadilan Sosial ( PKS ) serta menggagalkan pencapresan ARB & AHY melalui kudeta berdarah dingin. Kenapa memalukan, sebab pertama Moeldoko adalah mantan Panglima TNI yang nota bene sudah banyak makan garam terkait pengalaman militer dan non -militer yang paham masalah-masalah kenegaraaan lebih khusus tentang pertahanam keamanan dan kedaulatan ralyat. Kedua dari prespektif hukum dan akal sehat, selayaknya Moeldoko paham dan sadar, bahwa kekalahannya dalam  16 kali persidangan itu telah menurunkan kapabilitas dan elektabilitasnya sebagai KSP yang punya peran dan tugas pokok mengkoordinir staf kepresidenen, yang akhirnya dinilai tidak becus dan amburadul karena sibuk mengurusi ambisi pribadinya. Ketiga, seharusnya Moeldoko paham dan sadar terkait keberadaan, berdiri, kepengurusan, fungsi dan peran serta tujuan partai Demokrat yang telah berkiprah sejak 9 September 2001, yang telah mencapai usia 22 tahun.  Kini, dengan prestasi dan dinamika naik turun dan pasang surut Demokrat yang diawaki para elit politik,  para kader, pengurus, anggota dan simpatisan yang telah berlaga dalam pemilu 2004, 2009, 2014 dan 20019 dengan saabrek dinamika prestasinya Keempat, Moeldoko seharusnya paham dan sadar posisi dan kedudukannya, mengganjilkan atau menggenapkan sesuai tujuan partai yang tercantum dalam AD / ART,  bukan malah memprovokatori, mempengaruhi dan mengajak puluhan Jenderal lain yang nggak ngeh dengan visi misi partai Demokrat. Kelima, lebih gentleman berinisiatif mendirikan partai sendiri, jika mampu dan ada yang mengikuti. Sikap, tindakan, dan perbuatan Moeldoko sungguh merusak adab, norma, dan etika yang berlaku di negara ini yang berdampak sangat buruk bagi demokrasi  ke depan. Bandung, 25 April 2023.

Golkar Semakin Lemah, Akankah Terus ‘Mengekor’ PDIP?

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PRESIDEN Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998, digantikan oleh wakil presiden Habibie. Pemilu (pemilihan umum) yang seharusnya dilaksanakan pada 2002 kemudian dipercepat menjadi 1999, diikuti oleh 48 partai politik. PDI Perjuangan (PDIP), partai yang dianggap korban manipulasi penguasa, sukses meraih suara terbanyak, 33,75 persen. Partai Golkar, di luar perkiraan, masih bisa bertahan, menjadi partai pemenang kedua dengan perolehan suara 22,43 persen. Pada pemilu 2004, suara Golkar turun sedikit (dari 22,43) menjadi 21,57 persen. Meskipun begitu, Golkar menjadi partai pemenang pemilu 2004, karena suara PDIP anjlok (dari 33,75) menjadi 18,53 persen. Lima tahun kemudian, pemilu 2009, suara Golkar turun tajam menjadi 14,45 persen. Suara PDIP juga anjlok menjadi 14,01 persen. Suara keduanya anjlok karena perolehan suara Demokrat melonjak dari 7,45 persen menjadi 20,81 persen. Pada pemilu 2014, suara Golkar stagnan di 14,75 persen. Meskipun begitu, Golkar tetap menjadi partai pemenang kedua, di bawah perolehan suara PDIP yang naik menjadi 18,96 persen. Sedangkan partai pemenang ketiga direbut Gerindra dengan perolehan suara naik signifikan (dari 4,46) menjadi 11,81 persen. Kenaikan suara Gerindra ini tidak lepas dari peran oposisi Gerindra selama pemerintahan SBY periode 2009-2014.  Di pemilu 2019, suara Golkar turun lagi menjadi tinggal 12,31 persen, menempati posisi ketiga, di bawah Gerindra yang sukses memperoleh suara 12,57 persen. Suara PDIP di pemilu 2019 juga stagnan di 19,33 persen, hanya naik 0,37 persen dari pemilu 2014. Padahal PDIP ketika itu sebagai partai penguasa. Pencalonan Jokowi sebagai capres PDIP untuk kedua kalinya tidak membawa efek terhadap perolehan suara PDIP. Di lain sisi, sejak 2004 Indonesia menganut sistem pemilihan presiden langsung (oleh rakyat), di mana pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden diusulkan oleh satu atau gabungan partai politik. Pada pilpres 2004, Golkar mengusulkan capres dari kadernya sendiri, yaitu Wiranto (berpasangan dengan Salahuddin Wahid). Wiranto berhasil mengalahkan Akbar Tanjung, ketua umum partai Golkar ketika itu, dalam konvensi perebutan tiket capres dari partai Golkar. Wiranto gugur di puteran pertama pilpres dengan perolehan suara 22,15 persen. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), capres dari Demokrat yang hanya memperoleh suara 7,45 persen, akhirnya memenangi kontestasi pilpres 2004 (dan 2009). Di pilpres 2009, Golkar masih mengusung capres dari kadernya sendiri, yaitu Jusuf Kalla, ketua umum partai Golkar ketika itu, berpasangan dengan Wiranto. Capres Golkar kalah lagi. SBY menang di pilpres 2009 dengan satu puteran.  Setelah itu, pada dua pilpres berikutnya, 2014 dan 2019, Golkar tidak lagi mengusung capres dari kadernya sendiri. Di pilpres 2014 Golkar mendukung capres dari Gerindra, yaitu Prabowo Subianto (berpasangan dengan Hatta Rajasa dari PAN), melawan capres dari PDIP, yaitu Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla. Prabowo kalah. Kekalahan yang menyakitkan. Katanya, Prabowo kalah oleh faktor X. Entah benar apa tidak, hanya mereka yang tahu. Yang menarik, setelah kalah di pilpres 2014, petinggi Golkar melakukan manuver. Golkar terpecah, atau dipecah (?), dengan dualisme kepemimpinan, Aburizal Bakrie versus Agung Laksono. Ketua umum Aburizal Bakrie  tergeser, diganti Setya Novanto. Golkar kemudian mengalihkan dukungan kepada kabinet Jokowi. Alasannya, doktrin partai Golkar sejak dulu adalah mendukung pemerintahan yang sah. Airlangga Hartarto mendapat jatah menteri perindustrian. Doktrin Golkar ini bisa berakibat fatal. Menunjukkan Golkar tidak ada ideologi. Atau, dengan kata lain, ideologi Golkar hanyalah sebatas mencari kekuasaan? Pada pilpres 2019, PDIP kembali mencapreskan Jokowi untuk kedua kalinya, berpasangan dengan Mar’uf Amin. Golkar masih tidak ada capres dari kader sendiri, kemudian ikut gerbong PDIP. Sepertinya, Golkar kehilangan arah dan tidak percaya diri pada dua pilpres terakhir. Ekspektasi masyarakat, partai pemenang kedua atau ketiga seyogyanya mengusung calon presiden dari kadernya sendiri, agar visi dan misi partai, agar tujuan dan cita-cita partai, bisa diimplementasikan. Pada prinsipnya, rakyat memilih atau mencoblos partai tertentu karena percaya ada kesamaan ideologi, sehingga visi dan misi partai bersangkutan dapat membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi kelompok pemilihnya, serta bagi bangsa dan negara. Hal ini hanya bisa diwujudkan kalau partai tersebut berkuasa penuh, dan kadernya menjadi presiden. Bukan mengekor. Untuk apa rakyat mencoblos partai tertentu, kalau partai tersebut tidak bisa implementasikan tujuan partainya, bahkan malah mendukung ideologi partai lain untuk berkuasa? Untuk apa rakyat mencoblos Golkar kalau akhirnya Golkar malah mendukung, misalnya PDIP, untuk berkuasa? Apalagi kedua partai tersebut mempunyai visi dan misi yang berbeda? Tidak heran, suara perolehan Golkar turun pada pemilu 2019 karena Golkar tidak berani mengusung capres dari kader sendiri pada pilpres 2014. Dan tidak perlu heran juga, kalau suara Golkar diperkirakan akan anjlok lagi pada pemilu 2024, karena Golkar tidak berani mengusung capres dari kader sendiri pada pilpres 2019. Nampaknya, rakyat hanya dijadikan komoditas politik, sebagai alat para elit partai untuk mendapat jabatan. Rakyat diminta untuk memilih partai agar para elit partai tersebut dapat membagi-bagi jabatan dan kedudukan? Bahkan Golkar tidak berani menjadi oposisi, untuk mengawasi pemerintah agar menjalankan roda pemerintahan sesuai konstitusi dan untuk kepentingan rakyat banyak. Bagaimana dengan pilpres 2024? Apakah Golkar akan mengusung capres dari kadernya sendiri, atau akan ‘mengekor’ PDIP lagi yang sudah mencapreskan Ganjar? Kalau Golkar tidak berani mencalonkan kadernya di pilpres 2024 ini, kemungkinan besar suara perolehan Golkar akan anjlok lagi. Ada yang memperkirakan, suara Golkar bisa anjlok menjadi sekitar 8 persen. Karena Golkar tidak ada nilai tambahnya lagi bagi pemilih? (*)  

Capres Disasar Ketum Diincar

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  TARGET Presiden Jokowi, siapapun presiden penggantinya adalah orang yang bisa mengamankan setelah lengser dan melanjutkan proyek proyeknya khususnya yang terkait dengan Cina. Paling tidak ada dua hal yang diinginkan Jokowi pasca beliau lengser. Pertama melanjutkan proyek yang telah berjalan khususnya proyek kerjasama dengan Cina, dengan segala dampak ikutannya.  Kedua, tidak ada kasus hukum yang akan menimpanya paska lengser dari kekuasaan dan bisa  mendarat secara aman dan nyaman. Opsi untuk mengamankan diri nya ternyata tidak cukup hanya bersandar pada capres pilihannya karena Ganjar Pranowo yang telah deklarasikan Ibu Megawati memiliki bawaan kapasitas, kapabilitas, integritas dan magnit politik relatif rendah. Keamanan  politik Jokowi paska lengser dari jabatannya tidak boleh hanya berharap dari Ganjar Pranowo capres 2024, yang reputasi dan kekuatan politiknya sangat rentan akan kalah dalam Pilpres 2024. Ganjar Pranowo prospek kemenangan politiknya diprediksi hanya akan mengandalkan skenario dan rekayasa bandar politik dan olah manipulasi suara hasil pilpres sebagai andalannya. Jokowi harus menyiapkan tempat berlindung lainnya. Masih segar rekam jejak digitalnya bahwa Koalisi Aktivis dan Milenial Indonesia untuk Ganjar Pranowo (Kami-Ganjar) menyatakan hendak menjadikan Presiden Jokowi sebagai Ketua Umum PDIP  menggantikan Megawati Soekarnoputri pada tahun 2024. Terekam saat relawan Kami-Ganjar mengadakan konsolidasi pada Ahad 30 Oktober 2022 di Bogor, Jabar.  Deklarasi Ganjar Pranowo berjalan lancar, tetapi tidak bisa dinafikan menyisakan friksi di internal PDIP, adalah peluang dan perkembangannya harus terus di buntuti sebagai target dan sasaran politiknya. Peta terbaca selagi masih dalam kendali Ibu Megawati friksi tersebut tetap bisa dikendalikan. Lain cerita kalau PDIP sudah ditinggalkan Ibu Megawati, friksi bisa menjadi besar dan liar. Berlindung dengan kekuatan partai akan menjadi opsi prioritas harus di raihnya. Dengan cara apapun Jokowi harus bisa mengambil posisi sebagai Ketum PDIP. Masa depan Puan dalan ancaman waktu. Sebagai Ketum partai bisa aman sepanjang Ibu Megawati masih ada dan kejadian sebaliknya apabila Ibu Megawati sudah melepaskannya. Megawati Soekarnoputri tetap merupakan magnit figur sentral yang menjadi penentu dalam proses alih generasi pimpinan partai selanjutnya . Tidak boleh di remehkan kekuatan politik di luar trah Sukarno bisa  mengobrak-abrik faksi-faksi yang ada di dalam tubuh partai banteng ini. Kelompok  ini di Internal PDIP cukup kuat apalagi mendapatkan  dukungan kuat dari pemilik modal (oligarki) yang menjadi sponsor Jokowi. Dalam dunia politik praktis,  manuver dan gerilya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang berseteru bisa terjadi seperti Jokowi menggerakkan Moldoko  kudeta partai Demokrat untuk menyingkirkan capres Anies Baswedan saat ini. Berdasarkan pengalaman  sekuat apapun Megawati akhirnya bisa di taklukan.  Awal  mencalonkan Jokowi sebagai Capres dari PDI-P, Megawati tidak setuju setelah didesak dari semua arah akhirnya kandas dan luluh. Persis kejadiannya bahwa prestasi dan kualitas Ganjar Pranowo yang minimalis, sesungguhnya tidak disukai Megawati.  Dengan desakan dan bisikan dari berbagai arah ahirnya melemah dan luluh  mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres 2024. Pertarungan memperebutkan Ketua umum bukan hanya atas pertimbangan politik tetapi fisik Ibu Megawati yang sudah masuk usia senja harus istirahat dan melepaskan sebagai Ketua Umum PDIP. Disadari atau tidak jabatan ketum PDIP sudah masuk dalam radar *Capres di sasar dan Ketum di incar*. Proses bisa melalui kudeta model Moeldoko mengkudeta Partai Demokrat atau berjalan dalam perebutan secara normal dan diambil alih oleh Jokowi.. ****

Pemblokiran Rekening AKBP Achiruddin, Dikonfirmasi PPATK

Jakarta, FNN  - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengonfirmasi pemblokiran rekening milik AKBP Achiruddin Hasibuan.Koordinator Kelompok Kehumasan PPATK Natsir Kongah mengatakan, terdapat dua rekening yang diblokir dengan nilai mencapai puluhan miliar.\"Benar (diblokir), dari dua rekening yang diblokir, nilainya puluhan miliar,\" kata Natsir dikonfirmasi ANTARA, di Jakarta, Kamis.Adapun dua rekening yang diblokir oleh PPATK tersebut adalah atas nama AKBP Achiruddin Hasibuan dan anaknya Aditya Hasibuan.\"Nama anak (Aditya Hasibuan) dan bapak-nya (AKBP Achiruddin Hasibuan),\" ujar Natsir.Pemblokiran rekening tersebut, kata Natsir, telah dilakukan PPATK sejak sebelum kasus terkait penganiayaan oleh anak AKBP Achiruddin Hasibuan mencuat ke permukaan.Sementara itu, dari data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) diketahui bahwa total harta kekayaan AKBP Achirudin Hasibuan tercatat Rp467.548.644.Total harta kekayaannya itu terdiri atas harta tanah dan bangunan senilai Rp46.330.000, harta alat transportasi dan mesin senilai Rp370.000.000, serta harta kas dan setara kas yang berjumlah Rp51.218.644.(sof/ANTARA)

Tuntutan 12 Tahun Penjara untuk Mantan Rektor Unila, Karomani

Bandarlampung, FNN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang menuntut terdakwa kasus Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Universitas Lampung (Unila) Tahun 2022, Karomani, dengan hukuman pidana selama 12 tahun kurungan penjara.\"Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa Karomani dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa dalam masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,\" kata Jaksa Penuntut Umum KPK Widya Hari Sutanto, saat membacakan tuntutan terhadap Karomani di hadapan Majelis Hakim yang di Ketuai oleh Lingga Setiawan, di PN Tanjungkarang, Bandarlampung, Kamis.Menurut JPU, Karomani terbukti memenuhi unsur dan terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Terdakwa sebagai penyelenggara negara seharusnya tidak boleh menerima gratifikasi sehingga hal ini bertentangan dengan sebagaimana dirinya selaku penyelenggara negara.\"Dalam persidangan ini terdakwa selaku penerima gratifikasi dibebankan kewajiban bahwa gratifikasi itu bukanlah suap, namun tidak mampu membuktikan gratifikasi yang diterimanya tersebut bukanlah suap,\" kata dia.Sebaliknya, berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa, telah membuktikan gratifikasi yang diterimanya tersebut merupakan suap, karena diberikan dengan jabatannya sebagai penyelenggara negara yakni Rektor Unila periode 2019-2023.Hal itu Sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.Dimana, lanjut dia, salah satu unsur yang patut diduga hadiah tersebut, merupakan sebagai akibat atau sebab penyelenggara negara melakukan atau melakukan atas nama jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Sehingga dalam unsur tersebut ada kesalahan karena melakukan sesuatu yang dilakukan dengan kesengajaan.Dalam sidang tersebut terdakwa juga dituntut untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp10.235.000.000 dan 10.000 dolar Singapura, dan apabila tidak akan dilakukan upaya paksa oleh jaksa guna menyita seluruh aset dan harta kekayaan terdakwa.\"jika uang pengganti tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan, sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan jika masih tidak mencukupi, akan dipidana penjara tambahan selama tiga tahun,\" katanya.Usai tuntutan dibacakan, Hakim Ketua Lingga Setiawan mengatakan bahwa atas tuntutan tersebut terdakwa bisa mengajukan pledoi atau pembelaan.\"Kami akan melakukan pledoi secara tertulis dan secara pribadi,\" kata Kuasa Hukum Karomani Sukarmin.\"Karena untuk memberikan waktu untuk terdakwa menyusun pledoi maka sidang ditunda sampai 2 Mei,\" kata Hakim Ketua Lingga.Dalam sidang lanjutan Perkara PMB Unila di PN Tanjungkarang, tiga terdakwa yakni Karomani, M Basri dan Heryandi menjalani sidang tuntutan. Dimana Mantan Rektor Unila Karomani mendengarkan terlebih dahulu tuntutan oleh JPU, kemudian setelahnya tuntutan akan dibacakan untuk M Basri dan Heryandi.Karomani bersama dua orang terdakwa lainnya, yakni mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi dan mantan Ketua Senat Unila Muhammad Basri juga menjadi terdakwa atas perkara dugaan penerimaan suap PMB Unila Tahun 2022.Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan empat orang tersangka yang terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni Karomani, Heryandi dan Muhammad Basri.Sementara itu, untuk tersangka pemberi suap adalah pihak swasta, yakni Andi Desfiandi telah dijatuhi hukuman oleh majelis hakim.(sof/ANTARA)

Mahfud Mengisyaratkan Pemerintah Memperpanjang Masa Kerja Satgas BLBI

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengisyaratkan pemerintah akan memperpanjang masa kerja Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).Pasalnya, masa kerja tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas BLBI itu akan berakhir pada 31 Desember 2023.\"Ya memang ini diberi waktu sampai Desember (2023), masih ada delapan bulan lagi. Insya Allah ada perpanjangan,\" kata Mahfud kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.Mahfud mengapresiasi pencapaian Satgas BLBI, yang dipimpin Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Rionald Silaban.\"Kan sudah dapat Rp30 triliun ya, yang lain-lain itu ada yang orangnya lari, yang barangnya dialihkan itu menjadi masalah hukum kita, terus sebagai masalah hukum mereka yang, misalnya, dulu sertifikat yang dijaminkan ternyata dialihkan lagi,\" ungkapnya.Kinerja Satgas BLBI sempat mendapat sorotan dari Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun yang mengeluhkan pencapaian hanya kisaran 25 hingga 88,3 persen atau perolehan aset dan penerimaan negara bukan pajak (PNPB) berupa aset seluas 39,06 juta hektare atau estimasi nilai sebesar Rp28,53 triliun per 25 Maret 2023.Mahfud mengatakan bahwa kinerja Satgas BLBI akan semakin dimudahkan apabila RUU Perampasan Aset Tindak Pidana segera dibahas dan disahkan menjadi undang-undang. Oleh karena itu ia berharap proses tersebut dapat segera usai.\"Nah ini nanti kalau ada Undang-Undang Perampasan Aset gampang kan, insya Allah minggu depan surpres-nya (surat presiden) sudah kelar dan kita akan terus garap,\" ujarnya.Sebelum mendatangi Istana Kepresidenan Jakarta, Mahfud sempat memberikan keterangan di Kantor Kemenko Polhukam bahwa naskah RUU Perampasan Aset sudah berada di meja Presiden RI Joko Widodo dan tinggal menunggu untuk ditandatangani.(sof/ANTARA)

Kinerja Polri Memuaskan, Arus Mudik dan Balik Berjalan Lancar

Jakarta, FNN - Masyarakat yang melakukan perjalanan mudik pada Lebaran 2023 mengaku puas atas kinerja Polri beserta instansi terkait, karena arus mudik dan arus balik dinilai berjalan lancar.  Berdasarkan rilis yang disampaikan Divisi Humas Mabes Polri, salah satu pemudik yang menggunakan transportasi darat bernama Deniati, menyatakan bahwa arus mudik tahun ini lebih lancar dan nyaman.  \"Terima kasih untuk jajaran Kapolri dan lainnya atas kerja sama untuk melancarkan mudik tahun 2023 ini,\" kata Deniati dikutip dari keterangan tertulis diterima di Jakarta, Kamis.  Deniati menyatakan kelancaran arus mudik tersebut berkat kesiapan aparat kepolisian dalam memberlakukan kebijakan rekayasa lalu lintas.  Senada dengan itu, salah satu pemudik jalur darat lainnya, Ayu, mengatakan bahwa perjalanan mudik dan balik pada Idul Fitri tahun ini lebih lancar dan aman.  \"Arus balik ataupun mudik benar-benar lancar. Makasih Pak Kapolri,\" ujar Ayu.  Masyarakat berharap kepada jajaran kepolisian dapat mempertahankan tren positif ini dalam memberi pelayanan dan pengamanan arus mudik serta arus balik di tahun selanjutnya. Selain pelaku perjalanan darat, masyarakat yang melakukan perjalanan laut juga mengutarakan kepuasannya atas kelancaran arus mudik dan balik pada Lebaran 2023.  Firdaus, pemudik tujuan Pulau Sumatra via Pelabuhan Merak, Banten mengatakan pengamanan dan pelayanan pada Lebaran tahun ini lebih baik serta optimal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.  \"Kesannya mudik tahun ini serasa beda jadi lancar meskipun ibarat sudah titik puncak kemacetan. Alhamdulillah tidak terkendala kemacetan karena terorganisir, dari polisi dibatasi jalannya dan dari Jakarta ke Jabar lancar sejauh ini,\" kata Firdaus.  Firdaus menyebut kelancaran juga dirasakan di pelabuhan karena tidak ada calo tiket. Dia pun berpesan agar kepolisian bisa meningkatkan performa pelayanan mudik ke depannya.  Selain itu, pengaturan lalu lintas di pelabuhan juga dinilai telah terorganisir dengan baik, sehingga kemacetan parah di jalur laut tidak ditemukan pada libur Lebaran tahun ini.  \"Alhamdulillah tahun ini arus mudiknya lancar dan aman tidak ada kendala macet sama sekali. Ya sesuailah dengan angan-angan kita yang mau mudik, tidak ada hambatan sama sekali untuk perjalanan kita. Alhamdulillah kami sekeluarga bisa lancar dan aman. Di kapal juga tidak ada hambatan ya untuk pembelian tiket, Alhamdulillah lancar,\" ujar pemudik lainnya, Anton.  Lebih lanjut, pemudik yang menggunakan transportasi umum dari Pulau Sumatra ke Jawa, Tiwi, menyampaikan bahwa ia tidak lagi merasa khawatir terhadap tindakan kejahatan yang sewaktu-waktu bisa terjadi.  Menurut Tiwi, rasa aman dan nyaman selama perjalanan menggunakan transportasi umum itu berkat adanya penjagaan dan pengamanan dari aparat di berbagai titik yang berpotensi rawan tindak kejahatan.  \"Terima kasih juga untuk pihak terkait, polisi-polisi yang amankan daerah rawan macet, pejalan kaki yang sekiranya banyak copet untuk tahun ini, Alhamdulillah lancar,\" ujar Tiwi.(ida/ANTARA)