ALL CATEGORY
Ganjar Terbilang Prabowo Hilang?
Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) PADA Hari Raya Idul Fitri yang dirayakan jamaah Muhammadiyah, 21 April, Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri -- yang merupakan keluarga Muhammadiyah -- mengumumkan bakal capresnya: Ganjar Pranowo! Para kader PDI-P se-Indonesia, khususnya Presiden Jokowi ikut hadir pada acara yang dramatis itu. Tentu saja Idul Fitri sengaja dipilih untuk sekalian rakyat merayakan penominasian Gubernur Jateng itu sebagai kepala capres. Memang tidak masuk akal PDI-P mengabaikan kadernya yang memilki elektabilitas tinggi. Menurut hasil jajak pendapat lembaga survei Polmarck terkini, elektabilitas Ganjar yang tertinggi (23%), Prabowo Subianto 17%, dan Anies Baswedan 14%. Semua angka ini saya bulatkan. Pencapresan Ganjar oleh PDI-P tentu saja berdampak besar. Pasti konstelasi koalisi berubah, terutama terkait koalisi besar (Golkar, Gerindra, PKB, PAN, PPP). Koalisi ini diinisiasi Jokowi tanpa mengundang PDI-P. Ketika diluncurkan beberapa hari lalu, Prabowo diniatkan sebagai bacapres koalisi besar. Sebelum Ganjar dideklarasikan siang ini, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani melakukan safari politik ke parpol-parpol di koalisi besar. Tidak jelas apakah ketika itu PDI-P telah menyodorkan Ganjar sebagai bacapresnya. Tetapi kita tidak mendengar respons positif dari koalisi besar terhadap safari Puan. Bisa jadi waktu itu PDI-P menawarkan Puan sebagai bacapresnya, yang elektabilitasnya rendah. Karena tidak diminati parpol lain, PDI-P dipaksa merespons realitas politik secara masuk akal terkait pilpres. Yang berdampak besar terhadap pencapresan Ganjar adalah bacapres Prabowo. Sudah jauh-jaauh hari Gerindra di bawah kepemimpinan Prabowo dan PKB pimpinan Muhaimin Iskandar telah berkomitmen secara lisan untuk membangun koalisi di mana diperkirakan Prabowo sebagai bacapres dan Cak Imin sebagai bacawapres. Dari sisi elektabilitas, Gerindra memang lebih tinggi daripada PKB. Bagaimanapun, koalisi yang mereka sebut \"Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya\" (KKIR) sangat mungkin merupakan siasat Cak Imin untuk menarik parpol lain bergabung. Kalau KKIR tidak laku, PKB bisa melompat ke tempat lain. Maka ketika PDI-P menjadikan Ganjar sebagai bacapres, akan masuk akal kalau PKB bergabung ke PDI-P. Pencapresan Ganjar juga memunculkan pertanyaan tentang kelangsungan koalisi besar, apalgi Jokowi kini telah berbalik mndukung PDI-P dengan Ganjar sebagai bacapres. Koalisi besar merupakan gabungan KKIR dan Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB (Golkar, PAN, PPP). Kalau PKB bergabung dengan PDI-P, besar kemungkinan KIB juga akan merapat ke sana. Di atas kertas, Ganjar berpeluang lbh besar untuk menang ketimbang Prabowo. Lagi pula, koalisi besar belum terbentuk secara resmi. Ia juga blm memiliki bacapres ataupun bacawapres. Dus, logis kalau KIB dan PKB bergabung dengan PDI-P. Bahkan karena PDIP sangat butuh suara Nahflyin, sangat mungkin Cak Imin akan dipilih sebagai bacawapres. KIB tak punya pilihan lebih rasional daripada ikut PDI-P bersama PKB untuk membangun koalisi kalau tidak tertarik bergabung dengan KPP. Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP (Nasdem, Demokrat, PKS) akan stabil karena komitmen mereka sudah sangat jauh dan pasti juga mereka telah mengantisipasi kemungkinan Ganjar menjadi kompetitor Anies. Kalau prediksi saya tidak meleset bahwa koalisi besar (tanpa Gerindra) akan bergabung dengan PDI-P, timbul pertanyaan ke mana Gerindra-Prabowo, yang telah ditinggal sendirian, akan berlabuh? Tidak mngkin Gerindra bergabung dengan KPP kalau syaratnya Prabowo menjadi bakal cawapres karena KPP telah punya bacapres dan \"bacawapres\". Sulit jjuga Gerindra-Prabowo bergabung dengan koalisi baru pimpinan PDI-P untuk alasan yang sama karena mereka telah punya pasangan pasti: Ganjar Muhaimin/Airlangga Hartarto. Dengan demikian, mungkin untuk ke sekian kalinya Prabowo menemukan dirinya kurang beruntung. Selalu saja ia ditinggalkan oleh orang-orang yang dia percayai. Pasalnya, Prabowo suka lupa pada hukum besi politik bahwa \"tidak ada kawan yang abadi kecuali kepentingan.\" Bagaimanpun, Prabowo jangan pernah meninggalkan pendukungnya yang ia janjikan akan timbul tenggelam bersama mereka. Kini tiidak ada yang lebih penting bagi Prabowo kecuali menyadari \"I\'m the past\". Kuburkan saja mimpi lama menjadi presiden. Prabowo lebih dikenal sebagai tokoh paling berhasil dalam perannya sebagai king maker. Kalau bergabung dengan koalisi baru pimpinan PDI-P, peran Gerindra akan dipandang kurang signifikan ketika di sana sudah ada Golkar, PKB, PAN, dan PPP. Kalau ia bergabung dengan KPP, bukan saja Prabowo pulang kandang yang akan disambut pendukungnya yang dulu ia kecewakan, tapi juga ia akan dilihat sebagai \"king maker\". Pasalnya, Gerindra adalah parpol terbesar kedua setelah PDI-P. Bergabungnya Gerindra ke dalam KPP akan memberikan insentif elektoral yang sangat signifikan bagi Anies dan pasangannya. Kalau nanti capres-cawapres KPP menang -- peluang menangnya cukup besar -- Gerindra akan dapat kue lebih besar di pemerintahan Anies. Dus, pilih menjadi perunggu di koalisi pimpinan PDI-P atau menjadi emas di KPP. Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin. Tangsel, 21 April 2023
Habis Terang Terbitlah Gelap
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih HABIS gelap terbitlah terang : konon menceritakan perjuangan Kartini menggapai hak yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Lain zaman lain ceritanya , \"habis terang terbitlah gelap\" adalah cerita setelah UUD 45 diganti dengan UUD 2002. Realitas amandemen yang hanya mempertimbangkan berdasar logika politik berbasis filsafat dan ideologi liberal. Negara menjadi gelap gulita terjadinya inkonsistensi dan inkoherensi atau ketidak runtutan dalam UUD 2002. Negara kebangsaan sebagai norma fundamental dalam pembukaan UUD 45 berubah menjadi negara kontrak sosial. Terbaca dengan jelas alurnya pada psl 1 UUD 2002, negara kesatuan yang berbentuk republik dalam jabaran pasal pasalnya tidak merupakan derivasi dari \"staatsfundamentalnorm\". Termuat antara lain menyimpang pada pasal 18 tentang otonomi daerah. Pada pasal 22 C dan 22 D, terdapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) jelas menggunakan asas ideologi liberal- federalisme, sama sekali tidak menggambarkan negara kebangsaan Indonesia, berbentuk Republik Persatuan. Yang pada hakekatnya tersusun atas elemen elemen seluruh bangsa. Sementara DPD tidak memiliki kekuasaan legislasi, anggaran maupun pengawasan, hanya sebagai badan komplementer tidak memiliki original power, mustahil bisa menyuarakan aspirasi daerah . Negara terdiri dari ribuan pulau, macam macam suku bangsa, adat istiadat, agama , golongan dan unsur lainnya termarjinalkan. Dasar filosofi negara pada pasal 1 ayat 1 UUD 45 berbunyi: \"Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang bentuk Republik\" sebagai kajian hermeneutika para pendiri bangsa dihancurkan. Konsep negara integralistik , negara tidak memihak pada golongan paling kuat tetapi menjamin keselamatan hidup bangsa secara keseluruhan dan tidak dipisah pisahkan, dibabat habis dan diporakporandakan. Negara kesatuan bukan merupakan kesatuan negara bagian (federasi) melainkan kesatuan keseluruhan unsur negara yang bersifat fundamental. Basis ontologis negara kesatuan adalah merupakan kodrat dari Tuhan YME. Negara bekerja demi kepentingan seluruh rakyat. Logis dari faham bahwa \"negara adalah masyarakat itu sendiri\" dan faham bahwa antara negara dan masyarakat terdapat relasi hierarki neo genetik. \"Negara dari konsep yang terang menjadi gelap\" adalah dampak hasil amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002, negara dipaksakan diimplementasikan dalam ketatanegaraan Indonesia menjadi model \"bentuk negara federal dan mendasarkan pada filsafat kapitalis dan liberalisme. \"Perubahan Pasal UUD 45 pada amandemen 1 sampai 4 - hakekatnya merubah UUD 45 menjadi UUD 2002\". Pada Amandemen ke 4 MPR dicabut nyawanya, tersisa satu sukmanya sebagai pelengkap, disisakan hanya ikut mengesahkan UU. \"95 % pasal UUD 45 sudah di rubah - isi perubahan negara menjadi negara kapitalis dan esensi Pancasila sudah lenyap sekalipun masih tercantum dalam Pembukaan UUD 2002\" Rezim saat ini sudah tidak boleh berlindung, menipu dan melakukan pembobolan kepada rakyat dengan menyatakan negara berdasarkan UUD 45 tetapi harus menyebutkan bahwa negera saat ini berdasarkan UUD 2002. Kalau tidak disadari dengan sungguh-sungguh keadaan perubahan negara yang telah menyimpang dari UUD 45 dan tidak segera kembali ke UUD 45 negara Indonesia benar akan gelap gulita. (*)
Muhammadiyah, antara Dinamika Ijtihad dan Inkonsistensi Pemikiran
Oleh : KH. Dr. Ahmad Musta’in Syafi’ie, M. Ag - Pakar Tafsir. Mudir MQ Tebuireng. Ketua Dewan Masyayikh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. SEJAK Muhammadiyah lahir hingga Pak Harto lengser, dalam menyuka hilal selalu pakai rukyah. Malah derajat hilalnya tinggi-tinggi, 4, 6 dan seterusnya. Tahun 90an pernah istikmal tiga kali berturut-turut (?). Era itu, tim rukyah NU yang berhasil merukyah dan datang ke kantor Pengadilan Agama.atau Depag, berani disumpah mesti gak digubris. Kantornya ditutup dan sebagainya. Bagi KH. Mahfudh Anwar, pakar Falak Jombang, dua derajat lebih sdikit sangat memungkinkan rukyah. Maka NU sering Riyoyo duluan. Pemerintah yang dikuasai Muhammadiyah selalu istikmal. Dalilnya di TV pasti ayat kewajiban taat kepada Ulil Amri. Maklum, Muhammadiyah lebih disayang Pak Harto. Bagitu Pak Harto lengser dan Gus Dur jadi presiden, Muhammadiyah yang semula menguasai Depag dan pakai derajat tinggi mesti terlambat, berubah total dengan menggunakan metode imkan al-wujud, meski tak mungkin bisa dirukyah. Yang penting hilal sudah ada, di atas ufuk berapa pun derajatnya, persyetan dengan rukyah-rukyahan. Teori imkan al-wujud ini pernah muncul di Mesir saat Lembaga Syariah dipimpin oleh Al-syaikh Ahmad Mustafa al-Maraghi tahun 1930-an meski tidak diterima oleh jumhur ulama di sana. Dilihat dari sejarahnya, perubahan pola pikir Muhammadiyah soal hilal ini jelas terkait dengan situasi politik. Dan pembacaan ini sah-sah saja. Dulu, saat berkuasa, dulur-dulur Muhammadiyah istiqamah hadir di sidang Itsbat dan berdasar rukyah. Kini, entahlah. Di TV, demi pembenaran diri dan menyindir NU mereka ndalil “athi’u Allah wa athi’u Al-rasul wa Ulil Amr minkum. Sekarang, entahlah. Dalam sebuah diskusi soal pola pikir dulur-dulur Muhammad tentang hilal ini, pernah penulis lontarkan pertanyaan: ini dinamika ijtihad atau inkonsistensi pemikiran? Beda, kalau NU sejak dulu, baik sdang berkuasa atau tidak selalu pakai Rukyah. Sementara Muhammadiyah, saat berkuasa dulu pakai Rukyah, sedangkan saat ini, tidak. Demi maslahah umat, gimana kalau podo ngalahe sehingga bisa kompromi. Ibarat jual beli dan amrih dadine, yang atas turun dan yang bawah naik. Contoh, hilal minimal satu deraja atau berapa? Bisa dirukyah atau tidak? Perkoro dalil sama-sama punya. Perkoro argumen juga sama-sama punya. Hanya orang bijak yang bisa mengedepankn masalah ammah, mengenyampingkn ego sektoralnya. Apapun adanya, sesama mukmin adalh saudara Dan al-Faqir tetap berucap : تقبل الله منا ومنكم الصيام والقيام وجعلنا من العائدين الفائزين والله معكم (*)
Jokowi Gagal: Suara PDIP dan Partai Pendukung Bisa Terpuruk, Kecuali
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) TUGAS utama Partai Politik seharusnya memperkuat DPR sebagai lembaga legislatif pembuat undang-undang, dan mengawasi pemerintah, presiden dan jajarannya, agar selalu melaksanakan tugasnya sesuai undang-undang dan konstitusi yang berlaku. Memang benar, partai politik mempunyai tugas “sampingan”, yaitu mengusulkan pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden. Pada pilpres 2014 dan 2019, PDI Perjuangan (PDIP) mengusung Jokowi, dan berhasil membawa Jokowi menjadi presiden Indonesia dua periode. Selain PDIP, ada enam partai politik lainnya yang tergabung dalam kabinet pemerintahan Jokowi 2019-2024, yaitu Golkar, PKB, Nasdem, PAN, PPP dan Gerindra. Masalahnya, prestasi Jokowi selama dua periode terbilang sangat buruk. Jokowi gagal membawa Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera. Pertama, Jokowi gagal memberantas kemiskinan. Jangankan memberantas, sekedar mengurangi kemiskinan saja gagal. Tingkat kemiskinan selama 2014-2022 hanya turun 1,39 persen, dari 10,96 persen (2014) menjadi 9,57 persen (2022). Sedangkan tingkat kemiskinan 2019-2022 malah naik 0,35 persen, atau naik 1,57 juta orang, dari 24,79 juta orang (2019) menjadi 26,36 juta orang. Kedua, Jokowi gagal memberantas korupsi. Indeks persepsi korupsi selama delapan tahun (2014-2022) stagnan di skor 34. Indeks persepsi korupsi 2019-2022 bahkan anjlok dari 40 menjadi 34. Semakin rendah indeks korupsi, semakin buruk. Artinya, korupsi semakin menggila. Tindak pidana pencucian uang tidak terkendali. PPATK menyebut, uang judi ilegal mencapai Rp155 triliun, transaksi mencurigakan di Kemenkeu mencapai Rp349 triliun, dan melibatkan 491 pegawai Kemenkeu. Kejahatan lingkungan dan tambang ilegal dibiarkan bertumbuh liar dan tidak terkendali. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220725161210-85-825891/pemerintah-ungkap-2700-tambang-ilegal-di-indonesia/amp https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230325162934-12-929284/anak-buah-mahfud-ungkap-1083-aduan-tambang-ilegal-cuma-254-diproses Yang lebih memprihatinkan, Jokowi gagal menegakkan konstitusi, bahkan terindikasi melanggar konstitusi. Misalnya, PERPPU No 1/2020 (PERPPU Korona), yang disahkan dengan UU No 2/2020, melanggar Pasal 23 UUD tentang keuangan negara, di mana APBN seharusnya ditetapkan dengan UU, bukan dengan Peraturan Presiden (Perpres). Sebagai konsekuensi, APBN 2020, 2021 dan 2022 yang ditetapkan dengan Perpres menjadi tidak sah. Selain itu, UU Cipta Kerja juga melanggar konstitusi (bersyarat), sesuai Putusan MK. Tetapi pemerintah malah undangkan lagi melalui PERPPU Cipta Kerja. Dan masih banyak peraturan dan undang-undang lainnya yang terindikasi melanggar konstitusi. Kegagalan Jokowi menjadi kegagalan tujuh parpol “koalisi” pendukung pemerintah, khususnya PDIP sebagai parpol pendukung utama. Sebagai konsekuensi, perolehanan suara PDIP, dan parpol pendukung Jokowi, akan anjlok pada pemilu mendatang. Karena rakyat akan mengalihkan suaranya kepada parpol “non-pemerintah”, atau parpol baru yang mempunyai sikap antitesa pemerintah. Untuk mengatasi dampak negatif ini, PDIP harus berani melakukan koreksi pada pilpres mendatang. Misalnya dengan mendukung capres harapan rakyat, yang mempunyai visi dan misi berlawanan dengan kebijakan Jokowi yang selama ini terbukti gagal. Nasdem sebagai partai pendukung Jokowi sudah meninggalkan Jokowi terlebih dahulu. Nasdem mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres 2024, jauh sebelum Demokrat dan PKS, dua partai “oposisi” saat ini, memberi dukungan kepada Anies. PDIP sepertinya baru tersadar, bahwa capres hasil pencitraan pasti gagal. Jokowi gagal. Dan capres pencitraan lainnya juga pasti gagal. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230419123005-32-939750/pdip-kami-belajar-banyak-ketika-pemimpin-hanya-bermodal-pencitraan/amp Kalau pemilu (pemilihan anggota DPR) tidak bersamaan dengan Pilpres, hampir dapat dipastikan perolehan suara PDIP dan partai politik pendukung akan jeblok, karena kegagalan Jokowi. Pemilu serentak bisa menyelamatkan perolehan suara PDIP di DPR. Syaratnya, PDIP harus mengusung capres yang mampu mengatasi permasalahan bangsa dewasa ini. Antara lain, memberantas korupsi dan memberantas kemiskinan secara efektif. Untuk itu, PDIP sempat bersuara, calon pemimpin yang akan datang harus kokoh secara ideologi, visioner, profesional, dan memahami kehendak rakyat. Rizal Ramli adalah sedikit dari tokoh yang memenuhi kriteria tersebut. Seperti dikatakan Anies, Rizal Ramli tokoh yang konsisten perjuangkan keadilan. Kalau pilpres bisa diikuti oleh setidaknya Anies Baswedan dan Rizal Ramli, maka siapapun yang menang merupakan kemenangan rakyat Indonesia. https://elshinta.com/news/277555/2022/08/25/anies-sebut-rizal-ramli-figur-yang-konsisten-perjuangkan-keadilan- —- 000 —-
Mewaspadai Mahfud MD
Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Jogjakarta Politisi senior M. Hatta Taliwang menulis Surat Terbuka untuk Menko Polhukam Mahfud MD atas sikap dan gebrakannya alhir-akhir ini. Ada tiga Point yang disampaikan Hatta Taliwang dalam surat itu antara lain: pertama: masalah 349 T itu termasuk korupsi atau tidak? Kedua: kalau korupsi, maka tentu harus segera dilakukan penindakan oleh Kepolisian/Kejaksaan yang di bawah koordinasi Menkopolhukam. Ketiga: mengapa justru wacana UU Perampasan Aaet yang digembar-gemborkan, sehingga inti masalah 349 T bergeser. UU Perampasan Aset soal tersendiri, dan butuh waktu panjang untuk membahasnya. Tapi yang penting tindakan nyata secara hukum atas isu 349 T itu yang utama untuk menyelamatkan uang yang mungkin dikorupsi dari negara/pajak rakyat. Sekali lagi Prof Mahfud, tindakan lanjut secara hukum, itu yang utama. Siapa yang tahu surat ini sampai atau tidak sampai ke alamat yang dituju. Jikalau sampai kepada yang bersangkutan, surat ini boleh jadi dibaca, dan bisa jadi tidak dibaca. Jikalau surat ini dibaca, boleh jadi yang bersangkutan bereaksi atau tidak bereaksi. Jikalau yang bersangkutan bereaksi, orang tidak tahu, reaksinya positif atau negatif. Jikalau reaksinya negatif, maka surat ini boleh jadi selesai. Tetapi boleh jadi berlanjut dengan pertanyaan-pertanyaan balik kepada penulisnya. Harapannya, surat seseorang yang peduli dengan nasib bangsa ini direspons dengan saksama oleh Menkopolhukam yang cendekia. Agus Wahid, analis Center for Public Policy Studies (CPPS) Indonesia menulis, luar biasa keberanian Machfud MD membongkar persoalan transaksi keuangan senilai Rp 347 trilyun. Publik pun terpukau ketika Menko Polhukam itu berdebat di Komisi III DPR RI terkait ancaman pidana akibat membuka transaksi keuangan yang tidak boleh keluar dari pejabat PPATK. Kita perlu menilai Mahfud MD. Pertama, keberaniannya dalam perspektif penegakan hukum harus diacungi jempol. Namun, mengapa baru kali ini dia bersuara lantang? Mengapa angka transaksi yang mencurigakan itu terhitung sejak 2009? Kedua, posisi Mahfud MD tak terpisah dari istana. Apa pun manuver dari anasir rezim sulit dipisahkan dari nuansa politik. Keberanian Mahfud MD merupakan instruksi istana untuk bicara lantang atas persoalan potensi pidana pencucian uang itu. Ketiga, Mahfud MD menjalankan fabrikasi informasi tentang pemerintahan yang committed to penegakan hukum. Bersih dari korupsi, tak kenal diskriminasi, meski melabrak koleganya sesama anggota kabinet. Keempat, melalui aksi bongkar-bongkar ala Mahfud MD, muncul spekulasi: istana sedang mempersiapkan Mahfud MD sebagai kandidat alternatif pengganti Ganjar Pranowo. Istana hanya memikirkan satu: pasangan yang didorongnya menang, dan arahnya meminta balas budi politik, jaminan keselamatan diri dan keluarganya, sera menitipkan kedua puteranya untuk meniti karir politik lebih jauh. Sisi lain, Mahfud MD digiring untuk bersanding dengan Anies. Mahfud MD akan menjadi bemper untuk menghadang penegakan hukum terhadap segudang kasus malpraktik kebijakan yang dilakukan Jokowi dan kedua anaknya, serta kepetingan para oligarki. Megaproyek ibukota Nusantara dan megapoyek China lainnya relatif aman. Di zaman Menko Polhukam Mahfud MD inilah keluar Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu. Mungkinkah Mahfud tidak tahu proses pembuatan Keppres itu? Inilah problem integritas Mahfud MD. Publik perlu ingat pernyataan Mahfud MD di siaran ILC, “Pemerintah, kalau sudah tidak mendapat kepercayaan rakyat, ya mundur. Ga perlu nunggu proses politik hukumnya.” Apakah gelombang reaksi publik saat ini tidak mencerminkan public distrust? Tak sedikit pun keluar dari mulutnya pernyataan Presiden Jokowi sebaiknya mundur. Totalitas rekam jejak Mahfud yang kurang elok bisa menjadi faktor kontraproduktif bagi kinerja Anies ke depan. Jangan sampai daya juang Anies yang sungguh-sungguh siap mewujudkan perubahan untuk negeri ini justru terhadang oleh wapres yang tak seprinsip. Ahmad Daryoko pun menulis, Mahfud MD sebagai Menko Polhukam sesuai Perpres No 6/2012 bikinan SBY adalah sebagai Ketua Komite TPPU. Sebagai Ketua Komite, salah satu tupoksinya adalah membina Tim/Komite TPPU tersebut. Mengapa tiba-tiba melakukan tindakan represif langsung membabat Timnya? Ini tanda tanya besar! Setiap Ketua Tim memiliki kesempatan besar untuk membunuh timnya dengan motif apa pun! Semoga Mahfud MD segera bertindak! (*)
Mendesak Perppu Perampasan Aset
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MENURUT Menko Polhukam Mahfud MD Pemerintah akan mengirimkan Surpres RUU Perampasan Aset kepada DPR setelah lebaran. Pasca ditetapkan UU No 7 tahun 2006 sebagai ratifikasi dari konvensi PBB \"United Nation Convention Against Corruption\" ramai diskursus agenda RUU Perampasan Aset. Akan tetapi baik Pemerintah maupun DPR nampaknya gamang untuk melakukan penyiapan dan pembahasan RUU. Surpres pun tidak kunjung dikirim ke DPR RI. Setelah hangat bahkan panas kasus dugaan transaksi mencurigakan 349 Trilyun di Kemenkeu yang diangkat oleh Menkopolhukam Mahfud MD, maka isu perampasan aset mengemuka kembali. RUU Perampasan Aset dipertanyakan kelanjutannya. Akhirnya dikemukakan Mahfud MD Surpres akan dikirimkan setelah lebaran. Masalahnya akankah DPR melakukan pembahasan cepat ? Di internal DPR sendiri nampak belum kompak dalam menyambutnya. Publik juga skeptis. Keengganan untuk membentuk Pansus Angket dalam kasus TPPU 349 Trilyun menunjukkan ketidak seriusan DPR untuk melakukan pemberantasan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Presiden harus mengambil inisiatif melalui penerbitan Perppu. Bukankah Perppu sering dibuat untuk mempercepat proses menuju Undang-Undang ? Terhitung 8 kali Pemerintahan Jokowi menerbitkan Perppu meski sebenarnya tidak memenuhi syarat adanya kondisi \"genting dan memaksa\". Dari yang ringan seperti Perppu kebiri dan Perppu penggantian pimpinan KPK hingga pengurasan dana APBN melalui Perppu Covid 19 dan juga Perppu Cipta Kerja yang melawan Putusan MK. Perppu itu rasanya dibuat semau-mau. Kini dalam kasus korupsi dan pencucian uang situasi \"genting dan memaksa\" sangat terasa. Negara terancam oleh para perampok bangsa. Temuan transaksi ilegal 349 Trilyun sebagaimana laporan PPATK adalah skandal besar puncak gunung es. Menunjukkan negara sesungguhnya dalam keadaan darurat (staatsnood). Staatsnoodrecht (aturan darurat) harus segera terbit. Perppu Perampasan Aset. Lima urgensi Perppu Perampasan aset, yaitu : Pertama, memberi kemudahan bagi penegak hukum memiliki dasar untuk melakukan perampasan. Misal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Atau KPK yang merampas harta terperiksa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan asal muasalnya. Kedua, dapat mengembalikan uang negara lebih cepat dan lebih besar. Proses peradilan hanya mampu mengembalikan yang \"terbukti\" di persidangan. Demikian juga jika terdakwa meninggal tidak bisa lagi dituntut. Ketiga, memberi efek jera. Dengan perampasan aset maka kekayaan hasil korupsi atau pencucian uang dapat dikejar seluruhnya dan ini dapat memiskinkan. Pihak-pihak lain akan takut melakukan perbuatan yang sama. Demikian pula dirinya kecil untuk mengulangi perbuatan Keempat, perampasan aset dapat menjadi hukuman pokok bukan hukuman tambahan atau dapat diganti penjara jika tak mampu memenuhi. Menghindari uang negara yang harus dikembalikan menjadi hilang. Kelima, dengan Perppu masalah penindakan dapat dilakukan segera dan secepatnya. Tidak menunggu waktu yang lama sebagaimana pembahasan RUU. Percepatan ini penting bila dikaitkan dengan keanggotaan Indonesia pada The Financial Action Task Force (FATF) yang dead line nya bulan Juni 2023. Tidak ada pilihan lain Perppu Perampasan Aset harus segera diterbitkan. Presiden Jokowi harus berani dan segera membuktikan konsistensinya dalam melakukan pemberantasan tindak pidana, korupsi dan pencucian uang. Kesempatan emas untuk mengakhiri jabatan dengan baik. Dan tidak menjadi pesakitan yang nanti dirampas aset-asetnya. Bandung, 20 April 2022
Rezim Rakus dan Buas
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih SECARA psikologi Mythomania adalah keadaan seseorang yang suka berbohong dan menipu dalam jangka waktu yang lama dan terus dilakukan. Model kompromi politik tipu-menipu masih menjadi watak licik yang terus-menerus dipertahankan bagi para pemburu kekuasaan yang rakus dan buas. Seolah menjadi DNA para pemburu kekuasaan. Pemburu kekuasaan berbeda dengan pejuang perubahan. Banyak fakta tersedia untuk menjelaskan kuatnya wabah politik tipu-menipu telah membutakan nurani. Rakyat membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kepribadian dan keimanan kuat untuk berpolitik secara jujur. Di ruang demokrasi kita, sampah kebohongan semakin bertumpuk akibat kemunafikan. Rakyat selalu menjadi korban rekayasa kebohongan, penipuan dan menjadi santapan dari kawanan srigala rakus pemburu kekuasaan. Pilihan bagi penguasa yang legitimasi politiknya semakin rendah maka tak ada pilihan bagi penguasa selain melakukan kebohongan, penipuan dan mengoperasikan kekuasaannya dengan: 1. Manipulasi politik melalui propaganda politik dan agitasi politik untuk maksud pencitraan politik; 2. Mobilisasi politik melalui: (a) suap politik (uang, barang, jasa, pangkat, jabatan, dan seks); (b) koersi politik (pembunuhan karakter dan penghilangan nyawa) Rezim ini dipengaruhi dan dikuasai oleh kapitalis banci yg merupakan persekongkolan antara lain (conspiracy), para taipan, korporatokrasi (penghancur lingkungan alam dan sosial, 9 barongsai, oligarki, gorilla betina merah, dan neo kolonialisme. Mereka bersekongkol untuk berkuasa secara absolut bagi kehancuran bangsa dan NKRI .. Harold Lasswell (Pakar ilmu politik dari Univ. of Chicago, US ) bahwa politik adalah tentang siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana. Kalau definisi seperti ini maka akan terjadi gambaran ilustrasi apapun yang dilakukan penguasa rakus, buas dan gila kekuasaan hanya untuk pemanis. Kekuasaan cenderung tirani maka kebohongan, penipuan, kecurangan dengan segala cara menjadi wajah kekuasaan bopeng saat ini akan terus terjadi. Prof. Kaelan mengatakan bahwa \"elite penguasa saat ini telah memurtadkan bangsa ini dari Pancasila\" Kepala yang baik dan hati yang baik selalu merupakan kombinasi yang hebat.” (Nelson Mandela). Negara yang dikendalikan dengan kepala yang busuk, rakus dan buas akan berakibat semua berantakan. (*)
Indonesia Itu Negara Hukum Palsu
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan AKHIRNYA Gus Nur dihukum penjara 6 tahun dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Solo tanggal 18 April 2023. Tuntutan JPU adalah 10 tahun. Pandangan sederhana menilai bahwa Hakim bijak memutus hukuman di bawah tuntutan Jaksa. Akan tetapi publik khususnya umat Islam dan masyarakat hukum menilai vonis 6 tahun adalah berlebihan, tidak adil dan itu bukanlah putusan hukum tetapi vonis politik. Tuduhan pelanggaran ITE, penistaan agama, dan ujaran kebencian berujung pada perbuatan melanggar hukum sesuai Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 tahun 1946 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP yaitu bersama-sama menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang sengaja menimbulkan keonaran di kalangan rakyat. Kebersamaan dimaksud adalah bersama Bambang Tri Mulyono yang juga dihukum penjara 6 tahun. Banyak pihak menyatakan peradilan PN Solo tersebut sebagai peradilan sesat (rechterlijke dwaling). Tidak berdasar hukum dan keadilan yang sebenarnya. Ada rekayasa atau kepentingan politik dibelakang putusan itu. Hal ini mudah difahami mengingat subyek sasaran adalah Presiden Jokowi yang dituduh berijazah palsu. Ada tiga cacat hukum Putusan yang Majelis Hakim paksakan dalil untuk menghukum terdakwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU No 1 tahun 1946, yaitu : Pertama, tidak ada atau terbukti menyiarkan berita bohong. Tuduhan Jokowi berijazah palsu belum bisa dikatakan bohong jika aslinya tidak ada atau ditunjukkan. Intinya tidak ada bohong untuk bukti yang benarnya tiada. Ijazah asli tetap misterius. Kedua, tidak menimbulkan keonaran di kalangan rakyat. Keonaran harus terbukti secara faktual di kalangan rakyat. Ada friksi atau konflik atau kerusuhan yang terjadi. Wacana atau polemik di media bukan keonaran. Hakim yang menyatakan terjadi keonaran tanpa bukti faktual adalah sembrono. Pasal karet penjerat. Ketiga, dengan sengaja menerbitkan keonaran tidak terbukti. Siaran podcast tidak bisa di kualifikasikan \"sengaja\" (opzet) apalagi sengaja untuk menimbulkan kerusuhan. Jauh tentunya. Hal itu berlaku untuk semua jenis \"sengaja\" baik opzet als oogmerk, opzet als Zekerheidsbewustzein, maupun dolus eventualis. Ada dugaan Majelis Hakim mendapat pesanan dengan mendasari Pasal 14 ayat (1) UU No 1 tahun 1946 untuk tudingan ijazah palsu Jokowi agar jika Putusan nanti \"inkracht\" atau berkekuatan hukum pasti untuk \"menyiarkan berita bohong\" maka menjadi legalitas berdasar Putusan Pengadilan bahwa \"ijazah Jokowi itu asli\". Ini berbasis pada argumen sebaliknya atau \"argumentum a contrario\". Ini namanya manipulasi sekaligus kejahatan hukum. Jokowi hingga kini tidak mampu untuk menunjukkan keaslian ijazah sarjana bahkan sekolah sebelumnya. Rakyat terus ragu dan bertanya-tanya. Diskusi Gusnur dan Bambang Tri adalah pertanyaan yang butuh klarifikasi bukan menyebarkan berita bohong. Jokowi tinggal jawab dan buktikan maka selesai. Karena tidak ada klarifikasi, maka tidak ada delik untuk menyebarkan berita bohong itu. Soal ijazah palsu berkonsekuensi pada integritas palsu. Andai benar bahwa ijazah Presiden Jokowi itu palsu maka berakibat hukum pada jabatan Presiden palsu, kabinet palsu, APBN palsu dan lainnya yang menyangkut keabsahan dari jabatan dan kebijakan. Masalahnya menjadi sangat serius. Ini skandal dan penipuan publik. Ketika UUD 1945 menyatakan bahwa Republik Indonesia itu sebagai Negara Hukum (rechtsstaat), maka dengan Putusan PN Solo tersebut Hakim telah mengetukkan palu dengan keras bahwa Indonesia adalah Negara Hukum Palsu ! Atau Negara Kekuasaan (machtstaat). Bandung, 19 April 2023
Soal Larangan Jilbab, Aspek Indonesia Desak Direksi PT Sarinah Mundur
Jakarta, FNN - ASOSIASI Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia untuk menurunkan Tim Pengawasan, terkait informasi adanya larangan kepada pekerja di PT Sarinah untuk menggunakan jilbab di lingkungan kerja. Tim Pengawasan Kementerian Ketenagakerjaan perlu segera turun untuk memperjelas dan bahkan memberikan sanksi kepada Direksi PT Sarinah jika benar ada larangan penggunaan jilbab di PT Sarinah. Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (18/04). Mirah Sumirat menegaskan, desakan ASPEK Indonesia kepada Kementerian Ketenagakerjaan adalah untuk memperjelas kasus ini, karena sudah ada klarifikasi dari Direksi PT Sarinah yang menyatakan tidak adanya larangan jilbab di PT Sarinah. Namun di sisi lain, aduan dan laporan dari karyawan PT Sarinah, kepada anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade, yang mengaku dilarang menggunakan hijab saat bekerja, juga tidak bisa dianggap remeh. Karena informasi itu disampaikan terbuka oleh anggota DPR dalam rapat kerja dengan Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo. Mirah Sumirat menduga, aduan dan laporan dari karyawan PT Sarinah adalah benar adanya. Berdasarkan pengalaman kami, masih banyak pekerja di perusahaan yang tidak berani menolak perintah manajemen dengan dalih pemberlakuan peraturan perusahaan, dan pekerja tidak berani bicara ataupun melaporkan kasusnya. Maka, ketika pengaduan dan laporannya masuk ke DPR, harus diusut tuntas oleh Kementerian Ketenagakerjaan bersama dengan Kementerian BUMN, tegas Mirah Sumirat. Mirah Sumirat juga menuntut Direksi PT Sarinah untuk mundur jika terbukti melarang pekerja menggunakan jilbab saat bekerja. PT Sarinah wajib menjamin kebebasan pekerjanya dalam menjalankan ibadah agamanya masing-masing, termasuk tidak melarang penggunaan jilbab selama bekerja. Tuntutan mundur kepada Direksi PT Sarinah karena dianggap tidak profesional dalam menjalankan PT Sarinah sebagai BUMN yang seharusnya menerapkan budaya AKHLAK sebagaimana digaungkan oleh Kementerian BUMN. Beberapa nilai AKHLAK yang wajib diterapkan di BUMN, antara lain, berpegang teguh pada nilai moral dan etika. Menghargai setiap orang apa pun latar belakangnya. Serta membangun lingkungan kerja yang kondusif, pungkas Mirah Sumirat. (*)
Makar dan Pelacur Politik
Oleh Sutoyo Abadi - Kajian Politik Merah Putih UMUMNYA politisi indonesia memahami politik dari dunia praktis. Hanya hitungan jari politisi yang memahami politik dari dunia akademik: teori dan praktek setelah belajar dan memahami ilmu politik. Di negara-negara maju, teori diilhami oleh praktik, di negara berkembang, praktik diilhami oleh teori. Politisi saat ini merasa paling pintar, sehingga lain sekolahnya lain bicaranya. Hanya memburu hidup hedonis dan enjoy live. Undang-Undang Pemilu dijadikan salah satu alat untuk memperpanjang nafsu ingin tetap berkuasa. Republik kita ini sedang sakit dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Banyak pejabat negara dan partai politik hanya sebagai “pelacur politik”. Orang-orang ini resminya anggota suatu partai tetapi tunduk pada pihak lain. Pemilu merupakan bagian dari amanah konstitusi, konstitusi dirusak adalah merupakan tindakan biadab, tercela hanya ingin tetap berkuasa, tidak ubahnya dengan “pelacur politik”. Bung Hatta sendiri kerap memberikan penyadaran, bahwa ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah sering terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap konstitusi. “Kita tidak hanya punya konstitusi, tetapi kita juga harus punya kesadaran, taat, menjunjung tinggi dan menjalankan, menjaga berkonstitusi, dengan konsekuen dan bertanggung jawab. Tugas utama seorang presiden adalah melindungi konstitusi dan melaksanakan undang-undang, bukan membuat kerusakan. Desakan impeachment atau pemakzulan terhadap sejumlah presiden yang melanggar konstitusi sudah merupakan hal biasa, karena demokrasi dan penegakan hukumnya berjalan beriringan. Sayangnya MPR sebagai lembaga tertinggi negara sudah di pangkas habis kekuasaannya. Pada amandemen ke empat fungsi MPR lumpuh total. Bahkan dengan UUD 2002 negara menjadi liar, kompas pembukaan UUD 45 di musnahkan dalam pasal pasal UUD 2002. Rezim saat ini mata gelap nafsu politiknya, berkolaborasi dengan para ketum partai politik yang telah berkuasa menggilas demokrasi mengabaikan dan melanggar konstitusi adalah perilaku liar dan barbar dalam negara. Kenapa dari mereka muncul tindakan yang melecehkan konstitusi ? \"Pertama\" karena banyak elite penguasa dan ketua umum partai di Indonesia saat ini yang memiliki komorbid, yaitu penyakit bawaan berupa kasus-kasus hukum yang menjeratnya belum tuntas atau diambangkan. Mereka tersandera dan harus tunduk melakukan kudeta konstitusi. Kasus-kasus hukum mereka seperti korupsi dan perbuatan tercela lainnya dibarter dengan dukungan kudeta terhadap konstitusi. \"Kedua\" berkembang dugaan munculnya wacana mempertahankan dsn mengamankan kekuasaan ini berkaitan dengan kekhawatiran kalau Presiden Jokowi menyelesaikan masa jabatannya dalam dua periode, diduga akan muncul gelombang tuntutan hukum dari masyarakat atas berbagai kebijakan yang merugikan rakyat yang dilakukannya selama berkuasa. \"Ketiga\" mereka berpolitik tidak berbekal basis pemahaman sejarah. Politik direduksi jadi seni menipu rakyat. Sebagai teknik transaksi bukannya etik. UUD 2002 untuk menyelundupkan agenda gelap, memanipulasi, menipu dan memperpanjang kekuasaan memenuhi syahwat para komprador liberalis, kapitalis dan imperialis gaya baru Jadi, esensinya, konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi mereka lecehkan sebagai sekedar sarana untuk merebut kedaulatan rakyat. Kini saatnya elemen-elemen pro demokrasi menyelamatkan konstitusi yang sedang terancam oleh kudeta para begundal makar konstitusi. Tokoh nasional Dr Rizal Ramli yang sejak awal mencermati gejala yang akan berimbas pada kehancuran konstitusi ini secara gamblang sudah memperingatkan kepada Jokowi, untuk hari hati jangan bertindak sembrono dan ugal ugalan. Resiko politik untuk Jokowi sangat besar dan akibatnya akan sangat mengerikan, sebagai makar dan pelacur politik ***