ALL CATEGORY
Prabowo-Cak Imin Meresmikan Sekretariat Bersama Gerindra-PKB
Jakarta, FNN - Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) meresmikan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerindra dan PKB di Menteng, Jakarta Pusat, Senin.“Hari ini kami resmi membuka Sekretariat Bersama Gerindra-PKB,” kata Prabowo ketika meresmikan Sekretariat Bersama Gerindra-PKB di Jakarta Pusat.Peresmian Sekretariat Bersama ini, tutur Prabowo, merupakan wujud implementasi dari kerja sama politik yang sudah diputuskan dan disepakati Gerindra dan PKB pada 13 Agustus 2022 di Sentul, Jawa Barat.“Hari ini adalah suatu bukti bahwa kerja sama kita solid, tekad kita solid, semangat kita tinggi, optimisme kita besar, keyakinan kita besar, dan kita akan maju ke rakyat untuk membela kepentingan rakyat,” kata Prabowo.Dalam kesempatan tersebut, Prabowo membuka kesempatan partai lain untuk bergabung dengan Koalisi Gerindra-PKB.“Ini awalan yang jelas, ada partai kebangsaan yang agamis, partai agamis yang kebangsaan. Kami yakin, nanti logonya tidak hanya terbatas dua partai,” tuturnya.Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra G. Budisatrio Djiwandono menjabarkan Gerindra-PKB sebelumnya telah menandatangani Piagam Deklarasi Koalisi kemudian pertukaran kunjungan antara kedua ketua umum dalam acara resmi masing-masing partai.Budi menambahkan bahwa Peresmian Sekber Koalisi Gerindra-PKB akan menunjukkan kedudukan yang sejajar dalam perumusan ideologi, strategi, dan arah pembangunan bangsa secara bersama-sama dengan melibatkan seluruh struktur kedua partai dari tingkat pusat hingga daerah.\"Sekber ini bukan hanya menjadi wadah untuk pemenangan Pemilu 2024, tetapi sebagai platform perjuangan bersama untuk menggabungkan pandangan dan program masing-masing partai untuk membangun Indonesia dalam bingkai persatuan,\" tuturnya.(ida/ANTARA)
Alarm Palsu Jokowi Versus Optimisme Palsu Menkeu Sri Mulyani
Jakarta, FNN - Di berbagai kesempatan, Pak Jokowi selalu mengingatkan bahwa situasi global memburuk dan kalau tidak hati-hati dampaknya bisa sampai ke Indonesia. Peringatan ini disebut masyarakat sebagai alarm palsu. Sementara, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa itu bukan fals alarm, karena memang terjadi di negara-negara tetangga dan bisa menyambar ke Indonesia. Sri Mulyani juga mengatakan bahwa Indonesia masih baik-baik saja. “Ya, itu juga false optimism. Optimisme palsu dari Sri Mulyani. Karena yang riil itu adalah Morowali, yang menggambarkan miniatur Indonesia, yaitu kesulitan ekonomi, disparitas, ketegangan etnis, dan itu yang membuat kita tahu bahwa kita ada dalam bahaya,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Senin (23/01/23), dalam sebuah pembahasan bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Kalau hanya masalah nilai tukar, kata Rocky, itu wilayah transaksi moneter, bukan hal yang riil. Hal yang riil adalah sinyal-sinyal dari bawah, yaitu pertentangan kelas, pertentangan buruh, dan itu dibaca sebagai bagian buruk dari ekonomi Indonesia. Rocky Gerung paham bahwa Sri Mulyani mesti memberi semacam optimisme keuangan. Tidak boleh Menteri Keungan pesimis. Tetapi, Jokowi jadi pesimis dalam upaya untuk membujuk rakyat supaya percaya bahwa dia bisa menyelamatkan Indonesia. “Jadi dua posisi politik yang berbeda, Sri Mulyani harus optimis karena dia tahu lalu lintas kebijakan yang bisa membahayakan Indonesia,” kata Rocky. Menurut Rocky, Pak Jokowi terus-menerus mengatakan bahwa situasi global memburuk dan bisa berdampak pada Indonesia karena dia ingin supaya krisis itu bisa dijadikan alasan untuk perpanjangan masa jabatan. Jadi, sebetulnya berbeda antara yang diterangkan oleh Sri Mulyani dan Jokowi. Kalau dikatakan tidak ada krisis, kata Rocky, memang tidak ada krisis di Indonesia. Karena dari segi pendapatan nasional, dalam beberapa semester ini justru melimpah, tapi karena komoditas yang tinggal dipetik. Sedangkan industri kita tidak tumbuh, tidak ada industri inovatif yang ditumbuhkan. Semua proyek yang masuk ke Indonesia selalu didampingi oleh teknologi asing dan pekerja asing. “Jadi, kalau kita lihat aktivitas Jokowi yang masih blusukan ke mana-mana, dia memang mempersiapkan semacam rencana darurat bila ekonomi memburuk sesuai dengan prediksi dia. Rencana darurat itu adalah menunda semua aktivitas politik karena alasan ekonomi,” tegas Rocky. Jadi, tambah Rocky, Jokowi memang menginginkan ekonomi memburuk supaya dia mendapat keuntungan dari situasi itu. Sedangkan Ibu Sri Mulyani tidak begitu jalan pikirannya. Dia selalu tahu bahwa orang tahu Sri Mulyani bisa menjaminkan reputasinya di dunia internasional. Tetapi, kalau pemburukan itu terjadi bukan karena faktor-faktor internasional, Sri Mulyani mau bikin apa. Jadi, kita mesti mendengar Sri Mulyani memberi keterangan sebagai keterangan yang teknokratik saja, sedangkan keterangan Jokowi yang bertentangan Sri Mulyani itu keterangan politis. (ida)
Etnis Cina di Negeri Pancasila, Berkah atau Bencana?
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Keharmonisan dan keselarasan hidup berbangsa dan bernegara etnis Cina di Indonesia kian terusik dan mulai digugat. Tak lagi sekadar individu sebagai warga negara, peran dan pengaruh etnis Cina kini terus merambah merepresentasikan swasta, BUMN dan negara leluhurnya. Lebih dari sekedar investasi dan utang, dominasi dan hegemoni Cina mulai mengancam eksistensi dan kedaulatan NKRI. Terlebih negeri yang berazas komunis itu, dengan kekuatan 9 Naga telah kokoh menancapkan kukunya dan menguasai hajat hidup orang banyak di bumi Pancasila. Ada fakta yang tak terbantahkan tentang warga Cina yang hidup rukun dan sudah kawin-mawin di Indonesia. Mereka yang hidup di pelosok kota dan desa sudah lama membaur, akrab dan menyatu dengan pribumi. Warga Cina yang sudah menyatu dalam tumbuh-kembangnya negara, berhasil membangun kohesi sosial dengan seluruh rakyat Indonesia. Dalam pelbagai lapisan masyarakat, warga Cina terintegrasi dengan penduduk pribumi tanpa tersekat oleh status kaya-miskin, minoritas-mayoritas dan kalangan istimewa-terpinggirkan. Tersebar dalam beragam profesi dan pelbagai aktifitas. Sebagian besar tak lagi terkendala oleh kesan warga keturunan, orang Cina hidup bergaul bercampur gaya hidup, hobi dan kebiasaan sehari-hari dengan warga asli Indonesia. Masyarakat Cina berhasil menjadikan budaya Cina berdampingan dengan budaya nasional Indonesia tanpa menggerus eksistensi suku, agama, ras dan antar golongan yang ada dan sudah menjadi tradisi. Mulai dari film, makanan, bahasa, seni bela diri dan barongsai, dll., kerap dipakai dan digemari tidak sedikit oleh bangsa Indonesia. Rakyat tak bisa melupakan prestasi Rudi Hartono, Liem Swie King, pasangan Kevin Sanjaya-Marcus Gideon dll., di dunia olah raga bulutangkis yang telah mengharumkan nama negara bangsa Indonesia. Rakyat juga mengenal Soe Hok Gie aktifis pergerakan di masa lalu dan sederet nama seperti Kwik Kian Gie, Jaya Suprana, Anthoni Budiawan, Lius Sungkarisma, ustad Felix Siaw dlsb., yang kritis dan tetap menunjukkan nasionalisme dan patriotismenya untuk negara Indonesia. Bangsa ini juga tak bisa mengabaikan peran orang-orang seperti Harry Tanoesudibyo dan masih banyak lagi yang berdedikasi tinggi ikut menopang dan menggerakkan roda ekonomi demi membantu pemerintah meluaskan lapangan pekerjaan dan mendorong pembangunan nasional. Mereka semua etnis Cina yang semangat dan jiwanya telah melekat kuat, menjadi bangga dan mencintai Indonesia. Dalam sejarah perjalanan politik pemerintahan Indonesia, etnis Cina sering mengalami gelombang pasang surut. Sepanjang Orde Lama di bawah pemerintahan Soekarno, warga Cina sangat dibatasi dalam pergaulan politik, ekonomi dan hukum. Begitu diawasi dan dikontrol sangat ketat, Presiden Soekarno sampai mengeluarkan PP No.10 Tahun 1959 yang berisi melarang warga Cina melakukan kegiatan ekonomi masuk di pedesaan. Begitupun eksistensi keturunan Cina dalam politik dan pemerintahan, Soekarno tak memberi kesempatan dan panggung untuk mereka. Soekarno dengan pilihan politik gerakan non-blok, yang tidak berafiliasi kepada Blok Barat dan Blok Timur memberi sinyal tidak terlalu akomodatif terhadap etnis Cina dalam pemerintahannya. Kebijakan Soekarno juga memarginalkan peran politik dan ekonomi etnis Cina. Warga Cina cenderung semakin dikekang usai peristiwa G30 S/PKI 1965 dengan Inpres No. 14 Tahun1967 tentang larangan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat. Karena kebijakan Orde Baru, etnis Tionghoa ini juga dipaksa mengikuti aturan dalam Surat Edaran No. 06/Preskab/6/67 yang mengharuskan nama Indonesia bagi warga Cina. Bahkan pergerakan masyarakat Cina di Indonesia juga di kontrol melalui Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC) oleh Orde Baru. Warga Cina atau keturunan betapapun mendapat perlakuan diskriminasi dalam era Orde Baru, pada orang per orang atau kelompok tertentu juga sering mendapatkan previllage atau kemudahan dari pemerintahan Soeharto. Terutama saat presiden Soeharto menjalankan kebijakan pembangunan yang mengusung konsep \" trickle dawn effect\". Presiden Soeharto mulai menghadirkan keleluasaan peran pengusaha Cina dalam negara, melalui keberadaan konglomerasi dalam ekonomi politik nasional. Penguasaan ekonomi dengan memberi peluang permodalan besar dalam industri dan akses perbankan yang luas, kehadiran Taipan mulai terasa di era Soeharto. Di bawah kekuasaan pemerintahan Soeharto, pesat lahir konglomerat China yang kini dikenal sebagai oligarki korporasi. Biar bagaimanapun peran politik dan peran ekonomi etnis Cina dalam pemerintahan Seokarno dan Seharto berbeda. Bisa dikatakan baik Soekarno dan Soeharto sama-sama masih membatasi warga Cina, baik dalam soal keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat. Begitupun dalam soal ekonomi dan politik, termasuk membatasi etnis Cina dalam wilayah pemerintahan. Soekarno maupun Soeharto masih menganggap, etnis Cina masih berorientasi pada negeri leluhurnya dan masih sulit mengikuti proses asimiliasi dalam kehidupan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Etnis Cina dianggap masih sangat eksklusif, primordial dan sektarian. Selain itu baik Orde Baru maupun Orde Lama, menganggap etnis Cina merupakan masyarakat yang memiliki kultur agresif dan ofensif secara ekonomi dan politik. Sehingga itu menjadi kekhawatiran rezim pemerintahan keduanya yang ingin melakukan proteksi masyarakat pribumi agar bisa lebih mandiri, maju dan lebih sejahtera. Etnis Cina di Indonesia mulai bisa bernapas lega dan merasakan kebebasan eksistensinya semenjak era kepemimpinan Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Melalui Keppres No. 6 Tahun 2000 yang diterbitkan pada 17 Januari 2000, kebijakan Gus Dur menghilangkan apa yang disebut sebagai diskriminasi terhadap etnis Cina. Pelaksanaan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat bagi etnis Cina berlaku lagi, mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967. Gus Dur bahkan mengeluarkan peraturan Konghucu sebagai agama baru di Indonesia selain penetapan perayaan Hari imlek sebagai hari libur nasional dengan kemeriahan Barongsai. Etnis Cina mulai merasakan zaman keemasannya, dalam sosial agama, sosial politik, sosial ekonomi dan sosial hukum dalam era Gus Dur yang justru menjadi awal era reformasi. Sebuah transisi kekuasaan yang menjadi babak baru yang ingin mengembalikan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan di bawah naungan NKRI. Wabah Cina di Negeri Pancasila Benar apa yang dikhawatirkan Soekarno dan Soeharto tentang pembatasan ruang gerak etnis Cina di Indonesia. Tak cukup terkait betapa kuatnya kesetiaan pada negara leluhurnya. Kehadiran etnis Cina di Indonesia mulai dari masa pergerakan kemerdekaan, pergolakan dan situasi genting NKRI dalam Orde Lama dan Orde Baru hingga 25 tahun era reformasi bergulir. Etnis Cina masih distigma sebagai negara bangsa dengan kultur yang suka membuat adu-domba, khianat dan menghalalkan segala cara. Koruptor, suap, judi, narkoba, traficking, pengemplang pajak, plagiator ulung, pembunuhan dan pelbagai kejahatan kemanusiaan lainnya. Semua catatan hitam yang historis dan empiris itu, cenderung semakin lekat dengan identifikasi sebagian besar etnis Cina. Pemimpin-pemimpin Indonesia terdahulu bangsa Indonesia masih menyimpan kekhawatiran dan keraguan terhadap nasionalisme dan patriotisme sebagian kebanyakan etnis Cina. Bukan sekadar karakter agresif dan ofensif dalam aspek ekonomi politik, kecenderungan etnis Cina juga terlalu dominan dan hegemoni dalam banyak aspek kehidupan. Terlebih superioritas etnis Cina terhadap rakyat pribumi Indonesia, berhasil membonceng ideologi dan kepentingan nasional bangsa Cina. Komunisme yang menjadi flatform negara Tirai Bambu itu, kini bukan hanya mengancam Indonesia sebagai negara berdaulat. Lebih dari itu, negara komunis Cina telah mewujud ancaman global. Keterpurukan kaum Muslim Uighur, Tibet, Sri Lanka, Zimbabwe, Nigeria, Uganda dll., menjadi contoh betapa berbahayanya monopoli, ekspansi dan tirani negara Cina baik secara ekonomi dan politik maupun ideologi dan agama. Cina dalam pergaulan internasional telah menjadi imperium baru global. Di negeri Pancasila, etnis Cina yang minoritas berhasil menguasai rakyat mayoritas. Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, etnis Cina berupaya cukup keras bergerilya dan berhasil menancapkan kukunya pada sektor ekonomi terutama pada perdagangan dan perbankan. Kini etnis Cina mulai merangsek dan menguasai jalur pemerintahan. Distribusi barang dan jasa, semakin diperkuat dengan intervensi dan bahkan menjadi \"inner circle\" kekuasaan penyelenggaraan negara. Etnis Cina, bahkan bisa mengendalikan pemerintah lewat individu maupun komunitas oligarki. Spirit orang dan bangsa Cina yang menjadikan komunisme mengadopsi kapitalisme dalam percaturan global. Membuat etnis Cina menguasai Indonesia dalam faktor teknis dan strategis kepentingan publik di semua lini, dari sektor hulu hingga ke sektor hilir. Segelintir orang Cina pada era Orde Lama dan Orde Baru yang hanya fokus pada bidang ekonomi yang terbatas dan elitis, kekinian mulai merambah ke semua sektor yang menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Bisnisnya pun mulai mengamankan aparat dan undang-undang untuk mengembangkan gurita bisnisnya. Kekuatan kapitalistiknya mulai mengatur konstitusi dan demokrasi. Dunia usaha mewujud oligarki, terus terstruktur, sistematik dan masif mengendalikan pemerintah dan negara. Etnis Cina yang lebih senang disebut warga Tionghoa ini, semakin digdaya secara kualitatif dan kuantitatif dalam penyelenggaraan negara. Sumber daya manusia baik pejabat maupun rakyat serta sistem yang menghasilkan produk politik dan hukum, sempurna di kuasai etnis Cina dalam tataran individu, kelompok dan sebagai irisan serta representasi negara yang menjadikan komunis sebagai dasar, cara dan tujuan global. Menjadi negara komunis yang kapitalis, melakukan kolonialisme dan imperialisme modern. Tak puas dengan menguasai sumber daya alam meliputi minyak, emas, batubara hingga nikel. Etinis Cina juga merambah retail bisnis kecil seperti alfamart-indomart, properti, hingga mal dan super blok. Bisnis yang sudah merambah industri perkotaan sampai ke pelosok desa, laut dan pegunungan tak lagi menyisakan kekayaan bagi rakyat dan negara Indonesia. Hampir 80% lahan di Indonesia dikuasai 1% dari seluruh rakyat Indonesia, tak lebih dari 25 orang pengusaha. Hanya dalam 2 periode kepemimpinan rezim Jokowi, oligarki korporasi yang dipimpin etnis Cina seperti 9 Naga telah sempurna menguasai hajat hidup orang banyak. Ekonomi nasional terkapar, sementara institusi negara seperti partai politik, DPR-MPR, MA, Kejakgung, MK, TNI-POLRI hingga KPU, tak lepas dari pengaruh oligarki, pemilik modal besar yang sudah terjun ke ranah politik. Bahkan pemilu dan pilpres 2024 sudah direkayasa sedemikuan rupa hasilnya meski belum dilaksanakan. Sungguh Dahsyat dan berbahayanya kekuatan oligarki yang ditopang segelintir etnis Cina. HIngga terorganisir bisa menentukan siapa presiden dan pemerintahannya, yang bisa menjadi boneka dan ternak- ternak oligarki. Etnis Cina yang diragukan kontribusinya dalam menyumbang kemerdekaan RI, telah menjadi penguasa yang seolah-olah menjadi pemilik negeri ini. Konstitusi dan demokrasi bisa dibeli, bahkan semua politisi, birokrat hingga presiden tak bisa lepas dari keinginan etnis Cina yang bertransformasi sebagai mafia oligarki. Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, kini di ujung tanduk dan terancam diakuisisi oleh Etnis Cina yang sudah memobilisasi TKA. Tak sekadar modal besar dalam bentuk investasi mega proyek, negara Cina juga sudah melakukan migrasi penduduknya yang populasinya sudah mencapai miliaran. Kentara sekali berkedok investasi dan utang, Cina dengan korporasi dan etnisnya yang minoritas, ingin meningkatkan status mayoritasnya dan pada akhirnya melakukan kolonialisasi dan aneksasi terhadap NKRI. Sebuah bahaya dan ancaman serius dari kekuatan kapital yang komunis yang ingin menguasai bumi nusantara. Serbuan TKA, jerat utang dan penguasaan ekonomi politik Cina, memberi tanda SOS bagi keberadaan dan keberlangsungan NKRI. Tragedi Morowali utara menjadi indikator dari arogan, rakus dan bengisnya rezim komunis Cina berkedok investasi dan utang. Banjir TKA Cina yang tak berkuaitas tapi disambut karpet merah, perilaku etnis Cina yang mulai sok kuasa dan berani berbuat aniaya terhadap rakyat pribumi bahkan kepada aparat, menjadi tanda-tanda ada upaya menjadikan Indonesia sebagai negeri jajahan Cina. Begitu kuat pengaruh dan peran etnis Cina di Indonesia, menjadi paralel dengan rendahnya integritas aparat birokrasi dan politisi di Indonesia. Dominasi dan hegemoni etnis Cina dalam ekonomi politik nasional menjadi cermin dari bobroknya mentalitas pemimpin dan pejabat di negeri ini. Perilaku menyimpang berupa korupsi, tradisi suap, dan upaya menghalalkan segala cara demi memenuhi ambisi dan tujuan meraih jabatan serta kekayaan telah menjadi konspirasi jahat antara etnis Cina yang menjadi oligarki dengan birokrasi. Rakyat pribumi harus terpinggirkan dalam selimut kemiskinan dan hidup menderita, sementara segelintir orang dan kelompok berpesta pora menikmati kekayaan dan fasilitas negara. Oligarki hitam yang eksploitatif dimotori pelaku bisnis dari etnis Cina, berselingkuh dengan para bejabat bermental bejad. Kekuasaan para pelacur dan penghianat-penghianat bangsa Indonesia ini, perlahan tapi pasti mengancam eksistensi Pancasila, UUD 1945 dan kedaulatan NKRI. UU Cipta Kerja, UU KUHP dll, menjadi bukti tak terbantahkan bahwa pemerintah dibawah kendali oligarki sebagai siasat mengebiri konstitusi, membungkam demokrasi dan membawa Indonesia ke dalam jurang kehancuran, Sepatutnya bangsa Indonesia sadar bahwa negerinya diambang kehancuran dalam genggaman negeri tirani Cina Komunis. Rakyat harus berani dan bangkit melakukan langkah-langkah dan tindakan revolusioner untuk menyelamatkan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Seluruh rakyat dan pemimpin-pemimpin agama dan politik harus bersatu membangun kekuatan perubahan. Seperti kata Bung Karno, rakyat harus berani menjebol dan membangun, melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi dari tatanan sistem yang sudah rusak yang disebabkan oleh anasir kapitalisme dan komunisme global, termasuk geliat predator Cina. Akankah rakyat Indonesia, memahami dan menyadari substansi realitas ekonomi politik saat ini?. Terlebih, khususnya perspektif peran dan pengaruh etnis Cina di Indonesia, berkah atau bencana?. Mampukah rakyat Indonesia, setelah dihantam pandemi Covid-19 yang bersumber dari kota Wuhan, dengan cerdas dan tangkas dapat melakukan refleksi dan evaluasi?. Bahwa sejatinya begitu kuat wabah Cina di negeri Pancasila. *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot, 23 Januari 2023/2 Rajab 1444 H.
La Nyalla Minta Kemenag Kaji Ulang Kenaikan ONH
Denpasar, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta Kementerian Agama (Kemenag) mengkaji ulang rencana kenaikan biaya ibadah haji tahun 2023. Menurutnya, saat perekonomian masyarakat mulai menggeliat pasca wabah Covid, usulan tersebut dinilai tidak tepat. “Sejak tahun 2020 lalu kita masih berupaya memperbaiki ekonomi. Tak terkecuali kelompok masyarakat yang telah mendaftar untuk berhaji. Jadi usulan kenaikan ongkos haji di tengah kondisi saat ini saya pikir tidak rasional,” kata LaNyalla yang sedang kunjungan kerja ke Bali, Sabtu (21/1/2023). Ditegaskan LaNyalla, estimasi kenaikan yang diusulkan juga terlalu tinggi. Kenaikannya hampir dua kali lipat dari tahun lalu. “Dan tentu ini sangat memberatkan. Tidak semua jemaah haji itu berasal dari kalangan mampu, banyak diantaranya mereka untuk bisa berangkat harus menjual tanah atau sawah,” tukas dia. Menurut Senator asal Jawa Timur itu, belum saatnya biaya perjalanan ibadah haji naik, apalagi hingga dua kali lipat. Jikapun terpaksa naik maka kenaikannya harus rasional. “Harus ditinjau ulang, dipertimbangkan dengan cermat, agar masyarakat yang masih terpuruk tidak semakin terbebani lagi,” tuturnya. Sebelumnya, Kemenag mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 menjadi sebesar Rp 98,8 juta per calon jemaah. Dari BPIH itu 70 persen dibebankan kepada jemaah haji atau sebesar Rp 69 juta. Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp 29,7 juta. Sementara biaya ibadah haji tahun 2022 sebesar Rp 39,8 juta. Ongkos ini juga lebih tinggi dibandingkan 2018 sampai 2020 lalu yang ditetapkan sebesar Rp 35 juta.(*)
Republik Lontong Sayur
Oleh Daniel Mohammad Rosyid - Guru Besar ITS Surabaya KELONTONGSAYURAN Republik ini makin nyata : encer, empuk, mudah disantap habis. Sangat menggiurkan pemodal, terutama asing. Soal rasanya lain lagi. Saat beberapa buruh pribumi mati di tangan TKA China di PT GNI, Morowali, dan kawan-kawan mereka ditangkap polisi dituduh sebagai provokator, lalu joget gembira bu Ramona saat menerima amplop langsung dari presiden di sebuah pasar di Manado, kemudian sidang kasus Sambo yang makin sulit dibedakan dengan sinetron, serta tuntutan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa ramai-ramai di depan Gedung DPR dari 6 tahun menjadi 9 tahun, maka kedunguan itu terasa begitu luas, dan nyata, namun tetap saja mencengangkan bagi sebuah negeri yang konon sudah merdeka 77 tahun. Bahkan pekik \"Merdeka\" itu baru saja diteriakkan 3 kali oleh petinggi partai paling berkuasa di Republik ini. Pekik merdeka itu terdengar ironis, jika kita menyaksikan betapa negara ini telah gagal melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi secara resmi mengakui pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di masa lalu sejak G30S/PKI, tragedi Talangsari dan Tanjung Priuk selama Orde Baru, kecuali penghilangan nyawa 6 orang pemuda pengawal seorang ulama kondang beberapa bulan silam yang terjadi di masa kepresidenannya sendiri. Ini hanya aksesori politik yang hanya menguntungkannya secara pribadi sekaligus bisa merupakan langkah awal permohonan maaf pada PKI yang keturunannya akhir-akhir ini semakin berani mengatakan dirinya sebagai korban pelanggaran HAM berat. Jika korbannya adalah pendukung PKI, maka sulit mengelak kesimpulan bahwa yang bersalah dalam pembantaian ratusan ribu manusia selama peristiwa G30S/PKI itu adalah ABRI dan ummat Islam. Jika permintaan maaf Pemerintah yang diwakili rezim berkuasa saat ini benar-benar terjadi, maka kita akan segera memasuki fase paling kelam dan menyesatkan dalam sejarah Indonesia di Abad 21 ini. Proses pelontongsayuran Republik ini terjadi sejak UUD45 diganti secara brutal oleh kaum sekuler radikal kiri maupun nasionalis dengan UUD2002. MPR sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat sekaligus lembaga tertinggi negara digusur oleh partai politik. Sejak itu politik sebagai barang publik dimonopoli secara radikal oleh partai politik. Bagaimana besar kekuasaan parpol itu dinyatakan secara tegas terbuka oleh Megawati di depan warga PDIP dan Presiden Jokowi saat perayaan HUT PDIP ke-50, bahwa selain elite parpol, manusia Indonesia itu pengemis politik yang patut dikasihani. Pemilu Presiden langsung yang oleh kaum liberal dibangga-banggakan sebagai pencapaian gerakan reformasi yang paling penting, terbukti hanya melahirkan presiden petugas partai, jika bukan boneka oligarki yang memasok logistik partai-partai politik itu. Bangsa ini sedang belajar merdeka. Lihatlah para anggota DPR masih tega membiarkan kasus unlawful killing aparat terhadap warga sipil berlalu begitu saja, dan buruh pribumi terbunuh bahkan dituduh sebagai provokator dalam konflik dengan para pekerja dan investor asing. Kini partai-partai politik di DPR akan menghadapi para Kepala Desa yang jika tuntutan perpanjangan jabatannya tidak dipenuhi DPR, para Kades itu akan menghabisi parpol-parpol itu saat Pemilu nanti. Mungkin para Kades itu hanya meniru sikap para pejabat publik yang berakrobat untuk memperpanjang masa jabatan mereka dengan menunda Pemilu atau mengubah UUD. Masa jabatan publik itu jadi seperti lontong yang bisa diperpanjang, tapi tidak mungkin diperpendek kecuali akan menjadi lemper. Para bandit, badut dan bandar politik yang kini memenuhi jagad politik negeri ini akan tetap menginginkan sebuah republik lontong sayur, bukan yang lain. (*)
Filosofi Perubahan Anies Baswedan
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SEMANGAT ingin memperpanjang jabatan Presiden tiga periode mendapat tantangan serius. Penentangan itu di samping dalam rangka memenuhi aturan Konstitusi juga karena kerinduan terhadap perubahan atas pola pengelolaan yang dijalankan Pemerintahan Jokowi selama ini. Ada yang menyatakan cukup dan segera pertanggungjawabkan. Adapula yang mengajukan resolusi agar kelak memberi sanksi hukum kepada para perusak negeri. Kenyataannya beban rakyat sangat berat mulai dari hutang, pajak hingga biaya hidup. Rezim Jokowi dinilai tidak membahagiakan. Muncul figur Anies Baswedan sebagai Calon Presiden untuk menjawab kehausan dan kerinduan rakyat pada perubahan tersebut. Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat meski belum melakukan deklarasi bersama untuk Anies Baswedan namun telah membentuk aliansi yang bernama Koalisi Perubahan. Dalam salah satu acara mengenai \"Ekonomi Kerakyatan\" di Bandung tanggal 21 Januari 2023, Anies Baswedan menjelaskan konsepsi atau filosofi dari perubahan yang dicanangkan. Ada empat filosofi itu bersifat kumulatif, yaitu: Pertama, meningkatkan hasil yang sudah ada. Artinya negara ini tidak dalam kondisi nol tetapi ada produk. Produk sejak masa merdeka itu tentu banyak yang baik. Atas yang baik itu bukan saja harus dipertahankan tetapi juga ditingkatkan. Kedua, mengoreksi yang buruk, menyimpang atau usang. Perbaikan baik reformasi atau restorasi atau apapun namanya hakekatnya adalah tidak membiarkan suatu keadaan itu tetap buruk. Mengkritisi dan mengoreksi dengan gigih. Mengubah menjadi baik. Ketiga, menghentikan yang seharusnya dihentikan. Berbagai proyek yang dijalankan secara tidak matang lalu mangkrak perlu pertimbangan untuk dihentikan. Demikian juga dengan agenda ambisius yang kurang bermanfaat hentikan saja. Kasus reklamasi adalah contoh. Keempat, inovasi atau berkreasi sesuatu yang baru dan bermanfaat. Membuat sesuatu yang baru jelas merupakan perubahan. Mengadakan yang asalnya tidak ada. Kreasi atau stagnasi adalah pilihan. Perubahan maknanya adalah kreasi untuk menembus stagnasi. Anies Baswedan dari sisi kualifikasi memang mumpuni. Dalam dan luar negeri. Di negeri yang sehat maka kompetisi itu murni berbasis dukungan rakyat. Figur beradu kualitas dan kepantasan. Bukan dengan pola ganjal mengganjal, cari-cari kesalahan atau melakukan kejahatan \"membunuh\" lawan dengan menggunakan alat kekuasaan. Apalagi kemudian mendorong boneka yang hanya bertumpu pada dukungan pemodal. Perubahan itu suatu keniscayaan dan maksimal tahun 2024 mesti terjadi perubahan. Pemilu harus berjalan. Hanya mereka yang takut kalah, terbongkar kejahatan, serta khawatir akan kelangsungan bisnisnya terganggu yang ingin menunda dengan segala cara. Sementara rakyat sudah bersiap menyambut gembira tumbangnya kezaliman melalui proses demokrasi yang konstitusional. Meskipun figur potensial lain juga mampu menjadi Presiden perubahan tetapi yang nampak terdepan saat ini adalah Anies Baswedan mantan Rektor, Menteri dan Gubernur DKI. Anies selepas menjadi Gubernur DKI digantikan oleh \"pemain\" yang mencoba menghapus jejak prestasinya di DKI. Meskipun demikian ia kini memiliki panggung silaturahmi yang lebih luas. Ia menyapa dan disapa rakyatnya. Anies Baswedan sedang merebut mahkota pertama dalam proses perjuangan yaitu \"Presiden Rakyat\". Pemilu hanya sarana untuk melengkapi status menjadi \"Presiden Istana\". Pecundang politik, buzzer, dan mistikus mulai gemetar menghadapi masa depan. Anies harus dipukul-pukul. Tapi hukum politik berbunyi \"semakin dipukul semakin bengkak\". Membesar dan membesar. Sulit menahan laju keinginan rakyat untuk perubahan. Anies ada di depan. Dengan konsepsi dan filosofi kumulatif pada perubahan berupa peningkatan, koreksi, hentikan dan inovasi maka Anies Baswedan bergerak dengan lentur dan dinamis. Ketika silaturahmi ke Bandung ia dihadiahi iket Sunda simbol kesabaran dan kewibawaan, pedang lambang perlawanan, buku kebijaksanaan dan pangsi hitam khidmah kebudayaan. Sampurasun...Rampes !
Siapapun Capres, Jangan AHY Jadi Cawapres (Bag-1)
Oleh Kisman Latumakulita - Wartawan Senior FNN TEMAN wartawan namanya Tariman mengirim puisi yang baitnya begini “Apapun makanannya, minumannya teh botol sosro. Saya jawab “cakep”. Dilanjutkan, “Siapapun Capresnya, asal jangan Mayor TNI Purnawirawan Agus Harimurti Yudhoyono MSc. MPA, MA yang menjadi Calon Wakil Presidennya”. Saya jawab lagi “cakep”. Partai Demokrat dan mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) diperkirakan sedang bekerja keras hari-hari ini. Kerja keras untuk apa? Tentu sedang berusaha dengan segala cara untuk meyakinkan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh agar sudi menerima Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon Wakil Presiden untuk Capres dari Partai Nasdem Anies Rasyid Baswedan. Kerja keras SBY juga dilakukan untuk meyakinkan Mas Anies Baswedan. Namun hasilnya sampai sekarang masih mentok atau kandas di gedung Nasdem Tower. Malah teman aktivis ’98 yang kini menjadi menjadi Ketua DPP Partai Nasdem menyatakan “AHY lagi direject di Nasdem Bang Kisman”. Masa harus dipaksakan AHY sih Bang? Kalau begitu di mana tempat untuk kita-kita para aktivis ’98 kakanda? “Kalau cuma AHY sih, kenapa bukan Bang Andi Arief, Bang Herman Khaeron atau Pak Syarif Hasan saja? Rekam jejak Bang Andi Arief dan Bang Herman Khaeron sebagai pejuang reformasi jelas. Bahkan sangat terang-benderang kedua abang ini. Adinda sangat yakin tidak ada yang meragukan eksistensi Bang Andi Arief dan Bang Herman Khaeron, “ujar teman yang sekarang menjadi anggota DPR RI tersebut. Saya bilang kepada mantan aktivis yang memanggil saya dengan “Bang Kisman” itu bahwa saya sependapat dengan adinda. Kayaknya untuk menjadi menteri saja, AHY belum pantas deh. Apalagi kalau dipaksakan menjadi Cawapres. Jauh panggang dari api. Kalau pangkat terakhir AHY di TNI adalah Mayor Punawirawan, maka Mayor dan Kapten itu level koordinasinya masih tingkat kecamatan. Tentu saja koordinasinya dengan Camat dan Kapolsek atau eselon dua di kantor Bupati dan Walikota. Mayor dan Kapten belum bisa untuk disetarakan dengan Bupati atau Walikota. Kalau Bupati atau Walikota itu, di tentara disetarakan dengan Letnan Kolonel (Letkol) dan Kolonel. Sedangkan pangkat Brigadir Jendral (Brigjen), Mayor Jendral (Mayjen) dan Letnan Jendral (Letjen) disetarakan dengan jabatan Gubernur atau Menteri. Masa Mayor jadi Cawapres. Apa kata dunia kalau Jenderal yang melapor ke Mayor karena Wakil Presidennya berpangkat Mayor purnawirawan. Para penghuni kebun binatang mungkin bakal tertawa terbahak-bahak melihat Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Mas Anies Baswedan sedang berjudi dengan nasib bangsanya. Mempertaruhkan nasib bangsa sebagai percobaan, karena AHY sedang dan akan belajar bagaimana mengelola negara? Belajar memimpin rapat koordinasi pengawasan antar kementerian yang menjadi tugas Wakil Presiden. Namun para penghuni kebun binatang agak terhibur, karena mendengar kabar baik bahwa AHY sebagai Cawapres Mas Anies masih direject di Nasdem Tower. Bang Surya Paloh kelihatannya gigih tidak mau AHY menjadi Cawapresnya Mas Anies. Bisa saja Bang Surya Paloh dan Mas Anies pilih Khofifah Indar Parawansa, Jenderal Gatot Nurmantyo, Jenderal Andhika Perkasa atau Jenderal Budi Gunawan sebagai Cawapres. Sekitar dua minggu lebih, sejak awal 2023 lalu, saya mencoba merenung-renungkan kembali informasi yang saya dengar dari adinda Ketua DPP Partai Nasdem. Akhirnya saya putuskan membuat tulisan. Sebagai wartawan dan aktivis di dua orde yang berbeda (Orde Baru dan Orde Reformasi) saya merasa terpanggil untuk ikut merasakan suasana kebatinan (keresahan) yang menimpa adinda Ketua DPP Nasdem soal AHY. Keresahan itu saya tulis di tulisan berseri dengan judul “Siapapun Capresnya, Asal Jangan AHY Yang Menjadi Cawapres”. Keresahan dari seorang aktivis yang sangat normal dan wajar. Bagaimana tidak, hingga kini masih sulit menemukan jejak digital adanya interaksi sosial yang terbangun antara AHY dengan masyarakat sipil (civil society) tentang berbagai persoalan sosial, politik dan hukum yang terjadi atas bangsa ini. Mungkin saja karena AHY bukan aktivis ’98. Mungkin juga karena AHY maunya tampil menyampaikan gagasan-gagasan besarnya di depan anggota atau simpatisan Partai Demokrat saja. Sangat jarang menemukan AHY tampil di panggung-panggung diskusi publik yang digagas atau dilaksanakan oleh kalangan civil society. Wajar saja kalau tidak banyak yang paham atau mengerti apa gagasan besar AHY tentang penegakan rule of law? Bagaimana AHY melihat ketimpangan gini ratio di Indonesia? Apa pandangan AHY tentang demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM) dan pelestarian lingkungan? Bagaimana langkah perbaikan ke depannya, agar bisa lebih baik dan bermartabat? Bagaimana caranya AHY memaknai kebebasan berpendapat yang telah diperjuangkan dengan susah payah oleh Bung Hatta, Profesor Soepomo, Rajiman Widyadiningrat dan Muhammad Yamin pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dari tanggal 15 dan 16 Juli 1945? Kebebasan berpendapat yang dituangkan oleh para bapak bangsa di pasal 28 UUD 1945 sebagai pasal terakhir yang disetujui PPKI. Istilah yang terkenal dari Bung Hatta untuk pasal 28 UUD 1945 ini adalah “Publieke Opinie”. Publik juga kering mendengar suara atau keresahan AHY tentang perilaku dan sepak terjang para konglomerat hitam, busuk, tamak dan culas. Oligarki yang menyandera dan menguasai jutaan hektar hutan. Sumber daya alam mineral (batubara, nikel, tembaga, dan emas). Lautan yang telah dikapling-kapling oleh pengusaha perikanan. Dugaan ekonomi Indonesia yang digerogoti secara terencana oleh pengusaha persekongkolan dan penguasa (Peng Peng). Jurang antara masyarakat yang kaya dengan miskin terbuka lebar. Berbagai masalah bangsa terjadi di depan mata hampir setiap saat. Ketimpangan yang bisa disaksikan publik dengan telanjang bulat. Misalnya, penegakan hukum yang hanya tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Hukum yang bisa ditransaksikan dengan mudah. Mulai dari pembuatan di DPR sampai putusan di pengadilan. Namun sangat susah untuk bisa menemukan suara keresahan yang datang dari AHY? Paling masyarakat hanya bisa menemukan gagasan atau pemikiran besar AHY itu di website, email, twitter dan instagram milik AHY pribadi atau Partai Demokrat. Sulit untuk bisa menemukan kehebatan AHY berupa pemikiran dan gagasan besar AHY tentang bangsa di luar media sosial (medsos). Padahal masyarakat mungkin sangat ingin dan berharap agar AHY keluar untuk berteriak mengkritisi berbagai persoalan dan ketimpangan yang terjadi atas bangsa ini. (bersambung).
Kuwait juga Mengecam Pembakaran Al Quran di Swedia
Kuwait, FNN - Pembakaran Al Quran oleh seorang ekstremis sayap kanan Swedia-Denmark di Stockholm, Swedia, juga menuai kecaman pemerintah Kuwait pada Sabtu (21/1).Di bawah perlindungan polisi, pemimpin partai sayap kanan Stram Kurs (Garis Keras), Rasmus Paludan, membakar sebuah Al Quran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, ibu kota Swedia.Peristiwa itu \"menyakiti perasaan umat Islam\' di seluruh dunia sekaligus merupakan provokasi serius,\" kata Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Salem Abdullah Al-Jaber Al-Sabah lewat pernyataan yang dikutip kantor berita Kuwait, KUNA.Menlu mendesak komunitas internasional \"untuk memikul tanggung jawab dengan menghentikan menghentikan tindakan yang tidak dapat diterima semacam itu serta mengecam segala bentuk kebencian dan ekstremisme, juga mengadili para pelaku.\"Pada Sabtu (21/1) pagi, Kementerian Luar Negeri Turki menggambarkan pembakaran Al Quran di Stockholm sebagai \"serangan keji\".\"Kami mengecam sekeras mungkin serangan keji terhadap kitab suci kami, Al Quran, di Swedia pada hari ini (21 Januari), meski sebelumnya telah kami peringatkan,\" kata Kemenlu melalui pernyataan. Lantaran Swedia telah memberikan izin bagi rencana pembakaran kitab suci umat Islam tersebut, Ankara membatalkan kunjungan Menteri Pertahanan Swedia Pal Jonson ke Turki.(ida/ANTARA)
Dikabarkan Kepala Staf Gedung Putih Ron Klain Akan Mundur
Rehoboth Beach, FNN - Ron Klain, Kepala Staf Kantor Presiden AS, berencana meninggalkan jabatannya dalam beberapa minggu mendatang, kata sejumlah sumber yang mengetahui hal tersebut, Sabtu.Klain telah memberi tahu Biden tentang rencananya itu, menurut para sumber saat mengonfirmasi artikel di New York Times yang mengatakan bahwa pembantu Joe Biden sejak lama itu akan meninggalkan posisinya setelah sang presiden menyampaikan pidato kenegaraan pada 7 Februari.Klain (61 tahun) memiliki sejarah panjang di Gedung Putih. Dia telah bertugas sebagai kepala staf bagi mantan Wakil Presiden Al Gore dan Biden saat dia menjadi wakil presiden dalam pemerintahan Presiden Barack Obama.Keputusan itu diambil saat Biden bersiap menyatakan niatnya untuk meraih masa jabatan empat tahun kedua pada 2024.Pengumuman tentang pencalonan diri Biden sebagai Presiden AS berikutnya diperkirakan akan dilakukan setelah pidato kenegaraan.The Times memberikan daftar panjang tentang kemungkinan siapa pengganti Klain.Di antara mereka adalah Menteri Tenaga Kerja Marty Walsh, mantan Gubernur Delaware Jack Markell, penasihat senior Biden Anita Dunn, dan penasihat presiden Steve Richetti.Selain itu, ada juga mantan koordinator pandemi Jeff Zients, penasihat kebijakan dalam negeri Susan Rice, dan Menteri Pertanian Tom Vilsack.Kabar soal rencana pengunduran diri Klain muncul ketika Biden menghabiskan akhir pekan di kediamannya di Pantai Rehoboth, Delaware.Kepala staf adalah salah satu jabatan paling penting di Gedung Putih dengan tingkat kelelahan yang tinggi.Pejabatnya bertanggung jawab mendorong agenda kebijakan presiden dan memastikan anggota staf Gedung Putih pantas dipekerjakan.Di bawah Presiden Donald Trump, empat orang telah bergantian memegang posisi kepala staf. Kepala staf pertama, Reince Priebus, memegang posisi tersebut hanya selama 192 hari.(ida/ANTARA/Reuters)
Indonesia Mengutuk Pembakaran Al Quran di Swedia
Jakarta, FNN - Indonesia turut mengutuk keras aksi pembakaran Al Quran yang dilakukan oleh seorang ekstremis sayap kanan Swedia-Denmark di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, Sabtu (21/1).“Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Al Quran oleh Rasmus Paludan, politisi Swedia, di Stockholm,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri RI melalui akun resminya di Twitter pada Minggu.Kemlu mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan penistaan kitab suci serta melukai dan menodai toleransi umat beragama.Kemlu juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab.Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom telah menanggapi insiden pembakaran Al Quran di negaranya.\"Provokasi islamofobia sangat mengerikan. Swedia menjunjung kebebasan berekspresi, tetapi bukan berarti pemerintah Swedia, atau saya sendiri, mendukung pendapat yang diungkapkan,\" kata Billstrom di Twitter.Billstrom sebelumnya mengatakan bahwa demonstrasi itu dapat meningkatkan risiko tertundanya pengesahan dari Turki atas permohonan Swedia untuk menjadi anggota NATO.Dikutip dari kantor berita Turki Anadolu, Rasmus Paludan, pemimpin Partai Stram Kurs (Garis Keras) membakar mushaf Al Quran atas izin pemerintah dan perlindungan polisi.Pemerintah Swedia mengizinkan aksi pembakaran Al Quran karena menilai hal itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat.Aksi pembakaran itu terjadi selama demonstrasi yang menentang permintaan Turki pekan lalu agar Swedia mengambil langkah tegas melawan PKK (Partai Pekerja Kurdistan) yang dianggap Turki sebagai kelompok teror.Swedia dan Finlandia secara resmi telah mengajukan diri untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tahun lalu.Namun, Turki menyatakan keberatan dan menuduh kedua negara itu menoleransi bahkan mendukung kelompok teror, termasuk PKK dan organisasi teroris Fetullah (FETO).(ida/ANTARA)