ALL CATEGORY

Usai Penangkapan Enembe, Komnas HAM Menemukan Indikasi Eskalasi Kekerasan

Jakarta, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan indikasi eskalasi kekerasan usai penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).\"Komnas HAM juga menemukan indikasi eskalasi kekerasan di Papua, terutama pascapenangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe,\" kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam unggahan video di kanal YouTube Humas Komnas HAM RI \"Komnas HAM: Respon Terkait Situasi HAM di Papua\", seperti dipantau di Jakarta, Sabtu.Atnike meminta semua pihak tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan konflik kekerasan di Papua semakin meluas. Lebih lanjut, ia juga menegaskan Komnas HAM mengecam tindakan perusakan fasilitas umum dan meminta semua pihak tidak menyebarkan informasi provokatif.\"Yang akan memunculkan sentimen negatif dan memperkeruh keadaan,\" tambahnya.Secara khusus, Komnas HAM meminta kapolda Papua, pangdam 17 Cendrawasih, dan pemerintah daerah di Papua dapat menciptakan situasi kondusif secara berkelanjutan dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat untuk meredam ketegangan di Papua.Dalam kesempatan tersebut, Atnike juga menyampaikan apresiasi pernyataan dan arahan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam kunjungan kerja ke Papua beberapa waktu lalu untuk mendukung upaya penanganan pengungsi.\"Komnas HAM berharap TNI dan Polri dapat memberi rasa aman bagi para pengungsi untuk kembali ke rumahnya,\" tambahnya.Dia juga meminta kepada TNI dan Polri mengambil langkah yang diperlukan dalam penanganan situasi keamanan di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, dengan tetap mengedepankan norma dan prinsip HAM.\"Ke depan, Komnas HAM akan terus memantau situasi HAM di Papua,\" ujar Atnike.(ida/ANTARA)

Pesan SBY MMembawa Angin Segar bagi Demokrasi

Jakarta, FNN - Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said menilai pesan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang meminta agar Pemerintah tidak mencampuri terlalu jauh soal kontestasi Pemilu 2024, membawa angin segar bagi demokrasi Indonesia.\"Pesan dari SBY meminta agar Pemerintah tidak mencampuri terlalu jauh kontestasi Pemilu 2024, ini pernyataan yang membawa angin segar bagi demokrasi. Mengapa? Karena sudah sepatutnya partai politik itu menjadi penyuara aspirasi publik,\" kata Sudirman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan SBY memberikan pernyataan terkait Pemilu 2024. Mereka berharap Pemilu 2024 terlaksana dengan adil bagi semua kontestan.AHY dan SBY juga mengimbau penyelenggara pemilu, Pemerintah, dan penegak hukum mampu melindungi kedaulatan rakyat sebagai pemilik suara dalam iklim demokrasi.\"AHY dan SBY menyampaikan pesan kuat dan harapan agar penyelenggara pemilu, aparat negara, dan Pemerintah bisa menjaga netralitas, baik TNI, BIN, Polri, dan KPK. Lembaga negara dan penegak hukum jangan jadi alat politik,\" kata mantan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu.Sudirman mengatakan Pemerintah harus mendengarkan suara masyarakat. Pasalnya, beragam praktik yang mengarah pada upaya menodai kredibilitas Pemilu 2024 mulai bermunculan.\"Seperti diberitakan bahwa mulai datang sekelompok masyarakat yang melaporkan ke DPR dalam rapat dengar pendapat bahwa ada potensi dan risiko kecurangan yang dilakukan oleh aparat penyelenggara pemilu. Hal itu (laporan) yang sangat baik dan harus dihidupkan,\" katanya.Dia berharap semua partai politik menyerukan hal serupa, yaitu menuntut netralitas lembaga penegak hukum dan lembaga negara lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu 2024.\"Ibarat suatu turnamen sepak bola, sangat wajar bila semua kesebelasan menuntut penyelenggara dan para wasit berlaku fair, menjaga netralitas, dan membangun sportivitas. Bila ini terjadi, maka hasil apa pun yang diperoleh pemilu yang adil dan kredibel akan diterima oleh rakyat dengan tenang,\" ujar Sudirman.Dia juga mengatakan masyarakat sipil ingin merasakan iklim demokrasi yang indah, berdaulat, dan adil. Dengan demikian, Pemerintah wajib mewujudkan hal tersebut dengan cara menjaga netralitas.(ida/ANTARA)

Isi Pidato Megawati Tidak Mengerdilkan Posisi Presiden Jokowi

Surabaya, FNN - Pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, menyebut pidato Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam HUT Ke-50 partai tersebut tidak mengerdilkan posisi Presiden Joko Widodo.\"Harus dipahami bahwa memang acara itu dimaksudkan sebagai perayaan di dalam keluarga besar dan masyarakat biasa. Sebab sejak awal didesain merupakan acara internal partai,\" kata Haryadi dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Jumat.Menurut dia, yang paling banyak diundang hadir adalah level Akar Rumput yaitu pengurus ranting partai dan Satgas Cakra Buana. Karena itu, pimpinan partai politik lain yang merupakan level elite memang tak diundang. Bahkan level menteri di kabinet Presiden Joko Widodo tak semuanya diundang. \"Layaknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader. PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun,\" ucap dia.Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999. Selanjutnya, Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan. Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan.Kemenangan Pileg dan sekaligus Pilpres pada tahun 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia. Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi. \"Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa pun potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem Pemilu proporsional terbuka,\" ujar Haryadi.Nah, sebenarnya jika kita bisa menelaah lebih dalam, sesungguhnya bukti di atas menguatkan betapa penting posisi Jokowi dalam point of view Megawati selaku Ketua Umum PDIP, tanpa melupakan kejelian Mega sebagai leader maker dan jiwanya sebagai seorang negarawan. \"Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi. Dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku,\" katanya.\"Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia,\" ujar dia. Maka, lanjut dia, bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi.Haryadi menyarankan agar semua pihak pihak meletakkan tiap kalimat dalam konteksnya. \"Jangan memenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal,\" ucapnya.(ida/ANTARA)

Politisi Milenial Lintas Parpol Menolak Sistem Proporsional Tertutup

Jakarta, FNN - Sejumlah politisi milenial lintas partai politik (parpol) dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan penolakan terhadap pemberlakuan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024.  Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Adanti Pradipta mengkhawatirkan lemahnya keterwakilan perempuan apabila pemilihan legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup.  \"Kalau tertutup apa jaminannya perempuan akan dipilih menjadi wakil mereka? Makanya saya lebih memilih terbuka agar bisa menyosialisasikan diri kepada rakyat,\" kata Adanti dalam acara diskusi yang digelar di Jakarta Selatan, Jumat.  Riyan Hidayat, Ketua DPP Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) sebagai organisasi sayap PAN menilai sistem proporsional tertutup tidak mendukung kedaulatan rakyat dalam memilih wakilnya di legislatif.  \"Perdebatan kita hari ini bukan soal siapa yang diuntungkan, laki-laki atau perempuan. Tapi bagaimana meletakkan bahwa kedaulatan itu milik rakyat,\" kata Riyan.  Sementara itu, Khairany Soraya, politisi Angkatan Muda Ka\'bah (AMK) yang merupakan sayap pemuda PPP mengatakan sistem proporsional tertutup hanya akan memindahkan permainan politik uang ke dalam internal parpol.  \"Kalau menurut saya seandainya sistem proporsional tertutup, itu jadinya akan ada politik uang internal. Misal, saya nyaleg, siapa yang kenal saya. Jadi akan ada, (kasak-kusuk) di internal, \'Pak saya nomor urut berapa, nih?\',\" ujar Soraya.  Adapun Juru Bicara PSI Dedek Prayudi berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka mendukung pertarungan yang sehat antarkontestan pemilu dalam berebut suara rakyat, sebagaimana pengalamannya menjadi calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2019.  \"Saya di pemilu lalu pernah ngobrol-ngobrol dengan Mbak Puteri Komarudin (Anggota Komisi XI DPR RI), \'gimana di dapil-nya?\'. Dia menceritakan perjuangannya mendekatkan diri kepada kelompok ibu-ibu, UMKM. Nah, saya enggak kebayang, gimana kalau tertutup, siapa yang akan dideketin?,\" katanya.  Sementara itu Ketua Umum PP AMPG Ilham Permana dalam sambutannya pada acara diskusi mengatakan sistem proporsional tertutup merupakan sebuah kemunduran demokrasi di Indonesia yang berpotensi menutup ruang bagi anak-anak muda Indonesia untuk berkontestasi dalam pemilu.  \"AMPG menolak dengan tegas sistem proporsional tertutup yang bukan hanya membatasi ruang gerak karya anak muda tapi juga menghilangkan asas kedaulatan rakyat yang selama pemilu mereka langsung bisa mengenal, menilai dan pada akhirnya memilih para wakil rakyatnya,\" ujarnya.(ida/ANTARA)

Sentilan Megawati pada Jokowi, Itu Kode Keras: Jangan Jadi Kacang Lupa pada Kulitnya

Oleh Ady Amar - Kolumnis  MEGAWATI Soekarnoputri menunjukkan digdayanya pada HUT ke-50 PDI Perjuangan, di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023). Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun hadir dalam peringatan itu. Jika biasanya Jokowi menghadiri undangan partai lain tampak digdaya, tapi tidak kali ini, padahal \"di rumah sendiri\". Presiden Jokowi dibuat seperti mati kutu dihunjam sentilan Megawati dalam pidato panjangnya. Jokowi cuma ternganga atau melongo dengan mulut sedikit terbuka. Tidak tertawa, tidak juga merengut. Memaksa mulut tetap terbuka, seolah sabar jika pun mau dikecilkan. Seperti biasanya, Megawati bicara sesuka-sukanya. Maka dari mulutnya itu bisa kelucuan dimunculkan, bisa pula nada ketus. Enteng saja narasi keluar dari mulut, seperti tanpa mikir yang disasarnya itu bakal sakit hati, ia tak peduli. Saya coba nukil pidatonya, yang \"menjewer\" Jokowi, meski dengan gaya sentilan dan narasi campur aduk dengan bahasa Jawa. Dinukil utuh tanpa ada yang ditambah pun dikurangi, apalagi diedit. Biar tetap aroma Megawati tak hilang. Pak Jokowi kuwi koyo ngono lho. Mentang-mentang. Lha iyo padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan, aduh kasihan dah loh. (sambil Megawati tertawa dan kedua tangannya tepuk tangan. Dan diikuti tepuk tangan membahana mereka yang hadir). Lho legal formal loh, beliau jadi presiden tuh, nggak ada kan ini. Legal formal diikuti terus kan sama saya aturannya. Aturan mainnya. Ya dulu maaf, siapa sih yang tahu Jokowi. Lho iyolah. Ketika pada mulai nanya, Ibu mau nyalonin siapa ya, Entar aja.. Acara yang dihadiri ribuan kader PDIP itu, dibuat seperti tidak formal. Megawati memperlihatkan digdaya kebesarannya. Boleh bicara apa saja sesukanya. Bahkan selaku ketua umum partai, ia seolah sedang me- roasting presiden, yang memang jauh hari sang presiden ini disebutnya sebagai petugas partai. \"Roasting\" yang menimbulkan derai tawa. Entah tawa karena memang lucu, atau tawa basa-basi sepantasnya, agar hati sang ketua umum riang gembira. Setiap bicara Megawati tampak menikmati dengan teramat percaya diri. Meluncur dari mulutnya puja-puji akan dirinya, bahwa ia cantik, pintar, dan kharismatik, tanpa sedikit pun rasa risih melilitnya. Berharap ada tepuk tangan dan derai tawa membahana dari yang hadir, buatnya itu sudah cukup. Memaksa tertawa, memang tidak sesulit memaksa menangis. Memaksa orang lain harus menangis, itu bukan perkara mudah. Itu masalah hati yang terlatih karena sentuhan kasih sekian lama. Memaksa menangis itu mengingatkan pada pemimpin Korea Utara di masa lalu, Presiden Kim Il-Sung, kakek dari Presiden Korea Utara saat ini, Kim Jong-Un. Kim Jong-Un menjadi presiden menggantikan sang ayah Kim Jong-Ill (meninggal 2011). Layaknya kerajaan saja jabatan presiden bisa dibuat turun-temurun, dari kakek, anak, lalu ke cucu. Sang anak Kim Jong Ill perlu memaksa rakyat agar menangis atas kepergian sang ayah, Kim Il-Sung. Tidak cukup dibuat hari berkabung nasional hingga beberapa hari. Tidak dicukupkan di situ, tapi rakyat pun dipaksa menunjukkan ekspresi kesedihan, dan itu dengan menangis. Saat rombongan jenazah diberangkatkan, seluruh rakyat di ibu kota negara berdiri berjejeran di pinggir jalan sambil menangis meraung-raung. Tentara mengawasi jika saja ada air mata yang tidak tampak keluar atau mata masih dilihat kering, maka tentara yang bertugas akan menghajarnya. Kesetiaan pada pemimpin tertinggi ditunjukkan lewat ekspresi kesedihan. Mengapa mesti bicara tentang pemimpin Korea Utara segala dalam menulis sentilan Megawati pada Jokowi. Jika muncul pikiran pembaca demikian, itu tidak salah. Bahkan jika muncul pikiran, seperti tidak fokus saja, saat menulis apa yang hendak ditulis, itu pun boleh dibenarkan. Tapi memilih gaya penulisan semacam ini, bisa jadi satu bentuk menyelami gaya pidato Megawati, yang seperti tidak fokus dengan apa yang ingin disasarnya. Bicara mesti berkelok-kelok, itu menjadi tidak efektif, tidak jelas akan berlabuh di mana omongan itu diarahkan. Pidato Megawati itu bisa dinilai oleh siapa saja jika ingin menilainya. Pengurus dan kader PDI-P pastilah menganggap gaya komunikasi sang ibu itu yang paling hebat, tak ada bandingnya. Tapi umum bisa menilainya dengan bermacam penilaian. Ada yang menyebut, itu cara komunikasi buruk. Membanggakan diri sendiri, umum biasa menyebut itu sebagai narsistik, bahkan bisa disebut dengan waham kebesaran. Mari kembali pada pidato Megawati, yang memunculkan canda tawa di sana-sini. Dan, itu karena tingkat kepercayaan diri sendiri yang tinggi. Menjadikan sikap terbiasa jika Megawati mesti memuji-muji diri sendiri dengan gaya centilnya. Bicara enjoy dengan mimik wajah bak sedang bermain teater. Tapi di balik canda Megawati yang seperti tidak serius, itu sebenarnya ada pesan kuat. Bisa disebut kode keras. Meski pesan disampaikan dengan gaya \"roasting\" yang mengundang gelak tawa. Sedang obyek yang disambar, dan itu Jokowi, dibuat ternganga tak mengira akan diperlakukan demikian, tidak cuma di depan ribuan kader PDI-P,  tapi juga tersiar di semua media massa. Pesan tajam yang dihunjam Megawati, itu semacam mengingatkan \"agar kacang tak lupa pada kulitnya\". Mentang-mentang. Lha iyo padahal Pak Jokowi kalau ga ada PDI Perjuangan, aduh kasihan dah loh. Dalam makna yang lain, Pak Jokowi itu gak akan jadi presiden, kalau tidak didukung PDI-P. Jadi, Jokowi mesti ingat itu. Bahkan ditambahkan dengan nada ketus yang makjleb, Ya dulu maaf, siapa sih yang tahu Jokowi. Mengapa sampai Jokowi perlu diingatkan secara terbuka dengan gaya \"roasting\" segala, itu seperti jadikan Presiden Jokowi layaknya kambing congek. Jadi bahan tertawaan seisi penduduk negeri. Namun, bisa jadi Megawati sudah sering mengingatkan Jokowi secara diam-diam, tapi seperti tak muncul perubahan. Mengingatkan, agar jangan lebih mendengarkan orang lain dibanding mendengarkan sang ibu. Dan, pula jangan beri kuasa kepada orang lain ketimbang berbagi kuasa dengan sang ibu. Sikap Megawati itu lebih pada bentuk kegusaran, meski disampaikan dengan gaya canda. Semua menjadi mafhum, bahwa istana sudah tidak lagi di bawah kendali PDI-P. Ada kekuatan yang lebih besar \"mencengkeram\" Jokowi, dan itu dikesankan pada Luhut Binsar Panjaitan (LBP), yang disebut jadi kekuatan pengendali istana. Megawati tidak sekadar \"meroasting\" Jokowi, tapi bisa disebut sebagai tantangan terang-terangan pada LBP, demi menarik kembali Jokowi dalam kendalinya. Tentu itu bukan perkara mudah. Jokowi sudah jalan terlalu jauh bersama LBP, seperti sudah sulit untuk bisa ditarik kembali. Bahkan Jokowi pun berani melakukan pembangkangan, atau bisa disebut perlawanan. Dan, itu sudah ditampakkan. Jokowi terang-terangan meng-endorse calon presiden penggantinya kelak, seolah mendahului PDI-P. Lebih dari itu, Jokowi terkesan diam-diam memaksa PDI-P untuk menerima pilihannya. Konon istana pula yang memfasilitasi lahirnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB); Partai Golkar, PAN, dan PPP. Koalisi dibuat untuk \"menekan\" Megawati memberi tiket Capres pada Ganjar Pranowo. Jika tidak, maka tiket akan disediakannya lewat KIB. Setidaknya analisa kuat menyebutnya demikian. Karenanya, melihat \"roasting\" Megawati itu satu cara mengingatkan Jokowi, agar tidak nekat berhadap-hadapan dengannya (PDI-P), maka muncul narasi yang tidak sekadar ingin menertawakannya, tapi kode keras mengingatkan: agar tak jadi kacang, yang lupa pada kulitnya. (*)

PDIP Ngotot Sistem Proporsional Tertutup, Rocky Gerung: Justru Tunjukkan Kelemahan Partai

Jakarta, FNN - Pengamat Politik Rocky Gerung menyoroti delapan Partai Politik (Parpol) yang menyatakan sikap menolak Pemilihan Umum (Pemilu) dengan sistem proporsional tertutup. Hal ini disampaikan pengamat politik Rocky Gerung dalam perbincangan rutin dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief di Channel YouTube Rocky Gerung Official, Jumat (13/01/22). Dalam paparannya Rocky Gerung menyinggung sikap PDI Perjuangan (PDIP) yang mendorong pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Ahli filsafat dari Universitas Indonesia itu mengatakan bahwa ada dua kemungkinan terkait kader PDIP. \"Kita hanya bisa menduga dua soal itu, memang nggak ada kader atau ada kader, tapi buruk karena itu mau diselundupkan,\" ungkap Rocky. Rocky Gerung juga menegaskan bahwa 8 partai yang tampak kompak menyatakan sikap itu juga hanya pura-pura. Adapun kedelapan Parpol itu meliputi Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat PKS, PAN dan PPP. \"Jadi kira-kira itu itu yang membuat 8 partai itu tiba-tiba bersahabat. Kan sebetulnya palsu juga persahabatan mereka kan dalam soal ini mereka merasa oke. Tapi jangan diganggu tuh. Pada soal lain semuanya menyatu untuk mengiyakan Omnibus Law,\" papar Rocky Gerung. Dengan sistem proporsional tertutup, lanjut Rocky,  kekurangan PDIP justru akan ditunjukkan terkait kadernya. \"Sebetulnya buruknya sikap PDIP itu yaitu karena PDIP kekurangan calon yang bisa ditampilkan, maka dipaksa supaya nyoblos partainya aja. Sementara partai-partai yang lain memang ada kaderisasi,\" papar Rocky Gerung. Rocky juga menyinggung PDIP yang takut bersaing dengan tokoh-tokoh dari partai lain yang sudah siap berdebat. \"PDIP takut bersaing dengan tokoh-tokoh di partai lain yang memang siap sedia berdebat dengan PDIP di dalam kampanye nanti itu. Jadi sayang sekali PDIP mempertunjukkan kelemahannya,\" imbuh Rocky Gerung. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyebut pihaknya menghargai sikap delapan fraksi di DPR yang membuat surat penolakan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024. \"Itulah demokrasi dan bagi PDIP, sama, ketika pada 2009 saat MK mengambil keputusan, sikap PDIP taat asas,\" kata Hasto ditemui di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (3/1). Hasto menegaskan bahwa PDIP memiliki prinsip dalam berpolitik yang berdasarkan konstitusi dan mendorong mekanisme internal di partai bisa dikedepankan menyambut Pemilu 2024. Dari situ, PDIP pun disebut memiliki sikap berbeda dengan delapan fraksi di DPR, karena parpol berlambang banteng itu mendorong diberlakukannya proporsional tertutup. (sof).

Daftar Bursa Ketum PSSI La Nyalla Siap Berantas Mafia Sepak Bola

  Jakarta, FNN – Nama AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meramaikan bursa Ketua Umum PSSI. Ketua DPD RI itu mendaftarkan diri usai salat Jumat. Ada tiga hal yang disampaikan LaNyalla perihal tekadnya mencalonkan kembali sebagai Ketua Umum PSSI. Selain ingin mengembalikan kejayaan sepakbola Indonesia, LaNyalla juga bertekad untuk memberantas mafia bola yang menurutnya masih marak berkeliaran. “Saat saya menjabat Ketua Umum PSSI, mafia bola tak berani unjuk gigi. Saya sikat habis. Saya yakin para voters mau bergandengan tangan dengan saya untuk menghancurkan mafia bola, terutama di lingkaran internal PSSI,” tegas LaNyalla usai mendaftar, Jumat (13/1/2023). Di sisi lain, tekadnya tentu untuk mengembalikan kejayaan sepakbola Indonesia. Dikatakan LaNyalla, saat ia menjabat Ketua Umum PSSI, Timnas Indonesia berkibar di kancah internasional. “Saat saya pegang PSSI, kita juara AFF U-19. Kantor kita juga mewah. Pembinaan wasit dan pemain berjalan dengan baik. Dan sekarang akan saya bangkitkan kembali. Sekarang kita harus kembalikan lagi sepakbola ini dikelola oleh profesional. Kita harus kembalikan kejayaan sepakbola nasional,” tegas LaNyalla. LaNyalla mengenang ke belakang soal kiprahnya di PSSI. “Saya masih ingat perjuangan PSSI pada tahun 2012-2015 yang dimulai dari adanya organisasi PSSI asli tapi anggotanya palsu. Kemudian saya membuat KPSI yang organisasinya palsu, tapi anggotanya asli. Setelah pertemuan beberapa kali, keduanya tetap berjalan,” tutur LaNyalla. Tak lama, akhirnya digelar Kongres Luar Biasa (KLB). Saat itu Johar Arifin menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, sementara LaNyalla sebagai wakilnya yang membidangi Badan Tim Nasional.  “Di KLB itu juga IPL dan ISL digabungkan. Saya terpilih sebagai Ketua Umum PSSI dengan memperoleh 94 suara dari 107 voters. Sisanya sebanyak 13 suara terbagi ke kandidat lainnya.  Saat ia menjabat sebagai Ketua Umum PSSI itulah petaka terjadi. Menpora kala itu, Imam Nahrawi membekukan PSSI.  “Kami terus berjuang. Menang di PTUN dan tingkat banding hingga kasasi. Tapi kemudian ada kejadian luar biasa, saya dikriminalisasi. Saya dituduh kasus korupsi dana hibah Kadin Jatim, meski akhirnya tak terbukti dan saya bebas murni. Saya kemudian jadi Ketua DPD RI,” katanya. Dari situlah LaNyalla merasa masih memiliki utang kepada para voters yang memberi saya amanah dengan memilihnya sebagai Ketua Umum PSSI waktu itu. “Sekarang saya terpanggil. Sudah saatnya saya membayar utang saya kepada para voters sebagai pemberi amanah saat itu. Yang pasti, tugas saya belum selesai dan pada saatnya kita benahi semua,” tutur LaNyalla. (sof)

Pamer Kesuksesan dan Terus Blusukan, Jokowi Belum Menyerah dan Abaikan Teguran Mega

Jakarta, FNN – Kemarin, saat Rakornas dan Musyawarah Dewan Partai Bulan Bintang (PBB), Presiden Jokowi memamerkan angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia yang mengalami penurunan di tahun 2022. Angka kemiskinan turun dari 10,1% tahun 2021 menjadi cuma 9,4% tahun 2022. Angka pengangguran yang awalnya 7,1% di tahun 2021 turun menjadi 5,9% di tahun 2022. Setelah ditelusuri, ternyata Ibu Sri Mulyani juga menyampaikan data yang sama dan sumbernya dari Badan Pusat Statistik. Tetapi, di media-media banyak sekali berita tentang PHK di mana-mana dan PHK-nya pun besar-besaran. Bukan hanya di pabrik-pabrik garmen yang padat tenaga kerja, tapi juga di Unicorn yang dibangga-banggakan oleh Pak Jokowi. Bagaimana memahami soal ini? “Kalau Pak Jokowi kutip data BPJS Ketenagakerjaan dari bulan Januari 2022 sampai November 2022, selama 11 bulan, ada 983.000 pekerja yang mencairkan JHT (jaminan hari tua). Artinya, dia sudah di PHK. Jadi, kalau datanya sampai bulan ini, artinya ada 1 juta lebih PHK. Kenapa bukan Itu yang diangkat Pak Jokowi?” kata Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Jumat (13/01/23) bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Statistik itu, kata Rocky, mempunya dua sisi, yaitu ada bagian yang baik dan bagian yang buruk dan pemerintah mengambil yang baik. “Jadi, memang istana akan pilih mana data yang bagus,” tegas Rocky.  Tetapi, data Apindo, Bloomberg, dan data CNBC menunjukkan bahwa setiap hari di Jakarta ada 100.000 PHK dari 160 perusahaan di Jawa Barat. “Artinya, memang enggak ada kemungkinan kita untuk sekadar menangkap sinyal positif dari Pak Jokowi,” ujar Rocky. Presiden Jokowi juga menyatakan bahwa Indonesia salah satu negara yang dibandingkan negara-negara lain jauh lebih bagus, tetapi dalam pidato Pak Jokowi di HUT ke-50 PDIP kita diminta untuk tetap waspada dengan situasi global yang memburuk. Kalau ekonomi kita memang tumbuh dengan bagus seperti yang digambarkan, kita akan kebal terhadap pengaruh globalisasi. Selain itu, presiden Jokowi juga masih melakukan blusukan ke pasar-pasar tradisional sambil membagikan sembako. Kemudian masyarakat berebut untuk mendapatkan sembako. Fakta di pasar ini membatalkan fakta yang diucapkan presiden yang memuji bahwa ekonomi kita tumbuh. “Jokowi berbohong karena mengatakan ekonomi tumbuh tapi masih bagi-bagi sembako,” ujar Rocky. Apalagi kalau menggunakan prinsip keadilan sosial, pemerataan tidak terjadi, yang ada akumulasi tiga empat orang. Itu yang dibanggakan presiden. Mengapa di akhir masa jabatannya Pak Jokowi masih terus tampil seperti itu seorang kandidat yang berkampanye dengan bagi-bagi sembako. Padahal, sinyalnya sudah jelas ketika Ibu Megawati pada HUT ke-50 PDIP menyatakan bahwa kalau sudah dua kali ya maaf dua kali saja. Demikian juga Pak Tito Karnavian yang dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, dan lain-lain menyatakan bahwa tidak ada agenda lain bahwa Pemilu akan tetap berjalan pada tahun 2024. “Kalau itu alasannya kita bisa duga dengan kuat, dengan data singkat ini kita bisa duga bahwa ada persiapan Jokowi untuk tampil ulang. Karena itu, mulai dinyatakan ini Bapak Bangsa yang akan mengatasi masalah. Kendati ada perekonomi yang memburuk, tapi Bapak Bangsa kita masih  bagi-bagi BLT, lalu disihirlah publik ini seolah-olah negara itu punya kapasitas untuk membagi BLT pada semua rakyat. Jadi ini persiapan justru untuk menunda Pemilu, persiapan untuk memperpanjang masa jabatan presiden, walaupun ditegur Ibu Mega, tetapi enggak ada alasan Jokowi untuk enggak bermain politik, karena dia takut, dia gugup di akhir masa jabatannya betul-betul dia diimpeach,” jawab Rocky panjang lebar. Menurut Rocky, persoalan impeachment ini juga disiapkan oleh partai-partai. “Delapan partai yang kemarin menolak sistem proporsional tertutup akan dilanjutkan saya kira, karena bagi mereka ini to be or not to be,” kata Rocky. “Jadi, kalau Jokowi lihat itu maka dia panik sendiri. Karena dia panik maka dia akan minta perlindungan dari rakyat. Nah, rakyat merasa bahwa yang diberikan Jokowi itu tulus, padahal itu tidak tulus, karena dia mau kangkangi rakyat itu untuk dapat 3 periode atau perpanjangan minimal,” ujar Rocky. (sof).

Jokowi Pro PKI?

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  PERMINTAAN maaf yang disampaikan Presiden Jokowi atas pelanggaran HAM berat masa lalu menurutnya didasarkan pada laporan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Tim yang dibentuk berdasarkan Keppres No 17 tahun 2022 diketuai  oleh Makarim Wibisono dengan Ketua Dewan Pengarah Mahfud MD.  Permohonan maaf ini tidak relevan karena tidak berhubungan dengan Jokowi. Kecuali Jokowi memang mengaitkan diri pada hubungan emosional dengan korban pelanggaran HAM berat. Desakan terkuat agar pemerintah meminta maaf justru  datang dari keturunan dan kader kiri simpatisan PKI. Selainnya tuntutan lebih pada proses hukum.  Tiga hal menarik dari pengumuman dan kerja Tim bentukan Jokowi  yaitu  : Pertama, sebagian besar kasus pelanggaran HAM berat adalah peristiwa masa Pemerintahan  Soeharto yang diawali masa pemberantasan PKI  akibat PKI yang gagal kudeta. Kasus Talangsari dan Mei 1998 pelakunya masih ada demikian juga Papua dan Aceh. Nampak TNI yang menjadi sasaran pengungkapan \"pelaku\" pelanggaran HAM berat.  Kedua, Keppres 17 tahun 2022  menugaskan Tim bekerja untuk pelanggaran HAM berat sampai tahun 2020. Nyatanya tidak satupun pelanggaran HAM berat terjadi di masa Jokowi. Bagaimana dengan tewasnya ratusan petugas KPPS, peristiwa Mei 21-22 tahun 2019 atau pembantaian 6 Laskar 7 Desember 2020?  Ketiga, peristiwa tahun 1965-1966 tidak disebut peristiwa apa, terkesan menghindari sebutan PKI, anggota PKI kah yang dimaksud sebagai korban yang perlu disantuni? TNI pelanggar HAM berat lagi? Permohonan maaf kepada kader atau simpatisan PKI adalah penghianatan sejarah. Mereka yang semestinya minta maaf pada bangsa atas penghianatannya.  Pembentukan Tim juga kontroversial dan melanggar hukum. Aneh Keppres dapat menganulir UU. Pelanggaran HAM berat telah diatur dalam UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.  Penyelidikan pro yustisia Komnas HAM itu seharusnya ditindaklanjuti oleh Kejagung bukan penyelesaian non yudisial. Masalah HAM berat tidak dapat seenaknya di selesaikan semaunya Presiden melalui Keppres. Apalagi cuma minta maaf. Emang lebaran.  Meski begitu maaf-maafan dalam urusan PKI tidak pada tempatnya. PKI itu komunis yang tidak bermoral, telah berulangkali berbuat jahat terhadap negara sejak tahun 1926, 1948 dan 1965. Bila mereka dikasih angin akan segera mengkonsolidasikan diri lalu kudeta kembali. Terang-terangan atau terselubung.  Melalui permintaan maaf Jokowi maka itu adalah peluang bahkan pembenaran. Pertanyaan mendasarnya ya itulah, Jokowi pro PKI?  Bandung, 13 Januari 2023

Soal Mafia Tanah, Eros Djarot Tantang Jokowi Adu Data bukan Adu Kuasa

Jakarta, FNN - Seniman yang juga Ketua Gerakan Bhinneka Nasional (GBN) Eros Djarot membesuk salah satu korban kriminalisasi kasus tanah, SK Budiarjo, di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/1). SK Budiarjo atau yang dikenal dengan Budi merupakan Ketua Forum Korban Mafia Tanah (FKMTI). Eros meminta semua pihak yang dirugikan karena mafia tanah, termasuk Budi, untuk tidak takut dan akan membantu mengusut kasus ini. Ia mengajak semua korban untuk adu data dengan pihak-pihak terkait. \"Jadi enggak usah takut. Yang penting kita santun, sopan, enggak usah teriak-teriak. Kita tunjukkan aja, kita adu data. Pak Presiden, Pak Menkopolhukam Mahfud MD, Kejaksaan, Kapolri kalau memang mau ayo kita adu data, jangan adu fitnah dan jangan pakai adu kuasa,\" kata Eros dalam keterangannya, dikutip Jumat (13/1). Eros mengatakan, semua korban memiliki data-data. Sehingga bisa diadu untuk menentukan siapa sebetulnya yang harus ditahan di penjara. \"Kita minta sekali lagi Pak Jokowi, kami cinta sampeyan, Pak Mahfud, ayo kita bantu Pak Jokowi dan Pak Mahfud. Salah satu membantunya dengan meminta Pak Presiden, saya juga pendukung anda, ya, ayo kita adu data, kami siap. Mudah-mudahan semangat kita tidak gendor,\" ujar Eros di halaman penjara Salemba. \"Kita harus sadar bahwa negara ini diperuntukkan seluruh hasil bumi, kekayaan negeri ini untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, bukan kemakmuran segelintir orang. Apalagi segelintir orang yang sukanya merampas tanah rakyat. Jadi mafia ini ada di mana-mana. Kali ini Mas Budi Ketua Forum Mafia Tanah, dia memperjuangkan haknya malah dipenjara. Ini, kan, enggak benar,\" tegasnya lagi. Pada kesempatan yang sama, putra Budi mengungkapkan kasus yang dihadapi ayahnya murni kriminalisasi. Ia menegaskan, tanah yang kini dipermasalahkan dibeli ayahnya dengan itikad baik. \"Karena bapak saya, kan, membeli, punya itikad baik, menggunakan juga tidak. Tanah kami yang di Cengkareng. Bapak saya beli [tahun] 2006 habis dari jual pabrik di China, bapak saya beli tanah itu,\" ungkap putra Budi. Ia kemudian menyebut ayahnya ditahan di penjara dua hari yang lalu. Tak hanya ayahnya, ibunya yang bernama Nurlaela juga ditahan namun terpisah di Polda Metro Jaya. \"Ibu sama. [Tahanan] dipisah. Kasus yang sama. [Kenapa] dipisahkan kurang tahu juga saya. Upaya hukum tetap jalan,\" ujarnya. Usai menjenguk Budi di Rutan Salemba, Eros dan rombongan pun menuju ke Komnas HAM untuk mengadukan kasus Budi. Eros dan rombongan diterima Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Harry. Di sana, kedua anak Budi dan Wakil Sekjen FKMTI Edwin menceritakan kronologi kasus tanah hingga penahanan yang dilakukan. Mendengar itu, Komnas HAM berjanji akan segera mempelajari kasusnya. \"Harry berjanji akan mempelajari kasus itu. Sedang terkait kasus istri Ketua FKMTI ditahan, Komnas HAM berjanji segera menghubungi pihak terkait untuk bisa dibebaskan karena Ibu Nurlaela masih sakit dan baru menjalani operasi,\" pungkasnya. Latar Belakang Kasus Pengacara Budi, Yahya Rasyid, mengungkapkan kasus yang menimpa kliennya ini bermula dari 2006 silam. Awalnya, Budi membeli sebidang tanah di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Tanah tersebut telah dibayar lunas oleh Budi. Dia pun telah mendapatkan girik sebagai tanda kepemilikan. \"Tiba-tiba dari pihak Agung Sedayu Grup itu dia merasa bahwa tanah itu masuk di sertifikatnya nomor 633 itu, sehingga berperkara lah dia dengan penjual. Bukan Pak Budi, dan penjualnya menang,\" ungkap Yahya. Bukannya menyerah karena telah kalah dalam gugatan, perusahaan itu malah melakukan penyerobotan lahan milik Budi. Bahkan, kontainer yang ditempatkannya di tanah itu dicuri dan Budi mendapat kekerasan fisik. Hal tersebut lantas dilaporkan Budi ke Polres Metro Jakarta Barat dan Polda Metro Jaya. Hanya saja, laporan itu tak kunjung ditindaklanjuti. \"Begitu dipukul, dia lapor polisi, ketika lapor polisi di Polres Jakbar, diproses penyelidikan dan penyidikan. Kemudian stuck dia punya laporan, karena alasannya hilang berkasnya. Kedua, penyerobotannya dan pencurian kontainernya, kan, itu dilapor di Polda, di Polda juga tidak jalan,\" jelas Yahya. \"Akhirnya diadukan di Bareskrim akhirnya digelar. Dinyatakan itu 10 penyidik dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik tapi tidak ada tindak lanjutnya, tiba-tiba dikeluarkan SP3,\" sambung dia. Surat girik yang sempat dijadikan bukti dalam laporan itu pun dikembalikan polisi ke Budi. Dia pun lantas membuatkan sertifikat tanah miliknya itu. Usai sertifikat itu terbit, Budi malah dipolisikan oleh PT Agung Sedayu Grup dengan tuduhan pemalsuan dokumen pada sekitar 2016 silam. \"Pak Budi ini sama sekali tidak ada berurusan dengan pemalsuan menggunakan surat palsu, ya, sesuai Pasal 266, 263, itu, kan, tidak ada. Jadi unsur deliknya itu sama sekali tidak ada. Justru dia yang korban dan ini sudah beberapa kali dijembatani, ya, dimediasi. Dan surat-suratnya pak Budi sudah digelar di Menkopolhukam, ternyata terdaftar, sah, bener semua surat-suratnya,\" tutur Yahya. Atas laporan itu, Budi langsung ditetapkan sebagai tersangka. Dia pun langsung menempuh jalur praperadilan. Hanya saja, Budi malah dijemput paksa lantaran dinilai tak menghadiri penyerahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan atau tahap dua. \"Ada panggilan tahap 2 tapi enggak kita hadiri, karena, kan, dilakukan upaya hukum tidak perlu untuk tahap 2. Kita praperadilan, kan, Polda dipanggil, Kejati dipanggil tidak menghargai peradilan. Melecehkan peradilan, tidak hadir, malah dia jemput paksa,\" katanya. Hingga saat ini, Budi masih mendekam di Rutan Salemba atas perkara tersebut. Pihaknya pun telah mencoba mengadukan hal tersebut ke Menkopolhukam, namun belum mendapat tindak lanjut. \"Kita minta ke Menkopolhukam itu untuk meminta bantuan hukum supaya dilakukan penangguhan penahanan, tapi sampai sekarang belum ada tindaklanjutnya,\" tutup dia. (sof).