ALL CATEGORY

Waspada: Sambo Pergi, Kaisar Judi Datang Silih Berganti!

PENGAMAT politik Rocky Gerung mengatakan, ini memang endemi, sudah berakar di situ. Bahkan, kalau terjadi pergantian Kapolri atau Presiden pun, kalau power relation-nya masih sama, itu artinya bagian-bagian yang tadinya dipangkas pelan-pelan tumbuh. “Orang akhirnya masuk pada analisis yang lebih dalam lagi. Sebaiknya kita lakukan revolusi saja supaya seluruh jejak kebodohan, jejak kedunguan, jejak kebiadapan, jejak kong-kalingkong, itu hilang sama sekali,” tegasnya. Jadi, “Kalau kita lihat dari atas terlihat bahwa memang ini tegang sekali dan upaya untuk memitigasi ini juga bisa gagal karena di dalamnya berbagai macam kepentingan,” lanjut Rocky Gerung. Bagaimana ulasan Rocky Gerung selanjutnya? Berikut ini dialognya bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief di kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (27/8/2022). Halo Bung Rocky, kita ketemu lagi. Kita lanjutin ngobrolnya dan saya kira sebenarnya yang sekarang orang sedang cermat memperhatikan itu di lembaga Polri. Ferdy Sambonya sudah selesailah saya kira kalau dia sudah diberhentikan dengan tidak hormat, dan kemudian dia banding, saya kira kecil kemungkinan bandingnya menang. Dan dia tinggal bersiap-siap menghadapi sidang. Jadi selesai. Karier dia, kerajaan dia selesai di kepolisian. Tetapi, kita juga kemarin diingatkan bahwa masih ada kakak pembina di antara mereka, dan kakak pembina ini pasti punya banyak anak asuhnya atau adek asuhnya banyak. Jadi sangat mungkin itu bisa saja Sambo berlalu silih berganti. Sambo pergi datang Sambo-Sambo baru, atau the next Sambo. Itu sekarang yang saya kira menjadi persoalan endemik di tubuh Polri. Iya, enak itu, musim silih berganti, angin tetap ke utara. Kira-kira begitu. Kalau dulu ada film “Bukan Perkawinan Semusim”. Kalau ini jadi “Bukan Kejahatan Semusim”. Seharusnya masih bisa panjang. Ini memang endemi, sudah berakar di situ. Bahkan kalau terjadi pergantian Kapolri atau pergantian Presiden, kalau power relation-nya masih sama, itu artinya bagian-bagian yang tadinya dipangkas pelan-pelan tumbuh. Jadi apa yang sudah dipangkas akarnya nggak terpotong maka tumbuh lagi. Itu menyangkut kultur di kepolisian, kultur di DPR, dan kultur di sana. Jadi kalau kita bikin segitiga itu ada istana punya kepentingan, polisi punya kepentingan, DPR punya kepentingan, nah di segitiga itulah beternak oligarki. Jadi begitu ini dihapus, oligarki bilang tunggu saja, nanti dia juga tumbuh lagi. Jadi ini soalnya memang. Kalau dulu kita bilang bahwa di awal reformasi kita mau pakai istilah revolusi supaya ada perubahan total, tetapi kita gugup untuk pakai istilah itu. Karena itu seolah kita mengingatkan suatu peristiwa yang berdarah-darah, padahal nggak ada yang berdarah-darah waktu reformasi. Sekarang konsekuensinya adalah yang kita tidak ucapkan secara habis-habisan, secara revolusioner, itu bertumbuh sekarang sehingga orang akhirnya masuk pada analisis yang lebih dalam, sebaiknya kita lakukan revolusi saja supaya seluruh jejak kebodohan, jejak kedunguan, jejak kebiadapan, jejak kongkalingkong, itu hilang sama sekali. Memang, kalkulasi ini membutuhkan atau menimbulkan ketegangan, kecemasan, tetapi sejarah kadangkala mendorong ke arah situ. Kalau kita lihat mungkin sejarah sedang mendorong untuk melakukan total revolution itu. Jadi kita terima saja sebagai fakta itu kan. Yang harus kita bayangkan adalah ongkos dari perubahan total itu pada rakyat terutama. Kalau pada kekuasaan ya sudah dia juga akan tergilas oleh peristiwa besar-besar dalam sejarah. Jadi, kalau kita lihat dari atas terlihat bahwa memang ini tegang sekali dan upaya untuk memitigasi ini juga bisa gagal karena di dalamnya berbagai macam kepentingan. Kita lihat bahasa tubuh DPR kan Zig-zag. Bahasa tubuh presiden juga ya pakai proksi Mahfud MD untuk mengukur suasana. Dan itu sebenarnya keadaan kita terbaca di atas, tapi magma di bawah gunung berapi itu tetap berdarah.   Tentang Kamarudin Simanjuntak dan Alvin Lim Nah, kita kemarin bicara tentang pengacara yang kita dorong Kamaruddin Simanjuntak dan Alvin Lim yang menjadi pengacara keluarga KM 50. Ini Alvin Lim memang kelihatannya orang gila lain di luar Kamaruddin Simanjuntak. Dia (baru saja saya nonton videonya) ini bongkar-bongkaran soal bisnis judi yang kemarin kita samar-samar, kita cuman menduga-duga, ini ada bagian-bagian ada charge yang kerajaan Sambo itu. Tetapi, kalau menurut pengakuan narasumber yang disamarkan oleh dia, dia bisa menyebut dengan persis siapa-siapa saja perwira-perwira itu yang terlibat di Mabes Polri, Polda Metro Jaya, bahkan di Polda-Polda lainnya, dan berapa jumlah setoran setiap bulan. Ini kan mengerikan. Makanya kita jadi berpikir ya ini Sambo bisa selesai, tapi persoalan yang jauh yang selama ini kita persoalkan tidak akan selesai. Dan seperti Anda tadi bilang, kalau dipangkas itu kan tumbuh dahan baru yang lebih muda. Ini Alvin dan Kamaruddin ada di dalam yang orang sebut sebagai faktor baru dalam politik Indonesia. Yang pengetahuannya sebetulnya akumulasi dari banyak sumber, dan kita tahu urusan-urusan cangkang yang (selama ini) itu menyembunyikan pajak, isu. Lalu kalau tidak tanya pada ICW, ICW tahu semua itu, tanya pada kontras dia juga tahu, dan seringkali masyarakat sipil justru diundang oleh DPR untuk dengar pendapat. Harusnya bicara yang beginian kan. Harusnya juga sama-sama ingin agar Indonesia bersih.  Tetapi, secara individual orang kemudian bertanya, keberanian dari mana yang diperoleh oleh Alvin, oleh Pak Kamaruddin. Ada orang menganggap ini pasti ada sponsor yang mengamankan dia. Ya boleh saja ada pikiran semacam itu karena dalam mafioso selalu ada pembocor yang justru dijamin mafianya. Begitu kira-kira, supaya menguji ulang daya tahan dari mafioso ini. Tetapi, saya perhatikan bahwa begitu Sambo muncul, lalu ada pelemahan sebetulnya di dalam institusi negara, maka muncullah orang semacam Kamaruddin dan Alvin. Jadi, begitu pelemahan institusi negara berlangsung, maka sumber-sumber alternatif ini merasa nggak ragu lagi untuk bicara. Pasti akan ada orang lain lagi bicara lebih awal. Dulu kita tahu bahwa yang beginian yang bisa ngomong ya Kontras, Haris Azhar, ICW. Tetapi, mereka selalu teliti karena tahu bahwa ini bisa jadi delik. Karena itu, pakai metodologi yang betul-betul taat pada aturan berpikir. Kontras, ICW, kalau bongkar kasus pasti kalkulasinya berhari-hari itu mereka rapatkan. Nah, Alvin Lim sendirian. Kamaruddin juga sendirian. Jadi kita lihat betapa alam semesta ini membekali bangsa ini dengan potensi mereka yang berpikir secara adil. Orang akan lihat bagaimana mungkin Alvin itu minoritas tetapi lebih berani betul. Kamaruddin juga minoritas sebetulnya. Jadi variabel sosiologi sudah bekerja dan itu nggak lingkup minoritas mayoritas. Sekarang negara yang pusing nanti. Bagaimana mau dibuli dua orang ini yang juga akhirnya dielu-elukan oleh Kadrun dan Cebong sekaligus. Jadi ini melting pot sudah terjadi. Jadi, semua soal hanya mencair di dalam melting pot, di dalam bowel, di dalam baskom yang namanya keadilan. Itulah intinya. Yang sering kita anggap ya kejadian sejarah seringkali di luar prediksi politik dari yang Hersu sebutkan tadi. Iya, ini menarik. Mereka saling melengkapi. Sekarang, setelah dia berhasil membongkar kepolisian, Kamaruddin sudah mulai bicara soal Pilpres. Kemarin-kemarin dia bilang, ada anak buahnya Erick Thohir yang punya dana sampai ratusan triliun dan sekarang yang diisu bukan Kamaruddin-nya, justru malah ada orang lain yang menyebut bahwa Erick Thohir, padahal yang dimaksud bukan Erick Thohir, tapi anak buahnya Erick Thohir. Anak buahnya Erick Thohir yang disebut Dirut Taspen itu, walaupun tidak disebut namanya kan orang tahu siapa Dirut Taspen, sampai sekarang belum ada reaksinya. Sekarang Alvin bongkar kerajaan judi, bagaimana para polisi dapat setoran ratusan juta setiap minggu dan itu semua dibagi rata, hujan merata, bukan hujan satu tempat saja. Saya kira ini luar biasa karena tadi kita juga bicara tentang bagaimana ini momentum yang terjadi. Ya. Banyak pemimpin redaksi yang tahu soal-soal semacam itu kan. Dan, wartawan lapangan juga tahu. Tapi sekali lagi, momentum itu membuat orang berani menggulirkan sesuatu dan itu datang dari yang seringkali kita sebut persediaan energi alam. Kalau kita mau belajar sedikit metafisik, ada satu kesepakatan bahwa dalam keadaan point of no return maka dorong saja terus menerus. Jadi mendorong itu bukan karena keinginan, tapi karena momentum alamnya itu begitu selalu. Yang disebut hukum inersia itu begitu. Begitu berhenti nggak mau bergerak, begitu bergerak dia akan mengalir terus. Newton bilang begitu dalam fisika, tetapi juga berlaku dalam sosiologi itu. Karena informasi terbuka semua sekarang. Kalau dia lebih zaman abad tengah ya nggak ada informasi yang terbuka. Begitu ada abses kecil yang pecah, ada bisul kecil yang pecah, itu seluruh fisiologi tubuh kita bisa terbaca bahwa itu berarti ada persembunyian bakteri di lapisan epidermis misalnya. Jadi, begitulah yang kita sebut sebagai ini politik public opinion, bisa terbuka headline-nya maka seluruh berita itu kemudian mengarah pada headline yang dibuka. Headline itu dibuka oleh Alvin sekarang dan media merasa bahwa kita juga tahu itu. Tetapi, ada headline, lalu mulai ada kecemasan, dan orang tadi saya katakan mulai mengkalkulasi. Itu tidak penting lagi karena bola salju sudah bergulir. (mth/sws)

Usut Kasus KM 50, Kamarudin Simanjuntak : Polisi Itu Mengayomi Bukan Membinasakan

Jakarta, FNN - Kasus KM 50 belakangan kembali muncul ke permukaan, hal tersebut terjadi karena masyarakat mencium adanya kejanggalan dalam kasus ini dimana tersangka pembunuhan yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, bebas dari jeratan penjara karena dianggap melakukan unlawful killing terhadap korban. Dalam sebuah diskusi publik berjudul \"Selamatkan NKRI dari Mafia di Tubuh POLRI\" salah satu pembicara yang berprofesi sebagai pengacara bernama Kamaruddin Simanjuntak ditanya pendapatnya terkait peristiwa KM 50 yang melibatkan polisi sebagai tersangkanya. Kamaruddin menjelaskan bahwa, dalam kasus tersebut tersebut sebenarnya tersangka telah melakukan kejahatan karena seharusnya polisi hanya melakukan tindakan melumpuhkan bukan membunuh. \"Polisi itu perannya mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat, bukan untuk membinasakan. Jadi kalau ada misalnya tersangka yang melakukan kejahatan, maka polisi seharusnya membawanya ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Jadi kalau misalnya seperti tragedi KM 50 ini, polisi itu  seharusnya melumpuhkan aja, kecuali ketika nyawanya terancam aja,\" ujarnya kepada audiens dalam diskusi publik melalui kanal YouTube FNN TV berjudul \"Selamatkan NKRI dari Mafia di Tubuh POLRI\" Rabu, 24 Agustus 2022. Pengacara Bridgadir Joshua dalam kasus Pembunuhan Brigadir Joshua yang didalangi oleh Ferdy Sambo itu menegaskan, perlu adanya perlawanan terhadap sikap polisi yang belakangan seolah terkesan terburu-buru dalam menangani kasus dengan cara \"membinasakan\" nya. \"Jadi kita harus menolak kalau polisi apa-apa membinasakan, tidak boleh. Yang boleh itu hanya melumpuhkan,\" ujarnya. Acara ini diselenggarakan oleh Front Kedaulatan Negara (FKN), Front Nasional Pancasila (FNP), dan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3). Dimoderatori oleh Rahma Sarita selalu jurnalis dan juga mendatangkan beberapa narasumber kunci yaitu Irma Hutabrat (Aktivis Senior) , Abdullah Hemahahua (Koordinator Presidium FKN), Heru Susetyo (Advokat HAM), Letjen Purn. Marinir Suharto (Mantan Irjen Dephan), Anton Permana Simioni (Alumnus Lemhanas), dan Kamaruddin Simanjuntak (Pengacara Brigadir Joshua). (Habil)

Silaturahmi Nasional FKPPN, Minta LaNyalla Perjuangkan Hak Pensiunan Perkebunan

Medan, FNN – Kehadiran Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, dalam Silaturahim Nasional Forum Komunikasi Purnakarya Perkebunan Nusantara (FKPPN) di Medan, Sabtu (27/8/2022), dimanfaatkan Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) FKPPN untuk menyampaikan aspirasi anggotanya. Ketua DPN FKPPN, Serta Ginting, meminta LaNyalla untuk membantu memperjuangkan aspirasi dan harapan para anggotanya yang masih terus hidup di bawah garis kemiskinan. Di antaranya mengenai hak Santunan Hari Tua (SHT) yang belum dibayar hingga kini. “Mohon kepada Bapak Ketua DPD RI agar memperjuangkan Penyelesaian Pembayaran Uang SHT bagi para Purnakarya yang hingga kini belum mereka terima. Padahal mereka sungguh sangat membutuhkan uang tersebut. Kami sudah mengadu ke Menteri BUMN (Erick Tohir, red) tetapi tidak ada respon sama sekali. Kami berharap Pak LaNyalla memperjuangkan hak kami,” katanya. Serta Ginting menambahkan, SHT merupakan kewajiban BUMN Perkebunan Nusantara kepada Purnakarya. Jumlah total SHT yang belum dibayarkan mencapai Rp 835,1 miliar yang merupakan hak dari 10.820 orang purnakarya.  Tidak itu saja, Serta Ginting juga meminta Ketua DPD RI memperjuangkan peninjauan atas  rendahnya uang Manfaat Pensiun (MP) yang mereka terima setiap bulan. “Anggota kami ada yang cuma mendapat Rp. 150.000 per bulan. Jauh di bawah kebutuhan hidup layak. Kami juga mendesak agar PTPN segera menyelesaikan pembayaran Hak Jubilium kepada para purnakarya,” katanya yang juga diamini oleh Ketua Harian FKPPN Jamil Sipayung.  Banyaknya penggarapan dan penjarahan Lahan Milik PTPN oleh pihak ketiga, turut disampaikannya. Serta Ginting pun berharap pemerintah serius ikut menyelesaikan agar PTPN kembali bisa memiliki lahan-lahan produktif itu dari cengkeraman mafia tanah. “Kami juga kecewa karena banyak di antara kami yang tidak mendapatkan Bantuan Sosial dari Pemerintah, karena di KTP kami tertulis Pensiunan BUMN. Padahal kondisi kami sangat membutuhkan,” katanya. Permasalahan lain yang disampaikan adalah agar Kementerian ATR/BPN membatalkan KSO Lahan PTPN II seluas 8.000,7 Hektar untuk Pembangunan Kawasan Deli Megapolitan. Karena, di atas lahan tersebut masih dihuni dan ditempati oleh masyarakat dan pensiunan. Sementara Ketua Panitia Silaturahmi Nasional, M Jamil Sipayung, yang juga Ketua Harian FKPPN mengatakan para mantan pekerja di BUMN Perkebunan Nusantara yang hadir dalam kegiatan tersebut berasal dari PTPN I sampai dengan PTPN XIV. “Kami pensiunan belum merdeka pak, ada belasan ribu orang yang belum tuntas santunan hari tuanya. Hak pensiunan belum dibayar sampai sekarang. Padahal itu kewajiban perusahaan. Untuk itu, kita minta Pak LaNyalla yang pernah menjadi Ketua Umum PSSI untuk mencetak gol atas perjuangan kami,” ujarnya. Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti langsung menanggapi positif aspirasi yang didorong oleh FKPPN. Kata dia, dalam waktu dekat ini permasalahan ini akan segera disampaikan ke Presiden RI Joko Widodo.  Bahkan, pria berdarah Bugis itu juga menugaskan Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI, Muhammad Nuh, yang juga Senator asal Sumatera Utara, untuk memanggil Menteri BUMN Erick Tohir terkait hal itu.  “Semoga Presiden Jokowi langsung merespon hal ini. Karena bisa saja Pak Jokowi belum tahu soal ini. Saya tugaskan Pak Nuh, salah satu Senator asal Sumut yang bisa stand by mengawal aspirasi ini. Jadi silahkan koordinasi dengan Pak Nuh untuk mengawal aspirasi ini. Saya akan perjuangkan ini dengan izin Allah. Mohon doa agar berkah,” kata LaNyalla yang disambut tepuk tangan meriah. Muhammad Nuh juga menyatakan siap sewaktu-waktu untuk bertemu dan koordinasi lebih lanjut dengan Ketua DPN FKPPN. “Bapak tidak perlu ke Jakarta. Saya yang akan menemui bapak,” tandas Muhammad Nuh. Dalam acara tersebut, selain didampingi M. Nuh, LaNyalla juga didampingi oleh Senator asal Aceh Fachrul Razi dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin serta Kabiro Setpim DPD RI, Sanherif Hutagaol. Dari tuan rumah hadir Ketua DPN FKPPN Serta Ginting, Sekretaris Jenderal FKPPN Baginda Panggabean, Ketua panitia yang juga Ketua Harian FKPPN M Jamil Sipayung dan beberapa ketua dan pengurus FKPPN dari berbagai daerah. (Ida/LC)

Instruksi Kapolri Menjadi Daya Dukung Berantas Perjudian

Tarakan, FNN - Pengamat hukum pidana dari Universitas Borneo Tarakan (UBT), Kalimantan Utara, Aris Irawan mengatakan terkait pemberantasan perjudian sesuai instruksi Kapolri harus dijalankan aparat kepolisian di daerah menyikapi maraknya perjudian ini, dengan segera bergerak memberantasnya.\"Dengan instruksi Kapolri menjadikan daya dukung kepolisian menjadi lebih baik dalam melaksanakan tugas penanggulangan tindak pidana perjudian, mulai dari pencegahan dan membentuk tim khusus,\" kata pengamat hukum pidana Aris Irawan, di Tarakan, Sabtu.Terkait Instruksi Kapolri untuk memberantas semua jenis perjudian kepada semua jajarannya dinilai sebenarnya sudah telat.\"Menurut hemat saya dikatakan telat memang sudah telat, tapi belumlah benar-benar terlambat\',\" katanya lagi.Kenyataan bahwa perjudian sudah meresahkan dimana-mana, ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi dan informasi yang memungkinkan kejahatan perjudian dapat menjadi lebih mudah diakses, sehingga ini juga merupakan keteledoran pemerintah.Dalam konteks kewenangan Polri dalam penanggulangan tindak pidana perjudian, menurutnya, penegakan hukum secara aktual bisa dilakukan oleh Polri.Ia menjelaskan, yang dimaksud dengan penegakan hukum secara aktual ialah tindakan yang dilakukan oleh kepolisian dalam upaya penanggulangan tindak pidana perjudian.\"Baik melalui laporan dari masyarakat ataupun tindakan langsung dari aparat kepolisian, karena diketahuinya terjadinya suatu tindak pidana yang tidak harus menunggu laporan masyarakat terlebih dahulu,\" kata Aris.Dasar hukum penanggulangan tindak pidana perjudian di Indonesia itu diatur dalam Pasal 303 KUHP, permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat keuntungan tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih dan lebih mahir.Menurut UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian Pasal 1 menentukan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.Pada hakikatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.Di samping itu, perjudian yang dilakukan secara online di internet diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE yang ancaman pidananya diatur di dalam Pasal 45 ayat (2) UU 19/2016 yang ancaman pidananya dipidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.Selain itu, dia menyatakan, pihak kepolisian harus melaksanakan kegiatan patroli perjudian yang rutin dilakukan memberikan efek preventif di dalam masyarakat. Di samping tindakan represif yang harus segera dilakukan, karena perjudian ini sudah terjadi dimana-mana dan meresahkan masyarakat.Upaya preventif administratif juga sebenarnya harus dilakukan pemerintah, tidak hanya kepolisian saja, katanya lagi.\"Hal tersebut dapat dilihat dari masih banyaknya situs-situs judi online yang masih beroperasi. Tidak jarang, situs-situs tersebut memasang iklan berbayar di situs mesin pencari secara terang-terangan,\" kata Aris.Kemudian penyalahgunaan fasilitas perbankan dalam kejahatan perjudian. Kemudahan akses fasilitas perbankan saat ini disalahgunakan pelaku judi daring untuk melakukan transaksinya.\"Sebenarnya adalah perbuatan melanggar aturan hukum pidana yang juga harus menjadi sorotan pihak kepolisian,\" katanya pula.Sebelumnya Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberikan toleransi bagi pihak yang terlibat dengan masalah perjudian.\"Terkait dengan masalah perjudian, kami tidak ada toleransi,\" ujar Listyo Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Jakarta, Rabu (24/8).Sejak Januari-Agustus, telah terdapat sebanyak 3.296 tersangka, sementara pada 1 Agustus - 22 Agustus 2022 terdapat 1.298 tersangka kasus perjudian.\"Karena memang kemudian ini menjadi perhatian nasional, saya sudah perintahkan kepada seluruh pimpinan wilayah, kapolres, kapolda, direktur, bahkan pejabat Mabes Polri, saya minta tidak ada lagi yang namanya judi, baik judi online maupun judi darat,\" kata Sigit.\"Kalau nanti saya dapati (melakukan judi), pasti saya copot. Dan itu merupakan komitmen saya bahwa di zaman saya judi itu tidak ada,\" ujarnya menegaskan. (Ida/ANTARA)

Rekonstruksi Percepat Kelengkapan Berkas Ferdy Sambo

Jakarta, FNN - Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan rekonstruksi kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J di Kompleks Duren Tiga merupakan salah satu upaya agar berkas bisa segera dinyatakan lengkap atau P-21.\"Dari Dirtipidum menyampaikan (rekonstruksi) untuk memperjelas konstruksi dan peristiwa yang terjadi, agar jaksa penuntut umum (JPU) mendapat gambaran yang lebih jelas dan sama dengan fakta-fakta dan keterangan para tersangka serta saksi di berita acara pemeriksaan, agar berkas bisa segera P-21,\" kata Dedi di Jakarta, Sabtu.Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri telah melimpahkan berkas perkara empat tersangka pembunuhan berencana Brigadir J, Jumat (19/8). Hingga kini belum diketahui apakah berkas tersebut sudah dinyatakan lengkap oleh JPU.\"Kalau P-19, belum ada infonya,\" tambahnya.Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan JPU memiliki waktu 14 hari sejak berkas dilimpahkan tahap satu untuk meneliti.Apabila berkas belum lengkap, katanya, maka jaksa penuntut akan mengembalikan berkas beserta petunjuk (P-19) kepada penyidik Bareskrim.\"Sejak berkas dilimpahkan pada Jumat (18/9), kami masih melakukan penelitian terhadap berkas perkara tersebut,\" kata Ketut.Terkait dengan rekonstruksi, Ketut mengatakan rekonstruksi dilakukan bekerja sama antara JPU dengan kepolisian.\"(Rekonstruksi) Sangat diperlukan, terlebih pelakunya lebih dari satu. Jangankan kasus pembunuhan, kasus tindak pidana korupsi seperti suap memerlukan proses rekonstruksi,\" imbuhnya.Dia menjelaskan rekonstruksi merupakan metode atau cara membangun proses pembuktian di tingkat penyidikan setelah tersangka dan saksi diperiksa.\"Sehingga, memudahkan JPU melakukan proses pembuktian di persidangan dengan melakukan reka ulang setiap kejadian atau fakta hukum yang ada,\" jelasnya.Rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J akan dilakukan pada Selasa (30/8) di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam pelaksanaan rekonstruksi tersebut, para tersangka akan didampingi pengacara. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga akan diundang untuk mengikuti rekonstruksi tersebut.Polri telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Mereka ialah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga Sambo Kuwat Maruf.Mereka dijerat Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun. (Ida/ANTARA)

Sebanyak 23 Pejudi Polres Bukittinggi Ditangkap Selama Agustus

Bukittinggi, FNN - Kepolisian Resor (Polres) Bukittinggi, Polda Sumatera Barat telah menangkap sebanyak 23 pelaku terlibat kasus perjudian di beberapa lokasi di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam selama Agustus 2022.Kapolres Bukittinggi AKBP Wahyuni Sri Lestari menjelaskan perkara perjudian yang terjadi di wilayah hukum Polres Bukittinggi dan jajaran polsek dari 10 laporan masyarakat, dengan salah seorang pelaku sudah berusia 81 tahun.\"Selama bulan Agustus ini, kami berhasil mengungkap dan menangkap perjudian baik langsung maupun online, dan hingga tadi malam jajaran reskrim kami telah menangkap pelaku perjudian tersebut sebanyak 23 orang tersangka, dengan laporan polisi sebanyak sepuluh buah, mirisnya satu orang sudah berusia 81 tahun,\" kata Wahyuni, di Bukittinggi, Sabtu.Kapolres menegaskan tidak ada toleransi terhadap kasus judi yang menjadi perhatian khusus Kapolri saat ini.\"Sebagai Kapolres, saya punya komitmen tidak akan memberikan ruang kepada segala bentuk perjudian, tetap berantas perjudian dalam bentuk apa pun,\" kata dia menegaskan.Pihak kepolisian memberi apresiasi kepada seluruh lapisan masyarakat maupun media yang telah memberikan informasi tentang perjudian ini kepada petugas.Wakapolres Bukittinggi Kompol Suyatno menyebutkan masing-masing tersangka ditangkap dengan modus dan barang bukti berbeda.Pertama, pada 7 Agustus di Nagari Kamang Mudik, Kecamatan Magek, Kabupaten Agam, perjudian online jenis togel dengan seorang tersangka laki-laki J (46).Kedua, 11 Agustus 2022 di Jalan Adinegoro Tanah Jua, Kota Bukittinggi, perjudian online jenis togel dengan seorang tersangka laki-laki AG (50).Ketiga, pada 11 Agustus 2022 di Jalan Adinegoro Tanah Jua, Kota Bukittinggi, perjudian online jenis togel dengan seorang tersangka laki-laki R (55).Keempat, pada12 Agustus 2022 di Simpang Simarasok, Nagari Simarasok, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, perjudian online togel dan rolet dengan lima orang tersangka laki-laki AP (36), A (54), I (44), MY (49), ZH (55).Kelima, pada 12 Agustus 2022 di Jorong Galuang, Nagari Sungai Puar, Kecamatan Sungai Puar, Kabupaten Agam, perjudian darat jenis kartu remi dengan empat orang tersangka laki-laki DS (31), Y (48), H (55), S (59).Keenam, pada 12 Agustus 2022 di Jorong Galuang, Nagari Sungai Puar, Kecamatan Sungai Puar, Kabupaten Agam, perjudian darat jenis kartu remi dengan empat orang tersangka laki-laki M (81), H (44), S (38), SK (70).Ketujuh pada 13 Agustus 2022 di Jorong Aia Tabik, Nagari Kamang Magek, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, perjudian online togel dengan tersangka laki-laki RR (24).Kedelapan, pada 25 Agustus 2022 di Kelurahan Pakan Kurai Kecamatan Guguak Panjang, Kota Bukittinggi, perjudian online jenis slot dengan tersangka laki-laki F (18).Kesembilan, pada 25 Agustus 2022 di Kelurahan Campago Ipuh, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, perjudian online jenis slot dengan tersangka laki-laki AN (38).Kesepuluh tanggal 26 Agustus 2022 di Jorong Pahambatan, Nagari Balingka, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, perjudian online jenis Ludo King dengan empat orang tersangka laki-laki FT (21), RH (25), F (27), HF (22).\"Kepada para tersangka semuanya dijerat dengan melanggar pasal 303 KUHP, dengan ancaman penjara paling lama sepuluh tahun penjara,\" kata Wakapolres Bukittinggi pula. (Ida/ANTARA)

Ribuan Personel Disiapkan Polres Malang untuk Mengamankan Laga Arema vs Persija

Malang, Jawa Timur, FNN - Kepolisian Resor (Polres) Malang menyiapkan ribuan personel gabungan untuk mengamankan laga Arema FC versus Persija Jakarta di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (28/8).Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat di Kabupaten Malang, Sabtu, menyebutkan ada kurang lebih 1.638 personel gabungan untuk mengamankan pertandingan mulai pukul 20.30 WIB tersebut.\"Pertandingan dilaksanakan pada malam hari, ini menjadi perhatian kami. Kami siapkan sebanyak 1.638 personel gabungan untuk pengamanan,\" kata Ferli.Ferli menjelaskan bahwa personel gabungan tersebut terdiri atas unsur gabungan Polri, TNI, Brimob, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, dan tenaga kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.Selain itu, juga melibatkan personel dari Dinas Perhubungan Kabupaten Malang dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Malang. Pengamanan tersebut juga didukung oleh personel polres yang berasal dari sejumlah wilayah.\"Selain dari Polres Malang, juga ada dari sejumlah polres lainnya, seperti Polresta Malang Kota, Polrestabes Surabaya, dan Polres Batu,\" katanya.Menurut dia, ada sejumlah hal yang menjadi perhatian para personel pengamanan tersebut, di antaranya adalah terkait dengan pendukung yang membawa flare atau suar, suporter wajib memiliki tiket untuk masuk ke stadion, dan mengantisipasi adanya copet.\"Ada sejumlah hal yang menjadi atensi atau perhatian tim pengamanan, di antaranya terkait dengan flare, tiket, dan copet,\" ujarnya.Pada pertandingan lanjutan Liga 1 2022/2023 akan mempertemukan antara Arema FC dan Persija Jakarta. Rencananya pertandingan tersebut akan dihadiri kurang lebih 43.000 orang pendukung kedua kesebelasan.Saat ini Arema FC yang merupakan tim tuan rumah berada di urutan ke-8 klasemen sementara Liga 1 musim 2022/2023 dengan mengantongi 10 poin. Pada pertandingan terakhir melawan RANS Nusantara FC, Arema FC menang dengan skor 4-2.Sementara itu, tim Macan Kemyaoran saat ini mengantongi 11 poin dan berada di urutan ke-6 klasemen sementara Liga 1. Persija memenangi pertandingan terakhir saat menjamu Persita Tangerang dengan skor 1-0. (Ida/ANTARA)  

Samboisasi Polisi

Membayangkannya saja adalah sebuah mimpi buruk. Kini kita menunggu kehadiran seorang Eliot Ness untuk membersihkan kepolisian dari semua cengkraman mafia. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Arts SKANDAL yang kini sedang melalap hampir habis kepolisian Republik ini mengerikan jika bukan memalukan atau memilukan. Nyaris seperti skandal Al Capone the Untouchables di Chicago di awal abad 20 AS: polisi justru melindungi mafia operator miras, narkoba dan prostitusi. Namun, Kepolisian Chicago waktu itu masih mending karena tidak sampai memenjarakan atau membunuh tokoh sipil yang kritis terhadap penguasa. Di Republik ini saat ini, polisi-lah yang nyaris memonopoli pengaturan hitam putih berbagai kasus hukum. Mungkin Laksamana Sukardi, mantan Meneg BUMN era Presiden Megawati, akan menyebut skandal polisi ini sebagai Salah Tata Kelola atau sebut saja misgovernance akibat menempatkan polisi pada posisi yang keliru. Salah Tata Kelola kepolisian ini dimulai oleh DPR dan Pemerintah yang telah menyusun UU No2/2002 tentang Kepolisian Negara RI. Ini pun dimungkinkan oleh UUD 2002 yang menggantikan UUD 1945 saat UUD 2002 itu memberikan kewenangan besar pada partai politik melalui berbagai UU turunannya, seperti UU Nomor 17/2014 tentang MD3. Pada saat belum lama ini kita menyaksikan drama Rapat Dengar Pendapat oleh Komisi 3 DPR dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang kasus Sambo ini. Harus diingat bahwa skandal memalukan ini adalah buah dari kerja ngawur para anggota parpol yang kini menduduki kursi DPR itu. Artinya, samboisasi polisi adalah juga tanggung jawab elit partai politik yang kini menguasai DPR. Penting dicatat bahwa saat Republik ini kehilangan kemampuannya untuk check and balances lalu meluncur menjadi sebuah police state, ini terjadi by design. Akibat salah tata kelola ini adalah maladministrasi publik di mana hukum dan regulasi dibuat bukan untuk kepentingan publik, tapi untuk kepentingan elit parpol dan para taipan yang mendukung logistik partai politik itu. Pemilu adalah mekanisme pemindahan habis hak politik rakyat pemilih ke partai politik. Hak politik rakyat dimulai dan berakhir di bilik suara Pemilu. Sisanya adalah kepiluan massal rakyat. Yang paling dirugikan oleh samboisasi polisi ini adalah proses demokratisasi sebagai salah satu agenda Refomasi. Proses demokratisasi itu mengandaikan masyarakat sipil yang kuat. Pada saat polisi makin dilengkapi dengan senjata yang makin militeristik dan mematikan serta kewenangan menkriminalisasi yang makin besar, maka masyarakat sipil akan hidup dalam rasa takut sehingga makin lemah. Padahal masyarakat sipil, terutama klas menengah terdidik yang kritis dan artikulatif adalah kekuatan demokratik yang penting. Oleh karena itu RUU KUHP harus dihentikan pembahasannya sampai tata kelola kepolisian ini dirombak secara menyeluruh. Di tangan kepolisian yang masih misgoverned ini, masyarakat sipil yang kini sedang menghadapi kesulitan ekonomi dan lilitan hutang akan semakin kehilangan peran demokratisasinya. Kini kita menyaksikan polisi yang makin mematikan bagi rakyatnya sendiri. Jika kepala satuan polisinya polisi bisa membunuh anak buahnya sendiri dengan brutal, kita bisa membayangkan kebrutalan jenis apa yang bisa dilakukan polisi atas rakyat biasa. Membayangkannya saja adalah sebuah mimpi buruk. Kini kita menunggu kehadiran seorang Eliot Ness untuk membersihkan kepolisian dari semua cengkraman mafia. Samboisasi polisi ini harus segera dihentikan dengan Hugengisasi atau Republik ini ambruk runtuh berkeping-keping. Kawasan Cawang, 27 Agustus 2022. (*)

Strategi Mewaspadai Dalang Gerakan Islamophobia di Indonesia

Kolaborasi maksudnya memainkan sebaik-baiknya strategi dalam melihat kapan bekerjasama dengan kekuatan global barat maupun China, kapan meninggalkannya? Oleh: Dr. H. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle (Disampaikan dalam Kongres Umat Islam Sumut ke Dua di Asrama Haji, Medan, 27 Agustus 2022) Pengantar MEMBAHAS dalang Islamophobia, sebagaimana diminta panitia dalam judul yang diberikan kepada saya cukuplah rumit. Sebab, hal itu dapat bergeser menjadi kajian politik konspirasi, di mana objektivitas mengalami degradasi. Saya ingin membahas dalang ini dalam konsep yang utuh, mempunyai basis teori yang jelas. Pertama, Islamophobia harus didekati dengan perang peradaban yang lama antara Islam dan barat, sepanjang 250 tahun Kapitalisme eksis. Kedua, Islamophobia harus dikaitkan dengan kepentingan China di Indonesia dalam bagian strategi Belt and Road Initiative, sebuah langkah China untuk menjadi superpower baru di dunia. Ketiga kita akan melihat bagaimana situasi sosiologis bangsa kita sendiri, untuk melihat kemungkinan munculnya Islamophobia itu dari dalam tubuh bangsa itu sendiri. Anti Islamophobia, Sebuah Dekonstruksi Islamophobia merupakan penamaan atas berbagai upaya, baik pikiran, maupun tindakan yang dilakukan perorangan maupun sekelompok masyarakat, bahkan sebuah negara, yang berusaha memojokkkan Islam sebagai sebuah ajaran, dan pengikutnya, sebagai kekuatan jahat yang dapat merusak norma sosial, maupun kekerasan sosia di masyarakat. Pendifinisian ini mengalami kesulitan pengertian akibat spektrum yang dicakup dalam persoalan yang dibahas. Ilhan Omar, anggota DPR AS, ketika mencoba membuat draft UU Anti Islamophobia membuat cakupan sebagai berikut: (A) acts of physical violence against, or harassment of, Muslim people, and acts of violence against, or vandalism of, Muslim community institutions, including schools, mosques,  and cemeteries; (B) instances of propaganda in government and nongovernment media that attempt to justify or promote racial hatred or incite acts of violence against Muslim people; (C) the actions, if any, taken by the government of the country to respond to such violence and attacks or to eliminate such propaganda or incitement; (D) the actions taken by such government to enact and enforce laws relating to the protection of the right to religious freedom of Muslim people; (E) the efforts of such government to promote anti-bias and tolerance education. Secara global, Ilhan Omar menjadi pembicaraan penting terkait Islamophobia ini, karena dia menginisiasi pertarungan anti-Islamophobia di Amerika dengan spektrum global. Spektrum global maksudnya, arah Gerakan anti-Islamophobi yang dia lakukan berkeinginan mencakup seluruh dunia, melalui tangan Amerika. Hal ini penting diberi catatan karena selama ini, justru Amerika, merupakan simbol barat dalam melakukan propaganda anti Islam di seluruh dunia. Pada saat Ilhan memulai debut pertarungan terkait isu ini, Ilhan memantik beberapa dekonstruksi isu penting, 1. definisi teroris, 2. Mensetarakan Israel, Taliban  dan Hamas dan 3. Sifat Islamophobi yang global. Pada definisi teroris, Ilhan membangun wacana baru tentang pemboman twin tower WTC NewYork, 9/11/2021. Amerika, Israel dan Barat selama ini membuat “landmark” puncak terorisme dunia dengan serangan 9/11 tersebut, karena simbolis serangannya pada pusat Kapitalisme dunia, dan memakan korban jiwa yang sangat besar Namun, Ilhan mengatakan bahwa serangan itu adalah “some people dis something”. Lengkapnya dia mem-post dalam Tweeter-nya “CAIR was founded after 9/11 because they recognized that some people did something and that all of us were starting to lose access to our civil liberties”. Definisi terorisme dan ekstrimisme di seluruh dunia, kecuali China, umumnya mengatakan bahwa terorisme dan ekstrimisme itu adalah bentuk kebiadaban Islam dalam mengadapi barat, baik negara maupun masyarakat. Kelompok-kelompok Islam ekstrem mengorganisasikan diri secara global untuk menghancurkan aset-aset vital negara barat dan bahkan menyerang manusianya. Sejak paska 9/11, Amerika membangun “Global War on Terroris”, termasuk operasi mereka di Indonesia, yang “dititipkan” pada Densus 88 Polisi (sebelum 9/11 pernah ada Densus 81 Kopassus). Dengan tema baru Anti Islamophobia, tema “War on Terror” pimpinan Amerika yang berusia 20 tahun lamanya, mulai meredup. Pada isu kedua, Ilhan meminta agar akuntabilitas dalam penindasan terhadap masyarakat, yang dilakukan rezim otoriter, harus dilakukan sama terhadap Taliban, Hamas, Israel dan Amerika, Ilhan mem-posting hal ini, ditautkan kepada mitra kerjanya, Blinken, Menteri Luar Negeri Amerika. Terjadi dekonstruksi pada statement ini, karena selama ini Amerika dan Israel melihat Hamas dan Taliban adalah teroris, sedangkan Ilhan melihatnya sama saja. Dan ketiga, Ilhan menyoroti semua penindasan dan kebencian terhadap Islam, baik yang dilakukan negara, seperti India, China, Myanmar, dlsb., kepada minorotas muslim di sana, maupun non negara, seperti kebencian kulit putih di beberapa negara barat terhadap orang muslim. Kemampuan Ilhan melakukan dekonstruksi dan pemilihan diksi maupun definisi, dan tentu saja keberaniannya, telah membangun simpati yang terkonsolidasi. Ilhan berhasil menggagas UU “Combating International Islamopobia” yang akhirnya disetujui DPR AS, pada 14/12/21 (saat ini menunggu persetujuan senat). Sebagai anggota DPR dari Partai Demokrat, partai penguasa, kita bisa memaknai, bahwa pemerintah yang berkuasa saat ini di Amerika mendukung sepenuhnya Gerakan anti-Islamophobia. Penguasa di Amerika, jika dikendalikan oleh Partai Demokrat, memang memandang “War on Terror” versi Goerge Bush, paska 9/11, akan lebih hati-hati dan cenderung tidak ingin menampilkan permusuhan pada Islam. Hal itu telah dimulai oleh pemerintahan Obama, yang mengarahkan perang pada terorisme, menyasar lebih kepada organisasi terror, bukan pada negara. Misalnya, Obama membuat kebijakan penarikan pasukan Amerika dari berbagai daerah pendudukan, seperti Irak dan Afganistan. Pada era pemerintahan Joe Biden, saat ini, fokus Amerika tidak lagi pada dunia Islam, sebagai ancaman strategisnya, melainkan kepada China dan Rusia. Dengan demikian, cepat atau lambat, kekuatan operasi militer Amerika, dan aliansinya, kurang ditujukan pada isu-isu ekstrimisme Islam dan terorisme. Jika pemerintahan Joe Biden bertahan Panjang, maka justru sebaliknya operasi anti-Islamophobia dapat berkembang di seluruh dunia, karena kemungkinan besar UU Anti Islamophobia itu didukung atau diloloskan oleh senat. Jika itu demikian adanya nantinya, maka UU itu mewajibkan Amerika membuat kontor tambahan di semua kedutaannya di seluruh dunia untuk mengawasi dan melawan Islamophobia. Pembahasan kita sejauh ini tentang Islamophobia dan Anti Islampobhia bersifat global. Beberapa negara barat mengikuti langkah Amerika, beberapa lainnya, mengalami kebuntuan karena besarnya isu migrasi, khususnya di eropa, akibat perang dan berbagai kekerasan di jazirah Arab, Afrika dan terakhir di Ukraina. Orang-orang migran terkini di eropa umumnya beragama Islam. Dalam situasi ekonomi yang sulit, baik paska pandemic covid-19, maupun perang Ukraina-Rusia, kehadiran mereka (imigran) dilihat lebih sebagai beban ekonomi dan sosial dari pada tenaga kerja murah potensial. Untungnya, PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) telah mengeluarkan resolusi Anti Islamophobia yang dapat menjadi rujukan negara-negara di dunia, untuk tidak memusuhi Islam. Benturan Peradaban Islam vs. Barat: Akankah Berakhir? Agenda Amerika dan barat saat ini lebih terfokus pada kompetisi dan perluasan pengaruh antara mereka dengan poros China-Rusia. Benturan peradaban yang diperkirakan Samuel Huntington awal 90 an, atau berakhirnya perang dingin (Cold War), akan terjadi antara barat dan Islam. Lebih tepatnya dikarenakan dominan kultur yang mampu mengimbangi barat adalah Islam, sebagai pembentuk identitas. Memang, sejak tahun 90-an, Amerika dan barat focus pada agenda identitas secara global, baik dalam isu demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan berbagai kebebasan sipil lainnya, yang diekspor ke seluruh dunia, termasuk dunia Islam, maupun eropa timur serta eks-Soviet. Terjadi pergeseran yang semula kompetisi antara negara barat vs timur, menjadi kompetisi kultur dan identitas. Namun, situasi terkini, dunia memperlihatkan bahwa China dan Rusia, sebagai negara, dan dalam genggaman pemimpin otoriter, bukan sebagai identitas dan kultur, sebagaimana tesis Huntingtin tentang “Sinic identity”, muncul sebagai competitor Amerika dalam dunia global. Sinic Identity, misalnya, Korea Selatan, Vietnam maupun Singapura, ternyata bukan memihak China, yang diklaim Huntington dalam kultur dan identitas yang sama, melainkan berpihak pada Amerika/Barat. Kesadaran ini terlihat telah mengantarkan Amerika melakukan konsolidasi kekuatannya bukan dalam agenda “clash of civilization”, melainkan pada kepentingan mereka, khususnya dagang. Pernyataan Blinken, misalnya di UI, dalam kunjungan ke Indonesia tahun lalu, mengatakan bahwa Indo-Pasifik adalah sebuah wilayah dengan kekuatan pasar $ 3 Triliun, yang tidak boleh hanya di dominasi Cina. Kemudian, tuduhan blok China-Rusia saat Indonesia menggelar Latihan militer Bersama Amerika, Inggris, Australia, Kanada, South Korea, Malaysia, Jepang dan lainnya (Garuda Shield, total 14 negara) bulan lalu, adalah upaya Amerika dan barat membentuk “NATO” di wilayah pasifik. Namun, apakah ketegangan poros Amerika-Barat vs Cina-Rusia akan mengakhiri permusuan barat terhadap Islam? Umat Islam tidak bisa melihat kecenderungan beberapa saat terkahir ini untuk menyimpulkan apa yang terjadi di depan. Pertama, sejarah 250 tahun kapitalisme adalah sejarah di mana identitas dan kebudayaan telah mendominasi dan bahkan menyingkirkan Islam. Kedua, isu “War on Terror” yang dilancarkan barat teradap Islam selama beberapa dekade belakangan ini, dilakukan secara biadab, demi penguasaan wilayah dan asset strategis negara Islam. Stiglitz, dalam bukunya “$3 Triliun  War”, misalnya menganalisa bahwa Amerika menyerang Irak paska 9/11, bukan utamanya urusan teroris, melainkan penguasaan ladang minyak. Ketiga, apakah di dalam negeri-negeri Islam, pemimpinnya mempunyai agenda kebangkitan Islam sebagai sebuah peradaban? Peranan China di Indonesia dan Semangat Anti Islam Rezim Jokowi Dalam era kepemimpinan Jokowi, peranan China sebagai negara sahabat Indonesia berkembang sangat pesat. Muhammad Zulfikar Rahmat, dalam “Growing-ties-between-indonesia-and-china-may-hurt-us-indonesia-relationship”, The Conversation (2020), melukiskan kuatnya peranan China dalam investasi dan perdagangan antar negara. Hal ini tidak terlepas dari Luhut Binsar Panjaitan, sebagai tokoh penting yang menjahit hubungan itu. Ekspor Indonesia ke China mencapai 16,6 % dan impor kita mencapai sepertiga total impor, serta investasi China di Indonesia naik menjadi nomer dunia terbesar setelah Singapura (2019). Pemerintah Jokowi mengklaim bahwa trade deficit dengan China semakin kemari semakin kecil. Namun, Reuters mencatat penurunan itu terjadi akibat ekonomi kita yang merosot akibat pandemic. “The deficit shrunk considerably between January to November 2020, falling to $7 billion from $15.4 billion in the same period in 2019, as Indonesia\'s demand for imported products plunged amid a coronavirus epidemic and its first recession in 22 years.” (Reuters, 13/1/21). Atau sejatinya defisit dagang kita mencapai $15 Milyar, yang menunjukkan ketergantungan Indonesia pada Chian. Zulfikar Rahmat, dalam “The China Factor in Indonesias New Capital City Plan“, the Diplomat 2/2022, juga menyebutkan keterlibatan besar-besaran RRC dalam membangun ibukota baru Indonesia di Kalimantan Timur. Khisore Mahbubani, dalam “The Genius Jokowi”, The Asean Post, 7/10/2021, keterlibatan Indonesia dalam projek Belt Road Initiative China antara lain adalah projek Kereta Api Cepat Bandung Jakarta (KCIC), zone turis special di Jawa, “the Kayan hydroelectric plant” di Kalimanta Utara, “expansion of the Kuala Tanjung port in Sumatra” dan pembangunan  “the Lembeh international airport in Sulawesi”. Kedekatan Jokowi dengan RRC juga ditunjukkan dengan mem-by-pass aturan perlindungan buruh lokal dari serbuan TKA China. Bahkan dalam masa pandemi, buruh-buruh China datang dengan frekwensi tinggi ke Indonesia, untuk projek-projek yang Indonesia seharusnya memberi peluang pada pekerja sendiri. Bahkan, projek itu disebutkan telah memberikan upah berkali lipat pada buruh import tersebut. Problemnya, jika perusahaan asal China yang mempekerjakan buruh-buruh impor ini bangkrut atau bermasalah, bagaimana memulangkan mereka ke negerinya. Misalnya, Tsingshan Industry, pemilik konsesi nikel asal China yang hampir menguasai semua pertambangan nikel kita, sedang mengalami “Short Position” sehingga mengalami kerugian $7 Miliar pada Maret lalu, yang dampaknya mungkin terjadi sampai saat ini. Alferd Chang and Fachry, dalam Financial Review, 9/3/22, memberi catatan “On Monday, one of Tsingshan’s brokers – a unit of a state-owned Chinese bank – failed to pay hundreds of millions of dollars in margin calls on its nickel positions”. (Untuk mempelajari lebih lanjut persoalan Tsingshan Industry, penguasa tambang nikel Indonesia, dapat dilihat di https://internationalbanker.com/brokerage/the-nickel-short-squeeze-what-happened/. Hal ini penting didalami karena tujuan Presiden Jokowi ke Amerika baru-baru ini bertemu Elonk Musk adalah persoalan bisnis terkait nikel atau batere). Paralel dengan dekatnya Jokowi dan RRC, Indonesia mengalami keburukan dari sisi demokrasi, kebebasan sipil, hak-hak asasi manusia, ketimpangan sosial dan terakir yang terkait langsung pembahasan kita adalah permusuhan terhadap ulama. Selama tahun 2020, Amnesty Internasional Indonesia mencatat sebanyak 101 kasus pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan menggunakan pasal karet UU ITE. Untuk tahun yang sama, 2020, Yayasan LBH Indonesia mencatat sebanyak 351 kasus pelanggaran hak dan kebebasan sipil  dan menyebut Indonesia memasuki negara otoriter. Sedangkan permusuhan terhadap Islam terjadi secara massif dengan menciptakan ketakutan anti terhadap Islam, melalui isu radikalisme dan terorisme yang tidak pantas, misalnya membiarkan pendukung-pendukung garis keras Jokowi untuk mengolok-olok santri anak-anak sebagai calon teroris. Menciptakan berbagai sosok-sosok vokalis yang selalu menegasi Islam sebagai agama mulia di Indonesia. Menjelek-jelekkan ulama. Kekuataan anti Islam ini tidak hanya dari masyarakat sendiri yang dikelola pemunculannya, namun juga negara, melalui pemerintah, membuat berbagai narasi yang menyudutkan Islam, seperti memfilterisasi pakaian Muslim untuk PNS, menyebarkan isu bahwa Masjid-masjid di lingkungan pemerintah banyak tersusupi radikalisme, melarang ritual kaum Muslim yang sudah menjadi tradisi, seperti malam takbiran di jalan, dlsb. Pemerintah sendiri misalnya, melalui Menteri Agama, mencoba mendegrasi eksistensi kebudayaan Islam, seperti Azan Masjid, dengan membandingkannya dengan gonggongan anjing (Seorang diantara pelapor kasus ini ke polisi di Lampung, Bunda Merri, malah dilaporkan balik oleh pendukung Menag, sehingga di penjara dan sedang diadili saat ini). Tak kalah pentingnya, lingkungan kampus pun didorong untuk menyuarakan Gerakan Islamophobi dengan isu bahayanya radikalisme di Kampus (salah satunya adalah Gerakan yang di pimpin Rektor Unila, sebelum ditangkap KPK karena korupsi). Kemudian juga, membubarkan ormas HTI dan FPI, tanpa menunggu bagaimana putusan pengadilan. Dan lain sebagainya yang di masa sebelumnya, paska reformasi, hal seperti digambarkan di atas tidak pernah terjadi. Hubungan kedekatan rezim Jokowi dan China, serta dampaknya pada Islamophobia di Indonesia, dapat kita perkirakakan berasal dari faham Komunisme rezim Tiongkok. RRC ini, meskipun mereka menjalankan ekonomi kapitalistik, saat ini, mereka tetap saja meyakini doktrin Komunis dan kepemimpinan otoriter dalam politik negaranya. Korban kekejaman rezim Komunis ini, di RRC, bisa kita lihat dari pembantaian etnis Islam secara massif di Uigur, XinJiang. Selain itu, Islam dipandang sebagai peradaban yang harus dihilangkan dalam pentas politik nasional, agar kedekatan China dan Indonesia dapat bertahan lama. Sebab, tragedi di masa lalu, seperti  kasus G30S/PKI, China kehilangan persahabatan dengan Indonesia, setelah ummat Islam Indonesia bersekutu dengan militer dan barat dalam melawan pengaruh Komunis. Dugaan yang lebih sederhana lagi adalah rezim Peking lebih merasa efisien berhubungan dengan Indonesia melalui penggalangan kelompok etnis China Konglomerat, dengan membangun oligarki, dan menguasai Indonesia dalam jangka Panjang. Kita mengetahui bahwa segelintir oligarki kita mempunyai loyalitas ganda, khususnya ketika diperlihatkan oleh banyaknya uang-uang Indonesia yang disimpan di Singapura atau luar negeri lainnya, dan seorang diantaranya viral mengaku bahwa “China adalah ‘ayah kandung’ mereka, sedang Indonesia ayah tiri”. Sebaliknya, Islam, di mata Peking dan pendukungnya, umumnya kaum minoritas, adalah ancaman bagi eksistensi negara sekuler Indonesia. Beban dan  ancaman yang demikian berat yang dilami ummat Islam Indonesia oleh rezim Jokowi, terutama pada kasus pembunuhan yang melanggar hukum (Unlawfull Killing) pada 6 pemuda anggota lascar FPI di KM 50 akhir Desember 21, pemenjaraan Habib Rizeq dkk., penembakan atas demontran pada aksi 21-22 Mei 2019, dan lain sebagainya, telah mengantarkan berbagai ormas Islam menggalang kekuatan anti Islamohobia di era Jokowi. Banyak orang bertanya, bukankah isu anti Islamophobia itu tepatnya hanya eksis di mana muslim sebagai minoritas? Namun, faktanya, Indonesia yang mayoritas muslim dikendalikan elit yang tidak bersahabat dengan Islam, sebagai sebuah ajaran peradaban, yang diakui oleh ideologi bangsanya, Pancasila. Tragedi paling terakhir ini, yakni kasus Ferdi Sambo, di mana polisi telah diidentikkan dengan sarang mafia, yang minim moralitas, menunjukkan instrument penindak lawan-lawan politik Jokowi itu, memang berada pada posisi yang sangat diametral berlawanan dengan peradaban Islami. Merujuk pada kemafiaan polisi ini, di mana mereka sangat dominan sebelum kasus Ferdy Sambo, tentu saja kebiadaban polisi pada ulama bisa dimengerti. Bagaimana membayangkan sebuah negara yang menganut azas demokrasi, memenjarakan ulama besar Habib Rizieq selama dua tahun di penjara bawah tanah? Untuk kesalahan yang tak jelas. Sekali lagi inilah bentuk Islamophobia akut. Model Pembelahan Sosial di Era Digital dan Islamophobia Dalam dimensi sosiologis, masyarakat Indonesia disebutkan antropolog Amerika Clifford Gerz mempunyai ketebelahan sebagai berikut, pertama masyarakat dengan kultur santri, kedua, dengan kultur abangan dan ketiga kultur priyayi. Santri merujuk pada ketaatan teradap agama Islam. Abangan merujuk pada kultur animism. Sedangkan priyayi merujuk pada aspek Hindu, yang eksis di Kraton. Dhuroruddin Mashad,  dalam buku “Politik Kaum Santri dan Abangan”, 2021, menggunakan pembelahan ala Clifford Gerz sebagai awal kajian. Selanjutnya , dia memperinci pengelompokan yang lebih terbelah antara santri perkotaan dan pedesaan. Pembelahan merujuk komitmen pada Islam, terjadi versus antara santri dan abangan. Pada pembelahan merujuk agama ini, Mashad memasukkan kaum priyayi pada kelompok abangan juga, namun, memberi catatan bahwa, secara kultural, priyayi yang mengalami pendidikan barat, sehingga keterlibatan mereka pada moral elit  terjadi. Priyayi dalam ruang publik menjaga etika sosial, sebaliknya kaum abangan kelas bawah, merupakan masyarakat yang terbuka pada praktik anti agama, seperti sabung ayam, pelacuran, dukun, dll. Sehingga dalam kelompok abangan, Mashad membagi abangan dalam abangan sekuleris (kaum priyayi) dan abangan marginalis. Keempat sub kultur pembentuk identitas masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa, telah membawa para ahli meyakini bahwa pembentukan partai politik diantara mereka sesuai mewakili aspirasi sub-kultur mereka tersebut, di awal kemerdekaan, seperti santri modernis membentuk Masyumi, sedangkan santri tradisionalis membentuk partai NU, abangan sekuleris membentuk PNI (Partai Nasional Indonesia) dan abangan marginalis membentuk PKI (Partai Komunis Indonesia). Tapi, tantangan demi tantangan perjalanan bangsa menunjukkan pembelahan tersebut bersifat dinamis, misalnya, adakalanya kerjasama dan konflik yang dalam terjadi tidak mengikuti kemungkinan logik yang seharusnya. Misalnya, Ketika awal kemerdekaan kelompok santri, baik tradisional maupun modern, keduanya sepakat Islam dijadikan ideologi negara. Tapi, hal itu tidak pernah terjadi lagi setelahnya. Meskipun, semua kelompok santri percaya bahwa dalam Islam tiak dapat dipisahkan antara agama dan politik. Sebaliknya juga terjadi dikalangan abangan, ketika awal kemerdekaan, berkali-kali diperlihatkan konflik antara kelompok Komunis dengan kelompok Nasionalis. Pembelahan ala Gerzt ini, sering pula tidak diterima oleh berbagai ahli. Harsja Bachtiar, mengutip kutipan Dhurorudin Mashad, mengatakan bahwa priyayi tidak identic dengan abangan Menurutnya, priyayi mempunyai multi spektrum dalam dirinya seperti melakukan Sholat, puasa namun juga mempraktekkan ajaran mistis ataupun rasionalitas barat. Irfan Afifi, dalam “Saya, Jawa dan Islam” (2019), menemukan fakta bahwa Islam justru merupakan sumber ikatan budaya bagi orang Jawa. Mengutip Nancy Florida, penulis sejarah colonial dan penerusnya, justru memompakan sejarah palsu sebagai pengingkaran atas berpadunya Islam dan Jawa dalam sejarah kita. Pengingkaran sejarah ini juga ditunjukkan oleh Mansyur Suryanegra (2019) misalnya, penulis sejarah kolonial menggambarkan kehancuran Kerajaan Hindu Majapahit akibat serangan Raja Islam Demak. Padahal sejatinya peperangan antara sesama kerajaan Hindu yang menghancurkan Majapahit. Menurutnya, itu adalah taktik kolonial untuk menanamkan kebencian orang Jawa yang bernuansa Hindu kepada orang-orang Islam. Lalu bagaimana kita melihat Islamophobia secara sosologis di Indonesia? Kita harus meninggalkan model analisis Clifford Gerzt tentang pembelahan kultural itu. Terutama, sepanjang beberapa dekade sebelum era digital, transformasi Indonesia menjadi urban (perkotaan) berlangsung massif, pendidikan dan universitas berkembang pesat, industrialisasi di pulau Jawa masuk ke berbagai pelosok desa. Artinya terjadi benturan budaya dan transformasi budaya selama itu. Sekarang, dalam era digital dan “Big Data” pengertian desa vs. kota melemah. Era digital menciptakan kecepatan dan percepatan masyarakat berinteraksi dengan data dan informasi. Efeknya adalah kehancuran struktural pada kebudayaan lama, di mana hirarki menjadi keharusan. Hirarki baru dalam struktur masyarakat baru ditandai dengan penguasaan data dan pengendaliannya. Dunia maya dan atau dunia digital dikendalikan Big Machine, seperti Google, FB, Twitter, Instagram, dll. Kata kuncinya adalah algoritma. Anak-anak muda millenial memahami jebakan algoritma, sehingga mereka tahu mana fake, hoax dan fakta. Mereka semakin kritis, baik di desa, maupun kota. Kemudian, terjadi kesadaran identitas, tanpa menunggu arahan struktural atau afiliasi. Baceprot, misalnya, kelompok musik tiga gadis Berjilbab asal Garut, tidak masuk dalam jajaran elit musik Indonesia, versi \"gaya lama\". Tapi, sekarang mereka menjadi salah satu group musik yang meggemparkan medsos dan identitas Islam. Mereka berkali-kali diundang tour musik meta di Eropa dan lainnya, dengan percaya diri. Di hadapan ribuan pengunjung Konser Metal di Jerman penyanyi Baceprot berteriak lantang, “Kenapa saya pakai Jilbab?” tanyanya. Kemudian dia lanjut menjawab, “karena ini simbol perdamaian dan keindahan”. Fenomena Baceprot ini adalah fenomena dunia baru, di mana kesadaran perempuan desa versus kota tidak begitu berbeda. Dan semua ini terjadi dalam era digital. Dalam kasus Ferdy Sambo, misalnya, juga nitizen, seperti yang diuraikan Ismail Fahmi, Drone Emprit, tentang perang medsos, mayoritas nitizen tidak percaya dengan keterangan awal polisi yang berusaha menutupi kasus itu. Bahkan, sebuah anonim, Opposite, membongkar dan mempropagandakan terus menerus berbagai isu terkait kasus ini, membentuk opini perlawanan. Dengan dunia maya, struktur dan hirarki sosiologis lama ala Gerzt kehilangan makna. Jika pembelahan sosial ala Gerzt tidak lagi dapat diandalkan dalam membaca peta sosial, bagaimana posisi konflik ataupun kolaborasi? Bagaimana peranan agama dan budaya? Penjelasan yang paling masuk akal atas pembelahan sosial yang mengandung Islamophobia di Indonesia adalah skenario atau desain kelompok kekuatan tertentu, khususnya kaum oligarki, yang memang ingin menghancurkan kekuatan rakyat. Kekuatan rakyat ini, khususnya jika berbasis Islam, maka akan menjadi benteng melawan ekpansi oligarki menguasai seluruh kekayaan Indonesia. Oleh karenanya, Devide et Impera (pecah belah dan kuasai) adalah agenda yang terencana dari kekuatan oligarki itu. Secara natural, benturan identitas maupun budaya, tidaklah fenomena eksis, kecuali sekali lagi karena skenario jahat. Rakyat Indonesia dan atau umat Islam dapat membangun kolaborasi dan harmoni, jika tidak dirusak oleh kaum oligarki. Penutup Dalang gerakan Islamophobia dapat didalami dengan melihat kepentingan global barat, kepentingan RRC dan kepentingan oligarki Indonesia. Melihat fenomena Islamophobia tersebut hanya bisa lebih presisi melalui pendekatan kepentingan mereka. Kepentingan mereka untuk menguasai Indonesia akan berbenturan dengan Islam maupun umat Islam yang ideologinya untuk kepentingan sebanyak-banyaknya ummat manusia. Sebuah kebalikan dari kepentingan asing maupun oligarki lokal. Untuk melawan kepentingan mereka, maka konsolidasi umat Islam harus mampu membangun kolaborasi yang paling sedikit mudharatnya (the lesser evil). Kolaborasi maksudnya memainkan sebaik-baiknya strategi dalam melihat kapan bekerjasama dengan kekuatan global barat maupun China, kapan meninggalkannya? Kapan menekan oligarki lokal dan kapan berkolaborasi? Semuanya harus dilakukan secara terdesain oleh kekuatan Islam yang terkonsolidasi dan dalam spirit anti Islamophobia. (*)

Rapat Serius Dibuat Bercanda, Fahri Soroti Prilaku Anggota Komisi III DPR saat Rapat Kerja dengan Kapolri

Jakarta, FNN - Baru-baru ini ruangan Komisi III DPR RI dihebohkan dengan suara perempuan misterius yang memanggil \'sayang\' saat berlangsungnya Rapat Kerja (Raker) Komisi hukum DPR RI dengan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo serta jajarannya, pada Rabu (24/8/2022) lalu. Momen tak terduga itu pun menjadi sorotan Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019, Fahri Hamzah melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (27/8/2022). Fahri menekankan agar Anggota DPR RI harus membiasakan panggilan yang sudah tertera di dalam Tata Tertib (Tatib). \"Istilah \'yang terhormat\', penting agar mereka tahu diri. Itulah makna panggilan itu. Rapat Parlemen itu rapat serius, jangan main-main dan banyak bercanda,\" tegasnya. Dijelaskan Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu, dalam tradisi pemerintahan demokrasi yang benar, mereka yang hadir dalam sidang Dewan akan merasa bahwa seluruh kerja dan pertanggungjawaban mereka akan dibongkar sampai tulang dan isinya. \"Para peserta Sidang Dewan harus mempersiapkan diri dengan baik apapun yang akan dibahas,\" ujarnya. Sebaliknya, para anggota Dewan yang akan hadir di ruang sidang sudah dipenuhi oleh hasil riset, yakni dari pusat riset parlemen yang dipersiapkan untuk membongkar habis kinerja dari sebuah lembaga negara yang sedang berada di depan mereka. \"Sehingga terjawab semua masalah! Demikian seharusnya!\" ujar Fahri  yang juga mantan Wakil Ketua Komisi III DPR ini. Selain itu, hal terkait rapat pengawasan Dewan juga tidak luput dari saran Fahri Hamzah berkenaan dengan kinerja Anggota DPR. Dia berharap rapat pengawasan Dewan itu bisa membuat mereka memperbaiki kinerja sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban tugasnya. \"Dewan tidak saja harus serius, tapi harus nampak serius. Di antara keseriusan tersebut yakni pada tata tertib yang sudah mengatur penggunaan kata-kata dalam sidang standar dan formal. Jadi, anggota Parlemen tidak boleh terjebak informalitas seperti panggilan adinda, kakanda, apalagi \'sayang\'. Semua ini sangat terlarang,\" pungkas politisi asal NTB ini. Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah juga sempat menyidir Komisi III DPR sekarang sebagai \'Komisi Tega\'  sehingga tidak bisa diandalkan dalam ikut menyelesaikan beberapa kejadian-kejadian belakangan ini. Saat diskusi Gelora Talks bertajuk \'Negara Hukum dan Masa Depan Indonesia\', secara daring Rabu (17/8/2022) lalu, Fahri .berkelakar saat menyapa Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny Kabur Harman. Awalnya, Fahri mengatakan pihaknya sengaja mengundang Benny lantaran memiliki kapasitas di bidangnya, yakni hukum tata negara. \"Kita memilih Mas Benny atau Pak Benny ini kawan lama saya di Komisi III karena saya tahu dalam godaan Komisi III menjadi komisi tega sekarang ini hahaha,\" kata Fahri.  Sementara itu, dalam kasus panggilan \'sayang\' saat Rapat Kerja dengan Kapolri,  DPP Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat IB) pada Jumat (26/8/2022) melaporkan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar al-Habsyi ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Ketua MKD itu dilaporkan oleh  Pekat IB, karena  suara \'sayang\' menyerupai suara perempuan dari ponsel saat rapat bareng Kapolri, Rabu (24/8/2022) tersebut, berasal dari ponsel Aboe Bakar al-Habsyi, sehingga membuat rapat terganggu. (Lia