ALL CATEGORY

Meski Ada Penurunan, Harga Minyak Global Masih Fluktuatif

Jakarta, FNN - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan harga minyak di tingkat global masih akan fluktuatif, meski saat ini sudah mulai ada penurunan.“Sekarang kita melihat harga minyak sedikit menurun, tetapi kita tidak yakin kapan ini akan naik atau apakah akan turun dan terus turun lagi,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam acara Bloomberg Recovery and Resilience di Jakarta, Senin.Menurut Sri Mulyani, keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan Bakar Minyak (BBM) dengan rata-rata sebesar 30 persen merupakan langkah yang cukup tepat mengingat harga minyak dunia mengalami kenaikan mencapai 100 dolar AS per barel.Ia mengatakan kenaikan harga BBM ini akan mampu mengamankan anggaran yang sudah terlalu tertekan jika harus ditambah untuk memberi subsidi.“Saya pikir langkah-langkah yang telah kita ambil untuk menyesuaikan harga minyak minggu lalu akan cukup untuk setidaknya mengamankan anggaran,” kata Sri Mulyani.Meski demikian, lanjutnya, pemerintah akhirnya memberi tambahan bantuan sosial dalam rangka menjaga daya beli masyarakat di tengah potensi peningkatan berbagai harga komoditas akibat kenaikan harga BBM.Langkah itu sejalan dengan fokus kebijakan pemerintah yaitu menjaga momentum pemulihan melalui terjaganya daya beli masyarakat, namun anggaran tetap aman, kredibel dan berkelanjutan dalam jangka menengah panjang.Dalam hal ini, kata dia, pemerintah telah menjalankan tiga tujuan sekaligus yaitu melindungi rakyat karena masih memberi subsidi, mempertahankan pemulihan ekonomi yang diharapkan berlanjut pada kuartal III sekaligus menghemat dan menciptakan keberlanjutan serta kredibilitas anggaran. (Sof/ANTARA)

Terkesan Dilindungi, Saat Ini Putri Sambo Diduga Ikut Tembak Brigadir Yoshua

Jakarta, FNN – Kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat terus memunculkan kejutan-kejutan baru. Salah satunya yang menjadi isu paling panas, Putri Candrawathi diduga ikut menembak Brigadir Yoshua hingga tewas. Dari hasil autopsi, Brigadir Yoshua ditembak lebih dari satu peluru yang kemungkinan dilakukan orang lain selain Ferdy Sambo dan Bharada E. Dugaan ini disampaikan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam sebuah perbincangan dengan Rosiana Silalahi pada Kamis, Kamis (8/9/22) malam. “FS mengatakan, dia bilang hanya memerintah dan tak menembak. Tapi kami menemukan bukti-bukti dari autopsi maupun autopsi ulang, dan maupun uji balistik, bahwa jenis peluru yang ditembakkan ke Brigadir Yoshua bukan satu jenis. Karena itu, tidak mungkin dari satu senjata api, tapi pasti lebih dari satu senjata,” kata Taufan. Dengan begitu kata Taufan ia berharap penyidik mendalami lebih jauh dan menemukan alat bukti yang bisa diyakini semua pihak. “Tetapi sekali lagi, saya ingin penyidik juga harus mendalami kemungkinan ada pihak ketiga yang melakukan penembakan itu. Kuat dugaan iya, tapi saya belum bisa memastikan siapa ya. Pasti salah satu diantara yang ada di situ. Termasuk Ibu Putri dan bisa juga Kuwat,\" katanya. Menanggapi hal ini, wartawan senior FNN Hersubeno Arief mengatakan spekulasi ini semakin membuat mengejutkan. “Ini sangat menarik dan mengejutkan ya, jika hal itu dapat dibuktikan, maka skenario baru yang tengah dikembangkan oleh kubu FS bakal berantakan, dan kemudian posisi PC sebagai salah satu pelaku yang terkesan sangat dilindungi ini akan berubah total karena desakan publik semakin menguat,” kata Hersubeno dalam kanal YouTube Pribadinya Hersubeno Point, Minggu (11/9/22). Dalam keterangannya, Bharada E mengaku diperintah untuk menembak Brigadir Yoshua pertama kali, kemudian diakhiri dengan tembakan Ferdy Sambo. Namun di sisi lain, Bripka Ricky Rizal baru-baru ini mengaku bahwa ia menolak menerima perintah menembak Brigadir Yoshua dan menyebut tidak mengetahui apakah Ferdy Sambo ikut menembak atau tidak. Bripka RR mengaku sedang menjawab handie talky dari ajudan yang menanyakan ada apa di dalam. Bripka RR juga mengatakan ia tidak bisa memastikan apakah Ferdy Sambo ikut menembak karena ia berada di belakang Bharada E. “Tolong dicatat ya, mereka ini tidak melihat, bukan membantah FS menembak,” tegas Hersubeno. Lebih lanjut, dengan munculnya spekulasi keterlibatan Putri Candrawathi yang diduga ikut menembak Brigadir Yoshua, menurut Hersubeno hal ini justru menambah kebingungan publik. “Kita tunggu saja kejutan berikutnya, saat ini kuncinya berada di Bharada E, karena kalau kita review ke belakang, kasus ini menjadi terkuak dari pengakuan Bharada E,” pungkasnya. (Lia)

Kasus Edy Jin Buang Anak Bebas, Inilah Pasal-Pasal yang Menjeratnya

Jakarta, FNN – Sidang putusan Edy Mulyadi (EM) perkara istilah \"Tempat Jin Buang Anak\" digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (12/09/22). Ketua Majelis Hakim menjatuhkan pidana masa penahanan selama 7 bulan 15 hari, yang berarti terdakwa dapat segera dibebaskan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Edy Mulyadi dengan dakwaan pertama primair, dakwaan pertama subsidair atau dakwaan pertama lebih subsidair. Sebelumnya, terdakwa dituntut 4 tahun penjara dengan dakwaan utama menyebarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran. Dalam vonis yang dibacakan Majelis Hakim, dakwaan pertama primair tidak terbukti dengan tidak terpenuhinya unsur kedua berupa menyiarkan berita bohong yang diatur berdasarkan Pasal 14 ayat 1 UU RI No. 1 Tahun 1946. \"Menimbang bahwa oleh salah satu unsur dalam dakwaan pertama primair, yaitu unsur kedua menyiarkan berita bohong atau pemberitahuan bohong tidak terpenuhi dan terbukti, maka Majelis Hakim tanpa mempertimbangkan unsur berikutnya, maka dakwaan pertama primair ini harus dinyatakan tidak terbukti,\" ujar Adeng Abdul Qohar, selaku pemimpin sidang. Selain itu, hakim juga menyatakan dakwaan pertama subsidair berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU RI No. 1 Tahun 1946 tidak memenuhi unsur yang menimbulkan keonaran di kalangan rakyat. \"Menimbang berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka unsur menyampaikan suatu pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat ini tidak terpenuhi dan terbukti oleh perbuatan terdakwa,\" kata hakim ketua. Pada dakwaan pertama lebih subsidair yang diatur dalam Pasal 15 UU RI No. 1 Tahun 1946, Majelis Hakim menjelaskan bahwa kabar yang disampaikan terdakwa mengenai IKN merupakan berita yang tidak lengkap dikarenakan tidak ada klarifikasi informasi kajian Walhi dengan pihak terkait. \"Terdakwa seharusnya mengerti atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa kabar yang demikian itu, yaitu kabar yang terdakwa sampaikan dalam rangka mengkritisi RUU IKN merupakan berita yang tidak lengkap karena terdakwa tidak melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait tentang informasi yang diperoleh dari kajian Walhi tentang IKN,\" ujar Adeng. \"Maka menurut pendapat Majelis Hakim, unsur menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan, atau kabar yang tidak lengkap telah terpenuhi. Sehingga unsur kedua inipun telah terbukti,\" tambahnya. Edy divonis melanggar Pasal 15 UU RI No. 1 1946 dakwaan pertama lebih subsidair. Sebelumnya, JPU sempat menghadirkan 22 saksi dan 7 ahli di persidangan. Sedangkan pihak terdakwa menghadirkan 4 saksi dan 4 ahli yang meringankan. Wartawan senior FNN tersebut telah ditahan sejak penangkapannya pada 31 Januari 2022 dan ditempatkan di rumah tahanan sementara. Dengan vonis 7 bulan 15 hari yang ditetapkan oleh Majelis Hakim, Edy sudah dinyatakan bebas dan dapat segera meninggalkan tahanan. (oct)

Peretas Bjorka Hanya Memiliki Data Umum

Jakarta, FNN - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G.Plate menyebut data yang dimiliki oleh peretas Bjorka adalah data umum.\"Di rapat dibicarakan bahwa memang ada data-data yang beredar salah satunya oleh Bjorka, tapi data-data tersebut setelah ditelaah sementara adalah data-data yang bersifat umum. Bukan data-data spesifik dan bukan data-data ter-update,\" kata Menkominfo Johnny G Plate di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Senin.Johnny G Plate mengaku baru melakukan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma\'ruf Amin, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian. \"Tim lintas kementerian lembaga dan BSSN, Kominfo, Polri dan BIN berkoordinasi untuk menelaah secara dalam,\" ungkap Johnny.Johnny juga menyebut akan dibentuk tim khusus yaitu \"emergency response team\" untuk menjaga tata kelola data yang baik di Indonesia. \"Juga untuk menjaga kepercayaan publik. Jadi akan ada \'emergency response team\', (anggotanya) dari BSSN, Kominfo, Polri, dan BIN untuk melakukan asesmen-asesmen berikutnya,\" tambah Johnny.Johnny juga mengaku ada keterbatasan pemerintah dalam melakukan komunikasi publik. \"Saya mengajak rekan-rekan media, ini data sangat strategis dan data juga bisa terkait dengan \'sovereignity\', kedaulatan kita, termasuk sangat geopolitis. Mohon media jangan sampai memberitakan yang memberikan dampak kebingungan kepada masyarakat karena ini banyak hal-hal teknis yang kadang salah kutip yang mengakibatkan satu dengan lainnya warga bangsa kita saling \'mem-bully\'. Jangan sampai,\" ungkap Johnny.Ia berharap saat menghadapi serangan peretasan dapat dibangun kekuatan nasional dan bergotong royong menghadapi semua bahaya, termasuk dalam ruang digital. \"Bahaya dalam ruang digital tersebut adalah bentuknya tindakan kriminal digital. Ini harus kita jaga bersama-sama, bangun kerja bersama. Berbeda pendapat itu normal dalam demokrasi. Namun, saat untuk kepentingan negara secara keseluruhan, mari kita jaga kekompakan,\" tuturnya.Menkominfo juga mengatakan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) telah disetujui di rapat tingkat 1 oleh panja Komisi 1 DPR dengan pemerintah. \"Kami sekarang tunggu jadwal untuk pembahasan dan persetujuan tingkat 2 yaitu rapat paripurna DPR, mudah-mudahan nanti dengan disahkan RUU PDP jadi UU PDP ada payung hukum yang lebih baik untuk menjaga data,\" kata Johnny.Terbaru, peretas dengan identitas Bjorka melalui grup Telegram mengklaim telah meretas surat menyurat milik Presiden Jokowi, termasuk surat dari BIN.Klaim dari Bjorka tersebut kemudian diunggah oleh salah satu akun Twitter \"DarkTracer : DarkWeb Criminal Intelligence\", yang kemudian viral dan sempat menjadi salah satu topik pembahasan terpopuler (trending topic) di Twitter hingga Sabtu pagi.Dalam unggahan di akun Twitter itu disebutkan bahwa surat dan dokumen untuk Presiden Indonesia, termasuk surat yang dikirimkan BIN dengan label rahasia telah bocor.Peretas dengan identitas Bjorka juga sebelumnya kerap mengklaim telah meretas data-data terkait kependudukan Indonesia, seperti data registrasi \"SIM Card Prabayar\" dan data milik salah satu provider telekomunikasi. (Ida/ANTARA)

Masyarakat Diminta Tetap Tenang Soal Dugaan Kebocoran Data

Jakarta, FNN - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian meminta masyarakat untuk tetap tenang atas dugaan kebocoran data yang terjadi di internet belakangan ini.Pasalnya, menurut Hinsa, sejauh ini tidak ada sistem elektronik yang terganggu meskipun di tengah maraknya dugaan kebocoran data.\"Makanya masyarakat itu kita harapkan tenang saja. Tidak ada satu sistem elektronik yang diserang sementara ini, sistem elektronik ya,\" kata Hinsa kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.Kepala BSSN baru saja dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengikuti rapat internal yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD serta Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.Rapat internal tersebut hanya selang beberapa hari setelah diduga terjadi kebocoran surat dan dokumen untuk Presiden Jokowi di internet. Peretas dengan identitas Bjorka melalui grup Telegram mengklaim telah meretas surat menyurat milik Presiden Jokowi, termasuk surat dari Badan Intelijen Negara (BIN).Klaim tersebut menjadi viral setelah sebuah akun Twitter bernama \"DarkTracer : DarkWeb Criminal Intelligence\" mengunggah tangkapan layar dari Bjorka bahwa surat dan dokumen untuk Presiden Indonesia, termasuk surat yang dikirimkan BIN dengan label rahasia telah bocor.Menkopolhukam Mahfud MD pada Senin siang sudah menanggapi hal tersebut dan memastikan bahwa kebocoran data yang ramai diperbincangkan belakangan ini tidak terkait dengan data-data rahasia milik negara.\"Soal bocornya data negara, saya pastikan bahwa itu memang terjadi. Saya sudah dapat laporannya dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kemudian, dari analisis Deputi VII (Kemenkopolhukam), terjadi di sini-sini. Tetapi, itu bisa sebenarnya bukan data yang sebetulnya rahasia,\" kata Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam.Hal serupa disampaikan Menkominfo Johnny G. Plate yang menyebut bahwa data yang dimiliki peretas atas nama Bjorka adalah data umum. \"Di rapat dibicarakan bahwa memang ada data-data yang beredar, salah satunya oleh Bjorka, tapi data-data tersebut setelah ditelaah sementara adalah data-data yang bersifat umum. Bukan data-data spesifik dan bukan data-data ter-\'update\',\" katanya selepas rapat internal bersama Presiden Jokowi. (Ida/ANTARA)

Vonis Edy Mulyadi, Hakim Bernurani dan Jaminan Kebebasan Pers

KETUKAN palu Ketua Majelis Hakim, Adeng Abdul Kohar dari ruang sidang Muhammad Hatta Ali, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 12 September 2022 sangat melegakan hati. Hakim benar-benar masih punya nurani. Sangat berbeda dengan polisi yang menangkap Edy Mulyadi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang membegal hati nurani dan membegal hukum. Padahal, polisi dan jaksa adalah bagian dari aparatur penegak hukum. Bahkan, jaksa sejak awal antara lain mendakwa Edy bukan wartawan dan FNN tidak berizin. Kok izin? JPU pun menuntutnya 4 tahun penjara. Sebuah tuntutan yang tidak masuk akal, kecuali bagi mereka yang kerasukan jin. Oleh majelis hakim, Edy dijatuhi vonis sesuai masa tahanan, tujuh bulan 15 hari. Perintah majelis, ia juga harus dibebaskan. Ya, berdasarkan putusan itu, Edy harus segera menghirup udara, berkumpul dengan keluarga dan bertemu dengan sahabat, serta para penggemarnya. Wartawan senior FNN itu segera menghirup udara bebas sejak ditahan 31 Januari 2022 yang lalu. Ya, penahanan yang dilakukan semena-mena, tanpa terlebih dahulu polisi mengarahkan persoalan Edy ke Dewan Pers. Padahal, masalah yang terjadi adalah sengketa pers. Tidak ada hak jawab dan koreksi yang dialamatkan ke FNN oleh mereka yang merasa keberatan atas video Edy itu. Pokoknya, \'jin buang anak\', itu harus dijadikan masalah. Edy sendiri menjadi korban karena dia sudah lama ditarget berkaitan dengan investigasinya dalam kasus pembantaian enam laskar Front Pembela Islam (sekarang Front Persaudaraan Islam-FPI) yang mengawal Habib Rizieq Syihab, yang terkenal dengan peristiwa KM 50. Sebenarnya, sejak awal, perkara yang dialamatkan ke Edy itu adalah rekayasa jahat oleh penguasa, yang diperintahkan kepada polisi. Anda tidak percaya? Buktinya, baru sekali diperiksa, sudah langsung ditahan. Sedangkan Putri Candrawathi yang juga menjadi tersangka pembunuhan berencana bersama suaminya Ferdy Sambo terhadap Josua Hurabarat, sudah dua kali diperiksa,  tetapi masih bebas menghirup udara. Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, khususnya bagian cyber terlalu memaksakan kasus tersebut hingga menjadikan Edy tersangka dan langsung ditahan. Jin buang anak yang menjadi malapetaka bagi Edy, jelas tidak masuk akal dan menjadikan aparat penegak hukum menjadi alat penguasa Semua tahu dan maklum, kalimat tersebut tidak memiliki konotasi negatif. Kalimat tersebut hanya mengambarkan sebuah tempat yang sepi, jauh dari keramaian. Tetapi, polisi gelap mata dan memaksa Edy menjadi tersangka dan langsung ditahan sejak Senin, 31 Januari 2022. Nuansa politik sangat kental dalam kasus ini. Edy adalah wartawan senior FNN, yang sudah malang-melintang di beberapa media besar dan resmi. Edy bukan wartawan abal-abal. Intinya, Edy menjadi terdakwa bukan karena kalimat ‘jin buang anak’. Akan tetapi, di video itu ia mengkritisi habis-habisan pembangunan calon Ibu Kota Baru (IKN) di Kalimantan Timur yang akan menghabiskan anggaran ratusan triliun. Sebagai wartawan senior, Edy kerap membuat tulisan maupun video yang mengkritisi kebijakan pemerintah yang memberatkan rakyat. Misalnya, tulisannya berjudul; “Kereta Cepat Jakarta-Bandung untuk Siapa?” yang dimuat di FNN.co.id sudah dibuka lebih dari 20.000 kali. Belum yang disebar di media sosial lainnya. Sekali lagi, kita apresiasi putusan hakim terhadap Edy. Sebab, putusan itu juga sekaligus memberikan angin segar terhadap dunia pers. Jika mau jujur, seandainya Edy tidak sempat ditahan, majelis hakim akan memvonis bebas. Vonis itu membuat ruang pers bernapas lega. Andaikan vonisnya berat, itu pertanda mulai matinya kebebasan pers. Jika divonis lebih berat, bukan tidak mungkin banyak wartawan akan semakin mudah di-Edy-kan. Ya, akan ada sederet wartawan yang dihukum penjara. Padahal, tugas mereka bukan membela penguasa, tetapi menyampaikan kebenaran. Vonis tersebut juga membuat kebebasan pers yang bertanggungjawab terjamin dan terjaga. (*)

BBM Meroket dari Gorong-Gorong

Oleh : Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI SELAIN terlanjur dijuluki boneka, presiden ke tujuh RI itu sudah kerapkali disebut pembohong. Bukan hanya tak pernah menepati sebagian besar janji kampanyenya, kebijakan orang nomer satu di republik itu terus menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat. Tak hanya membuat kehancuran ekonomi, rezim yang porosnya ke negara Komunis Cina, cenderung korup, otoriter dan tak segan-segan mematikan lawan politiknya. Awalnya menampilkan kesan jujur, sederhana dan merakyat. Tak tangung-tangung, seiring keluar masuk warteg, keluar masuk kampung kumuh dan naik turun gorong-gorong berlumpur hitam pekat. Orang tak dikenal  sejagad negeri dari Solo itu. Seketika populer, dikenal luas dan sering tampil di media massa. Mendadak muncul citra pemimpin layaknya satrio piningit. Publik seakan terhipnotis oleh pesona sosok yang sesungguhnya diendors oleh oligarki. Sukses, representasi kapitalisme menguasai lembaga strategis dan instrumen politik berpengaruh,  menghasilkan pemimpin yang beda kemasannya dengan isinya dari demokrasi transaksional. Pada masa kampanye terlihat serius dan sungguh-sungguh menjabarkan program nawacita sebagai turunan dari konsepnya Trisakti Bung Karno. Tidak perlu waktu terlalu lama, setelah menjabat presiden langsung menggelontorkan semua program yang bertolak-belakang dengan apa yang menjadi bahan kampanyenya. Utang, pajak, impor, korupsi dan paling seksi BBM. Alih-alih stabil kalau ngga sanggup turun, justru angkanya terus meroket setinggi-tingginya melewati omong kosong pada janjinya. Bukan hanya sekedar kontradiktif, pemerintahannya juga agresif menyerang demokrasi dan Islam. Karena ketidakmampuan dan kegagalan proyek mimpi yang menjadi mercusuarnya, rezim berlaku represif dan memusuhi rakyat karena dianggap berbahaya bagi kelangengan kekuasaannya. Sebuah pola defensif bagi upaya menikmati harta dan jabatan berlebihan dari nikmatnya menjadi penguasa. Politik amburadul, ekonomi berantakan dan hukum hancur-hancuran. Membuat mata dan telinga rakyat tersadar bahwa presiden yang terpilih dua periode dalam genggaman oligarki baik oleh korporasi maupun partai politik itu. Sejatinya adalah budak imperialisme yang memiliki otoritas formal dalam negara. Berbingkai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang secara halus telah tereliminasi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, presiden dengan kewenangan penuh bersama jajaran  institusi negara lainnya, telah menjadi bagian dari sistem kolonialisme modern. Rezim bersama oligarki secara faktual telah membangun persekongkolan yang terstruktur, sistematik dan masif menghasilkan penjajahan bumi pertiwi yang rakyat dan negaranya merdeka tapi tak berdaulat. Dua perode cukup sudah menjungkirbalikan keadaan yang masih dalam proses meraih cita-cita proklamasi kemerdekaa sebagaimana yang diinginkan oleh para \"the founding fathers\" dan pahlawan bangsa pendahulu. Rakyat harus bedarah-darah dan kehilangan nyawa menghadapi segelintir bangsanya sendiri. Presiden yang menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, yang seharusnya mengayomi, melindungi dan melayani rakyatnya. Faktanya malah menjadi sumber masalah dan konflik pada bangsa ini. Bukan cuma sekedar menjadi penghianat distorsi kekuasaanya juga telah menjual dan menggadaikan negeri ini. Setelah mengalami nyaris tanpa pemerintahan dan menuju negara gagal. Rakyat yang secara bertubi-tubi hingga terseok-seok harus menghadapi kesulitan hidup. Bagaikan berada dalam fase hidup mati berjuang menyelamatkan dan mempertahankan hidup bagi rakyat, negara dan bangsa. Tak ada pilihan lain selain melawan rezim tirani, betapapun besar pengorbanannya dan harus menghadapi tembok besar kekuasaan. Sebagaimana syarat revolusi yang harus memenuhi syarat kondisi objektif, kondisi subjektif dan adanya pemimpin yangberpihak pada rakyat. Maka kenaikan harga BBM terakhir dari yang kesekian kalinya, bisa menjadi momentum perubahan yang tepat. Kenaikan harga BBM yang menimbulkan efek domino pada kenaikan harga kebutuhan pokok dan berujung menurunnya daya beli rakyat sekaligus memunculkan kemiskinan struktural. Menjadi sinyal dan energi besar kemarahan rakyat untuk bergerak menjebol dan membangun sistem yang dikehendaki sesuai amanat revolusi Indonesia. Membebaskan rakyat dari belenggu orde distorsi, diksi penamaan  setelah orde lama, orde baru dan orde reformasi. Maka dari itu, yang terbaik buat rakyat segera turunkan presiden yang telah menaikan harga BBM. Presiden yang oleh sebabnya, BBM meroket dari gorong-gorong. (*)

IA ITB Gelar Pengukuhan Pengurus DKI Jakarta

Jakarta, FNN – Ikatan Alumni ITB Pengurus Daerah Jakarta (IA-ITB Pengda Jakarta), akan menggelar pengukuhan pengurus. Setelah sebelumnya diselenggarakan Kongres Daerah X pada tanggal 26 Februari 2022 dan ditetapkan Damoza Nirwan (alumni Teknik Mesin angkatan 2000) sebagai Ketua, Damoza segera menentukan komposisi pengurus daerah dan program kerjanya selama satu periode kepengurusan. “Guna menguatkan legitimasi kami sebagai pengurus daerah IA-ITB Jakarta, kami akan menyelenggarakan pengukuhan pengurus daerah oleh pengurus pusat pada Jumat nanti. Acara akan dilanjutkan dengan diskusi antara alumni ITB dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, guna menyinergikan program kerja kami selama satu periode kepengurusan.”, tutur Damoza. “Diskusi nanti akan menitikberatkan pada pengintegrasian big data untuk akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat Jakarta. Kebetulan pada 29 Maret dan 18 Agustus lalu kami sudah beraudiensi dengan Bapak Wakil Gubernur dan Bapak Gubernur, lalu diputuskan topik tersebut yang akan dipertajam di diskusi nanti.”, tambah Damoza. Seperti diketahui setelah diterjang badai pandemi COVID-19 selama kurang lebih 2 tahun lamanya, hampir  semua lini perekonomian mengalami penurunan. Namun setelah diturunkannya level pandemi COVID-19 di Jakarta tahun 2022 oleh Pemerintah Provinsi, aktivitas perekenomian masyarakat Jakarta kembali menggeliat, dimana kesempatan untuk menata kembali pembangunan masyarakat Jakarta yang berkelanjutan dan peluang-peluang bisnis dan investasi di DKI Jakarta pasti akan menyusul. Sementara itu Wakil Kepala LPKSDA Pengurus Pusat IA-ITB, Idham Maulana, mengatakan, “Tentunya kami membersamai segala bentuk kegiatan positif yang diselenggarakan oleh seluruh entitas di IA-ITB. IA-ITB adalah komunitas alumni perguruan tinggi negeri, yang mana mewakili society sekaligus akademisi dalam konsep kolaborasi pentahelix.” “Dengan adanya pengurus-pengurus di daerah yang berkolaborasi dengan setiap pemerintah di daerahnya, tentu radius kolaborasinya akan semakin besar dan tepat sasaran sesuai kondisi di daerahnya masing-masing.”, pungkas Idham. Pengukuhan pengurus dan diskusi sinergi ini akan dilaksanakan mulai pukul 18.00 WIB di Hotel Bidakara Jaarta dan dihadiri oleh Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Honesti Basyir (Direktur Utama PT. Bio Farma), M. Fajrin Rasyid (Direktur Digital PT. Telkom), Salman Subakat (CEO Paragon Technology and Innovation/Wardah). Diskusi akan dipandu oleh Saudara M. Achir Taher (Wakil Ketua IA-ITB Pengda Jakarta yang juga berprofesi sebagai news anchor di SEA Today.)

Usai Hakim Ketok Palu, Edy Mulyadi Menghirup Udara Bebas

Jakarta, FNN - Edy Mulyadi yang menjadi terdakwa dalam kasus Jin buang anak, divonis 7 bulan 15 hari. Majelis hakim juga memerintahkan supaya jaksa segera membebaskannya dari tahanan. Vonis tersebut dijatuhkan majelis hakim yang dipimpin Adeng Abdul Qohar dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 12 September 2022. Selain vonis itu, hakim memerintahkan agar Edy segera dikeluarkan dari tahanan. Dengan vonis tersebut, wartawan senior FNN  (Forum News Network) ini segera menghirup udara bebas atau bebas dari tahanan. Dalam kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Edy empat tahun penjara. Namun, majelis hakim dalam amar putusannya antara lain menyebutkan, Edy tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan primer dan subsider. Hakim mengatakan terdakwa terbukti bersalah menyampaikan kabar tidak pasti. \"Mengadili, menyatakan terdakwa Edy Mulyadi  terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan menyiarkan kabar yang tidak pasti atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut menduga kabar demikian dapat menimbulkan keonaran di masyarakat,\" kata Adeng ketika membacakan amar putusan tersebut. Putusan itu berdasarkan Pasal 15 Undang-undang (UU) No. 1 tahun 1946,  Vonis terhadap Edy tersebut mendapatkan protes dari pengunjung yang mengaku dari Dewan Adat Dayak. Mereka yang memenuhi ruang Muhammad Hatta Ali, PN Jakpus - tempat Edy menjalani sidang - sejak pagi, memprotes vonis tersebut, karena dianggap terlalu ringan, jauh dari tuntutan jaksa.  Karena menimbulkan kegaduhan, petugas keamanan pun turun menghalau mereka supaya keluar dari ruangan. Akhirnya, mereka keluar dan tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. (Rach)

Tangkap Capres E-KTP!

Kapan bisa dimulai “equal before the law” dan punya keberanian menangkap capres-capres E-KTP, itupun kalau KPK masih mau dianggap ada dan pantas bersemayam di NKRI. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI PEMANGGILAN Anies Baswedan oleh KPK pada 7 September 2022 terkait penyelenggaraan Formula E, mengingatkan publik pada pepatah Semut di seberang lautan tampak, Gajah di pelupuk mata tak tampak. Pasalnya, begitu banyak kasus yang melibatkan para pengusaha, politisi, dan pejabat, yang merampok uang negara hingga ratusan triliun. Dibiarkan saja berlarut-larut, terkesan mangkrak dan bahkan terjadi pembiaran oleh KPK. Sama halnya dengan yang terjadi pada semua kesadaran kritis dan gerakan perlawanan yang mempejuangkan kebenaran dan keadilan. Kinerja tinggi dan prestasi membanggakan Anies Baswedan selama memimpin Jakarta, selalu menjadi ancaman yang harus dilumpuhkan oleh rezim. Kekuasaan berisi Oligarki dengan hawa nafsu yang melampaui batas pada harta dan jabatan. Rezim terus membawa rakyat, negara dan bangsa pada jurang kehancuran. Agama dinista dan Tuhan dicampakkan, menjadikan rezim sekuler dan liberal ini bukan cuma sekedar korup dan keji. Lebih dari itu, perilaku kekuasaannya tidak jauh berbeda dengan binatang atau setan berwujud manusia. Kasus suap Harun Masiku yang kemungkinan besar menyeret tidak sedikit anggota DPR dan petinggi partai politik menjadi kasus monumental bersejarah atas jebloknya kinerja KPK. Menghilangnya Harun Masiku sekian lama dan tak pernah bisa ditemukan, menjadi bukti bahwa KPK sedang terlibat proyek mercusuar skala nasional dan internasional dengan biaya tinggi yang sudah menguras rasa malu dan kehormatan. Perlu muka tembok dan tak tahu diri buat KPK untuk cuek terhadap raibnya Harun Masiku. Kasus dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka yang dilaporkan Ubedilah Badrun, seorang akademisi yang juga aktifis 98, memperlihatkan KPK begitu enggan menyeret dua anak Presiden Joko Widodo yang dianggap telah melakukan bisnis haram bersama oligarki. Jangankan berupaya melakukan penyelidikan dan penyidikan, KPK juga tidak pernah memanggil keduanya meski hanya untuk sekedar dimintai keterangan. Kali ini mental budak dan cari selamat dari skandal yang mendapat perhatian dan dukungan publik itu, erat menempel pada KPK. Begitupun dengan kasus Ferdy Sambo yang di dalamnya menyeruak skandal mega korupsi di tengah tragedi pembunuhan dan perselingkuhan di tubuh Polri. KPK terus membisu, seperti kehilangan pita suara dan menjadi penegak hukum yang tak tahu masalah hukum. Tim Satgasus yang identik dengan batalyon Kode 303 yang disinyalir terlibat dengan pengelolaan dan peredaran uang ratusan triliun dari banyak kegiatan ilegal dengan memanfaatkan jabatan aparatur negara. Semua kejahatan luar biasa itu seakan membua KPK dalam banyak kealpaan. Alpa penglihatan, alpa pendengaran dan alpa hati nurani, begitulah KPK yang juga mulai menjadi tuna akal sehat. Paling miris dan sangat memprihatinkan terjadi saat KPK memanggil Anies Baswedan untuk dimintai keterangan soal penyelenggaraan Formula E. Hanya dengan berbekal aksi segelintir massa bayaran yang diklaim sebagai aspirasi masyarakat dan suara para buzzer berkedok pegiat sosial dan aktifis partai politik yang nyeleneh. KPK justru semakin menurunkan kredibilitas dan integitasnya dengan usil terhadap program Formula E yang sukses pelaksanaannya secara nasional dan internasional. KPK juga seperti sedang mengalami ketidaksadaran jiwa dan pemikiran, akibat menjadi lembaga super body serta tidak ada yang melakukan kontrol dan mengawasi dari luar. KPK tak mampu menilai program Formula E secara obyektif dan profesional yang telah sukses ikut menyosialisasikan mode transportasi modern yang memiliki komitmen pengurangan emisi global, ikut mengharumkan nama bangsa dan mendorong pendapatan dan pertumbuhan ekonomi khususnya UMKM pada saat perdana perhelatan lomba mobil listrik dunia di Indonesia. Sangat disayangkan lagi, KPK yang menjadi lembaga adhoc dan turunan dari konsensus internasional sama halnya dengan organisasi yang mengusung isu global seperti HAM, lingkungan, ketahanan pangan dll, kerapkali salah sasaran dan seperti sedang melakukan penegakkan hukum berdasarkan pesanan. Alih-alih mengurus dan mengambil tindakan para koruptor kakap yang menyeret para pengusaha yang berlabel oligarki, politisi dan pejabat negara yang menyengsarakan rakyat, KPK justru tendensius terhadap Anies yang menjadi figur pemimpin yang bergelimang prestasi dan penghargaan saat diberi mandat menjadi gubernur Jakarta, serta sarat dengan jujur, cerdas, santun, sabar dan berwibawa. KPK yang banyak dinilai publik sering menjadi lembaga tempat tawar-menawar kasus dan sebagai alat bergaining politik dan ekonomi pada yang terkandung skandal korupsi. Bukan hanya menegaskan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, KPK juga cenderung menjadi boneka sekaligus tukang pukul penguasa dan pengusaha. Sibuk mengurus sengketa korupsi di bawah 1 miliar rupiah, namun pura pura tidak tahu dan mengabaikan perampokan uang negara ratusan miliar hingga ratusan triliun terutama oleh oligarki dan elit penyelenggara negara, seperti ingin merebut fungsi Polri dan kejaksaan, KPK dinilai juga memiliki kesamaan dengan keduanya, menghukum yang lemah dan miskin sembari membela yang bayar. Pemanggilan Anies oleh KPK, menjadi sinyalemen kuat bagi citra dan masa depan KPK. Akankah KPK menjadi lembaga negara yang independen dalam membela kebenaran dan keadilan bagi rakyat Indonesia. Seiring maraknya kasus-kasus mega korupsi yang menyelimuti lingkungan Istana dan intim dengan oligarki korporasi dan partai politik, termasuk para capres yang beredar dengan pelbagai penyimpangan etika dan dana negara. Kalau Anies yang kapabel, akuntabel, dan transparan serta menjadi pemimpin yang relatif bersih dan terus menguat menjadi capres pilihan rakyat, terus diusik KPK, pertanyaan esensi dan substansinya kemudian, maukah KPK menindaklanjuti proses hukum capres-capres bermasalah, terindikasi dengan jelas dengan bukti-bukti yang lengkap dan valid serta kadung dicap koruptor oleh media dan publik. Termasuk capres-capres ysng tersandung skandal korupsi E-KTP. Dengan semakin lunglai karena tak lagi diisi punggawa KPK yang memiliki kecakapan kerja dan integritas sebagaimana sebelumnya, KKP kini menjadi produk politik yang terus melemahkan peran dan fungsinya hingga berujung  sejuta mega korupsi yang mangkrak. Ada baiknya KPK mampu melalukan refleksi sekaligus evaluasi, untuk terus memperbaiki kelembagaan dan komisioner beserta jajarannya yang sanggup menggunakan nalar dan akal sehat. Jika KPK tak sanggup lagi, lebih baik siap bubar daripada melakukan makar terhadap upaya membangun supremasi hukum yang berkeadilan. Ketimbang repot-repot mengurusi Anies demi mengharapkan persenan dari oligarki. Kapan bisa dimulai “equal before the law” dan punya keberanian menangkap capres-capres E-KTP, itupun kalau KPK masih mau dianggap ada dan pantas bersemayam di NKRI. Mengingat faktanya juga, lebih banyak koruptor kakap baik yang digantung kasusnya maupun yang masih bebas berkeliaran, menjadi lebih menarik lagi jika KPK sadar untuk introspeksi bahwa perampok dan maling uang rakyat itu sebagian besar merupakan warga negara keturannya China. Bukan orang Arab atau apalagi rakyat pribumi jelata. Para taipan yang berasal dari tanah leluhur komunis itu, sudah menjadi rahasia umum yang menguras kekayaan alam Indonesia. Hasilnya antara lain untuk membunuh dan mengubur Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, termasuk membiayai capres-capres boneka oligarki dalam pilpres 2024. Capres-capres yang tak bermoral dan tak layak karena dibiayai dari hasil korupsi dan uang haram jadah lainnya. Ayo KPK jika masih waras, segera tangkap capres E-KTP! (*)