ALL CATEGORY

Menuju Transformasi Polri, Negara Tak Boleh Kalah oleh Mafia!

SAAT ini, tak pernah satu detik pun media massa dan medsos lepas dari berita soal kebiadaban “Polisi Sambo”. Komentar dan celoteh netizen se-Nusantara menghujat mantan Kadiv Propam Polri itu tiada henti. Mereka penasaran dan hendak terus mengawal sampai di mana kasus ini berakhir. Dan inilah yang sudah layak kita sebut sebagai “People Power as Digital Netizen of Indonesia“. Maklum, rekayasa demi rekayasa setiap saat diproduksi polisi. Tanpa rasa malu, dan seolah tutup mata dan telinga. Ini menimbulkan sikap skeptis masyarakat dan mendorong agar kepolisian berlaku Jujur dan Transparan. Negara tak boleh kalah hanya oleh seorang Sambo. Institusi Polri tak boleh takluk hanya karena komplotan Sambo Cs. Mengapa? Sebab permasalahan utama skandal besar tersebut dimulai ketika terbongkarnya skenario pembunuhan terhadap Brigadir Joshua di Duren Tiga Jakarta Selatan. Catat! Semua peristiwa hukum yang telah direkayasa Sambo Cs merupakan perbuatan melawan hukum berat yang dilakukan oleh para aparat negara yang berada di garda terdepan penegakan hukum Indonesia. Sangat wajar dan logis jika akhirnya netizen mengaitkan dan mulai berasumsi tentang tragedi KM 50? Kematian 816 petugas KPPS? Hilangnya politisi Harun Masiku? Kriminalisasi terhadap Novel Baswedan, Kriminalisasi terhadap para ulama dan aktivis, serta ribuan kasus lainnya yang termasuk “outstanding” di Komnas HAM. Publik tahu, jabatan Kadiv Propam yang diduduki oleh Irjen Ferdy Sambo ini sebelumnya, bukanlah jabatan biasa. Propam itu ibarat Polisinya bagi Polisi. Yang menangkap, memproses, dan mengadili secara kode etik setiap anggota polisi apapun pangkat dan jabatannya ketika melakukan pelanggaran hukum maupun pelanggaran kode etik. Artinya, kejahatan yang dilakukan oleh Sambo Cs tak bisa lagi kita kerdilkan, itu adalah “perilaku oknum” semata. Ini adalah sebuah kejahatan besar yang tersistem, mendasar, komprehensif, dan integral melanda korps Bhayangkara ini. Meskipun kita tentu pula tak bisa juga menggeneralisir semua Polisi itu jahat. Masih banyak Polisi yang baik dan berintegritas, namun secara hukum alam mereka tersingkir karena idealismenya. Tak bisa kita pungkiri lagi saat ini, bagaimana kewenangan Polisi yang luas pada masa reformasi khususnya rezim Jokowi akhirnya memakan korban internalnya sendiri. Kewenangan Polisi yang begitu luas, menjadikan Polri seolah institusi paling “Super Power, Super Body, Full Power” di negara ini. Melihat sepak terjang Satgassus Sambo Cs ini, kita jadi ingat sejarah Savak, polisi khusus di Iran. Atau SS di era Nazi Jerman. Yang begitu sadis, kejam, dan berkuasa atas negaranya. Polri saat ini tidak saja memiliki persenjataan dan teknologi Cyber mutakhir, tetapi juga memiliki “senjata kewenangan” hukum sosial politik yang tanpa batas dan menjadi “anak emas” karena di bawah presiden yang membuatnya menghujam dalam masuk pusaran arus politik. Berbeda dengan TNI yang tunduk pada \"Supremasi Sipil\" di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan. Akibatnya, Polri hari ini terjebak seakan menjadi alat dan tameng kekuasaan. Dalam peran Multifungsi Polri. Seperti ada semacam hubungan mutualisme antara Polri dan penguasa. Diberi kewenangan dan fasilitas kekuasaan, tapi (juga) bekerja sebagai garda utama pendukung kekuasaan. Siapa yang melawan, gebuk, habisi, urusan benar salah, itu belakangan. Sampai akhirnya skandal besar Sambo Cs ini terkuak kepada publik, barulah banyak yang tersadarkan bahwa memang telah terjadi sebuah kerusakan sistematis, disorientasi kewenangan dalam tubuh Polri. Yang membuat rakyat marah santero negeri, dan sulit percaya lagi pada Polisi, bila institusinya saja tidak dapat dijaga namanya, bagaimana dengan rakyat? Ajudan pribadi kesayangannya saja dibunuhnya dengan kejam, apalagi rakyat biasa? Meski demikian, kita tetap harus memberikan apresiasi pada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah berupaya keras membersihkan institusi Polri dan juga telah menangkap sejumlah 83 polisi, serta menetapkan istri Sambo, Putri Candrawathi sebagai tersangka. Ini langkah konkrit yang bagus. Apalagi Satgassus juga sudah dibubarkan, secara administrasi. Namun, hal itu belumlah cukup. Karena harus dilakukan segera transformasi Polri dimulai dari repositioning, meletakkan Polri secara mandiri lagi di bawah koordinasi kelembagaan kementerian. Tidak boleh lagi langsung ada di bawah Presiden. Berbahaya! Selanjutnya, bagaimana pemurnian kembali pemahaman keamanan nasional (National Security) sebagai sebuah konsep dengan pemahaman keamanan ketertiban masyarakat sebagai fungsi. Jangan disama ratakan. Tujuan polisi dipisahkan dari ABRI melalui TAP/MPR/VI/2000 agar Polisi menjadi sipil yang humanis bersenjata untuk melumpuhkan penjahat dan membawanya ke meja pengadilan. Itu Polisi moderen. Polisi sesuai amanah konstitusi, non-kombatan, bukan untuk tempur dan jadi mesin pembunuh rakyatnya sendiri. Karena, Polisi itu seharusnya mengayomi masyarakat, bukan monster dan pengawal penguasa oligarki ?? Sudah saatnya UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia direvisi dan direkonstruksi ulang, baik secara substansi, struktural, kultural, dan orientasi. Begitu juga fungsi Polisi kombatan yang tidak sesuai dengan UU dan konvensi Jenewa 1949 tentang HAM, di mana Polri juga tergabung dalam IOSCE yang sepakat menempatkan tugas kepolisian sebagai Polisi yang humanis dan menjunjung tinggi HAM. Polisi adalah institusi kebanggaan masyarakat Indonesia. Jangan sampai diperalat dan dijadikan tameng kekuasaan para politisi jahat. Transformasi total Polisi adalah sebuah keniscayaan. Stop wacana dan lawan upaya rezim ini yang selalu membenturkan dan mengadu domba Polisi dengan rakyat khususnya yang berseberangan pilihan politiknya. Cukup! Polisi jangan mau diperalat lagi oleh politik kekuasaan. Mari bersama kita kembalikan citra baik Polisi kepada publik. Kita dukung Kapolri hari ini, Jenderal Sigit melakukan pembersihan dan transformasi total terhadap institusi Polri. Kita tunggu dan awasi bersama. Negara tak boleh kalah oleh hanya komplotan Sambo Cs. Jayalah Polisiku..  Jayalah Negeriku! (*)

Mengapa Harus Mendiskreditkan Muslim dan Sunda?

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  KASUS pembunuhan Letkol Purn. Muhammad Mubin terus menggelinding. Kejanggalan dan rekayasa mulai terkuak. Dari tersangka \"diludahi\"   dan \"pukul memukul\" dalam keterangan awal menjadi \"penyerangan langsung\" dengan menusukkan pisau ke leher, dada, dan perut. Karenanya bergeser juga tuduhan dari \"penganiayaan\" menjadi \"pembunuhan\" bahkan \"pembunuhan berencana\". Pemeriksaan awal di tingkat Polsek Lembang maupun Polres Cimahi nampak ada upaya menutupi identitas tersangka. Yang bersangkutan berdasarkan pengetahuan lingkungan adalah warga yang dahulu disebutnya WNI keturunan. Demikian juga dalam pemberitaan yang bersangkutan disebut \"Aseng\". Nama aslinya entah Henry Handoko atau Henry Hernando.  Saat ditangkap Henry tidak bertopi akan tetapi sewaktu pemeriksaan foto yang beredar berpeci mengesan sebagai muslim, bahkan hingga keluarnya SPDP ke Kejaksaan Henry Hernando disebut \"bin\" nya pula.  Ketika Purnawirawan menggeruduk Polsek Lembang, Kapolres Cimahi  yang turut hadir berulang menyatakan tersangka itu \"Sunda\". Akhirnya soal \"Sunda\" dan \"Cina\" menjadi bahasan serius dan hangat dalam dialog.  Penonjolan status \"Muslim\" dan \"Sunda\" ini aneh untuk kejahatan sadis Aseng atau Henry Hernando yang membunuh mantan Dandim Tarakan. Status dibuat secara berlebihan. SARA yang dijadikan proteksi. Sebelumnya dalam kasus mengguncangkan pembunuhan Brigadir J di kediaman Kadiv Propam, maka Irjen Ferdy Sambo atau lainnya yang menjadi tersangka tidak disebut atau diangkat identitas \"Kristen\" \"Toraja\", \"Batak\", atau lainnya. Agama dan suku diabaikan dan memang tidak relevan.  Dalam kasus Henry Hernando berbeda, di samping terjadi kebohongan atau rekayasa juga ternyata ada penonjolan identitas itu. Apa maksudnya  ? Mungkin pihak Kepolisian ingin menghindari aspek sentimen SARA bahwa pembunuh adalah \"Cina\" atau dahulu disebut WNI keturunan yang sensitif dalam masyarakat.  Ada sentimen kuat atau sorotan terhadap etnis ini yang dinilai sebagai minoritas yang hidup lebih makmur dibanding mayoritas pribumi dan tidak jarang bersikap arogan. Terbiasa pula mengandalkan \"beking\" dari aparat di belakangnya.  Implikasi penonjolan atau penggiringan identitas ini justru bernuansa dan berbahaya. Henry Hernando yang dicitrakan \"Muslim\" dan \"Sunda\" dengan mengaburkan atau mengubur \"Cina\" adalah sikap yang mendiskreditkan. Seolah-olah \"Muslim\" dan \"Sunda\" itu si pembunuh sadis tersebut. Menutupi fakta \"Cina\" yang membunuh \"Pribumi\" atau \"Bumiputera\".  Kepolisian sebaiknya mengoreksi penggunaan pola \"menutupi SARA dengan SARA\" biarlah kasus ini berstatus apa adanya. Pengusaha Henry Hernando yang membunuh sadis Letkol TNI Purn. Muhammad Mubin.  Jangan biarkan pula publik bertanya lebih menukik benarkah Henry itu \"Muslim\" dan benarkah pula Henry itu \"Sunda\" ? Bandung, 23 Agustus 2022

Istana Negara 28 September 1965

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  BUNG Karno tahun 1963 sepakat USA menjadi penengah dalam perundingan soal Irian Barat dengan Belanda. Jaksa Agung Robert Kennedy, adik Presiden John Kennedy, diutus ke Jakarta. Selain bertemu BK, Robert juga ceramah umum di UI. Tatkala melintas halaman, mahasiswa CGMI (onderbouw PKI) melempari Robert dengan tomat busuk. Dubes USA ketika itu Howard P Jones. Pada suatu rapat raksasa di Main Stadium BK dari pentas pidato teriak memanggil-manggil Dubes USA, Jones where are U. Dubes Jones berdiri, come here. Dubes naik pentas. BK cuma minta confirmasi perundingan Irian Barat sedang berlangsung. Dubes Jones manggut lalu kembali ke tempatnya. Keterlaluan! Hanya untuk confirmasi Dubes dibegitukan. Beberapa bulan jelang Gestapu meledug Howard P Jones kembali. Penggantinya Marshall Green. Saya bertemu dengan beliau di Jakarta, kemudian di Washington tahun 1971. Saat itu beliau sudah di Kemlu USA. Saya menemui beliau dengan rekan-rekan dari negara2 ASEAN. Aku kaget bukan main, dalam jarak 10 meter Marshal Green memanggil namaku sambil senyum, Saidi.  Pada tanggal 28 September 1965 BK gelar jamuan, dubes-dubes berhadir. Bung Karno menawarkan durian pada Dubes Green sambil diantarkannya ke meja Dubes. Semua orang tahu kalau orang Barat tak suka durian karena aromanya. Protokol istana sudah siapkan pemandu sorak, makan makan makan. Teriakan ini menggema di ruang Istana. Dubes Green dengan tenang santap itu duren. Mungkin yang diharapkan Dubes  Green muntah-muntah, dan itu tak terjadi. 2 hari kemudian 30 September 1965 Gestapu/PKI meledug. Indonesia ramah tamah, itu motto pariwisata kita. Kenapa hal-hal terurai di atas mesti terjadi dan masih terjadi up to now. Dan itu kepada USA saja. Belum lama seorang menteri ceramah di Singapore puji-puji China dan hajar USA tanpa jelas urusannya. Dan ada lagi mentri nantang-nantang embargo USA. Urusannya apa sih?  Kelakuan model begini tak patut dipelihara, karena risiko rakyat yang pikul. (RSaidi)

Polisi Terlalu Cepat Mengatakan Hoax Bunker 900 M

 Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior FNN  Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo terlalu cepat mengatakan bunker berisi 900 miliar milik Ferdy Sambo, dipastikan hoax. Menurut Dedi, informasi mengenai bunker 900 M tidak benar. Di sini, Pak Dedi tidak peka. Sensitivitasnya hilang. Gaya bicara dan pemahamannya tidak berubah dari cara dia menjelaskan “tembak-menembak” yang menyebabkan Brigadir Yoshua (Brigadir J) tewas. Kemudian, Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigdir J. Sejak itu, publik tak percaya lagi kepada Kepolisian. Tapi, kelihatannya, Kadiv Humas tidak merasakan seperti itu. Dia tetap bersikap bahwa publik akan menelan begitu saja pernyataan atau penjelasan Polisi. Mengatakan bunker 900 M itu hoax adalah tindakan yang terlalu cepat. Gegabah. Penyelidikan tentang dugaan ini tidak transparan. Dalam suasana minus kepercayaan publik itu, Dedi seharusnya tidak mengeluarkan dikte-dikte yang akan ditertawakan orang. Sepatutnya Irjen Dedi memahami bahwa setiap penjelasan tentang Sambo, tidak akan diterima oleh publik kalau memihak ke mantan Kadiv Propam itu. Tindakan Sambo berbohong dan merekayasa cerita tentang Brigadir J membuat publik tidak percaya lagi kalau ada yang membantah dugaan kejahatan-kejahatan lain yang dituduhkan kepada polisi sadis ini. Publik sangat percaya Sambo punya jaringan mafia yang bekerja mengumpulkan uang besar. Dibantah sekeras apa pun soal bunker 900 M itu, tidak akan diterima publik. Masyarakat malah akan mencurigai bantahan itu sebagai modus untuk menyembunyikan uang bunker itu. Rakyat meyakini bahwa Sambo selama ini mengumpulkan uang besar. Jumlahnya besar karena Sambo diduga kuat melindungi berbagai bisnis hitam yang beromzet besar seperti judi online, narkoba, mafia kasus, mafia tambang, pengambilalihan barang bukti kasus-kasus penipuan yang melibatkan uang besar, dlsb. Ini yang disangkakan publik terhadap Sambo dan jaringan mafianya. Mantan Kadiv Propam ini disebut-sebut memiliki jaringan yang sangat kuat. Yang dikatakan melibatkan para petinggi kepolisian. Artinya, sangat logis kalau jumlah uang yang ditimbunnya sangat besar. Tak mungkin uang receh sebatas puluhan miliar. Sebuah diagram atau silsilah yang beredar belum lama ini menunjukkan betapa masifnya jaringan Sambo. Melibatkan banyak jenderal berbintang dua, berbintang satu, kombes, AKBP, kompol, AKP, dan yang berpangkat rendah. Ini artinya tidak mungkin duit yang mereka kumpulkan hanya 100-200 miliar. Diagram itu sangat profesional. Kerapian dan kedatailan diagram memperlihatkan bahwa yang membuatnya adalah orang-orang yang sangat dekat dengan, dan sangat tahu tentang, sepak terjang Sambo. Di halaman pertama dari enam halaman diagram yang diberi judul “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303” itu tertulis bahwa “Setiap tahun Ferdy Sambo dan kroninya menerima setoran lebih dari 1.3 triliun”. Isi diagram ini belum tentu benar. Tapi belum tentu pula salah. Karena itu, dugaan yang cukup meyakinkan ini sebaiknya diusut dengan melibatkan para wartawan dan lembaga pemantau kepolisian. Biarkan dulu berlangsung pengusutan tuntas dan transparan. Lakukan semuanya di depan kamera, tidak ada yang disembunyikan. Hanya dengan pengusutan yang berkualitas dan dengan kadar akuntabilitas yang tinggi, publik bisa pelan-pelan mengembalikan kepercayaan kepada Polri.   Jadi, Kadiv Humas tidak perlu buru-buru mengatakan bunker 900 M itu hoax. Pak Dedi tidak perlu khawatir. Yang hoax pasti hoax. Hoax akan terbentuk dengan sendirinya jika semua pihak rela pengusutan kasus Sambo dilepas apa adanya. Orang paham bahwa Polri perlu membalas skor 10-0 yang sangat memalukan sekarang ini. Tetapi, gol balasan yang diragukan kebersihannya malah akan menambah keruh kepercayaan penonton satu stadion. Hoax bunker 900 M adalah gol balasan yang tidak “clean” dan tidak “clear”. Publik malah menyorakinya. Penonton menilainya sebagai gol tipuan.[] 22 Agustus 2022.

IPW: Rumah Judi Sponsor Klub Sepakbola Harus Diproses Hukum

Jakarta, FNN – Sponsor rumah judi terhadap sepakbola Indonesia secara resmi telah dilaporkan ke kepolisian. Pihak Bareskrim Polri telah mengeluarkan Surat Tanda Terima Laporan Polisi bernomor: STTL/301/VIII/2022/Bareskrim, tertanggal 22 Agustus 2022 untuk menangani pelegalan judi melalui promosi tersebut. Rilis Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan, laporan polisi itu bernomor: LP/B/0473/VIII/2022/Bareskrim,” sebut sumber, Senin (22/8/2022). Adapun peristiwa dugaan pidananya yaitu mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan perjudian juncto perjudian atau memberi kesempatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 303 KUHP. IPW menyebut, pihak yang dilaporkan dalam dugaan pidana itu adalah klub Sepakbola Persikabo 1973, PSIS Semarang, Arema Malang, PT. Liga Indonesia Baru dan PSSI. Sedang pelapornya, yakni Rio Johan Putra SE. SH. MSi. Ak CA BKP, seorang pecinta bola dan akademisi/dosen. Harapannya, kepolisian memproses perjudian dan iklan judi melalui sarana kompetisi sepak bola Liga 1 yang digulirkan PSSI melalui operatornya PT LIB. “Pasalnya, judi sebagai penyakit masyarakat masih dilarang oleh pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian,\" jelasnya. \"Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah tersebut ditegaskan bahwa pada hakekatnya perjudian bertentangan dengan Agama, Kesusilaan dan Moral Pancasila. Disamping membahayakan penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara,\" lanjutnya. Oleh karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) menilai sponsor rumah judi pada klub-klub sepak bola Indonesia sangat merusak moral bangsa terutama generasi muda. \"Karenanya, orang-orang yang terlibat pada masuknya rumah judi untuk mensponsori klub-klub sepakbola di Indonesia harus ditangkap dan diproses hukum oleh kepolisian tanpa pandang bulu,\" tegasnya. Dalam Rilis disebut pelanggaran tindak pidana itu diduga dilakukan Persikabo 1973, PSIS Semarang dan Arema Malang. Persikabo 1973 dimasuki sponsor rumah judi SBOTOP yang dipasang di depan kostum timnya dan ada di adboard pinggir lapangan. SBOTOP merupakan situs judi yang mengklaim terpercaya, termurah, dan tercepat. Terpercaya untuk melayani pelanggan saat bertaruh di Sbobets. Termurah karena layanan deposit Sbobets termurah yang hanya dengan Rp 10.000 dapat bermain judi online. Tercepat bagi agen judi online dalam bertransaksi. Sedang PSIS telah bekerjasama dengan Skore88.news yang identik dengan rumah judi Skore88. Sementara Arema Malang bekerjasama dengan Bola88.fun yang berafiliasi dengan rumah judi Bola88. \"Penyimpangan dan pelanggaran ini harus diusut tuntas. Apalagi saat ini, pihak kepolisian sedang gencar-gencarnya memberantas perjudian termasuk judi online. Genderang perang itu langsung disuarakan pimpinan tertinggi Polri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam arahannya melalui video conference kepada seluruh jajaran se-Indonesia, Kamis (18/8/2022). \"Saya sudah perintahkan, yang namanya perjudian, saya ulangi yang namanya perjudian apapun bentuknya apakah itu darat, apakah itu online semua itu harus ditindak. Saya ulangi yang namanya perjudian apakah itu judi darat, judi online, dan berbagai macam bentuk pelanggaran tindak pidana lainnya harus di tindak,\" tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (mth)

Sejak Ferdy Sambo Tersangka, Buzzer Rp Diam-Diam Tenggelam

Jakarta, FNN - Kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat di kediaman mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terus menjadi sorotan publik. Hampir semua menaruh simpati dan dukungan pada keluarga Brigadir Yoshua dan mengecam jenderal bintang dua itu. Namun begitu, ada satu kelompok yang justru menghilang dan tidak menyinggung Ferdy Sambo, yang kini telah ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan keji itu. Dua wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (22/8/22) menyebutkan bahwa kelompok itu adalah Buzzer Rp. Sebutan bagi kelompok yang selama ini getol mendukung pemerintah dan diduga dibayar untuk aksinya. Kelompok tersebut juga terkadang menggunakan beragam istilah untuk menyudutkan lawan. Sejauh ini, tekanan masyarakat untuk mengungkap “rekayasa cerita” Sambo terbilang efektif. Setidaknya Sambo berhasil ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Yoshua. “Semenjak itu, Buzzer Rp tampak diam dan gerah untuk berkomentar atas kasus ini,” ujar Agi Betha. Agi menyebutkan salah satu Buzzer tersebut adalah Denny Siregar CS. Sejak awal kasus ini muncul di publik, pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Kamarudin Simanjuntak mengatakan bahwa ada Buzzer yang menyerangnya dalam menangani kasus tersebut. Namun sekarang, Denny Siregar kena batunya, ribuan fansnya sekarang berbalik menghujatnya.“Buzzer ini mencoba membela Sambo namun sekarang malah dihajar teman-temannya sendiri,” Ungkap Hersubeno. Baru-baru ini, Denny Siregar mengunggah cuitan pendek di akun twitternya @dennysiregar7.  Dalam cuitannya Denny Siregar seakan mengajak untuk melupakan kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo. Cuitan tersebut langsung mendapat respon dari salah satu buzzer lain, Niluh Djelantik. Niluh Djelantik turut memberikan teguran pada sebuah unggahan pegiat media sosial Denny Siregar.  Dalam pesannya pada Denny Siregar, Niluh Djelantik meminta Denny Siregar apabila tak punya empati, lebih baik diam. Pernyataan Denny Siregar membuat Niluh Djelantik mengingatkannya agar melihat dari sisi keluarga Brigadir Yoshua yang masih membutuhkan dukungan agar penyebab kematian bisa diungkap dan keadilan berjalan.(Lia)

KAMMI Ancam Demo Jika Pemerintah Naikan BBM

Jakarta, FNN - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengancam akan turun ke jalan melakukan aksi demo jika pemerintah menaikkan harga BBM.  Pemerintah kembali memberikan sinyal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON 90 atau Pertalite dan Solar. Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pengumuman kenaikan harga Pertalite dan solar akan dilakukan Presiden Joko Widodo pada pekan ini.  Menyikapi rencana kenaikan harga BBM, Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI), Zaky Ahmad Riva’i memperingatkan jika harga BBM naik maka harga diri Presiden akan dipertaruhkan.  Sebab, menurut Zaky pengambilan keputusan Presiden akan menunjukkan keberpihakan Presiden Joko Widodo terhadap rakyatnya. “Kita nantikan sikap keberpihakan dari Presiden Joko Widodo dalam mengambil keputusan ini. Apakah peka dan mendengarkan keluhan dari rakyatnya? Atau sudah tidak peduli lagi dengan rakyatnya sendiri. Karena wacana kenaikan harga BBM tidaklah tepat dilakukan saat ini. Kita sedang berjuang bersama memulihkan perekonomian bangsa akibat pandemic covid-19. Jangan sampai kenaikan BBM ini justru menghambat pemulihan perekonomian. Maka keputusan menaikkan harga BBM atau tidak nantinya akan mempertaruhkan harga diri Presiden Joko Widodo di hadapan rakyatnya sendiri. Jika harga BBM ini terus naik maka maaf harga diri Presiden turun terus,” ujarnya di Jakarta, Senin (22/8/2022)  Zaky juga meminta pemerintah mempertimbangkan dampak inflasi dari kenaikan harga BBM. “Kenaikan harga BBM jelas akan menimbulkan inflasi serta menurunnya daya beli masyarakat. Belakangan harga sembako cenderung tidak stabil. Jika ditambah dengan kenaikan BBM ini akan membuat rakyat semakin menderita. Kami minta pemerintah mempertimbangkan dampak kedepannya jangan sampai rakyat dibebani dengan keputusan ini,” kata Zaky. Sementara itu Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, Ammar Multazim Bil Haq, juga mengingatkan pemerintah agar tidak main-main soal wacana kenaikan harga BBM Subsidi. “Persoalan BBM ini memang tak kunjung beres. Penyaluran BBM Subsidi yang tak tepat sasaran, aplikasi MyPertamina tidaklah solutif bahkan sebaliknya mempersulit rakyat, karena belum tentu seluruh pengguna pertalite memiliki akses internet dan juga gadget yang memadai. Sekarang akan ditambah lagi dengan wacana kenaikan harga BBM. Tahun lalu 80% pengguna BBM itu jenis pertalite. Jika kenaikan ini terus dipaksakan akan banyak yang terkena dampaknya. Pemerintah harusnya tidak main-main soal BBM bersubsidi karena ini kebutuhan mendasar rakyat kita,\" terangnya.  APBN masih surplus untuk menutupi subsidi energi. Alih-alih menaikkan harga BBM jenis Pertalite yang efek dominonya sampai kepada rakyat, pemerintah seharusnya pangkas proyek nasional yang tidak ada manfaat langsung untuk rakyat. \"Kenaikan harga BBM Pertalite, sama saja pemerintah merestui pengangguran dan kemiskinan semakin meningkat. Sehingga kami menyerukan kepada kader KAMMI diseluruh daerah untuk bersiap-siap melakukan aksi turun ke jalan. Sikap KAMMI jelas menolak keras wacana kenaikan harga BBM ini”, tegas Ammar. (TG)

Dalam Sidang Paripurna, DPD RI Sepakat Perkuat Peran dan Fungsi Kelembagaan

Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memimpin Sidang Paripurna ke-3 DPD RI di Gedung Nusantara V Komplek Parlemen Senayan, Senin (22/8/2022). Dalam sidang yang menetapkan alat kelengkapan (alkel) DPD RI itu, disepakati untuk memperkuat peran dan fungsi kelembagaan DPD RI.  Penguatan peran dan fungsi DPD RI datang dari jajaran anggota. Seperti dari Senator asal Bali, I Made Mangku Pastika, yang menilai peran dan fungsi DPD RI terlalu kecil. Dalam hal perumusan anggaran, DPD RI sama sekali tidak memiliki peran yang berarti.  “Sehingga kita tidak bisa mengoreksi, karena semua sudah ditetapkan tanpa melibatkan peran DPD. Dana perimbangan pusat dan daerah sebesar Rp800 triliun, itu saya kira sangat sedikit. Semestinya Rp1.500 triliun, baru daerah itu bisa berkembang,” kata Mangku Pastika. Namun, DPD tak memiliki peran dan fungsi dalam hal perumusan anggaran sejak awal. Oleh karenanya, Mangku Pastika mengusulkan agar peran dan fungsi DPD RI diperkuat. “Kalau kita mau besar, maka kita juga harus berpikir besar. PURT itu kan sifatnya ad hoc karena hanya panitia. Pun halnya hanya mengurusi rumah tangga internal saja. Mengapa kita tidak buat Badan Anggaran (Banggar) agar kita bisa ikut merumuskan anggaran kepentingan daerah,” tandas Mangku Pastika. Senator asal Aceh, Abdullah Puteh, menyatakan hal senada. Dalam hal perumusan kebijakan berupa Rancangan Undang-Undang (RUU) usulan daerah, amat minim sekali yang menjadi prioritas untuk dibahas. Pada sisi lain, penguatan peran dan fungsi DPD RI mendapat dukungan publik. “Hal itu terungkap dari hasil kunjungan kerja Pak Ketua DPD RI berkeliling Indonesia, publik mendukung penguatan peran dan fungsi DPD RI. Oleh karenanya, hal ini sekiranya perlu dirumuskan, agar bagaimana ke depan peran dan fungsi DPD RI dalam memperjuangkan aspirasi rakyat di daerah dapat terus diperkuat,” katanya. Senator asal Maluku, Anna Latuconsina, berharap Rapat Koordinasi (Rakor) antara Presiden dan DPD RI dapat dihidupkan kembali.  “Di periode lalu kita punya yang namanya Rakor antara Presiden dan DPD RI agar persoalan di daerah mendapat atensi langsung dari pemerintah. Saya meminta kepada pimpinan agar hal ini dapat dilakukan kembali,” kata Anna. Pimpinan Sidang, Nono Sampono, sependapat dengan hal tersebut. Seluruh aspirasi dari anggota akan ditampung dan diperjuangkan agar bagaimana peran dan fungsi DPD RI dapat terus dimaksimalkan. “Kita tentu sependapat bagaimana peran dan fungsi ini dapat diperkuat. Kita tampung aspirasi, usulan dan pendapatnya, untuk dapat dirumuskan penguatan peran dan fungsi kita sebagai wakil rakyat di daerah,\" kata Nono. Hal senada diungkapkan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Menurutnya, apa yang dilakukannya selama ini adalah untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan, termasuk di dalamnya memperkuat peran dan fungsi DPD RI. “Upaya-upaya itu terus kita lakukan agar DPD RI ini memiliki peran dan fungsi yang cukup kuat, tak hanya sebagai penampung aspirasi dan pengawasan belaka. Tetapi bagaimana agar DPD RI ini dapat ikut menentukan arah perjalanan bangsa ke depan,” tutur LaNyalla.  “Sebagai wakil daerah, DPD RI harus berpikir next generation, bukan next election. Mari kita resonansikan peta jalan untuk memperbaiki bangsa ini, agar perjalanan arah bangsa kita kembali kepada seperti apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa,” tutur LaNyalla. (mth/*)

Anies - Puan di Atas Angin, Cegat Muncul Calon Tunggal

Politik adalah seni dari semua kemungkinan, bisa saja semua berubah secara mendadak. Kekuatan oligargi sangat besar untuk mengendalikan partai politik di Indonesia. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih FOTO bersama Ketua DPR RI Puan Maharani dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (AB) saat ajang Formula E Jakarta (4 Juni 2022), bukan foto hanya sekedar hobi selfie. Tetapi memiliki muatan politik penuh makna. Arah foto menuju ke AB dan mengesampingkan wajah Presiden Joko Widodo itu merupakan langkah berani Puan untuk meninggalkan dan mengabaikan Jokowi. Di bagian terpisah Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto buru-buru memberi komentarnya, makna dari foto bersama tersebut mengatakan: “foto bersama antara Puan Maharani dengan Anies Baswedan sudah menjadi kecenderungan di masyarakat – itu suatu hal yang baik. Foto selfie bersama itu tampilannya suatu yang cukup baik,” katanya, di Kampus Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Ahad (5/6/2022). Berkali-kali dari markas Tengku Umar mengeluarkan nada sejuk bahwa Puan dan Anies tidak ada masalah, dalam ruang sama menatap masa depan bangsa yang lebih baik. Sebelumnya Ketum NasDem Surya Paloh bertemu dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto di NasDem Tower, Gondangdia, Jakarta, Rabu (1/6/2022) dan dilanjutkan lobi dengan Presiden Jokowi tentang Capres 2024. Lobi basa-basi ini tampaknya memberitahu dan seolah-olah minta pendapat Jokowi pasangan Capres 2024. Saat itu Surya ditengarai hanya penjajagan pandangan politik Jokowi tentang formasi Capres 2024. Lobi tersebut ditangkap sinyalnya oleh Megawati. Surya Paloh harus dalam mitra kendalinya, bukan dikendalikan oleh Presiden atau Ketum Partai lain. Serangan Mega dilancarkan melalui forum Rakernas PDIP yang waktunya sudah sangat dekat pada 21 Juni 2022. Hanya dalam rentang waktu hanya 17 hari dari foto Puan dan Anies dengan Rakernas PDIP. Benar terjadi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengatakan, tidak ada sebutan koalisi di Indonesia. Hal ini mengingat sistem tata negara menganut sistem presidensial dan bukan parlementer. Sebaliknya, Megawati menilai lebih cocok penyebutan kerja sama politik jika dibandingkan koalisi. Hal ini disampaikan di hadapan Presiden Jokowi yang menghadiri acara Rakernas PDIP, Selasa (21/6/2022). Pidato Megawati tentang tidak ada sebutan koalisi di Indonesia itu memiliki makna politik menghentikan laju Ganjar Pranowo, melepas Prabowo Subianto dan memberitahu pada Jokowi jangan campur tangan soal Capres 2024 saat bersamaan memberi ruang politik Anies dan Puan. Lobi politik terus bergerak terpantau melalui media sosial Puan bertemu Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2022), Puan tiba pada pukul 11.00 WIB. Terlihat Puan mengenakan baju serba hitam. Puan didampingi oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hingga Ketua Bappilu PDIP Bambang Wuryanto. Selain itu beberapa kader PDIP lainnya terlihat mengawal. Rentetan dari beberapa lobi politik yang bisa terlacak pasti didahului lobi politik senyap untuk memperlancar prosesnya. Bisa dibaca bahwa Surya Paloh yang sudah berkawan (koalisi) dengan Partai Demokrat dan PKS, dugaan kuat menerima mandat memperluas kerjasama dengan parpol lainnya, termasuk mendekati PDIP secara terhormat. Lobi Surya direspon positif oleh pihak PDIP. Bahkan Puan sampai mengatakan bahwa Surya Paloh adalah Pakdenya (saudara tuanya). Rekayasa politik tersebut adalah untuk memuluskan formasi Anies Baswedan dan Puan Maharani. Proses ini pasti membawa korban politik lanjutan. Sangat mungkin akan menimbulkan reaksi oligarki untuk mencegatnya, apabila tidak  dalam kendalinya. Ganjar Pranowo harus berhenti dari niatnya ingin maju Capres, kecuali nekad ada dukungan dari partai di luar PDIP dan masih diperlukan oleh oligarki, walaupun peluang ini sangat kecil. Prabowo sendiri kini dalam kesulitan yang nyata, walaupun terus mencoba menggunakan Jokowi sebagai jembatan lobinya, bisa jadi salah sasaran karena Jokowi sudah jadi kartu mati. Sekalipun masih ada hubungan dengan Oligarki, koalisi dengan PKB sangat rawan dan sangat rentan, lemah kalau nekad koalisi tersebut tetap akan dipakai Prabowo Subianto. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pasti pecah, besar kemungkinannya PPP akan berbalik mengikuti kerjasama partai PDIP, Nasdem, dan Demokrat serta PKS. Sementara Golkar dan PAN akan dihadapkan pada pilihan menyerah atau bergabung dengan Prabowo atau partai politik besar bersama PDIP dkk. Politik adalah seni dari semua kemungkinan, bisa saja semua berubah secara mendadak. Kekuatan oligargi sangat besar untuk mengendalikan partai politik di Indonesia. Dari gerak lobi-lobi partai politik tersebut yang harus dijaga, jangan sampai ada calon tunggal. Itu jebakan oligarki sehingga Pilpres bisa ditunda dan akan muncul perpanjangan masa jabatan Presiden. (*)

Rektor Koruptor dan Kegagalan Revolusi Mental

Kegagalan Revolusi Mental Jokowi perlu ditindaklanjuti dengan adanya sebuah upaya baru dalam memperbaiki mentalitas bangsa yang sedang terpuruk ini. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle REKTOR Universitas Lampung, Professor Karomani, juga petinggi organisasi keagamaan tertentu, ditangkap KPK beberapa hari lalu, karena menjual \"kursi masuk\" mahasiswa melalui jalur mandiri seharga Rp 100-350 juta per calon mahasiswa. Professor tersebut terkenal juga selama ini sebagai tokoh Forum Rektor yang mempropagandakan kampus bebas dari radikalisme. Karena, menurutnya, radikalisme adalah ancaman yang saat ini paling membahayakan di dalam  lingkungan kampus. Kita harus mengapresiasi KPK untuk penangkapan ini. Meski nilai rupiahnya tidak seperti kasus APENG yang bernilai triliunan maupun ketika kita kecewa KPK tidak berani atau tidak siap melanjutkan pemeriksaan kasus dugaan KKN anak Jokowi yang dilaporkan Ubaidillah Badrun. Kenapa perlu diapresiasi? Karena penangkapan kaum Professor dari sebuah universitas yang dibiayai negara ini, merupakan simbolis penanganan kasus hancurnya moralitas bangsa kita. Alasan lainnya, sebagai pendukung militan Jokowi, Professor ini harusnya dapat merupakan \"banchmark\" keberhasilan atau kegagalan Revolusi Mental Jokowi. Universitas dan Suksesnya Sebuah Bangsa Universitas sepanjang sejarah dipercaya sebagai pusat peradaban manusia. Baik ketika dahulu kala namanya Academy di era Plato, di Athena, Yunani atau Madrasah, di jaman Al Ghazali yang mengajar di Baghdad, semuanya dimaksudkan untuk memproduksi manusia cerdas, berintegritas, dan juga memuliakan tujuan kehidupan. Perdebatan dan riset tentang demokrasi, hak-hak manusia, dan sistem pemerintahan, tentang alam semesta serta penemuan sains dan teknologi menjadi kekayaan universitas, sehingga ia dipercaya untuk mendidik manusia menjadi manusia sejati. Universitas juga dipercaya oleh sebuah bangsa untuk menjadi referensi nilai bagi pembangunan bangsa tersebut. Misalnya, universitas selalu diminta oleh negara dalam memproduksi atau mengevaluasi sebuah undang-undang. Sebab, tanpa kehadiran kaum cendikiawan dalam hadirnya sebuah produk hukum, moralitas hukum tersebut masih dapat dipertanyakan. Begitu juga ketika negara membutuhkan riset yang sangat serius untuk sebuah produk strategis, seperti energi nuklir dan lainnya. Kesuksesan sebuah bangsa seringkali diukur dengan suksesnya universitas di negara tersebut. Atau setidaknya kita bisa melihat korelasi kesuksesan sebuah bangsa dengan majunya universitas di negara itu. Sebuah kondisi paralel. Negara yang mempunyai banyak universitas dalam ranking tinggi global umumnya negara maju, sebaliknya juga terjadi. Indonesia dibandingkan Malaysia, apalagi Singapura, mempunyai universitas yang ranking-nya jauh lebih rendah, paralel dengan negaranya yang lebih tertinggal. Dengan demikian, sangatlah wajar jika universitas menjadi tumpuan harapan manusia, keluarga dan juga sebuah bangsa. Sehingga, jika universitas itu terlihat gagal menjalankan misinya, kekecewaan besarpun akan datang. Rektor Koruptor, Mengapa? Korupsi yang dilakukan rektor UNILA ini adalah jenis yang paling sadis. Korupsi yang lebih rendah kebiadabannya bisa terjadi pada korupsi dalam pengadaan barang. Karena umumnya jejaring atau broker kekuasaan memang membuat keadaan terpaksa seseorang pejabat publik harus korupsi. Beberapa universitas swasta kaya bisa memiliki peralatan laboratorium yang canggih dibandingkan universitas negeri, karena kesulitan pejabat publik berhadapan dengan calo-calo projek. Padahal negara sudah mengalokasikan dana untuk itu. Namun, mengkorupsi dengan model rektor Universitas Lampung ini, yakni meminta uang kepada calon mahasiswa, telah menghancurkan prinsip-prinsip keutamaan moral, menghancurkan kepercayaan diri dari mahasiswa untuk menjadi SDM handal dikemudian hari dan merusak reputasi universitas itu sendiri. Program penerimaan mahasiswa mandiri sebenarnya mempunyai banyak manfaat. Pertama, pihak universitas tidak terjebak pada penyeragaman tersentralisasi, seperti era Sipenmaru tahun 1980 an. Kedua, universitas memberikan kesempatan kedua kepada calon mahasiswa yang gagal dalam saringan pertama. Dalam kesempatan kedua secara teoritis diharapkan mampu memberikan penyempurnaan pada kemungkinan kegagalan sistem penerimaan disaringan pertama. Misalnya, ada saja calon mahasiswa genius yang terhalang masuk pada saringan pertama. Bagiamana dengan biaya jalur mandiri? Sebenarnya, ketika kampus kesulitan mencari pembiayaan dari negara maupun upaya kampus untuk menambah kemampuan pembiayaan sendiri, wajar saja saringan ala jalur mandiri itu dikaitkan dengan sumbangan calon mahasiswa. Namun, tentu saja itu bukan suatu syarat mutlak. Syarat mutlaknya adalah kemampuan akademik dan IQ sang calon tersebut. Dan uang yang diperoleh tentu saja untuk universitas, bukan pribadi rektor dan kawan-kawannya. Lalu kenapa rektor ini korupsi? Hal ini tentu merupakan kerusakan mental. Pertama, di lingkungan universitas negeri, di bawah jajaran Kemendikbud,  belum terdengar kabar adanya biaya suksesi yang mahal untuk menjadi rektor. Model biaya mahal umumnya terjadi untuk kursi kekuasaan eksekutif dan legislatif. Tapi, ini juga mungkin mulai berubah? Kedua, seorang rektor dan sebagai professor, seharusnya dia sudah hidup lebih dari cukup. Bahkan, seorang Professor masih mendapatkan tunjangan negara sampai usia tua. Lalu apa motivasi rektor koruptor? Ini perlu penyelidikan serius, bisa jadi karena rektor ini korban projek Revolusi Mental? Gagalnya Revolusi Mental Presiden Joko Widodo membawa ide, semangat dan api \"Revolusi Mental\" ketika kampanye menjadi presiden. Menurut situs pemerintah, \"Revolusi Mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.\" (Kominfo.go.id). Dan, \"Revolusi mental Jokowi ditandai dengan prinsip integritas, etos kerja dan gotong royong.\" (situs Kemendikbud). Pemerintah mengalokasikan biaya untuk ide ini terwujud, khususnya dalam pelatihan pelatihan dan pendidikan (Diklat) yang diberikan kepada aparatur negara. Penangkapan Rektor UNILA yang menjijikkan ini telah menunjukkan adanya kegagalan Revolusi Mental dalam dunia pendidikan. Ini memang baru sebuah indikator. Namun, indikator ini sangat penting mengingat keterlibatan rektor dan pimpinan universitas perguruan tinggi negeri dengan model korupsi yang biadab. Apalagi rektor tersebut petinggi organisasi keagamaan dan promotor utama anti radikalisme di kampus. Bisa jadi, modus korupsi penerimaan mahasiswa baru ini sudah berkembang lama dan terjadi di berbagai perguruan tinggi negeri lainnya. Ade Armando, misalnya, pernah mengatakan bahwa mahasiswa di kampusnya mengajar, banyak yang berbayar alias diterima masuk karena uang, bukan IQ dan kapasitas. Lalu bagaimana nasib Revolusi Mental ini? Setelah 8 tahun Jokowi presiden? Kasus penangkapan Rektor Koruptor ini bukanlah satu-satunya indikasi kegagalan Revolusi Mental. Kita melihat sebelumnya kasus Ferdy Sambo, Penegak Hukumnya Penegak Hukum alias Provos dari institusi utama penegakan hukum pun telah menunjukkan kegagalan Revolusi Mental ala Jokowi. Belum lagi banyaknya deretan kasus-kasus korupsi dan moralitas kekuasaan saat ini. Untu itu maka kita melihat Revolusi Mental ala Jokowi sudah gagal. Lalu, What\'s Next? Kegagalan Revolusi Mental Jokowi perlu ditindaklanjuti dengan adanya sebuah upaya baru dalam memperbaiki mentalitas bangsa yang sedang terpuruk ini. Apakah melalui konsep Revolusi Akhlak ala Habib Rizieq diperlukan ke depan? Kita harus kaji. Tapi, setidaknya sudah saatnya kita mengatakan, bubarkan Revolusi Mental ala Jokowi! (*)