ALL CATEGORY

Dituntut 4 Tahun, Edy Mulyadi Sebut JPU Keliru Lakukan Tuntutan

Jakarta, FNN – Edy Mulyadi (EM), terdakwa kasus \"Jin Buang Anak\", mengatakan terdapat kekeliruan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menyebut kontennya sebagai berita bohong. Sidang ke-25 ini digelar pada Kamis (01/09/22) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin oleh Adeng Abdul Qohar.  EM menjelaskan ada beberapa poin yang keliru dalam tuntutan yang dibacakan JPU dalam persidangan yang dimulai sekitar pukul 15.30 WIB itu.  \"Ada beberapa yang keliru besar pada tuntutan jaksa, yaitu antara lain dia mengatakan bahwa saya menyebarkan berita bohong antara lain pada soal aset di Jakarta yang akan dijual. Padahal dalam persidangan sudah terungkap, bahkan hakim pun mengatakan undang-undangnya memungkinkan untuk menjual aset,\" jelas Edy.  \"Tapi dalam persidangan terungkap bahwa yang saya sampaikan itu adalah mengutip berita. Beberapa berita saya bacakan di persidangan antara lain sumbernya Dirjen Kekayaan Negara hanya gara-gara bahwa ada rencana menginventarisasi dan menjual aset-aset negara. Itu yang dipersoalkan dibilang saya mengatakan berita bohong,\" tambahnya saat menemui rekan wartawan seusai persidangan, Kamis (01/08/22).  Dalam persidangan diketahui, tuntutan JPU lebih menyorot kepada penyebaran berita bohong di kanal Youtube Bang Edy Channel. Jaksa menjelaskan istilah Jin Buang Anak sebagai tuturan asertif dengan penilaian negatif.  \"Perkataan terdakwa tersebut tidak benar dan tidak mendasar pada pernyataan berita atau berita bohong tersebut merupakan tuturan asertif yang menyatakan penilaian negatif,\" jaksa menjelaskan.  Jaksa juga menyatakan EM memberitakan bertentangan dengan fakta, salah satunya mengenai inventarisasi negara.  \"Setelah itu terdakwa juga masih menyiarkan berita bohong bahwa pemerintah telah investarisasi dan akan dijual. Hal ini sangat bertentangan dengan pernyataannya,\" papar jaksa.  Menanggapi tuntutan jaksa tersebut, Edy membantah beritanya dikatakan sebagai berita bohong. Menurutnya,  \"Jadi, apa yang mereka tuntutkan sebagai berita bohong itu tidak benar. Karena seperti kata ahli bahasa, kalau kita ngomong bohong harus ada pembandingnya,\" tegas Edy.  Terkait tuntutan jaksa tersebut, Majelis Hakim memberikan waktu seminggu kepada Edy Mulyadi dan kuasa hukumnya untuk menyiapkan nota pembelaan atau pleidoi yang akan dilaksanakan pada persidangan yang akan dilaksanakan Kamis, 8 September mendatang di PN Jakarta Pusat.  Diketahui, EM dituntut pidana 4 tahun penjara dengan perkara penyebaran berita bohong yang melanggar Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946. (oct)

Perjuangan AG Pringgodigdo

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu, dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS 49:15) Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, MAg, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga PROFESOR Mr. Abdoel Gaffar Pringgodigdo adalah mantan Menteri Kehakiman Indonesia. Lahir di Bojonegoro, 21 Agustus 1904, dan meninggal dunia pada 1988. Aktivis Partai Masyumi. Pendidikan terakhir Rijksuniversiteit Leiden. Sejarah Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia jelas tidak bisa dipisahkan dari sosok Abdoel Gaffar Pringgodigdo. Dia adalah putra dari RMAA Koesoemohadiningrat dan RA Windrati Notomidjojo. Setelah dua tahun menuntut ilmu di sekolah rakyat, dia belajar di Europeeche Lagore School dari tahun 1911 hingga 1918, lalu di Hogere Burger School Surabaya. Lulus pada tahun 1923, dia berangkat ke Leiden, Belanda, untuk belajar di Universitas Leiden, dan lulus pada 1927 sebagai sarjana hukum. Saat kembali ke Indonesia, Pringgodigdo mendapat pekerjaan sebagai juru tulis, kemudian menjadi Wedana Karang Kobar di bagian timur Kabupaten Purbalingga. Menjelang akhir pendudukan Indonesia oleh Jepang, Pringgodigdo menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebagai sekretaris Radjiman Wedyodiningrat, pemimpin BPUPKI yang bertugas merumuskan naskah Undang-Undang Dasar 1945. Dia juga menjadi anggota Panitia Lima yang bertanggung jawab atas perumusan Pancasila. Setelah kemerdekaan Indonesia, Pringgodigdo bertugas sebagai Sekretaris Negara di bawah Presiden Soekarno. Dia menjabat pada 19 Agustus 1945 sampai dengan 14 November 1945. Pringgodigdo di urutan pertama daftar menteri sekretaris negara Indonesia. Sesuai tugasnya membantu presiden, Pringgodigdo menjalankan tugas sebagai penulis dalam sidang-sidang kabinet, menandatangani berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah, serta melaksanakan tugas-tugas protokol. Saat menjalankan tugas sebagai Sekretaris Negara, dia dibantu Mr. Ratmoko sebagai Wakil Sekretaris I dan Mr. Iskandar Gondowardoyo sebagai Wakil Sekretaris II. Dia pernah menjalankan tugas di Istana Kepresidenan di Yogyakarta atau Istana Yogyakarta - Gedung Agung. Sebab, ketika Belanda melakukan agresi militer pada 3 Januari 1946 untuk menduduki kembali bekas jajahannya, pemerintahan Republik Indonesia terpaksa mengungsi ke Yogyakarta. Sejak Juni hingga September 1948, Pringgodigdo bertugas sebagai komisaris untuk Sumatera. Ketika Agresi Militer Belanda II pada bulan Desember 1948, Pringgodigdo ditangkap dan diasingkan ke Bangka bersama para pemimpin Indonesia lain. Dia dan para pemimpin Indonesia lainnya ditempatkan di salah satu kamar yang dibuat khusus untuk para tokoh yang diasingkan. Selanjutnya, Januari hingga 6 September 1950, dia bertugas sebagai Menteri Kehakiman, mewakili Masyumi. Dia menjadi menteri kehakiman ke-4 sepanjang sejarah Republik Indonesia. Setelah pensiun dari politik, Pringgodigdo menjadi pengajar. Dia mulai sebagai dosen besar luar biasa di Universitas Gadjah Mada, mengajar ilmu hukum. Lalu pindah ke Surabaya dan mengajar di Universitas Airlangga, hingga akhirnya menjadi dekan pertama Fakultas Hukum Airlangga, dari tahun 1953 hingga 1954. Dia lalu menjabat sebagai Rektor Universitas Airlangga dari November 1954 hingga September 1961. Setelah bertugas sebagai Rektor Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, dia kembali ke Surabaya dan mengajar di IKIP Surabaya. Dia mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum bersama Kho Siok Hie dan Oey Pek. Pada tahun 1971 dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Suami dari Nawang Hindarti Joyo Adiningrat ini meninggal dunia pada tahun 1988. AG Pringgodigdo mencurahkan segala kemampuan untuk kemerdekaan Indonesia. Boleh dikata dia rela mengorbankan bandha, bahu, piker, lek perlu sak nyawane pisan. Bagi AG Pringgodigdo ilmu bukan untuk ilmu, tetapi untuk mengabdi kepada Allah swt dan berbakti pada negeri. AG Pringgodigdo adalah cendekiawan yang peduli. Dalam konteks keindonesiaan, sebagai aktivis Partai Masyumi, Pringgodigdo merepresentasikan sosok nasionalis religius yang mengusung nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman sekaligus. Nilai kebangsaan dan keindonesiaan berlandaskan firman Allah swt dalam Al-Quran; “Hai manusia, Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku, supaya kamu kenal-mengenal (bukan saling membenci). Sungguh, orang yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS 49:13) Adapun nilai keislaman berlandaskan firman Allah SWT dalam Al-Quran; “Sungguh agama pada Allah ialah Islam (tunduk pada kehendak-Nya). Mereka yang telah diberi Kitab tidak akan berselisih kecuali karena dengki satu sama lain, sesudah mereka beroleh ilmu. Siapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat dalam perhitungan”. (QS 3:19) Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sepak terjang AG Pringgodigdo adalah pengejawantahan firman-firman Allah SWT dalam Al-Quran, Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai,- lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (QS 9:24) “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu, dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS 49:15) “Wahai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majlis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah!” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS 58:11) Selamat Berjuang! (*)

Menunggu Rekonstruksi Pembunuhan Letkol Mubin

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan Rencana rekonstruksi pembunuhan sadis Alm. Letkol Purn H Muhammad Mubin hari Jum\'at ini nampaknya ditunda menjadi hari Senin 5 September 2022. Pengacara keluarga korban Muchtar Effendi, SH dan Tim menyatakan  kemungkinan tersebut setelah keluarga menerima informasi dari pihak Kepolisian.  Rekonstruksi di TKP itu penting mengingat adanya kebohongan pada penyidikan di Polsek Lembang sewaktu awal penangkapan. Berita Acara terjadinya pukul memukul, peludahan oleh korban, pelaku yang sedang memasak, \"tidak ada niat membunuh\" ataupun jumlah tusukan pisau ternyata berubah setelah kasus diambil alih Polda Jabar. Delik Penganiayaan (351 ayat 3 KUHP) pun meningkat menjadi Pembunuhan Berencana (340 KUHP).  Kesalahan pemeriksaan di tingkat Polsek dapat menjadi indikasi terjadinya \"obstruction of justice\" oleh karenanya perlu pemeriksaan seksama.  Sebagaimana dalam kasus Duren Tiga yang diawali dengan rekayasa cerita namun berubah kemudiannya. 97 aparat Kepolisian diperiksa dan di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.  Rekostruksi hari Senin di TKP Lembang ini diharapkan dapat menunjukkan dan mengungkap sekurangnya lima hal, yaitu : Pertama, bahwa di samping Henry Hernando pelaku pembunuhan, juga apakah benar ayah tersangka Sutikno berada dekat dengan Henry dan ia tidak mencegah dilakukan penusukan membabi buta itu. Ayah tersangka patut ditarik sebagai tersangka pula berdasarkan Pasal 55 dan 56 KUHP.  Kedua, dimana posisi Djamil pegawai toko milik tersangka yang konon terlibat percekcokan dengan korban Alm Letkol Pur Mubin sebelum terjadinya pembunuhan  ? Sebagaimana Sutikno maka Djamil semestinya ditarik sebagai tersangka jika keberadaannya masih dekat dengan pelaku pembunuhan, apalagi terbukti turut membantu.  Ketiga, penyiapan pisau yang digunakan untuk menusuk jenis apa, pisau dapur, pisau komando, pisau lipat atau lainnya ? Demikian pula bagaimana penusukan dilakukan, hanya lima atau bertubi tubi melebihi 10 tikaman ? Untuk kepastian semestinya dilakukan otopsi pada jenazah almarhum. Tikaman bertubi-tubi itu menjadi petunjuk niat kuat untuk membunuh karena dendam, benci atau ketakutan diketahui sesuatu. Keempat, CCTV yang konon telah dibuka adalah yang ada di luar, belum diketahui CCTV yang ada di dalam toko atau gudang atau rumah. Hal ini penting mengingat Hernando itu saat itu sedang bersama-sama dengan ayahnya Sutikno di dalam. Apakah nampak ada perencanaan di ruang dalam toko atau gudang antara keduanya untuk menyiapkan pisau lalu membunuh Letkol TNI H Muhammad Mubin?  Kelima, dalam rekonstruksi semestinya akan terlihat keberadaan anak kecil bernama Muhammad (6 tahun) yang diantar Letkol Mubin  ke sekolah. Jika benar ia berada di sebelah korban di dalam mobil, maka betapa tega dan sadisnya Henry Hernando alias Aseng yang ditampilkan di Polsek sebagai \"Muslim\" dan \"Sunda\" itu melakukan pembunuhan berencana di depan seorang anak kecil.  Semoga rekonstruksi yang dilakukan Polda Jabar ini dapat berjalan transparan, disaksikan banyak pihak, serta dapat menguak sedikit demi sedikit  misteri pembunuhan sadis dan \"aneh\" Henry Hernando atas almarhum seorang TNI mantan Dandim yang dikenal sederhana, baik dan menyayangi putera H Salim majikan tempatnya bekerja. Selalu mengajak bersama untuk shalat di Mushola. (*)

Pemaki dari Istana

Oleh Ady Amar Kolumnis  MUNGKIN ini tulisan saya yang ketiga atau keempat berkenaan dengan Ali Mochtar Ngabalin, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden. Apa istimewanya ia kok sampai harus ditulis beberapa kali. Istimewa  atau tidak istimewa seseorang, itu bisa jadi ibrah untuk diteladani atau sebaliknya. Ia biasa dipanggil dengan Ali, atau Ngabalin nama yang lebih populer. Maka memanggilnya dengan Ngabalin, orang bisa tahu bahwa itu tentangnya. Cuma ia satu-satunya \"ngabalin\", dan bercirikan selalu memakai sorban di kepala. Ngabalin ngantor di istana negara. Sehari-hari ia berdekatan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berdekatan itu bukan berarti ia orang paling dekat dengan Presiden Jokowi. Ada berpuluh bahkan mungkin beratus orang bekerja di sana. Karenanya, belum tentu sepekan sekali ia bisa jumpa wujud presiden di istana. Apalagi Jokowi termasuk presiden yang lebih suka \"jalan-jalan\" dibanding stay di kantornya. Sedekat apa Ngabalin dengan Presiden Jokowi, tidak ada yang tahu.  Tapi keakraban selalu ditampakkan Ngabalin jika berdekatan dengan Presiden  Jokowi. Tak segan ia membungkuk-bungkuk, yang dimaksudkan untuk menghormat. Ngabalin seperti tampak ingin selalu menyenangkan Jokowi. Hal wajar, jika ia masih ingin berlama-lama di istana. Ngabalin bisa disebut penghuni istana paling keras menyerang mereka yang mencoba mengkritik kebijakan Presiden Jokowi. Dalam narasi lain bisa disebut, ia tampak paling menonjol membela presiden. Media televisi acap mengundangnya sebagai nara sumber mewakili istana. Dihadapkan pada para pengkritik kebijakan istana. Bahkan media televisi tertentu, seperti wajib mengundang Ngabalin untuk meramaikan talk show-nya. Konon, rating televisi naik kalau salah satu nara sumbernya itu Ngabalin. Padahal apa yang disampaikan Ngabalin dalam pembelaannya amat berlebihan. Ia sulit bisa mendengar lawan bicara mengemukakan pendapatnya. Ngabalin main potong saja dan cenderung menafikan penjelasan lawan debatnya. Sulit bisa melihat Ngabalin bicara dengan intonasi landai apalagi sejuk. Jika itu yang terjadi, maka seperti bukan Ngabalin saja yang sedang berbicara. Ngabalin seakan dihadirkan memang untuk meledak-ledak. Jika berbicara wajib ngegas. Intonasi terus dibuat menaik meninggi, bahkan keluar dari keadaban dalam ruang diskusi. Maka orang bisa membuat definisi tentang Ngabalin: keras dan cenderung ngotot dengan mata melotot dan jari telunjuk seolah \"ditembakkan\" pada lawan debatnya dalam berargumen. Ngabalin sulit bisa dikendalikan moderator. Maka, gaya Ngabalin boleh juga disebut Ngabalinisme. Itu istilah yang bisa dipakai untuk menyebut tipe manusia, yang jika beradu argumen memakai atau menyerupai gaya Ngabalin. Maka, sebutan ngabalinisme pantas disematkan padanya. Tapi ada pula yang menjuluki Ngabalin dengan \"Pemaki dari Istana\". Adalah Bung Said Didu yang menarasikan pemaki dari istana itu. Sebuah narasi yang pas untuk menggambarkan seorang Ngabalin. Karena hanya Ngabalin-lah satu-satunya orang istana yang punya sikap temperamental di atas rata-rata. Sikap yang jauh berkebalikan dari Presiden Jokowi, yang terbilang santai dan murah senyum. Maka jika lalu orang  bertanya, mana mungkin sikap bertolak belakang itu bisa disatukan hidup dalam harmoni \"rumah\" yang sama. Pertanyaan itu tidak salah diajukan, yang pasti penuh keheranan. Tapi nyatanya bisa tuh. Setidaknya sikap kontradiktif bisa bersatu, dan itu ditampakkan oleh perangai Ngabalin dan Jokowi. Dalam ilmu kepentingan, memang tidak ada yang tidak bisa disatukan. Apalagi menjelang Pilpres 2024, adegan tidak biasa pun ditampilkan tanpa merasa jengah. Tiba-tiba muncul mereka yang menggadang-gadang diri sendiri--bukan digadang oleh kelompok atau partai yang punya kans mencalonkan pasangan capres/cawapres--nekat ingin maju di Pilpres 2024. Semata karena punya cuan atau modal yang cukup, dan dukungan oligarki. Tapi sudahlah, mari fokus saja pada Ngabalin. Sikap temperamental seorang Ngabalin, bisa jadi itu memang dibutuhkan istana. Dibuat seakan saling melengkapi. Tak salah jika Said Didu menyebutnya dengan pemaki dari istana. Istilah yang diilhami oleh dialog Catatan Demokrasi tvOne, dengan topik \"Perombakan Polisi\". Ngabalin tampil secara daring, atau tidak hadir di studio. Ia hanya muncul wajah dan suaranya. Meski demikian, suara dan lagaknya tetap Ngabalin yang meledak-ledak. Lawan debatnya adalah eks pengacara Bharada Richard Eliezer, Deolipa Yumar. Juga di situ ada Panda Nababan, mantan anggota Komisi III DPR-RI, dan Benny Mamoto, Kompolnas. Jalannya perdebatan, bukan lagi seru, tapi keluar dari norma kepatutan. Itu antara Deolipa vs Ngabalin. Silahkan jika ingin mencari jejak digitalnya. Menjadi tidaklah penting jalannya perdebatan itu diurai di sini. Perdebatan yang lalu memunculkan narasi dari Said Didu, yang dituliskan dalam Twitter pribadinya, Rabu (31Agustus). \"Hindari berdebat dengan pemaki dari istana.\" Menghindar untuk tidak berdebat dengan pemaki dari istana, itu bisa jadi cara ampuh untuk menyudahi tingkah polah seorang Ali Mochtar Ngabalin. Itu agar tontonan perdebatan di televisi bisa hadir sebagaimana yang lalu-lalu. Perdebatan yang saling menghormati lawan dalam berargumentasi. Dan, Ngabalinisme biarlah berhenti pada tulisan sederhana ini. (*)

Novum Baru Pembantaian Enam Laskar FPI Ada di Kantor Polisi

KETERANGAN Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang pembunuhan enam pengawal Habib Rizieq Syihab menarik dicermati. Ia mengatakan, peristiwa yang terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50, pada 7 Desember 2020 itu akan diproses kembali jika ada bukti baru atau novum.  \"Terkait  dengan Km 50, saat ini sudah berproses di pengadilan. Memang sudah ada keputusan, dan jaksa juga sedang mengajukan banding terhadap kasus tersebut. Tentunya kami juga menunggu, \" kata Sigit dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu,  24 Agustus 2022. Kasus Km 50 kembali mengemuka setelah peristiwa pembunuhan terhadap anggota polisi Brigadir Josua Hutabarat yang juga dilakukan polisi. Pembunuhan berencana terhadap Josua diotaki oleh Inspektur Jenderal Ferdy,  Sambo yang sudah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai anggota polisi (meski ia masih banding), dan juga istrinya Putri Candrawathi. Saat melakukan pembunuhan, Sambo menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri. Kasus pembunuhan terhadap Josua dan enam laskar FPI di Km 50 hampir mirip. Mulai dari keterangan pers yang direkayasa dan penghilangan kamera pengintai atau CCTV. Pasangan suami-istri tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana. Dua anggota polisi dan seorang sipil juga ditetapkan jadi tersangka. Enam perwira juga menjadi tersangka pelanggaran pidana menghalang-halangi proses hukum atau obstruction of justice terkait kasus tersebut. Sederet anggoga polisi lainnya ditempatkan di ruang khusus karena pelanggaran etika dan sebagian besar kemungkinan kena pidana. Kembali ke ucapan Listyo Sigit mengenai kasus Km 50, maka pertanyaannya adalah novum yang bagaimana yang diharapkan? Kasusnya, mirip dengan pembunuhan Josua, berupa usaha menghilangkan kamera pengintai atau CCTV/Closed Circuit Television.  Mari gunakan akal sehat menelusuri peristiwa Km 50 itu. Pertama, beberapa waktu setelah pembunuhan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) - kini berganti nama Front Persaudaraan Islam - itu, rest area atau tempat istirahat tersebut sudah rata dengan tanah. Pertanyaannya, kenapa tiba-tiba dibongkar? Meskipun ada keterangan dari pihak PT Jasa Marga, pembongkaran sudah direncanakan sebelum peristiwa tersebut, namun tetap terasa janggal dan penuh misteri. Ya, kalaupun benar sudah direncanakan mau dibongkar, ya tunggu tiga sampai empat bulan tentu akan lebih nyaman dan tidak menjadi pertanyaan masyarakat, khususnya pengurus, anggota dan simpatisan organisasi yang telah dibubarkan pemerintah itu. Lebih khusus lagi, dari keluarga besar enam laskar tersebut. Lalu, siapa yang meminta atau memerintahkan supaya tempat tersebut segera dibongkar? Kedua, CCTV yang ada di jalan tol menuju Km 50 dan di lokasi kejadian, katanya, rusak, mati, kena gangguan.  Kok bisa terjadi kerusakan secara bersamaan? Perlu diselidiki lagi, siapa yang merusak atau atas perintah siapa, sehingga seluruh CCTV tidak hidup. Untung tidak ada peristiwa besar lainnya yang terjadi pada waktu  hampir bersamaan. Ketiga, enam HP atau telefon genggam laskar yang dibunuh hilang. Sampai sekarang, belum ditemukan/dikembalikan atau dijadikan alat bukti di persidangan. Ke mana dan di mana HP itu sekarang? Kalau hilang, siapa yang menghilangkan? Siapa yang meminta atau merampasnya dari tangan laskar?  Keempat, keberadaan mobil Landcruiser hitam di Km 50.  Ada saksi mata yang melihat, begitu penumpang turun, para polisi yang berada di lokasi langsung memberi hormat. Ada semacam breefing atau pengarahan dari orang tersebut kepada sejumlah anggota polisi di tempat itu.  Siapa penumpang yang turun dari mobil tersebut? Rasanya tidak masuk akal jika orang tersebut berpangkat rendah. Dapat dipastikan, penumpang Landcruiser itu orang berpengaruh dan memiliki posisi penting di kepolisian atau penegak hukum. Listyo Sigit, tentu mudah melacaknya, jika ada kemauan dan kesungguhan membongkar tuntas peristiwa Km 50 itu. Kelima, ketika kendaraan yang ditumpangi HRS dan keluarga dipepet mobil yang tidak menggunakan plat nomor dinas polisi, seseorang berpakaian preman (tidak pakai seragam polisi) sempat mengeluarkan tangannya yang penuh tato ke mobil menantu HRS, Muhmamad Hanif. Hal itu terjadi ketika mobil yang ditumpangi Hanif mencoba menghalangi agar tidak memepet mobil HRS. Siapa orang itu? Coba Pak Listyo diselidiki, itu polisi bertugas di mana?  Mudah juga menelusurinya. Berapa orang anggota polisi bertato seperti itu? Apalagi dalam kasus Josua, ada seorang polisi yang berfoto dengan Sambo (bersama ajudan lainnya) yang tangannya bertato juga. Cuma satu orang dan berjambang saat difoto. Itulah sekedar masukan buat  Listyo Sigit. Jika ada kemauan, tidak usah menunggu bukti baru. Lima hal di atas saja, bisa menjadi novum, atau menjadi dasar penyelidikan dan penyidikan. Masih ada beberapa hal lainnya yang bisa dijadikan novum. Apalagi, peristiwa penembakan enam laskar FPI itu diduga dilakukan oleh anggota polisi yang berada pada Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih  yang kini sudah dibubarkan. Kepala Satgasus saat peristiwa Km 50 adalah Ferdy Sambo. Tahun 2021, Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendra Kurniawan, anak buah Sambo di Divisi Propam  terlibat dalam tim khusus pencari fakta  kasus Km 50. Hendra ikut bersama Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran dan Pangdam Jaya, Dudung Abdurachman saat menggelar jumpa pers peristiwa penembakan laskar itu. Hendra juga bagian dari Satgasus. Ayo dong Pak Listyo Sigit. Sebenarnya, dari nurani yang dalam, Anda tahu semua itu.

Terkait Vonis 4 Tahun 6 Bulan Alvin Lim, Ketua LSM Konsumen Cerdas Hukum: Oknum Jaksa Diduga Main Kasus

Jakarta, FNN – “Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” ungkap Maria, Ketua LSM Konsumen Cerdas Hukum. Pasalnya dirinya membandingkan dimana kejahatan yang merugikan jutaan masyarakat seperti Investasi bodong dan pejabat korup, banyak yg dibebaskan. \"Contoh William Henley, Pelaku/terdakwa investasi bodong merugikan triliunan dibebaskan oleh pengadilan, Pinangki koruptor kejaksaan cuma divonis 2 tahun, dan jaksa penuntut tidak Kasasi padahal dibawah tuntutan jaksa 4 tahun. Dimana letak keadilan, Alvin Lim dituntut 6 tahun dan divonis 4 tahun 6 bulan, lebih dari dua pertiga langsung jaksa ajukan banding. Jelas terlihat Oknum Jaksa bermain dalam hukum di Indonesia,\" ungkapnya. Maria menilai bahwa bukan hanya Kepolisian yang ada mafia, namun kejaksaan dan pengadilan juga sama, banyak oknum mafianya. \"Seperti kata-kata Pak Mahfud (Menko Polhukam-red), mafia hukum ini banyak, dari kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Masyarakat sulit mencari keadilan. Mengerikan, Indonesia ternyata belum merdeka dari oknum penjajah, sekarang kita dijajah oknum aparat bangsa sendiri, karena sikap koruptif,\" jelasnya. Maria melihat bahwa setiap kali ada tokoh yang berani membela masyarakat selalu dikriminalisasi dengan pidana ecek-ecek. Mantan Ketua KPK dulu juga mau ditangkap polisi dengan dugaan pemalsuan surat, KTP/KK. Sekarang hal yang sama, Alvin Lim dituduhkan memalsukan KTP. Tidak masuk akal sekali kasus itu selain sudah pernah disidangkan, juga Alvin bahkan divonis jauh lebih tinggi dari pelaku utama. Apalagi seharusnya sebagai advokat, Alvin Lim punya imunitas sesuai UU Advokat. Ia mengatakan Alvin malah dikenakan pasal pembantuan dan ikut serta dalam pemalsuan, tanpa saksi dan bukti yang kuat, hanya pertimbangan oknum hakim, yang track record dari majelis hakim Arlandi Triyogo banyak masalah sebelumnya. Maria sedih melihat bagaimana selalu pemerintah gagal dalam melindungi pahlawan dan patriot bangsa yang banyak berkorban demi masyarakat. “Apalagi Alvin Lim adalah satu-satunya advokat yang berani lantang dan melawan oknum raksasa dan oknum mafia hukum,” pungkasnya. (mth/*)

Oligarki Semakin Menguat, Para Tokoh Bangsa Khawatir Indonesia Bisa Bubar

Jakarta, FNN – Oligarki yang semakin menguat mencengkeram ke dalam sistem politik dan negara dikhawatirkan bisa membuat negara Indonesia bubar. Direktur Institute Soekarno-Hatta, Hatta Taliwang dalam diskusi \"Membedah Sikap dan Perilaku Oligarki di Indonesia” Kamis, 1 September 2022 di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta menyebut bahwa secara sederhana oligarki dapat diartikan sebagai segelintir orang yang mengatur Negara. Dan istilah oligarki sekarang sudah dipahami oleh masyarakat umum, bahwa  ternyata negara Republik Indonesia yang didirikan dengan semangat musyawarah mufakat itu, berujung menjadi diatur oleh segelintir orang. Implementasi dari oligarki, menurut Hatta, secara nyata ada di bidang politik dengan \"mengatur\" Pilpres misalnya, bahkan mereka bisa mengatur siapa yang menang dalam Pilpres atau Pemilu. Dari sisi politik, kata Hatta oligarki bisa mengatur dana partai politik. Dari sisi ekonomi mereka juga menguasai sumber daya alam dan sumber daya finansial. Akibatnya, terjadi perkawinan antara pengusaha dan penguasa. Prof. DR. Hafidz Abbas, akademisi yang juga mantan komisioner Komnas HAM mengutip publikasi Bank Dunia dalam \'Indonesia\'s Rising Divide\' bahwa Indonesia bisa bubar karena empat penyebab: Pertama, adanya diskriminasi yang terjadi pada seluruh warga. Seperti ada yang diberi kesempatan menguasai sumber daya alam namun ada yang tidak. Menurut catatan Hafidz Abbas, orang miskin di Jakarta misalnya pada era Gubernur Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama mengalami 193 kali digusur. Namun di sisi lain hampir 50 juta lahan di Indonesia dikuasai oleh hanya segelintir orang. \"Bayangkan, empat orang, bukan empat perusahaan, menguasai kekayaan hampir setengahnya dari kekayaan seluruh penduduk negeri ini,\" kata Hafidz. Kedua, adanya diskrepansi mutu manusia Indonesia karena kebanyakan berpendidikan rendah. Sehingga mereka tidak bisa masuk ke sektor ekonomi modern. \"Dia hanya bisa berdoa, tertinggal. Karena yang menikmati kekayaan alam Indonesia itu hanya 3 persen,\" ujarnya. Ketiga, orang-orang Indonesia mayoritas tidak punya tabungan untuk masa depan anaknya juga tidak punya tabungan untuk kesehatannya. Keempat, uang yang beredar hanya kepada sekitar 2000-an perusahaan besar. Sementara 59 juta perusahaan mikro kecil lainnya tidak bankable. \"Jadi, kalau dilihat dari empat faktor ini, Bank Dunia tidak bisa melihat Indonesia bisa selamat,\" ungkap Hafidz. Menurut Hafidz, negara Indonesia sejatinya sudah lapuk dari dalam. \"Dan persoalan oligarki, menurut saya, adalah persoalan selamat atau tidaknya bangsa Indonesia di masa depan,\" ungkapnya. Dr Marwan Batubara juga melihat oligarki di Indonesia sudah kian akut. Marwan menyoroti soal UU Ciptaker yang nyata-nyata dibuat untuk kepentingan oligarkis. Pembentukan UU Korona Nomor 2/2020, UU Minerba 2020, UU Ciptaker Nomor 11/2020, maupun UU IKN Nomor 3/2022, menurut Marwan proses pembentukannya terlihat jelas menunjukkan peran oligarki. \"Negara semakin otoriter, oligarki semakin kuat, Presiden Jokowi makin otoriter, DPR dan partai-partai cenderung di bawah kendali penguasa dan oligarki,\" ujarnya. Menurut Marwan, oligarki telah mengubah secara perlahan Indonesia dari negara hukum menjadi negara kekuasaan. Menanggapi hal ini, aktivis Syahganda Nainggolan menyitir Jeffrey Winters ketika diwawancara. \"Bagaimana menurut Anda mengalahkan oligarki? Dia bilang, mesti ada orang seperti Mahatma Gandhi,\" kata Syahganda. \"Maksudnya, itu kan di India, kalau di Indonesia model Gandhi itu ya Habib Rizieq. Tapi ini personifikasi, maksudnya adalah orang yang tidak bisa dibeli,\" lanjutnya. Mantan Duta Besar DR. Hazairin Pohan melihat, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Menurutnya, setelah kasus Sambo struktur oligarki Indonesia saat ini sedang berantakan. \"Ini kesempatan bagi kita untuk melakukan perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik karena secara global, China juga sedang menurun pasca Covid-19,\" ungkapnya. Sutoyo Abadi dari Kajian Merah Putih mengungkapkan bahwa diskusi dan seminar tidak akan menyelesaikan masalah menguatnya oligarki di Indonesia. \"Tidak bisa melawan oligarki di Indonesia dengan cara ke MK atau ke lembaga lainnya. Tidak bisa. Satu-satunya harus muncul \'people power dan revolusi\'. Karena situasinya sudah gawat,\" tegas Sutoyo Abadi. Dia juga meyakinkan bahwa Indonesia tidak akan bisa selamat atau bubar jika tidak kembali kepada UUD 1945. Sejumlah tokoh  senior dan aktivis menghadiri diskusi \"Membedah Sikap dan Perilaku Oligarki di Indonesia” Kamis, 1 September 2022 di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, antara lain Suripto Djoko Said, Sri Bintang Pamungkas, MS. Kaban, Jumhur Hidayat, dan sejumlah tokoh lainnya. (mth/*)

Tiga Periode Solusi Kepanikan dan Ketakutan

Oleh Syafril Sjofyan - Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen FKP2B, Aktivis Pergerakan 77-78 Orkestrasi 3 Periode timbul tenggelam. Seiring dengan sikap Presiden Jokowi. Sebelumnya Jokowi berkata, bahwa mereka ingin menjilat dan menampar muka saya. Padam sebentar. Muncul lagi setelah Barisan Ketua-Ketua Partai Golkar, PAN dan PKB berorketrasi  untuk memperpanjang masa jabatan Jokowi.  Sepertinya dibiarkan. Mereka para petinggi partai “menjilat” dan “menampar” muka. Netijen heboh dan “menyerang” para petinggi tersebut. Akhirnya mereka lempar handuk. Menyerah. Melemparkan ke muka Luhut Binsar Panjaitan, sang Menteri yang serba bisa dengan bejibun jabatan dari sang Presiden. Untung LBP demikian beliau dipanggil, sportif mengakui dia yang “merancang”. Sunyi kembali. Jokowi hanya tersenyum tanpa kata. Tidak berhenti isu tersebut. Mungkin karena Jokowi “tidak marah” terhadap ketiga petinggi partai yang “menjilat” dan “menampar” mukanya. Malah semakin mesra. Salah satunya diangkat jadi Menteri. Jadilah PAN berbahagia. Jabatan mentereng didapat pula. Paling tidak untuk sekadar dapat hadiah persentase naik pada pileg 2024. Berharap tidak seperti hasil survei. Terlempar dari Senayan. Tidak mencapai ambang batas parlemen.  Secara liar isu 3 periode dan perpanjangan masa jabatan bisa diartikan lain oleh masyarakat. Berasal dari perintah atau keinginan Jokowi lewat Menteri “orang dekatnya” Presiden. Menko Maritim LPB, Menteri Investasi Bahlil, Wakil Menteri Kemendes Arie Setiadi, yang juga adalah petinggi relawan Jokowi (Projo) Heh kalian para pongawa, mari kita bermain sinetron kalian terus mainkan isu tersebut, saya akan katakan itu sekadar wacana dialam demokrasi, dan saya tetap akan menyatakan menolak 3 periode. Sehingga saya tetap bercitra bagus, seakan 2 periode sukses dan saya tetap dibutuhkan serta dianggap hebat oleh rakyat yang tidak paham.  Oke. Persatuan kepala desa bisa dimainkan. Relawan pasti bisa. Ojo kesusu mendukung yang lain. Berubahlah jadi seolah rakyat yang bersuara. Musyawarah Rakyat. Kesannya kekuatan rakyat yang mendukung. Jika memang skenario tersebut dimainkan. Tujuannya apa. Mari dibedah. Secara Konsitusi 3 periode tersebut sangat terlarang. Merubahnya butuh kekuatan politik. Presiden Jokowi sendiri cuma petugas partai. Tidak punya kekuatan untuk menjalankan mesin partai secara langsung. Periode kekuasaan akan berakhir tidak lama lagi.  Sangat manusiawi keinginan untuk tetap tegak dan tetap terpandang untuk bisa punya nilai tawar (bargaining) dengan Presiden berikutnya. Untuk nanti tidak diganggu dan digugat ataupun dihentikan proyek impian. Juga tetap diperhitungkan oleh petinggi-tinggi partai.  Walau kekuatan sebenarnya masih kabur tidak lagi riil dan militan. Bisa berubah. Baik “asosiasi Kepala Desa” maupun Relawan akan berpindah cepat ke majikan baru. Kepanikan dan ketakutan juga manusiawi, untuk tetap selamat ketika kekuasaan sudah berakhir.  Banyak hal yang mungkin bisa menjadi sandungan. Ada kasus anak yang masih terpending oleh KPK. Aib tentang Lumbung Pangan. BUMN Karya yang punya utang akibat proyek infrastruktur yang jor-joran. Bisa Mangkrak. IKN walau sudah berupa UU. Tapi untuk tercipta tidaklah gampang.   Jika Skenario Liar tetap dijalankan. Berakhir tidaklah husnul khotimah. (*)

Perpol 7/2022 Buka Peluang Sambo Terhindar dari Pemecatan

Jakarta, FNN — Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama menyayangkan adanya Perpol 7/2022 yang memiliki mekanisme sidang etik peninjauan kembali  Dalam Perpol yang sudah mulai berlaku tersebut di dalamnya termaktub soal Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK). Dalam hal ini, Kapolri memiliki kewenangan untuk meninjau kembali putusan KKEP atau putusan KKEP banding yang telah mengikat dan final. “Perpol ini harus direvisi karena berbahaya jika terduga pelanggar bisa mengajukan banding dan PK (peninjauan kembali),” kata Haris dalam keterangan tertulis, Kamis (1/9).  Menurut Haris, seharusnya yang bisa mengajukan banding maupun PK hanyalah instutusi polri bukannya terduga pelanggar, atas dasar adanya kejanggalan dan menjadi perhatian publik dalam keputusan hakim dalam sidang etik polri.   Haris menjelaskan, dalam BAB VI KKEP Peninjauan Kembali Bagian Kesatu Umum Pasal 83 mengatur  ayat (1) Kapolri berwenang melakukan peninjauan kembali atas putusan KKEP atau putusan KKEP Banding yang telah final dan mengikat.  Ayat (2) peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila: a. dalam putusan KKEP atau KKEP Banding terdapat suatu kekeliruan; dan/atau b. ditemukan alat bukti yang belum diperiksa pada saat Sidang KKEP atau KKEP Banding. Sementara ayat (3) peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun sejak putusan KKEP atau putusan KKEP Banding.  “Jadi Ferdy Sambo pada saat keputusan KKEP dan KKEP banding dinyatakan PTDH, maka sebelum tiga tahun Ferdy Sambo bisa mengajukan PK sebagaimana yang diatur dalam Perpol 7/2022. Saat ini Kapolri pak Listyo Sigit, apakah ada jaminan tiga tahun ke depan Kapolrinya masih Listyo Sigit, bagaimana jika Kapolrinya orang yang berpihak kepada Sambo. Karena kewenangan PK dalam perpol 7/2022 pasal 83 ayat 1 PK itu kewenanganya ada di tangan Kapolri,” beber Haris.  “Kan tidak ada Kapolri seumur hidup,” ujar Haris menandaskan. Karena bagi Haris, Perpol 7/2022 ini juga bisa dimanfaatkan oleh anggota Polri yang melakukan pelanggaran dan sudah dipecat melalui sidang etik untuk menghimpun kekuatan melawan dan mengganti Kapolri dengan tujuan agar bisa menggelar kembali sidang etik peninjauan kembali (PK). “Pak Sigit harus mewaspadai ini, jangan sampai ada manuver di internal untuk tujuan-tujuan yang hanya mementingkan diri sendiri itu,” pungkas Haris. (sws)

Langkah Sampul dalam Polemik Kenaikan BBM

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  LANGKAH sampul, istilah dalam tanding catur, sangat terkenal pada tahun 1972. Tahun itu dari Juli-September digelar kejuaraan dunia Boris Spassky USSR vs Bobby Fischer USA.  Bobby sering ungguli Boris dengan langkah sampul. Salah satu pemain jelang akhir partai tunda menuliskan next step dan menyerahkannya kepada jury. Dalam partai lanjutan juri serahkan amplop pada pemain lawan. Rapat kerja Menkeu Mulyani dengan DPR berlangsung 23 Agustus 2022, baru publik paham tanggal 31 Agustus 2022 bahwa di sidang itu ada pemandangan umun tiap fraksi tentang stand masing-masing terhadap kenaikan BBM. Sidang tidak sekadar, dalam bahasa India, aap puche haam jawap denge, Tuan tanya saya jawab. Ada 6 fraksi menolak kenaikan: Gerindra, Golkar, PKS, Demokrat, PKB, PPP. Ada 3 fraksi dianggap setuju BBM naik: PDIP, Nasdem, PAN. Total suara yang 6 fraksi jauh melebihi yang 3 fraksi. Itu kalau voting di DPR. Kalau di MPR hampir 100 % suara DPD akan nge-block ke 6  fraksi DPR. Apa pun yang di-vote sejauh menyangkut bensin dan power system.  Penundaan publikasi  raker DPR dengan Menkeu Mulyani 23/8/2022 semacam langkah sampul. 23/8/2022 harus published, walau setelah 8 hari. Condicio cine quanon.  Kasus BBM makin menyulitkan pemerintah. Umumkan kenaikan mempersulit posisi pemerintah secara politik. Menunda-nunda kenaikan, stock bengsin habis. Posisi serba salah ini bukan jebakan IMF. Serba salah dalam konteks ini karena proyek pembangunan selama ini tanpa rencana matang. Hampir semua mangkrak. MRT LRT KA cepat pelabuhan udara baru, sekedar contoh kemangkrakan. Apa ada campur tangan IMF dalam proyek-proyek tersebut?  Kita tunggu  jawaban pak Fuad Bawazier.  Yang dibangga-banggakan statistik ekonomi, inflasi kita rendah. Lembaga yang sama: BPS, tidak jelek dalam laporannya tentang ekonomi Orde Lama. Pas Orla rubuh Menkeu Orba Ali Wardana umumkan inflasi  Orla per tahun 600%. Harga keperluan hari-hari kini naik tiap hari. Telur lebih mahal dari ayamnya. Apa pun, pemerintah harus ambil putusan. (RSaidi).