ALL CATEGORY
Tim Advokasi Desak Komisi Yudisial Awasi Persidangan Kasus Tuduhan Terorisme
Jakarta, FNN - Tim advokasi korban penangkapan densus 88, Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustaz Zain an Najah, dan Ustaz Anung al Hammat menggelar audiensi dengan Komisi Yudisial (KY) yang diwakili oleh Kepala Biro Pengawasan dan Perilaku Hakim Dr. Mulyadi, S.H., M.S.E. pada, Senin (29/8/22) hari ini. Audiensi tersebut membahas mengenai perlakuan Densus 88 kepada Ustaz Farid Okbah yang dianggap sebagai abuse of power, dan perlakuan hakim yang sejak awal persidangan bermasalah karena terlalu otoriter memaksa untuk sidang online. “Pada saat proses persidangan berjalan belum masuk pada materi, hakim membuka dengan langsung mengatakan bahwa ini sudah menjadi kesepakatan akan diproses secara online,” kata tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam Ahmad Khozinudin, SH. Namun keputusan tersebut diprotes oleh kuasa hukum, sehingga hakim merapatkannya dan menyetujui untuk dilaksanakan sidang offline. Ahmad Khozinudin menjelaskan bahwa pihaknya khawatir dalam proses beracara terdapat perbuatan yang menghalang-halangi timnya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai kuasa hukum terdakwa. “Kami khawatir adanya istilah obtraction of justice, yakni menghalang-halangi proses penegakan hukum, dalam hal ini menghalangi advokat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya untuk mendampingi kliennya secara maksimal dalam persidangan, karena kemarin kita sudah mulai dibatas-batasin, lawyer tidak boleh semuanya padahal itu adalah hak dari klien dan hak dari lawyer,” jelasnya Maka dari itu, tujuan dari audiensi yang dilakukan adalah menginginkan adanya pengawasan etika hakim dengan keterlibatan Komisi Yudisial dalam pemantauan persidangan. “Kita ingin Komisi Yudisial ikut mengawal, ikut memantau, bahkan sesuai kewenangannya dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan,” ungkap Khozinudin. Lebih lanjut, Khozinudin menyampaikan terkait kondisi yang terjadi di dalam persidangan. Seperti tidak diizinkan untuk mendokumentasi suasana sidang, semua handphone dicek, bahkan tidak boleh masuk ke dalam ruangan, padahal sidang tersebut terbuka untuk umum. “Kami sangat berharap proses dan prosedur itu pertama berjalan sesuai hukum acaranya, kedua memenuhi secara materil dan subtansi,” pungkasnya. (Lia)
Harga Pokok Naik, Pedagang di Jakarta Pasrah
Jakarta, FNN - Harga bahan dapur masih berada di harga yang tinggi. Mulai dari cabai, bawang merah, bawang putih yang harganya masih di atas normal. Berdasarkan pemantauan Forum News Network di pasar tradisional Palmerah dan Kebayoran Lama, Senin (29/08/22) harga bahan pokok masih tinggi. \"Cabe saya jual Rp60.000/kilogram (kg), bawang merah Rp40.000/kg, bawang putih Rp30.000, dan tomat seharga Rp 15.000,\" ungkap Adoi salah seorang pedagang yang telah berjualan sejak tahun 1980-an di pasar Palmerah, Kec. Palmerah, Jakarta Barat. Menurut Adoi, harga-harga tersebut terbilang stabil bila dibandingkan dengan harga sebelumnya, yaitu berkisar Rp70.000 hingga Rp100.000. Pendapat serupa juga diutarakan oleh Syahrul, salah seorang pedagang dari pasar tradisional Kebayoran Lama, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. \"Harga yang paling tinggi itu cabai merah sama rawit merah. Kadang kalau lagi tinggi bisa sampai sepuluh kali lipat. Kadang hari ini bisa Rp20.000, besok Rp40.000, dan besoknya Rp60.000,\" ucap Syahrul. \"Harganya masih stabil Rp60.000 sejak semalam, kemarin masih Rp55.000, kemarinnya lagi Rp65.000 malahan. Soalnya di pasar harganya gak tentu, setiap hari gonta-ganti. Ngikutin dari pasar induknya,\" tambahnya yang semakin menguatkan pendapat Adoi. Selain dari harga bahan dapur, harga komoditas telur juga meningkat. Harga telur saat ini mencapai Rp32.000 dari harga sebelumnya sekitar Rp22.000—Rp25.000. \"Yang naik itu telur, beras, dan sabun-sabun. Kalau telur lumayan tinggi naiknya, tahun lalu Rp30.000 udah paling tinggi banget. Sekarang harus jual Rp32.000/kg,\" ucap Isti salah seorang pedagang lain di pasar tradisional Kebayoran Lama. Berdasarkan kesaksian Isti, kenaikan harga telur itu sudah berlangsung sejak dua bulan lalu. Tidak diketahui dengan jelas atas kenaikan harga bahan pangan tersebut. Namun, beberapa pedagang menduga terjadi karena perjalanan dari tangan ke tangan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang turut menaikkan tarif transportasi, hingga terjadinya gagal panen. \"Mungkin dari tangan pertama, kedua, entah sampai tangan ke berapa ini, kan tiap orang ambil untung, Mas. Misalkan dari petani ambil untung, di pasar induknya juga ambil untung. Terus ke sini kan jualan juga ambil untung,\" tukas Syahrul. \"Biasanya yang ditemui dari petaninya, seperti gagal panen. Misalnya harga rawit sampai Rp130.000 gara-gara gagal panen waktu awal tahun baru,\" tambahnya. Selain daripada itu Syahrul juga mengatakan kemungkinan yang menyebabkan kenaikan harga bahan pokok adalah pengaruh dari harga BBM. Menurutnya bila harga BBM naik, maka harga angkut juga akan naik yang mempengaruhi harga penjualan bahan pokok. Meskipun harga cabai dan lain-lain meningkat, para konsumen tetap membelinya, hanya saja mengurangi jumlah pembelian. \"Masih sama aja sih, Mas. Kan cabe bahan pokok juga, mah masak pakai cabe. Laku aja, tapi sedikit, biasanya belanja setengah kilo, jadi seperempat. Kenaikan harga bahan pokok yang meningkat turut memberikan dampak bagi para pedagang. Mulai dari berkurangnya jumlah penjualan hingga kerugian yang diakibatkan bahan pokok yang membusuk karena tidak laku terjual. \"Kadang cabe kering sampai empat hari ga laku. Kadang juga kebusukan, kan dagang sayuran kaya gini juga ga habis satu, dua hari, ya dibuang karena busuk,\" ucap Syahrul, dilema. Dan para pedagang berharap agar harga bahan pokok bisa dikendalikan dengan baik, seperti salah satunya yang diucapkan oleh Isti, \"Ya kalau bisa seperti semula aja, ga usah terlalu tinggi harganya.\" Selain itu juga agar barang dagangannya dapat laku terjual baik dalam kondisi mahal atau pun murah. \"Harapannya mau harga sayur mahal atau murah, tetap lancar aja jualnya. Kalau dilihat udah sebulan ini sepi. Kemarin harga mahal malah bagus (penjualannya), sekarang harga murah malah sepi, makanya kita kalo beli ga banyak-banyak,\" ucap Adoi, penuh harap. ( rac)
Do Not Be Judgmental!
Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi, Presiden Nusantara Foundation SALAH satu kesibukan saya sebagai Imam di Kota New York adalah menikahkan. Untuk menikahkan secara sah dalam konteks Amerika seseorang harus terdaftar sebagai ‘Officiant’. Dalam bahasa Indonesia seorang officiant itu punya lisensi sebagai penghulu yang terdaftar (registered) di City Hall atau Kantor Walikota. Karena marriage (pernikahan) jatuh dalam ranah aturan negara bagian (state law) maka setiap penghulu punya wewenang untuk menikahkan hanya pada state atau negara di mana yang bersangkutan terdaftar. Maka saya misalnya hanya bisa menikahkan secara sah di negara bagian New York. Menikahkan secara sah yang dimaksud itu adalah bahwa sang penghulu dibenarkan menandatangani marriage license (lisensi untuk menikah) dari kantor Walikota untuk menjadi dasar dikeluarkannya akta nikah (marriage certificate) bagi sang mampelai. Kali ini bukan itu yang akan saya bahas. Melainkan beberapa komentar yang saya baca di media sosial tentang pernikahan beberapa mampelai wanita Muslimah dan seorang mampelai pria yang menjadi Muslim (convert) sebelum menikah. Berbagai komentar disampaikan banyak pihak itu ada yang mengapresiasi dan mendoakan untuk kebahagiaan kedua mampelai. Dan, juga secara khusus mendoakan semoga mempelai pria, sang Muallaf, istiqamah di jalan Islam. Tapi tidak sedikit juga yang menyampaikan komentar miring atau negatif. Biasanya yang menyampaikan komentar seperti ini adalah mereka yang merasa Islamnya lebih hebat. Bahkan boleh jadi mereka merasa suci dan sempurna dalam beragama. Sikap dan penilaian seperti ini saja sesungguhnya telah cukup untuk menjadi lobang perangkap dosa bagi pelakunya. Karenanya saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin bisa menjadi peringatan bagi kita semua. Pertama, bagi kita yang paham, yakin serta komitmen dengan Syariah tidak mungkin akan menikahkan seorang wanita Muslimah itu dengan pria non Muslim. Walau ada opini minoritas membenarkan pernikahan itu, sesungguhnya opini itu bahasa hadits bersifat “gharib” (asing), bahkan “syadz” (melempeng dari ijma’). Dan, bagi kita hal itu tidak bisa diterima dengan berbagai argumentasi yang tidak perlu saya rincikan kali ini. Kedua, berbicara tentang agama (Islam) tentu berbicara tentang hidayah. Dan hidayah itu adalah sesuatu yang bersifat ekslusif antara seorang hamba dan Tuhannya. Karenanya di saat seorang calon akan masuk Islam, perhatian utama keislamannya bukan pada pernikahannya. Tapi pada proses yang bersangkutan menerima hidayah Allah. Pernikahan yang akan terjadi hanya bonus dan bukan motivasi dasar bagi seseorang untuk masuk Islam. Ketiga, dalam menilai agama seseorang yang perlu menjadi acuan adalah pelaksanaan aturan-aturan formal dari agama itu. Dalam agama Islam inilah yang disebut Syariah (Hukum Islam). Hal-hal yang berkaitan di luar (beyond) itu adalah urusan pribadi antara seorang hamba dan Tuhannya. Karenanya ketika seseorang telah bersyahadat, lalu menikah dengan seorang wanita Muslimah, tak seorang pun yang bisa menghakimi hatinya. Keempat, dalam pengalaman yang cukup panjang dan tidak sedikit yang Allah telah tunjuki melalui usaha kecil ini saya mendapatkan bahwa mereka yang menerima Islam di kemudian hari dalam hidupnya (converted) pada umumnya lebih kuat dalam komitmen Islamnya dari kita yang terlahirkan dari ayah-ibu yang Muslim. Hal itu karena mereka memang mempelajari, menghayati, bahkan merasakan dan menyadari sebelum masuk ke dalam agama ini. Kelima, adanya penilaian negatif tentang iman/Islam orang lain biasanya karena didasari oleh perasaan lebih beragama bahkan lebih suci. Perasaan seperti ini sendiri sesungguhnya bagian dari pintu syetan yang jelas menentang peringatan Allah: “wa laa tuzakku anfusakum (jangan sucikan dirimu sendiri). Karena sesungguhnya Allah lebih tahu mana yang bertakwa di antara kalian”. Poin inti yang ingin saya sampaikan adalah Saudara-Saudara kita yang menerima Islam karena bekenalan dengan wanita Muslimah dan ingin menikah tidak perlu dihakimi niatnya. Jangan-jangan penghakiman anda itu berbalik. Anda yang justeru perlu memperbaiki diri yang merasa paling hebat dalam agama bahkan suci. Sementara mereka masuk Islam sungguh karena kesadaran dan hidayah Allah. Wallahu a’lam! NYC Subway, 29 Agustus 2022. (*)
Skenario Tiga Periode Jokowi Lebih Buruk dari Skenario Duren Tiga Ferdy Sambo
SEJUMLAH kelompok relawan “garis keras” Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkolaborasi mengadakan Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia untuk menjaring capres-cawapres 2024 di Bandung (28/8/2022). Dalam sambutannya itu, Presiden Jokowi meminta bocoran terkait tokoh yang bakal diusung oleh forum Musra Indonesia. “Nanti ketemu siapa dalam Musra ini, tolong saya dibisikin,” kata Jokowi. Menurutnya, Musra merupakan ruang demokrasi bagi rakyat. Ia mendukung agar rakyat bersuara. Jokowi juga menyinggung soal isu yang sempat ramai, yakni soal dukungan tiga periode untuk dirinya. “Jangan sampai baru ngomong wacana tiga periode, sudah ramai. Boleh saja menyampaikan pendapat. Wong ada yang ngomong ganti presiden juga boleh, Jokowi mundur juga boleh,” kata Jokowi. “Ini katanya negara demokrasi. Tataran wacana tak apa-apa. Yang terpenting dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi jangan anarkis,” kata Jokowi menambahkan. Presiden Jokowi blak-blakan tidak melarang wacana presiden menjabat tiga periode bergulir. Hal itu ia ungkapkan merespons dukungan yang dilontarkan para pendukungnya dalam forum Musra tersebut. “Kan ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan,” kata Jokowi di hadapan para pendukungnya. Jokowi mengeklaim, mengemukanya wacana jabatan 3 periode untuk seorang presiden merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi. Bagi dia, wacana-wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak berbeda dengan desakan publik agar presiden diganti atau mengundurkan diri. “Karena negara ini adalah negara demokrasi, jangan sampai ada yang baru ngomong 3 periode (lalu) kita sudah ramai,” ungkapnya. “Itu kan tataran wacana. Kan boleh saja orang menyampaikan pendapat, orang kalau ada yang ngomong \'ganti presiden\' kan juga boleh, ya nggak? \'Jokowi mundur\' kan juga boleh,” kata Jokowi. Dalam forum ini, Jokowi kembali menerima dukungan dari pendukungnya untuk maju lagi sebagai orang nomor 1 di republik lewat Pilpres 2024. Bagaimana menurut pengamat politik Rocky Gerung tentang Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang berlangsung di Bandung itu, berikut petikan wawancara wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di kanal Rocky Gerung Official, Senin (29/8/2022). Hallo Bung Rocky, ketemu kita di awal pekan, hari Senin, nuansanya biru. Ya, biru-biru itu banyak tandanya, tapi selalu orang bilang out of the blue, artinya tiba-tiba ide itu datang tak tahu dari mana. Iya, iya. Out of the blue. Oke, tapi kita akan ngomongin soal Presiden Jokowi yang saya jujur nggak habis pikir ini, ternyata soal tiga periode ini diulang lagi oleh Jokowi dan ini dia bertemu dengan Musyawarah Rakyat yang kemarin kita omongin, Musra, di Arcamanik, Bandung, dan dia menyatakan bahwa dalam negara demokrasi boleh orang mewacanakan soal tiga periode. Tapi, dia menegaskan dia sendiri tidak mau tiga periode. Saya percaya bahwa omongan pertama yang soal demokrasi itu, karena diulang-ulang lagi ini. Dia konsisten bahwa itu memang boleh tiga periode. Tetapi, yang mengenai beliau tidak mau tiga periode ini berdasarkan bacaan kita yang dapat kita lakukan terhadap Jokowi selama ini, kita mesti artikan secara terbalik. Ya kalau sekarang dia bukan lagi terbalik. Dia memang menginginkan itu secara letterleg atau secara harfiah. Dia bilang begini, ya itu hanya wacana, memang konstitusi melarang, tetapi kehendak rakyat harus dihormati itu. Jadi, dia itu menunggang pada kehendak rakyat yang sebetulnya kehendak relawan dia. Itu konyolnya kan? (Apalagi pake nama musyawarah rakyat). Iya, yang dia maksud begitu, “kalau musyawarah rakyat menginginkan”. Musyawarahnya siapa? Ini musyawarah yang dibuat sendiri oleh dia. Kan itu konyolnya. Coba musyawarah LSM, kan lain lagi tuh. Atau kalau mau sekalian referendum saja. Tapi, dari dulu kita anggap bahwa Presiden Jokowi kekurangan pengetahuan. Itu soalnya atau itu sialnya. Dan, itu faktualnya begitu. Beliau nggak paham detail hal yang disebut demokrasi itu. Argumen Pak Jokowi adalah ya kalau yang menginginkan percepatan boleh kenapa perpanjangan nggak boleh? Demokrasi itu nggak boleh diperpanjang. Kan inti dari demokrasi itu adalah pemilu yang rutin. Itu satu. Yang kedua, kalau bisa percepat perumahan elit, sirkulasi elit namanya. Memperpanjang itu artinya tidak memungkinkan sirkulasi elit. Jadi, hal yang mendasar yang elementer presiden nggak paham kan. Ini kita itu ngertilah kenapa dia nggak paham, karena dia kekurangan pengetahuan. Masalahnya adalah orang di sekitarnya juga kekurangan pengetahuan. Kan itu intinya. Kalau misalnya dia tanya pada wartawan senior: boleh nggak saya ngomong gitu? Tentu dia harus berpikir ulang karena dia adalah presiden. Kalau rakyat biasa bilang ya kita ingin Pak Presiden tiga periode, boleh, karena rakyat tidak mengerti apa perintah konstitusi dan tidak diperintahkan oleh konstitusi pada rakyat. Konstitusi memerintahkan presiden untuk taat pada konstitusi. Konstitusi bilang dua periode maksimal, lalu presiden ini kehendak rakyat. Kehendak rakyat itu yang dia maksud adalah dari musyawarah rakyat. Boleh nggak? Ya boleh. Tetapi, kita lihat musyawarah itu siapa yang bikin? Ya dia yang bikin. Jadi, Presiden Jokowi menghendaki musyawarah rakyat supaya dia dipilih tiga kali, dan dianggap itu rakyat. Itu musyawarah rakyat, musyawarah relawan, bahkan musyawarah buzer. Masa’ pakai musyawarah buzer. Buzer-buzer ini yang memang menjilat. Jadi, orang yang kekurangan pengetahuan selalu pas dengan para penjilat. Ini kloplah antara kemampuan para buzer ini untuk mendorong presiden menjadi otoriter dengan ambisi presiden untuk menjadi otoriter. Kalau kita pakai teori filosofi ini sudah masuk pada bukan lagi oligarki, sudah aristokrasi dan sebentar lagi jadi monarki. Ini kurang pengetahuan atau pura-pura tidak tahu? Itu dua hal yang berbeda. Kalau orang tidak tahu itu nggak ada hukumnya. Dalam agama juga orang nggak berdosa kalau tidak tahu. Tapi kalau pura-pura tidak tahu beda hukumnya. Kalau kekurangan pengetahuan itu tukang bakso yang diledek-ledek Ibu Mega tidak ada soal. Ini presiden tidak boleh kekurangan pengetahuan, apalagi dia pura-pura tidak tahu. Tapi saya kira kekurangan pengetahuan dan pura-pura tidak tahu sama saja tuh, intinya sama saja. Jadi ambisi ini yang membuat kita ya silakan deh Pak Presiden mau ngapain, Anda kan punya seluruh kapasitas untuk melakukan itu. Bikin saja dekrit bahwa mulai sekarang saja tidak akan ada Pemilu. Kan selesai, lebih aman kan? Supaya orang tahu betul bahwa kedunguan tersebut memang sejajar dengan ambisi. Jadi, orang yang ambisius itu ya seringkali orang dungu sebetulnya. Apalagi kalau pejabatnya setara Presiden. Jadi kita bisa terangkan ini sebagai paradoks dari seseorang yang dipilih oleh rakyat dan akhirnya menunggangi rakyat atas ambisinya sendiri itu. Ya tapi kan ini ada bahayanya kalau kemudian publik menafsirkannya secara berbeda. Aksional demokrasi, jadi kita boleh melakukan apa saja. Itu kan bisa saja begitu ditafsirkan. Tapi kan kemudian ketika publik melakukan apa saja mereka sendiri mulai menghadapi realitas, loh ini banyak sekali kita ketika melakukan kritik saja dan seperti kemarin dikatakan oleh salah satu orang PDIP, Romo Benny Soebardja, yang menyatakan kritik boleh tapi asal sopan. Nah, kita kan jadi bingung sebenarnya. Ya, ini suatu periode ketika seluruh kedunguan tiba-tiba muncul. Atas nama demokrasi boleh. Iya tapi ini bukan atas nama demokrasi ini. Ini atas nama kedunguan maka ketentuan konstitusi itu bisa dilanggar oleh kepentingan konstituen. Kan itu intinya. Jadi, hal-hal semacam ini atau boleh mengkritik tapi sopan. Sopan-santun itu kemunafikan dalam politik. Kan dianggap apa yang disopankan artinya jangan mengkritik. Boleh mengkritik tapi sopan. Artinya, jangan mengkritik. Kan gampangnya begitu. Tapi kita tahu ini satu paket kedunguan Istana yang akhirnya diedarkan oleh mereka yang sebetulnya paham tentang fungsi kritik dalam demokrasi. Jadi, macetlah grammar demokrasi kita itu dan kalau kita lihat misalnya para pendiri kita, para pendiri bangsa ini menginginkan supaya kekuasaan itu dikendalikan, supaya kekuasaan itu tidak melampaui batas-batas demokrasi. Sekarang Presiden Jokowi mau melampaui itu dengan dalil itu kehendak rakyat yang adalah kehendak dia sendiri yang dibuat melalui musyawarah rakyat. Jadi, seolah-olah musra ini ada peristiwa nasional. Padahal peristiwa itu segelintir orang, beberapa akademisi dungu juga itu ada di situ. Jadi, itu intinya. Iya. Ini bahaya sekali ya kalau sampai ada prediksi yang seperti ini. Kan sebetulnya kalau kita terangkan bahwa ngapain Presiden Jokowi musti ada di musra setiap hari. Kan dia akan keliling. Ooo, karena ini kepentingan rakyat. Lalu kita lihat, panitianya siapa? Itu orang-orang yang dari awal memang menginginkan supaya Presiden Jokowi itu buta warna, buta politik, sehingga mudah dikendalikan. Kan ini orang-orang, panitia ini, panitia yang disogok oleh oligarki supaya jangan sampai Presiden Jokowi lepas dari genggaman oligarki. Jadi, kacung yang kemudian bersama-sama dengan petugas partai, lalu merasa bisa menentukan isi demokrasi. Kan ini soalnya. Jadi “kedangkalan” kalau saya pakai istilah yang lebih bermakna. Ini pendangkalan terjadi pada mereka memang sudah dangkal. Kan begitu. Oke. Dan ini kan kita tahu bahwa semacam ini, apa yang diucapkan oleh Pak Jokowi, apa yang diucapkan oleh para relawan, itu kan sudah diskenariokan mesti beda skenarionya beda dengan scanner Duren Tiga. Ini skenario Arcamanik gitu. Pak Jokowi teriak bahwa dia tidak mau tiga periode tapi kemudian relawan menyatakan tiga periode dan sebagainya gitu. Itu tahulah bahwa itu sudah disiapkan sebelumnya, partiturnya juga sudah disiapkan. Iya. Simulasinya dibikin tiga hari sebelumnya itu. Nanti Anda bertanya ya, nanti saya menjawab. Kira-kira begitu. Pak Jokowi nanti akan ada seseorang yang akan naik ke panggung, Anda panggil supaya Anda bertanya dia menjawab. Ini simulasi yang lebih buruk dari simulasi Sambo. Kalau simulasi Sambo itu karena keterdesakan maka dibikin simulasi yang berbahaya dan bohong. Kalau ini nggak ada keterdesakan tapi direncanakan supaya kan buruk banget From Sambo to Jokowi. Jadi bisa kita simpulkan bahwa skenario tiga periode lebih buruk dari skenario Ferdy Sambo. Ya, Ferdy Sambo skenarionya terbaca karena tidak rapi. Kalau ini betul-betul rapi untuk mengkudeta demokrasi atau constitutional coup biasanya disebut begitu. Jadi, seolah-olah ini biasa. Kalau yang bicara Presiden, itu artinya dia menghendaki tiga periode. Nggak usah basa-basi. Ya bilang saja saya ingin tiga periode maka saya akan atur MPR supaya pilih saya atau siapkan dekrit supaya tidak ada Pemilu, misalnya. Kan gampang itu. Oke. Jadi, clear ya. Bahwa beberapa rangkaian ini: pertemuan musyawarah-musyawarah dan kemudian Ganjar Unair dan sebagainya, ini menunjukkan seperti tesis Anda kemarin bahwa ini sudah perang terbukalah antara Bu Megawati dengan Pak Jokowi. Clear ini mereka akan berhadap-hadapan dan ada kubu yang berbeda. Ya, sudah pasti Jokowi akan bikin bloknya sendiri. Dan, bloknya itu dihuni oleh manusia-manusia yang tingkat pengetahuannya itu terbatas. Dan, kemampuan untuk memperlihatkan perspektif juga nggak ada dan di dalamnya banyak akademis dari Universitas Indonesia bahkan yang berupaya untuk memonopoli wacana. Tapi itu kan nggak mungkin berlangsung lama. Kan tergantung pada berapa dana yang disediakan oleh oligarki. Jadi, kalau dia terlalu panjang justru kelihatan bahwa memang ini proyek oligarki. Jadi, akademisi-akademisi UI ini disewa oligarki sebetulnya untuk membenarkan proyek tiga periode itu kan. Nah, di situ dungunya tuh. Kalau kita misalnya secara lebih fair untuk menempatkan Jokowi paradoks ini, yang lebih berbahaya lagi kalau ini menteri-menteri yang tahu bahwa ini bermasalah tetapi diam saja. Kalau yang lain mungkin Erick Thohir nggak paham juga yang begini, tapi kayak Ganjar kan paham itu. Dia musti tegur dong. Pak Jokowi nggak bener itu walaupun saya ingin dicalonkan tapi masa cara mengucapkannya begitu, kalau rakyat menghendaki, padahal itu musyawarah rakyat yang dibuat dia sendiri. Demikian juga Sri Mulyani paham tentang demokrasi, masa diam doang. Apalagi Mahfud MD tuh, siapa lagi ya. Mungkin tiga orang di kabinet yang masih kita tahu mengerti tentang cara bernegara yang beradab. Jadi kalau kabinet ini menteri-menteri yang saya anggap akademisi itu tidak kasih teguran pada presiden, artinya dia menyetujui kebiadaban dalam politik istana kan. Kita tunggu Sri Mulyani ngomong apa, orang yang paham tentang demokrasi, human right, imperative, macam-macam itu. Siapa lagi yang paham. Semuanya nggak paham maka diam-diam saja kan? Bukan bahaya, tapi ini orang-orang yang kayak dihipnotis untuk jadi dungu. Ini masalahnya. Sedih bertebaran di istana tapi tiba-tiba jadi bodoh. Sama seperti ketika Hitler menyihir satu bangsa Jerman padahal bangsa Jerman itu bangsa yang terdidik. Tapi disihir oleh Hitler semua jadi lumpuh. Jadi dongo. Itu juga berlaku di sini, little Hitler is impower. (Ida)
Belasan Personel Polda NTT Terpilih Menjadi Pasukan Perdamaian PBB
Kupang, FNN - Sebanyak 13 Personel Polda NTT terpilih menjadi pasukan perdamaian PBB melaksanakan tugas misi PBB di wilayah konflik Afrika Tengah.Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur Irjen Pol Setyo Budiyanto kepada ANTARA di Kupang, Senin mengaku bangga dengan terpilihnya belasan personel Polda NTT tersebut. \"Tentunya bangga dan bersyukur karena ada personel dari Polda NTT yang terpilih dan ikut dalam misi perdamaian PBB,\" katanya.Orang nomor satu di Polda NTT itu mengatakan bahwa belasan personel Polda NTT bergabung dengan 154 personel Polri pilihan lainnya. Ia mengingatkan sejumlah personel Polda NTT yang terpilih, saat bertugas di daerah misi, selalu rutin menjalin komunikasi dengan keluarga yang ditinggalkan, karena itu hal utama. \"Jauh di mata dekat di hati,\" katanya menegaskan.Selain itu juga personel Polda NTT yang bertugas juga diharapkan tetap waspada selama bertugas di negara lain. Dia mengimbau agar personel Polda NTT yang terpilih harus selalu menghormati dan menghargai adat istiadat daerah setempat. \"Jaga kekompakan dengan tim dan jaga selalu marwah Polda NTT,\" tambahnya.Untuk diketahui bahwa sebanyak 154 personel Satgas Garuda Bhayangkara (Garbha) FPU 4 MINUSCA yang terdiri dari 25 polisi wanita (Polwan) dan 115 polisi laki-laki (Polki) yang telah mengikuti latihan pra penugasan untuk berangkat ke Afrika pada 17-19 September 2022.Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol. Johni Asadoma mengatakan bahwa sejumlah tes dilakukan untuk memastikan bahwa personel tersebut sehat.Mulai dari kesehatan, psikologi dan kemampuan bahasa, baik itu bahasa Inggris serta bahasa Prancis terutama karena daerah tersebut adalah misi francophone, dan juga masalah teknik taktik lapangan agar mereka siap untuk ditempat di misi perdamaian PBB. (Sof/ANTARA)
DHD 45 Jakarta Dukung LaNyalla Kembalikan UUD 45 ke Naskah Asli
Jakarta, FNN – Pengurus Dewan Harian Daerah Badan Pembudayaan Kejuangan 45 (DHD 45) Provinsi DKI Jakarta menyatakan dukungannya kepada Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, untuk mengembalikan UUD 1945 naskah asli untuk kemudian disempurnakan dengan adendum. Dukungan disampaikan langsung pengurus DHD 45 saat menemui LaNyalla di rumah dinas Ketua DPD RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (29/8/2022). Hadir dalam pertemuan itu Ketua Umum DHD 45 Provinsi DKI Jakarta Laksma TNI (Purn) Asep Saepudin, A Rasyid Muhammad (Ketua I), H. Jaedi (Ketua II), Cecep Soehandi (Sekum), Munasihin (Sekretaris I), Satirah (Kabid Sosbud) dan Ramdhan (Kabid Infokom). Laksma TNI (Purn) Asep Saepudin mengaku mengikuti perkembangan di media termasuk statemen Ketua DPD RI yang memperjuangkan Konstitusi ke UUD 1945 naskah asli. Menurutnya, perjuangan tersebut sejalan dengan kiprah yang dilakukan DHD 45 dalam melakukan penguatan kesadaran berbangsa dan bernegara dengan mempertahankan Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. “Kami juga melihat Pak Ketua bertemu dengan Pak Try Sutrisno yang merupakan Ketua Pembina Dewan Harian Nasional Angkatan 45 dan satu frekuensi untuk kaji ulang UUD 1945 yang sudah diamandemen lalu dikembalikan ke yang asli,” katanya. Laksma TNI (Purn) Asep menambahkan, amandemen yang dilakukan pada 1999 sampai 2002 banyak melenceng sehingga harus dikoreksi. “Saya kira itu bukan perubahan tetapi penggantian Konstitusi. Karena perubahannya fundamental, tidak ada identitas Konstitusi di dalamnya,” ujar Asep. “Saat menjadi Kapusbintal TNI, saya pernah terangkan soal penggantian Konstitusi ini, tetapi para pimpinan TNI waktu itu kurang merespon. Padahal ini sangat berkaitan dengan pembinaan mental di TNI juga, sebab di dalam pembinaan itu kita juga bicara ideologi, konstitusi, persatuan, kebhinekaan dan lain-lain,” tambahnya. Oleh karena itu DHD 45 Jakarta, bahkan DHD 45 di seluruh Indonesia, siap support dan menyuarakan gerakan kembali ke UUD 45 naskah asli. Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berharap resonansi gerakan kembali ke UUD 45 naskah asli sampai ke grass root. Menurutnya, rakyat kecil harus diberi pemahaman, sehingga tahu ada solusi dalam menjawab permasalahan mereka. “Saya mengajak elemen DHD 45 untuk menggaungkan gerakan mengembalikan kedaulatan rakyat ini hingga ke lapisan masyarakat terbawah, para ojek online, buruh, anak-anak muda, dan lain-lain,” tukas dia. Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan perlunya bangsa Indonesia kembali ke UUD 1945 yang asli sesuai amanat para founding father agar bangsa Indonesia kembali ke trek yang benar dalam sistem politik dan ekonomi. “Sudah 20 tahun reformasi tetapi rakyat Indonesia tetap miskin, jauh dari kata sejahtera. Sebaliknya yang tumbuh subur adalah korupsi, politik uang dan konflik di masyarakat. Selain itu reformasi mengharapkan hadirnya pemimpin berkualitas tetapi hak itu tidak juga terwujud. Makanya, saatnya kita kembalikan UUD 45 ke naskah asli, kemudian kekurangan yang ada disempurnakan lewat adendum,” papar dia. Dengan kembali ke UUD 45 yang asli, menurut LaNyalla, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) juga wajib dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara. Di dalamnya diisi oleh anggota DPR, utusan golongan, utusan daerah dan TNI-Polri yang kemudian bermusyawarah untuk memilih presiden dan wakil presiden. “Sistem permusyawaratan perwakilan adalah konsep asli dari para pendiri bangsa ini, setelah melihat kemajemukan dan keberagaman bangsa. Sistem ini yang paling tepat untuk Indonesia dan itu harus dikembalikan,” tegasnya. (Sof/LC)
Rusia Klaim Menembak Jatuh 'Drone' Ukraina Dekat PLTN Zaporizhzhia
London, FNN - Kementerian Pertahanan Rusia pada Senin mengatakan bahwa pasukan mereka telah menembak jatuh sebuah drone Ukraina yang berupaya menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir(PLTN) Zaporizhzhia.Menurut kemenhan, pesawat nirawak itu berhasil ditembak jatuh oleh pasukan Rusia yang diposisikan di atap salah satu gedung PLTN tersebut pada Minggu (28/8).Tidak ada kerusakan yang parah, tingkat radiasi juga normal, katanya. Reuters belum dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen.Rusia dan Ukraina membantah melakukan penyerangan terhadap PLTN Zaporizhzhia dalam beberapa pekan belakangan, meski keduanya saling tuding.Pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin mengirim misi untuk melakukan inspeksi di PLTN Zaporizhzhia, yang dikuasai Rusia sejak Maret.Pengumuman kunjungan misi tersebut disampaikan setelah perundingan selama berbulan-bulan, saat Badan Energi Atom Internasional (IAEA) berupaya untuk mendapatkan akses ke fasilitas itu, yang dioperasikan oleh staf Ukraina atas perintah pasukan Rusia.Misi yang dipimpin Ketua IAEA Rafael Grossi itu akan menaksir kerusakan akibat gempuran baru-baru ini di dekat PLTN Zaporizhzhia (Sof/ANTARA/Reuters)
Hadiah dari Polisi bagi Pelapor Kasus Perjudian
Rejang Lebong, Bengkulu, FNN - Pihak Kepolisian Resor (Polres) Rejang Lebong, Bengkulu, akan memberikan hadiah kepada masyarakat daerah itu yang berani melaporkan adanya kasus perjudian yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya masing-masing.\"Saat ini Polres Rejang Lebong telah menyiapkan hadiah bagi masyarakat yang berani melaporkan segala bentuk aktivitas perjudian di sekitar tempat tinggalnya masing-masing,\" kata Kapolres Rejang Lebong, AKBP Tonny Kurniawan di Rejang Lebong, Senin.Dia menjelaskan, pemberantasan kasus perjudian tersebut sudah menjadi atensi dari Kapolri yang ditujukan kepada seluruh Polda hingga ke tingkat Polres di Tanah Air.Untuk memberantas tindak pidana perjudian baik yang dilakukan di darat maupun yang dilakukan secara online (daring) terus dilakukan pihaknya secara intensif dalam 15 kecamatan oleh petugas Polres Rejang Lebong dan jajaran.Kalangan masyarakat yang mengetahui adanya tindak pidana perjudian bisa melaporkannya ke polsek atau ke Mapolres Rejang Lebong maupun melalui WA lapor pak Kapolres di nomor 081276719996 serta call center 110.Sementara itu, pengungkapan kasus perjudian dilakukan Polres Rejang Lebong dan jajaran polsek wilayah itu dalam sepekan belakangan berhasil mengamankan sembilan orang tersangka diantaranya lima orang pada 21 Agustus 2022 yang terlibat judi cengkareng di Kelurahan Talang Benih Curup, kelimanya adalah AA (55), EA (50), MH (46), MA (56) dan A (42).Selanjutnya keesokan harinya Senin (22/8) sekitar pukul 14.30 WIB petugas gabungan Satreskrim dan Satintelkam Polres Rejang Lebong berhasil menangkap seorang petani kopi berinisial Tar alias Icei (42) warga Dusun ll Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Curup Selatan yang kedapatan menjual togel online.Tersangka lainnya ialah MK (53) warga Kelurahan Air Putih Baru, Kecamatan Curup Selatan yang keseharian-nya berprofesi penjual nasi di wilayah itu. MK ditangkap karena kedapatan menjual togel daring kepada warga sekampung dengannya yaitu RP (42) yang berprofesi sebagai tukang ojek.Terbaru ialah penangkapan terhadap penjual kupon judi togel yang dilakukan secara online berinisial MT (62) warga Desa Belitar Muka, Kecamatan Sindang Kelingi oleh petugas Polsek Sindang Kelingi pada 27 Agustus 2022.Atas perbuatannya para pelaku tindak perjudian ini dijerat petugas penyidik atas pelanggaran pasal 303 KUHP dengan pidana paling lama 10 tahun penjara. (Sof/ANTARA)
Memori Banding Tertulis Ferdy Sambo Belum Diterima Sekretaris KKEP
Jakarta, FNN - Sekretaris Komisi Kode Etik Polri (KKEP) belum menerima memori banding dari Irjen Pol. Ferdy Sambo selaku pemohon banding sejak putusan KKEP dibacakan pada Jumat dini hari (26/8).“Memori banding tertulis belum diterima oleh Biro Pertangungjawaban Profesi (Biro Wabprof) sampai dengan saat ini,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo kepada ANTARA saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis di Jakarta, Senin.Menurut Dedi, proses banding putusan KKEP itu memilik masa waktu 21 hari kerja sejak diterimanya putusan Sidang KKEP. Memori banding diserahkan pemohon banding kepada Pejabat Pembentuk KKEP Banding melalui Sekretariat KKEP Banding.Hal ini tertuang dalam Pasal 69 ayat (3) Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 yang berbunyi setelah adanya pernyataan banding, maka pemohon banding mengajukan memori kepada pejabat Pembentuk KKEP Banding melalui Sekretariat KKEP Banding dalam jangka waktu paling lama 21 hari kerja sejak diterimanya putusan Sidang KKEP. “Informasi dari Karo Wabprof proses banding tetap 21 hari diproses,” katanya.Irjen Pol. Ferdy Sambo menolak putusan sidang KKEP yang menjatuhkan sanksi administrasi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dengan mengajukan permohonan banding.Majelis KKEP secara kolektif kolegial memutuskan mantan Kadiv Propam Polri itu bersalah dan menjatuhkan sanksi berupa sanksi etik, yakni perilaku pelanggaran dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Kedua sanksi administrasi berupa penempatan khusus (patsus) selama 30 hari di Rutan Koprs Brimob, dan patsus tersebut telah dijalani oleh pelanggar. Kemudian sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri.Putusan ini ditandatangani oleh Majelis KKEP yang diketuai Ketua Sidang Komisi Kode Etik sekaligus Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Komjen Pol. Ahmad Dofiri, Wakil Ketua sekaligus Gubernur PTIK Irjen Pol. Yazid Fanani, dan tiga anggota Komisi Sidang Etik, yakni Wakil Inspektorat Umum (Wairwasum) Irjen Pol. Tornagogo Sihombing, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono serta Analis Kebijakan Utama Bidang Sabhara Barhakam Polri Irjen Pol. Rudolf Alberth Rodja.Dengan dijatuhkannya sanksi PTDH oleh Komisi Kode Etik Polri, maka secara otomatis surat pengunduran diri Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai anggota Polri tidak diterima atau ditolak. (Sof/ANTARA)
What Next?
Teologi/Tauhid Islam yang berkembang pada dimensi kebangsaan dalam format “Teologi Pembebasan Bangsa Marhaenime Plus” sesuai perkembangan Ilmu Pengetahuan yang pesat. Oleh: Achmad Badawi, Aktivis di Himpunan Masyarakat Madani Indonesia BAGAIMANA langkah selanjutnya umat Islam Indonesia sesudah konggres medan sebagai anggota \'Umat, Rakyat, Bangsa, Negara, Sistem Ekonomi Berkeadilan dst\'? Yang jelas sesuai dengan nubuah Gus Dur, “Isi NKRI, nilai-nilai universal Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, pandangan dunia \'Jujur dan Adil\' dst itu, dengan nilai-nilai universal Islam tanpa harus secara legal formal berbentuk negara Islam.” Bahwa dengan permenungan, buah fikiran (filsafat, epistemologi/agregat teori, teorema, modal sosial, etika sosial, etiket sosial sehari-hari dst) bimbingan dan arahan dari “Dewan Tetua Agama & Bangsa” berspirit Republik, kebangsaan yang menyala-nyala, berintegritas, berpandangan dunia \'jujur dan adil\' dst-dst: Sri Sultan HB X, Budayawan Emha Ainun Nadjib, Jenderal Purn Gatot Nurmantyo, Bung Sayuti Asyatri, Bung Busro Mukoddas, Gus Mus, Prof Dr Mukhaer Pakkana, Buya Hatta Taliwang sebagai Koordinator Aktivis dkk. Mengutamakan persatuan/ukhuwah/persaudaraan kekeluargaan: 1. Umat seagama \'Islamiyah, Katolikiyah, Kristeniyah, Buddhaiyah, Hinduiyah dst (diniyah); 2. Maitrea - cinta kasih welas asih (rahmaniyah); 3. Tanah air dan bangsa (wathoniyah); 4. Berdasar nilai-nilai kemanusiaan (insaniyah). Sungguh amat disayangkan justru umat Islam yang mayoritas seputar 87% dari penduduk Indonedia berpecah-belah menjadi seputar 50 kelompok/ golongan yang \'childish\' tidak mampu membangun ukhuwah integral organik yang mengukuhkan bangsa. Yang lemah \'tak berdaya, tak bermakna\', seperti sabda Rasul Muhammad Saw “seperti buih di lautan atau gula dikerubuti semut”. Ustadz Syamsi Ali dari Amerika mengatakan “secara kategori kelompok sosiologis masih berupa kerumunan atau gerombolan”. Tragis dan paradoks. Berspirit \'Kesadaran Republik\' (res publica - kepentingan kemaslahatan umum publik/rakyat) dalam format Negara Kesatuan Republik Indinesia/NKRI dari \"Rumah Cokro\" kepada \"Rumah Republik: NKRI\" dengan anasir-anasir pembangun Republik: \"Nasionalis, Agama dan Sosial Demokrat\". Dengan tokoh-tokohnya: 1. Nasionalis (Bung Karno dkk). 2. Agama (RA Kartini, HOS Cokroaminoto, SM Kartosuwiryo, H Agus Salim, Hadratussyekh Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, Romo Mgr Soegijo Pranoto dkk). Dan, 3. Sosial Demokrat (HOS Cokroaminoto, H Samanhudi, Bung Karno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka\', Muso, Alimin, Semaun, Prof Mubiyarti dkk). Semoga semakin banyak yang \'eling – berkesadaran penuh\': berkesadaran republik dan bersama-sama membangun bangsa negara Indonesia yang amat sangat kaya ini. Pertanyaan Timbul Kembali Sesudah \"Konggres Medan\": Apakah Islam mau kita follow up dengan Landasan Idealitas (yang diwariskan Bung Karno dan Founding Fathers), yang diturunkan ke dalam satuan-satuan yang dapat menjawab zaman dan peradaban (Chalange & Respon, Arnold Toynbee): Di bawah naungan nilai-nilai universal Pancasila \'sebagai commone plattform - bonum commune - bonum publicum yang memayungi semua anak bangsa\' yang belum diperjuangkan dengan sungguh-sungguh; “Pandangan dunia Jujur dan Adil kepada transformasi masyarakat – bangsa – negara – sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadikan”; Membangun masyarakat gotong-royong – egaliter Indonesia – masyarakat warga sejati yang berkualitas mandiri/civil society/masyarakat madani dengan \'modal sosial Islam dan lokal jenius suku-suku/civic religion Robert Bellah\' dengan membangun basis-basisnya secara nyata\' yang: a. Bermodal sosial yang amat kaya terjadi integritas nasional secara nyata dengan budaya nasionalnya (tidak sekedar simbolis tanpa fungsi). b. Tradisi berfikir rasional yg baik (ulama irsyad/ cendekiawan pencerah/ rausan fikr). c. Pembagian kerja rasional. d. Peran-peran/fungsi-fungsi yang berkeadaban pada segala institusi/ lembaga dalam kehidupan. e. Keteraturan sejati (tidak seperti selama ini yang \'semua\' bahkan hanya prosedural prakteknya justru \'Anti Demokrasi\' dst). Dengan modal sosial dari Islam saja amat sangat banyak: Diantara nubuah/ perintah ayat-ayat dan hadits berupa modal sosial sebagai nilai-nilai universal (Civil Religions Robert Belah, seorang sosiolog) tersebut adalah: 1. Spiritualitas kesejatian (tarekat hakikat/metodologi penyucian jiwa Tasawuf; 2. Pandangan dunia \"Jujur dan Adil\" kepada sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan – keadilan sosial (al adl); 3. Teologi/tauhid pembebasan bangsa Marhaenisme Plus seperti nabi Musa membebaskan bangsa tertindas \'Bani Israel\' (menurut perkembangan Ilmu Pengetahuan yang pesat); 4. Nilai-nilai universal Pancasila dengan ajaran kalimatunsawa/prinsip-prinsip kebenaran yang sama agama-agama – lokal jenius suku-suku bangsa; 5. Ajaran litaarofu/diversity Bhinneka Tunggal Ika yang abadi; 6. Bekerjasama dalam kebajikan (taawun alal birri); 7. Berkebangsaan otentik (hubbul wathon minal iman); 8. Moderat – tengah-tengah (tawasuth); 9. Tasamuh (toleran); 10. Musyawarah/demokrasi (syura); 11. Meninggikan ilmu pengetahuan (ulul ilmi); 12. Tujuan masyarakat gotong-royong/egaliter Indonesia dalam format Masyakat Madani/Hadari; 13. Sebagai kaum terbaik bangsa (choiru ummah); 14.Menggulirkan penyadaran kesadaran sistem yang baik (ta\'muruna bilma\'ruf); 15. Mentransformasi sistem yang buruk (wayanhauna anil mungkar); 16. Mentransendenkannya (yu\'min billah); 17. Amal perbuatan yang baik konsisten (amilussolihah); 18. Dengan kebenaran yang obyektif (tawasho bilhak); 19. Kesabaran metodologis (tawasho bissobr); 20. Sebagai ummat yang satu (ummatan wahidah); 21. Yang berlomba-lomba mengejar keunggulan-keunggulan kompetitif peradaban (fastabichul choirot), berdimensi nilai-nilai kemanusiaan (insaniyah); 22. Berakhlak personal – sosial yang agung (chuluqin adzim); 23. Merahmati segenap semesta publik – alam (rahmatan lil alamin), dst-dst. Sayang, ‘beberapa kali umat Islam berkonggres’, tak melahirkan perubahan yang mendasar pada Anatomi Umat, Masyarakat, Bangsa, Negara, Ekonomi Kerakyatan yang Berkeadilan dst. Ajaran litaarofu/diversity Bhinneka Tunggal Ika yang juga sesuai dengan filosofi Haji “Semua Satu, Satu Semua”. Teologi/Tauhid Islam yang berkembang pada dimensi kebangsaan dalam format “Teologi Pembebasan Bangsa Marhaenime Plus” sesuai perkembangan Ilmu Pengetahuan yang pesat. Ajaran kalimatunsawa/prinsip-prinsip kebenaran universal agama-agama & lokal jenius suku-suku bangsa. Minimal sesuai dengan ajaran “Transendence Unity of Religions – Kesatuan Transenden Agama-agama” dari F Schuon, RA Kartini, HOS Cokroaminoto, Hussain Nasr, Bung Karno, Gus Dur, Cak Nur, WS Rendra, Cak Nun, Koentowidjojo, Ir Ahmad Chojim, Dr Media Zainul Bahri dkk. Pendidikan Transformatif yang membebaskan memenuhi “amanat Preambul & Batang Tubuh UUD 45 Asli” mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan/kemaslahatan umum, menabur rahmat/damai, menyamai budaya nasional, budaya kewargaan/civic culture dst (Prof Soedijarto dkk). Tidak seperti selama ini yang masyarakat masih tradisional, belum berkesadaran merdeka, tak rasional dst. Gerakan Transformatif (Gus Dur, Prof Dr Koentowidjojo dkk) yang mengubah \'eling – kesadaran penuh\' anak-anak bangsa dengan penyadaran (takmuruna bilma\'ruf), transformasi gerakan mengeliminir anasir-anasir sistem yang buruk (wayanhauna anil mungkar) dan mentransendenkannya (iman) mengadu Satu kaum terbaik bangsa (choiru umma) dengan pandangan dunia moderat – tengah-tengah (washaton) sebagai umat – masyarakat yang integral organik (Mr Soepomo) yang satu (wahid) dalam cahaya peradaban esoteris/ berdasar ruh Nusantara Indonesia yang kokoh dari kalimah yang baik \'nilai-nilai universal Pancasila\' (kalimah toyyibah) dst. Semoga kita semua ilmu dan amaliyahnya seimbang, tidak njomplang, seperti selama ini berjalan. (*)