ALL CATEGORY
Pemerintah Berkomitmen Sediakan Aanggaran Pemilu 2024
Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa pemerintah memiliki komitmen untuk menyediakan seluruh biaya yang diperlukan dalam Pemilu 2024.\"Berapa pun biayanya asal rasional. Tingkat rasionalitas biaya itu dibicarakan bersama antara KPU, DPR, pemerintah. Itu kemudian yang akan dibiayai oleh pemerintah dan disepakati. Persoalan selama ini kan sepertinya lambat itu soal prosedur aja kalau yang sudah disepakati Tahun 2022, oke,\" kata Mahfud usai memimpin Rapat Badan Peradilan Khusus Pemilu di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.Rapat itu dihadiri oleh Menkumham Yasonna H Laoly, Ketua KPU RI Hasyim Asy\'ari, perwakilan Bawaslu, Dirjen Anggaran Kemenkeu dan beberapa pejabat terkait.Dalam tayangan video dari Humas Kemenko Polhukam, Mahfud menyebutkan bahwa Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menjamin bahwa pemerintah akan mengeluarkan anggaran Pemilu tersebut sejauh prosedurnya itu sudah dipenuhi, seperti ada pembaharuan atau revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).\"Lebih baik masyarakat bergembira sajalah bahwa pesta demokrasi ini akan dilaksanakan betul. Tidak akan terganggu atau terhenti prosesnya, misalnya, hanya karena biayanya tidak lancar. Itu jaminan pemerintah bahwa biaya akan disediakan,\" jelas Mahfud.Namun, lanjut dia, anggaran yang disediakan itu menyangkut hal-hal yang pokok saja dalam penyelenggaraan Pemilu. Sementara hal yang tidak pokok, seperti pembangunan kantor, kenaikan honor dan penambahan jumlah TPS akan didiskusikan kembali.\"Itu nanti kita diskusikan, apakah perlu bangun kantor itu dalam situasi seperti sekarang, honor-nya apa perlu seperti yang diusulkan misalnya 30 persen saja,\" tuturnya.Dana yang disetujui bersama ialah sebesar Rp1,24 triliun. Pencairan dana itu akan bertahap di tahun 2022, 2023, dan 2024 karena sifatnya multiyears.Respon KPU sendiri, tambah Mahfud, KPU akan segera melakukan langkah-langkah penyesuaian dengan kesepakatan itu sehingga nanti bisa secepatnya di proses.\"Tapi sampai saat ini belum ada pekerjaan KPU yang terhenti karena tidak ada uang, itu belum ada. Semuanya berjalan karena anggaran rutin-nya kan ada. Anggaran pemilu dalam arti pemungutan suara itu yang harus disiapkan dari sekarang,\" ucapnya. (Ida/ANTARA)
OJK Dikritik Anggota DPR Terkait Pinjol 0,46 Persen
Jakarta, FNN - Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengkritik keras rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan menetapkan bunga perusahaan pinjaman online (pinjol) berkisar 0,3—0,46 persen per hari.\"Kalau 0,46 persen per hari, artinya sebulan sekitar 13,8 persen. Bunga sebesar itu apa bedanya sama bank keliling, rentenir? Apalagi, saat ini ekonomi masyarakat belum semuanya pulih, daya beli melemah. Ini akan mencekik bukan hanya kantong, melainkan leher masyarakat,\" kata Kamrussamad dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.Menurut dia, di tengah-tengah masyarakat banyak beredar bank keliling (bangke) yang membuat masyarakat kesulitan untuk membayar karena bunganya yang tinggi.\"Banyak yang terjebak gagal bayar bank keliling, yang akhirnya berujung musibah buat masyarakat. Bunga dari bangke saja mulai 10 persen/bulan. Kalau OJK menetapkan 13,8 persen untuk pinjol, ini lebih jahat daripada bangke yang saat ini banyak beredar di tengah masyarakat,\" tegas politikus Partai Gerindra ini.Kamrussamad pun meminta agar pimpinan OJK untuk meninjau kembali rencana yang memberatkan tersebut dan mencopot pejabat OJK yang \"bermain\" dengan pengusaha pinjol.\"Di tengah penderitaan rakyat akibat COVID belum normal, pemulihan masih bergerak naik, produktivitas belum normal, daya beli masih lemah, harga-harga naik, bunga setinggi ini hanya akan membuat masyarakat terjebak dalam musibah,\" kata anggota DPR dari Dapil Jakarta III (Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu) ini. (Ida/ANTARA)
Jokowi Minta RKUHP Dibahas Kembali dengan Melibatkan Masyarakat
Jakarta, FNN – Kali ini polemik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) membuat Predisen Joko Widodo (Jokowi) perintahkan anak buah untuk membahas kembali dengan melibatkan masyarakat. Jokowi menilai masih ada materi yang membutuhkan pendalaman sehingga harus mencermati masukan semua kalangan yang keberatan dengan sejumlah pasal RKUHP. Ia ingin masyarakat betul-betul paham mengenai RKUHP ini. Ketika itu, memang tengah terjadi gejolak. Aktivis dan masyarakat sipil melakukan demonstrasi menolak isi RKUHP. Para akademisi pun menyebut RKUHP sebagai produk kolonialisme. Demikian perbincangan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Kamis (4/8/22) di Jakarta. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (2/8/22). “Tadi Bapak Presiden memerintahkan atau meminta kepada kami dari pemerintah yang terkait dengan ini untuk sekali lagi memastikan bahwa masyarakat sudah paham terhadap masalah-masalah yang masih diperdebatkan itu. Sehingga kami diminta untuk mendiskusikan lagi secara masif dengan masyarakat untuk memberi pengertian dan justru meminta pendapat dan usul-usul dari masyarakat,” ujar Mahfud. Beberapa pasal dalam rancangan yang dibahas dinilai bermasalah salah satunya adalah Pasal 229, 241, 247, 262, 263, 281, 305, dan 364. Beberapa pasal tersebut menjadi momok bagi kebebasan berpendapat di Indonesia dan juga akan memberangus pers dan keberadaan pers. Permasalahan dalam deretan pasal tersebut memunculkan polemik hingga menuai pertentangan dari pihak-pihak yang bersangkutan. “Kita saja sebagai dewan pers, cukup terjekut dengan adanya Undang-Undang di dalamnya yang dirasa akan membelengu kebebasan pers, begitu juga mahasiswa yang mengatakan tidak mendengar dan tidak berbicara,” ungkap Agi. Selain itu, dewan pers merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) di DPR maupun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Hersubeno mengungkapkan bahwa RKUHP ini persoalaan serius karena dampaknya bukan bagi kalangan pers saja, semua kalangan bisa kena, “Kalau saya menyarankan ini publik jangan kalah seriusnya mengawal kasus ini, saya sebutnya ini skandal KUHP,” tuturnya. Lebih lanjut, Agi menambahkan apabila dilihat secara prosedur, rencana Undang-Undang yang akan diundangkan secara resmi semestinya harus ada pendapat dari masyarakat luas, seperti roadshow DPR yang membawa ini ke diskusi para mahasiswa kampus, organisasi, dan pihak yang terlibat. “Banyak juga pubik menanyakan apakah Pak Jokowi tidak membaca sebelumnya, ataukah staff ahlinya yang memberikan intinya, padahal beliau banyak staff khususnya. Sehingga Pak Jokowi tidak terkejut dan meminta disikusikan terlebih dahulu sebelum diundangkan,” pungkasnya. (Lia)
Menyelamatkan Indonesia Masuk ke Mulut Nekolim China
Demi mendapatkan kesejahteraan sendiri. Perilaku elit ini sudah jamak di negeri ini. Dengan sistem politik demokrasi pasar bebas, maka semuanya dilakukan dengan jual beli dan untung rugi. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila BERBONDONG-bondongnya TKA China saat pandemi Covid-19 berlangsung menjadi pertanyaan besar bagi kita semua sebagai bangsa Indonesia yang waras, apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan negara bangsa ini. Dikabarkan, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menyetujui proyek OBOR yang diinisiasi oleh China itu. Diperkirakan pada tahap awal proyek raksasa OBOR China sudah ditandatangani pada April 2019 lalu. Proyek ini bagi China untuk mempermudah koneksi dagang antar-negara di Eropa dan Asia melalui jalur sutra maritim. Sebelumnya dalam pertemuan Global Maritime Fulcrum Belt And Road Initiatives (GMF –BRI), China sudah menawarkan rancangan Framework Agreement untuk bekerja sama di Kuala Tanjung, Sumatra Utara (Sumut) sebagai proyek tahap pertama. Dilanjutkan proyek di Kawasan Industri Sei Mangkei dan kerja sama strategis pada Bandara Internasional Kualanamu, pengembangan energi bersih di kawasan Sungai Kayan, Kalimantan Utara, pengembangan kawasan ekonomi eksklusif di Bitung, Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Kura-Kura Island di Bali. Proyek OBOR China diyakini banyak kalangan dapat memberikan kerugian bagi Indonesia. Dari 28 kerja sama antara Indonesia dengan China dalam kerangka tersebut, nilainya mencapai US$91 miliar atau lebih dari Rp 1.288 triliun. OBOR dianggap menjadi visi geoekonomis China paling ambisius dengan melibatkan 65 negara, dan melingkupi 70% populasi dunia. Konsep ini akan menelan investasi mendekati US $4Milyar, termasuk $900 juta yang telah diumumkan China. China telah menyiapkan diri untuk menguasai jalur darat dan maritim bagi kepentingan ekonominya. Ada 5 tujuan yang ingin diraih China dalam Inisiasi OBOR, yaitu koordinasi kebijakan, konektivitas fasilitas, perdagangan tanpa hambatan, integrasi keuangan, dan ikatan masyarakat (people to people bond) Bung Karno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, pernah memperingatkan bahaya bentuk penjajahan model baru. Yaitu apa yang beliau sebut dengan neo kolonialisme dan imperialisme (nekolim). Penjajahan tidak lagi dalam bentuk koloni (menguasai wilayah bangsa lain), tapi dalam bentuk penguasaaan ekonomi dan ideologi. Makanya Bung Karno dulu mencanangkan gerakan BERDIKARI (berdiri di atas kaki sendiri). Penjajahan nekolim ini sifatnya laten, nyaris tidak tampak secara fisik. Mengejawantah dalam bentuk berbagai ketergantungan negara berkembang – terutama yang kaya sumber daya alam – terhadap negara maju. Modus operandinya pun sangat sistematis dan, seakan-akan, sangat logis. Sehingga tanpa disadari sebuah negara berkembang tersebut semakin terkungkung ketergantungan terhadap negara maju, alih-alih mampu mandiri. Demokrasi liberal yang dipraktikan di Indonesia tak lebih dari usaha-usaha asing untuk pecah-belah terhadap bangsa Indonesia. Para elit politik bukan lagi penyambung lidah rakyat Indonesia. Seperti Bung Karno yang sangat memahami dan mengerti amanat penderitaan rakyat Justru elit politik di negeri ini menjadi penyambung lidah para Nekolim untuk menguasai negeri ini. Maka tidak ada kamus pada otak elite politik untuk memandirikan bangsa nya. Apalagi berdikari. Justru mereka menjadi agen asing untuk mempermulus NEKOLIM CHINA. Menguasai negeri ini melalui proyek proyek OBOR. Untuk memperlancar itu semua rakyat diadu-domba dengan melempar isu radikal, khilafah, pecah-belah. Yang satu Islam radikal, yang satu Islam Nusantara. Semua ini bagian desain untuk kepentingan Nekolim. Dengan demikian rakyat yang sebahagian umat Islam tidak bersatu dan melakukan protes. Sebetulnya sejarah panjang pernah dialami oleh rakyat Indonesia. Pecah-belah yang dulu dilakukan oleh politik penjajah Belanda. Sekarang yang melakukan justru bangsa sendiri. Elit-elit politik. Demi mendapatkan kesejahteraan sendiri. Perilaku elit ini sudah jamak di negeri ini. Dengan sistem politik demokrasi pasar bebas, maka semuanya dilakukan dengan jual beli dan untung rugi. Maka untuk menyelamatkan anak cucu kita, perlu kita melakukan Gerakan anti Nekolim China. Rakyat harus membangun kesadaran menyelamatkan negara bangsa untuk kembali ke UUD 1945 asli. “Diam kita ditindas. Maka bergeraklah menyelamatkan bangsa ini”! (*)
Kotak Pandora Bahasa
Saya tambahkan di sini, doeloe sebutan hari pertama dalam pekan itu menggunakan istilah Ahad. Sekarang, istilah Ahad itu telah diganti dengan Minggu. Ini sengaja diubah secara terstruktur, massif, dan sistematis. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta TIADA hari tanpa diskusi. Tiada wacana tanpa pro-kontra. Bahasa adalah alat bunyi/tutur manusia untuk menyampaikan gagasan, perasaan, keinginan, dan sebagainya kepada pihak lain. Ada bahasa verbal, dan ada bahasa nonverbal, yakni bahasa isyarat, baik menggunakan organ tubuh, gambar, simbol, maupun benda-benda lain, sesuai dengan situasi, kondisi, dan sarana/media komunikasinya. Bahasa itu berfungsi untuk menyampaikan pesan tertentu, baik langsung maupun tidak langsung. Setiap bentuk komunikasi, baik menggunakan bahasa verbal maupun nonverbal, berpeluang ditangkap berbeda dari apa yang dimaksud oleh penyampai pesan, bahkan disalahpahami, karena pengaruh situasi dan kondisi yang meliputi, termasuk status hubungan penyampai pesan dan penerimanya. Ketika musuh bebuyutan Amerika telah terpecah menjadi negara-negara baru, jadilah Amerika polisi tunggal dunia. Maka perlu ditemukan musuh baru sebagai sasaran perang. Samuel Huntington mengintroduksi clash civilization, perseteruan peradaban, dengan memperhadapkan Barat vis a vis Islam. Dibangunlah narasi-narasi untuk menakut-nakuti warga dunia, bahwa kebangkitan Islam akan membawa bencana, karena akan membawa kehidupan kembali ke jaman pra-kemajuan Barat. Sebagai piranti untuk mendukung wacana tersebut diciptakanlah isu-isu baru berupa ancaman terorisme, radikalisme, dan ekstremisme yang hampir semua dialamatkan kepada umat Islam, di mana pun mereka berada. Hal itu menyemaikan benih-benih Islamophobia di mana-mana. Ada ungkapan klasik, maling teriak maling, sebagai langkah penyelamatan. Pihak-pihak yang phobia terhadap Islam dan pesan-peran konstruktif revolusionernya pun menuduh orang Islam mengada-ada, padahal phobia Islam itu memang ada, bahkan dari kalang Islam sendiri, karena faktor kepentingan tertentu. Kemudian, dibangunlah wacana moderasi beragama yang sebagian pengamat menengarainya sebagai proyek penjinakan dan demilitansi agama, khususnya Islam. Habis pro-kontra wacana terorisme, radikalisme, ekstremisme, dan moderasi beragama, serta Islamophobia, terbitlah wacana dan pro-kontra Rumah Sehat. Beberapa hari yang lalu beredar telah kabar bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengubah nama rumah-rumah sakit seluruh wilayah Jakarta menjadi Rumah Sehat. Para buzzer segera bermunculan menolaknya dengan seribu satu alasan. Tidak kurang anggota Dewan Perwakilan Rakyat pun ikut bicara untuk menolaknya. Ketua DPRD Kritik \'Rumah Sehat\' Anies: Setop Bikin Kebijakan Ngawur. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengkritik kebijakan Anies Baswedan yang mengubah istilah atau jenama \'Rumah Sakit Umum Daerah\' (RSUD) menjadi \'Rumah Sehat untuk Jakarta\'. Menurut Prasetyo, pengubahan nama itu tidak penting bagi masyarakat. Semestinya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat terobosan program pembangunan atau pelayanan yang berdampak langsung kepada masyarakat. “Yang terasa langsung gitu kesuksesannya di tengah masyarakat. Bukan cuma ganti-ganti nama, kemarin nama jalan, sekarang rumah sakit. Setop deh bikin kebijakan ngawur,” kata Pras dalam keterangan tertulis, Kamis (4/8). Politikus PDIP itu menilai, Jakarta masih memiliki segudang masalah yang perlu segera dibereskan. Misalnya, angka kemiskinan yang terus naik, permasalahan kampung kumuh di tengah kota yang belum terselesaikan. “Mereka perlu sentuhan pemerintah, butuh solusi dengan program program yang baik, bukan ganti-ganti nama begitu,” ujar dia. Pras pun mengaku heran dengan istilah \'rumah sehat\' yang digunakan Anies Baswedan untuk menggantikan nama rumah sakit. Menurutnya, sudah sejak lama semua orang mengetahui rumah sakit adalah tempat untuk mengobati penyakit. Apalagi, penamaan rumah sakit sudah tertera dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. “Jadi memang aturannya jelas namanya rumah sakit. Dari dulu kalau kita sakit ke mana sih larinya, ya ke rumah sakit. Memang namanya rumah sakit ya untuk mengobati penyakit. Logikanya kan begitu. Kalau sudah sehat ya kerja, beraktivitas kembali,” katanya. Diberitakan, Anies mengubah jenama \'Rumah Sakit Umum Daerah\' (RSUD) menjadi \'Rumah Sehat untuk Jakarta\'. Perubahan ini hanya berlaku bagi rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jakarta. Anies mengatakan penjenamaan dilakukan karena selama ini \'rumah sakit\' memiliki orientasi pada kuratif dan rehabilitatif. Dia mengatakan penjenamaan \'rumah sakit\' menjadi \'rumah sehat\' juga agar peran fasilitas kesehatan itu ditambah dengan aspek promotif dan preventif. Dengan hal ini, Dia berharap agar masyarakat datang ke RS bukan sekadar untuk berobat, tapi juga untuk lebih sehat. Menurut Anies, warga bisa datang ke \'rumah sehat\' untuk melakukan medical check up, persoalan gizi, hingga konsultasi kesehatan. Di grup-grup WA pun segera muncul celoteh tentang asal-usul istilah rumah sakit di Indonesia, yang konon konsepnya berasal dari kata hospital dalam bahasa Inggris yang dapat dimaknai sebagai rumah penyembuhan atau rumah perawatan menuju sehat. Tapi, mengapa istilah rumah sehat jadi heboh dan bikin orang tepuk jidat? Nama “Rumah Kesehatan” semakin banyak digunakan: untuk meningkatkan kesehatan, dan tentu saja juga pengobatan dan perawatan bagi orang sakit. Bahasa Inggris malah tidak kenal istilah “Sick House”, tetapi (Health Care) hospital: pelayanan kesehatan. Banyak tempat pelayanan kesehatan di Belanda menggunakan nama Gezondheidshuis: Rumah Kesehatan, dan Gezondheidscentrum: Pusat Kesehatan, untuk memberi pelayanan kesehatan bagi orang sakit, dan orang yang mau mencegah menjadi sakit. Salah seorang teman di grup WA pun berseloroh, \"Sick House itu lebih cocok untuk Ganti Nama Gedung DPRD dan DPR RI.\" Jilan Mardhani mengunggah tulisan di laman FB bertajuk Rumah Sehat berikut. Mengubah istilah \'rumah sakit\' menjadi \'rumah sehat\' itu bukanlah hal baru. Tahun 2013-2015 ketika menangani klien yang bergerak di jasa kesehatan, gagasan itu kerap jadi pembicaraan ahli medis. Mereka adalah para pemegang saham institusi yang sedang saya tangani waktu itu. Dalam banyak kesempatan lain pun ia kerap mendengar celetukan serupa. Terutama ketika ngalor-ngidul membandingkan pelayanan kesehatan dengan negara tetangga dekat kita, seperti Singapore, Malaysia, dan juga Thailand yang belakangan ikut dielu-elukan sebagian masyarakat kita yang ingin sembuh dari penyakit mereka. Terjemahan \'hospital\' ke dalam bahasa Indonesia menjadi \'rumah sakit\' memang agak sembrono. Boleh dibilang ngawur. Mestinya ahli bahasa di negeri ini sudah lama menengarai. Lalu mengusulkan padanan \'hospital\' yang sesuai. Sebab, kata yang konon berasal dari bahasa Latin itu (hospes/hospit) bermakna sebagai \'tamu\'. Sejarahnya kemudian menunjukkan penggunaan kata itu sebagai upaya yang dilakukan untuk merawat ksatria-ksatria Inggris yang terluka sehingga sembuh dan sehat kembali. Dalam bahasa Inggris sendiri, kata \'host\' di antaranya dimaknai sebagai seseorang atau kelompok yang memberikan pelayanan atau menghibur tamu yang berkunjung. Jadi, \'hospital\' semestinya diartikan sebagai suatu sarana yang memberi pelayanan kepada pasien sakit agar pulih dan sehat kembali sehingga dapat melakukan aktivitas seperti sediakala. Zaman terus berkembang bersama pengetahuan dan teknologi yang semakin maju. Kini banyak yang mendatangi sarana pelayanan kesehatan yang disebut \'rumah sakit\' itu, sekedar untuk menjaga dan memelihara jiwa dan raganya tetap sehat, dan terhindar dari berbagai penyakit (preventif). Beberapa sarana juga kerap digunakan untuk memberi penyuluhan atau menyebar luaskan pengetahuan umum kepada masyarakat tentang hal-hal yang perlu mereka maklumi. Agar dapat mencegah penyakit, mendeteksi dini gangguan kesehatan, hingga memelihara kesehatan dan kebugaran tubuhnya (promotif). Ongkos yang harus ditanggung ketika seseorang sudah tertular penyakit atau mengalami degradasi kesehatan, memang selalu lebih mahal dibanding mencegahnya. Kesadaran dan upaya melakukan tindakan preventif itu, secara statistik, berkait erat dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan. Menyempurnakan sebutan \'rumah sakit\' menjadi \'rumah sehat\', dari sisi komunikasi, adalah langkah cerdas dan perlu. Sayangnya, gagasan \'rumah sehat\' dilontarkan ketika suasana politik sedang memanas menjelang pesta demokrasi 2024 mendatang. Oleh Anies Baswedan pula. Gubernur Jakarta yang popularitasnya memang sedang bergerak lincah di tengah pesaing yang kedodoran dan sibuk menghujat. Dalam konteks usul penggantian istilah \'rumah sakit\' menjadi \'rumah sehat\' kali ini, reaksi berlebihan yang dilontarkan lawan politiknya yang terusik – dengan segala hormat – lebih terlihat \'panik dalam kedunguan\'. Tak semua langkah Anies Baswedan sekadar populis dan bermakna kontra produktif. Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah keberpihakannya pada politik identitas saat pilkada 2017 lalu. Dalam beberapa hal lain, dia sudah membuktikan sebaliknya. Mungkin tulisan ini pun ada yang menghujat. Terbuka atau tertutup. Saya hanya ingin menyarankan: gunakanlah akal sehat. \"Move on, ah!\" Demikian unggahan Jilal Mardhani di laman FB-nya, 4 Agustus 2022. Prof. Azyumardi Azra menambahkan, \'Hospital\', \'hospitality\'=\'rumah keramahan\' atau \'rumah perawatan\'. Saya pun menimpali, hospital sama dengan rumah sakit adalah salah kaprah. Saya tambahkan di sini, doeloe sebutan hari pertama dalam pekan itu menggunakan istilah Ahad. Sekarang, istilah Ahad itu telah diganti dengan Minggu. Ini sengaja diubah secara terstruktur, massif, dan sistematis. Andaikata Anies mendeklarasikan bahwa dalam kalender/penanggalan 2023 di Wilayah Jakarta, hari Minggu kembali ke hari Ahad, apa kata dunia? (*)
Ancaman Itu Nyata!
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Oleh: Imam Shamsi Ali, NYChhc Chaplain/Presiden Nusantara Foundation SE BAGAI minoritas yang hidup di tengah-tengah mayoritas non Muslim, apalagi dengan Islamophobia yang masih meninggi, pasti banyak tantangan bahkan ancaman yang dihadapi. Ketakutan, kebencian, bahkan kekerasan sekalipun dapat terjadi kepada Komunitas ini. Tapi dari sekian tantangan bahkan ancaman itu adalah tantangan membesarkan anak. Hal ini bahkan menjadi ancaman nyata bagi kehidupan dan masa depan Komunitas Muslim di Amerika dan di Barat secara umum. Tantangan untuk memastikan jika anak dan generasi masa depan dapat bertahan hidup. Hidup yang dimaksud tentunya bukan dalam pemahaman orang secara umum. Karena secara umum orang memahami hidup dalam defenisi dan kalkulasi material. Sesungguhnya hidup pada aspek ini di Amerika masih merupakan “land of opportunities”. Bahkan Amerika dikenal dengan “a land of dream” (bumi impian). Secara ekonomi dengan segala tantangan saat ini Amerika masih sangat solid. Hampir 1/4 kekayaan dunia masih dalam genggaman Amerika. Secara politik juga dengan perubahan global Amerika masih banyak mewarnai kekuatan politik dunia. Apalagi secara militer sesungguhnya Amerika masih sangat kuat. Belum lagi kenyataan bahwa banyak Universitas-Universitas terbaik dunia masih ada di Amerika. Ancaman hidup yang saya maksud adalah ancaman terhadap kehidupan sejati manusia. Hidup lahir batin. Hidup raganya, subur hatinya. Yang terekspresikan dalam nyanyian Indonesia Raya: “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”. Dalam wawasan keislaman Umat, tentu dengan iman dan Islamlah manusia akan hidup secara paripurna. Ancaman Itu Nyata Tantangan dan ancaman generasi itu nyata. Tapi pada umumnya warga Muslim dan khususnya Muslim Indonesia menyikapinya secara enteng. Bahkan seringkali tidak terusik dengan kenyataan pahit ini. Kadang menyadari ketika telah terjadi kasus buruk yang tidak perlu saya rincikan di sini. Tapi sebagai contoh saja, hari Sabtu lalu saya diminta oleh satu keluarga yang secara duniawi cukup sukses. Suami isteri ini adalah Dokter Gigi yang berhasil. Tinggal di sebuah rumah mewah di sebuah perumahan elit di Long Island New York. Informasi yang saya dapatkan adalah calon menantunya (calon suami putrinya) ingin masuk Islam. Saya tentu bahagia. Karena memang kebahagiaan terbesar sebagai seorang Muslim hidup di Amerika adalah di saat dapat menuntun seorang hamba Allah menemukan hidayahNya. Bahkan rasanya lebih membahagiakan ketimbang dunia dan segala isinya. Ternyata ketika sampai walau disambut dengan segala keramahan dan penghormatan, saya menemukan calon suami putrì Muslimah itu adalah seorang atheist. Walau dulunya belajar di sekolah Minggu (Sunday School) Katolik tapi dalam perkembangannya agama dinilai sampah. Saya berusaha dengan segala kemampuan yang ada dan mencoba sangat bijak untuk meyakinkan tentang Islam. Bahkan tidak jarang terjadi gelak tawa karena berusaha menyampaikan Islam dengan cara yang ringan tanpa mengintimidasi. Satu contoh misalnya tentang haramnya babi. Menurutnya, aturan ini kadaluarsa karena hal yang ditakuti dari babi sejak lama telah dieliminir. Hal yang dimaksud adalah adanya cacing ganas di daging babi itu telah dihilangkan dengan kemajuan ilmu di bidang kesehatan. Dialog singkat pun terulang persis yang pernah terjadi antara saya dan seorang remaja masjid di kota New York. Saya memberikan ilustrasi tentang lampu lalu lintas (traffic light). Kenapa seseorang harus berhenti di saat lampu lalu lintas merah? Jawabannya karena menghindari tabrakan. Tapi kalau yakin jalan sepi, tak ada polisi lalu lintas, bahkan juga tidak ada kamera yang merekam, apakah melanggar lampu merah itu boleh? Sambil bercanda sang calon menantu itu menjawab: “I think I will just pass the light” (melabrak lampu merah). Karena menurutnya lagi tidak ada yang dibahayakan. Saya kemudian merespon dalam bentuk pertanyaan: tapi dengan melakukan itu apakah anda dikategorikan warga yang baik di mata hukum dan otoritas?”. Dia dan semua yang hadir siang itu ketawa. Dan saya pun mengatakan: “orang Islam tidak makan babi, bukan sekedar karena ada penyakit. Tapi juga karena taat aturan dan menghormati Otoritas (Allah)”. Singkatnya sang calon itu sebenarnya mulai mengangguk-ngangguk setuju. Tapi yang jadi masalah adalah justeru putrì Muslimah itu yang nampaknya tidak melihat urgensi agama dalam kehidupan. Hal itu nampak ketika menyela, walau dengan hormat dan sopan: “but why is it so important to follow all these regulations” (Kenapa penting mengikuti semua aturan-aturan ini?). Menurutnya lagi, semua aturan agama hanya jadi beban bahkan kendala bagi kemajuan hidup manusia. Makanya tidak ada negara-negara mayoritas Muslim kecuali mengalami keterbelakangan secara sains dan teknologi, tegasnya. Mendengar itu saya hampir marah dan merespon secara keras. Tapi saya tidak ingin justeru mereka semakin jauh dan melarikan diri dari agama ini. Maka saya pun berusaha menjelaskan dua hal. Satu, tentang posisi aturan-aturan dalam Islam. Bahwa aturan itu bukan beban, apalagi halangan untuk maju. Justru aturan itu memberikan jalan untuk maju tapi secara terhormat dan bermoral. Dua, bahwa dunia Islam mengalami keterbelakangan, bukan karena aturan Islam. Keterbelakangan dunia Islam justru karena mayoritasnya tidak ikut aturan-aturan Islam. “What country do you think genuinely follow Islam?” tanya saya. Antara Usaha dan Hidayah Pada akhirnya Saya hanya berusaha menyakinkan, ternyata bukan hanya calon menantu pria itu. Tapi juga putrinya yang justru tidak yakin pentingnya agama dalam kehidupan. Akankah berbasil? Hasil dan hidayah itu ada di tangan Allah, Pencipta langit dan bumi, Pengendali jiwa hamba-hambaNya. Justru yang ingin saya sampaikan adalah betapa tantangan membesarkan anak sesuai harapan iman dan Islam itu sangat berat. Dan betapa ancaman itu ada di hadapan mata Komunitas Muslim di Amerika. Tentu semua harus mengambil tanggung jawab itu. Tanggung jawab anak, tanggung jawab orang tua, tanggung jawab umara dan Ulama. Dan tentunya tanggung jawab kolektif Komunitas itu sendiri. Yang aneh kadang adalah orang tua yang tidak sadar akan tanggung jawab berat ini. Padahal keselamatan orang tua juga akan banyak ditentukan oleh bagaimana mereka telah menjalankan tanggung jawab itu secara sungguh-sungguh. “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Pada ayat ini ada dua penekanan: 1) anak benar secara Islam adalah perintah. Dan semua perintah dalam Al-Quran bermakna kewajiban. 2) keselamatan orang tua terikat (mu’allaqah) dengan tanggung jawab menyelamatkan keluarga. Semoga Allah menjaga kita dan keluarga kita dari marabahaya yang besar, dunia akhirat. Dan semoga kita semua dijaga di atas jalan kebenaran, jalan yang lurus. Jalan para nabi, para siddiq, syuhada, dan hamba-hambaNya yang saleh. Aamiin! Manhattan City, 4 Agustus 2022. (*)
Terpilih Sebagai Ketua PJMI, Ismail Luthan Prioritaskan Peningkatan Ekonomi Jurnalis Muslim
Jakarta, FNN - Musyawarah Nasional (Munas) ke III Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) telah diselenggarakan pada hari Kamis, (4/8/22) di The Bridge Function Room Hotel Horizon, Jakarta. Munas kali ini bertema “Meneguhkan Peran Jurnalis Muslim di era Digital dan Medsos agar Mampu Menjawab Tantangan Zaman”. Selain itu, PJMI juga memprioritaskan peningkatan kesejahteraan ekonomi jurnalis muslim dengan pembentukan badan usaha bersama seluruh anggota. Hasil musyawarah tersebut disepakati H. Ismail Luthan terpilih sebagai Ketua PJMI periode 2022-2025 menggantikan H. Muhammad Anthoni yang telah menjabat sebagai ketua PJMI pertama selama dua periode. Kemudian terpilih sebagai Sekretaris W. Suratman. Dalam sambutannya, Ismail menyampaikan bahwa dirinya dipilih menjadi ketua PJMI karena bersedia. Kemudian Ismail menjelaskan, PJMI sejak didirikan sebagai wadah untuk membentuk kesadaran jurnalis muslim atau sepentingnya terhadap nilai keadilan dan penyampaian informasi yang seimbang. “Di PJMI yang ingin kita saring jangan sampai wartawan yang tergabung menjadi bazzer atau produsen hoax, kita ingin sesuai brand yang kita punya jurnalisme profetik (Sidiq, Amanah, Tabligh) seperti disuarakan oleh salah satu narasumber kita Parni Hadi,” tuturnya. Sebagai ketua dirinya akan berupaya untuk lebih profesional dalam menjalankan roda organisasi, karena PJMI dibangun bersama-sama dengan persaudaraan. “Jadi saya berharap kepada rekan-rekan yang bersedia menjadi pengurus dan anggota bisa dipilih mau di posisi mana, sehingga organisasi ini berjalan efektif. Namun, harus benar-benar melaksanakan tugas profesinya dengan penuh tanggungjawab,” pungkasnya. (Lia)
‘Manifesto Kemerdekaan’, FTA Desak Pemerintah Kembalikan Kedaulatan pada Rakyat
Jakarta, FNN - Memperingati kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 Forum Tanah Air (FTA), wadah diskusi diaspora di 5 benua dan anak-anak bangsa di seluruh pelosok Nusantara, mengeluarkan ‘’Manifesto Kemerdekaan’’ mendesak pemerintah untuk mengembalikan kedaulatan kepada rakyat. ‘’Selama ini kedaulatan rakyat berubah menjadi kedaulatan partai politik, karena terjadinya amandemen UUD 45 selama periode 1999 sampai 2002,’’ demikian pembukaan ‘’Manifesto Kemerdekaan’’ itu. Manifesto ini akan dikirim kepada DPRD di 34 provinsi seluruh Indonesia oleh perwakilan FTA Indonesia di masing-masing provinsi itu. Amandemem atas UUD 45 dilakukan oleh MPR pada periode 1999-2002 telah memunculkan perubahan konstitusi yang menyebabkan kedaulautan rakyat berubah menjadi kedaulatan partai politik. Dengan UUD versi 2002 itu partai politik mempunyai kewenangan yang melampaui warga negara yang menjadi satuan kenegaraan terkecil. Pemilihan Umum telah dijadikan instrumen oleh untuk memonopoli pencalonan presiden dan wakil presiden yang seharusnya menjadi hak politik rakyat. Hal ini terlihat dari penolakan hampir semua gugatan warga negara (citizen law suit) atas UU yang mengatur presidential threshold 20%. Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengadili gugatan tersebut menolak dengan alasan penggugat tidak memiliki legal standing. Hanya gugatan oleh Partai Politik yang dikabulkan oleh MK untuk dilanjutkan pada substansi gugatan. Alasan MK bahwa warga negara tidak memiliki legal standing adalah alasan yang ‘’constitutionally illegal’’ karena mengabaikan kedudukan warga negara yang sama di depan hukum. Secara tidak langsung MK telah melakukan diskriminasi hukum dengan meletakkan partai politik lebih tinggi kedudukan hukumnya daripada warga negara. Selain itu, pengajuan pasangan capres dan cawapres hanya oleh partai politik atau gabungan partai politik adalah monopoli radikal partai politik dalam perpolitikan nasional. Seperti adagium bahwa setiap monopoli adalah buruk, maka monopoli radikal partai politik melalui Pemilu, baik pilleg ataupun pilpres, akan merugikan hak-hak warga negara. Pelaksanaan pemilu secara langsung selama ini telah menggusur prinsip sila ke-4 Pancasila, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Biaya politik untuk rekrutmen pejabat publik semakin mahal namun tidak efektif untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Saat ini kepemimpinan itu mewujud dalam bentuk oligarki politik dan ekonomi yang membuka peluang bagi malpraktik administrasi publik yang luas di mana regulasi dirancang, ditafsirkan, dan ditegakkan bukan untuk kepentingan publik sebagai warga negara, tapi untuk kepentingan elite partai politik dan pemodal. Untuk mengatasi problem mendasar itu solusinya adalah mengembalikan kedaulatan kepada rakyat sebagai warga negara dengan kembali ke UUD 45. Amandemen terhadap UUD 45 boleh dilakukan secara cermat melalui mekanisme adendum, bukan dengan amandemen yang serampangan seperti yang terlihat pada produk UUD 2002. FTA DI 34 PROVINSI GUGAT PT 20 PERSEN. Melanjutkan perjuangan gugatan PT ke MK yang dilakukan ‘’FTA Global’’ yang terdiri dari diaspora Indonesia di 12 negara dari 5 benua, kali ini giliran 68 warga negara dalam wadah FTA dari 34 provinsi di Indonesia akan mengajukan gugatan pengujian pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas calon presiden menjadi 0%. Belajar dari pengalaman FTA Diaspora Global yang telah menjalani sidang gugatan diMK, 68 warga negara tersebut mengambil langkah strategis dengan mengajukan gugatan dalam kedudukan hukumnya sebagai Pihak Terkait dari gugatan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Salim Segaf Aljufri. Gugatan itu terdaftar dalam nomor perkara No. 73/PUU-XX/2022 tentang uji materiil pasal 222 UU No. 7 tahun 2017. Kuasa hukum 68 warga negara dari 34 provinsi, Haris Azhar dari Haris Azhar Law Office, menjelaskan, kedudukan hukum 68 warga negara sebagai Pihak Terkait ini sesuai dengan Pasal 41 ayat (4) huruf f UU MK juncto Pasal 3 huruf c juncto Pasal 6 ayat (2) PMK No. 2/2021. Sebanyak 68 warga negara ini adalah Pihak Terkait yang memilik kepentingan secara langsung karena concern/perhatian terhadap isu ambang batas. Selain itu, mandat yang diberikan kepada partai politik berasal dari rakyat atau warga negara. Warga negara penggugat tersebut tidak mempunyai afiliasi langsung dengan PKS, namun dapat disimpulkan mereka memiliki kepentingan langsung sebagai pihak terkait dalam pengujian Pasal 222 UU Pemilu Pengajuan permohonan 68 warga negara mulai dari Aceh sampai ke Papua yang tergabung dalam FTA Indonesia sudah di daftarkan ke MK pada Senin 1 Agustus 2022 No. 69-2/PUU/PAN.MK/AP3, sebagai wujud keprihatinan dan kerisauan anak bangsa terhadap masa depan perjalanan demokrasi di tanah air. Langkah dari Diaspora FTA Global maupun FTA Indonesia akan terus masif dan intensif demi tegaknya demokrasi dan lepas dari oligarki yang menggoyahkan sendi kehidupan bernegara. FTA Indonesia juga mengajak semua warga negara untuk ikut serta mendukung gugatan ini. (sws)
Dunia Menjelang Konstelasi Baru (1 Tahun Cabe)
Oleh Ridwan Saidi | Budayawan Victor Hugo pada 1831 menulis novel The Hunchback of Notre-Dame dan difilmkan tahun 1956 dengan bintang Gina Lollobrigida. Film ini baru beredar di Jakarta tahun 1957. Saya nonton film ini. Film ini berkisah tentang keadaan Perancis abad XVI yang penuh konflik karena saat itu manusia dan kelompoknya sibuk dengan pencarian identitas. 5 abad berselang konflik berlanjut dalam level global karena sejumlah negara mencari identitas sebagai super power. Ini thema konflik pasca PD II yang berlangsung sampai dengan hari ini tapi sudah mendekati finish untuk tema lomba super power. Itu terlihat dari rekapitulasi Ukraine War dan kepungan terhadap China. Kini tengah berlangsung Super Garuda Shield yang diikuti 4.337 personel, termasuk 3.455 personel Indonesia. Selain Indonesia ada 13 negara lain yang ikut: Amerika, Inggris, Australia (AUKUS), Perancis, Canada, Jepang, Korsel, Papua Nugini,Timor Leste, Indonesia, Malaysia, Singapore, India. Mengomentari tidak adanya China di Super Garuda Shield Panglima TNI berkata, Kalau tidak ada, kita tak bisa maksa, \'kan bayar sendiri2 Keikut-sertaan India dapat dipahami karena India-China cekcok perbatasan. Melihat Latma sekarang yang lebih gempita dari tahun lalu dapat dipahani kalau China diduga resah. Penggemar-penggemarnya di Indonesia juga tak komentar tentang Super Garuda Shield, juga tidak di tahun lalu. Malah penggemar-penggemar tersebut ada yang asyiq komentari USA yang katanya akan resesi. Malah dimunculkan istilah baru: Amerika resesi secara teknis. Setelah Rusia gagal yakinkan dirinya bahwa mereka itu super power, berikutnya China. Indonesia harus siap hadapi realita baru: one power one road. Politik itu realita, kalau tak mampu ubah realita, jangan lari dari realita. Atau, realita yang udak-udak kita. Politik bukan pula soal senang atau tidak, tapi realistis atau tidak. (RSaidi)
OJK Sebut SWI Sudah Tutup 4.089 Pinjol Ilegal Sampai Juni 2022
Jakarta, FNN – Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch Ihsanuddin menyebutkan OJK yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup 4.089 perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal sampai Juni 2022.\"Sampai saat ini terdapat 102 perusahaan finansial berbasis teknologi pendanaan bersama atau fintech peer to peer lending (pinjol) yang mendapatkan izin OJK, tetapi fintech yang tidak berizin lebih banyak. SWI sudah menutup 4.089 di antaranya,\" kata Ihsan dalam Media Briefing daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.Ke depan, OJK dan sebelas kementerian dan lembaga pemerintah yang berkoordinasi dalam SWI akan terus bersama-sama memberantas pinjol ilegal.Masyarakat yang menemukan website atau aplikasi pinjol ilegal juga diharapkan tidak segan-segan melapor kepada SWI dan Polri.Pada 2021, OJK, Bank Indonesia, Kepolisian RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan kementerian Koperasi dan UKM juga telah melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama untuk memperkuat pemberantasan pinjol ilegal.\"Cyber patrol juga dilakukan setiap hari untuk menemukan website dan aplikasi pinjol ilegal, serta dilakukan pemblokiran oleh Kemenkominfo,\" katanya.Bersama asosiasi industri fintech peer to peer lending, OJK juga menyelenggarakan edukasi kepada masyarakat yang rentan menjadi korban pinjol baik secara langsung atau secara online.\"OJK dan asosiasi melakukan publikasi pada media massa dan sosial terkait pengenalan dan manfaat peer to peer lending, serta ciri-ciri, modus, dan bahaya pinjol ilegal,\" katanya. (mth/Antara)