ALL CATEGORY
Publik Tidak Percaya Hasil Otopsi Ulang Brigadir Yoshua
Jakarta, FNN – Pengumuman hasil otopsi ulang atau ekshumasi Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat merupakan berita yang dinanti-nanti oleh publik, terutama pihak keluarga Brigadir Yoshua. Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) akhirnya membongkar hasil otopsi ulang Brigadir Yoshua. Ketua PDFI Ade Firmansyah menyampaikan bahwa luka di tubuh almarhum adalah murni luka senjata api, tidak ditemukan adanya bekas penganiayaan di jenazah. “Saya bisa yakinkan sesuai dengan hasil pemeriksaan kami baik saat melakukan autopsi, pemeriksaan penunjang dengan pencahayaan, dan mikroskopik bahwa tidak ada luka-luka di tubuhnya selain luka akibat kekerasan senjata api,” kata Ketua Tim Dokter Forensik dr Ade Firmansyah di Mabes Polri, Jakarta, Senin (22/8/22). Hal ini membuat publik tidak percaya, karena apa yang dipaparkan oleh Tim Dokter Forensik ini jauh berbeda dengan temuan yang diumumkan oleh pengacara keluarga Kamaruddin Simanjuntak. Berikut perbincangan dua wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Selasa (23/8/22) di Jakarta. Agi Betha menyampaikan hasil pantauan dari media sosial ramai sekali komentar masyarakat yang mengatakan tidak puas dengan hasil otopsi tersebut. “Suara masyarakat itu saya pantau dari media sosial, saya lihat ramai sekali komentar masyarakat yang mengatakan tidak puas dengan hasil otopsi tersebut. Apalagi mereka memang berharap Brigadir Yoshua ini mengalami penyiksaan,” ungkap Agi. Menurut Agi, dugaan sebelumnya yang disampaikan oleh Kamaruddin Simanjuntak itu karena pihak keluarga melihat dan mendokumentasikan jenazah yang memang terdapat bekas luka, tetapi mereka belum mengetahui bahwa luka itu diakibatkan tembakan peluru dalam jarak dekat. Narasi awal diduga almarhum ditembak dari belakang kepala hingga jebol sampai ke hidung depan. Pas dibuka bagian perut sampai ke kepala ditemukan otaknya yang pindah kebagian perut. Kemudian Agi menjelaskan dari hasil penelusurannya mengenai otopsi ulang yang terjadi di Eropa, Amerika maupun Asia, sesudah dilakukan otopsi kemudian otak itu dipindahkan, itu merupakan hal yang biasa. “Di Eropa terjadi hal seperti itu, berdasarkan tulisan ilmiah yang saya baca, dalam hal Yoshua menurut pihak forensik sesudah ditembak kepalanya itu dalam keadaan bocor. Kalau kita lihat literasi lagi, otak itu sekian persen isinya air, yang artinya ketika itu sudah tidak berfungsi maka bisa mengeluarkan cairan yang banyak. Sehingga makanya itu diletakkan di dalam plastik dan kemudian di tempatkan yang aman, tidak di kepala lagi karena kepalanya sudah bocor,” jelas Agi. Lebih lanjut, Agi mengatakan kalau ini memang merupakan sesuatu yang baru kita ketahui, karena menurutnya pak Kamaruddin pun juga baru satu kali ini menangani kasus seperti ini. “Ya ini disebut pengalaman, karenan pengalaman itu selalu berawal dari satu peristiwa,” tuturnya. Hersubeno sangat mengapresiasi Kamaruddin, karena dialah yang mengubah jalan cerita saat menemui kejanggalan di jenazah yang dikirim oleh pihak keluarga. “Kalau kemarin keluarga tidak berani melawan polisi dan dokumentasi jenazah, saya kira ini tidak akan terbuka kasusnya,” ungkap Hersu. Menurutnya, tidak heran kenapa netizen marah dengan hasil otopsi ini, karena dari awal kasus ini dimulai dengan kebohongan. “Kalau kepercayaan publik tidak ada lagi, ya seperti ini apapun yang benar ya tetap tidak dipercaya. Makanya kita hidup harus diawali dengan kepercayaan,” pungkasnya. (Lia)
Memalukan Rektor Unila Ditangkap KPK, Ini Baru Namanya Radikal
REKTOR Universitas Lampung (Unila) Prof. Karomani ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) di Bandung, Jawa Barat. Dia ditangkap atas kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, suap yang diduga diterima oleh Karomani adalah terkait penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri.“Terkait dugaan korupsi suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di universitas negeri Lampung tersebut,” kata Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu (20/8/2022). Selain Karomani, KPK juga menangkap tujuh orang lainnya dalam OTT itu. Namun belum dijelaskan peranan seluruh pihak yang ditangkap KPK itu.Ali Fikri mengatakan, saat ini semuanya masih diperiksa intensif di Gedung KPK di Jakarta. KPK akan menyampaikan perkembangan kasus ini lebih lanjut. Kanal Rocky Gerung Official kali ini membahas soal Rektor Ulina ini bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung, Selasa (23/8/2022). Petikannya. Saya jujur dengan apa ingin membahas soal ini dengan nada yang sangat prihatin gitu ya ini peristiwa yang terjadi di Lampung ada Rektor Unila Universitas Lampung itu bersama Wakil Rektor nya dan kemudian ada beberapa orang ada orang swasta itu terlibat dan ditangkap oleh KPK,yang satu itu. Yang menyedihkan itu adalah modus penangkapannya, dia ini ditangkap karena menerima suap dari mahasiswa yang ini kalau jalur mandiri kan mereka enggak lolos jalur SBMPTN kalau enggak salah begitu. Ini uang bisa berbicara gitu dan urusannya cemen cemen nih 100 juta sampai 250 juta, tapi saya bayang kan sekarang masuk perguruan tinggi pun juga sudah mulai nyogok gitu. Yang kedua ini saya baca media netizen itu pun mengkait-kaitkan karena ternyata beliau ini Profesor Aon Karomani, ini adalah Wakil Ketua PWNU nggak salah di Lampung itu dan orang kemudian membanding-bandingkan dengan dari Maming sebelumnya pendarah NU djadi menurut saya ini dua institusi yang sakral gitu seharusnya yang bisa kita jaga nama baiknya. Dan akhirnya orang bertanya ini uang yang dikorupsi di Lampung itu ngalirnya ke mana? Apakah dua nama tadi di kedua institusi juga berkepentingan atau terseret-seret kan tetap orang juga loh kok ini diasuh secara intelektual yang peralatan utamanya adalah berpikir, kenapa dia jadi koruptor, kan itu intinya. Jadi terkait dengan kesolehan NU, kenapa jadi koruptor? Jadi orang anggap bahwa iya gak ada urusannya lagi status di apa itu (NU) tapi mentalnya emang udah korup. Tapi kita harus melanjutkan bahwa yang terjadi di Lampung itu sama seperti yang terjadi kepolisian itu fenomena kecil dari bentuk ikan besar negara ini yang memang etikanya udah hilang. Jadi kalau si rektor bilang ya saya memang ketangkap dan direktur yang lain juga saya tahu lebih parah lagi mereka jual-beli disertai ada yang rektornya minta supaya langsung ujiannya di depan dia. Jadi hal beginian udah lumrah di dalam sistem rekrutmen ketenaga pendidikan di Indonesia. Beberapa waktu lalu ada kasus di Sulawesi Utara di Manado di Universitas Samratulangi itu ada seorang calon Rektor yang kemudian di-bully dan ditolak hanya karena si calon rektor ini adalah saudara kandung dari seorang tokoh oposisi itu. Ada poster besar-besaran itu, tolak dia, dia adalah adik dari tokoh oposisi itu. Kami relawan Jokowi tidak ingin seorang saudara tokoh oposisi itu jadi Rektor di Manado. Jadi bayangkan sampai segitu tuh. Saya pikir tadi anda mau sebutin! Oke enggak papa, jangan dibuka silakan cari siapa calon Rektor Samratulangi yang ditolak. Dan, akhirnya Menteri Nadiem Makarim itu memutuskan untuk menunda karena di situ terlihat ada aliran uang tuh jadi mulai dari rekrutmen Rektor terjadi aliran uang dan aliran uang itu jabatan dimuliakan demikian juga soal-soal ke pintu masuk pertama udah aliran uang. Masa’ orang diijinkan masuk belajar bukan karena otaknya bagus, tapi karena uangnya banyak. Kan itu masalahnya di Unila sekarang tuh. Jadi fasilitas publik kita betul-betul hancur apalagi dalam keadaan kita ini, masyarakat sipil lagi mengkonsolidasikan diri untuk membongkar korupsi justru tempat dididiknya etika kesipilan di Universitas yang mempertontonkan korupsi. Jadi orang akan tanggapi ngapain kalian masyarakat sipil berupaya untuk bersih padahal pusat-pusat kalian itu bangkrut segera korupsi. Jadi rektor itu kan simbol dari masyarakat sipil. Nah dia sendiri menghina dirinya sendiri itu kan masyarakat sipil lagi dibanggakan. Kan dia sendiri mengaku \"ya saya lebih baik korupsi daripada masuk di dalam peristiwa menjadi simbol etis untuk memberantas korupsi\". Jadi ini tantangan bagi Pak Nadiem sebagai menteri yang disebut Merdeka Belajar akhirnya kita balik lagi pada satu soal penting gue nggak ada sinyal dari Istana guna memberantas korupsi sebetulnya. Dan itu yang dimanfaatkan oleh orang. Kalau jadi restore, ngapain lagi sih kaya. Dia bilang, saya sudah kaya ilmu sudah kaya. Tapi mungkin dia lihat tetangga dia yang anggota Komisi Tiga itu kok dia kaya, makanya berupaya untuk hidup seperti Komisi 3 itu. Oke memang ini menarik karena anda tadi soal peran Menristek, kalau dulu Mendikbud gitu, ini memang boleh dibilang sebagai siapapun sekarang menjadi Rektor itu adalah terobosan pusat. Ini pasti bisa menjaga kepentingan pusat. Kenapa? Karena suara hak seorang menteri atau hak seorang presiden secure menteri pendidikan itu 35% dalam menentukan. Saya kemudian baca-baca, Oh ya ini ternyata senat waktu tidak memilih rektor ini karena dia kalah Senat tidak memilih dia tetapi karena dia dapet 1 Blok suara tiga puluh lima persen dari Menteri ya dia langsung memilih menjadi seorang Rektor dan kemudian kita nggak kaget kalau rektor sekarang ini juga seperti buzzer ngomongin soal radikalisme dan berbagainya kan gitu. Lalu dia praktekkan radikalisme itu, yaitu korupsi, korupsi, dan korupsi. Itu kan tindakan sangat radikal kan itu, mengambil akar-akar uang itu kan tentu tindakan radiks primer. Jadi, Pak Nadiem akhirnya musti evaluasi lagi yang disebut hak privasi dari menteri-menteri pendidikan untuk menentukan rektor 30% suaranya tuh jadi jangan sampai yang 30% ini justru dimanfaatkan oleh tukang sogok ini yang ngelihat, oke mending begitu terpilih lalu dianggap dia akan bersih. Padahal, sebelumnya dari awal dia udah sogok Senatnya, biasanya supaya dia terpilih dan akhirnya nanti Senat itu akan dia bayar lagi dengan korupsi itu. Sementara Pak Menteri enggak tahu permainan di bawah ini. Ini pentingnya semacam Rektor watch, bukan hanya police watch kita mesti bentuk itu tuh. Jadi, inti saya adalah bahwa Presiden Jokowi tidak kasih sinyal kuat tentang pemberantasan antikorupsi. Kalau pengusaha nyogok ya oke-lah itu lebih memuluskan retpik itu birokrasi yang panjang itu kalau anggota DPR nyuri iya udah biasa itu tradisi di partainya begitu. Tapi ini adalah Rektor, itu artinya Presiden harus terangkan kenapa dia gagal untuk memberi brief pada orang yang paling dipercaya sebetulnya, yaitu para pendidik. Kan itu intinya, sekarang masalah itu yang kita kembalikan Istana tuh, jangan-jangan memang ada Kakak Pengasuh di antara para rektor ini. Oke yang tadi bukan 30 persen Bung Rocky 35 persen, jadi otomatis siapapun yang didukung oleh menteri atau didukung oleh Presiden itu pasti terpilih dan ini kita melihat di situ salah satu sumber pemburukan yang terjadi. Saya sepakat dengan anda bahwa kenapa soal ini kita sorot, sebab ini kampus perguruan tinggi yang diharapkan orang-orang terdidik dengan etikabilitas itu yang baik. Nah kan sangat berbahaya ketika ada orang cerdas secara otak tetapi dia minus atau dungu secara etikabilitas, ini kan jauh lebih berbahaya. Ya, saya kemarin habis diskusi panel dengan ustadz akal sehat, UAS Ustadz Abdul Somad di sebuah universitas kecil di Jakarta punya Muhammadiyah. Namanya Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan. Dan itu setelah ditolak di banyak kampus, lalu dipilih kampus kecil itu dan mereka senang karena kita bicara tentang masa depan bangsa. Banyak kampus yang menolak saya, menolak Ustadz Abdul Somad hanya karena menganggap ini pasti akan ditegur oleh pemerintah kalau menerima saya dan Abdul Somad untuk bicara tentang korupsi, tentang keadilan sosial, tentang Islamofobi. Jadi, kampus sekarang itu seolah disulap jadi tempat para bazer. Karena itu bazer yang tentuin bahwa Rocky Gerung dan Abdul Somad itu gak boleh tuh. Pasalnya, laporkan, mungkin ke pembisik presiden. Karena, kata presiden, itu bukan urusan saya. Dulu dia lapor ke pejabat di bawahnya atau mungkin para Rektor ini begitu masuk nama saya dan Abdul Somad itu langsung merasa alergi. Itu bahayanya kalau kampus itu diberi sinyal buruk tentang komposisi kode tugas kampus beroposisi itu, bukan korupsi itu point dasarnya. Jadi kenapa bangsa ini tertatih-tatih menuju masa depannya, karena enggak ada semacam kelegaan untuk menerima pikiran-pikiran alternatif. Bayangkan misalnya kalau Unila itu ada semacam kegiatan oposisi atau mahasiswa setiap hari ada forum bersama Rektor membahas pikiran-pikiran oposisi. Si Rektor juga akan merasa oke ya maksudnya hebatlah dia membuat politik Istana dan tetap berpegang pada nilai akademis, maka si Rektor tidak akan terlibat dalam korupsi itu. Ini kan soal suasana jadi rektor ini pasti juga bagian dari permasalahannya mungkin rektor merasa saya mesti pelihara buzer di kampus saya supaya dapat status khusus. Jadi kelihatannya pak rektor berpikir dia harus pelihara buzer karena dia dilarang untuk menerima para oposan di kampus itu kan, jadi supaya seolah-olah ada laporan bahwa kampus itu udah bebas. Oposisi bazer ini digerakkan itu perlu uang. Jadi sangat mungkin juga korupsinya itu demi kepentingan memelihara kekuasaan dan kalau dia disidang misalnya terus dia bilang, ya saya korupsi karena nggak ada uang dari kakak pembina. Jadi saya musti pelihara buzer sendiri itu dengan cara itu. Bahkan, terbongkar lagi. Jadi ada peta baru investasi Rektor Unila itu terkait dengan peta Polda di situ atau peta DPRD jadi petarung meretakkan. Lalu ada rektor lain merasa mulai terganggu karena bisa juga Rektor Unila ini nyanyi bahwa dia tahu rektor yang lain di seluruh Indonesia lakukan hal-hal yang sama. Lalu rektor-rektor bilang ke konferensi Pers sama-sama, tapi tidak menerima uang, sama seperti Kapolri yang tiba-tiba bikin konfersi pers bersama bahwa terlibat judi online, jadi ini yang kita sebut tadi gonjang-ganjing yang maha dahsyat sedang berlangsung di nusantara. Dan ini kan apa yang terjadi di Polri. Kemudian apa yang terjadi di Unila saya kira dan kemudian juga ribut-ribut sendiri di kalangan DPR itu saya kira ini menunjukkan bahwa memang sudah terjadi pembusukan di semua rektor gitu ya? Nah, betul mesti kita anggap begitu. Bahwa alam sedang mengaduk-aduk bangsa ini dan adukan terakhir yang tertapis adalah mereka betul-betul bersih. Nah, itu yang lagi kita tunggu, kita mungkin hanya perlu 2-3 Rektor di Indonesia bersih lalu bersama-sama dengan tiga political yang juga bersih bersama-sama dengan pejabat-pejabat Istana yang masih bersih, lalu ada sembilan orang yang kemudian betul jadi Pandawa itu maksudnya. Mari kita bandingkan ini ya karena kita ini orang jadul ya, orang terlama dan anda juga, saya juga dulu aktif di pergerakan. Bahkan, di masa orde baru gitu kalau ketika sangat kuat kalian pemerintahan di masa Pak Harto itu masih muncul rektor-rektor yang kritis. Orang yang saya kira kalau di UI itu yang legend ada Profesor Mahar Mardjono, ya kemudian di UGM ada Profesor Koesnadi Hardjasoemantri, mungkin ada Sutan Iskandar Alisjahbana di ITB itu. Jadi kita masih bisa menyebut itu. Sekarang kita sulit sekali bisa menyebut nama-nama rektor itu yang masih tetap berani tegak itu bicara tentang apa independensi kampus dan juga kebebasan mimbar akademis. Ya itu diingatkan ajaibnya itu di masa orde baru yang otoriter, rektor Negeri justru bersama Mahasiswa Pak Maryono di UI, Pak Andi Hakim Nasution di ITB dan tadi UGM dan ITB, jadi ada semacam sebenernya kaitan etnis di antara rektor ini yang merasa bahwa Universitas tidak boleh memasuki dalam jebakan kekuasaan dan mereka justru yang diingat oleh publik, orang enggak ingat lagi. Siapa menteri zaman Pak Harto tuh karena ada banyak betul menteri yang betul-betul pintar dan orang kepintaran dia karena memang brief dengan baik dan oleh pengetahuan teknokratis tuh. Tetapi yang orang akan ingat kok oposisi sebelumnya berlangsung di masa Pak Harto diam-diam. Kita masih lihat bagaimana Pak Marita kalau ngasih sinyal kita tahu oke di pro oleh mahasiswa dan Andi Hakim Nasution, begitu juga Iskandar Alisjahbana. Semua hal yang baik di masa lalu itu dilupakan oleh Rektor-Rektor yang sekarang. Kenapa? Karena politik berubah menjadi tuker tambah jabatan semuanya. Dulu nggak ada tuh kasak-kusuk untuk jadi rektor ya biasa aja dianggap ya jadi rektor itu karena memang biasa aja dan Pak Harto juga mengerti bahwa enggak boleh Universitas itu terlalu dikendalikan bahwa ada menteri yang kemudian tiba-tiba kaku menafsirkan lebih jauh, itu karena menganggap bahwa Presiden Soeharto sudah ingin agar supaya dikendalikan oposisi di kampus. Tapi tetap rektor-rektor ini memunculkan wawancara-wawancara yang cerdas dan orang anggap sinyal moral itu atau masa depan atau sinyal etika politik masih ada pada 5 rektor ini. Jadi, hal ini yang membuat kita ingin kembali pada masa lalu bukan kembali pada masa kekuasaan politik, militer tapi kembali pada etika Universitas yang masih bisa menjungjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Ngomong-ngomong jaman Pak Harto itu enggak ada obral Doktor Honoris Causa seperti sekarang ya saya membaca bahwa Pak Harto bahkan ini pernah menolak juga ketika UI waktu itu berniat memberikan penghargaan Doktor Honoris Causa pada pak Harto. Ya itu begitu Pak Harto merasa buat apa? Dia itu presiden yang punya jabatan tertinggi dan nanti disuruh kasih cula-cula. Padahal Pak Harto setiap Minggu kasih kuliah itu Klompencapir dengan bahasa yang sangat akademis dan di belakangnya itu para Profesor justru yang mem-briefing dia dengan data yang bagus. Pak harto mengerti betul keadaan pertanian. Kalau soal keadaan rakyat itu di luar kepala Pak Harto bisa terangkan secara sangat akademis, itu mungkin yang dianugerahi Pak Harto dikasih Doktor Honoris Causa saja. Tentu bagi Pak Harto ngapain jadi kasih Doktor dan sudah ngajar kok jadi hal semacam ini yang memperburuk universitas sekaligus kita minta pendapat Nadiem mengevaluasi pemberian-pemberian Doktor Honoris Causa karena itu jadi dagang politik juga di situ. Jadi Universitasnya bakal dapat proyek dari seseorang yang di-doktor-kan di situ dan si doktor akan mendapat kehormatan yang memang dia perlukan untuk biodata dia nanti itu. Jadi apa pentingnya soal-soal semacam itu ketika akhirnya timbul peristiwa kekacauan publik di kepolisian itu, jadi track off itu yang kemudian kita anggap bahwa bangsa ini lagi diburuhkan, tidak butuhkan itu yang akan membersihkan batin republik ini. Ya tapi kita tetap hati-hati ini Bung Rocky ketika kita ngomongin dibandingkan dengan pak Harto. Nanti ada yang bilang wah ini bagian dari ordebaru, apalagi kemudian ketahuan saya juga pernah jadi wartawan di Istana gitu, ya pantes cara berpikirnya seperti itu. Saya ingin menjelaskan bahkan pada masa itu ketika juga sangat represif terhadap Pers atau lembaga TEMPO dan sebagainya dulu ya jaman Pak Harto itu orang zaman itu wartawan masih banyak yang bersikap kritis gitu. Itu waktu itu kita saya masih anggap Kompas itu juga beroposisi diam-diam ngasih sinyal. Jadi sekaligus belency-nya ada sebetulnya, tapi memang pada waktu itu dunia menginginkan Indonesia dikelola secara otoriter karena prinsip developmentalisme itu. Jadi Pak Harto juga ada bagian dari konspirasi global yang menyebabkan beliau akhirnya juga dibatalkan kepresidenannya oleh konversi global. Jadi, kita enggak dendam pada Pak Harto. Kita anggap Pak Harto selesaikan pas itu, sekarang orang tiba-tiba mau pergi pada Orde Baru lagi, \"ya nggak bisalah\", bahkan anak-anak pak Harto bikin partai politik dan masuk dalam sistem demokrasi kan itu biasa aja itu, jadi ngapain melihara dendam untuk sesuatu yang ke sebetulnya di dalamnya ada banyak pelajaran bagus. Misalnya dalam soal ekonomi itu betul-betul setelah teknokratis Pak Harto mempersilahkan para ekonom yang berpikir sebagus di UI untuk menjalankan ekonomi. Demikian juga soal politik itu dengan mudah dianggap, sudahlah itu urusan militer memang pada waktu itu militerisme itu gejala umum di dunia ketiga yang disebut oleh Huntington sebagai transisi menuju demokrasi itu. Tapi sekarang kita nggak mungkin membandingkan itu sama seperti orang kalau Lex kritik saya tuh Rocky Gerung, Jokowi zaman Orde Baru udah hilang kepalanya kan justru kita enggak ingin supaya zaman itu kembali dan karena itu saya ke beroposisi pada Presiden Soeharto. LBH, seluruh masyarakat sipil sejarah kita ada di situ. Hersubeno itu tahu semua apa yang ada di balik Istana karena dia wartawan Istana tapi bukan berarti dia ingin kembali ke situ. Jadi, semua orang yang dungu ini menganggap bahwa kalau kita bikin perbandingan kita ingin dan membanggakan bukan justru lebih perbandingan supaya yang sekarang mengerti bahwa yang ini di era demokrasi bahkan oposisi yang dilarang itu lebih buruk dari era Soeharto sebetulnya tuh. Dan ini nothing personal ya, bukan personal dengan Pak Jokowi, nggak ada urusannya dengan persoalan itu. Karena sebagai wartawan memang kita harus tetap mengambil jarak pada kekuasaan. Saya kira itu posisi media juga seperti itu, apalagi ketika lembaga-lembaga yang harusnya berperan sebagai oposisi terus kemudian ada pemeriksaan lembaga-lembaga antara eksekutif, yudikatif dan Legislatif itu sekarang semua di bawah kontrol dari lembaga dari eksekutif itu menjadi sangat lebih penting lagi untuk media juga semakin mencari jarak dengan kekuasaan. Ya itu pentingnya jurnalis dan kampus beroposisi, seminggu lalu saya bicara di Universitas Balikpapan, Uniba itu Universitas yang juga dapat proyek untuk riset tentang IKN, rektornya secara terang-terangan mengatakan dia pro IKN. Tetapi dia mengundang saya untuk diskusi. Padahal saya anti IKN kan, itu rektor yang bagus, lalu kita berdebat di situ supaya mahasiswa dengar ada versi Rektor ada versi saya tuh. Jadi, Pak Bakir Andi di situ betul-betul itu universitas kecil, Universitas Balikpapan, tapi itu Universitas keren karena berani mengundang oposisi untuk bertengkar di dalam forum akademis. Dan saya dengar dari Pak Rektor Universitas Balikpapan beberapa menteri juga tokoh politik hadir di situ. Jadi tirulah Rektor Uniba itu, jangan tiru Rektor Unila yang ketakutan untuk menggunakan oposisi, tapi berani untuk korupsi. Itu kan ajaib, takut untuk mengundang oposisi tapi berani korupsi. Ya itu gimana nilai kebesarannya dia itu. Ya, sudahlah itu sudah terjadi dan mau diapain? Itu pelajaran penting bagi kita untuk mengetahui bahwa arah bangsa ini bahkan sinyal buruk melalui Universitas khusunya Unila. Dan saya tadi amati ternyata anda itu kalau di kampus-kampus besar apalagi PTN itu ditolak karena takut gitu ya tapi kemudian universitas-universitas kecil tapi ada juga swasta yang gak boleh mengundang karena anda besar sekarang yang kecil justru berani, dengan mudah anda nasuk. Ini jadi memang kita ingat small its beautiful itu terwujud dalam sekarang. Itu betul kata shoemaker itu small is beautiful jadi sekali lagi no itu andalah beautiful. (mth/sws)
Prabowo Berpeluang Jika Triumvirat
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Prabowo-Puan atau Prabowo-Cak Imin atau Jokowi-Prabowo merupakan pasangan yang berat untuk merebut simpati atau memenuhi keinginan rakyat. Prabowo-Puan bercitra kepanjangan rezim yang dinilai telah gagal atau ambyar. Prabowo-Cak Imin hanya bertumpu pada kekuatan Prabowo sendiri, dukungan Cak Imin di kalangan NU sudah terbelah. Sedangkan Jokowi-Prabowo merupakan pasangan inkonstitusional dan tontonan aksi dari permainan wajah ambisi dan kelucuan yang dipaksakan. Memaksakan Prabowo untuk maju sebagai Capres tentu berisiko atas keberhasilannya. Prabowo 2024 berbeda dengan Prabowo 2019. Kegagalan pada 2024 bakal menjadi monumen dari seorang figur yang gagal permanen. Artinya perlu perenungan keras atas kenekadan langkah. Partai Gerindra juga akan terpengaruh masa depannya. Bahwa Prabowo itu unggul pada survey tidak menjadi ukuran. Bisa saja efek myopsis dari tipu-tipu lembaga survey. Di tengah modus pekerjaan dari lembaga hoax terdahsyat di era kini. Peluang Prabowo terbuka jika ia memulai langkah dengan terobosan sebagai triumvirat. Artinya Jokowi yang tidak selesai hingga 2024. Jika ini terjadi Konstitusi mengatur tiga figur untuk memimpin negeri sementara yaitu Prabowo Subianto (Menhan), Tito Karnavian Mendagri) dan Retno Marsudi (Menlu).Tentu figur terkuat dengan daya dukung partai politik adalah Prabowo. Dengan status ini Prabowo akan unggul dan kuat untuk proses Pilpres berikutnya pada tahun 2024. Posisinya sebagai incumbent. Jika Prabowo masih atau sangat bersemangat untuk menjadi Presiden, seharusnya bersama kekuatan oposisi mendesak presiden Jokowi dan Wapres Ma\'ruf Amien agar segera mengundurkan diri demi rakyat, bangsa, dan negara. Jokowi sudah sulit untuk mendapat dukungan tulus dalam kepemimpinannya. Negara sendiri sepertinya sudah bergerak auto pilot. Ketidakmampuan Presiden Jokowi dalam pengelolaan ekonomi, hukum, HAM, agama maupun demokrasi berpengaruh besar terhadap kapabilitas anggota Kabinet. Sulit memberi penilaian ada Menteri yang sukses dalam memimpin kementriannya, termasuk Prabowo. Ia tidak akan mampu menjual kesuksesan kementrian. Justru di era ini kedaulatan negara terancam dan rapuh. Jalan strategis bagi Prabowo adalah triumvirat. Artinya harus turut mendesak Jokowi agar mundur dari jabatannya. Ma\'ruf Amin tentu mengikuti. Ini adalah upaya untuk menyelamatkan Negara. Pertanyaan mendasarnya adalah mau dan beranikah Prabowo ? Tentu diragukan. Puja-puji setinggi langit pada Jokowi bahkan berbau menjilat membuat Prabowo kehilangan karakter kenegarawanan yang diharapkan. Warga yang dulu mendukung habis Prabowo untuk Presiden dan kini berhimpun dalam komunitas pendukung calon Presiden lain berteriak \"Sudahlah tidak perlu bicara lagi Prabowo. Prabowo sudah habis\". Ia mengeluh betapa kecewanya pada ketidakpedulian Prabowo atas kesulitan dan tragedi yang menimpa pendukung-pendukunganya di era pemerintahan Jokowi. Prabowo itu pelit dalam bersimpati apalagi mengadvokasi. Prabowo memang bukan pemimpin yang baik. Bandung, 24 Agustus 2022
Timteng Anteng?
Oleh Ridwan Saidi Budayawan SETELAH PD II ketegangan Timur Tengah bermula dari perang 6 hari Arab vs Israel tahun 1967. Sejak itu pergolakan tak henti di sejumlah negara Arab: Suriah, Libanon, Mesir, Sudan, Libya, Somalia, Iraq , Iran, Yemen, saya tambahkan Afganistan. Kini yang bergolak cuma Yemen.yang pemerintahannya belum stabil, juga Somalia tapi tak ada gangguan keamanan. Afrika utara seperti Tunis, Aljazira, dan Morocco tak ada soal. Libanon idem hanya kota Beirut masih terbelah. Libya sedang membangun. Tak ada berita perang dari Sudan. Yang masih lajut soal konflik Palestina Israel. Israel masih terus menggangu tapi sejak 2021 mereka selalu dapat balasan dari Palestina di atas batas setimpal. Lagi pula Biden berjanji negara Palestina harus terwujud dalam periode Biden sebagai Presiden. Afganistan menuju normal, dan hubungan dengan USA oke kok. Iran mesti duduk berunding dengan USA. Tapi tak jelas siapa yang belum mau. Dalam setahum terakhir ini USA tidak sibuk dengan Timteng, tapi tahun 2022 ini Resden Biden telah berkunjung ke Istael. USA tidak banyak lagi keluarkan belanja perang untuk Timteng. Tampaknya fokus dalam setahun ini Indo Pacific. Rezim Pakistan Imran Khan roboh, menyusul Rajapaksha Srilanka. Krisis politik Thailand lagi bermula. Myanmar pun econ dan politiknya memburuk. Indonesia? Waswas di bawah bayangan krisis ekonomi. Kondisi poitik tak bagus2 bangat. Muncul pula kasus di Polri yang setelah dicongkel-congkel tampaknya mengakar. Selain itu pengeja-wantahan polugri tak konsisten. Satu pihak kepingin jadi juru damai dunia, di lain pihak beberapa menteri nada bicaranya tak bersahabat dengan USA bahkan dengan Western. Timteng relatif anteng, kalau ada gejolak mungkin dampaknya terkendali. Berbeda dengan Venezuela yang telah menjadi jalan tiada ujung. Kalau menyimak narasi tokoh-tokoh resmi Indonesia seperti sedang cari negara \"senior\" yang potensi mendonor. China sementara belum bisa bantu apa-apa. Entah sampai kapan. Lantas coba lirik Rusia. Menurut seorang tokoh resmi, gara-gara perang Rusia banyak untung karena laris dagang miyak. Minyaknya murah. Nasib baik mungkin pembeli dapat hadiah langsug tanpa diundi. Rusia untung bersih sehari dari minyak 5 M dollar. Narasi ini unik, karena itu media LN banyak yang muat. Polugri kita perlu dikaji ulang. Juga perlu ditetapkan pejabat jubir polugri. Kalau pejabat bicaranya tertib \'kan dilihatnya juga enak. Soal kepingin jadi juru damai macam Turki sabar dikit ya. Udahlah sekarang jadi warga Indo Pacific yang baik aja ya. (RSaidi)
Fadel Muhammad, Diberhentikan SBY Dimosi tak Percaya DPD
KAMIS, 18 Agustus 2022, lewat pemungutan suara terbuka, Tamsil Linrung terpilih menjadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) utusan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Lewat Sidang Paripurna DPD, senator asal Sulawesi Selatan itu berhasil meraih 39 suara dari 96 suara. Tamsil berhasil mengalahkan tiga calon Wakil Ketua MPR lainnya, yaitu Abdullah Puteh mewakili Barat Satu, Ahmad Bustami mewakili Barat Dua. Yorrys Raweyai mewakili Timur Dua. Timur Satu secara aklamasi menunjuk Tamsil Linrung. Dengan terpilihnya senator asal Sulawesi Selatan itu, secara otomatis mendongkel Fadel Muhammad. Pendongkelannya dari kursi empuk itu bukan datang secara tiba-tiba. Melainkan melalui proses yang cukup lama dan panjang. Anggota DPD pun melakukan mosi tidak percaya terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang diberhentikan (dipecat?) oleh Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), karena lebih sering jalan-jalan ke luar negeri bersama istrinya ketimbang bekerja di MPR. Mosi tidak percaya itu terjadi karena sebagian besar anggota DPD menganggap Fadel tidak memperhatikan atau membawa aspirasi di MPR. Jadi, pemberhentian Fadel lewat pemungutan suara langsung yang dipimpin Ketua DPD, A.A.LaNyalla Mahmud Mattaliti itu lebih terhormat, ketimbang dengan cara-cara lainnya. Pemberhentian oleh SBY bukan tanpa alasan. Setidaknya hal itu dilakukan pendiri Partai Demokrat itu karena mendapat dua surat menyangkut penjualan tanah oleh Fadel ke Istitut Agama Islam Negeri (IAIN) - sekarang menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) - seluas 40 hektar di Desa Cikuya, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang, Banten. Surat pertama datang dari Rektor IAIN saat itu, Komaruddin Hidayat. Surat kedua dilayangkan anggota DPD, A.M.Fatwa. Transaksi jual-beli tanah tersebut terjadi sewaktu Quraish Shihab, menjadi rektor kampus yang berlokasi di Ciputat, Kotang Tangerang Selatan, Banten itu. Tanah yang hingga sekarang masih belum jelas itu dibeli dengan menggunakan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 1996. Dana yang digunakan Rp 5 miliar. Berdasarkan keterangan yang diperoleh FNN, bulan Juli 2022 yang lalu, anggota DPD Banten, Habib Ali Alwi bersama Rektor UIN, Prof.Dr.Amany Lubis dan timnya turun mengecek lokasi lahan tersebut. Kabarnya, selain lokasinya yang terpencar, juga ada beberapa lahan yang diklaim milik orang lain atau dikuasai orang lain. Sebenarnya, ada peristiwa nenarik ketika SBY mencopotnya dari jabatan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Hal itu menyangkut keaman dan wibawa Presiden SBY. Ceritanya, menjelang Maghrib, Fadel yang sudah diberhentikan, datang ke Istana Presiden, meminta bertemu dengan SBY. Dengan gestur tubuh agak marah, ia \"memaksa\" supaya ketemu. Akan tetapi, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) tidak mengizinkannya. Harap maklum, Fadel bukan lagi menteri. Hal itu menyangkut keamanan Kepala Negara. Selagi masih menteri pun, tidak mudah \'nyelonong\' bertemu presiden. Ada aturan prorokol yang harus diikuti. Apalagi, menteri yang sudah diberhentikan. Karena tidak diizinkan masuk, Fadel yang juga berkasus dalam BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) senilai Rp 136 miliar itu pergi menggerutu. Di mata teman-teman wartawan yang biasa meliput kegiatan istana, Fadel marah dan kesal. Akan tetapi, tidak berdaya lagi, karena \'taringnya\' sudah dicabut SBY. Nah, ia pun melakukan manuver lain. Ia menggunakan Akbar Tanjung, koleganya di Partai Golkar untuk mempertanyakan alasan mengapa SBY mencopotnya. Namun, manuvernya itu tenggelam bak ditelan ombak, karena Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar waktu itu mengajukan Sharif Cicip Sutardjo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, dan disetujui dan diangkat SBY. Kembali ke pendongkelan Fadel dari kursi Wakil Ketua MPR yang tidak melalui proses tiba-tiba, ada baiknya ia merenungkan kembali berbagai manuver yang akan dilakukannya, termasuk mengajukan tuntutan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Sejumlah perlawanan lainnya akan dilakukan mantan politikus Partai Golkar itu. Termasuk melaporkan anggota DPD ke Badan Kehormatan DPD, dan mengajukan gugatan secara perdata dan pidana. Apa yang akan dilakukan itu, merupakah hak Fadel sebagai warga negara. Akan tetapi, apakah itu dilakukan karena nafsu politik, atau karena emosi? Semakin bermanuver, perlawanan dari sesama senator pun akan terjadi. Kita menunggu ke mana Fadel berlabuh? Melakukan perlawanan, berarti banyak teman sesama senator menjadi musuh. Tidak melakukan perlawanan, ya harus menanggung malu, karena digusur dari jabatan sebagai Wakil Ketua MPR RI.*
Rocky Gerung Sebut Kasus ‘Jin Buang Anak’ Adalah Hinaan Terhadap Profesi Jurnalis
Jakarta, FNN - Rocky Gerung hadir sebagai saksi ahli filosofi kebijakan publik dalam sidang ‘Jin Buang Anak’ Edy Mulyadi, yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (23/8/22). Rocky Gerung tampak membela kasus yang menimpa Edy Mulyadi. Secara tegas, ia menyebut kasus tersebut merupakan hinaan terhadap profesi jurnalis. “Ini yang mesti kita sebut bahwa kasus ini sampai ke pengadilan berarti ini merupakan hinaan terhadap profesi jurnalis,” kata Rocky Gerung kepada awak media setelah persidangan selesai. Rocky menyebut ‘Jin Buang Anak’ adalah kalimat metafor, yang mana hakikatnya sebagai alat untuk menegakan komunikasi dan mengakrabkan percakapan. “Kalimat metafor banyak juga di daerah-daerah yang tujuannya untuk memperindah bahasa. Di Betawi orang mengatakan ‘Jin Buang Anak’ tentu tidak ada yang tersinggung, mereka ketawa. Namun orang Kalimantan merasa tersinggung, tetapi kalau udah diterangkan pasti mereka ngakak,” ujar Rocky. Lebih lanjut, Rocky mengatakan bahwa sesungguhnya metafor ‘Jin Buang Anak’ itu tidak disalah artikan dengan masyarakat Kalimantan, namun di provokasikan agar terlihat salah artinya. “Jadi yang awalnya hakikat metafor itu untuk mengakrabkan percakapan, justru menjadi membelah percapakan akibat provokasi tersebut,” lanjutnya. Bahkan, Rocky Gerung membandingkan metafor yang diucapkan Edy Mulyadi dengan Pak KH. Agus Salim yang dimetaforkan sebagai ‘mbe, mbe’ (suara kambing) oleh seorang audiens karena jenggotnya. Lalu KH. Agus Salim membalas dengan menyampaikan sebuah metafor kembali kepada audiens, bahwa dia hanya mengundang manusia saja bukan kambing. Yang kemudian membuat audiens tersebut mundur secara perlahan. “Bandingkan dengan apabila KH. Agus Salim berkata secara langsung untuk mengusir orang tersebut pasti akan terjadi keonaran,” tuturnya. Maka dari itu Rocky menegaskan bahwa metafor dalam kasus ini tidak layak untuk masuk ke dalam persidangan seperti ini. “Ngapain metafor dibawa ke pengadilan, nanti semua orang masuk ke pengadilan hanya karena bikin metafor,” pungkasnya. Sebagai informasi, Edy Mulyadi dianggap telah melecehkan masyarakat Kalimantan mengenai pernyataan \'Jin Buang Anak\' yang dimaksudkan untuk mengkritisi kebijakan pemindahan ibu kota negara (IKN) oleh Presiden Jokowi. Atas perbuatannya, polisi menjerat Edy Mulyadi dengan Pasal 45 A Ayat 2, jo Pasal 28 Ayat 2 UU ITE. Lalu, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 156 KUHP dengan ancaman 10 tahun penjara. (Lia)
Kasus Jin Buang Anak, Matinya Pers dalam Penggunaan Metafora
Jakarta, FNN - Terdakwa Edy Mulyadi (EM) kembali menjalani persidangan pada Selasa, 23 Agustus 2022 yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kali ini EM dan penasihat hukum mendatangkan dua saksi ahli dalam persidangan. Rocky Gerung dihadirkan sebagai saksi ahli untuk kebijakan publik, serta Prof. Dr. Aceng Ruhendi Syaifullah sebagai saksi ahli linguistik forensik. Persidangan dimulai dengan Prof. Dr. Aceng Ruhendi Syaifullah sebagai ahli linguistik forensik. Prof. Dr. Aceng membuka dengan menjelaskan pengertian Linguistik Forensik. Bahwa linguistik forensik ini adalah salah satu cabang ilmu yang merupakan turunan dari ilmu-ilmu humaniora dan juga linguistik yang dapat menganalisis berbagai fenomena penggunaan bahasa yang berdampak hukum. \"Objek kajian linguistik forensik itu, adalah proses hukum itu sendiri seperti yang sedang berlangsung sekarang itu bisa dianalisis sejauh mana penggunaan bahasanya bisa berdampak hukum. Atau produk hukum, undang-undang, peraturan, tata tertib itu bisa dianalisis di tingkat penggunaan bahasanya sejauh mana menuju ke sebuah tindakan-tindakan yang bisa merujuk sebagai tindakan yang berdampak hukum. Yang terakhir adalah bukti hukum itu sendiri, yang merupakan sebuah tindakan yang diduga itu berdampak hukum,\" ujarnya. Prof. Dr. Aceng juga menambahkan bahwa ada empat hal yang harus diperhatikan dalam kajian analisis linguistik forensik. Pertama adalah bahasa itu sendiri, baik lisan maupun teks, kedua penutur, ketiga ditujukan untuk siapa tuturan tersebut, dan keempat kapan dan di mana, serta untuk apa konteks tuturan tersebut. Saudara EM melakukan pekerjaannya yaitu sebagai wartawan. Saksi ahli Lingusituk Forensik ini memberikan keterangan dengan profesi terdakwa dan menjelaskan bahwa wartawan bertugas dalam dua hal, yakni memproduksi berita dan menyajikan opini yang bisa berupa saran, kritik, himbauan dan ada yang berdampak hukum dan ada juga yang tidak. Dalam keterkaitan profesi terdakwa EM dengan kasusnya, Prof. Dr. Aceng berbicara tentang batasan kritik yang tidak masuk ke dalam penghinaan, pencemaran nama baik maka baru dapat berdampak hukum. \"Ketika masuk ke dalam wilayah penghinaan, pencemaran nama baik, itu berdampak hukum. Tapi ketika sebatas kritik, itu merupakan hak yang dijamin oleh undang-undang ya. Dan untuk memperkarakannya bukan tempatnya di sini (pengadilan negeri) ya, itu di dewan pers karena tuturan itu melekat kepada pekerjaan seperti itu,\" ucap Prof. Dr. Aceng \"Yang harus diverifikasi sejauh mana tuturan yang diujarkan berbanding lurus dengan objek yang dirujuknya. Jadi kebenaran materil dari tuturan itu harus diperiksa dulu, sebelum diperkarakan kasus tuturannya itu sendiri. Kalau itu tuturannya benar kualitatif, memenuhi syarat-syarat jurnalistik tidak ada masalah secara hukum, itu sebuah kebenaran. Tapi ketika ada kebohongan di dalamnya, tidak berbanding lurus dengan peristiwa kejadian yang sesungguhnya yang berkaitan dengan IKN, itu adalah kebohongan,\" tambahnya. Prof. Dr. Aceng melihat dari prosedur pekerjaan jurnalistik, pihak yang dirugikan harus menunjukkan kerugian materialnya dari tuturan tersebut. Apabila mengacu ke undang-undang UU ITE dengan tambahan kesepakatan antara Kapolri, Kejaksaan Agung, dan Menkominfo disebutkan bahwa perilaku tuturan yang diduga mengandung SARA, penghinaan, pencemaran nama baik, harus menunjukkan bukti material dari pihak yang melaporkan. Tak hanya itu, saksi ahli bahasa berbadan hukum tersebut juga heran dengan fungsi dan peran dewan pers. Karena suatu profesi wartawan dapat dilihat kredibilitas melalui kode etik. Jika ada pelanggaran dapat dilakukan sidang kode etik terlebih dahulu. Berawal dari kritiknya di kanal YouTube tentang pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) hingga celetukan kata \"Jin Buang Anak\", Edy Mulyadi ditetapkan sebagai terdakwa kasus ujaran kebencian berdasarkan SARA, serta penyebaran berita bohong atau hoaks pada tanggal 31 Januari 2022. (Fik & Ind)
PKS Tolak Rencana Kenaikan BBM
Jakarta, FNN --- Anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, tegas menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah. Hal itu disampaikannya saat melakukan interupsi pada Rapat Paripurna DPR RI ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2033, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8/2022). “Kami ingin menyampaikan sikap PKS, bahwa PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Mengapa? Karena masyarakat belum pulih benar dan belum cukup kuat bangkit dari terpaan pandemi covid-19”, ungkap Mulyanto. Menurutnya, inflasi yang mendera masyarakat saat ini sudah tinggi. Hal itu berpotensi makin parah apabila harga BBM bersubsidi dinaikkan. “Masyarakat hari ini menderita inflasi sebesar 4,94 persen. Ini merupakan inflasi tertinggi sejak Oktober 2015, artinya tujuh tahun yang lalu. Bahkan, untuk kelompok makanan, inflasi hari ini adalah sebesar 11 persen. Gubernur Bank Indonesia bilang, seharusnya yang tertinggi hanya 5-6 persen. Tapi sekarang, 11 persen. Itu kondisi saat belum ada kenaikan BBM bersubsidi. Kalau harga BBM bersubsidi dinaikkan, ini dapat dipastikan inflasi sektor makanan akan meroket. Tentu saja, ini akan menggerus daya beli masyarakat, dan tingkat kemiskinan akan semakin meningkat”, ujarnya lagi. Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Inbang ini pun menyoroti bahwa harga minyak dunia sebenarnya sudah turun sejak beberapa bulan terakhir. “Padahal, sejak Juni 2022, harga minyak terus turun, dari USD 140 per barrel menjadi hari ini sebesar USD 90 per barrel. Jadi, urgensi kenaikan harga BBM bersubsidi sudah kehilangan makna”, tegasnya. Mengakhiri interupsinya, Mulyanto meminta Pemerintah untuk menghemat anggaran dengan menghentikan pembangunan proyek yang dinilainya tak perlu, seperti IKN baru dan kereta cepat Jakarta-Bandung. (TG)
Merasakan Kekuasaan dan Keadilan Tuhan
Pastilah setiap yang berlebihan dan melampaui batas tersebut sesungguhnya merupakan perbuatan keji. Pada waktunya akan merasakan kekuasaan dan keadilan Tuhan. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI TRAGEDI di tubuh Polri, betapapun mengerikan harus dilihat sebagai sebuah pelajaran dari banyak peristiwa memilukan yang terjadi di negeri ini. Tentang semua pikiran, ucapan, dan tindakan terkait kepentingan rakyat yang harus dipertanggungjawabkan. Masih banyak Ferdy Sambo lain dan kroninya berkeliaran di pelbagai insitusi negara. Betapun lihainya rekayasa kejahatan dan kedzoliman rezim ini, pada akhirnya akan tunduk berhadapan dengan kekuasaan dan keadilan Tuhan. Indonesia sekarang seakan-akan telah dikuasai oleh kekuatan gelap, angkara murka begitu digdaya menampilkan kesombongannya. Rakyat terus-menerus menjadi korban dari praktek-praktek distorsi penyelenggaraan negara oleh sekelompok orang yang berlindung di balik harta dan jabatannya. Kejahatan yang terorganisir, terstruktur dan masif kini berwajah formal dan konstitusional. Sistem ketatanegaraan telah menjadi wadah sekaligus sarana berhimpunnya sekumpulan penghianat bangsa yang membunuh Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Gonjang-ganjing dalam institusi Polri merupakan salah satu contoh gejala berulang, pada kondisi akut dari penyakit komplikasi dan kronis yang menggerogoti bangsa ini sejak lama secara keseluruhan. Negeri ini hanya mampu menuangkan cita-cita mulia kemerdekaan pada secarik kertas sebagaimana tertuang dapam pembukaan UUD I945. Tak berkelanjutan dalam pikiran, ucapan dan tindakan nyata yang membawa kehidupan rakyat pada kemakmuran dan keadilan, tak berujung pada negara kesejahteraan. Di dalam tangan para pemangku kepentingan publik yang rentan hipokrit dan psikopat, NKRI deras menuju jurang kehancuran. Sementara Pancasila hanya bisa diwujudkan dalam bentuk nafsu syetan memburu materi dan kenikmatan kehidupan duniawi. Rakyat terus tak berdaya dalam semua perjalanan sejarah republik. Hidup dalam kebodohan dan kemiskinan, melewati batas waktu dan zaman. Menumpahkan darah dan mengorbankan jiwa, dari generasi ke generasi harus hidup sengsara dan menderita mulai dari masa kolonialisme dan imperialisme lama hingga ke-77 tahun usia kemerdekaannya. Penindasan dan kesewenang-wenangan, kini semakin marak dan menjadi pemandangan yang lumrah, meski hidup bebas dari alam penjajahan. Watak dan tabiat kompeni, rupanya masih hidup dan bertumbuh-kembang dalam wajah-wajah asing dan aseng serta segelintir pribumi. Sudah semakin sulit dibedakan penjajahahan dari bangsa asing atau oleh bangsa sendiri, karena mereka menyatu dan dalam penampakan serupa tapi tak sama. Melampaui Batas Ketika pejabat dan para pemimpin mulai keluar dari trek hakekat bernegara dan berbangsa. Saat proses penyelenggaraan pemerintahan semakin menjauh dari moralitas dan spiritualitas. Maka rakyat Indonesia yang berbasis religi dan telah bersepakat menjunjung demokrasi dalam habitat kemajemukan dan kebhinnekaannya, perlahan tapi pasti terpaksa mengalami kemunduran peradaban. Aparat dan elit politik menjadi pembunuh dan perampok, sebagian rakyatnya juga menjadi maling-maling kecil. Kebohongan, korupsi, tindakan kekerasan, perampasan, pemerkosaan, LGBT dan pelbagai penyimpangan menjadi serba permisif terutama di kalangan penyelenggara negara. Sungguh ironis dan begitu miris, perbuatan-perbuatan tercela dan sarat kebiadaban itu justru lebih banyak dilakukan oleh para pemimpin yang seharusnya memberi contoh dan keteladanan bagi rakyatnya. Kembali kepada prahara yang terjadi dalam institusi Polri, sudah selayaknya bangsa ini dapat melakukan refleksi dan evaluasi total. Bahwa kehancuran sistem dan kerusakan serta kebobrokan mental birokrasi pemerintahan telah melampaui batas. Bukan hanya sebatas Polri, hampir pada setiap institusi negara mengalami fenomena yang sama. Sektor legislatif dan yudikatif, kemudian juga sektor eksekutif dari mulai presiden hingga kementerian, pemerintahan daerah, BUMN-BUMD, komisi tetap dan komisi adhock seperti KPU, Komnas HAM, KPK dlsb., juga mengalami disfungsi dan distorsi kebijakan. Kalau tidak penyelewengan keuangan, para pembuat dan eksekutor kebijakan itu kerapkali melakukan manipulasi dan kamuflase terhadap undang-undang, peraturan dan keputusan yang memarjinalkan kepentingan hajat hidup orang banyak. Bukan hanya intens menghirup udara kapitalisme global, liberalisasi, dan sekulerisasi juga sudah masuk ke tulang sumsum bangsa ini, menjiwai pola dan gaya hidup terlebih pada para wakil dan pelayan rakyat yang hedon dan menjadi lumben proletar. Uang, jabatan dan populeritas telah menjadi tujuan hidup sebagian besar penghuni bumi nusantara ini. Sikap materialistik yang dianggap mampu menopang status sosial, perlahan menjadi keyakinan dan agama baru. Kemewahan dan gaya hidup yang telah dimanjakan oleh fasilitas berlimpah, membuat banyak pejabat larut dalam kenikmatan semu dan sesaat. Keuangan yang maha kuasa, berhasil menggusur dan melumpuhkan sila pertama Pancasila, untuk selanjutnya mengubur utuh lebih dalam dasar negara dan falsafah bangsa itu. NKRI kini bertuhankan materi dan UUD 1945 menjadi alat ritual transaksional kepentingan politik sesat. Oleh karena itu, belajar dari gonjang-ganjing di korps Bhayangkara tersebut juga yang sama secara esensi dan substans pada insitusi negara sebagian besar lainnya. Maka bangsa ini, selayaknya dapat memetik nilai dan memungut hikmah lebih fundamental. Distorsi penyelenggaraan negara tak akan kekal, untuk terus berlangsung selamanya. Tak ada kesenangan yang berlama-lama, tak ada pesta yang tak berakhir. Serapat-rapatnya bau busuk itu disimpan, aromanya akan tercium juga. Sepandai-pandainya Tupai melompat, akhirnya akan terjatuh juga. Tidak ada kejahatan yang sempurna, tak ada kebohongan yang tak terungkap, Rakyat boleh tak berdaya, rakyat boleh dirampas haknya, rakyat boleh tergusur dan lapar. Tapi rakyat masih punya suara dan jeritan hati. Rakyat masih punya doa dan keluhannya kepada Sang Pencipta yang Maha Pemberi dan Pengasih. Sama halnya seperti darah beracun para ulama dan pewaris nabi yang punya muhabalah. Doa orang yang teraniaya lebih dekat sampai ke haribaan Illahi. Begitupun kepada para pemimpin yang dzolim dan lalim, bukan soal waktu dan bukan soal cepat atau lambat. Pastilah setiap yang berlebihan dan melampaui batas tersebut sesungguhnya merupakan perbuatan keji. Pada waktunya akan merasakan kekuasaan dan keadilan Tuhan. Merasakan kekuasan dan keadilan Tuhan, menjadi sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar dan akan menghampirinya suka atau tidak suka. Masih berani menunggu muhabalah? Munjul-Cibubur, 23 Agustus 2022. (*)
Pak Karel Ralahalu Jangan Bikin Gaduh Masyarakat Maluku
Jakarta, FNN - Harapan mantan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu agar “2024 terpilih pemimpin baru yang bisa pimpin Maluku lebih maju” merupakan hak politik yang harus dihargai. Namun secara etik, Pak Karel terlihat mengalami krisis etika politik yang sangat mendalam. Sebagai tokoh senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Maluku, Pak Karel harus lebih wise dalam berucap. Harus lebih bijak dalam bersikap mengenai jabatan politik Gubernur Maluku. “Kalau ada perbedaan pandangan dengan Pak Gubernur Maluku Murad Ismail, akan lebih wise bila tidak usah diumbar ke wilayah publik. Sebab itu hanya memperlihatkan sikap Pak Karel yang sangat kekanak-kanakan. Padahal usia Pak Karel tidak pantas lagi untuk mengumbar perbedaan dan ketidaksukaannya di wilayah publik, “ujar Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Syam Yasir Alkatiri. Ditambahkan, Pak Karel sebaiknya jangan bersikap seperti anak kecil yang kalau keinginannya tidak dikabulkan orang tuanya, lalu ngambek. Bersikaplah yang layak dan pantas sebagai orang tua yang bijak. Orang tua yang pernah memimpin Maluku selama sepuluh tahun dengan segala kekurangan dan kelebihan. Kalau tidak suka dengan Pak Murad, maka silahkan menunggu momentumnya. Bertarung lagi di tahun 2024. “Silahkan mendorong orang yang menurut Pak Karel layak untuk melawan Pak Murad Ismail di Pilkada Gubernur Maluku tahun 2024 nanti. Pak Karel silahkan kampanye sekuat tenaga untuk memenangkan jagoanya. Siapa saja jagoan Pak Karel itu tidak masalah. Namun tidak perlu mengumbar perbedaan atau kebencian kepada Gubernur sekarang. Sebab itu bisa menimbulkan penafsiran yang macam-macam di masyarakat, “himbau Syam Yasir Alkatiri. Langkah yang paling wise dan bijak adalah Pak Karel mengajak masyarakat Maluku mendukung pasangan Murad Ismail-Barnabas Orno menyelesaikan tugas sampai akhir masa jabatan. Apalagi Pak Karel adalah Ketua Tim Pemenangan pasangan Murad-Orno. November 2024, silahkan bertarung lagi. Siapa yang menang, terserah masyarakat Maluku. Lalu kita harus mendukung untuk bekerja memajukan Maluku. “Umur Pak Karel sekarang tidak pantas, bahkan sangat tidak layak untuk mengumbar perbedaan di tengah publik Maluku. Sebab kalau tokoh seusia Pak Karel masih mau mengumbar perbedaan, bagaimana mungkin mengajak akar rumput Maluku bersatu? Akibatnya, orang tua yang menjadi tokoh publik kencing berdiri, akar rumput kencing berlari. Kacau jadinya tatanan keakraban sosial kita,“ kata Syam Yasir Alkatiri. Pak Karel sebaiknya belajar untuk bersikap wise dari para tokoh bangsa. Belajar dari Pak Try Sutrisno, Ibu Megawati Sukarnoputri, Pak Hamzah, Pak Jusuf Kalla dan Pak Prof. Dr. Budiono. Para tokoh tersebut meskipun dalam banyak hal tidak sependapat dengan kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin, namun tidak mengumbar perbedaan kepada masyarakat Indonesia. Meskipun tahun 2024 nanti Presiden Joko Widodo sudah berakhir masa jabatannya. Namun tidak ada yang mengatakan ”berharap tahun 2024 nanti ada presiden baru”. Tujuannya untuk menjaga dan memelihara kekompakan diantara sesama anak bangsa. “Apalagi ekonom Pak Dr. Rizal Ramli dan Prof. Anthony Budiawan mengatakan, kondisi perekonomian kita hari ini tidak sedang baik-baik saja. Krisis ekonomi sudah sampai ruang tamu rumah kita, “ujar Syam Yasir Alkatiri mengingatkan. Dijelaskan Syam Yasir Alkatir bahwa menghadapapi situasi krisi ekonomi yang melanda dunia dan Indonesia hari ini, dibutuhkan persatuan dan kekompakan diantara sesama anak bangsa. Begitu juga dengan kita-kita yang di Maluku ini. Potensi perbedaan harus kita kesampingkan dulu. Semua benih perpecahan kita kuburkan dalam-dalam. Untuk itu, orang tua seperti Pak Karel harusnya mengajak kami yang anak-anak ini untuk selalu bersatu dan bersatu. Bukan yang sebaliknya. Pak Karel berharap “2024 terpilih pemimpin baru yang bisa pimpin Maluku lebih maju”. Harapan itu sah dan sangat wajar saja. Tidak ada yang salah. Namun yang sangat disayangkan alasan Pak Karel tidak berbasis data. Apalagi selama Pak Karel selama menjabat Gubernur sepuluh tahun tidak bagus-bagus amat. Tidak sekalipun mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). APBD Maluku selama Pak Karel menjabat selalu devisit. Pak Karel juga meninggalkan tumpukan hutang ratusan miliar rupiah. Apapaun alasannya, meninggalkan tumpukan hutang itu bukanlah prestasi yang bagus Pak Karel. Namun tumpukan hutang itu tidak pernah dipersoalkan oleh Gubernur Pak Murad-Orno. Memang secara etika tidak baik kalau dipersoalkan. Pasangan Pak Murad-Orno ketika awal menjabat April 2019, langsung saja dihadapkan dengan tumpukan hutang yang menggunung peninggalan dari Pak Said Assagaf Rp 275 miliar. Namun di akhir tahun 2019, laporan keuangan Pemda Provinsi Maluku mencatat surplus Rp 107 miliar. Akibatnya BPK mengganjar Pemda Maluku dengan predikat WTP. Tahun 2020, Pemda Maluku kembali surplus APBD sebesar Rp 247 miliar. Dampaknya, BPK kembali memberikan WTP kepada Pemda Maluku. Tahun 2021, lagi-lagi Pemda Provinsi Makuku mencatat surplus pada laporan keuangan sebesar Rp 200 miliar lebih. Lagi-lagi BPK mengganjar Pemda Maluku dengan predikat WTP untuk yang ketiga kalinya. Tiga kali berturut-turut mendadpatkan WTP dari BPK. Hattrick yang belum pernah dicapai oleh gubernur-gubernur sebelumnya, baik itu pada eranya Pak Karel maupun Pak Said Assagaf. Syam Yasir Alkatiri mengingatkan Pak Karel sebagai tokoh masyarakat, seharusnya bisa membantu menciptakan iklim yang kondusif di masyarakat Maluku. Namun kalau tidak bisa membantu pasangan Gubernur-Orno, maka sebaiknya Pak Karel jangan sampai menciptakan kegaduhan di masyarakat. Bisa menimbulkan multi tapsir yang bermacam-macam. Ujung-ujungnya mungkin bisa saling mencurigai antar pendukung. Itu yang tidak baik untuk semua aspek sosial masyarakat kita di Maluku. Harapan Pak Karel “2024 terpilih pemimpin baru yang bisa pimpin Maluku lebih maju” bisa menciptakan diameteral di masyarakat. Jika ada yang menuduh Pak Karel sebagai provokator atau sedang memprovokasi perpecahan di masyarakat Maluku, itu bisa saja benar. Namun bisa juga salah atau keliru. Yang pasti multi tapsir di masyarakat itu terbentuk dan tercipta. Sumbernya dari Pak Karel. Nah, seperti inilah yang seharusnya dihindari dengan bersikap lebih wise, “himbau Syam Yasir Alkatiri. (kil)