ALL CATEGORY
Ikan Busuk Dari Kepalanya?
Negara bisa maju jika penyelenggaraan negara dan pemerintahan berjalan dengan baik, aman sejahtera, dan makmur untuk rakyat Indonesia. Ini merupakan amanat konstitusi. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta ORANG bilang, ikan busuk mulai dari kepalanya, demikiankah? Kritisisme menghendaki segala sesuatu itu diterima atau ditolak mesti dengan bukti. Bahkan, sesuatu yang telah terbukti dan teruji berkali-kali pun boleh jadi tetap menimbulkan sangsi. Kiat sederhana untuk mengenali seekor ikan apakah ia ini tangkapan baru atau lama ialah dengan mengamati matanya. Bila matanya bening, berarti ia ikan segar, tetapi bila matanya keruh, berarti ikan itu basi, maka jangan dikonsumsi. Mata manusia adalah jendela hati. Mata menyimpan seribu satu rahasia. Apa yang terpancar dari mata adalah ekspresi suasana hati. Orang yang tidak bersalah berani menatap mata siapa saja tanpa harus syakwasangka. Kata kepala dalam Bahasa Arab ialah ra’s, dan yang mengepalai disebut ra’is. Prof. M. Amien Rais lah yang mempopulerkan adegium: ikan busuk mulai dari kepalanya. Amien Rais disebut sebagai Bapak Reformasi Indonesia 1998 bersama Gus Dur, Megawati, dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Beliau-beliaulah yang memimpin Gerakan Mahasiswa bersama tokoh-tokoh bangsa mempersilakan Pak Harto lengser dari kursi kepresidenan. Berdasarkan pengalaman masa jabatan presiden RI pertama dan kedua yang tidak terbatas, salah satu tuntutan reformasi adalah Amandemen UUD 1945 yang sesungguhnya berfokus pada pembatasan masa jabatan presiden itu secara eksplisit, yakni presiden yang habis masa jabatannya bisa dipilih kembali satu kali lagi, menjadi dua periode saja. Sungguhpun demikian, dengan alasan tertentu ada pihak-pihak yang menyerukan amandemen UUD NRI 1945 kembali, terbatas pada masa jabatan presiden tersebut, agar Jokowi bisa menjadi Presiden RI tiga periode. Dan, perubahan UUD 1945 fundamental lainnya ialah tentang pemilihan presiden, yang semula itu dipilih oleh wakil-wakil rakyat diubah menjadi semua rakyat berhak memilih presiden, di mana setiap kepala mempunyai satu suara. Unsur perubahan yang kedua tersebut dipandang telah melenceng dari sila keempat Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan/perwakilan. Perubahan ini juga telah membuahkan aturan yang tertuang dalam UU Pemilu 2017 pasal 222 tentang Presidential Thershold 20%. Perubahan UUD 1945 fundamental ketiga adalah kedudukan Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR, tetapi bisa dikatakan sejajar dengan MPR. Evaluasi mendasar atas ketiga perubahan tersebut membuahkan tuntutan untuk Kembali ke UUD 1945 asli dengan beberapa catatan tertentu. Dalam rangka Tahun Baru 1444 H dan HUT RI ke-77, Forum Kebangsaan Yogyakarta menyelenggarakan Halaqah Kebangsaan Yogyakarta merajut persatuan umat Islam dalam bingkai kebangsaan Indonesia, “Reaktualisasi Resolusi Jihad dalam Merebut Kembali Kedaulatan Rakyat sebagai Fondasi Tegaknya NKRI”. Kegiatan ini diselenggarakan di kompleks Masjid Jami` Karangkajen, 21 Agustus 2022. Hadir sebagai pembicara KH M. Ghozy Wahab (tokoh dan cucu Pendiri NU), HM. Syukri Fadholi, SH, Mkn (Ketua Forum Umat Islam Yogyakarta), Brigjend. Purn. H. Santoso (Ketua Gerakan Bela Negara DIY), KH Mas’ud Masduki (Rois Syuriah PWNU DIY), dan Prof. Dr. Muhammad Chirzin M.Ag. (Ketua Umum MUI Kota Yogyakarta). Narasi yang mengemuka antara lain bahwa Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Isu-isu kebangsaan mendasar krusial jangka pendek, antara lain, korupsi terjadi di segala lini (menurut Mahfud MD), krisis kepercayaan Polisi (kasus Polisi menembak Polisi), Penegakan keadilan secara tebang pilih, dan Amandemen UUD 1945 pada 1999-2002 yang kebablasan. Selama 77 Tahun kita merdeka, apakah Rakyat Indonesia sudah berdaulat di bumi Indonesia? Fakta dan realita bahwa Negara dikuasai oleh oligarki politik-ekonomi, harga kebutuhan-kebutuhan pokok membumbung tidak terkendali, pembangunan IKN Nusantara menambah beban rakyat. Persatuan umat dan kebangsaan makin luntur, karena faktor eksternal, antara lain ghazwul fikri, serbuan buzzer, adu-domba, dan tuduhan politik identitas Islam. Sedangkan faktor internal utamanya hubbuddunya wa karahiyatul maut (cinta dunia dan takut mati). Tujuan berdirinya republik ini terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan nilai filosofis Pancasila. Kondisi riil bangsa Indonesia sekarang termasuk dalam kategori negara setengah gagal, karena Negara salah urus (menurut A. Syafii Ma’arif), perselingkuhan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif (menurut Rocky Gerung), maraknya jargon Pancasila dan NKRI itu di mulut dan retorika politik, NKRI harga mati, tapi apa saja impor. Persoalan kebangsaan yang akut dewasa ini antara lain lemahnya wibawa pemerintah, KKN merajalela, minimnya keteladanan, hukum tidak adil, aparat represif, komunikasi pemerintah-rakyat tidak nyambung, utang Luar Negeri massif, dan sumber dana terbatas. Solusi kebangsaan jangka pendek agar rakyat tetap berdaulat, ini sebagai subyek bukan obyek: Hapuskan pajak yang memberatkan rakyat, turunkan harga, hapuskan PT 20%, lakukan restrukturisasi ulang pemerintahan, lawan bandar oligarki, garong negara, dll. Negara bisa maju jika penyelenggaraan negara dan pemerintahan berjalan dengan baik, aman sejahtera, dan makmur untuk rakyat Indonesia. Ini merupakan amanat konstitusi. Jika negara dibangun dari kebohongan, menipu, dan rekayasa, akibatnya korupsi, dan manipulasi. Kesewenangan ini jauh panggang dari api untuk memajukan negara, sebagaimana dikatakan Yenny Wahid yang bersumber dari Semarak.co. Pemimpin sejatinya adalah perisai dalam memerangi musuh rakyatnya dan melindungi mereka. Jika pemimpin mengajak rakyatnya dalam ketakwaan kepada Allah dan bersikap adil, maka ia bermanfaat buat rakyat, tetapi jika ia memerintahkan yang selain itu, maka ia musibah bagi rakyat. (Nabi Muhammad saw). True leader will be seen when there is a crisis. Anda tidak akan pernah tahu bahwa yang Anda perbuat itu akan menghasilkan apa, tetapi kalau Anda tidak melakukan apa pun, pasti tidak akan menghasilkan apa pun. (Mahatma Gandhi). Orang-orang terbaik memiliki kapasitas untuk berkorban, perasaan tentang keindahan, keberanian untuk mengambil risiko, dan disiplin untuk mengatakan yang sebenarnya. Ironisnya, kebajikan mereka membuat mereka rentan; mereka sering terluka, dan terkadang merasa hancur. (Ernest Hemingway). “Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya. Sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagipula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang siapa pun juga”. (Pidato Jenderal Soedirman saat diangkat sebagai Panglima Besar TKR pada tanggal 18 Desember 1945). “Jagalah persatuan di dalam tentara, sehingga tentara kita dapat menjadi utuh, satu, dan merupakan benteng yang kokoh kuat dalam menghadapi siapa pun”. (Amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman kepada para Komandan Kesatuan tanggal 1 Mei 1949). (*)
Menuju Reformasi Total Institusi Polri, Wacana atau Dilema? (Bagian 2)
Oleh Raden Baskoro HT - Forum Diaspora Indonesia, Asia-Pasific MESKI terlambat, tentu kita patut beri apresiasi kepada Kapolri Jendral Sigid Sulistiyo Prabowo. Ketika menahan dan mentersangkakan Irjen Pol Ferdy Sambo serta 63 orang polisi lainnya yang dianggap terlibat. Tidak hanya itu, kemarin Kapolri juga sudah mentersangkakan lagi Puteri Candrawati sekalian memberikan instruksi keras kepada jajarannya untuk kembali menjaga marwah institusi dan akan menindak tegas siapapun yang terbukti bermain-main dengan hukum. Namun apakah itu sudah cukup? Jawabannya tentu belum dong. Sebagai langkah awal, hal ini kita sambut baik bahwa masih ada “itikad baik” dari Kapolri untuk memperbaiki korpsnya. Tetapi bagaimana uletnya, berputar-putar dari satu keterangan kepada penjelasan lain yang berubah-ubah, cukup membuat masyarakat apatis. Terlihat sekali bagaimana upaya agar skandal jahat ini mau sebisanya di kendalikan dan mau melindungi pelaku utama. Padahal, sesuai kata Irjen Pol Napoleon Bonaparte dalam sebuah rilis media, “Ini sebenarnya masalah receh secara ilmu kriminal. Tak perlu tim khusus, cukup bintara saja akan mudah mengusut siapa pelaku dan apa modus operandi kejahatan yang di lakukan. Dengan catatatan Polisi mau terbuka dan transparan”. Permasalahan utama dari skandal kejahatan besar Sambo Cs ini, adalah ketika terkuak dan mulai terbongkarnya modus dan skenario pembunuhan terhadap Brigadir Joshua ini, tentu publik menpunyai asumsi pikiran yang kritis dan beragam. Seperti contoh, kalaulah dalam skandal Sambo Cs ini ada pembunuhan sadis, rekayasa opini dan berita bohong, rekayasa kasus, upaya sogokan kepada LPSK, manupulasi autopsi pada jenazah Joshua, tuduhan fitnah terbalik pada korban seolah jadi pelaku, ditambah keterlibatan banyak pihak bagaimana menghilangkan alat bukti CCTV, intimidasi pada keluarga korban. Bayangkan akumulasi dari peristiwa hukum ini semua adalah sebuah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh mereka para aparat negara yang berada di garda terdepan penegakan hukum? Sangat wajar dan logis akhirnya, masyarakat mengaitkan dan berasumsi, kalaulah dalam kasus skandal pembunuhan Joshua ini ada rekayasa, penipuan, penganiayaan, kebohongan publik, sogokan, penghilangan barang bukti serta perselingkuhan, tak ada jaminan kejahatan ini juga terjadi pada kasus-kasus yang lain? Wajar akhirnya publik mengaitkan dengan tragedi KM50? Kematian 816 petugas KPPS? Hilangnya Harun Masiku? Kriminalisasi terhadap para ulama dan aktifis, serta ribuan kasus lainnya yang masih jadi “out standing” di Komnas HAM. Tidak saja hanya sampai di situ. Keberadaan Satgassus Merah-Putih ini tentu juga menjadi pertanyaan kritis masyarakat. Sampai begawan ekonomi Dr Rizal Ramli dalam sebuah video wawancaranya yang beredar mengatakan, Satgassus Merah-Putih ini mirip unit SAVAK di Iran, atau para pengamat lainnya juga ada yang mengatakan mirip “SS” pada era NAZI Jerman, Pasukan Cakrabirawa pada era Soekarno, atau Tim Mawar pada saat Prabowo menjabat Danjen Koppasus. Dalam hal keberadaan unit khusus dan perlakuan tugasnya. Satgassus Merah-Putih ini, dimana Irjen Pol Ferdy Sambo selaku kepalanya, terkenal sangat full power. Bisa crossing kasus ke lintas satuan mana saja. Atas nama “atensi” satuan ini mendapatkan previlage dan kekuasaan khusus, melebihi pangkat dan jabatannya dalam struktural resmi Polri. Meskipun sudah dibubarkan secara administrasi, publik masih menganggap keberadaan dan power Satgassus ini masih kuat. Hal ini dapat di lihat dari perlakuan Polri itu sendiri dalam menangani skandal ini, di tambah statemen Menkopolhukam yang mengatakan Sambo dengan Satgassusnya sangat kuat dan punya pengaruh besar sehingga tidak mudah untuk memproses hukum skandal ini. Kalau kita lihat dari berita dan informasi yang beredar luas di sosial media, terkait sepak terjang Satgassus ini sampai ada istilah dalam infografis “Kaisar Sambo”. Memang sangat full power dan luar biasa. Karena semua bisninis hitam mulai dari judi online, Narkoba, kejahatan cyber IT, ilegal mining, dunia malam, hingga setoran proyek besar, semuanya di koordinir Satgassus. Jadi wajar, Satgassus mempunyai sumber daya dan kiprah yang over up. Dan kalau kita identifikasikan, ada dua ciri tugas Satgassus ini yaitu ; Bagaimana menjadi pelindung utama kekuasaan dalam menghabisi tuntas para musuh politik istana yang bersebrangan, serta mencari sumber logistik keuangan untuk dana abadi operasional kekuasaan. Jadi, kembali sangat wajar keberadaan Satgassus ini buat iri, sakit hati, dan kegelisahan para senior di tubuh institusi Polri itu sendiri. Timbuk kecemburuan dan kemarahan. Hingga datanah “Tsunami Skandal Pembunuhan Joshua” saat ini, yang meluluh lantak kan keperkasaan Satagassus buat sementara ini. Publik sangat diuntungkan dengan adanya friksi internal dan perang bintang dalam tubuh Polri itu sendiri. Sehingga, ada juga kepentingan internal untuk membuka skandal besar dan jahat ini kepada publik. Apapun motifnya, yang jelas publik mendapatkan asupan informasi yang cukup akurat dan berhasil memukul pertahanan benteng media Satgassus yang sebelumnya luar biasa solid dan terkonsolidasi. Untuk itulah, belajar dari skandal jahat Sambo Cs ini dan keberadaan Satgassus ini, tak ada alasan lagi untuk pemerintah hari ini atas nama rakyat dan nilai keadilan untuk segera melakukan Refornasi Total terhadap institusi Polri. Polri adalah aset bangsa dan kebanggaan masyarakat. Polri kuat dan bersih adalah dambaan kita semua. Tapi Polri yang kuat tapi di pergunakan sebagai alat kekuasaan, ini boleh di katakan pengkhianatan terhadap negara. Masyarakat saya yakin cinta terhadap Polri. Tapi saat ini, Polri seakan di bajak oleh penguasa dan jadi alat politik penguasa. Faktanya, keberadaan Satgassus ini yang paling menikmati adalah Istana dan oligarki kekuasaan. Karena berhasil mengeleminir dan menghabisi setiap ancaman dari kelompok oposisi pemerintahan. Walaupun dengan menghalalkan segala cara. Dan sangat tidak mungkin, keberadaan Satgassus ini tidak ada restu dari Presiden. Sangat tidak mungkin kalau Satgassus ini tidak mendapatkan supporting dan back up politik dari kelompok oligarki. Justru yang paling sering jadi korban adalah masyarakat bawah dan kelompok oposisi yang mereka sulap menjadi “musuh negara”. Menggunakan instrumen hukum dan kekuasaan. Tak terhitung para ulama, aktifis, tokoh serta tanah ulayat adat, jadi korban dari “abuse of power” Polri saat ini. Untuk itulah, kita semua berharap, terbukanya skandal besar Sambo Cs ini bisa menjadi pintu reformasi Polri untuk kembali menjadi polisi yang baik sesuai amanah konstitusi dan dicintai rakyat. Revisi UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah saatnya disegarkan dan dinaturalisasi sesuai semangat Tri Brata. Negara tidak boleh kalah oleh skenario para oligarki dan tangan jahil pengkhianat bangsa. Negara dan rakyat tak boleh kalah oleh konspirasi kekuasaan yang “memperalat” institusi Polri menjadi alat dan tameng kekuasaan. Polri mesti diselamatkan, cukup saat ini Polri jadi korban adu domba kekuasaan rezim terhadap rakyat yang ingin melakukan perubahan lebih baik. InsyaAllah. Australia, 18 Agustus 2022.
Menyusul Okto Maniani Dan Titus Bonay, Satu Lagi Mantan Pemain Timnas Gabung Partai Gelora
Jakarta, FNN - Satu lagi pesepak bola asal Papua bergabung ke Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia. Dia adalah Mariando Djonak Uropmabin, eks pemain Timnas Indonesia U-17 yang saat ini tengah merumput di Persiba Balikpapan. Mariando menyusul dua eks pemain Timnas Senior Indonesia Titus Bonai dan Okto Maniani asal Papua yang telah bergabung lebih dulu ke partai besutan Anis Matta, Fahri Hamzah, Mahfuz Sidik dan Achmad Rilyadi ini. Menurut Mariando, selain berkarir di sepak bola, ia juga ingin berkarir di bidang politik untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat Papua. Mariando mengaku terinspirasi almarhum orang tuanya yang berkarir di politik, sebelum meninggal dunia. Orang tua Mariondo adalah mantan Wakil Bupati Pegunungan Bintang, Papua. \"Salah satu alasan saya bergabung dengan Partai Gelora, adalah inspirasi dari almarhum orang tua saya, yang pernah menjadi Wakil Bupati Pegunungan Bintang,\" kata Mariando, Minggu (21/8/2022). Alasan lain Marindo ke Partai Gelora, lanjutnya, saat dirinya melihat foto-foto Tibo dan Okto menghiasi berbagai media nasional dan lokal saat laga final Piala AFF U-23 antara Indonesia Vs Thalaind tahun lalu. \"Saya juga sempat simak perbincangan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dengan Kaka Okto dan Kaka Tibo. Perhatian ketum (Anis Matta, red) sangat luar biasa terutama gizi bagi regenerasi atlit dalam mengatasi stunting,\" ujarnya. Ketua DPW Partai Gelora Papua Muhammin Yamin Noch mengatakan, Partai Gelora bukan hanya sekedar wadah berhimpun para politisi saja, tapi juga menjadi rumah belajar membangun peradaban. \"Kami di Partai Gelora komit membangun ikatan lahir batin bagi anak negeri, baik itu olahragawan, seniman dan lain-lain. Papua ini dikenal gudangna anak-anak milenal, kami gercep mengajak anak muda yang kaya akan ide creative dan mampu berkolaborasi ini bergabung ke Partai Gelora,\" kata Yamin. Partai Gelora, lanjut Yamin, memberikan mandat kepada Mariando untuk menakhodai DPD Partai Gelora Kabupten Pegunungan Bintang, menurut Yamin Noch, Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Gelora Papua. Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan, bergabungnya Mariando, sebelumnya ada Okto dan Tibo ke Partai Gelora menandakan bahwa Partai Gelora mendapatkan sambutan luas dari tokoh-tokoh dan masyarakat Papua. \"Penerimaan yang luas dari tokoh-tokoh dan masyarakat Papua kepada Partai Gelora adalah pertanda bahwa partai ini memang mencerminkan warna ke-Indonesiaan yang kuat,\" tegas Fahri. Visi ke-Indonesiaan Partai Gelora dengan Arah Baru Indonesia Menuju Lima Besar Dunia, lanjutnya, tidak hanya \'ditangkap\' oleh orang-orang besar di Indonesia Barat saja, tetapi juga di Indonesia bagian Timur. \"Orang-orang besar dari barat dan timur dari seluruh Indonesia sudah menyambutnya dengan baik sejak pawai kebangsaan dan Gerakan Arah Baru yang kita rancang pada tahun-tahun sebelumnya,\" katanya. Fahri berharap bergabungnya tokoh dan masyarakat Papua akan menjadikan penanda pilihan politik masyarakat Papua dan rakyat Indonesia pada umumnya dalam menyalurkan aspirasi dan memenangkan Pemilu 2024 mendatang. Ketua Bidang Rekrutmen Anggota DPN Partai Gelora Endy Kurniawan mengungkapkan, sejak Partai Gelora mendaftar secara resmi ke KPU beberapa waktu lalu dan dinyatakan lengkap, banyak tokoh tingkat nasional dan daerah yang bergabung ke Partai Gelora. \"Kami kaget dan bersyukur makin banyak lagi tokoh berpengaruh di daerah, seperti di Papua juga ingin bersama-sama Partai Gelora memperjuangkan Arah Baru Indonesia,\" kata Endy. Ketua Bidang Gaya Hidup dan Olahraga DPN Partai Gelora Kumalasari \'Mala\' Kartini menambahkan,banyak atlet dan insan olahraga tanah air yang bergabung ke Partai Gelora. \"Biasanya kita kalau bicara olahraga, fokusnya melulu pada prestasi. Menang piala apa, dapat medali berapa. Padahal, sebelum sampai ke prestasi, olahraga harus kita jadikan bagian dari gaya hidup, sehingga masyarakat juga tambah sehat dan bugar. Inilah yang menjadi daya tarik para atlet dan insan olahraga bergabung,\" kata Mala. Sebelum Marindo, Okto dan Tibo bergabung ke Partai Gelora, sejumlah insan olah raga lainnya juga bergabung ke Partai Gelora. Bahkan Okto juga menjadi delegasi dalam acara pendaftaran Partai Gelora ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 7 Agustus 2022. Sejumlah insan olahraga yang sudah bergabung dengan partai berlambang ombak biru cerah ini di antaranya Taufik Jursal Effendi (CEO Persija Barat FC), Rendra Kurniawan (mantan pemain Persija Pusat U-18 yang kini menjadi pelatih dan pemilik sekolah sepakbola Laskar Bekasi). Lalu, Dadan Suhendar (mantan kiper PSB Bogor), Nadia Hafiza (atlet dayung Kalimantan Selatan), Donny Wirawan Achadiat (pelatih dayung Kalsel), serta wartawan dan komentator sepakbola Sigit Nugroho. “Kemajuan olahraga suatu negara membutuhkan tiga pilar, yakni kurikulum, prestasi dan infrastruktur. Partai Gelora ingin Indonesia menjadi lima besar dunia, termasuk di bidang olahraga,\" pungkas Mala Kartini. (sws)
Aksi Unjuk Rasa Poros Revolusi Mahasiswa Bandung Meletus, Jokowi Dianggap Gagal
Jakarta, FNN - Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Poros Revolusi Mahasiswa Bandung (PRMB) menggelar aksi unjuk rasa dalam rangka refleksi 77 Tahun kemerdekaan Indonesia di depan Gedung Merdeka, Jl. Asia Afrika, Minggu (21/8/22). Aksi tersebut diikuti sekitar 75 mahasiswa dari kampus-kampus di Bandung dan berbagai elemen pemuda seperti Literasi Pemuda Bandung, Aliansi Masyarakat Bandung Selatan. Mahasiswa dan pemuda membagikan lembar narasi mengapa rezim presiden Jokowi gagal mensejahterakan rakyat Indonesia kepada masyarakat yang melintas. Selain itu di lokasi acara mahasiswa mengecat spanduk tentang kegagalan Jokowi, serta melakukan lomba makan krupuk untuk masyarakat sekitarnya. Koordinasi Massa Aksi PRMB, Ilyasa Ali Husni, menyampaikan bahwa ada tiga tuntutan yang dilayangkan kepada Presiden Indonesia, Joko Widodo. Ketiga tuntutan dalam aksi unjuk rasa tersebut diantaranya yakni 77 TAHUN REPUBLIK INDONESIA: KESEJAHTERAAN,KEADILAN dan KEBAHAGIAAN KITA DIRENGGUT REZIM GAGAL. Adapun inti orasi yang disampaikan, antara lain a. Ilyas menyampaikan orasi \"Patuh dan jalankan segala amanah konstitusi juga atasi segala permasalahan ekonomi\". b. Ortega berorasi \"Turunkan harga bahan pokok dan Bbm sera atasi kelangkaan sektor pangan dan energi\". c. Arul menyampaikan \"Mendesak pernerintah untuk meninjau kembali UU KPK, UU Minerba, UU Cipta Kerja dan hentikan pembahasan RKUHP ,dan Undang-Undang bermasalah lainnya\". (Lia)
Bisa Berefek Domino, LaNyalla Minta Kenaikan Harga Pertalite Dipertimbangkan
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, merespons Rencana pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi, terutama Pertalite. Menurut LaNyalla, kebijakan itu bisa memiliki efek domino yang serius. Oleh sebab itu, pemerintah harus mendengarkan suara keberatan dari masyarakat. “Efek domino dari kenaikan harga BBM ini yang harus dilihat. Karena pasti berpengaruh terhadap harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Siapa yang mendapatkan dampak paling berat, pasti masyarakat kecil,\" ujar dia, Ahad (21/8/2022). Menurut LaNyalla, kenaikan harga-harga itu dikhawatirkan membuat masyarakat frustrasi. Pasalnya, ekonomi belum sepenuhnya pulih pasca pandemi Covid-19. Hal demikian seharusnya menjadi pertimbangan serius pemerintah sebelum mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. “Kita ini baru mulai bergeliat lagi setelah dilanda pandemi hampir dua tahun. Masyarakat kita ini masih berjuang memperbaiki perekonomian keluarga. Bahkan sebagian dari korban PHK masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan pengganti, dan masih banyak juga yang belum memiliki penghasilan,” tutur LaNyalla. Di sisi lain ia juga menanggapi mekanisme penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Hal ini berkaitan dengan aplikasi dari Pertamina sebagai langkah distribusi. “Terkait penyaluran BBM perlu kesiapan yang tepat mengingat banyak yang terkait dengan penggunaan aplikasi tersebut. Seperti masih banyak pemilik kendaraan belum atas nama dirinya sendiri, tetapi tidak semua pemilik kendaraan mahir menggunakan aplikasi pada HP smartphone dan tidak semua setiap hari mereka online, bisa jadi kuotanya habis dan juga tidak semua tempat SPBU terdapat jaringan internet yang stabil,” papar dia. Karena itu pemerintah perlu menyiapkan skema lain, yakni cara paling simpel dan dapat diakses oleh penerima manfaat BBM subsidi. (mth)
Hendrajit: Politik Identitas Itu Bukan Fanatisme Agama!
Jakarta, FNN - Undang undang ITE terkait politik identitas tidak boleh menjadi pedang bermata dua, yang ditumpangi skema hukum Hatzai artikelen era penjajahan Belanda dulu, untuk memberangus suara-suara yang tidak sejalan dengan penguasa. Hal itu disampaikan oleh Hendrajit, Alumni Universitas Nasional, Jakarta, dalam Talk Show Launching Caritahu.com, di Gedung Usmar Ismail, Jakarta, Sabtu, 20 Agustus 2022, siang. Talk Show itu mengambil tema “Mampukah UU ITE Memangkas Politik Identitas pada Pilpres 2024?” Acara yang dipandu oleh Chika Jessica itu dihadiri oleh Tamu Spesial Hotman Paris Hutapea, Keynote Speaker Ganjar Pranowo, dengan Nara Sumber Hendrajit dan Eko Kuntadhi. “Harap disadari, arus besar bangsa Indonesia adalah nasioanalis religius dan religius nasionalis. Menyatu dan bersenyawanya keduanya, itulah jatidiri bangsa Indonesia,” ujar Hendrajit. Menurut Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI) itu, maka itu, semua elemen bangsa harus bijak menggunakan UU ITE terkait politik identitas. “Mana yang memang bertujuan mempolitisasi SARA dan mana yang memang sekadar merefleksikan identitas alaminya baik keagamaan maupun karakteristik kedaerahannya,” tegasnya. Hendrajit mengatakan, di sinilah pentingnya semua elemen bangsa itu sadar, geopolitik sebagai ilmunya ketahanan nasional. Geopolitik adalah bersatunya aneka ragam suku bangsa dan agama yang bersenyawa dengan karakteristik dan aspirasi geografis masing masing daerahnya. Jadi, jangan sampai karena salah pikir dan salah tindak dalam memilah mana identitas yang dipolitisasi dan mana yang murni memperjuangkan aspirasi geografis yang mana agama dan kedaerahannya memang natur dan kulturnya sebagai bangsa, malah memantik konflik yang tidak perlu antara nasionalis religius dan religius nasionalis yang merupakan jatidiri bangsa. Sehingga menguntungkan kepentingan-keptingan asing untuk menguasai geopolitik Indonesia. “Di sinilah geopolitik sebagai ilmunya ketahanan nasional harus dapat dihidupkan kembali, agar kita kenal diri, tahu diri, dan tahu harga diri sebagai bangsa,” ungkap Hendrajit. Terkait dengan itu, lanjutnya, aspirasi geografis beberapa daerah untuk menerapkan hukum syariah, selama hal itu cerminan dan pancaran dari bersenyawanya agama dan kearifan lokal daerahnya seperti Aceh dan Sumatra Barat. “Itu bukan fanatisme agama, melainkan refleksi dari natur dan kultur daerahnya,” kata Hendrajit. Di sinillah ungkapan Bung Karno pada pidato 1 Juni 1945 masih tetap relevan hingga kini. Bung Karno mengakatan bahwa Indonesia bukan dipersatukan oleh kesamaan agama, bahasa atau suku, melainkan oleh geopolitik. “Bersatunya masyarakat dari beragam agama, daerah atau ras antar bangsa, yang bersenyawa dengan aspirasi dan karakteristik geografis daerahnya masing-masing,” tutur Hendrajit. (mth)
Din Syamsuddin Sebut Kerusakan Bangsa Terjadi Secara Kultural dan Struktural
Sleman, FNN – Kehidupan bangsa yang ditandai dengan aneka masalah sekarang ini memerlukan penanganan yang serius, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat. Kerusakan itu ada yang bersifat kultural dan ada yang bersifat struktural. Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2014 Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, pada Pengajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok, Sleman, Ahad, 21 Agustus 2022. Pengajian di Aula SD Muhammadiyah Condong Catur itu dihadiri sekitar 1000 jamaah yang memadati lantai atas dan bawah Aula. Menurut Din Syamsudin, kerusakan kultural ditandai melemah, bahkan memudarnya nilai etika dan moral di kalangan sebagian warga bangsa, yakni merebaknya buta aksara moral (moral illiteracy) yang menjangkiti kaum terpelajar. “Mereka berpendidikan dan berpangkat tinggi tapi ternyata mereka gagal membaca nilai-nilai moral,” tegasnya. Buta aksara moral ini sangat berbahaya jika menjangkiti para pemangku amanat, mereka akan melanggar sumpah jabatannya, dan mengabaikan amanat, bahkan berkhianat terhadap amanat rakyat. “Mereka mengejar jabatan tapi kemudian memanfaatkan jabatan guna menumpuk kekayaan,” ungkap Din Syamsudin. Gejala demikian akan semakin berbahaya jika menimpa aparat penegak hukum. Mereka akan tega melanggar hukum untuk kepentingan pribadi maupun kelompok, bahkan tega menghilangkan nyawa seseorang atau sekelompok orang demi mengamankan diri dari pelanggaran hukum, ataupun demi kepentingan politik tertentu. “Pada sisi lain, Indonesia juga mengalami kerusakan struktural berupa penyimpangan sistematis dari Konstitusi Negara dan Falsafah Bangsa,” lanjut Din Syamsudin. Menurutnya, penyimpangan ini terjadi dalam kehidupan ekonomi dan politik yang bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi yang ada, “tapi menjadikan keduanya sebagai tameng dan alat pemukul lawan politik dengan tuduhan anti Pancasila.” Dua gatra kerusakan nasional tersebut, kultural dan struktural, saling berkelindan dan telah menciptakan lingkaran setan dalam kehidupan bangsa dan negara. Kerusakan ini jika dibiarkan maka tidak mustahil akan meruntuhkan sendi-sendi negara bangsa yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa. “Maka wis wayahe untuk dilakukan penyelamatan dan perbaikan radikal, yaitu suatu upaya untuk mengembalikan kehidupan bangsa dan negara ke akar radix atau akarnya, yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara pada 18 Agustus 1945,” tegasnya. Dalam kaitan itu Muhammadiyah, sebagai salah satu komponen bangsa yang berjasa dan berperan besar dalam penegakan negara harus merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kerusakan dan pengrusakan. “Muhammadiyah yang telah berjasa dan berperan besar dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dituntut untuk terus tetap berperan mengawal bangsa dan negara dengan meningkatkan amar makruf nahyi munkar,” ujar Din Syamsudin. (mth/MD)
Siap-Siap, Luhut Sudah Perintahkan Jokowi Naikkan Harga Pertalite
MENKO Marinves Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Presiden Joko Widodo kemungkinan besar akan mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi Solar dan Pertalite pekan depan. Karena itu, ia meminta masyarakat untuk bersiap-siap kalau nantinya pemerintah jadi menaikkan harga pertalite dan solar. Pasalnya, subsidi energi yang mencapai Rp 502 triliun telah membebani APBN. Menurut LBP, subsidi itu digunakan untuk BBM, LPG dan juga listrik. Pemerintah tidak akan ragu untuk mengambil keputusan yang tidak populer seperti menaikkan harga BBM yang masih subsidi. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat kebijakan kenaikan harga BBM yang disampaikan LBP ini? Berikut dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Ahad (21/8/2022). Kita tetap harus update karena banyak sekali peristiwa-peristiwa penting dan saya kira buat publik ini sudah harus bersiap-siap. Saya kira bukan bersiap-siap yang udah siap gitu bahwa harga BBM Pertamax Pertalite naik. Kenapa? Pak Luhut sudah memberikan sinyal bahwa pekan depan ya pekan depan tuh kan Senin sampai Sabtu Pak Jokowi akan mengumumkan kenaikan harga BBM itu. Ya itu hal yang udah diprediksi dan nggak mungkin terus-menerus, ditalangi itu. Berdarah-darah tuh APBN tetapi keterangan-keterangan yang kita peroleh dari awal kan sebetulnya menunjukkan, tugas negara itu melindungi rakyatnya dan kita masih berupaya untuk meminta agar supaya ada bagian yang dikorbankan, tapi Pak Jokowi kan enggak mau korbankan bagian yang ambisius, yaitu IKN dan terlihat makin bolong. Tetapi memang ada suasana dunia di Inggris juga di Amerika tadinya inflasi udah dua digit, Inggris juga sekarang inflasi dua digit, sehingga bahkan UMKM gak bisa lagi memproduksi karena dianggap biaya energi, biaya bahan baku dan biaya energi mahal sekali itu. Jadi, krisis Dunia itu sedang berlangsung, Indonesia dari awal ada dari kerentanan. Saya baca data terakhir dari minggu lalu ILO memproduksi hasil risetnya bahwa di dunia ini akan ada 78 juta penganggur berusia muda antara 15 24 tahun dan Indonesia masuk dalam area berbahaya itu. Jadi kita membayangkan ada kesulitan ekonomi, ada generasi muda yang menganggur, ada polisi yang tidak bisa membereskan kasus, lalu kita masuk ke tahun pemilu. Jadi semua keadaan itu yang memungkinkan kita dulu menganggap ini bakal terjadi kerusuhan kekacauan, tapi selalu datang semacam jalan keluar dengan membujuk supaya publik menganggap pemerintah masih online dengan janji-janjinya itu. Kita tahu bahwa Presiden Jokowi sudah berbohong berkali-kali tuh ya, akhirnya dia harus menyerah juga, karena dulu dalil kita ambisi politik itu akan dibatalkan oleh APBN, sekarang sudah mulai terjadi itu. Tapi kalau kita ingat lagi bahwa yang dirumuskan kemarin oleh Luhut itu artinya sesuatu yang sebetulnya hanya sekedar ditunda dari awal sebetulnya udah mesti itu dilakukan. Saya balik pada poin, perintah konstitusi pada presiden yaitu pelihara orang miskin dan cerdaskan kehidupan bangsa, cuman itu 2 perintah konstitusi 2-2 itu udah batal sekarang kita berpikir, apakah pemilu juga akan batal? Kelihatannya begitu. Karena gak ada uang buat biayain pemilu, nanti ada upaya lagi untuk memperlebar defisit, sehingga hutang bisa ditambah segala macam dengan alasan kesejahteraan padahal tahun lalu kita sebetulnya bisa salurkan keuntungan kita atau pemasukan APBN dari hasil ekspor komoditas untuk mem-back up daya beli rakyat tapi itu disembunyikan uangnya itu enggak mau diturunkan. Jadi, terlihat sekali bahwa kendati APBN ada uang tetapi karena ada kepentingan politik untuk memaksimalkan penyogokan orang miskin nanti oleh tahun depan maka dilakukanlah pencabutan subsidi itu, itu bahayanya. Tapi itu sebetulnya juga menguntungkan saja karena nanti juga akan terjadi keresahan, buruh udah pernah sebulan lalu atau dua minggu lalu, Jumhur Hidayat pemimpin buruh dan ada disiplin itu artinya dengan mudah buruh akan kembali ke jalan, Inggris itu udah 2 kali pembukaan buruh karena soal daya beli yang turun. Jadi, Indonesia juga akan masuk pada hal yang sama berbahaya dalam keadaan semua bara sedang sudah mulai berasap. Justru kepolisian itu kebingungan bagaimana nanti memadamkan asap sosial ini atau kebakaran sosial kalau dia sendiri belum mampu untuk memadamkan konflik berbara di dalam tubuh Polri itu sendiri, jadi ini komplikasinya. Tapi kalau saya mendengar uraian Anda, saya malah curiga jangan-jangan memang ada yang senang nih kalau sampai kemudian pemilu enggak jadi. Kenapa? Karena saya awal Pak Jokowi dan gengnya atau orang-orang sekitar Pak Jokowi kan berharap bahwa Pemilu itu memang ditunda dengan alasan memang tidak ada biaya tadi, ekonomi kita sulit sedang tumbuh selalu itu yang digunakan. Ya itu yang kemudian jadi britex, jadi pembenar terhadap aktivitas musyawarah rakyat, tapi ini berbalik arah nanti kalau hal yang kita sebut dari kekacauan ini tidak bisa dipadamkan oleh negara tuh, itu bahayanya di situ. Jadi, walaupun Pak Jokowi punya ambisi untuk tiga periode dengan mengandalkan basa-basi APBN kosong itu, tapi jika hal itu terjadi di perusahaan ya Pak Jokowi juga ikut lengser dengan keresahan itu jadi ini bahayanya itu. Dan, persaingan di antara petinggi-petinggi Polri itu juga diincar oleh para politisi untuk saling pasang skrup pertama siapa yang akan pasang skrup pertama di Tarunojoyo itu, itu yang akan menentukan keadaan ke depan tapi saya menghitung atau kita menghitung itu akan panjang. Jadi, pembegalan APBN ini juga akan bersamaan dengan pembegalan di kepolisian, begal-membegal ini yang akan ditonton oleh rakyat bangsa Indonesia dan juga dunia dan para pemain strategis politik di kawasan Indo-Pasifik mengincar Indonesia sebagai tempat yang paling enak untuk mulai pasang strategi karena Indonesia lebih lemah, ini kan yang enggak dibicarakan oleh publik atau publik tahu itu tapi presiden enggak morais. Jadi, mulai besok kita akan lihat bagaimana perusahaan mulai datang dari wilayah-wilayah, lalu bagaimana daya tahan Kapolda sementara banyak Kapolda lagi kebingungan untuk menyelamatkan dirinya dari desain-desain yang tadinya tersembunyi tapi kemudian makin lama makin nyata. Kita ada di dalam keadaan kebingungan itu karena kecemasan saya kalau konflik sosial itu berubah menjadi kerusuhan rasial itu saja sebetulnya. Kalau konflik sosial ini menyebabkan pemilu batal, itu kita senang sekali asal jangan jadi kerusuhan sosial, karena memang gak ada hak lagi bagi presiden untuk mengklaim prestasinya dan dia lupa, dia itu ditugaskan untuk memelihara daya beli rakyat bukan mencabut subsidi. Dengan alasan apapun dia kan bilang ya karena harga keekonomiannya sudah enggak ada. “Iya tapi negeri kita bukan negeri Amerika Serikat atau Inggris yang tidak ditugaskan untuk mensubsidi kebutuhan pokok”. Jadi, sekali lagi mereka yang punya tabungan pensiun menganggap nilai pensiunnya gak ada gunanya lagi jika dimakan inflasi dan mereka yang merupakan bermain nutrition out segala macam itu sudah habis saja semuanya kan. Jadi, keadaan ini membuat orang bukan sekedar frustasi menganggap Indonesia betul-betul sudah enggak ada harapan. Dan kita bisa membayangkan begitu diumumkan pertelite karena pertelite ini sebab memang salah satu bahan bakar yang bahan bakar penugasan istilahnya gitu yang masih bersubsidi dan masih bisa terjangkau publik. Sebenernya kita sudah punya gambaran kalau angkanya sekarang 7600 mungkin naik nanti sekitar 10.000 atau 10 ribu sekian lah, seperti itu dan kita bisa perkirakan kenaikannya sekitar 25%. Tapi kita tahu bahwa dampak dari kenaikan 25% pada BBM itu berkali-kali lipat tidak bisa berdampak 50% terhadap komoditi-komoditi, belum lagi transportasi juga naik misalnya fenomena di perkotaan itu soal ojek online atau sopir mobil online. Itu kan dia dipastikan akan merogoh kocek lebih dalam untuk biaya operasionalnya dan itu mau nggak mau pasti akan berubah pada konsumen dan ketika konsumen dibebani itu dia udah punya turun, kemudian pendapatan dari para sopir online maupun ke ojek online juga akan menurun. Jadi ini dampak ikutannya itu luar biasa. Ya itu kita lihat multiplayer efeknya pasti kemana-mana tapi Pemerintah juga udah tunggu saya kira dia udah tunggu nanti di awal tahun depan dikeluarkanlah dana-dana sogokan itu. Jadi, orang yang kesulitan ekonomi dan miskin itu pasti rentan untuk disogok lalu mulai masuk ide 3 periode segala macam, jadi inilah yang sebetulnya ini kalau minta bikin peta, ini lebih gila dari Kaisar Sambo karena panah-panahnya pun kita bisa bikin dengan mudah kita lihat ucapan seorang tokoh publik kita hubungkan saja dengan nomor hand phone-nya. Jadi, ke mana arah pembicaraan diantara kabinet misalnya. Kita lihat ada keutuhan kabinet untuk mengawal permintaan presiden, jadi menteri-menteri mesin juga menganggap “Yaudah silakan presiden berbohong, silakan presiden menganggap bahwa uang yang tersisa itu bisa bermain politik”. Tetapi para tokoh politik yang notabene adalah menteri juga mengharapkan uang itu masuk ke mereka karena itu mereka mulai mendekati presiden semua yang tidak diucapkan di publik kita tahu tuh bahwa hanya melalui pendekatan dengan Presiden para capres ini bisa memperoleh limpahan suara dari agen-agen Presiden. Jadi, sekali lagi demokrasi betul-betul sudah padam karena akan dikendalikan nanti oleh uang rakyat yang harusnya tiba ke rakyat untuk menopang daya beli tapi disimpan untuk menyogok rakyat dengan alasan bahwa “Oke dengan sogokan itu maka ide perpanjangan kekuasaan akan bertambah”. Tetapi sekali lagi enggak ada teori bahwa rakyat itu bisa disogok terus-menerus, pada satu saat APBN juga atau tabungan untuk menyogok raiyat habis karena apa? Karena kita lagi menghadapi krisis Global lain kalau cuman kita sendiri yang terproteksi APBN kita kan itu intinya itu. Nilai tukar berubah sedikit udah habis cadangan devisa yang dipakai untuk mempertahankan rupiah atau menstabilkan rupiah itu intinya tuh, jadi gampang sekali kita lihat sebetulnya kecemasan yang ada di istana tuh. Oke walaupun cemas tapi kelihatannya Pemerintah tetap menggunakan sebagai sebuah peluang gitu ya, di dalam kesulitan itu buat mereka ada peluang kan gitu selalu ada apanya adagium semacam itu sudah bisa membayangkan itu tadi justru akan digunakan untuk ketika masyarakat menceritakan digunakan ini sebagai kampanye penurunan presiden atau pemerintah datang sebagai sinterclas bagi-bagi BLT dan orang-orang seperti kelas bawah ini kan memang mereka rentan dimanipulasi. Ya itu mulai sekarang akan dipersiapkan survei-survei publik politik big data akan dipakai lagi untuk pembenaran itu. Tapi, sekali lagi ada yang hal yang juga sebetulnya nggak akan berat-berat amat karena kita udah belajar bahwa kalau terjadi krisis ekonomi berlakulah prinsip paman, mantu, keponakan, saudara jauh akhirnya dikasih kerjaan nah sebagai pembantu rumah tangga tuh karena Indonesia masih menganut antropologi Extended family tuh. Jadi, setiap beban ekonomi pada rakyat bisa diambil alih oleh keluarga oleh keluarga dekatnya karena prinsip persaudaraan macam-macam tapi itu tetap ada batasnya tuh dan kita nggak bisa ukur apa yang akan terjadi dalam dua semester depan kalau ketegangan ekonomi Amerika dengan China masih berlangsung terus, walaupun ada tanda-tanda Rusia akan berdamai dengan Ukraina karena diplomasi dari Turki. Tapi, secara keseluruhan ekonomi dari dunia itu memang buruk dan itu yang nggak bisa kita pantau lagi, karena kita bukan penentu stabilitas moneter internasional misalnya tuh. Jadi, kegalauan cinta sebetulnya semakin menjadi-jadi, karena kita paham bahwa pemerintah nggak paham tentang finager market global itu intinya. Jadi, ini walaupun kita katanya Surve Sri ya termasuk Sri Mulyani gitu ya jadi menuju arah Sri Lanka itu juga sulit terhindarkan. Yaitu, dengan mudah kita terperosok, jadi tinggal langkah kecil adik Sri Mulyani melangkah ke Sri Lanka kondisi-kondisi ini kan ada di dalam kita baca sedikit laporan Presiden Jokowi kemarin tapi kita tunggu apa implikasinya. Ternyata sebetulnya sebelum laporan itu dibuat Pak Luhut sudah tau lebih dahulu bahwa pertalite gak mungkin gak dinaikkan. Dulu juga hal yang sama sudah diucapkan Pak Luhut lalu komisaris pertamina bilang “Nggak, nggak bisa itu” ya, tapi sekarang akhirnya terdesak juga tuh keadaan. Keterdesakan ini yang tumbuh bersamaan dengan keresahan sosial kalau gak ada kekuasaan sosial apalagi kepercayaan pada lembaga penertiban Republik Itu polisi semakin merosot, maka kemungkinan-kemungkinan yang kita bayangkan tadi yaitu kerusuhan itu akan berlangsung dan membatalkan semua agenda kita. Kita selalu ingin supaya kerusuhan berlangsung tapi yang berantakan harusnya kekuasaan saja jangan rakyat berantakan karena isu SARA. Saya jadi teringat betul ya Pak Luhut beberapa waktu yang lalu sudah mengingatkan bahwa pertalite kemudian gas melon yang gas 3 kg itu mau akan segera naik betul. Kemudian banyak dibantah dan sekarang sudah mulai Pak Luhut gak tahan lagi lebih baik mendahului dari sekarang bilang bahwa pekan depan kemungkinan Presiden akan menyampaikan kenaikan harga pertalite karena beliau udah gak sabar lagi. Dan saya kira ini kenaikan gas melon itu juga tinggal menunggu waktu saja dan sempurnalah. Saya kira kesulitan hidup yang terjadi pada masyarakat terutama pada kelas menengah. Nah, inilah kesempatan kita untuk mengevaluasi konstitusi dan yang sedang diributkan sekarang kan soal fungsi konstitusi untuk menatap politik padahal ada prinsip lain di konstitusi, yaitu menyelenggarakan kesejahteraan umum. Kita tahu konstitusi kita itu basisnya kalau dalam ilmu ekonomi atau filsafat ekonomi basisnya adalah welfare state dan itu artinya spending pemerintah memang diperlukan yang orang sebut Kenshin Policice itu bahwa dalam keadaan kemiskinan, ketiadaan daya beli ekonomi mesin dihidupkan dengan cara pemerintah membubarkan dispose membuang semua uangnya supaya timbul pasal. Jadi, Pemerintah harus pending, harus keluarkan uang, bukan ditahan-tahan uangnya tuh. Kalau prinsip sekarang Pemerintah menahan uang dengan cara mencabut subsidi. Padahal subsidi diperlukan oleh sebuah Welcastrip kita sekarang menganggap Pemerintah betul-betul melenceng dari perintah konstitusi. Walaupun pemerintah akan bikin dalil, yaitu seluruh dunia juga begitu Oh iya tapi seluruh dunia tidak punya konstitusi seperti Indonesia yang mewajibkan negara itu ikut campur dalam waktu keadaan urusan ekonomi itu. Sekarang ikut campur pemerintah itu kan dengan subsidi itu sedang dicabut jadi dia sudah melanggar konstitusi sebetulnya tuh dan itu yang mestinya mulai diproses bahwa hak-hak dasar rakyat yang ditentukan oleh konstitusi dan diperintahkan untuk diwujudkan oleh Presiden tidak dia lakukan. Dimulailah berpikir bahwa dia bisa di divisi juga dengan prinsip bahwa \"tidak menjalankan perintah konstitusi bahkan bukan sekedar tidak menjalankan bertentangan dengan perintah konstitusi\" mencabut subsidi itu bertentangan dengan perintah konstitusi, tentu para ekonom akan bilang ya secara ekonomi itu memang terpaksa meski ia terpaksa karena kedunguan dari awal desain ekonominya. Oke. Jadi besok hari Senin kita siap-siap kepastian akan terjadi kenaikan itu tapi saya kira Azzam sudah ada instruksi Pak Luhut kepada Jokowi untuk mengumumkan kenaikan Pertalite gitu ya. Iya dulu kita anggap bahwa ada yang disebut jokowinomics tapi enggak ada intinya tuh dan orang akhirnya ya bertumpu pada kearifan Pak Luhut, Luhutdian economics kira-kira begitu. Ekonomi ala Pak Luhut yang mengandalkan kecepatan untuk menyelesaikan soal tapi seringkali kecepatan menyelesaikan soal itu bertentangan dengan prinsip normatif dari konstitusi. Dan saya kira mungkin beban Pak Jokowi dan Pak Luhut berbeda karena bagaimanapun yang terpilih yang dipilih oleh rakyat itu Pak Jokowi dan supaya beliau pasti berhitung-hitung soal begitu. Sementara Pak Luhut itu lebih dingin, gitu saja melihat persoalan seperti seorang dokter bedah saja dia tidak melihat ya pokoknya karena kalau enggak saya amputasi ini penyakitnya menjalar kemana-mana, amputasi saja. Bbegitu kira-kira saya membayangkan cara berpikir Pak Luhut. Ya itu bener. Pak Luhut dingin melihat kebijakan dan kedinginan itu didasarkan pada prinsip efisiensi saja kan harus ada semacam dalam prinsip milteru efisiensi itu jadi apapun variabelnya harus diputuskan harus diambil keputisan. Jadi duel di dalam kabinet akhirnya dimenangkan oleh Pak Luhut pasti karena semua menteri sibuk dengan eksternal dia tuh, jadi politisi. Nah Pak Luhut karena dia hanya fokus berinvestasi maka dia secara dingin lakukan amputasi itu diulang amputasi air walaupun itu nanti akan dipersoalkan secara konstitusi, tapi hanya itu pilihannya memang. Lain kalau Pak Jokowi mampu untuk membaca lebih komprehensif keadaan dunia mungkin dia akan undang beberapa tokoh ekonomi guna berdebat dengan Pak Luhut. Tapi, Pak Jokowi memang gak punya pengalaman itu apalagi kapasitas itu dengan sendirinya secara natural Pak Luhut yang terdepan kira-kira begitu saja. Oke saya mikir-mikir sebenernya enak dong jadi tokoh model Pak Luhut tidak perlu ikut kampanye ikut Pemilu nyapres tapi berbagai kebijakan dia bisa ambil dan presidennya tinggal ikut saja. Kalau kita ingat sinyal dulu now we are all Keys yang mungkin now we are hujan pada akhirnya negeri ini harus tunduk dan ikut pada efisiensi yang dipikirkan oleh LBP kira-kira begitu. Oke dan anda menyiapkan opsi kalau semua skenarionya tidak berjalan LBP yang lain ya. Oh ya itu namanya Liga Boikot Pemilu dan saya kira juga Pak Luhut akan setuju karena kalau keadaan udah tidak bisa diselamatkan ya Pak Luhut akan ambil kebijakan juga dan itu enaknya kalau jadi Pak Luhut, semua hal dia paham dan dia bisa putuskan dengan cepat sementara kabinet memang lamban memikirkan keadaan bangsa. (mth/sws)
Negara Sebagai Organisasi Kejahatan
Kasus Ferdi Sambo yang melilit Polri tidak bisa dinilai sebagai masalah personal atau sekadar oknum semata. Pembunuhan disertai penganiyaan seorang ajudan berpangkat brigadir oleh seorang jenderal sekaligus atasannya yang menodai tubuh kepolisian itu, merupakan salah satu persoalan struktural dan sistemik yang terjadi hampir di semua institusi negara. Orang dan sistem menyatu dalam syahwat melakukan distorsi penyelenggaraan pemerintahan. Saling memanfaatkan mencari kekayaan dan jabatan, mewujudkannya sebagai kekuasaan yang superior untuk melakukan penyimpangan dan kejahatan kemanusiaan. Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI PUBLIK tersentak, ketika Polri sebagai instrumen negara yang selama ini menyandang gelar sumir. Kembali memunculkan aib yang semakin membuat Polri terpuruk lebih dalam. Tak tanggung-tanggung, fenomena Irjend Ferdi Sambo, membongkar bukan hanya soal pembunuhan semata. Lebih dari itu bau amis menyelimuti kecenderungan rangkaian kejahatan lain seperti korupsi, perselingkuhan, disorientasi seksual, persaingan pengaruh dan jabatan para petinggi, hingga adanya kekuatan mafia yang selama ini samar-samar menguasai korps bhayangkara tersebut. Kasus kompleks yang menyeret beberapa perwira tinggi dan menengah Polri hingga membuat seorang presiden melakukan intervensi. Peristiwa itu semakin mengukuhkan institusi Polri yang sudah sejak lama dibayangi sikap skeptis dan apriori rakyat. Alih-alih menjadi lembaga yang melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Polri justru banyak melakukan penghianatan dan menghancurkan Tri Brata dan Eka Prasetya yang menjadi kehormatan dan kebanggan para taruna itu. Dari pinggir jalan raya, dari pusat bisnis dan hiburan yang dikelola cukong, dari kantor kejaksaan hingga ruang pejabat dan politisi. Publik terlanjur menganggap ada keterlibatan permainan nakal dan kotor yang dilakukan polisi baik yang berseragam maupun berpakaian preman. Seakan membenarkan ungkapan satir Gus Dur (KH. Abdurahman Wahid), bahwasanya hanya ada tiga polisi yang baik di Indonesia, pertama Jendral Hoegeng mantan Kapolri (alm), kedua, patung polisi dan ketiga, polisi tidur. Presiden keempat RI yang kontroversial itu juga pernah membuat peryataan terbuka terkait keteribatan aparat keamanan termasuk polri, terkait kasus dan penanganan teroris serta pelbagai gerakan intoleran, radikal, fundamental dan ekstrimis lainnya. Sinyalemen itu menguat saat kebijakan polri begitu resisten dan represif terhadap gerakan kritis dari aktifis terlebih kepada para ulama, pemimpin dan tokoh- tokoh Islam. Kasus paling menonjol dan dianggap paling membunuh penegakkan hukum dan rasa keadilan itu, terasa mengganjal pada peristiwa KM 50, yang hingga kini masih diliputi tabir gelap. Dalam segmen seperti itu Polri nyaris langgeng menyandang stigma dan stereotif sebagai alat kekuasaan atau mafia ketimbang menjadi alat negara. Polisi terkesan dicap sebagai anjing penjaga pengusaha hitam dan penguasa lalim dibanding membantu menyelesaikan masalah kaum lemah dan tertindas. Bisa dimaklumi jika rakyat terutama yang tidak memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi dan kekuasasn politik, lebih memilih menghindari berurusan dengan polisi. Bagi rakyat, menyelesaikan masalah dengan tanpa keteribatan polisi, itu menjadi lebih baik. Seperti ada anggapan dari publik, kalau lapor kehilangan ayam, maka akan bertambah menjadi kehilangan kambing. Begitulah asumsi yang terus berkembang di sebagian besar masyarakat. Sungguh miris dan ironis, insitusi Polri yang usianya hanya beda setahun dengan kemerdekaan Indonesia dan selama itupula telah menjadi garda terdepan dalam menciptakan dan menjaga ketertiban masyarakat. Polri mau tidak mau, suka atau tidak suka, harus menerima pandangan sosial yang \"prejudice\", kontradiktif dan ambivalens di mata rakyat. Semboyan presisi pada Polri yang belum lama ini mengemuka, pada kenyataannya hanya berupa ilusi. Contoh soal, tercium kabar dan desas-desus untuk masuk akademi kepolisian dan promosi jabatan, harus mengeluarkan biaya hingga miliaran. Sebuah angka yang fantastis yang harus dipenuhi untuk menjalankan tugas mengabdi dan melayani rakyat, negara dan bangsa. Nominal harga yang sulit dijangkau untuk seorang polisi yang tulus dan jujur namun tak berpunya, yang semata-mata hanya untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raganya dalam menjalankan tugas suci kemanusiaan sebagai abdi negara. Boleh jadi dan mungkin menjadi serba permisif, dengan mekanisme perekrutan taruna dan mutasi jabatan di jajaran polri yang kapitalistik dan transaksional seperti itu, hanya melahirkan kebanyakan polisi korup, tak bermoral dan bengis. Jauh dari integritas, kapabilitas dan akuntabilitas, dalam melayani kepentingan publik, mencintai dan melayani rakyat sepenuh hati. Namun demikian, layak juga dipertimbangkan bahwa polisi-polisi itu tak berdaya dan tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Mereka terjebak pada satu situasi dan kondisi yang memang sudah buruk sedemikian rupa. Sistem telah memaksa para polisi baik yang pemula maupun yang senior untuk mengikuti arus dibanding terseret arus, terlepas apakah itu baik atau buruk baginya dan institusi kepolisian. Sistem yang dalam kerusakan akut, telah memperkosa cita-cita, keyakinan dan pengabidian para polisi baik, sehingga ideslisme terkoyak dimangsa paduan suara kejahatan dalam salah-satu organisasi penegak kebenaran dan keadilan yang sejatinya diinginkan dan dirindukan rakyat. Hanya ada \"a few good man\" dalam sindikat penyamun dan berbahaya di kelembagaan negara yang strategis itu. Bukan Cuma Polri Begitu terorganisir, terstruktur dan masif, kebanyakan institusi negara diselimuti praktek- praktek menyimpang. Kasus di tubuh Polri dengan personifikasi Ferdi Sambo, sesungguhnya juga menjadi representasi distorsi mayoritas institusi negara, seandainya tabu dianggap mewakili pemerintah dan negara. Kecerobohan Ferdi Sambo sekaligus kelemahan Polri itu, sebenarnya menjadi momen \"breaking ice\" terhadap karut-marutnya hampir semua institusi negara. Lembaga-lembaga formal dan konstitusional tidak hanya sekedar jauh dari ideal dan menyimpang dari tugas dan fungsi sebenarnya. Malah yang paling konyol dan menyedihkan, sistem dan birokasi yang ada di dalamnya seperti organisasi rentenir yang memeras, organisasi penjahat yang sewaktu-waktu bisa merampok dan menganiaya, serta tak ubahnya sarang binatang buas yang tiba-tiba menerkam, mengoyak luka dan memengancam keselamatan jiwa. Ferdi Sambo bagai menyiratkan telah membuka kotak pandora dari tidak sedikit kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan atas nama negara. Di Indonesia, negara yang begitu dicintai meski penuh ironi dan kemalangan. Sudah menjadi rahasia umum dan begitu telanjang mempertontonkan distorsi penyelenggaraan negara, baik oleh perilaku pejabatnya maupun tradisi atau kebiasaan yang telah menjadi baku dalam institusi pemerintahan. Behavior pejabat dan aturan birokrasi seolah-olah menyatu menjadi konsorsium kejahatan yang berlindung di balik konstitusi dan sumpah jabatan. Kerusakan mental aparatur negara menjadi begitu sistemik dan tampil secara formal di permukaan. Publik seperti menyadari dan merasakan langsung, ketika kejahatan secara terselubung yang terorganisir, terstruktur dan masif itu, sudah berlangsung sejak dari hulu hingga ke hilir. Atasan menjadi \"the ountachable\", bawahan pasrah dan tak berdaya harus mengikuti, sementara institusi yang melingkupinya dibajak, direkayasa dan dikendalikan menjadi organisasi super body dari kejahatan yang resmi dan menggunakan plat merah. Bukan cuma Polri, institusi TNI juga tak luput terpolarisasi dan tekontaminasi. Selain TNI dan Polri, banyak institusi seperti kementerian, pemerintahan daerah, BUMN-BUMD, komisioner-komisioner pelayanan publik semacam KPU, KPK, Komnas HAM dlsb., disinyalir sudah berada dalam zona nyaman korupsi, manipulasi konstitusi dan kejahatan kemanusiaan lainnya. Sebagian besar terpaksa mengikuti aturan main yang berlaku meski penuh kemudharatan dan kedzoliman. Lebih baik menyelamatkan diri sembari menikmati kekayaan dan fasilitas daripada tergusur, begitu aparatur negara membatin. Birokrasi yang berisi aparatur negara tanpa kesalehan sosial, terus menikmati distorsi penyelenggaraan sambil mencuri bonus gaya hidup mewah dan berlebihan. Jadilah semuanya personifikasi dan sistem yang menyimpang, bersekongkol dalam negara yang mewujud sebagai organisasi kejahatan. Selain sistem, faktor personal yang sangat dipengaruhi oleh orientasi, mental dan struktur sosial yang ada dalam diri seseorang, telah menjadi sesuatu yang prinsip dan menentukan ketika diberi kepercayaan untuk mengemban jabatan publik. Latar belakang figur relatif menjadi dominan baik secara pribadi maupun organisatoris dalam melahirkan karakter kepemimpinan. Secara empiris tidak sedikit karakter unggul dalam personal mampu memberi warna dan memengaruhi organisasi atau istitusi tempat bernaungnya, termasuk sistem yang ada. Begitupun sebaliknya, sistem yang kuat juga akan mampu menjalankan organisasi sesuai cita-cita dibangunnya organisasi. Aspek personal juga tak luput dari dinamika organisasi yang harus mengikuti landasan, proses dan tujuan organisasi yang berasal dari tatanan sistem yang ada. Baik personal maupun sistem, pada akhirnya memiliki korekasi yang signifikan yang saling menguasai, memberi pusat pengaruh dan menentukan kebaikan ataupun keburukan pada capaian organisasi atau istitusi baik dalam masyarakat, perusahaan ataupun negara. Oleh karena itu, kasus Ferdi Sambo yang telah menyita perhatian publik sejagad republik ini dan mungkin seantero dunia, yang berhasil mereduksi Polri sedemikian rupa. Semakin membuka ruang kedasaran semua pihak, bahwa kejahatan dan kebaikan selalu membersamai kehidupan semua orang, komunal bahkan pada institusi negara. Bukan cuma Polri yang begitu naif dan menyedihkan dengan segala kebaikannya. Negeri ini begitu susah untuk menghitung berapa banyak institusi negara dan aparaturnya yang menjadi penjaga kebenaran kebenaran dan keadilan, namun seiring sejalan juga menghianati kebenaran dan keadilan. Tak lagi bisa dibedakan siapa yang menjadi abdi negara dan musuh negara. Tak ada lagi dan sulit menemukan siapa yang menjadi pelindung, mengayomi dan melayani masyarakat. Mustahil bisa menghitung berapa banyak rakyat di republik ini yang tak menghirup udara kapitalisme yang mengandung radikal bebas sekulerisasi dan liberalsasi global. Sesulit menghitung berapa banyak manifestasi nilai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang kadung dikuasai oligarki, seraya seluruh rakyat Indonesia menggandrungi materi, takut mati dan cinta dunia. Sebagaimana virus yang menjadi pandemi yang disebut penyakit Wahn. Penyakit paling ganas bagi kemanusiaan dan peradabannya, yang telah membuat banyak orang telah mati dalam hidupnya. Bukan cuma Polri, masih teramat banyak lagi yang terdistorsi dan terpuruk. Apapun dan bagaimanapun itu, selamat menjadi rakyat dan warga bangsa dari negara yang telah menjadi organisasi kejahatan. Meski sulit dan dirundung pesimis, seluruh anak bangsa tetap layak berupaya menyelamatkan institusi Polri, TNI, dan lembaga negara lainnya. Karena keselamatan utamanya TNI-Polri dll., itu berarti equivalen dengan kelematan negara dan bangsa Indonesia. Seperti kata orang bijak, jangan membakar lumbung padi hanya untuk membunuh tikus-tikusnya. Munjul-Cibubur, 21 Agustus 2022
Polisi Gerebek Judi Onine, Kok Sekarang Bisa Ditindak Ya?
Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior FNN TIBA-tiba saja sejumlah Polda bisa menggerebek judi online. Pada 9 Agustus 2022, Polda Sumut menurunkan ratusan anggota ke lokasi judi online di Cemara Asri –tak jauh dari Medan. Pada 12 Agustus 2022 menyusul Polda Metro menangkap 78 oranng di Pantai Indah Kapuk (PIK) terkait judi onine juga. Kemudian, Polda Jawa Tengah lebih dahsyat lagi. Mulai 19 Agustus barusan, mereka mengerahkan semua Polres untuk membasmi segala bentuk perjudian: online, judi dadu, judi kartu, dsb. Sudah banyak yang ditangkapi. Termasuk juga penyelenggara judi togel. Dahsyat ini. Bayangkan kalau sejak dulu Polisi di seluruh pelosok Indonesia melakukan pemberantasan. Pastilah para bandar dan operator segala bentuk judi tak punya ruang gerak. Tapi, kawan-kawan bertanya: kok bisa ya Polisi langsung tahu lokasi-lokasi judi online di banyak tempat itu? Tidak sekadar itu, Pak Polisi tahu juga bandar-bandarnya. Teman-teman juga bertanya: selama ini kenapa dibiarkan saja? Menjawab pertanyaan kawan-kawan itu, saya hanya bisa mengatakan: janganlah begitu pertanyaan kalian. Hargailah Pak Polisi yang telah bekerja keras. Pak Polisi itu mempertaruhkan segalanya untuk Indonesia, untuk rakyat. Pak Polisi itu bekerja siang-malam. Siang mengunjungi warga, menjaga ketertiban umum. Kalau malam mereka mengunjungi tempat-tempat hiburan untuk memastikan agar semuanya berjalan lancar, tidak ada masalah, dan sesuai kode etik. Capek lho mereka. Apalagi selesai tugas di tempat-tempat hiburan itu, capek sekali. Semua energi mereka kerahkan di sana. Energi lahir-batin. Di siang hari pula Pak Polisi melayani masyarakat yang datang ke kantor-kantor mereka di semua jenjang, baik itu mabes, mapolda, mapolres atau mapolsek. Tidakkah kalian bayangkan betapa sibuknya Pak Polisi? Kalau ada demo, Pak Polisi (c.q. satuan Brimob) harus memastikan agar para demonstran melihat dari dekat tampilan fisik mereka yang tegap-tegap. Juga memastikan agar pendemo melihat peralatan yang mereka gunakan dan yang akan mereka “hadiahkan” kepada para pengunjuk rasa itu. Jadi, kembali ke pemberantasan judi online dan segala bentuk perjudian lain, Polisi sebenarnya sangat serius. Polda Sumut, sebagai contoh, mengultimatum bandar judi terbesar di Sumatera, Apin BK, agar menyerahkan diri. Keseriusan terlihat pula dari tindakan Kapolda Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak yang memimpin langsung penggerebekan. Mereka mendatangi ruko kosong. Tidak ada manusia. Tapi berhasil menyita banyak komputer. Humas Polda mengatakan, mereka akan melakukan pendalaman. Pendalaman ini harus kita sambut baik. Kita applause. Sebab, yang ditemukan sejauh ini dangkal sekali. Perlu diperdalam. Dan setelah itu polisi beramai-ramai menggeledah rumah mewah si Apin. Tapi, Apin tidak berada di tempat. Mungkin sedang banyak urusan. Baangkali dia belum sempat menjumpai polisi. Yah, tampaknya Pak Panca harus bersabar menghadapi si bandar besar itu. Mungkin kalau Pak Kapolda baik-baik bilang ke Apin bahwa polisi tidak akan membawa Glock 17 untuk menjeput beliau, bisa jadi dia akan menerima kedatangan petugas. Lagi pula Apin kan sudah dicekal. Tak bisa lari ke luar negeri. Paling-paling dia beristirahat di tempat yang bisa dicari aparat seperti mudahnya polisi menemukan lokasi judi online di Cemara Asri itu. Memang ada judul berita yang kurang enak tentang upaya penangkapan Apin. Misalnya, sebuah koran online menulis judul: “Ultimatum Irjen Panca Putra Tak Digubris Bos Judi Online”. Membaca “tak digubris” itu sangat menyakitkan. Bisa dipahamilah perasaan Pak Panca. Tapi, Pak Panca harus bersemangat terus mencari Apin. Bisa dapat itu nanti, Pak. Sekiranya tetap sulit menangkap Apin, mungkin bisa minta bantuan Irjen Fadil Imran –Kapolda Metro. Mengapa Pak Fadil? Karena beliau ini berhasil menangkap 78 pelaku judi online di PIK. Boleh jadi Pak Fadil punya kiat tertentu untuk memancing agar orang yang diburu mau keluar dari persembunyiannya. Selain itu, Pak Fadil punya pengalaman hebat dalam menangani kasus pembunuhan KM-50. Mulus sampai ke pengadilan. Cemerlang. Sukses KM-50 itu adalah puncak kehebatan Fadil. Semacam “award winning master piece”. Kira-kira begitu. Tentu saja Pak Panca sangat dekat dengan Pak Fadil. Sesama kapolda. Pasti seringlah berjumpa. Apalagi saat ini Pak Panca dan Pak Fadil sama-sama sibuk menumpas judi online dan judi-judi lainnya. Mana mungkin Pak Fadil, yang dekat dengan Ferdy Sambo itu, tak mau membantu.[]