ALL CATEGORY
Peringatan Proklamasi 17 Agustus Jaman “Now”
Ini Indonesia baru, kata mereka, negara Indonesia yang maju. Yang tercerabut dari karakter kebangsaannya dan tidak lagi berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila BANYAK netizen bingung melihat hari peringatan kemerdekaan 17 Agustus 2022 lalu. Sepanjang peringatan 17 Agustus jaman Orde Lama, Orde Baru, dan jaman Reformasi sangat berbeda. Jaman Orde Lama pidato Bung Karno selalu menjadi pusat perhatian di desa- desa, di warung-warung rakyat berkumpul mendengarkan pidato Bung Karno. Dalam pidato itulah Bung Karno membangun character building bangsanya dengan berapi-api, semua mendengarkan dan menyimaknya. Jaman Orde Baru biasanya setelah upacara juga diadakan obade lagu-lagu kebangsaan, cinta tanah air, rasa nasionalisme berbangsa dan bernegara, kita masih mendengar lagu Indonesia Merdeka, Padamu Negeri , 17 Agustus 1945, Garuda Pancasila, Sorak Sorak Bergembira, Syukur. Di sekolah-sekolah obade berlangsung dengan semangat kebangsaan. Jaman Reformasi, negara ini sudah bukan negara yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945. UUD 1945 diganti dengan UUD 2002, yang diganti bukan sekedar pasal-pasal, tetapi yang diganti sistem bernegara, sistem berbangsa, sistem ketatanegaraan, visi-misi negara diganti dengan visi-misi presiden, visi-misi Gubernur, visi-misi Bupati/Walikota. Jadi, tanpa sadar Indonesia sudah diganti, tujuan bernegaranya sudah tidak lagi Indonesia dengan tujuan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Rencana pindah Ibu Kota Negara itu bagian dari melenyapkan Indonesia yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia “Soekarno Hatta”. Indonesia yang sekarang adalah Indonesia yang tidak ada hubungannya dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia yang tidak lagi berdasarkan Pancasila, Indonesia yang sudah tidak bersistem kolektivisme dengan model Permusyawaratan Perwakilan dengan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Indonesia hari ini adalah Indonesia dengan dasar Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme dengan sistem Presidential. Dengan sistem ini maka visi-misi negara diganti dengan visi-misi Presiden, Visi Misi Gubernur, Visi Misi Bupati Walikota, betul pembukaan UUD 1945 tidak dihapus tetapi visi-misi negara yang ada di Pembukaan UUD 1945 tidak dijalankan. Artinya negara Indonesia yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945 telah bubar. Sehingga banyak yang tidak mengerti apa itu negara Indonesia. Jadi, jangan heran kalau peringatan proklamasi 17 Agustus 1945 diperingati dengan dangdutan koplo, menteri dan pejabatnya pada goyang koplo, karena memang negara sudah berubah, bukan lagi negara yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945. Ini Indonesia baru, kata mereka, negara Indonesia yang maju. Yang tercerabut dari karakter kebangsaannya dan tidak lagi berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sadarlah bahwa saat ini adalah Indonesia yang bukan di-Proklamasikan 17 Agustus 1945. (*)
Fadel Melawan Pemecatan dari Wakil Ketua MPR Unsur DPD
Jakarta, FNN – Fadel Muhammad tidak terima dengan keputusan DPD RI yang mencopot dirinya dari jabatan Wakil Ketua MPR. Menurut Fadel Muhammad, pencopotan dirinya dari jabatan Wakil Ketua MPR inkonstitusional. Ia pun menyatakan akan melakukan sejumlah upaya hukum untuk melawan putusan tersebut.“Mekanisme mosi tidak percaya (tersebut), tidak ada dalam aturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan tata-tertib, maupun aturan lain yang ada di DPD dan MPR. Jadi, segala bentuk usulan atau yang diistilahkan pengambilalihan mandat oleh sejumlah anggota DPD adalah inkonstitusional,\" kata Fadel dalam keterangannya, Jumat (19/8/2022). Adapun pencopotan Fadel dari jabatan Wakil Ketua MPR diputuskan dalam Sidang Paripurna ke-2 DPD Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 yang dipimpin Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2022).Sidang Paripurna DPD tersebut memutuskan anggota DPD Tamsil Linrung menggantikan Fadel sebagai Wakil Ketua MPR perwakilan unsur DPD. Fadel menyatakan kedudukan dirinya sebagai Wakil Ketua MPR periode 2019-2024 sah menurut hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku.Ia mengaku sudah bekerja dan menjalankan tugas sesuai amanat peraturan perundang-undangan, termasuk menjalankan Pasal 138 ayat (1) Peraturan DPD tentang Tata Tertib yang mengamanatkan dirinya untuk menyampaikan laporan kinerja di hadapan Sidang Paripurna DPD.Fadel pun mengatakan langkah yang dilakukan sejumlah anggota DPD terkait pencopotan dirinya tersebut tak sesuai kaidah hukum dan aturan perundang-undangan.Menurut Fadel, langkah tersebut masuk dalam kategori perbuatan yang tidak melaksanakan sumpah atau janji jabatan yang telah diucapkannya, serta kewajiban sebagai anggota DPD untuk menaati Pancasila, UUD 1945, dan aturan perundang-undangan yang berlaku.Mantan politikus Partai Golkar itu pun menyatakan akan melaporkan anggota DPD yang menandatangani pencopotan dirinya sebagai Wakil Ketua MPR ke Badan Kehormatan (BK) DPD, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), serta mengajukan gugatan secara perdata dan pidana.“Kita tidak boleh membiarkan terjadinya kesewenang-wenangan di negara ini, terlebih di lembaga tinggi negara. Makanya, saya akan menempuh seluruh upaya hukum, untuk melawan ketidakpatuhan terhadap hukum dan seluruh aturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar dia.Sementara itu, La Nyalla mengungkapkan keputusan pencopotan Fadel dari Wakil Ketua MPR perwakilan unsur DPD dilakukan setelah mosi tidak percaya terhadap Fadel diteken oleh 97 anggota DPD. Tamsil akhirnya terpilih menggantikan Fadel setelah mendapatkan dukungan dari 39 anggota DPD dalam proses pemilihan lewat pemungutan suara atau voting. (mth)
Komaruddin Simanjuntak Tangani Kasus Oknum Cina Bunuh Tentara
Bandung, FNN --– Sebuah peristiwa kriminal brutal dan sadis, terjadi di Bandung, Selasa 16 Agustus 2022 pagi. Korbannya adalah seorang purnawirawan TNI-Angkatan Darat bernama Letkol Purn Muhammad Mubin (63). Mubin tewas setelah ditikam beberapa kali oleh seseorang di kawasan Lembang, Bandung, Jawa Barat. Demi mengetahui peristiwa mengenaskan tersebut, Ketua Umum PPAD, Letjen TNI Purn DR HC Doni Monardo memerintahkan Sekjen PPAD, Mayjen TNI Purn Komaruddin Simanjuntak segera turun tangan. Dalam surat yang ditandatangani oleh Sekjen PP PPAD Mayjen TNI (Purn.) Komaruddin, tiga orang purnawirawan bidang hukum PPAD ditugaskan memantau dan mengawasi proses hukum terhadap pelaku pembunuhan. Ketiganya adalah Mayjen TNI (Purn.) Mulyono, Brigjen TNI (Purn.) Djuhendi Sukmadjati, dan Kapten Chk (Purn.) Prastopo. \"Seterimanya Surat Tugas ini disamping tugas dan jabatannya, ditunjuk untuk mewakili Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) dalam proses penyelesaian hukum terhadap pelaku yang mengakibatkan terbunuhnya Letkol Purn H.Muhammad Mubin. “PPAD langsung mengirim tim, baik untuk pendampingan perkara, sampai pendampingan keluarga korban hingga kasus itu ditangani secara hukum,” ujar Sekjen PPAD Mayjen Pur DR (C) Komaruddin Simanjuntak, di Jakarta, hari ini (19/8/2022). Komar yang juga mantan Pangdam Udayana itu, mengapresiasi kesamaan langkah cepat yang diambil oleh Pomdam III/Siliwangi. Termasuk reaksi cepat dari Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan atau Kememkopolhukam yang terus mengawasi proses penyidikan kasus tersebut. Pelaksana tugas Sekretaris Kemenkopolhukam Marsda TNI Arif Mustofa memastikan pihaknya yang hadir ke Polda Jawa Barat bersama unsur TNI AD dan Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) akan transparan dalam pengusutan kasus tesebut. \"Polisi Militer Kodam (Pomdam) III Siliwangi dan Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) akan turut serta mendampingi dan mengawal proses penyidikan perkara ini,\" kata Arif di Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat. Setelah menghadiri pemaparan perkara dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, menurutnya, fakta-fakta di lapangan dan keterangan para saksi sudah disampaikan dengan apa adanya. Sebelumnya, Polda Jawa Barat telah membekuk pelaku penikaman terhadap purnawirawan TNI Muhammad Mubin. Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol Ibrahim Tompo di Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Kamis, mengatakan pelaku yang dibekuk itu berinisial HH. (TG)
Kasus Ferdy Sambo, Pintu Masuk Pengusutan Penembakan KM 50 Secara Tuntas.
Jakarta, FNN - Peristiwa tewasnya Brigadir Joshua (J) pada 8 Juli 2022 karena penembakan oleh sesama anggota polisi di rumah dinas Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, masih terus bergulir antara misteri dan fakta hukum. Modus dan fakta hukum yang sebenarnya diharapkan akan terungkap di meja persidangan nantinya. Hal itu dikatakan Juju Purwantoro, salah satu pembela Habib Rizieq Syhab, Munarman dan Edy Mulyadi, dalam siaran persnya yang diterima FNN, di Jakarta, Sabtu, 20 Agustus 2022. Untuk mengusut motif tewasnya Brigadir J secara serius, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk Tim Khusus. Kasus tersebut juga telah menjadi atensi serius publik, termasuk dari presiden Jokowi. Lalu bagaimanakah halnya dengan pengungkapan kasus penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di rest area KM 50, Tol Jakarta-Cikampek? Kasus penembakan laskar FPI tersebut, yang katanya juga dilakukan oleh anggota Satgas khusus dari Polri juga menjadi perhatian besar rakyat. Apalagi Kapolri juga pernah menyampaikan komitmennya sesuai temuan/laporan Komnas HAM (Hak Azasi Manusia) pada 10 Agustus 2022, akan serius mengusut tuntas kasus-kasus yang mendapat perhatian besar dari masyarakat. Saat menangani kasus KM 50 yang terjadi pada 6 Desember 2020 itu, Ferdy Sambo menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polru, melakukan tindakan dan analisis bersama Propam Polri. Ferdy Sambo mengerahkan sebanyak 30 anggota Tim Propam untuk mengungkap fakta tragedi KM 50 tersebut. Pada 7 Desember 2020 Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, Inspektur Jenderal Fadil Imran tampil dalam konperensi pers, bersama Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan, Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurahman dan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro, Komisaris Besar (Kombes) Yusri Yunus. Mereka menerangkan ada peristiwa tembak- menembak, dengan menunjukkan alat bukti 2 pistol, samurai dan celurit. Tentu saja patut diduga semua uraiannya diragukan, sebagai rekayasa cerita, alat bukti dan kebohongan publik (obstruction of justice). Keterlibatan Divisi Propam dalam kasus ditembaknya secara sepihak enam anggota laskar FPI, bukan karena adanya indikasi pelanggaran ataupun perlawanan, namun jelas- jelas adanya extra judicial killing. Kalau kita merujuk persidangan KM 50 pada 18 Maret 2022, di PN Jakarta Selatan, hakim memvonis bebas kedua terdakwa, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin. Ironi, seperti \'sidang dagelan dan peradilan sesat\' padahal fakta persidangan yang terjadi adalah, enam korban laskar FPI terbukti dianiaya lebih dahulu sebelum ditembak mati dalam \'status ditangkap\'. Namun, kedua terdakwa tidak dijatuhi hukuman dengan alasan menembak untuk membela diri (overmacht). Peradilan kasus KM 50 dan kasus polisi tembak polisi di Duren Tiga, tentunya dapat dijadikan \'preseden dan pintu masuk\' (entering point) untuk mengusut lebih lanjut kasus penembakan (unlawfull killing) 6 laskar FPI. Karenanya, Kapolri Listyo Sigit juga harus berkomitmen mengungkapkan dan memproses lebih lanjut (tidak mempetieskan) kasus penembakan laskar FPI di KM 50, secara terang-benderang demi hukum dan keadilan. Peristiwa tersebut adalah pelanggaran HAM berat, TSM (Terstruktur, Sistematis, Masif), sesuai UU No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan UU 39 tahun 1999 tentang Pelanggaran HAM berat. Demikian juga mereka dapat dijerat pasal 340 KUHAP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati, pasal 351 (ayat 3) KUHAP tentang Penganiayaan sampai Mati, jo pasal 55 KUHAP. (Anw/FNN).
Orkestrasi Kebohongan, Seharusnya Merupakan Kejahatan terhadap Negara
Konsekwensi logisnya upaya menaikkan harga BBM otomatis harus dihentikan. Oleh Syafril Sjofyan | Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B Orkes dengan irama keroncong mendayu haru. Irama jazz bersemangat. Irama klasik mengalun tenang dan damai. Namun di Indonesia sekarang lagi populer orkes kebohongan. Irama sumbang. Awal tahun lalu seorang menteri investasi bernyanyi ingin memperpanjang masa jabatan presiden, backing vocal para pengusaha. Nyanyian yang ditimpal oleh Menko Perekonomian. Diresonansi oleh Ketua Umum Partai PKB dan PAN. Menurut pengakuan, dirigen orkestrasinya adalah Luhut Binsar Panjaitan. Menko serba bisa. Membawa backing vocal dari desa (baca; kepala-kepala desa). Untung para penyanyi tidak berbakat, sehingga pitch kontrol tak beraturan. Membuat pekak gendang telinga masyarakat pendengar. Orkesnya sumbang bertentangan dengan kaidah perundang-undangan. Jokowi sebagai presiden?. Biasa. Bersikap ringan. Orang bernyanyi mosok tak boleh. Para penyanyi (ter)selamat(kan)!. Dari teriakan.Turun! Turun!. Orkestrasi kebohongan juga terjadi di institusi Polri. Orkestrasi kebohongan yang membahana. Dua bulan, masih nyaring di seantero bumi Nusantara (bukan nama IKN) dan dunia. Dirigennya sadis dan sangat kuasa di institusinya, Kaisar Sambo. Sepandai-pandainya mengatur musik kebohongan. Mayat Joshua berbicara banyak. Para penyanyi (baca beberapa petinggi Polri) tak berkutik. Presiden Jokowi. bersikap tegas. Tidak biasa. Karena bukan perpanjangan masa jabatan. Hanya membuat insitusi Polri babak belur. Semoga para backing vocal yang bersuarasumbang menghalangi perkara dan menghilangkan barang bukti, termasuk berpelukan teletubis dan menangis. Konon hampir delapan puluhan polisi. Semua harusnya dipecat dan dipidana tidak pilih bulu dari diawal. Pak Mahfud sang Menko bilang yang ringan maafkan saja. Waduh yang paham hukum kok gitu ya. Lakukan seperti di Militer pak. Hukum semua secara pidana. Biar pengadilan yang menentukan. Fair. Biar kapok, tidak lagi mengulang-ulang orkestrasi kebohongan. Kejahatan terhadap Negara Bersamaan orkestrasi kebohongan “Kaisar Sambo”. Akhir-akhir ini, beberapa pejabat Negara sebut saja Bahlil Lahadalia Menteri Investasi bernyanyi lagi tentang subsidi BBM mencapai Rp502 triliun, siap siap harga naik katanya. Erik Thohir sang Menteri BUMN (foto wajahnya ada dimana,di ATM dan di bandara dan pelabuhan, untung tidak ada ditoilet-toilet). Ikut bernyanyi menyiratkan kenaikan harga BBM subsidi (pertalite dan gas). Ikut berjoget di Istana sedang menghitung ulang subsidi BBM. Lalu Sri Mulyani sang Menkeu (goyang dangdutnya di istana juga sensual) bernyanyi; tidak semua kenaikan harga bisa ditahan pemerintah karena nilai subsidi BBM di dalam APBN 2022 sudah sangat besar, mencapai Rp502 triliun. Konon Presiden Jokowi juga di Istana di hadapan para petinggi Lembaga Tinggi Negara, dengan nada bangga ikut menyanyikan pula subsidi 502 triliun terbesar, tidak ada Negara lain yang mampu memberikan seperti ini. Kali ini Dirigen Orkestrasi tentunya Sri Mulyani. Tujuannya adalah ingin menyunat subsidi dengan menaikan harga BBM. Luhut dengan suara baritonnya “bernyanyi” minggu depan akan diumumkan oleh Presiden kenaikan harga BBM. Orkestrasi tersebut “kebohongan yang menyesatkan”, menurut Analis Ekonomi Anthony Budiawan. Fakta. UU APBN No 6 Tahun 2021 tentang APBN TA 2022, anggaran subsidi untuk tahun anggaran 2022 hanya Rp206,96 triliun, di mana subsidi energi (terdiri dari BBM, LPG 3kg dan listrik) hanya Rp. 134,03 triliun. Artinya, pernyataan bahwa subsidi BBM sebesar Rp502 triliun untuk tahun anggaran 2022 adalah tidak benar, atau menyesatkan informasi publik. Bahkan, menurut realisasi APBN sampai dengan Juni 2022, yang dipublikasi di dalam “APBN Kita” oleh Kementerian Keuangan. Realisasi subsidi energi hanya Rp75,59 triliun. Realisasi subsidi energi tersebut terdiri dari realisasi subsidi BBM dan LPG 3kg sebesar Rp54,31 triliun dan realisasi subsidi listrik sebesar Rp21,27 triliun. Nyanyian Anthony Budiawan bukan sumbang tapi berdasarkan tuts nada tertulis dalam buku. Artinya ditengah hiruk pikuk orkestrasi kebohongan Sambo and his gang, ternyata pihak istana juga “melakukan orkestrasi kebohongan”. Konsekwensi logisnya upaya menaikan harga BBM otomatis harus dihentikan. Jika terbukti bahwa semua orkestrasi tersebut ternyata menyesatkan. Hanya semata dengan tujuan menaikkan harga BBM. Membuat rakyat menjadi bertambah miskin, susah dan menderita. Ini suatu “kejahatan” terhadap negara, yang dilakukan oleh Pejabat pemerintahan. Rakyat bisa menyampaikan Mosi Tidak Percaya kepada Para Menteri dan akan berujung kepada pemakzulan Presiden. Bandung, 19 Agustus 2022. (*)
MAKLUMAT: Duka Cita Purnawirawan TNI, Duka Cita Indonesia
Bandung, FNN - Sugeng Waras seorang purnawirawan TNI AD mengajak seluruh anggota FPPI (Purn & ALB) dan Eks Tri Matra, dimana pun untuk hadir di Polsek Lembang, Bandung Jawa Barat. Tujuannya untuk mengkounter Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi yang dianggap ada kejanggalan. Sugeng menegaskan maklumat ini sebagai Forum Solidaritas Purnawirawan TNI, dalam menyikapi wafatnya rekan kita Letkol purn H Muhamad Mubin alumni AKABRI 1982, yang telah dibunuh di Lembang Jawa Barat, ditusuk/dianiaya berat dengan tusukan benda tajam/pisau dapur oleh seorang oknum Cina bernama Herdy Hernando. Adapun latar belakang dan kronologis kejadian adalah Letkol purn H Muhamad Mubin adalah alumni AKABRI 1982, sewaktu taruna siswa pernah menjabat sebagai Perwira Rohani Islam Taruna, jabatan terakhir sebagai Komandan Kodim Tarakan Kalimantan. Dalam mencukupi kebutuhan sehari hari hidupnya di masa pensiun, dia bekerja sebagai sopir salah satu perusahaan mebel di Lembang (yang tidak diketahui oleh sang Boss hingga akhir hayat, bahwa sopirnya adalah seorang mantan Perwira TNI). Pada hari Selasa 16 Agustus 2022, seperti biasa dia mengantar sekolah anak majikanya di STK Jalan Kayu Ambon no 18, rt 01, rw 12, Desa Lembang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Dia memarkir mobilnya di depan toko, kemudian mengantar/menyeberangkan anak tersebut. Sesampai di sekolah, ternyata sekolahnya sedang libur, dan dia langsung kembali ke mobil bersama anak itu. Sesuai penyampaian dari seorang saksi yang dekat dengan TKP (inisial disembunyikan), sesampainya di mobil Letkol Purn M Mubin ditegor oleh seorang karyawan toko tersebut, tidak boleh parkir mobil di depan pintu dan diminta untuk segera memindahkan mobilnya, karena pemilik rumah bertabiat pemarah, dan terjadilah adu mulut (tidak berkelahi). Saat Letkol Purn M Mubin masuk mobil, seorang oknum Cina bernama HH yang sedang di dapur, begitu mendengar keributan di luar langsung mengambil dan membawa pisau dapur serta menusukkan pisaunya ke bagian leher Letkol Purn M Mubin dari belakang dan samping ketika Letkol M Mubin dalam posisi di dalam kendaraan. Jam menunjukkan sekitar pukul 08.30 WIB. Meskipun Letkol purn M Mubin berusaha menangkis dan mengelak dengan tanganya namun oknum Cina terus berusaha menusuk Letkol Purn M Mubin sehingga terdapat beberapa luka di dada dan perutnya. Dalam keadaan luka parah dan bersimbah darah Letkol Purn M Mubin masih sadar dan mencoba menghindar dan menjalankan mobilnya. Ketika mencapai jarak sekitar 25 meter Letkol Purn M Mubin tidak sanggup lagi menjalankan mobilnya akibat banyaknya pendarahan yang keluar dan mobil terhenti. Saat itulah beberapa orang yang berada dekat lokasi kejadian menolong Letkol Purn M Mubin, dikeluarkan dari mobil dan selanjutnya dibawa ke rumah sakit terdekat, RS SESPIM POLRI, Lembang. Setelah mendapat pertolongan tambahan, merasa tidak sanggup mengatasi, kemudian Letkol purn H M Mubin dilarikan ke RS Kartika Asih Bandung. Akibat banyaknya pendarahan yang keluar, akhirnya Letkol purn M Mubin tidak tertolong dan meninggal dunia. Tak lama kemudian viral photo pelaku adalah seorang oknum Cina, tampil pertama setengah badan tanpa topi, dan tampil photo berikutnya bertopi haji warna putih. Pada proses selanjutnya, ketika keluarga korban diwawancarai penyidik / polisi ada beberapa hal yang tidak sesuai fakta di lapangan. Pertama, Dalam BAP disebutkan telah terjadi perkelahian. Kedua, tidak dituangkan keberadaan anak kecil yang di antar kesekolah, sedangkan sesungguhnya berada di samping sopir. Melengkapi informasi, setelah diadakan penyelidikan oleh seorang aktifis 66 ( Inisial C ), setelah diadakan pertanyaan kepada beberapa orang disekitar TKP dengan menunjukkan foto foto pelaku, ternyata tidak ada yang tahu / kenal (bisa diduga foto yang dimuat dimedsos bukan pelaku sebenarnya). Di samping itu, ada informasi dari seseorang yang berpotensi jadi saksi pihak korban, menyampaikan ada oknum orang yang sudah menerima uang dari kleuarga pelaku. Patut diduga, oknum penyidik telah membuat keterangan palsu / bohong yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan serta ada dugaan kerjasama antara penyidik dengan pihak pelaku ( ada adagium, tidak sedikit oknum polisi pada setiap kejadian perkara yang terlintas di kepalanya akan mendapat rezeki / uang). Dalam hal yang terkait jeratan pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan dengan tuntutan hukum maksimal 2 tahun penjara dari penyidik patut diduga telah menyelewengkan dengan sengaja tidak dimunculkan ayat 2 dan 3 tentang penganiayaan berat dan pembunuhan dengan ancaman hukuman diatas 15 tahun penjara atau hukuman mati. Oleh karenanya, Tim Gabungan para purn dan tokoh serta aktifis sekitar Bandung akan : a. Melakukan pers rilis sebagai kounter BAP yang dibuat polisi pada Sabtu, 20 Agustus 2022. b. Melakukan kunjungan silaturahmi ke Polsek Lembang pada Minggu, 21 Agustus 2022, pukul 10.00 dilanjutkan berbelasungkawa ke rumah duka Kopo, pada pukul 12.00. Diharapkan seluruh purnawirawan di Bandung dan sekitarnya khususnya dan di manapun berada umumnya, untuk hadir dalam kedua acara tersebut ( silaturahmi ke Polsek Lembang dan kunjungan belasungkawa k rrumah duka ) dengan berpakaian purnawirawan nuansa doreng dan hijau TNI serta baret / topi satuan lama, sebagai rasa kepedulian dan solidaritas sesama purnawirawan TNI. Dalam acara point b tersebut akan dikoordinir oleh Kol purn Sugeng Waras Ketum FPPI dan Ruslan Buton eks TNI AD sebagai panglima Eks Tri Matra. Sugeng mengajak kita semua untuk menegjakkan kejujuran, kebenaran dan keadilan, Purnawirawan TNI selalu bersama rakyat. (*)
Sadis Membunuh Mantan Dandim Layak Dihukum Mati
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan LEMBANG daerah utara Bandung dingin udaranya akan tetapi ada berita panas dari sana yakni tumpahan darah Letkol Purn. H. Muhammad Mubin mantan Dandim Tarakan akibat tusukan berkali-kali oleh orang yang diberitakan bernama Henry Hernando alias Aseng seorang pengusaha. Konon alasan pembunuhan sederhana yakni Ia kesal karena Mubin memarkir mobil di depan tokonya. Mubin sendiri memarkirkan mobil untuk mengantar ke sekolah anak pemilik toko meubel dimana ia bekerja. Mantan Dandim alumni Pesantren Darul Ulum Jombang Jatim yang memilih pensiun dini ini memang orang yang sederhana. Ternyata hanya soal parkir ia telah menjadi korban dari arogansi pengusaha keturunan. Lima luka tusukan di antaranya di leher telah menewaskan secara mengenaskan. Sayang tidak ada penjelasan resmi pihak Kepolisian di tingkat Sektor mengenai duduk perkara sebenarnya. Simpang siur motif pembunuhan, katanya kesal karena sering parkir menghalangi. Terkesan ada yang ditutup-tutupi. Isu yang berkembang adalah Henry Hernando memiliki hubungan dengan pejabat Kepolisian. Hal ini perlu mendapat klarifikasi agar tidak menjadi liar. Pengalihan penanganan oleh Polda Jabar harus dibarengi dengan penilaian kerja Polsek Lembang dan Polres Cimahi agar tidak menimbulkan dugaan penanganan awal yang tidak profesional. Sanksi perlu dijatuhkan bila terbukti terjadi kekeliruan. Baru saja di Jakarta publik diramaikan oleh kasus pembunuhan Brigadir J di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo tiba tiba di Bandung dikejutkan oleh pembunuhan sadis seorang mantan Dandim Letkol TNI (Purn) Muhammad Mubin oleh seorang pengusaha Henry Hernando. Serasa bergerak cepat dari Sambo ke Hernando. Mungkin untuk menutupi persoalan SARA maka tiba tiba Henry Hernando berpotret memakai topi yang mengesankan sebagai seorang muslim. Padahal soal pembunuhan tidak bisa dipersoalkan apa agamanya. Bahkan rekayasa seperti ini justru menimbulkan persoalan SARA baru. Yang mendandani jelas telah melanggar etika dalam penanganan perkara. Polsek atau Polres harus diusut keterlibatannya. Semakin terlihat kejanggalan semakin menimbulkan pertanyaan. Apa motif sebenarnya dari pembunuhan sadis pengusaha keturunan ini ? Siapa dirinya apakah pengusaha kecil, menengah, atau bagian dari jaringan bisnis besar ? Apa bisnis yang bersangkutan ? Hanya toko di Lembang atau ada sesuatu yang disembunyikan. Mengapa sekitar tokonya sebagai TKP tidak cepat dibuat \"police line\" ? Henry Hernando telah ditetapkan sebagai tersangka. Hanya disangkakan melanggar Pasal 351 KUHP soal penganiayaan bukan 338 KUHP untuk pembunuhan. Adapun dengan membawa pisau yang sepertinya dipersiapkan sangat mungkin untuk dikenakan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Bukankah tersangka kesal karena korban sering parkir di depan rukonya. Artinya ada dendam. Penusukan berkali-kali ke leher, dada, dan perut itu bukan penganiayaan. Pembunuhan atau pembunuhan berencana. Aseng layak dihukum mati ! Seorang Purnawirawan telah dibunuh sadis tanggal 16 Agustus 2022. Pelakunya seorang pengusaha. Jika tidak dikuak kasusnya oleh rekan seangkatannya Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, maka nampaknya kasus ini akan adem-adem saja. Ada rasa kesengajaan untuk menutupi atau \"melindungi\". Benar atau tidak, Kepolisian harus menyidik dengan terbuka dan transparan. Jangan ada cerita Sambo di Bandung. Keadilan harus ditegakkan walaupun ia adalah teman macan, singa, ataupun naga. Pembunuhan Letkol TNI (Purn) Muhammad Mubin bukan kasus sederhana. Purnawirawan TNI pun tentu tidak mungkin bisa tinggal diam atau berpangku tangan. Martabat yang terinjak oleh arogansi pengusaha keturunan yang bertindak sadis. Polisi menghadapi ujian kejujuran dan kerja profesional. Di tengah bobroknya mental penyiksa dan perekayasa sejenis Irjen Ferdy Sambo dan squad jahatnya. (*)
Menuju Reformasi Total Institusi Polri, Wacana atau Dilema-1
Oleh Raden Baskoro HT (Forum Diaspora Indonesia Asia-Pasific) Tak pernah satu detikpun saat ini layar TV dan layar HP kita lepas dari berita Sambo, plus dengan komentar dan ceiloteh netizen se-Nusantara. Irjen Pol Ferdy Sambo, ex-Kadiv Propam kalau kita flash back 50 hari yang lalu adalah sosok besar, kuat, dan menakutkan, hari ini berbalik arah total 180 derjat. Pada kesempatan ini, kita tak perlu lagi mengurai dan mengulas bagaimana peristiwa hukum penuh darah dan rekayasa memalukan ini berjalan. Kesimpulan yang kita ambil adalah telah terjadi sebuah skandal dan kejahatan besar luar bias (extraordinary crime), yang dilakukan oleh PJU (Pemangku Jabatan Utama) di tubuh institusi Polri. Bersama para rekan dan anak buahnya secara sistematis dan terukur. Jabatan Kadiv Propam itu bukan jabatan biasa. Propam itu seperti Polisinya bagi Polisi. Yang mempunyai kewenangan menangkap, menyelidiki, memproses dan mengadili secar kode etik setiap Polisi apapun pangkat dan jabatannya ketika melakukan kesalahan maupun pelanggaran kode etik. Jabatan Divisi Propam itu seperti yang dikatakan oleh Irjen Pol Ferdy Sambo itu sendiri adalah, “ Brand Ambasador dari performa Polisi itu sendiril”.dalam sebuah unggahan video yang begitu viral. Artinya, kejahatan yang dilakukan oleh Sambo Cs tidak bisa lagi kita kerdilkan itu adalah “prilaku oknum” semata. Ini adalah sebuah kejahatan yang tersistem, yang berarti ada permasalahan mendasar, komprehensif dan integral melanda korps Bhayangkara ini. Meskipun pada satu sisi, kita tentu tidak juga megeneralisir semua Polisi itu jahat. Tak bisa kita pungkiri lagi saat ini, bagaimana perluasan kewenangan Polisi pada masa reformasi khususnya era rezim Jokowi akhirnya memakan korban internalnya sendiri. Kewenangan Polisi yang begitu luas, menjadikan Polri seolah jadi institusi paling “Super Power, Super Body, Full Power” di negara ini. Polri hari ini tidak saja memiliki persenjataan canggih mutakhir, tetapi juga punya “senjata kewenangan” hukum sosial politik yang tanpa batas. Beda dengan TNI, meskipun punya senjata dan perlatan tempur, tapi tunduk pada kekuasaan “Supremasi Supil” di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan. Beda lagi dengan Polri yang langsung sebagai anak emas di bawah Presiden. Kewenangan yang begitu luas, memiliki pasukan bersenjata, serta jadi “anak emas” Presiden, membuat Polri terjerambab ke dalam pusaran arus Politik. Akibatnya, Polri yang seharusnya menjadi aparat negara yang tunduk dan loyal pada hukum, hari ini terjebak menjadi alat dan tameng kekuasaan. Seperti ada semacam hubungan mutualisme antara Polri dan penguasa. Diberi kewenangan dan fasilitas kekuasaan, tapi bekerja sebagai garda utama pendukung kekuasaan. Sebenarnya sudah banyak kritikan, masukan, yang disampaikan oleh para aktifis, akademisi, purnawirahan dan para ahli, bahwa sudah saatnya Polri melakukan reformasi. Belajar kepada TNI yang sudah jauh mereformasi dirinya dan beradabtasi dengan cepat pasca reformasi. Tapi pemerintah hari ini khususnya tidak bergeming sama sekali. Kenapa? Karena pemerintah hari inilah yang paling merasakan manfaat dari kekuasaan Polisi yang super body dalam melindungi kepentingan politik dan kekuasaannya. Sampai akhirnya skandal besar Sambo Cs ini terkuak kepada publik, barulah banyak yang tersadarkan bahwa, memang telah terjadi sebuah kerusakan sistematis, disorientasi kewenangan dalam tubuh Polri. Tidak bisa kita nafik kan bagaimana opini dan asumsi rakyat menilai Polisi hari ini. Telah terjadi degradasi, demoralisasi, destrukturisasi wajah Polisi di mata masyarakat luas. Bagaimana rakyat marah dan tidak percaya lagi pada Polisi ; Anak buahnya sendiri saja tega di bunuh dengan kejam. Rumah tangga nya saja tidak bisa dia jaga apalagi institusi apalagi rakyat? Dengan telanjang juga kita semua melihat dan mendengar bagaimana akrobatik rekayasa cerita berbolak balik mempertontonkan kebohongan demi kebohongan tanpa rasa malu ? Pagi bilang A, siang bilang B, malam bilang C. Apa jadinya negara ini kedepan, apabila para penegak hukumnya sendiri adalah penjahat? Tukang rekayasa? Tukang backing kejahatan? Tukang bohong tanpa rasa malu? Dan setiap tugasnya tak luput dari embel-embel kata “uang”. Kejahatan yang dilakukan oleh Sambo Cs, baik yang telah diakuinya pada publik maupun yang belum, adalah wajah dan panggung utama sosok Polisi hari ini. Apalagi kalau isu tentang harta karun satgassus, narkoba, judi, ilegal mining, dan kriminalisasi pelakunya semua adalah Polisi terbukti? Sungguh tak bisa lagi kita bedakan antara mana yang Polisi dan mana mafia yang berseragam. Skandal Sambo Cs, sepak terjang Satgassus yang sangat meresahkan adalah aib besar bagi lembaga kepolisian. Dan semua ini harus diusut tuntas dan setransparansinya. Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada Polisi. Untuk itu, arus isu tentang reformasi total terhadap institusi Polri secara menyeluruh harus segera direalisasikan. Bukan wacana lagi. Bukan dilema lagi. Cukup sudah kejadian Skandal Sambo Cs dan sepak terjang Satgassus ini menjadi bukti otentik, bahwa telah terjadi kerusakan dan disorientasi tugas kepolisian di Indonesia. Sudah saatnya kembalikan lagi, jati diri Polisi sebagai penegak hukum, penjaga Kamtibmas, dan bertindak sebagai melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat. Politik kepolisian adalah politik negara yang hanya tunduk pada hukum dan konstitusi dimana rakyat di dalamnya adalah pemegang daulat tertinggi. Polisi dipisahkan dari ABRI melalui TAP/MPR/VI/2000 agar menjadi sipil yang humanis bersenjata untuk melumpuhkan. Polisi non-kombatan bukan untuk tempur dan jadi pembunuh rakyatnya sendiri. Sudah saatnya UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia di revisi dan direkonstruksi ulang baik secara substansi, struktural, kultural, dan orientasi. Hentikan menarik-narik Polisi masuk kedalam rumpun kekuasaan. Indonesia adalah negara berbentuk Republik dan memganut paham demokrasi dalam sistem politiknya. Artinya, secara konsepsi bernegara harus di pisahkan mana yang negara dan mana yang pemerintah. Dimana Polisi itu adalah pelaksana regulasi, bukan kacung kekuasaan. Yang merepresentasikan dirinya pemerintah itu adalah negara. Ini tidak benar dan salah total. Reformasi Polri harus dimulai dari repositioning, meletakkan Polri secara mandiri di bawah koordinasi kelembagaan kementrian. Seperti TNI di bawah Kemenhan RI. Silahkan dikaji, apakah berada di bawah Kemendagri, Polhukam, Kementrian baru KamNas, atau kembali digabungkan bersama TNI? Selanjutnya, juga pemurnian pemahaman yang dapat memisahkan antara pengertian keamanan sebagai konsep dengan keamanan ketertiban masyarakat sebagai fungsi. Begitu juga dalam penugasan satuan tempur kombataj dalam Polisi, yang itu jelas bertentangan dengan UU dan konvensi Jenewa tahun 1949, dimana kepolisian Indonesia juga tergabung dalam IOSCE yang beranggotakan 57 negara di dunia. Yang sepakat menempatkan tugas kepolisian sebagai Polisi yang humanis dan menjunjung tinggi HAM. Ini secara fakta, jelas bertolak belakang dengan performance Polri saat ini. Keberadan Brimob, Densus 88, Gegana, bisa di anggap sebagai polisinisasi kekuasaan kedalam negara. Ini jelas inskonstitusional. Pemahaman dan diktrin Polisi sebagai “the guardian of state” ini yang akhirnya menghilangkan jati diri Polisi Indonesia yang humanis pengayom rakyat sesuai Tri Brata, kembali menjadi “militeristik” bak monster pembunuh bagi rakyatnya sendiri. Meskipun hal ini dilematis bagi penguasa hari ini yang sudah “keenakan” mendapatkan manfaat dari loyalitas subjektif Polisi sebagai alat kekuasaan, Polri hari ini harus di selamatkan, di keluarkan dari kubangan arus politik kekuasaan. Polisi adalah institusi kebanggaan masyarakat Indonesia. Jangan sampai di peralat oleh tangan-tangan jahil politisi jahat yang memanfaatkan Polisi jadi tameng kekuasaannya. Reformasi total Polisi harus segera di realisasikan. Stop wacana dan lawan upaya rezim ini untuk selalu membenturkan dan mengadu domba Polisi dengan rakyat khususnya yang bersebrangan secara pilihan politik. Cukup sudah skandal memalukan Sambo Cs dan Satgassus ini, terjadi satu kali ini saja. Mari bersama kita kembalikan citra baik Polisi kepada publik. Kita dukung Kapolri hari ini Jendral Sigid melakukan pembersihan dan reformasi total terhadap institusi Polri. Kita tunggu dan awasi bersama ya.. Australia, 18 Agustus 2022
Menko Polhukam: Peran Tokoh Islam Sangat Besar dalam Kemerdekaan NKRI
Makassar, FNN -- Peran tokoh-tokoh Islam sangat besar dalam kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mereka ikut terlibat dalam perancangan konstitusi dan Pancasila. Hal itu diungkapkan Menko Polhukam Mahfud MD, ketika menjadi pembicara kunci pada Dialog Kebangsaan Wahdah Islamiyah di kampus STIBA Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022). \"Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, kita mengenal dengan tokoh-tokoh Islam seperti Agus Salim, Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim yang ikut memperjuangkan berdirinya NKRI bahkan terlibat langsung dalam penyusunan konstitusi dan dasar-dasar negara. Olehnya itu, mari kita jaga NKRI dengan sepenuh hati,\" kata Mahfud. Ormas Islam, kata dia, merupakan aset nasional yang patut untuk dijaga keberadaannya, demi memperkuat NKRI. “Ormas Islam adalah aset nasional yang bisa memperkuat NKRI sebagaimana ormas-ormas yang lain. Indonesia sebenarnya sudah berakar di lubuk hati bangsa Indonesia dari seluruh suku di penjuru wilayah. Negeri indah Indonesia, menanti dan merindukan karya-karya mu. Dan itu Wahdah Islamiyah,” ujar Mahfud. Terkait kiprah ormas Wahdah Islamiyah, Mahfud MD memberi penilaian positif. Bahkan ia begitu antusias menghadiri Dialog Kebangsaan bertema “Dengan Takwa dan Komitmen pada Konstitusi, Kita Wujudkan NKRI Jaya dan Harmoni” yang digelar Wahdah Islamiyah. \"Saya menyambut gembira dan terharu dengan Dialog Kebangsaan ini yang memilih tema \'Dengan Taqwa dan Komitmen pada Konstitusi Hukum Kita Wujudkan NKRI Jaya dan Harmoni\'. Dari tema ini ada kata taqwa, konstitusi dan harmoni adalah 3 variabel penting, dan menjadi pertimbangan bagi saya untuk hadir,\" ujar Mahfud MD. Pada kesempatan ini, Mahfud juga berkisah awal mengenal Wahdah Islamiyah. Kala itu ia juga menjadi pembicara dalam Muktamar Wahdah Islamiyah yang diselenggarakan secara online karena masih masa pandemi. “Dan waktu itu saya tanya sama Badan Intelejen Negara (BIN), menurut identifikasi BIN tentang Wahdah Islamiyah ini seperti apa? Saya akan datang tapi saya ingin tahu dulu. Kemudian identifikasi BIN mengatakan bahwa Wahdah Islamiyah adalah organisasi Islam yang berasas kebangsaan, menyatakan kesetiaanya kepada NKRI. Olehnya itu, BIN merekomendasikan kami untuk datang ke sana dengan tujuan mensolidkan komitmen tersebut,” jelasnya. Berasaskan Islam Sementara itu, Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin secara singkat mengenalkan ormas yang dipimpinnya kepada Mahfud MD dan para hadirin yang mengikuti Dialog Kebangsaan. Wahdah, kata Ustaz Zaitun, adalah ormas nasional yang didirikan dan terdaftar secara resmi di Kemendagri pada 2002, berasaskan Islam dan Pancasila serta berlandaskan paham Ahlussunah wal jamaah. “Wahdah Islamiyah selalu menyampaikan pesan nasihat kepada para pemuda agar tidak tertarik terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekstremisme dan terorisme,” tambah Zaitun Rasmin. Terkait isu radikalisme dan terorisme, Zaitun, menyampaikan bila Wahdah telah mengeluarkan puluhan pernyataan yang mengecam tindakan tersebut. Baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri. Wahdah Islamiyah juga bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah melakukan kegiatan-kegiatan kebangsaan. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Wahdah benar-benar merupakan bagian dari bangsa ini dan mampu bekerja sama dengan komponen bangsa lainnya. Pada kesempatan tersebut, Zaitun Rasmin juga menyampaikan adanya isu, kecurigaan dan juga fitnah yang dilakukan pihak lain terhadap Wahdah Islamiyah. Fitnah tersebut adalah soal gerakan radikal yang disematkan kepada Wahdah. “Itu semua kami terima dengan penuh kesabaran,” kata UZR. Isu dan fitnah yang dialamatkan pada Wahdah itu, kata Zaitun Rasmin, pada akhirnya tidak terbukti. Sebab pihaknya selama ini merasa terbuka, menerapkan ‘open management’ dan tidak ada yang disembunyikan. “Alhamdulillah sampai hari ini tidak satupun dari pengurus atau kader Wahdah yang dinyatakan terlibat atau ikut kegiatan terorisme atau radikalisme,” tegasnya. (TG)
Hapus Pangkat Jenderal, Polisi di Bawah Bupati-Walikota Saja
Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior FNN FERDY Sambo membongkar semuanya. Mulai dari mentalitas jenderal, gaya hidup, sampai soal tambang duit hitam. Pendek cerita, Polri sekarang ini menjadi beban rakyat. Bukan pelindung. Bukan pula pengayom. Kasus Sambo membuat rakyat semakin jengkel melihat Polisi. Boleh jadi rakyat menganggap semua polisi seperti Sambo. Apa boleh buat. Tentulah masih banyak polisi yang baik, yang lurus. Tapi, tidak bisa dibantah bahwa banyak sekali kasus tercela yang melibatkan anggota Polri. Atas dasar inilah publik melihat semua polisi sama saja. Polisi yang baik-baik menjadi tak kelihatan. Prihatin! Kembali ke Sambo, polisi berbintang dua ini menjerumuskan Kepolisian ke jurang kehancuran. Sambo mengakui bahwa dialah yang merencakan pembunuhan Brigadir Yoshua (Brigadir J). Ini berarti Sambo mengakui juga tindakan sadis terhadap korban. Ketegaan Sambo ini besar kemungkinan terkait dengan pangkat dan posisinya. Pangkatnya jenderal, jabatannya Kadiv Propam. Pangkat tinggi, posisi super kuat. Sambo merasa bisa berbuat apa saja tanpa hukuman. Dan merasa bisa mengatur skenario yang diinginkannya. Bawahan akan mengikuti perintah. Dan memang inilah yang menyebabkan begitu banyak bintang satu, Kombes, AKBP, Kompol, AKP, dll, terseret bersama Sambo. Sambo tak hanya menggunakan perintah hirarkis. Dia juga menjanjikan uang besar kepada orang-orang yang membantunya dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Jadi, pangkat tinggi dan uang banyak. Inilah yang diandalkan Sambo. Kombinasi yang sangat ‘powerful’: kekuasaan dan uang. Susah ditolak oleh bawahan. Sambo menyalahgunakan kekuasaannya. Plus duit besar. Dari mana Sambo mendapatkan duit besar? Diduga kuat Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih, yang non-struktural, membukakan pintu duit besar itu. Banyak dugaan bahwa Sambo membangun jaringan masif mirip Mafia, di tubuh Polri dengan berlindung di balik Satgas percepatan penanganan kasus. Sampai di sini, kita menemukan tiga ramuan yang membuat Sambo dianggap super kuat. Dia dikatakan lebih kuat dari Kapolri sendiri. Ketiga ramuan itu adalah: pangkat jenderal, wewenang khusus (Satgassus), dan duit besar. Dengan pangkat jenderal, Sambo mengepalai Satgassus. Dengan Satgassus, Sambo diduga mengumpulkan duit besar. Dengan duit besar, Sambo bisa melakukan apa saja. Sebagai contoh, dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Sambo menjanjikan uang besar kepada sejumlah pelaku. Bahkan, dia diyakini mencoba menyogok LPSK dengan aplop tebal. Tak mungkinlah uang receh diamplopkan untuk LPSK. Sekarang, para pengamat dan publik menuntut reformasi total Polri. Tuntutan ini sangat tepat. Tepat alasan, tepat momennya. Tetapi, bagaimana seharusnya reformasi total itu dilaksanakan? Kalau kita serius ingin melenyapkan Mafia di Kepolisian, Mabes di dalam Mabes, abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan), termasuklah Polri dibawa-bawa untuk kepentingan politik, dlsb, maka ada dua tindakan drastis yang perlu dilakukan. Pertama, hapus pangkat jenderal di Kepolisian. Paling tinggi hanya pangkat komisaris besar (Kombes). Pangkat jenderal, secara psikologis, akan membuat polisi merasa kuat, bisa berbuat apa saja, mengatur apa saja, dan kebal hukum. Kedua, hapus struktur kepolisian nasional. Cukup Polres atau Polwil saja yang dikepalai oleh seorang Kombes. Dengan begini, polisi tidak bisa disalahgunakan oleh para politisi, khususnya seorang Capres. Lebih kurang begini penjabarannya. Tidak ada lagi Mabes Polri dan Mapolda. Tidak ada lagi jalur komando dari Kapolri atau Kapolda sampai ke Kapolsek seperti sekarang. Yang ada hanya Mapolres atau Mapolwil. Kapolres atau Kapolwil ditempatkan di bawah Bupati atau Walikota. Kapolres atau Kapolwil adalah polisi yang paling tinggi pangkat. Hanya kombes. Tidak ada lagi perintah dari satu orang jenderal, baik itu Kapolri, Kabareskrim, Kadiv, dan jabatan nasional lainnya, yang harus diikuti oleh 500,000 plus anggota Polri seperti sekarang ini. Jalur ini rawan penyalahgunaan kekuasaan. Contoh, sekarang ini Direktorat Narkoba di Mabes Polri bisa turun ke wilayah Polsek ketika ada penangkapan narkoba dalam jumlah besar. Di sinilah abuse of power bermula. Bandar besar narkoba yang tersangkut penangkapan seperti ini sangat mungkin akan dijadikan sumber duit oleh orang-orang Mabes yang mengambil alih atau mengawasi kasus ini. Contoh lain adalah Satgassus yang akhirnya dimanfaat oleh Ferdy Sambo untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Bahkan dia bisa membangun jaringan Mafia di tubuh Polri. Dengan tidak adanya polisi berpangkat jederal, hanya Kombes yang tertinggi, dan wilayah kerja seluas kabupaten-kota atau gabungan beberapa kabupaten, maka seorang Kapolres atau Kapolwil tidak punya kekuatan untuk membentuk Mafia. Seorang Kapolres tidak bisa mengandalkan pangkatnya untuk melindungi para bandar judi dan bandar narkoba. Dia hanya menjadi bos di wilayah yang sangat kecil dengan jumlah anggota rata-rata di bawah seribu orang di satu Polres atau Polwil. Sebagian besar Kapolres atau Kapolwil tidak punya bandar besar narkoba dan perjudian di wilayah hukum mereka. Terakhir, keuntungan lain yang didapat dari penghapusan Polri dan Polda adalah penghematan uang rakyat. Hitungan cepat menunjukkan peniadaan Mabes Polri dan 34 Mapolda akan menghemat duit sekitar Rp13 triliun per tahun. Atau setara dengan 11% anggaran Polri 2022. Ambil satu contoh, yaitu Mabes Polri. Di sini ada 27,000 personel yang bertugas. Sangat sulit dipahami untuk apa jumlah sebesar ini? Hanya membuang-buang uang rakyat. Tapi, penghematan bukanlah tujuan utama reformasi total yang diusulkan ini. Urusan terbesarnya adalah mencegah Kepolisian agar tidak menjadi ajang bagi para jenderal sok kuasa seperti Ferdy Sambo untuk berbuat sewenang-wenang yang akhirnya merugikan seluruh rakyat. Jadi, mari kita bangun Kepolisian yang “core business”-nya adalah pencegehan kriminalitas, penegak hukum, perlindungan untuk rakyat. Tidak perlu jenderal, tidak perlu Mabes dan Mapolda. Cukpup Polres atau Polwil. Untuk kejahatan besar, penanganan terorisme, kejahatan lintas wilayah, dan aspek Interpol tentunya bisa diatur dalam UU baru tentang Kepolisian.[]