ALL CATEGORY

Terorisme, Radikalisme, dan Islamophobia

 Hal itulah yang menyebabkan Islamofobia dipahami di sini sebagai bentuk pemerintahan rasial yang bertujuan merusak identitas Muslim yang berbeda dengan apa yang dikehendaki oleh penguasa. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta CATATAN saya terdahulu: http://fnn.co.id/post/mengapa-islam-kontra-radikal memperoleh respons penulis buku, Prof.  Mukhlis Jamil, dengan mengirimkan pdf buku, tulisan-tulisan dalam jurnal, dan catatan. Tulisan saya tersebut juga mendapat respons kolega Shohibul Anshor Siregar di grup WA yang lain. Atas ijin yang bersangkutan saya salin tulisan-tulisannya berikut untuk memperoleh umpan balik dari para pembaca. https://nbasis.wordpress.com/2021/11/28/persaingan-dan-penjinakan-dunia-islam/ https://nbasis.wordpress.com/2021/06/28/chomsky-perang-melawan-teror/ https://nbasis.wordpress.com/2021/06/17/perang-baru-melawan-teror/ Kerja Terorisme: Terorisme Bukan Senjata Orang Lemah Itulah budaya di mana kita hidup dan itu mengungkapkan beberapa fakta. Salah satunya adalah fakta bahwa terorisme bekerja. Itu tidak gagal. Berhasil. Kekerasan biasanya berhasil. Itulah sejarah dunia. Kedua, adalah kesalahan analitik yang sangat serius untuk mengatakan, seperti yang biasa dilakukan, bahwa terorisme adalah senjata bagi yang lemah. Seperti cara kekerasan lainnya, itu terutama senjata yang kuat, pada kenyataannya. Ia dianggap sebagai senjata bagi yang lemah karena yang kuat juga menguasai sistem doktrin dan teror mereka tidak dihitung sebagai teror. Sekarang itu mendekati universal. Saya tidak bisa memikirkan pengecualian historis, bahkan pembunuh massal terburuk pun memandang dunia seperti itu. Jadi pilihlah Nazi. Mereka tidak melakukan teror di Eropa yang diduduki. Mereka melindungi penduduk lokal dari terorisme partisan. Dan seperti gerakan perlawanan lainnya, ada terorisme. Nazi melakukan kontra teror. Selanjutnya, Amerika Serikat pada dasarnya setuju dengan itu. Terorisme bukanlah senjata bagi yang lemah. Itu adalah senjata mereka yang melawan kita siapa pun kita kebetulan. Dan jika Anda dapat menemukan pengecualian historis untuk itu, saya akan tertarik untuk melihatnya. Sifat Budaya Kita: Bagaimana Kita Menganggap Terorisme Indikasi menarik dari sifat budaya kita, budaya tinggi kita, adalah cara memandang semua ini. Salah satu cara itu dianggap hanya menekannya. Jadi hampir tidak ada yang pernah mendengarnya. Dan kekuatan propaganda dan doktrin Amerika begitu kuat sehingga bahkan di antara para korbannya hampir tidak diketahui. Perang terhadap terorisme (war on terrorism) yang memaksa keterlibatan banyak Negara di dunia, dan terkadang secara kualitatif maupun kuantitatif mereduksi tajam kedaulatan Negara-negara yang dilibatkan dalam kerjasama, apalagi jika negara itu Negara lemah, terutama setelah peristiwa yang lebih dikenal dengan 911, begitu dahsyat untuk diabaikan dalam kajian hubungan internasional pasca perang dingin. Tentu saja pemupukan dominasi Negara adidaya dalam proses itu, yang sering terabaikan, juga sangat menarik. Aksi-aksi penistaan terstruktur satu kepada lain Negara atau penduduk suatu Negara, dengan mandat pemerintahan internasional pula, tak dapat diabaikan. Setelah kejadian 911, arah yang sangat jelas memusuhi Islam begitu kuat. Ini memang aneh. Definisi yang tidak ambigu dan dapat terterima oleh seluruh masyarakat internasional tentang terorisme itu sendiri sulit didapatkan hingga kini, termasuk oleh PBB sendiri. Tetapi ada keinginan besar untuk memaksakan kehendak oleh kekuatan internasional. Cukup popular pemahaman saat ini di seluruh dunia bahwa tidak semua muslim teroris, tetapi semua teroris adalah muslim. Ini sangat bertentangan dengan fakta sepanjang sejarah, dan cenderung menodai Islam dan pemeluknya. Statement itu adalah bagian dari bahasa dan publikasi dunia yang begitu besar dan secara hegemonik menentukan degradasi komunitas dan Negara muslim yang diposisikan secara peyoratif sebagai teroris, atau paling tidak tak memberi kepemihakan terhadap upaya war on terrorism itu. https://nbasis.wordpress.com/2016/04/11/terorisme-global/ https://nbasis.wordpress.com/2010/08/10/islamophobia-mereka-akan-bakar-al-quran/ https://nbasis.wordpress.com/2017/07/10/terorisme-isis-1/ Radikalisme dan ekstremisme adalah konsep yang sering digunakan (salah). Arti dari istilah-istilah ini tidak jelas dan batas-batas antara mereka dan antara salah satu dari istilah-istilah ini dan pemikiran dan praktik politik arus utama tidak jelas. Meskipun tidak ada definisi hukum tentang ekstremisme atau radikalisme di sebagian besar negara, namun demikian ada banyak program pemerintah yang berhubungan dengan [Melawan] Ekstremisme Kekerasan (CVE) dan Radikalisasi [De-] karena keduanya menyiratkan perubahan ke bentuk kekerasan politik tertentu: terorisme. Catatan Penelitian ini menyajikan hasil analisis terminologis dan konseptual definisi ekstremisme dan radikalisme yang digunakan (terutama, tetapi tidak secara eksklusif) di Jerman. Tujuannya adalah untuk mengembangkan definisi konsensus akademis dari istilah-istilah ini yang sebanding dengan pendekatan yang dikembangkan oleh Alex P. Schmid untuk mencapai Definisi Konsensus Akademik tentang Terorisme. https://nbasis.wordpress.com/2019/11/26/radikalisme-dan-ekstrimisme/ https://nbasis.wordpress.com/2019/11/05/radikalisme-dan-intoleransi/ Jika konsep Islamofobia masih terus menjadi perdebatan atau selama diabadikannya ketidaksediaan menerima kenyataan berbagai dampak menyedihkan yang diakibatkannya, hal itu adalah kondisi buruk yang akan terus menghalangi tindakan melawan atau menghapuskannya. Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi Islamofobia yang telah menyebar dan mengakar ini? Rekomendasi The Runnymede Trust yang dicantumkan dalam laporan 2017 dengan argumen yang kuat antara lain meminta: Pertama, mengadopsi definisi Islamofobia sebagai rasisme anti-Muslim. Islamofobia sebagai rasisme anti-Muslim adalah “pembedaan, pengecualian, atau pembatasan apa pun terhadap, atau preferensi terhadap, (atau mereka yang dianggap) Muslim, yang memiliki tujuan atau efek meniadakan atau merusak pengakuan, kenikmatan atau pelaksanaan, dengan pijakan yang sama, hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau bidang kehidupan publik lainnya.” Kedua, layanan publik dan swasta serta pengusaha sektor amal harus mengumpulkan lebih banyak data tentang Muslim dan kelompok agama lainnya untuk menyoroti besaran masalah dan penderitaan hukuman Muslim yang lahir sebagai konsekuensi Islamofobia ini. Ketiga, menindaklanjuti komitmennya untuk mengumpulkan data kesetaraan ras dan kendala-kendalanya, pemerintah harus mengadopsi strategi yang lebih luas untuk mengatasi ketidaksetaraan yang secara khusus memengaruhi Muslim Inggris. Keempat, harus ada penyelidikan penuh dan independen ke dalam strategi kontra-terorisme yang dilakukan pemerintah. Sebagaimana diketahui, di hampir semua negara yang merasa dipayungi oleh kebijakan global war on terrorism tindakan unlawfull killing selalu menjadi pengalaman buruk merendahkan Hak Asasi Manusia dan seolah hukum kemanusiaan tidak perlu dirujuk untuk peradilan yang menjunjung tinggi peradaban. Kelima, regulator media harus melakukan intervensi secara lebih proaktif dalam kasus-kasus pelaporan yang diduga diskriminatif, dan dengan demikian mencerminkan semangat regulasi kesetaraan. Dalam kasus Amerika Serikat misalnya (David L. Altheide, The Mass Media, Crime and Terrorism, Journal of International Criminal Justice, Volume 4, Issue 5, November 2006), media massa, sebagaimana diketahui, memainkan peran besar dalam persepsi publik dan penerimaan perilaku kriminal oleh negara itu. Penerimaan publik atas tindakan ilegal oleh pemerintah AS dalam Perang Irak, serta langkah-langkah yang diambil untuk memerangi terorisme, telah pula dipengaruhi oleh konten media hiburan dan logika media tentang kejahatan dan ketakutan. Ini semua memiliki konteks budaya dan komunikasi massa yang mendorong ketakutan akan kejahatan di satu sisi, sementara juga membenarkan tindakan ilegal negara untuk memerangi kejahatan di sisi lain. Propaganda dan manajemen berita (misalnya kompleks militer-media dan kegagalan jurnalisme) berkontribusi pada wacana ketakutan dan negasi simbolis dari orang lain, sebagai kriminal atau teroris — dan, dalam prosesnya, menghargai tindakan kriminal sebagaimana diperlukan dan heroik. https://nbasis.wordpress.com/2021/05/08/islamofobia-laporan-the-runnymede-trust/ Kini “Islamofobia” adalah istilah yang telah diterapkan secara luas pada ide dan tindakan anti-Muslim, terutama sejak tragedi 9 September, sebagaimana Andrew Shryock mengemukakan tanpa sedikit pun keraguan (Islamophobia, Islamophilia: Beyond the Politics of Enemy and Friend, 2010). Kritiknya dalam  eksplorasi kegunaan konsep untuk memahami konteks dimulai dari Abad Pertengahan hingga Zaman Modern. Beranjak dari penjelasan umum tentang aneka konsep yang dilahirkan dengan semangat permusuhan seperti stereotip Muslim yang baik atau Muslim yang buruk; atau konsekuensi-konsekuensi psikologis dan politik yang dihasilkan oleh introduksi istilah “benturan peradaban” (Clash of civilization, Huntington, 1991), para kontributor dalam karya ini menggambarkan mitra Islamofobia, Islamofilia, yang menyebarkan oposisi serupa untuk kepentingan mendorong penerimaan publik terhadap Islam. https://nbasis.wordpress.com/2021/04/05/islamofobia-amerika-dan-eropa/ Self-Hating Muslim Dunia Islam tidak berada dalam ruang hampa pengaruh. Hatem Bazian dalam uraian berjudul Religion-building and Foreign Policy menegaskan Islamofobia yang berbeda dan terfokus secara historis dalam masyarakat mayoritas Muslim dengan menempatkan Islamofobia terutama sebagai proses yang muncul dan dibentuk oleh wacana hegemoni Eurosentris kolonial yang berasal dari akhir abad ke-18, yang juga menekankan peran internalisasi oleh elit pasca-kolonial. Karena itu selain telaah sejarah yang sahih, buku ini menyarankan untuk melihat Islamofobia melalui lensa teori sistem dunia, rasisme epistemik, dan sekularisme. Menggunakan konsep orientalisasi diri dan Westernisasi diri, buku ini cukup tuntas menjelaskan bagaimana beberapa segmen masyarakat Muslim menyatakan identitas mereka, tradisi mereka dan pandangan dunia mereka sendiri yang justru melalui pandangan asing, yaitu orientalisme Barat. Proses inilah yang menjadi jawaban atas kemungkinan terjadinya fenomena jamak berupa kebencian pada diri sendiri oleh Muslim (self-hating Muslim) yang ditengarai tidak hanya berakar pada penjajahan, tetapi lebih umum lagi dalam perjumpaan dengan Barat sekuler-modern khususnya yang terjadi begitu dahsyat pada pergantian abad kesembilan belas. Hal itulah yang menyebabkan Islamofobia dipahami di sini sebagai bentuk pemerintahan rasial yang bertujuan merusak identitas Muslim yang berbeda dengan apa yang dikehendaki oleh penguasa. Jika pemimpin-pemimpin Indonesia bisa menjadi tauladan, niscaya tak akan sebesar ini kontroversi ijtihad terhadap idiologi negara. Makin besar penyimpangan terhadap Pancasila akan makin besar keinginan untuk menggantinya. Dosa siapa ini? Pemerintah wajib menjawab. Islamofobia melahirkan berbagai macam instrumen politik, hukum dan budaya yang terus mempersempit tempat bagi agama ini. Konsep-konsep turunannya seperti moderasi Islam, muslim moderat, dan Islam moderat, yang awalnya diciptakan oleh media dan akademisi yang memberi pemaknaan terutama atas revolusi Iran (1979) dengan pembobotan subjektif tertentu, kini di banyak negara menjadi wacana dalam pengarusutamaan politik dan budaya. (*)

Pendukung Istana Mulai Nyari Gorong-gorong Buat Keluar dari Istana

  Jakarta, FNN – Perekonomian Indonesia yang makin memburuk dan stok bahan bakar minyak (solar dan pertalite) yang mulai menipis, harus menjadi sinyal bahwa negara ini makin tidak baik-baik saja. Apalagi sikap partai pendukung sudah ancang-ancang meninggalkan Jokowi, hal ini semakin mempercepat terjadinya kemarahan massa. Oleh karena itu masyarakat diharapkan bisa bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, seperti amuk massa. Demikian perbincangan  pengamat politik Rocky Gerung dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Officials, Senin, 01 Agustus 2022 di Jakarta. Petikannya: Bung Rocky, kita update beberapa berita untuk para viewer kita. Tapi, tetap saja fokus kita bagaimana masa depan negara kita ini dan bagaimana realitasnya pada hari ini. Masa depannya, kita lihat ternyata gerakan 3 periode masih jalan terus, tapi ada juga yang lucu-lucuan saya kira, Gerakan Prabowo. Kemarin ada berapa gelintir oranglah yang mendeklarasikan di car free day. Tapi, ada juga survei yang agak menarik indikator politik, karena ini memotret tingkat kepuasan partai-partai pendukung dan oposisi terhadap Jokowi. Yang sangat menarik, ini disebutkan ternyata pemilih partai-partai pendukung Joko Widodo sekarang mulai banyak yang tidak puas. Dan seperti kita duga, yang paling tinggi yang tidak puas adalah Nasdem. Nasdem ini disebutkan angkanya sampai 64 persen pemilih Nasdem tidak puas dengan kinerja Jokowi. Kemudian PAN yang baru saja bergabung 58,6 persen tidak puas, dan PPP 52,2 persen juga tidak puas. Gerindra, juga angkanya juga tinggi yang nggak puas, yaitu 5,2 persen. Ini penting untuk yang mau menggandeng Prabowo-Jokowi. Nah, yang tingkat kepuasannya masih tinggi yaitu PKB, Golkar, dan PDIP. Nanti kita kaitkan ketidakpuasan ini dengan soal stok solar dan stok pertalite yang sudah mulai menipis? Ya ini berita-berita politik kita itu, bukan soal baik dan buruk. Jadi, soal lucu dan makin lucu. Satu paradoks ngapain nggak puas tentang hal yang jadi orang anggap kok, baru nggak puas sekarang. Emak-emak bilang lucu amat kalian. Nunggu bangkrut dulu, baru nggak puas. Jadi soal semacam ini, itu dengan kuat menunjukkan bahwa efek dari tekanan publik itu membuat partai-partai yang tadinya mendukung istana mulai pelan-pelan nyari gorong-gorong buat keluar dari istana. Itu yang dibaca oleh para surveyor yang juga sebetulnya diam-diam mulai keluar dari pengaruh istana. Itu intinya. Bagaimanapun, Indikator segala macem itu dan survei yang buys-nya nggak kira-kira dari segi kesempatan. Jadi, kalau baru sekarang diucapkan, itu artinya banyak kelucuan. Tapi nggak ada soal, kita sambut mereka supaya bergabung di LBP (Liga Boikot Pemilu). Karena kalau nggak puas, ya ngapain di situ terus? Kita nggak puas sampai di 2024 ngapain? Tunggu partai-partai yang sudah nggak dapat proyek dan merasa bahwa sekaranglah kita bersama-sama dengan rakyat. Ya bagus juga, walaupun terlambat. Tapi konsistensi ada tuh. Mau bersikap terhadap kritik yang pasti makin lama makin kuat. Apalagi setelah ekonomi nggak bisa diselamatkan, itu artinya mereka mulai melihat potensi oposisi untuk memimpin. Nah, oposisi nggak ada masalah karena oposisi yang ada dalam justru Gerindra. Nah, itu menunjukkan bahwa memang dari awal orang tidak ingin agar supaya Gerindra ada di dalam kabinet. Tapi kalau dia mau balik ke oposisi apa mau diterima oleh emak-emak. Jadi, kalau mereka bilang kami nggak puas dengan Jokowi, ya suka-suka lu deh. Kita juga nggak puas dengan kalian. Begitu kira-kira.  Tapi tetap saja menurut saya ini menariknya adalah kalau Nasdem clear dengan mengusung tiga nama itu, dia kelihatannya sudah mulai mencari ikhtiar jalan keluar. Nah, sementara tadinya mau keluar malah terus masuk itu seperti PAN khususnya, juga PPP yang kita tahu juga sebenarnya mereka sedang mencari ikhtiar jalan keluar. Tapi kan sudah disandra di KIB, Koalisi Indonesia Bersatu. Ternyata kemudian mereka pemilihnya tidak puas dengan Jokowi. Jadi, saya kira nanti siapapun yang akan berkoalisi, katakanlah Jokowi tetap akan memanfaatkan KIB, di situ ada PPP dan PAN, atau Ganjar. mereka tahu juga ini sih tiket kosong. Jadi ngga ada gunanya juga?    PAN itu memang partai agak norak. Kan memang norak. Ada di dalam tapi nggak hitung konstituen yang di luar. Kan kita tahu massa PAN, kan sudah cerai berah di bawah. Ada yang ke Amien Rais, ada yang balik pengaruh Soetrisno Bachir. Jadi. semua yang ada dalam PAN itu sebetulnya tidak lagi solid. Walaupun ketua PAN-nya tetap menganggap bahwa ini partai masih bisa dijadikan alat tukar tambah. Tetapi ngapain, tukar tambah demi apa sebetulnya? Jadi, PAN masuk ke dalamnya ya elitnya saja yang masuk. Massanya tetap nggak mau ikut karena lebih berakal massa PAN daripada elitnya. Demikian juga Gerindra. Demikian Nasdem segala macam. Jadi, keadaan ini memperlihatkan bahwa ada kondisi baru, yaitu orang ingin mempercepat Pemilu sebetulnya. Kan kalau orang nggak percaya ngapain tunggu 2024? Logikanya begitu. Jadi mustinya indikator juga kasih pertanyaan berikut: Apakah kalian ingin mempercepat atau memperlambat pemilu? Kan mustinya begitu. Dan logika penelitian begitu. Kalau Anda sudah nggak puas, Anda mau mempercepat? Jangan berhenti di rasa nggak puas. Itu juga kacau. Yang musti dilurusin pikiran dong. Jadi, mustinya dinyatakan “kami menemukan bahwa partai-partai pendukung rezim tinggal elitnya yang pro pada istana;  yang lain sudah tidak percaya. Maka pertanyaan berikutnya, masih mau mendukung sampai 2024 atau tidak?” Begitu cara membuat pertanyaan survei, kalau mau kritis. Iya, karena tetap saja memang Indikator mengisahkan bahwa kepuasan Jokowi masih di atas  60%. Tetapi, dia sudah mulai main-main dengan menyatakan bahwa para pemilihnya tidak mendukung lagi. Saya kira gini, kalau kita lihat realitas di lapangan, wajar sih tidak puas seperti yang Anda sebutkan dan itu sebenarnya sudah cukup puas. Tetapi, kalau mereka tahu realitas, itu sekarang surveinya pasti akan lebih drop lagi. Ini saya bacakan soal BBM saja ini. Karena kita harus ingat bahwa soal BBM ini kan pasti dampaknya langsung ke seluruh harga kebutuhan, karena BBM sebagai bahan bakar yang diperlukan untuk distribusi.  Saya bacakan ini ya, saya kutip dari Corporate secretary PT Pertamina Patra Patra Niaga, Ginting, bahwa hingga Juni, realisasi penyaluran solar itu sudah mencapai 8,3 juta kilo liter; sedangkan kuota yang ditetapkan pada tahun ini hanya 14,9 juta liter. Artinya, dalam setengah tahun lebih. Kemudian, pertalite sudah mencapai 14 juta kilo liter, sementara ini hanya 2,3 juta kilo liter. Jadi kalau dilihat secara proporsional, kata dia, di pertengahan tahun saja sudah lebih dari 50%, bahkan untuk pertalit sudah di atas 60%. Kita tahu biasanya pada bulan Desember itu biasanya banyak sekali orang liburan sehungga kebutuhan konsumsi bahan bakar semakin tinggi. Ini artinya sama saja ngomong “jangan marah ya kalau nanti sebelum tahun berakhir habis, karena kalian habisin. Kira-kira begitu logika mereka?  Ya, itu akhirnya. Kadang kalau kita lihat pergerakan harga energi dunia itu, terutama pesawat, ini saya juga lagi kesel karena saya mau pergi ke Nepal. Ternyata begitu dibuka bulan ini harga tiketnya 7 juta. Nanti di bulan Oktober bisa 25 juta, tiga kali lipat. Jadi, memang terlihat itu tidak bisa dicegah. Jadi, kalau Pertamina atau negara, misalnya, siapkan anggaran untuk mem-build  out Pertamina, itu juga tiga bulan juga habis. Dan hutang kita jadi tambah terus, lalu bangkrutlah. Tapi bangkrutnya itu tidak ada soal karena pasti akan dipertahankan terus. Sama seperti Garuda, sudah bangkrut juga masih dipertahankan. Tetap kalau soal harga yang betul-betul disebabkan oleh energi itu, yaitu kebutuhan pokok naik, mau disubsidi dengan apa?  Efek dari pengangkutannya naik,  harga bahan-bahan naik, inflasi naik lagi. Tetapi, semua ini menunjukkan menyogok rakyat dengan cicilan tidak akan mempan lagi. Dan rakyat tahu bahwa kalian menyimpan uang, sementara kami di bawah UMKM berantakan semua yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi bahwa di masa pandemi akan diselamatkan, enggak terjadi lagi itu.  Ya sudah kita siap-siap saja kemarahan massa itu akan bertemu dengan ketidakpuasan partai-partai politik tadi.  Jadi, sekali lagi selamat datang pada percepatan pemilu.  Kita tahu kan dampak dari kelangkaan BBM. Itu akan terjadi ya kalau sampai pertengahan tahun sudah lebih dari 50%, artinya kan arahnya menjadi kelangkaan.  Dan pilihannya adalah BBM BBM tidak disubsidi dan itu harganya terjangkau oleh publik?  Ya itu kita dihitung mungkin empat minggu lagi. Jadi 8 juta kilo liter itu habis habis delapan minggu. Betul-betul itu akan terjadi dan kita nggak tahu bagaimana caranya. Kalau tanya Sri Mulyani dia enggak tahu juga bagaimana nalangin itu. Satu-satunya cara adalah menyerah. Beri tahu pada rakyat bahwa kita sedang menuju ke Srilanka. Mustinya Sri Mulyani yang mengucapkan itu. Saya Sri Mulyani, memperingatkan bahwa kita saat ini sedang satu langkah menuju Sri Langka. Jadi enak dibikin headline-nya.

Sorot Gap Pendidikan, LaNyalla Minta Pemerintah Hadirkan Kebijakan Tekan Kesenjangan

Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyoroti gap di bidang pendidikan, terutama di tingkat perguruan tinggi. Menurutnya, masalah yang muncul antara lain biaya kuliah sangat mahal. Karena itu, LaNyalla meminta pemerintah menekan kesenjangan tersebut dengan kebijakan dan sistem yang tepat. “Tak bisa dipungkiri ada jurang lebar di dunia pendidikan kita. Pemerintah harus membuka mata terhadap permasalahan ini. Jika dibiarkan, pendidikan yang baik hanya milik segelintir kelompok yang mampu secara finansial, sedangkan kelompok menengah dan miskin harus puas mendapatkan sekolah dengan kualitas yang seadanya,” kata LaNyalla, Senin (1/8/2022). Dijelaskannya, masyarakat butuh agar pendidikan memberikan kepastian kualitas lulusan sehingga mampu mengaplikasikan ilmunya sesuai bidang yang dipelajari. “Mau tak mau kondisi ini membuka paradigma pragmatis dan kastanisasi dunia pendidikan. Sekolah dengan kualitas yang baik konsekuensinya mematok biaya mahal,” tukas LaNyalla. “Pendidikan sistemnya seperti mekanisme pasar. Ada uang ada kualitas. Sedangkan sekolah gratis atau murah tidak memberikan kepastian kualitas pendidikan yang memadai,” tambah dia. Meskipun kompetisi dalam perihal pendidikan tidak dapat dihindarkan, LaNyalla menilai pemerintah perlu membuat sistem pendidikan yang mampu menekan tingginya kesenjangan dunia pendidikan nasional kita. “UUD 1945 mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara. Karena ini amanat Konstitusi maka negara wajib memenuhinya,\" tutur LaNyalla. (mth/*)  

Isi Pertemuan Jokowi Dengan Presiden Zelensky dan Putin Diceritakan

Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo menceritakan isi pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang membicarakan soal krisis pangan dunia.\"Saya saat itu ketemu dengan Presiden Ukraina, Presiden Zelensky, dia cerita ke saya ada stok (gandum) di Ukraina di gudang 22 juta ton, stok dalam proses panen 55 juta ton, artinya 77 juta ton gandum diam di Ukraina, tidak bisa keluar karena perang,\" kata Presiden Jokowi saat menghadiri acara \"Zikir dan Doa Kebangsaan 77 Tahun Indonesia Merdeka\" di halaman Istana Merdeka Jakarta, Senin.Presiden Jokowi diketahui bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, di Istana Maryinsky, Kyiv pada 29 Juni 2022. Presiden Jokowi juga bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin pada 30 Juni 2022.\"Saya bicara 1,5 jam dengan Presiden Zelensky lalu pindah ke Moskow ketemu Presiden Putin. Dia cerita juga ke saya ada stok gandum di Rusia 130 juta ton, berarti di Ukraina plus Rusia jumlah stok gandumnya ada 207 juta ton, bukan 207 ton tapi 207 juta ton. Inilah yang menyebabkan 333 juta orang kelaparan dan mungkin 6 bulan lagi 800 juta orang akan kelaparan akut karena tidak ada yang dimakan, sekali lagi,\" tambah Presiden.Presiden Jokowi menyebut setelah hampir 2,5 tahun seluruh negara mengalami sakit berbarengan karena pandemi COVID-19, negara-negara di dunia kembali mengalami masalah yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya.\"Baru akan melakukan pemulihan tapi muncul sesuatu yang dadakan yang tidak kita perkirakan sebelumnya, sakitnya belum sembuh, muncul yang namanya perang di Ukraina sehingga semuanya menjadi bertubi-tubi, menyulitkan hampir semua negara, semua negara berada dalam posisi yang sangat sulit,\" ungkap Presiden.Namun Presiden Jokowi menyebut Indonesia patut bersyukur karena bila bensin di negara lain harganya sudah Rp31 ribu-Rp32 ribu, namun di Indonesia harga pertalilte masih Rp7.650.\"Tapi perlu kita ingat subsidi BBM sudah terlalu besar dari Rp170 triliun sekarang sudah Rp502 triliun, negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu, tapi alhamdulilah kita sampai saat ini masih kuat, ini yang perlu kita syukuri,\" tambah Presiden.Di bidang pangan, Indonesia juga patut bersyukur karena harga beras di Indonesia tidak naik.\"Ini patut kita syukuri, berkat kerja keras bapak ibu, berkat ikhitar gotong royong kita bersama-sama,\" ungkap Presiden.Presiden Jokowi mengajak masyarakat berdoa bersama dan memohon kepada Allah SWT agar Indonesia selalu dilimpahi energi dan pangan.\"Dan agar kita tidak kekurangan akan hal itu, maka kita berusaha berikhtiar bersama-sama agar kita justru melimpah dan bisa membantu negara-negara lain yang sedang kesulitan saat ini,\" ungkap Presiden.Sementara Wakil Presiden Ma\'ruf Amin yang juga hadir dalam acara sekaligus memberikan tausiah singkat mengatakan Allah SWT tidak mengubah suatu bangsa kecuali bangsa itu berusaha untuk mengubahnya.\"Ketika ada usaha, ada ikhtiar untuk keluar dari penjajahan, melakukan perjuangan, maka Allah pun memberikan inayahnya, pertolongannya untuk menjadi bangsa merdeka. Untuk itu, kita wajib mensyukuri, menghargai, dan berterima kasih kepada para pejuang bangsa. Rasullullah SAW mengatakan siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, dia juga tidak berterima kasih kepada Allah,\" kata Wapres Ma\'ruf.Zikir dan Doa Kebangsaan di halaman Istana Merdeka ini dihadiri sekitar 100 tokoh yang terdiri atas para kiai, habib, pejabat negara, tokoh berbagai ormas serta tokoh lintas agama. Selain itu, hadir 500 jamaah dan santri dari berbagai pondok pesantren di Indonesia.Sejumlah pejabat yang hadir antara lain Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, dan pejabat terkait lain. (Sof/ANTARA)

Dubes RI Promosikan Kebudayaan Indonesia di Televisi Tunisia

Jakarta, FNN - Duta Besar RI untuk Tunisia Zuhairi Misrawi mempromosikan kebudayaan dan nilai-nilai Indonesia di jaringan televisi terbesar di Tunisia, TV Wataniya pada Minggu (31/7).Dubes Zuhairi Misrawi dalam kesempatan itu secara khusus menyampaikan pemikiran Trisakti presiden pertama RI Soekarno, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, menurut keterangan KBRI Tunis yang diterima di Jakarta, Senin.\"Kami di Indonesia berpijak pada pemikiran Bung Karno perihal pentingnya berkepribadian dalam kebudayaan. Politik dan ekonomi harus didukung oleh kebudayaan sebagai kearifan lokal dan jati diri bangsa,\" kata Dubes Zuhairi.Untuk itu, kata dia, KBRI Tunis memberikam perhatian pada diplomasi kebudayaan melalui puisi, film, musik, novel, tarian, kuliner, dan pemikiran.\"Indonesia dan Tunisia sama-sama mempunyai perhatian terhadap kebudayaan sehingga pemikiran kebangsaan kokoh dan kuat di dalam sanubari warga kedua negara,\" ujarnya.Dubes Zuhairi juga menyampaikan perlunya diplomasi kebudayaan sebagai jembatan untuk memperkokoh dan memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Tunisia.\"Diplomasi kebudayaan akan mendekatkan hubungan di antara sesama warga kedua negara. Saya melihat dan merasakan langsung betapa warga Tunisia mempunyai kegemaran terhadap kebudayaan Nusantara. Citarasa kebudayaan mereka sangat tinggi,\" ucapnya.\"Ketika melihat tarian, mendengarkan dangdut, dan menikmati kuliner Nusantara, warga Tunisia sangat mengapresiasi. Sebab itu, mereka menyambut baik diplomasi kebudayaan yang diinisiasi KBRI Tunis. Dari Tunisia, semoga kebudayaan Nusantara makin dikenal di kawasan Timur Tengah dan Afrika,\" lanjut Zuhairi.Dalam program tayang bincang di stasiun TV Wataniya itu, Dubes Zuhairi Misrawi juga membacakan puisi dalam bahasa Arab berjudul \"Huruf-Huruf Cahaya: Indonesia-Tunisia\" yang merupakan karya penyair asal Indonesia Jamal D Rahman.Sebelumnya, kegiatan KBRI Tunis perihal diplomasi puisi Indonesia-Tunisia mendapatkan respons sangat baik dari media dan warga Tunisia. (Sof/ANTARA)

Aktivis Perempuan Ingatkan Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Istri Sambo

Jakarta, FNN - Pendiri Institut Perempuan Valentina Sagala mengingatkan kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh istri Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo agar tidak terlupakan oleh pihak kepolisian maupun publik.\"Perempuan rentan jadi korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Ini harus dikedepankan tanpa pandang bulu siapa dia, meski seorang istri jenderal pun bisa menjadi korban,\" kata Valentina dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa Kepolisian Republik Indonesia (Polri) harus tetap memroses kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh istri Irjen Ferdy Sambo, yakni PC.\"Terkait dengan dugaan tindak pidana kekerasan seksual ini, menurut saya pihak kepolisian tetap melakukan penyidikan,\" ucap Valentina Sagala.Menurut dia, kepolisian bisa mengacu pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 Tahun 2022. Maka dari itu, penyidik kepolisian harus mengungkap kasus dugaan kekerasan seksual ini secara tuntas agar menemukan keadilan.\"UU TPKS sudah mengatur pula substansi hukum acara, kiranya bisa dijalankan oleh penyidik agar kasus ini menemukan keadilan yang terang benderang. Kita tunggu bagaimana hasil penyidikan dari Kepolisian,\" ujar aktivis perempuan ini.Sebelumnya, Kuasa Hukum Istri Irjen Sambo, Arman Hanis, berharap tim khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dapat mengungkap kasus ini secara tuntas dan transparan. Hal itu sebagaimana perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), bahwa kasus ini harus diselesaikan dan jangan ada yang ditutup-tutupi.\"Kami berharap perkara ini akan dibuka dengan se-terang-terangnya dan sejelas-jelasnya,\" ucapnya.Sementara itu, Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan laporan dari istri Kepala Divisi Propam Irjen Ferdy Sambo terkait adanya dugaan pencabulan.“Yang jelas, kami menerima LP atau laporan polisi dari Ibu Kadiv Propam dengan pasal tersangkaan 335 dan 289,\" kata Budhi di Polres Jakarta Selatan pada Selasa (12/7).“Tentunya ini kami buktikan dan proses, karena setiap warga negara punya hak yang sama dimuka hukum. Sehingga equality before law juga bener-bener kami terapkan, bukan karena Pak Kadiv Propam yang lapor,\" tutur Budhi melanjutkan. (Sof/ANTARA)

Komnas HAM Masih Menunggu Hasil Autopsi Ulang Brigadir J

Jakarta, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengatakan hingga saat ini lembaga tersebut masih menunggu hasil autopsi ulang Brigadir J usai dilakukan ekshumasi pada Rabu (27/7).\"Kami percaya penjelasan ketua tim yang melakukan autopsi di Jambi dan melibatkan berbagai profesor dari berbagai universitas. Kami tunggu itu saja,\" kata Komisioner Komnas HAM RI Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Senin.Akan tetapi, Anam menyarankan hal-hal yang menyangkut kedokteran forensik sebaiknya ditanyakan langsung ke pihak yang berwenang atau ahli di bidang tersebut.Apalagi, kata dia, terdapat beberapa dokter dari berbagai universitas yang terlibat langsung dari proses autopsi ulang jenazah Brigadir J.Terkait pemeriksaan Ajudan dan Asisten Rumah Tangga Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Polisi Ferdy Sambo hari ini (1/8), Anam mengatakan tim dari Komnas HAM menggali semua hal yang berkaitan langsung dengan pihak-pihak dalam konstruksi peristiwa tersebut.Ia mengatakan terdapat fakta baru yang didapatkan Komnas HAM, khususnya yang terjadi saat rombongan Irjen Polisi Ferdy Sambo termasuk Brigadir J berada di Magelang, Jawa Tengah.Komnas HAM, ujarnya, juga diperlihatkan sejumlah dokumen foto namun sayangnya tidak bisa ditampilkan kepada awak media massa.Selain itu, paparnya, dari hasil pemeriksaan Ajudan dan Asisten Rumah Tangga Irjen Polisi Ferdy Sambo, Komnas HAM memperoleh dokumen yang memperkuat keterangan atau rentetan soal waktu.Kendati demikian, Anam memastikan berbagai dokumen yang diperoleh Komnas HAM tersebut akan dicek validitas terkait keabsahannya.\"Ini penting bagi kami untuk melapis berbagai bukti, dokumen, dan keterangan yang sudah kami dapat,\" jelas dia. (Sof/ANTARA)

Publik Diimbau untuk Lapor jika Tahu Keberadaan Tersangka Masuk DPO

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar melapor kepada KPK apabila mengetahui keberadaan para tersangka kasus tindak pidana korupsi yang masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) untuk ditindaklanjuti.\"Jika masyarakat tahu keberadaan tersangka yang masuk DPO, silakan sampaikan kepada KPK. Pasti kami tindak lanjuti,\" ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Senin.Ali pun menyampaikan bahwa KPK tidak pernah melepaskan tanggung jawab dalam menyelesaikan penyidikan perkara para tersangka kasus korupsi yang dimasukkan ke dalam DPO.Sebaliknya, lanjut dia, langkah tersebut merupakan wujud keseriusan KPK dalam menyelesaikan penyidikan perkara para tersangka kasus korupsi yang masuk ke dalam DPO. KPK bahkan berharap seluruh elemen bangsa dapat bersama-sama melakukan pencarian karena pemberantasan korupsi membutuhkan peran serta dari seluruh pihak.\"Sebagai bentuk keseriusan di dalam penyelesaian penyidikan perkara, kami masukkan (para tersangka korupsi) ke dalam DPO dengan harapan kita semua bersama-sama bisa melakukan pencarian. Pemberantasan korupsi peran serta kita semua,\" ucap Ali.Dengan demikian, tambah dia, tidak tepat jika ada sejumlah pihak yang memandang KPK akan berhenti menyelesaikan penyidikan perkara korupsi setelah memasukkan nama tersangka ke dalam DPO.\"Justru dari situlah kami melakukan pencarian terus-menerus dan perkara serta penyidikan tidak dihentikan,\" tegas Ali.Adapun beberapa tersangka kasus korupsi yang dimasukkan KPK ke dalam DPO, di antaranya yang tengah ramai diberitakan adalah mantan calon legislatif (caleg) PDI Perjuangan Harun Masiku (HM) dan Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP).Harun Masiku merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih tahun 2019-2024. Dia telah masuk dalam daftar DPO sejak Januari 2020.Sementara itu, Ricky Ham Pagawak merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa pemberian, penerimaan suap, dan gratifikasi pelaksanaan berbagai proyek Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah, Papua. Dia masuk ke dalam daftar DPO sejak 15 Juli 2022. (Sof/ANTARA)

Kejujuran Pak Kapolri Sedang Ditunggu

Oleh Dr. Margarito Kamis Jakarta FNN - Brigadir J telah almarhum. Dia telah dimakamkan. Menarik karena kematiannya baru terungkap ke panggung publik setelah tiga hari. Begitu terungkap ke publik, segera terjadi kehebohan. Heboh, karena fakta yang tersaji di sana-sini mengundang keraguan. Sebab kematian muncul menjadi pusat keraguan. Baku tembak atau ditembak? Itu satu persoalan. Persoalan kedua, almarhum J itu, begitu pernyataan resmi Mabes Polri, melecehkan istri Irjen Pol. Ferdy Sambo. Fakta yang disodorkan Mabes Polri ini berhari-hari mendominasi panggung publik. Rupanya penyidikan, setidaknya penyelidikan kasus ini dipandu oleh fakta ini. CCTV yang di rumah Irjen Ferdy Sambo, entah bagaimana - kata Mabes Polri -  rusak. Pertanyaan segera muncul. Rusak atau dirusak? Keraguan lain juga segera menyusul. Apa betul Ferdy, sang Kadiv Propam ini, benar-benar sedang berada di luar rumah menjalani tes PCR atau ada di rumah pada saat terjadinya tembak-menembak atau almarhum ditembak? Tetapi sudahlah. Lupakan dulu semua keganjilan lain. Terutama keganjilan-keganjilan nyata setelah pihak keluarga almarhum Bripda J menyajikan fakta lain dengan nada menantang yang produktif. Tak diduga, berbekal fakta yang diyakini kebenarannya, pihak keluarga melalui kuasa hukumnya melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri adanya kemungkinan almarhum dibunuh secara berencana. Fakta yang saling menyangkal antara Mabes Polri dan keluarga almarhum, sungguh menarik. Inilah poin paling krusial. Andai saja Brigadir J yang pada awal kejadian ini disajikan melakukan pelecehan terhadap Ibu Putri, istri Ferdy Sambo tidak mati, maka logis penyidik menempatkan “pelecehan” itu sebagai fokus penyidikan. Pra rekonstruksi yang dilakukan di Polda Metro Jaya, suatu tindakan dalam kerangka penyidikan, yang harus diakui, tidak dikenal dalam KUHAP. Namun logis juga dilakukan oleh penyidik. Soalnya, Brigadir J itu telah jadi almarhum, mati. Untuk apa kegiatan pra-rekonstrukti itu? Siapa yang mau dibebani tanggung jawab pidana kasus pelecehan?  Jelas dalam semua aspek, fokus ini mengandung persoalan. Apa relevansi menyelidiki perbuatan pidana yang pelakunya telah mati? Siapa yang mau dibebani tanggung jawab pidana?  Tidak mungkin penyidikan ini dimaksudkan untuk hal lain, selain memastikan siapa yang secara hukum harus dibebani tanggung jawab pidana. Andai terjadi pelecehan kepada istri Ferdy, maka hanya almarhum yang harus dibebani tanggung jawab pidana. Padahal dia telah mati. Ilmu hukum tidak menyediakan kaidah untuk meminta tanggung jawab pidana kepada orang yang sudah mati. Justru sebaliknya ilmu hukum pidana menyediakan kaidah, kematian menjadi sebab utama terhapusnya tanggung jawab pidana. Menariknya, penyidik, entah dari Mabes Polri atau Polda Metro Jaya, melakukan ekhumasi (otopsi ulang) kepada jasad almarhum Bripda J. Hasilnya belum disajikan kepada publik. Soalnya adalah untuk apa dilakukan otopsi ulang? Sekadar memenuhi rasa keingintahuan beralasan dan sungguh-sungguh dari pihak keluarga almarhum? Munginkah Mabes Polri, berdasarkan fakta yang diperoleh, misalnya CCTV merekam sejumlah keadaan hukum? Selain itu memperoleh keyakinan berbeda dari fakta yang disajikan sendiri oleh Mabes Polri pada awalmya? Keyakinan baru itukah yang membawa penyidik melakukan autopsi ulang atas jasad almarhum Brigadir J? Temuan autopsi ulang, sekali lagi, sejauh belum diperoleh, apalagi disajikan secara otoritatif. Andai autopsi ulang menyajikan fakta berbeda dengan autopsi awal, maka untuk alasan esensial rule of law, Kapolri mesti membalut seluruh tindakan hukum dengan kejujuran paripurna. Tanpa ragu pada semua aspek. Skema dan ruang lingkup tindakan hukum, termasuk etik, menjadi penentu. Kedangkalan ruang lingkup tindakan justru akan memanggil dan menebalkan keraguan atas ketebalan kejujuran Pak Kapolri. Jujur, sekali lagi jujur, karena hanya itu satu-satunya hal yang tersedia. Wajib dijadikan sikap dalam menyajikan keadilan pada kasus ini. Tak ada alasan sekecil apapun untuk menjadikan Brigadir J sebagai fokus penyidikan. Brigadir J telah mati ditembak. Apapun alasan dan keadaan yang menyertainya, beralasan hukum rasional dan cukup untuk meletakan tanggung jawab pidana pada si penembak. Membentuk Tim Khusus dan menarik penyidikan kasus ini ke Mabes Polri, untuk alasan kenyataan saat ini, terasa belum beralasan menandai ketebalan kejujuran Kapolri. Membebaskan Ferdy Sambo dan Kapolres Jakarta Selatan dari jabatannya, juga sama, terasa belum cukup berlasan untuk menandai ketebalan kejujuran Pak Kapolri. Kasus ini terlalu sederhana Pak Kapolri. Brigadir J mati ditembak. Dia ditembak atau tertembak oleh orang. Bukan setan, iblis dan sejenisnya yang menembak Grigadir J. Melakukan pelecehan seksual kepada orang lain siapapun dia, jelas melanggar hukum. Sama, melakukan satu tindakan yang mengakibatkan matinya orang, apapun motif dan alasannya, juga melanggar hukum. Pak Kapolri, orang mati itu, dalam ilmu hukum pidana, tidak dapat dimintai tanggung jawab pidana. Sebaliknya orang yang hidup, kecuali dia gila, harus dibebani tanggung jawab pidana. Pak Kapolri, ini kasus yang sangat sederhana. Anak buah Pak Kapolri yang membuat masalah kematian Brigadir J ini menjadi rumit dan njelimet. Sungguh tidak masuk akal bila penetapan tersangka dalam kasus ini harus menunggu hasil autopsi ulang. Menjadikan hasil autopsi ulang sebagai penentu dalam penetapan tersangka dalam kasus ini, jelas terlalu konyol dan ngawur. Yang tidak konyol adalah hasil autopsi ulang menjadi penentu kualifikasi perbuatan pelaku. Semua peluru yang ditembakkan senjata Briptu J, yang kabarnya merupakan seorang Sniper, lucu, aneh dan ajaib, tidak mengenai sasaran. Sebaliknya 5 (lima) peluru yang ditembakkan oleh si penembak mengenai tubuh Brigadir J. Fakta ini menjadi sebab satu-satunya Brigadir J mati. Hebat apa konyol itu Pak Kapolri? Pak Kapolri, hukum apa atau hal apa yang mau dicari untuk disajikan ke publik, sehingga penyidikan kasus ini terlihat tidak dibuat berliku-liku? Menunggu hasil autopsi ulang untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini hanya akan mempertebal kebingungan Pak Kapolri. Hemat saya, penentu penetapan tersangka kasus ini, untuk alasan hukum, bukan ditentukan dari hasil autopsi ulang. Hasil autopsi ulang hanya berfaedah dalam rangka konstruksi hukum untuk kualifikasi perbuatan pelaku. Hanya itu. Titik lebih dari itu Pak Kapolri. Terasa beralasan menyodorkan level ketebalan kejujuran Kapolri sebagai penentu utama percepatan penetapan tersangka dalam kasus ini. Mudah-mudahan di dalam rumah Ferdy Sambo, tempat matinya Brigadir J, hanya ada almarhum Brigadir J, si penembak plus Ibu Putri, istri Ferdy Sambo. Ukuran ketebalan kejujuran Pak Kapolri dalam perspektif saya, menyapu bersih semua tantangan non-hukum. Tentu bila itu ada. Kejujuran Pak Kapolri tak memiliki tandingan apapun dalam memandu dan menuntun setiap usaha mencari dan menemukan keadilan. Kejujuran adalah perisai dan mahkota orang-orang hebat dan berkelas Pak Kapolri. Penulis adalah Pengajar Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate.

Geliat Naga Melilit Garuda

Selangkah lagi target warga China harus bisa jadi Presiden Indonesia. Mereka sudah berhasil mengubah pasal 6 (1) UUD 45 adalah prestasi gemilang sebagai pintu masuk China sebaga penguasa di Indonesia.  Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih CHINA adalah the emerging super power, kebijakan awal yang diambil negaranya adalah \"Yo bian dao\" (condong ke satu sisi), penyatuan negara komunis dalam satu komando, saat itu di bawah kokomando Uni Soviet. Pada 1992 Deng Xiaoping melakukan perjalanan ke selatan untuk membuka dan meneruskan pembangunan ekonomi. Sehingga, pada 2008 dalam kondisi ketika krisis global pertumbuhan China mencapai 7,9 persen. Kebijakan China perantauan pada abad 21 meliputi: ekonomi, budaya, dan politik. Sebelumnya, pada 1991 Lee Kuan Yew kerja sama dengan RRC di Singapura mengumpulkan China perantauan (Overseas Chinese) 800 penguasaan besar dari 30 negara, termasuk penguasaan China dari Indonesia. Diaspora orang China telah berhasil melahirkan budaya kapitalisme sendiri. Dinasti Qing telah mengadopsi hukum kewarganegaraan dengan prinsip Ius Sanguinis atau hak satu darah. Mao Zedong mengatakan bahwa semua orang China di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah warga negara RRC. Dalam perkembangannya, China dengan cerdik menawarkan pada ASEAN satu traktat perdagangan yang dikenal dengan CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area), untuk menciptakan Sinosentrismo sesuai kepentingan ekonomi dan politiknya. Ini adalah permainan jangka panjang China yang cerdik berlindung dan ingin ASEAN secara otomatis memperhitungkan kepentingan dan ketergantungan kepada China, termasuk Indonesia. Dan, saat ini kita kenal dengan strategi dengan nama One Belt One Road (OBOR). China memberi hutang dan menawarkan investasi kepada Indonesia bukan hanya bermotif ekonomi tetapi jelas ada motif politik ketergantungan Indonesia kepada China. China sangat mengerti dan paham Indonesia akan kesulitan saat harus mengembalikan hutang-hutangnya, dengan segala resikonya. Dari sinilah rezim saat ini kurang hati hati menerima sikap manis Cina apapun yang diminta Indonesia. Terpantau sikap, ucapan, dan gerak-gerik serta postur tubuh Presiden Joko Widodo sangat lemah di depan Presiden Xi Jinping. Tawaran manis dari China diterima dengan suka-cita, tanpa menyadari semua resiko yang akan terjadi. Bahkan, di beberapa media Menlu RI Retno Marsudi meminta rakyat Indonesia bertepuk tangan. Semua nota kesepahaman dari China ada beberapa implikasi strategis dan membahayakan keselamatan anak cucu, khususnya tentang kedatangan jutaan warga China dengan alasan untuk kerja di proyek yang didanainya. Kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan adanya agenda lain di balik itu semua. Karena strategi China dengan sengaja mendiasporakan rakyatnya keluar ke negara lain. Dan, itu merupakan kebijakan luar negeri China, antara lain untuk mengurangi kepadatan penduduk di negaranya. China sudah masuk Indonesia untuk tujuan imperium. Sifat ekspansionisme dan semangatnya dalam geopolitik adalah bagian dari konsep China Raya, mereka butuh tanah baru. Maka benar analis dan pengamatan politik bahwa TKA China dalam strategi tidak akan kembali ke China setelah masuk di Indonesia. Tak cukup sampai di situ, RRC juga menyiapkan China di perantauan untuk jadi penguasa. Indonesia sudah lama menjadi targetnya. Saat ini China di Indonesia sudah sudah mulai masuk dalam pertarungan politik praktis dengan mendirikan partai politik dan menguasai partai politik dan sudah menguasai pada penguasa pengambil kebijakan negara. Selangkah lagi target warga China harus bisa jadi Presiden Indonesia. Mereka sudah berhasil mengubah pasal 6 (1) UUD 45 adalah prestasi gemilang sebagai pintu masuk China sebagai penguasa di Indonesia. Mereka terus mencoba dan berusaha keras menggeser posisi politik kaum Pribumi Nusantara dan terus bergerak untuk menguasai wilayah Jakarta sebagai Center of Gravity Indonesia untuk dikuasai. Bahkan telah ikut merekayasa memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan, langsung atau tidak langsung ada dalam pengaruh dan kendalinya. Geliat Naga Melilit Garuda sudah terjadi. Kecepatan China menguasai untuk Indonesia berperan besar karena kelemahan Presiden kita sendiri yang minim kapasitas dan minim pemahaman sejarah dan lemah dalam pengetahuan geopolitik yang sedang dimainkan China. Parahnya lagi, indikasi kuat semua kebijakan negara sudah dalam kendali oligarki. (*)