ALL CATEGORY
Mengapa Joshua Dibunuh, Dia “Tahu Banyak dan Banyak Tahu”?
Sebagai Penasehat Satgassus Merah Putih, karena jabatannya sebagai Kapolri, sangatlah tepat Jenderal Listyo Sigit Prabowo membubarkan Satgassus Merah Putih tersebut. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) AKHIRNYA Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membubarkan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih yang sebelumnya dipimpin oleh Irjen Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Joshua di rumah dinas Duren Tiga 46 Jakarta Selatan. “Bapak Kapolri sudah menghentikan Satgassus Polri, artinya sudah tidak ada lagi Satgassus Polri,“ ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, dalam jumpa pers, Kamis (11/8/2022). Sekadar diketahui, Satgassus Merah Putih dipimpin oleh Irjen Ferdy Sambo. Tim ini awalnya dibentuk oleh mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk meredam “Aksi 411” pada 4 November 2016 yang memprotes ucapan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap menghina agama Islam. Polisi menyiagakan 7.000 personel untuk mengamankan aksi protes. Pasukan TNI dikerahkan untuk menjaga kawasan Pecinan di Jakarta Barat. Sebagian warga Tionghoa khawatir aksi 4 November 2016 berakhir seperti kerusuhan 1998. Sejumlah gereja juga dijaga ketat oleh aparat keamanan. Namun, semua kekhawatiran itu tidak terjadi. Aksi massa berakhir damai, meski setelah acara terjadi insiden akibat provokasi kelompok kecil beratribut “HMI”. Tapi, secara keseluruhan, aksi massa berlangsung damai. Dua pekan setelah Aksi 411, Ahok yang menjabat Gubernur DKI Jakarta non aktif telah ditetapkan polisi sebagai tersangka penistaan agama. Tak berhenti sampai di sini. Aksi massa pun berlanjut pada Jum’at, 2 Desember 2016 yang dikenal dengan sebutan “Aksi 212”. Aksi 2 Desember atau yang disebut juga Aksi 212 dan Aksi Bela Islam III yang jatuh pada hari Jum’at itu, dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan pejabat tinggi lainnya, berlangsung damai juga tanpa ada kericuhan berarti. Selesaikah misi Satgassus Merah Putih seiring dengan selesainya “Aksi 212” itu? Ternyata tidak. Satgassus Merah Putih dibentuk untuk melaksanakan Tugas Kepolisian di Bidang Penyelidikan dan Penyidikan. Dasar Hukum UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia; UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHP, UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, dan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Demikian yang tertuang dalam Sprin nomor Sprin/681/III/HUK.6.6/2019 tertanggal 6 Maret 2019. Satgasus Merah Putih ini merupakan jabatan Non Stuktural di Kepolisian. Khusus untuk Satgasus Merah Putih, satuan tugas ini pertama kali dibentuk pada 2019, oleh Kapolri saat itu Jenderal Tito Karnavian. Jabatan Kasatgasus Merah Putih pertama kali diemban Kabareskrim era Tito, Komjen Idham Azis. Sementara Ferdy Sambo ketika itu menjadi Koorspripim Polri ditugaskan sebagai Sekretaris Satgasus. Ketika itu, Ferdy Sambo masih berpangkat Kombes. Satgassus Merah Putih sempat membongkar sejumlah kasus besar dan mayoritas narkotika. Tahun 2017, Satgassus membongkar penyelundupan 1 ton sabu di bekas bangunan Hotel Mandalika, Anyer, Serang, Banten. Ketika itu tim yang terlibat membongkar kasus tersebut diantaranya Kombes Nico Afinta dan Kombes Herry Heryawan. Nico Afinta saat ini menjadi Kapolda Jawa Timur dengan pangkat Irjen. Sedangkan Herry Heryawan saat ini berpangkat Brigjen dan menjabat sebagai Dirsidik Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Setelah Jenderal Idham Azis menjabat Kapolri, jabatan Kasatgassus kemudian diserahkan kepada Brigjen Pol Ferdy Sambo sejak 20 Mei 2020. Dia mendapat amanah sesuai dengan Sprin/1246/V/HUK.6.6/2020. Saat itu, Brigjen Ferdy Sambo masih mengisi posisi sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Sosok yang menjabat Sekretaris Satgasus adalah AKBP Dedy Murti Haryadi dan pada saat itu menjabat Pjs Koorspripim Polri. Melansir Tribun-Timur.com, Brigadir Joshua juga menjadi anggota Satgassus pada saat itu dan pangkatnya masih Briptu. Sprin Satgassus 2022 seperti diungkap Amnesty International Indonesia terbit pada 1 Juli 2022, Sprin/1583/VII/HUK.6.6./2022. Secara Struktural Polri sudah mempunyai Satuan Tugas tersebut dan diketahui Presiden. Pertanyaannya, mengapa Polri masih membentuk Satgassus Non Struktural? Apakah Presiden mengetahui adanya Satgassus Non Struktural? Jika Presiden tak tahu, maka jelas para Elit Polisi ini bermain di belakang Presiden. Padahal, secara Struktural Polri sudah mempunyai Satgas itu dan diketahui Presiden. Dalam Sprin/1246/V/HUK.6.6/2020 pada 20 Mei 2020, Ferdy Sambo sudah menjadi Kasatgassus (daftar nomor 16). Pada saat itu Brigadir Joshua juga menjadi Anggota Satgassus Merah Putih (nomor 41). Sementara para Pembunuh KM 50 dalam kasus pembunuhan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada akhir 2020 itu ada di dalam daftar anggota Satgassus, diantaranya: Almarhum Ipda Elwira Priadi Zendrato (No. 282), Ipda M Yusmin Ohorella (No. 283), Briptu Fikri Ramadhan Tawainella (No. 287). Dan nama lain yang terlibat di antaranya: Kompol Handik Zusen (No. 273) dan Bripka Guntur Pamungkas (No. 285). Malansir Tribunnews.com, Handik Zusen disebut-sebut sebagai komandan pengejaran Laskar FPI, dan pengemudi mobil Toyota Avanza berwarna hitam dengan nopol B 1392 TWQ adalah Guntur Pamungkas. “Mereka juga menjadi bagian dari Satgassus Merah Putih, jadi jangan heran jika para Pelaku Pembunuhan KM 50 ini bisa bebas dari jerat Hukum. Lalu bagaimana dengan Pembunuh Brigadir Joshua?” tulis Opposite6890. Mungkinkah Brigadir Joshua dibunuh karena “banyak tahu dan tahu banyak” perihal aktivitas Satgassus Merah Putih, terutama Ferdy Sambo. Sehingga diduga, ada “kesepakatan” diantara anggota Satgassus untuk membungkam mulut Joshua selamanya? Apalagi, tudingan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo Ny. Putri Chandrawati yang sebelumnya selalu dinarasikan pihak polisi, sekarang ini justru dianulir, sehingga penyidikannya dihentikan (SP3). Karena tidak ada pelecehan! Dari sini saja sudah bisa dicari alasan pembunuhan Joshua. Apalagi, sebelum terjadi pembunuhan, sudah ada petunjuk adanya ancaman terhadap Joshua, seperti diungkapkan pengacara keluarganya, Kamaruddin Simanjuntak. Sebagai Penasehat Satgassus Merah Putih, karena jabatannya sebagai Kapolri, sangatlah tepat Jenderal Listyo Sigit Prabowo membubarkan Satgassus Merah Putih tersebut. Perlu dicatat, waktu pertama kali dibentuk Jenderal Tito Karnavian, sebagai Kapolri, Tito otomatis menjadi Penasehat Satgassus Merah Putih. Demikian pula Jenderal Idham Azis dan Jenderal Listyo Sigit Prabowo begitu menjabat Kapolri, otomatis Kapolri menjadi Penasehat Satgassus Merah Putih. Pembubaran Satgassus Merah Putih yang anggotanya diperkirakan lebih dari 300 polisi dari pangkat perwira tinggi, perwira menengah, dan bintara, hingga tamtama itu, patut diapresiasi. Kapolri telah mengambil pilihan tepat! (*)
Bersihkan Dulu Tubuh Polri, Baru Bicara Isu Radikalisme di Dunia Pendidikan
Saat ini Polri baru disorot atas kebobrokannya di level puncak terkait dengan pembunuhan Brigadir Joshua yang melibatkan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sebagai dalangnya. Oleh: Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo DI tengah isu hangat pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua oleh “polisinya polisi”, yakni Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo, Divisi Humas Polri melalui akun FB melansir sebuah pemberitaan terkait dengan pernyataan Wakapolri yang bertitel: “Waspadai Paham Terorisme Masuk Dunia Pendidikan”. Disebutkan bahwa Wakapolri Komjen Pol. Prof. Dr. Gatot Eddy Pramono, MSi, menegaskan, memasuki tahun ajaran baru, di dunia pendidikan, khususnya tingkat perguruan tinggi harus meningkatkan kewaspadaan terhadap paham dan gerakan. Khususnya yang ditujukan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan legitimasi didasarkan pada pemahaman agama yang salah. Paham dan gerakan tersebut antara lain intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Lebih lanjut ditampilkan data bahwa berdasarkan Global Terrorism Index 2022 menyebutkan sepanjang 2021, terdapat 5.226 aksi terorisme di seluruh dunia, korban dunia mencapai 7.141 jiwa. Ada satu hal yang saya perlu dicermati. Yakni pernyataan Wakapolri yang menuturkan, data yang dimiliki Densus 88 Antiteror Polri, terkait tingginya aksi dan penangkapan terorisme menunjukkan penyebaran paham maupun gerakan radikalisme dan intoleransi yang menyasar kalangan anak-anak muda hingga masuk ke wilayah pendidikan. Lalu dinyatakannya: “Tidak sedikit dari jumlah tersebut adalah anak-anak, perempuan, dan golongan usia renta; hal ini menunjukkan bahwa terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan gerakan keagamaan,” kata Wakapolri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/8). Atas pernyataan ini saya berpendapat, sebenarnya data Densus ini terkait dengan pelaku teror. Jadi pelaku teror itu ada anak-anak, perempuan, dan golongan usia renta sehingga disimpulkan bahwa terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan gerakan keagamaan. Apakah simpulan ini dapat diterima dan lalu tepat dihubungkan dengan dunia pendidikan? Jika alurnya demikian, maka ending-nya dapat dipastikan pada usulan terkait dengan regulasi pencegahan dan pemberantasan radikalisme – yang sering dianggap sebagai pangkal terorisme – dalam dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi yang selama ini regulasinya dianggap kurang mencukupi. Terkait dengan masalah regulasi radikalisme di kampus, saya ingatkan bahwa pemberitaan yang diusung oleh Antara NTB tanggal 4 Juni 2022 mengusung warta dengan titel “Akademisi sebut perlu regulasi tanggulangi radikalisme di kampus”. Akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Weda Kupita menilai perlu adanya regulasi yang mampu menindak tegas oknum atau individu yang menyebarkan paham radikal dan terorisme di kampus. “Karena regulasi yang sekarang sudah ada seperti yang saya sampaikan tadi bahwa belum bisa memenuhi sebagai suatu standar untuk penanggulangan paham-paham radikal tadi itu, jadi belum ada regulasinya,” lanjut Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu dalam siaran pers Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (PMD BNPT). Menurut Weda, hal ini terkait dengan terbatasnya ruang gerak aparat penegak hukum dalam rangka menertibkan oknum penyebar narasi radikal terutama di lingkungan kampus. Menurut saya, regulasi untuk menanggulangi radikalisme di kampus tidak perlu, karena memang kampus itu harus RADIKAL. Radikalisme kampus atau radikalisme di kampus itu hanya propaganda yang bertujuan untuk membungkam sikap kritis civitas akademika. Regulasi justru akan semakin membuat kampus menjadi menara gading yang makin jauh dari kemanfaatannya bagi masyarakatnya. Terfokus pada soal radikal-radikul yang nomenklaturnya saja masih obscure dan lentur. Bukan narasi atau nomenklatur hukum melainkan politik. Semua Perguruan Tinggi itu sebenarnya sudah mempunyai perangkat untuk mendeteksi kegiatan mahasiswa, apakah itu di organisasi mahasiswa (BEM, SENAT, UKM dll). Pegawai pun bisa dipantau lewat Kabag, Wadek, dekan hingga para Wakil Rektor, Senat Unive dan puluhan kelembagaan struktural lainnya. Perangkat aturannya juga sudah ada, mulai dari Peraturan akademik, Kode Etik dll. Semua memang tergantung bagaimana atmosfer kampus. Jika kampus diwarnai dengan perwujudan nilai kebenaran dan keadilan, saya yakin warga kampus tidak akan aneh-aneh apalagi melakukan perbuatan radikal peyoratif (merusak, mengancam, kekerasan). Untuk membuat regulasi tentang RADIKALISME, harus dipenuhi tata cara pembentukan per-UU sebagaimana diatur dlm UU No. 12 Tahun 2011 jo perubahannya dgn UU No. 15 Tahun 2019. Formulasinya harus memenuhi unsur-unsur kepastian hukum dan pembicaraannya harus benar-benar komprehensif serta melibatkan seluruh elemen bangsa. Tidak boleh gegabah, apalagi hanya dibuat PERPPU. Menurut hemat saya bahwa usulan tentang RUU anti Radikalisme terlalu dini, mengingat urgensinya yang terkesan terlalu diada-adakan dan potensi untuk mengarah pada munculnya orde represif layaknya penggunaan UU Subversi sebagaimana terjadi pada era orde baru sangat besar sekali. Sebagaimana diketahui bahwa radikalisme selama ini cenderung menyerang Islam saja. Definisinya masih lentur dan \'obscure\' terjun bebas diarahkan untuk memukul dakwah Islam, terlebih lagi terhadap dakwah khilafah ajaran Islam yang seringkali diidentikkan dengan ISIS. Seperti yang kita ketahui, bahwa ISIS mengklaim sebagai Khilafah, padahal ISIS tidak memenuhi syarat disebut sebagai Khilafah yang sesuai metode kenabian. Banyak kejadian teror yang mengklaim pelaku adalah dari ISIS, hal ini juga membuktikan bahwa dakwah mereka tidak ahsan bil ma\'ruf dan mengikuti tuntunan Nabi Saw. Yang perlu disayangkan adalah bahwa tuduhan terorisme dan radikalisme dipukul rata kepada umat Islam, lebih-lebih umat Islam yang mendakwahkan Islam kaffah dan khilafah sebagaimana telah disinggung di muka. Atas dasar pemikiran di muka, RUU anti radikalisme bisa diprediksikan akan menjadi alat pukul dakwah Islam yang bisa mengenai siapa saja, karena definisi radikalisme masih tidak jelas dan tidak akan jelas. Sebaiknya jangan terlalu dini menggagas RUU anti radikalisme, karena memungkinkan akan merugikan umat Islam dan ajaran Islam yang selama ini mendapatkan tudingan radikalisme. Saat ini Polri baru disorot atas kebobrokannya di level puncak terkait dengan pembunuhan Brigadir Joshua yang melibatkan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sebagai dalangnya. Saya kira lebih baik bersihkan dulu tubuh Polri, baru bicara soal lainnya, Pak. Malu kita! Kita masih menanti “pemberantasan terorisme” di Papua. Itu lebih dahulukan. Mereka teroris, separatis, kriminalis yang sudah pasti membahayakan NKRI. Dunia Pendidikan memang harus radikal, ramah, terdidik dan berakal! Tabik..! Semarang, Ahad: 14 Agustus 2022. (*)
Kasus Jenderal Bunuh Ajudan, Perlawanan Balik Genk Sambo Dipatahkan Timsus Polri
Jakarta, FNN - Irjen Ferdy Sambo bersama genknya mencoba terus meyakinkan publik melalui surat terbuka yang dibacakan pengacaranya Arman Anis terkait isu pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutarabat terhadap istrinya Putri Chandrawathi. Persoalaan pelecehan seksual tetap dicoba dihidupkan dalam pengakuan Ferdy Sambo ketika diperiksa pertama kalinya oleh Timsus dalam status sebagai tersangka. Namun melihat perkembangan saat ini, skenario permainan yang dilakukan Ferdy Sambo dan genk dipatahkan oleh Tim Khusus (Timsus) bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Timsus telah mematahkan perlawanan balik yang dilakukan oleh genk Ferdy Sambo. Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi pada Jumat malam mengumumkan dua laporan terhadap Brigadir Yoshua dihentikan. Penghentian laporan tersebut dilakukan lantaran tidak adanya unsur pidana dalam laporan itu. Pasalnya, laporan itu tidak benar terjadi adanya terhadap sang istri Ferdy Sambo. Timsus tidak main-main, kedua laporan tersebut masuk dalam bagian obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua. Laporan pertama soal pelecehan seksual yang dilayangkan oleh Putri Candrawathi, sementara laporan kedua terkait percobaan pembunuhan terhadap Bharada E yang dilayangkan oleh Briptu Martin G. “Dengan dihentikannya kedua laporan tersebut, maka skenario permainan yang dilakukan oleh genk Ferdy Sambo dipatahkan bahkan ini hancur lebur,” ungkap wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Sabtu (13/8/22) di Jakarta. Semula kedua laporan tersebut ditangani oleh Polda Metro Jaya, namun dengan alasan efektivitas semua ditarik ke Mabes Polri dan ditangani oleh Timsus bersamaan dengan laporan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua. Kini publik tentu bertanya-tanya, motif apa yang sebenarnya terjadi, tampaknya publik akan terus menduga-duga dan bersabar sampai pengadilan digelar. (Lia)
Satgassus Bubar
Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan AKHIRNYA Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membubarkan Satgassus Merah Putih yang dikomandani Irjen Pol Ferdy Sambo. Lembaga non-struktural buatan Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Tito Karnavian ini disorot atas kerjanya yang berbau mafia. Menangani dunia remang-remang atau abu-abu. Judi, narkoba, cuci uang, korupsi, ITE dan lainnya yang diduga menjadi sumber pendapatan gelap Polri. Banyak pihak memuji langkah Kapolri meskipun pembubaran sebelum terjadi pengusutan dan \"audit\" disayangkan juga. Khawatir ada penghapusan jejak dari kerja hitamnya. Anggota berlarian untuk siap-siap cuci tangan atas berbagai kasus. Satgassus ini beroperasi bukan hanya dalam kaitan penanganan tetapi juga penyelamatan. Mampu membuat naskah dan melaksanakan pementasan sandiwara untuk berbagai lakon. Di antara lakonnya adalah pembunuhan keji Km 50. Keanggotaan beragam pangkat berjumlah lebih dari 300 an yang memainkan aktivitas \"mabes dalam mabes\". Ferdy Sambo menjadi Godfather berbaju formal Kadiv Propam \"penjaga citra institusi\" dan \"benteng terakhir penegak keadilan\". Bubarnya Satgassus dan menjadi tersangkanya sang komandan tentu berimplikasi bagi penataan institusi ke depan maupun penanganan hasil kerja hitam Satgassus. Termasuk dalam mengelola bunker \"harta karun\". Implikasi pembenahan institusi adalah bagaimana Polisi kembali ke habitatnya sebagai pelayan masyarakat. Bersama masyarakat sipil menjaga ketertiban dan kerukunan. Bukan saling menegasi atau berbasa basi dalam komunikasi. Mengubah pencitraan negatif sebagai lembaga yang gemar melakukan kekerasan dan rekayasa. Duren Tiga dan Km 50 adalah pelajaran berharga. Dari sisi pengelolaan hasil kerja maka relasi-relasi hitam tentu tidak akan tinggal diam. Mereka akan berkonfigurasi, mencari posisi, atau lebih liar dalam bermain dan tanpa rasa takut. Bubarnya Satgassus menciptakan keleluasaan atau konsolidasi baru mafioso. Terhadap \"harta karun\" yang ditinggalkan jika tidak arif dan tegas dalam kembali ke garis fungsi Kepolisian, maka akan terjadi perebutan brutal dan tajam di dalam. Budaya kekerasan dan rekayasa harus segera ditinggalkan. Kasus kriminal Duren Tiga tidak boleh diambangkan. Penuntasan adalah tuntutan publik. Kemudian ambil langkah-langkah pemulihan. Hutang penuntasan kasus-kasus yang ditutup segera bayar dan lunasi. Ini momentum bagi Kepolisian untuk kembali ke jati diri. Menjadi institusi yang kembali dibanggakan anak negeri. Bukan seperti saat ini yang dibenci dan dicaci maki. Satgassus bubar semoga menjadi berkah bukan menambah masalah. Pak Kapolri penting untuk dikawal dalam menjaga konsistensi dan mempertahankan prestasi. Jangan biarkan muncul Sambo-Sambo baru pasca bubarnya Satgassus Merah Putih yang sebenarnya nyata berwarna merah dan hitam atau pelangi LGBT. Layanan Gertak Berujung Tembak, dooor.. Bandung, 14 Agustus 2022
Mat B atau Ahmad Bey, Sosok Jago dari Senen
Oleh Ridwan Saidi Budayawan Mat B tak dapat dipisahkan dari Bang Pi\'ie atau Imam Syafi\'ie. Mereka pendiri dan tokoh organisasi jasa keamanan Cobra. Nama Cobra memang kontroversial. Tak dapat memberi kesimpulan sederhana tentang Cobra. Korban pencopetan barangnya segra kembali bila melapor pada Bang Pi\'ie atau Mat B. Di zaman revolusi Ka\'icang, Bang Pi\'ie, Mat B, Bir Ali adalah pejuang yang mengambil posisi di front Senen. Mereka berjuang sampai kedaulatan diakui Belanda pada tahun 1949, kecuali Ka\'icang yang tewas tahun 1948 ketika tumpas pemberontakan PKI di Madiun. Tahun 1950 berdiri Cobra dengan pelbagai persepsi publik tentang organisasi ini. Letkol Imam Syafi\'ie sendiri sudah tak aktif di TNI ketika Cobra berdiri. Terlepas dari soal Cobra, pada tahun 1950-an memang merebak pembicaraan publik mengapa seorang seperti Kusni Kasdut yang mempunyai track record pejuang kemerdekaan terlibat dalam kriminal. Cerpenis B.Sularto dalam majalah Sastra menulis cerpen terkenal Domba-domba Revolusi. Ada yang menganalisa gara-gara peraturan Jen TB Simatupang tentang rasionalisasi kepangkatan di TNI. Yang tak pernah mendapatkan pendidikan militer pangkatnya diturunkan 1-2 tingkat. Bekas pejuang lalu jadi kriminal bukan Kusni Kasdut saja. Ada juga seseorang dari Jakarta Barat yang ditembak mati oleh Letnan Suhanda dari Divisi Siliwangi. Mat B bukan kriminal. Ia seorang jago yang sahabat lamanya Bang Pi\'ie. (RSaidi).
Bahas Krisis, Jokowi Undang Ketua Lembaga Negara, LaNyalla Sampaikan Peta Jalan Wujudkan Kesejahteraan
Jakarta, FNN – Presiden Joko Widodo mengatakan krisis global yang terjadi di beberapa negara di dunia dipastikan akan berdampak ke Indonesia. Karena krisis tersebut telah memasuki tiga sektor strategis, yakni krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan. Hal itu disampaikan Jokowi kepada ketua-ketua Lembaga Negara yang diundang dalam pertemuan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (12/8/2022) siang. Hadiri dalam pertemuan tersebut Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua MA M. Syarifuddin, Ketua MK Anwar Usman, Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata serta Ketua BPK Isma Yatun. Sedangkan Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi membahas tentang subsidi pemerintah dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga energi. Presiden menyebut, saat ini Indonesia telah memberikan jumlah subsidi yang cukup besar dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). “Cari negara yang subsidinya sampai Rp502 triliun, karena kita harus menahan harga pertalite, gas, listrik, termasuk pertamax, ini gede sekali. Tapi apakah angka Rp502 triliun ini masih terus kuat bisa kita pertahankan?” tutur Kepala Negara. Presiden Jokowi pun meminta semua pihak, terutama jajarannya untuk terus waspada apabila APBN tidak lagi kuat untuk memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara terus menerus, sehingga terjadi kenaikan harga di masyarakat. Bahkan menurut Presiden, saat ini kenaikan harga BBM sudah terjadi di banyak negara di dunia. Dalam kesempatan tersebut, Presiden turut menyampaikan informasi terkait kondisi perekonomian nasional saat ini, termasuk anggaran dan pendapatan negara. “Tadi kami menyampaikan kepada beliau-beliau mengenai fakta-fakta itu, angka-angka itu. Kalau kita masih ada income negara dari komoditi, dari komoditas itu masih baik ya kita jalani, tapi kalau enggak?” ujar Presiden. Peta Jalan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam pertemuan itu juga menyampaikan Peta Jalan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sekaligus mengembalikan kedaulatan rakyat. LaNyalla juga menyerahkan langsung tulisan Peta Jalan tersebut kepada Presiden. “Iya tadi saya sampaikan langsung kepada Presiden. Salah satunya, adalah negara harus kembali menguasai kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat. Bukan untuk segelintir orang, sesuai amanat UUD 1945 dan penjelasannya di naskah asli, sebelum diubah saat Amandemen 1999-2002 silam,” ujarnya. Dikatakan LaNyalla, dirinya juga menyampaikan langsung 7 poin usulan yang dirasa penting untuk disampaikan kepada Presiden. Di antaranya rekomendasi atas Keputusan MPR Nomor 8/MPR/2019 tentang rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019, terkait penataan sistem ketatanegaraan yang telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPD RI. Juga revisi UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, untuk memasukan substansi mengenai eksistensi penegakan hukum kelautan secara komprehensif. Sementara Kebijakan Otsus Papua dan persoalan Surat Ijo di Surabaya juga menjadi poin yang disampaikan LaNyalla. “Saya juga menyampaikan aspirasi umat Islam, bahwa keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari melawan Islamophobia, seharusnya diratifikasi, dan pemerintah menetapkan tanggal tersebut sebagai kalender nasional hari melawan Islamophobia,” pungkas LaNyalla. (mth/*)
Presisi Abal-abal
Oleh Sugeng Waras, Ketua Umum FPPI, Panglima TRITURA, Ketua APIB Jabar, Pemerhati Pertahanan dan Keamanan NKRI. Terkait kasus Duren III, ternyata Kapolri diprank oleh anak buahnya. Untuk kesekian kalinya saya acungkan jempol dan lempar handuk dengan adanya slogan atau semboyan Kapolri / Polri, tentang PRESISI. Dari pandangan saya ini yang terbaik, yang sangat layak sebagai pedoman kerja Polisi yang merupakan penjabaran dari doktrin polisi TRIBRATA dan CATUR PRASETYA POLRI (meskipunTBT dan CPP perlu dikaji ulang). Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Tranparansi yang berkeadilan) adalah jargon atau slogan yang baik, tidak perlu diragukan atau dipertanyakan lagi ! Prediktif (melihat ke depan, lebih akurat dari presepsi, lebih tajam dari asumsi, jauh lebih mantap dari berandai andai). Responbilitas / ty (lebih mengarah kepada reaksi, reaktif, antisipasi, pencegahan, tindak dini, pemulihan berdasarkan norma hukum, terukur dan bertanggung jawab terhadap profesi). Tranparansi (keterbukaan kejujuran, keterus terangan, sebagai muara kejujuran, kebenaran, keadilan, beradab dan bermartabat). Menjadi luar biasa ketika ketiga aspek atau unsur ini disinergikan, dikombinasikan, didegradasikan secara terpadu, terarah, berkesinambungan, harmonis, seimbang dan simultan. Namun faktanya Kabareskrim seperti abai terhadap makna Presisi ini bahkan kita lebih khawatir jika ternyata sengaja tidak dimplementasikan gegara ada tekanan atau kendali dari atasan / pihak lain yang membuat masyarakat kecewa, cemas harap dan gregetan. Dengan kata lain menjadi double gardan apa motif Kabareskrim tidak mau mengungkap motif Fredy Rambo dalam mengeksikusi ajudanya Brigadir J. Bahwa keterbukaan mengungkap motif sebagai fondasi mengupas akar masalah bisa dikembangkan kemana mana sesuai urgensi dan kerelevansianya.. Atau sengaja peristiwa ini didesign dan diarahkan keranah *Diskresi* artinya biar publik terseret dan terpengaruh bahwa peristiwa ini menjadi sebuah kelayakan yang lumrah terjadi ( pembenaran ) dan dianggap tidak signifikan terhadap bangsa dan negara. Dikhawatirkan justru cara cara seperti ini akan membawa masyarakat semakin tidak percaya dengan institusi Polri dan semakin mengait ngaitkan dengan kejadian terbunuhnya 6 laskar pengawal HRS di KM 50 jatol japek beberapa waktu yang lalu. Lebih konyol lagi ketika masyarakat akan menilai tindakan hukum penahanan terhadap beberapa orang seperti Habib Bahar Smith, Munarman dan Edy Mulyadi sebagai akibat skenario mafia biadab, yang ujung ujungnya mengaitkan dengan campur tanganya rezim Jokowi Menyikapi ini hendaknya kita semua melalui nitizen di medsos lebih proaktif agar cepat terungkap para pelaku mafia yang membuat korban masyarakat dan kerugian negara. Masyarakat tidak boleh diam melihat fenomena ketidak adilan hukum yang cenderung meng enak kan beberapa gelintir stake holder dan para pengkianat bangsa Adagium bahwa teroris sembunyi dilubang tikuspun akan tertangkap, sebaliknya para koruptor kakap yang sudah tertangkappun disembunyikan Negeri aneh bin ajaib! Oleh karenanya masyarakat harus tinggalkan jargon jargon yang berlebihan yang melibatkan jutaan perserta unras maupun sasaran sasaran yang belum konkrit agar tidak dianggap jurus prank atau omdo.... Kata kuncinya masyarakat harus sadar bahwa tanpa kesatuan total dan serempak jangan harap tujuan dan sasaran akan tercapai. Maka konsolidasi internal dan mobilisasi eksternal layak dijadikan dasar langkah langkah menuju perubahan yang lebih baik. Semua elemen dan seluruh komunitas harus mau duduk bersama, tabayun guna menyiapkan poeple power yang bukan show people! Lanjutkan perjuangan menuju penegakan kejujuran, kebenaran dan keadilan sebagai kunci negara *Jaya dan sejahtera. (*) Tak terbang karena pujian, tak tumbang karena cacian. ALLAHU AKBAR !!! MERDEKA !!!
Jadikan Kasus Sambo untuk Bersih-bersih Polri
Oleh: Gde Siriana Yusuf, Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus) Saya amati banyak tuntutan masyarakat kepada POLRI, sejak terungkapnya rekayasa dalam peristiwa pembuhanan Brigadir Joshua di rumah dinas petinggi Petingi POLRI. Publik tidak saja menuntut diungkapnya kronologi peristiwa dan motif pelaku yang sebenarnya, tetapi juga menuntut dipecatnya para anggota POLRI yang terlibat, termasuk tuntutan mundur pada anggota Kompolnas yang dianggap ikut melindungi kejahatan. Tidak berhenti di situ, publik juga menuntut dilakukan audit terhadap operasi2 dan aktivitas Satgassus meski sudah dibubarkan Kapolri. Kekuatan publik, dalam hal ini media sosial dan media mainstream yang masih kritis, sepertinya menyadari bahwa persoalan utama dalam peristiwa Duren3 bukanlah persoalan pribadi pejabat tinggi POLRI semata, melainkan ada persoalan institusi POLRI yang selama ini didiamkan dan pelan tapi pasti menghancurkan institusi POLRI. Hal itu terlihat dari respon negatif publik terhadap statement2 penyidik atau Humas POLRI serta pihak manapun yang terkesan berupaya melokalisir persoalan Duren3 pada persoalan perilaku Irjen Sambo semata, bukan perilaku institusi. Presiden Jokowi dan Mahfud MD harus nenyadari suara publik yang melihat kasus Duren3 dari perspektif yang lain, bahwa telah terjadi institusi negara dijadikan alat melakukan dan menutupi kejahatan besar. Perspektif masyarakat yang homogen dalam melihat kasus Duren3 juga telah menyatukan akar rumput yang selama ini terbelah sebagai Cebong dan Kadrun, untuk bersama-sama melawan kejahatan kemanusiaan, yang sebelumnya tidak terlihat pada kasus KM50. Ini dapat dikatakan sebagai \"people power\", kehendak rakyat yang maha dahsyat, menembus dinding-dinding perbedaan di masyarakat, menjadi skandal Duren3 sebagai pembicaraan umum semua umur hingga pelosok desa tanpa mengenal waktu. Dan muara dari berbagai pikiran dan pandangan, keluhan dan penderitaan masyarakat selama ini adalah harus dilakukan Reformasi POLRI. Presiden Jokowi dan Mahfud MD harus mampu menangkap aspirasi publik terhadap POLRI. Jangan remehkan kekuatan publik yang kali ini bersuara maha dahsyat, tidak lagi dapat dibendung. Semua yang selama ini ikut melindungi perilaku buruk anggota POLRI diam, gentar menghadapi gelombang besar publik yang mampu memaksa Presiden Jokowi bicara dan memerintahkan Kapolri mengungkap skandal Duren3. Tanpa gelombang besar publik, dan perintah presiden Jokowi, niscaya skandal Duren3 bak \"dark number\" seperti disampaikan Mahfud MD. Kapolri Sigit pun sesungguhnya memiliki momentum untuk mencatatkan namanya dalam sejarah POLRI setara dengan Pak Hoegeng, bilamana mau dan mampu melakukan reformasi POLRI. Keterlambatan laporan kepada publik selama 3 hari dari peristiwa terjadi, yang sesungguhnya di situ ada tanggung jawab Kapolri dalam rantai komando yang tidak berjalan, tidak cukup dibayar dengan mutasi-mutasi personil POLRI dan pembubaran Satgassus. Publik menuntut lebih demi Indonesia lebih baik. Jika reformasi 98 menuntut reformasi TNI, maka kali ini Reformasi POLRI menjadi spirit gelombang reformasi Jilid 2. ***
Mudrick SM Sangidu: PPP Agar Keluar dari KIB
Solo, FNN – Ketua I DPP Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) sekaligus Wakil Ketua MPR RI, DR. H. Asrul Sani SH, MSi bertandang ke rumah Ketua Presidium KAMI Jawa Tengah dan Tokoh Senior PPP, Mudrick Setiawan Malkan Sangidu di Kartopuran Solo, Jumat (12/08/2022). Dalam kunjungannya, Asrul Sani didampingi oleh Pengurus DPW PPP Jawa Tengah dan DPC PPP Kota Surakarta. Sebagai tuan rumah, di Solo, Mudrick didampingi oleh sebagian aktivis PPP Solo Raya. Asrul menyampaikan bahwa kunjungannya saat ini adalah dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua MPR RI dan juga memohon masukan dari Tokoh Senior PPP dalam kapasitasnya sebagai salah satu Ketua Pengurus Harian DPP PPP. Mudrick sangat mengapresiasi kunjungan Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua DPP PPP tersebut. Setelah mendengarkan uraian tujuan kedatangan Asrul, Mudrick menanggapi bahwa PPP adalah Partai yang dulunya dilahirkan oleh para Ulama berazaskan dan berideologi Islam. “PPP ingin kembali mendapatkan simpati ummat, maka PPP harus kembali menegaskan bahwa PPP adalah partai yang berazaskan dan berideologi Islam. Serta mempunyai kepedulian kepada ummat, Ulama dan masyarakat,” kata Mudrick. Lebih lanjut Mudrick yang juga mewakili Forum Penyelamatan PPP, titip pesan kepada Asrul, para Elit Partai jangan hanya terkesan sebagai Pegawai Politik apalagi hanya sebagai alat Penguasa untuk melegitimasi setiap kebijakan penguasa yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat. “Para Elit PPP dan Anggota Dewan tidak boleh hanya sebagai Pegawai Politik apalagi sebagai alat kekuasaan belaka. Harus berani menyuarakan kebenaran. Itulah fungsinya kita berpartai politik,” tambah Mudrick. Bukti bahwa PPP itu telah terjebak dalam pusaran politik pragmatis adalah bergabungnya PPP ke dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). “Saya dan teman-teman Forum Penyelamatan Partai Persatuan Pembangunan sangat berharap PPP keluar dari KIB. Benahi dulu masalah internal Partai. KIB sama sekali tidak ada manfaatnya bagi Partai juga kepentingan ummat dan masyarakat pada umumnya. KIB hanya akan digunakan untuk kepentingan sesaat oleh pihak pihak tertentu untuk mencapai tujuannya,” pinta Mudrick. Sedangkan sebagai bentuk kepedulian PPP kepada Ulama, ummat, dan masyarakat, Mudrick meminta kepada Elit DPP PPP dan Anggota Dewan PPP untuk membantu membebaskan para tahanan Politik yang saat ini masih mendekam di sel penjara rezim. Bahwa perbedaannya, pandangan dengan Pemerintah hal yang semestinya dipelihara di Negara demokrasi. Maka Elit PPP dan Anggota Dewan harus bisa membantu membebaskan mereka dari kesewenang wenangan Penguasa saat ini. Sedangkan hiruk-pikuk Pemilu 2024 jangan mengganggu eksistensi Partai, sehingga PPP tidak larut dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Kecuali bisa meloloskan President Threshold 0%. Apabila belum bisa meloloskan President Threshold 0%, maka pemimpin yang dihasilkan oleh proses Pemilu tersebut adalah untuk kepentingan Oligarki belaka. Menyoroti perilaku Elit DPP PPP maupun Anggta Dewan saat ini, Mudrick juga berpesan agar Elit DPP PPP maupun Anggota Dewan kembali ke jalan yang lurus. Jangan menjadi pemuja jabatan dan pengabdi kekuasaan. “Kalau belum bisa berjuang untuk ummat maupun masyarakat, janganlah membuat sakit hati ummat maupun masyarakat,” kata Mudrick. Dalam perbincangan ini juga, Mudrick mengingatkan bahwa PPP pernah mencapai kejayaannya pada saat PPP berani melawan tirani Orde Baru melalui Mega Bintang. Yang pada waktu itu PPP mendapatkan suara yang gemilang karena PPP berani menyuarakan kebenaran. Mega Bintang lahir juga atas restu Ibu Megawati Soekarno Putri dengan Promegnya (PDI Pro Mega). Ini menjadikan sejarah PPP secara Nasional naik perolehan suaranya pada Pemilu 1997. Adapun Mega Bintang pasca reformasi selanjutnya berkiprah dalam kegiatan sosial dan Lembaga Bantuan Hukum. “Bahkan teman teman para Tokoh PPP Solo Raya, Jateng, DIY sampai hari ini tetap istiqomah di PPP. Jangan salahkan mereka apabila tidak ada reformasi di tubuh PPP sebagai Rumah Besar Umat Islam, pada Pemilu yang akan datang mereka akan menitipkan suara kepada partai yang membela umat Islam dan punya kepedulian kepada rakyat,” tandas Mudrick. Mudrick juga menyampaikan keprihatinannya dengan perubahan Lambang PPP dengan penambahan ornamen merah putih pada gambar Ka\'bah. “Untuk mengembalikan gambar Ka\'bah sebagai Lambang PPP membutuhkan waktu hampir 15 tahun, ini kok diubah ubah seperti itu. Tolong, kembalikan gambar Ka\'bah yang asli sebagai Lambang PPP,” kata Mudrick. Mengakhiri pembicaraan, Mudrick menyampaikan pesan agar seluruh warga PPP dan umat Islam jangan percaya pada apa pun yang diucapkan pemerintah atau rezim maupun sebagian besar Anggota Dewan. Karena mereka itu dusta, bohong, penipu dan pengabdi kepada oligarki, tapi jangan melanggar hukum. Juga meminta kepada Asrul Sani untuk bisa mengumpulkan Tokoh-tokoh Nasional PPP untuk bertemu dan melakukan muhasabah nasional demi kejayaan PPP. “Jangan lupa, Islam mengajarkan Amar Ma\'ruf Nahi Munkar. Jangan hanya mendekati rakyat ketika menjelang Pemilu saja,” tegas Mudrick mengakhiri pembicaraan. (mth)
Sebuah Ironi Dalam Tubuh POLRI, Banyak Anggota Propam Jadi Terduga
Jakarta, FNN - Perkembangan kasus pembunuhan Brigadir Joshua semakin menarik untuk diikuti. Seiring berjalannya penyelidikan dan penyidikan kasus, semakin banyak fakta yang muncul ke permukaan. Seperti yang diungkap dalam channel Refly Harun bahwa telah muncul beberapa nama dalam POLRI yang diduga melanggar kode etik penyelidikan kasus. \"Jumlahnya banyak ya yang sudah terkualifikasi. Ada daftarnya berjumlah 27 orang,\" ujar Refly Harun. Yang menarik adalah, dari 27 nama tersebut tercatat empat orang yang memiliki jabatan tinggi di Polri. Tiga diantaranya terbagi menjadi satu orang bintang dua dan tiga bintang satu. \"Yang luar biasa adalah yang jelas satu, ada bintang dua dan tiga bintang satu. Sisanya adalah perwira menengah, kemudian ada Bintara dan juga Tamtama,\" ujarnya. Berikut nama-nama yang telah diketahui sebagai terduga pelanggar kode etik penyelidikan berupa penghilangan dan perusakan barang bukti. 1. Brigjen Hendra Kurniawan selaku Karopaminal Divisi Propam Polri 2. Brigjen Benny Ali selaku Karoprovos Divisi Propam Polri 3. Brigjen Agus Budhiarto selaku Kapuslabfor Bareskrim Polri 4. Kombes Susanto selaku Kabaggakum Biro Provos Divisi Propam Polri 5. Kombes Agus Nurpatria selaku Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri 6. Kombes Budhi Herdi Susianto selaku Kapolres Jakarta Selatan. 7. Kombes Leonardus Simatupang selaku pemeriksa utama Biro Provos Divisi Propam Polri 8. AKBP Ari Cahya Nugraha selaku Kanit 1 Subdit 3 Dittipidum Bareskrim Polri 9. Kompol Chuk Putranto selaku PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri 10. Kompol Baiquni Wibowo selaku PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri 11. AKP Irfan Widiyanto di Dittipidum Bareskrim Polri 12. AKBP Ridwan R Soplanit selaku Kasat Reskrim Polres Jaksel 13. AKP Rifaizal Samual selaku Kanit 1 Satreskrim Polres Jaksel 14. Ipda Arsyad Daiva Gunawan selaku Kasubnit 1 Unit 1 Satreskrim Polres Jaksel 15. AKBP Arif Rahman Arifin selaku Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri 16. Kombes Murbani Budi Pitono selaku Kabagrenmin Divisi Propam Polri 17. AKP Dyah Candrawati selaku Paurlog Bagrenmin Divisi Propam Polri 18. AKP Idham Faidilah selaku Pama Den A Ropaminal Divisi Propam Polri 19. Briptu Sigid Mukti Hanggono selaku Ropaminal Divisi Propam Polri 20. Iptu Hardista Tampubolon selaku Pama Den A Ropaminal Divisi Propam Polri 21. Iptu Januar Arifin selaku Pama Den A Ropaminal Divisi Propam Polri 22. Brigadir Frilliyan selaku Biroprovos Divisi Propam Polri 23. Briptu Firman selaku Biroprovos Divisi Propam Polri 24. Bharada Sadam selaku BKO Divisi Propam Polri. Dari nama tersebut dapat kita ketahui bahwa, setidaknya ada 17 nama yang berpangkat sebagai Propam (Profesi dan Pengamanan). Refly Harun sangat menyayangkan adanya peristiwa ini. Ia menyebut bahwa ini sebuah ironi, karena tugas dari Propam sendiri seharusnya adalah mengawasi kinerja polisi. \"Ini adalah tragedi ya bagi polisi, apalagi bagian yang bermasalah adalah bagian Propam yang merupakan \'polisinya polisi\'. Jadi ini adalah sebuah solidaritas yang ngaco,\" ujarnya. Terkait dengan hal ini, Refly Harun sangat mengharapkan respon dari POLRI. Beliau mengatakan bahwa inilah saatnya bagi Polri menunjukkan kredibilitasnya sebagai penertib. Bukan hanya sebagai penertib masyarakat, namun juga mampu menertibkan internal dari Polri. \"Sekarang adalah waktu pembuktian bagi Polri, terutama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membuktikan ucapannya ya. Apakah mereka hanya diperingatkan ataukah diberhentikan,\" ujarnya. Diketahui pada Rabu, 10 Agustus 2022 telah ditetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka. Namun hingga saat ini, pihak Polri masih melakukan penyelidikan terkait siapa saja pelaku yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua. (Habil)