ALL CATEGORY
Ditemukan Bukti Cukup Ferdy Sambo Lakukan Tindak Pidana
Jakarta, FNN - Inspektorat Khusus yang dipimpin oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan bahwa telah ditemukan bukti yang cukup bahwa eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo melakukan tindak pidana.\"Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, maka juga telah ditemukan bukti yang cukup bahwa FS adalah melakukan tindak pidana,\" kata Agung kepada wartawan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa malam.Ia menjelaskan bahwa kemarin, Senin (8/8), pihaknya telah melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap Ferdy Sambo di Mako Brimob dan menemukan bukti yang cukup bahwa Ferdy Sambo melakukan tindak pidana.\"Kapolri tadi sudah menyampaikan, setelah melakukan gelar perkara dan sudah ditetapkan sebagai tersangka,\" ucapnya.Ketika menyampaikan paparan, Agung juga mengungkapkan bahwa saat melakukan pemeriksaan mendalam terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bharada E mengungkapkan ingin menulis sendiri apa yang terjadi.\"Tidak usah ditanya, Pak. Saya menulis sendiri,\" ucap Agung ketika mengutip ucapan Bharada E ketika menjalani pemeriksaan mendalam.Bharada E menulis dari awal bahwa yang melakukan adalah yang bersangkutan dan dengan dilengkapi dengan cap jempol dan materai.\"Karena sudah ada unsur pidana-nya maka kami limpahkan kepada Bareskrim Polri untuk melakukan tindakan penyidikan lebih lanjut,\" tuturnya.Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkap Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang memerintahkan Bharada E untuk menembak.\"Tim khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J (Yosua) yang menyebabkan saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh saudara E (Bharada) atas perintah saudara FS (Ferdy Sambo),\" kata Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Selasa malam.Dalam peristiwa ini Timsus telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bribka RR dan KM. Keempat disangkakan dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup. (Sof/ANTARA)
Soal "JC" Bharada E, LPSK Berkoordinasi Dengan Kabareskrim Polri
Jakarta, FNN - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan berkoordinasi dengan Kabareskrim Polri soal pengajuan \"justice collaborator\" (\"JC\") atau saksi yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum yang diajukan Bharada E.\"Bareskrim meminta agar LPSK segera mengirim surat ke Kabareskrim Polri untuk koordinasi \'justice collaborator\',\" kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi di Jakarta, Selasa.Hasto mengatakan lembaga yang dipimpinnya akan segera berkirim surat ke Kabareskrim Polri karena \"JC\" merupakan kewenangan LPSK.Hasto menjelaskan seseorang yang ingin mengajukan \"JC\" harus memenuhi sejumlah syarat, di antaranya bukan pelaku utama. Kemudian, bersedia mengungkap peran semua orang yang terlibat termasuk atasan.Selain itu, papar dia, keterangan yang diberikan oleh pihak yang mengajukan \"JC\" harus berdampak signifikan dalam proses peradilan pidana, termasuk adanya potensi ancaman yang bakal diterima oleh yang bersangkutan.\"Karena ada relasi kuasa dalam kasus ini, tentu saja potensi ancaman terhadap yang bersangkutan besar,\" kata dia.Oleh karena itu, sejak awal LPSK telah menyampaikan apabila Bharada E menjadi tersangka, maka masih bisa menjadi \"JC\".Hasto mengatakan seseorang yang mengajukan \"JC\" mendapatkan hak istimewa, yaitu berkas perkara dan tempat penahan akan dipisah dari pelaku lain.\"Pemohon \"JC\" juga berhak mendapatkan keringanan hukuman serta remisi-remisi lainnya,\" kata dia.Ia menegaskan saat ini Bharada E masih berstatus sebagai pemohon \"JC\". Perwakilan LPSK belum bisa bertemu langsung dengan Bharada E maupun Kabareskrim Polri soal pengajuan \"JC\". (Sof/ANTARA)
Terancam Hukuman Mati Empat Tersangka Penembakan Brigadir J
Jakarta, FNN - Tim Khusus Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J dengan sangkaan pembunuhan berencana, dan keempatnya terancam dengan pidana maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto dalam konferensi pers, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa malam, menyebutkan keempat tersangka adalah Bharada Dua Polri Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka R, Kuat, dan Irjen Pol Ferdy Sambo.“Berdasarkan hasil pemeriksaan keempat tersangka, menurut perannya masing-masing, penyidik menetapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” kata Agus.Agus menjelaskan peran masing-masing tersangka, yakni Bharada E berperan melakukan penembakan terhadap korban Brigadir J. Tersangka Bripka RR turut membantu dan menyaksikan penembakan, tersangka Kuat turut membantu dan menyaksikan penembakan terhadap korban.“Irjen Pol FS menyuruh melakukan dan menskenariokan peristiwa seolah-olah terjadi peristiwa tembak-menembak di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga,” ujar Komjen Agus pula.Peristiwa penembakan terhadap Brigadir J atau Brigadir Joshua terjadi Jumat (8/7) lalu. Dari hasil penyidikan yang dilakukan Tim Khusus Bareskrim Polri, pada saat kejadian terdapat lima orang di tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga, yakni Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, Irjen Pol Ferdy Sambo, Kuat, Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer, dan korban Brigadir Joshua (Yoshua).Menurut Agus, terungkapnya kasus ini berdasarkan penyidikan dari laporan pihak keluarga Brigadir Joshua. Namun, karena laporan tersebut dilayangkan pada tanggal 18 Juli, penyidik menemukan kendala dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, terlebih adanya skenario yang dibuat oleh tersangka Ferdy Sambo, pada penyelidikan awal dibuat seolah-olah ada peristiwa tembak-menembak.Selain itu, ada upaya mengambil dan menghilangkan barang bukti di TKP, seperti pengambilan rekorder CCTV, dan lain sebagainya. Penyidik memulai penyelidikan dengan turun ke Jambi memeriksa 47 saksi terkait dengan kejadian tewasnya Brigadir J.“Kemudian kami juga mendapatkan beberapa kendala yang ditemukan dalam proses penyelidikan dan penyidikan, seluruh tim yang bekerja,” kata Agus.Namun, lanjut Agus, karena ancaman hukuman kasus tersebut Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman cukup tinggi membuat Bharada E mengakui peristiwa yang sebenarnya terjadi di TKP Duren Tiga.“Bharada E membuat pengakuan kepada penyidik setelah dilakukan pemeriksaan secara maraton,” kata Agus.Agus menambahkan, pengakuan Bharada E membuka tabir kecurigaan dan kejanggalan dari kasus tewasnya Brigadir J dari awalnya dilaporkan tembak-menembak menjadi peristiwa penembakan atau pembunuhan.Sementara itu, saat ini penyidik masih mendalam apa motif pembunuhan terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh para tersangka. (Sof/ANTARA)
Presiden Jokowi Resmikan Terminal Kijing Pontianak, Genjot Daya Saing
Jakarta, FNN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa meresmikan Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar), yang diharapkan akan memperkuat daya saing produk-produk unggulan dari provinsi tersebut.“Karena di sini (Kalimantan Barat) memiliki kekuatan besar, Crude Palm Oil (CPO), alumina, bauksit dan produk-produk lainnya, dan pelabuhan ini memiliki kapasitas 500 ribu Teus, dan juga 8 juta yang non-peti kemas,” kata Presiden Jokowi saat meresmikan Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Selasa, sebagaimana disiarkan langsung Youtube Sekretariat Presiden Jokowi.Presiden mengatakan terminal di pelabuhan tersebut akan menjadi yang terbesar di Kalimantan.“Ini adalah pelabuhan terbesar di Pulau Kalimantan. Tadi tanya Dirut PT Pelindo, ‘habis berapa Pak’, gede banget seperti ini, Rp2,9 triliun,” kata Presiden.Dengan biaya sebesar itu, Presiden meminta agar Terminal Kijing dimanfaatkan secara optimal untuk memperkuat daya saing, dan memperbaiki konektivitas antar-pelabuhan, antarpulau dan antarnegara.Selain itu Presiden juga meminta agar jalan akses dari dan ke Pelabuhan Pontianak diperlebar. Ia meminta langsung kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono untuk memperlebar jalan akses ke Terminal Kijing.“Ini Menteri PUPR hadir sehingga selesaikan sekalian, sehingga perjalanan kontainer dan non-peti kemas, semuanya bisa lancar dan tujuan akhir kita memperkuat daya saing kita bisa kita lakukan,” ujarnya.Kepala Negara juga mempersilahkan jika terdapat usulan atau aspirasi untuk perubahan nama pelabuhan tersebut.“Silakan diajukan ke pemerintah pusat, ke Presiden, saya kira seluruh aspirasi yang ada akan kita tampung, tapi pada hari ini tadi telah kita resmikan,” kata Presiden Jokowi.Di kesempatan yang sama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).\"Pembangunan ini dilatarbelakangi oleh Pelabuhan Pontianak yang makin terbatas dengan pendangkalan dan berada di tengah kota. Oleh karenanya, Kijing diharapkan untuk menggantikan Pelabuhan Pontianak dan memberikan ruang bagi kemungkinan industri yang tumbuh di Kalbar yang memiliki potensi luar biasa,\" katanya. (mth/Antara)
"Jin Buang Anak" adalah Idiom Lazim yang Tidak Perlu Dipermasalahkan
Jakarta, FNN - Sidang dugaan ujaran kebencian yang dilakukan oleh terdakwa Edy Mulyadi kembali digelar pada Selasa, 9 Agustus 2022 di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dalam persidangan ini, penasihat hukum terdakwa menghadirkan dua saksi meringankan, yakni seorang advokat muslim, Ahmad Khozinuddin dan kedua wartawan senior sekaligus Dewan Redaksi FNN.co.id, Harsubeno Arief. Saksi Hersu, panggilan akrab Harsubeno Arief menjelaskan bahwa, frasa \'Jin Buang Anak\' merupakan idiom biasa yang sudah sering digunakan semua orang dan tidak ada masalah mengenai pernyataan tersebut. \"Kalau pernyataan yang digunakan oleh Bung Edy itu kan hanya idiom biasa saja yang sering digunakan,\" ujarnya. Hersu juga mengatakan bahwa pernyataan tersebut bahkan pernah digunakan oleh salah satu media ternama untuk menganalogikan suatu tempat yang sangat jauh, namun tidak ada tuntutan mengenai hal tersebut. \"Frasa \'jin buang anak\' ini adalah idiom, dan selama saya menjadi wartawan tidak ada masalah menggunakan frasa tersebut, saya punya catatan yang dapat saya tunjukkan bahwa salah satu media ternama pada era 90an pernah menggunakan frasa tersebut. Frasa tersebut digunakan untuk menggambarkan salah satu daerah di Aceh yang memang letaknya sangat jauh, dan masyarakat Aceh pun tidak ada yang mempermasalahkan hal tersebut,\" ujarnya. Diketahui Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dan penyebaran berita bohong atau hoax pada 31 Januari 2022. Edy lantas ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Edy terjerat perkara ini karena komentarnya terkait Ibu Kota Negara (IKN) baru sebagai tempat pembuangan jin. Padahal ia sudah minta maaf atas pernyataannya itu. Untuk pertama kalinya Edy Mulyadi menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2022). Pada kasus ini Edy Mulyadi terancam hukuman penjara 10 tahun atas delik ujaran kebencian bernuansa SARA. Sidang akan dilanjutkan pada hari Kamis 11 Agustus 2022 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan mendatangkan dua saksi terdakwa tambahan yang berasal dari Dewan Pers dan Pemimpin Redaksi dari media FNN. (Hab)
Presiden Jokowi: Jangan Sampai Kasus Brigadir J Rusak Citra Polri
Jakarta. FNN – Presiden RI Joko Widodo menegaskan pengusutan perkara meninggalnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J harus tuntas agar tidak merusak citra dan kepercayaan terhadap Polri di hadapan publik.\"Ungkap kebenaran apa adanya sehingga jangan sampai menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Itu yang paling penting, citra Polri apa pun tetap harus kita jaga,\" kata Presiden Joko Widodo di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa.Hingga kini penyidik baru menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir J, yakni Bharada E dan Brigadir Ricky Rizal (RR). Keduanya disangkakan lakukan pembunuhan berencana dari Pasal 340 juncto Pasal 338 jo. Pasal 351 ayat (3) jo. Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.\"Sejak awal \'kan saya sampaikan, sejak awal saya sampaikan usut tuntas. Jangan ragu-ragu. Jangan ada yang ditutup-tutupi, ungkap kebenaran apa adanya,\" tegas Presiden.Inspektorat Khusus (Irsus) Timsus Polri dalam perkara tersebut telah memeriksa 25 personel Polri yang melanggar prosedur tidak profesional dalam menangani olah tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga, Jakarta Selatan.Dari 25 orang tersebut, empat di antaranya ditempatkan di tempat khusus, salah satunya Irjen Pol. Ferdy Sambo selama 30 hari di Mako Brimob Kelapa Dua Depok untuk pemeriksaan.Tim gabungan Itsus melakukan pengawas pemeriksaan khusus terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo atas dugaan melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan tindak pidana meninggalnya Brigadir J di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri.Tim telah memeriksa 10 saksi dan beberapa bukti terkait dengan dugaan pelanggaran prosedur oleh Ferdy Sambo dalam penanganan TKP Duren Tiga.Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo juga telah mencopot tiga perwira dari jabatannya, yaitu Irjen Pol. Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam), Brigjen Pol. Hendra Kurniawan dari jabatan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Polri menjadi pati Yanma Polri, selanjutnya Brigjen Pol. Benny Ali dicopot dari jabatan Karo Provost Div Propam Polri menjadi pati Yanma Polri.Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan kepada wartawan bahwa sudah ada tiga orang sebagai tersangka. Sel Bharada E, juga ada sopir dan ajudan Putri Chandrawathi berinisial Brigadir RR dan K. (mth/Antara)
BREAKING NEWS! Tersangka Pembunuhan Berencana Irjen Ferdy Sambo Terancam Hukuman Mati
Jakarta, FNN - Aparat Kepolisian akhirnya mengumumkan tersangka baru kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Tersangka baru kasus pembunuhan berencana ini adalah Eks Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo. Penetapan tersangka tersebut diumumkan langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit, saat konfrensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022). “Timsus telah mendapatkan titik terang secara scientific. Ditemukan perkembangan baru, tidak ditemukan fakta tembak-menembak dilakukan. Timsus telah memutuskan untuk menetapkan saudara FS (Ferdy Sambo) sebagai tersangka,” kata Kapolri Sigit Saat mengumumkan status tersangka pada Irjen Ferdy Sambo, Kapolri Listyo Sigit didampingi Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto, Dankor Brimob Anang Revandoko, KabaintelkamPolri Irjen Ahmad Dofiri dan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo. Dalam jumpa persnya tersebut Kapolri mengatakan Tim Khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Brigadir Yoshua yang mengakibatkan dirinya tewas. “Timsus menemukan peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Brigadir Yoshua, saudara RE menembak atas perintah saudara FS (Ferdy Sambo),” Ujar Sigit. Listyo mengatakan, untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak saudara FS melakukan penembakan dengan senjata milik saudara Yoshua ke dinding berkali-kali. “Terkait apakah saudara FS menyuruh ataupun terlibat langsung dalam penembakan saat ini tim terus melakukan pendalaman terhadap saksi-saksi dan pihak-pihak yang terkait,” imbuhnya. Adapun Tim khusus bentukan Polri menjerat Ferdy Sambo dengan pasal pembunuhan berencana. “Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup,” ujar Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto. Dia juga mengungkap, kini, ada 4 tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Ketiganya yakni Bharada E atau Richard Eliezer selaku sopir Putri Candrawathi, Brigadir RR yang merupakan ajudan istri Ferdy Sambo, KM, dan Ferdy Sambo. Pada kasus ini, Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto 55 dan 56 KUHP. Sedangkan, Brigadir RR dipersangkakan dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. (Lia)
Polri Babak Belur Bukan karena Emak-emak, Pers, atau Pengamat, tetapi di Dalam Gontok-gontokannya Gede
Jakarta, FNN - Kasus polisi tembak polisi terus menjadi perhatian publik. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menegaskan bahwa kasus ini wajib diusut tuntas. Terbaru, Jokowi mengundang Panglima TNI dan Kapolri ke istana. Agenda Presiden kemarin penuh dan satu di antaranya pasti adalah upaya untuk meyakinkan publik bahwa Polri tidak boleh hancur hanya karena ada peristiwa Pak Sambo. “Jadi, ini memang harus diputuskan cepat bahwa ada Jenderal yang terlibat. Publik bukan menginginkan, tapi publik memang menduga kuat bahwa Pak Sambo pasti akan jadi tersangka. Jadi, keinginan publik adalah bersihkan institusi negara ini agar ada harapan besar bagi prestasi Kapolri ke depan,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 09 Agustus 2022. Rocky meyakini bahwa presiden tahu bahwa lembaga dia atau aparat dia yang namanya kepolisian itu agak susah untuk membackup pemerintahan dan ketertiban sipil, kalau masih babak belur. Bagaimana analisis lengkapnya, ikuti perbincangannya di bawah ini, Apa kabar Bung Rocky. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat di hari Selasa ini. Banyak orang menduga bahwa akan ada peristiwa penting hari ini berkaitan dengan perkembangan terbunuhnya Brigadir Yosua? Iya. Kemarin Presiden mengundang Panglima TNI dan Kapolri. Kita nggak tahu apa isinya, tapi kira-kira itu juga pasti dievaluasi karena ini peristiwa penting. Jadi, tidak mungkin presiden tidak menanggapi itu. Jadi, saya menduga bahwa Pak Sigit diminta ke istana bersamaan dengan Jenderal Andika itu dalam upaya untuk membahas, termasuk kasus Pak Sambol. Dan itu sebetulnya yang ingin dihadirkan pada publik bahwa harusnya ada percepatan penyelesaian karena Indonesia menumpuk masalahnya. Kita tahu juga bahwa hari-hari ini juga ada demonstrasi buruh yang sedang bergerak menuju Jakarta, dan itu penting sebetulnya pemerintah fokus pada soal buruh setelah soal Sambo selesai. Karena yang dituntut buruh itu serius, soal omnibuslaw yang menyengsarakan mereka. Jadi, kelihatannya ada pembicaraan di situ. Menko Perekonomian juga ada di istana kemarin beritanya begitu dan Pak Pramono Anung menemani Pak Jokowi seharian di situ. Ini menunjukkan bahwa agenda Presiden kemarin itu penuh dan satu di antaranya pasti adalah upaya untuk meyakinkan publik bahwa Polri tidak boleh hancur hanya karena ada peristiwa Pak Sambo. Iya itu. Dan memang betul, sekarang seperti kata Pramono Anung, itu sekarang hancur-hancuran citra Polri. Dan itu sebenarnya kan kita tahu Polri itu di bawah Pak Jokowi. Itu berarti langsung yang terkena juga Pak Jokowi. Ya, itu pentingnya Pak Jokowi harus betul-betul merapikan kembali yang hancur-hancuran itu. Kan nggak mungkin hancur-hancuran kalau dikoordinasi dengan baik oleh beliau kan. Itu masalahnya. Kan kita mesti ngerti bahwa Pak Pramono sebagai Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, tahu apa efek dari hancurnya Polri. Pasti Pak Jokowi juga melihat dengan jelas bahwa ini berbahaya. Jadi, kalau Pramono mengatakan ini hancur-hancuran, harusnya lebih dari itu keadaannya kan. Jadi, kira-kira begitu. Memang sangat membahayakan. Dan keretakan Polri itu kalau betul-betul dia menjadi rapuh justru di era banyak ketegangan politik, ada persiapan Pemilu, ada persiapan perang, semua itu kan terkait dengan soal ketertiban publik. Dan ini akibatnya kalau hal yang sudah dari awal diketahui berpotensi retak tapi dibiarkan oleh istana, lalu sekarang istana yang bereaksi justru. Jadi, masyarakat menganggap iya memang dari dulu juga retak karena permainan politik. Biar begitu dalilnya. Oh, ternyata istilah yang tepat yang digunakan oleh Pramono Anung itu babak belur. Itu sama juga? Kalau polisi babak belur itu artinya Pramono musti terangkan kenapa? Karena ada yang menghajar Polri? Atau karena saling hajar-hajaran di dalam kan? Kan nggak mungkin Polri babak belur hanya karena pendapat emak-emak, pendapat pers, pendapat pengamat. Itu nggak ada masalah. Babak belur itu artinya di dalam juga gontok-gontokannya gede atau tonjok-tonjokannya bahkan. Dan itu intinya. Jadi babak belur itu istilah yang memang memperlihatkan bonyoknya institusi itu harus diperbaiki. Jadi kembalikan Polri sebagai institusi yang memberi rasa aman pada publik dan membuat kita merasa aman itu artinya kita yang dilindungi, jangan Polri melindungi para koruptor, para politisi segala macam. Jadi itu pesan moralnya. Dan kita tangkap itu bahwa presiden mengerti keadaan lalu meminta supaya percepatan itu. Nah, kita akan tetap bahas nanti apa istilah babak belur itu atau pers nanti hari ini akan kasih interpretasi apa yang dimaksud dengan babak belur. Babab belur di dalam karena persoalan di dalam atau karena dihajar oleh opini publik. Kira-kira sebetulnya begini. Kalau kita lihat kita bisa memahami kegalauan dari Pak Jokowi karena seperti Anda sampaikan tadi, situasinya memang lagi memburuk. Semua terjadi pemburukan. Ekonomi kita sedang memburuk, kemudian citra pemerintah juga memburuk, tapi saya juga tadi menyebutnya ada bahwa pembunuhan itu bisa terjadi karena dilakukan oleh faktor istana itu sendiri, yakni menginginkan tiga periode. Gitu kan? Ya. Itu itu inti yang sekarang juga paling kita cemaskan sebetulnya. Karena itu bisa bikin babak belur konstitusi kita, babak belur demokrasi kita, karena persiapan tiga periode jalan terus. Ini perimbangan ini yang orang menganggap kenapa fokus kita harus kembali pada soal ekonomi. Ya karena memang itu yang jadi krisis bahwa APBN bisa aman itu hanya karena ekspor komoditas kita iya. Tetapi, satu waktu ekspor komoditas juga jatuh harganya. Lalu kesempatan untuk memulihkan ekonomi hilang karena fokus kita terus-menerus pada tiga periode. Padahal Pak Jokowi juga harusnya bicara saja bahwa kami sudah tidak lagi melakukan tiga periode itu. Tapi terlihat justru makin lama Pak Jokowi makin diam ketika relawannya terus-menerus mendorong tiga periode. Bahkan, kemarin beritanya ada yang lebih gila lagi, meminta supaya kepung DPR/MPR agar Presiden jadi tiga periode. Kan itu ngaco kan? Itu juga bikin DPR/MPR babak belur disebabkan karena ambisi. Ambisi dari siapa? Ya pasti dari Pak Jokowi ambisinya. Kan dengan mudah begitu walaupun nanti dibantah-bantah itu kan kita gak bisa cegah, itu ekspresi publik. Itu harus dicegah karena ini relawan Jokowi yang melakukan hal yang melakukan hal yang inkonstitusional. Itu kan memalukan. Seolah-olah Pak Jokowi memang harusnya jadi presiden seumur hidup. Tiga periode itu seumur hidup sebetulnya. Nah, ini kita balik lagi ya, ke topik kita tadi soal Pak Ferdy Sambo. Tanpa kita memberikan semacam penghakiman atau kalau di istilah pesr itu trial by the press, kita menangkap bahwa sekarang ini bagaimanapun ekspektasi publik itu sangat tinggi bahwa akan ada penetapan tersangka. Dan kita sama-sama tahu ekspektasi publik itu mereka mencurigai Ferdy Sambo. Apalagi kemudian penjelasan dari pengacara pun juga menjelaskan itu dari BAP, dari pengakuan berada Richard Eliazer. Ini kan jelas dia melakukan pembunuhan, tapi ini atas instruksi dan kemungkinan itu terjadi semacam eksekusi di situ. Menurut saya ini kan mengerikan dan itu terjadi di lembaga kepolisian terhadap internal kepolisian sendiri. Bayangkan itu Bung Rocky. Jadi keadaan ini akhirnya tidak rapi perencanaan itu. Karena dari awal hasil keterangan awal dari Kapolres Jakarta Selatan, itu sudah mengandung banyak kejanggalan. Jadi publik sebetulnya dari awal mencurigai itu dan kalau kita perhatikan statement-statement dari kepolisian, baik itu humasnya maupun inspektur khusus, kan itu makin lama makin terlihat bahwa tokoh-tokohnya tidak hanya satu-dua orang, ternyata lebar. Dan ini kalau lebar ya nggak mungkin itu hanya karena dua prajurit dibawa itu tembak-menembak. Pasti sinya di atasnya lebih kuat itu. Jadi Bharada E versus Brigadi J, kalau memang hanya itu soalnya, nggak mungkin ada upaya untuk meneliti lebih jauh soal etika dan soal permainan di belakang itu. Jadi ini memang harus diputuskan cepat bahwa ada Jenderal yang terlibat. Kan itu intinya. Opini publiknya begitu. Kalau kriminal biasa ya sudah itu dengan mudah hari pertama sudah selesai kalau kriminal biasa. Jadi menunda itu, jadi penundaan itu yang memunculkan spekulasi ada apa ditunda tiga hari peristiwa itu? Tentu Pak Sigit tau lebij cepatlah kalau soal itu. Problemnya kenapa Pak Sigit juga setelah seolah-olah ada opini publik 3 hari baru muncul. Tapi sudah. Itu sudah terjadi kemarin. Pak Sigit berupaya untuk memulihkan institusi kepolisian dan betul-betul istana merasa bahwa itu sudah babak belur. Jadi kebabakbeluran itu harus disembuhkan secara cepat luka babak belur itu. Jadi publik bukan menginginkan, tapi publik memang menduga kuat bahwa Pak Sambo pasti akan jadi tersangka. Kalau soal menginginkan semua orang memang menginginkan supaya kepolisian itu dibersihkan dan banyak aparat di situ yang punya masalah hukum bermacam-macam, bahkan berlapis-lapis. Jadi, keinginan publik adalah bersihkan institusi negara ini agar ada harapan besar bagi prestasi Kapolri ke depan. Ya, sejak awal ketika orang masih berspekulasi tentang kasus ini, Anda sendiri dan FNN sudah langsung ambil satu posisi bahwa ini justru momentum sebenarnya, momentum bagi polisi untuk melakukan tata ulang, karena adanya Satgasus, itu yang disebut oleh Pak Mahfud MD ada Mabes di dalam Mabes. Ini kan mengingatkan kita bahwa ada negara di dalam negara. Jadi ini ada Mabes di dalam Mabes. Ya, dari awal kita tahu bahwa presiden tahu persoalannya. Karena itu, Pak Mahfud dengan cepat memberi sinyal ini tikus dan segala macemnya. Kita protes sebetulnya bahwa nggak boleh dong, walaupun itu tahu, tapi lakukan secara institusional. Jangan ngomong ke pers. Kan itu soalnya. Walaupun kita mengerti bahwa Pak Mahfud pasti lebih banyak dapat info dibanding kita, tetapi etikanya dia nggak boleh menyebutkan itu sebagai pejabat negara atau sebagai Kompolnas. Itu hanya bisa disebut di pengadilan atau secara diam-diam. Tapi pada akhirnya orang menganggap bahwa ya sudah terbuka Pak Mahfud sudah ngomong begitu, Pak Jokowi sudah dua sampai tiga kali bicara soal ini, itu artinya di belakangnya ada babak belur tadi dan babak belur tadi yang mencemaskan presiden. Jadi presiden tahu bahwa lembaga dia atau aparat dia yang namanya kepolisian itu agak susah untuk membackup pemerintahan dan ketertiban sipil kalau masih babak belur. Babak belur itu tetap istilah yang bagus. Tapi sekarang ini, makin ke belakang kenapa Pak Mahfud memberikan sinyal-sinyal semacam itu, sekarang saya sudah mulai paham. Itu karena dia memahami ada satu kekuatan besar yang dia tidak bisa hadapi sendiri sehingga dia meminjam opini publik dan meminjam media yang dalam bahasa Jawa ini ada istilah “nabok nyilih tangan”, menampar orang dengan meminjam tangan orang lain. Karena kemarin dia secara tersurat kemudian menyebutkan “ya ini terima kasih kepada media karena Anda-Anda semua, karena LSM gitu, karena civil society, kemudian kasus ini bisa dibongkar dengan cepat, karena ini ada semacam code of silence”. Begitu dia menyebutkan. Oh... ini kan ngeri kalau sampai seperti itu. Ya kita tagih saja Pak Mahfud terus-menerus supaya Pak Mahfud jadi beda justice collaborator. Justice collaborator ini memungkinkan publik dapat sinyal. Itu intinya. Tapi, sekali lagi, kedudukan Pak Mahfud MD itu adalah pejabat negara. Dia bisa kasih info, tapi jangan dia sendiri yang mengucapkan info itu. Kan tekniknya begitu. Baguslah. Di ujungnya baru bilang terima kasih. Walaupun orang tahu sudah pasti beberapa pers dekat dengan grupnya Pak Mahfud. Kan itu intinya. Dan itu yang penting kita tertibkan juga sehingga sewaktu-waktu nanti kalau ada peristiwa lain yang memungkinkan orang bikin spekulasi, lalu orang call Pak Mahfud. Jadi ngaco jadinya. Masa Pak Mahfud jadi ngebocorin informasi. Jadi Pak Mahfud MD harus berfungsi secara profesional sebagai pejabat publik oke, boleh kasih sinyal, tapi jangan sinyal itu insinuasi. Bukan soal benar atau tidak, tapi prinsip bahwa pemerintah itu tidak boleh kasih sinyal untuk hal-hal yang sifatnya wilayah kriminal. (ida, sof)
Mengenang 30 Hari Kematian Brigade J, Komunitas Masyarakat Sipil Nyalakan Lilin di TIM
Jakarta, FNN - Ratusan massa dari berbagai elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam CSI (Civil Society Indonesia) menggelar aksi solidaritas untuk mengenang 30 hari meninggalnya Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir J di depan Plaza Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, pada Senin malam (8/8/2022). Aksi bertajuk “Keadilan untuk Joshua” ini diisi dengan kegiatan menyalakan 3000 lilin dan doa bersama mengenang kematian Brigadir J, dihadiri beberapa tokoh masyarakat antara lain Burzah Zarnubi, Irma Hutabarat, Saur Hutabarat, dan masyarakat lainnya. Pantauan FNN di lokasi pukul 18.30 WIB, Senin (8/8/2022), terlihat masyarakat sudah memenuhi pelataran taman. Sebagian dari mereka terlihat memegang poster bertulisan \'Justice for Joshua\'. Terlihat juga lilin merah putih menyala terang yang dibentuk angka 30. Ini sebagai bentuk memperingati 30 hari meninggalnya Brigadir J. Acara dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan doa bersama, dan pidato-pidato dari berbagai tokoh hingga akhirnya panitia menutup acara. “Kita berkumpul untuk kebajikan, untuk mengawal agar tidak ada lagi satu pun putra Indonesia yang mati sia-sia, tidak ada lagi orang Batak yang mati dibunuh dan tidak dipertanggungjawabkan,\" kata penanggung jawab CSI, Irma Hutabarat di lokasi. Irma menyatakan simpati yang mendalam atas kasus yang menimpa Brigadir Joshua dan pihak berwajib bisa memproses secara tegas dan adil. \"Kami menyalakan lilin untuk menunjukkan empati, saya mulai sebagai Boru Hutabarat, lalu juga yang merasakan apa rasanya Ibu dari Joshua yang mengharapkan keadilan karena anaknya sudah mati, sudah tidak bisa lagi dibalikkan nyawanya. Tidak ada lagi yang bisa kita bikin. Apapun yang dilakukan oleh Kapolri, oleh seluruh bangsa ini, tidak bisa mengembalikan nyawa Joshua. Tetapi yang bisa kita lakukan yang masih hidup ini, yang masih dikasih kekuatan adalah mencari kebenaran dan supaya jangan terjadi lagi peristiwa seperti ini,\" tutur Irma yang mantan pendiri KPK itu. Aktivis lainnya, Arios Aritonang sebagai salah satu hadirin dari perkumpulan Hutabarat di Jakarta mengatakan bahwa acara tersebut merupakan aksi solidaritas. \"Kami tergerak dari solidaritas orang Batak, agar terang benderangnya kasus ini,\" ucap Arios. Dirinya juga menambahkan atas tuduhan yang terjadi pada brigadir J. serta harapan ke depannya. Arios meyakini bahwa tidak ada peristiwa peleehan seksua dalam peristiwa itu. \"Saya 100% tidak percaya terhadap adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh beliau, karena buktinya saja yang valid sudah meninggal. Harapan kita ke depannya agar kasus seperti ini tidak terulang lagi, harus setara di depan hukum, jangan karena istilahnya ada pangkat tinggi jangan ditutupi,\" pintanya. Di akhir pernyataannya, Irma Hutabarat menegaskan bahwa lembaga kepolisian harus menjadi lembaga yang bersih dan amanah dalam menegakkan keadilan. (ind)
Deflator, Berdasarkan Indeks Harga Grosir, Dikecilkan, dan Karenanya Pertumbuhan Riil Dilebih-Lebihkan
Untuk sektor manufaktur, hanya 70% dari perkiraan GVA yang diperoleh dengan menurunkan angka nominal dari sektor korporasi, sedangkan 30% sisanya didasarkan pada Indeks Produksi Industri. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PERTUMBUHAN ekonomi ditentukan oleh angka inflasi (deflator) yang diperhitungkan di dalam konversi ekonomi nominal menjadi riil. Menurut studi di India, pertumbuhan Ekonomi India pada 2015/2016 terlalu tinggi: seharusnya 5%, bukan 7,01%. Bagaimana Indonesia? Rajeswari Sengupta (14 Mar 2016, 23:41) mencatat, Deflator, berdasarkan indeks harga grosir, dikecilkan, dan karenanya pertumbuhan riil dilebih-lebihkan. (Rajeswari Sengupta adalah asisten profesor ekonomi di Indira Gandhi Institute of Development Research, Mumbai). Apakah angka produk domestik bruto (PDB) kita kredibel? Banyak komentator telah menyatakan keraguan mereka. Tetapi belum ada yang mengidentifikasi masalah dengan metodologi Central Statistical Organisation (CSO). Ini karena mereka telah mencari di tempat yang salah. Masalahnya bukan seperti yang diduga banyak orang, dalam jumlah nominal. Itu terletak pada sistem untuk membangun deflator. Metodologi ini cacat, menghasilkan perkiraan berlebihan tentang kecepatan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, keputusan kebijakan seperti anggaran Union diambil berdasarkan “spidometer rusak”. Tidak ada yang berbicara tentang deflator, tetapi mereka penting. Itu karena bilangan real diturunkan dengan mengambil data nominal perekonomian dan mengempiskannya dengan indeks harga. Jadi, jika inflasi dikecilkan, maka pertumbuhan riil akan dilebih-lebihkan. Dan inilah yang telah terjadi. Dalam data terakhir yang dirilis oleh CSO kami fokus pada angka nilai tambah bruto (GVA). Ukuran ini secara konseptual mirip dengan PDB lama pada harga faktor. Secara nominal, GVA meningkat 7,9% pada kuartal ketiga (Oktober-Desember) tahun anggaran 2015-16, di bawah level biasanya 10-15%. Peningkatan ini diterjemahkan ke dalam pertumbuhan riil 7,1%, karena deflator dilaporkan hanya meningkat 0,7%. Mungkinkah inflasi India begitu rendah? Akibatnya, CSO mengatakan bahwa meski ekonomi India sedang booming, inflasi produsen lebih rendah daripada ekonomi Barat yang dilanda resesi, atau bahkan Jepang, yang telah bergulat dengan deflasi sejak tahun 1990-an (lihat grafik di atas). Ini tidak masuk akal. Bagaimana CSO bisa sampai pada kesimpulan seperti itu? Jawabannya, di sejumlah sektor telah memproksi deflator dengan menggunakan indeks harga grosir (WPI). Pendekatan ini bermasalah. Untuk satu hal, deflator WPI dan GVA dapat bergerak ke arah yang berbeda. Untuk melihat ini, kita perlu melihat nilai tambah dari sisi pendapatan. Nilai tambah perusahaan dibayarkan kepada faktor-faktor produksi, yaitu tenaga kerja, tanah dan modal. Bagian terbesar dari pendapatan ini diberikan kepada tenaga kerja, yang berarti bahwa upah merupakan bagian terbesar dari deflator. Kami tidak memiliki data yang baik tentang upah, tetapi kami tahu bahwa mereka telah naik. Namun, WPI telah turun – sebesar 1,5% pada kuartal ketiga. Selanjutnya, kita beralih ke nilai tambah dari sisi produksi. Ketika harga komoditas turun, WPI komoditas berat akan turun, seperti yang baru saja kita lihat. Tetapi deflator GVA perlu ditingkatkan. Ini mungkin terdengar aneh, tetapi alasannya sangat sederhana. Jatuhnya harga komoditas meningkatkan keuntungan perusahaan, meningkatkan nilai tambah mereka, yang diukur dengan GVA nominal. Tetapi karena GVA \'nyata\' diukur dengan harga konstan, peningkatan GVA nominal ini perlu dikurangi. Oleh karena itu, deflator perlu dinaikkan. Dengan kata lain, dengan sangat mengandalkan WPI, CSO telah disesatkan dari deflator sejati. Akibatnya, perkiraan pertumbuhan juga menyimpang dari kenyataan. Selama setahun terakhir, dinamo ekonomi – investasi dan ekspor – tetap terperosok dalam keterpurukan. Namun, menurut CSO, ekonomi, di luar pertanian dan pemerintah, tumbuh 9,6% pada kuartal ketiga. Pertumbuhan ini didukung oleh dua sektor – perdagangan dan keuangan – yang dilaporkan tumbuh sekitar 10%, dan satu – manufaktur – yang tumbuh sebesar 12,6%. Dengan kata lain, CSO memberitahu kita bahwa masa-masa indah telah kembali. Tapi ini tidak konsisten dengan apa yang kita lihat di sekitar kita. Jika WPI adalah proxy yang buruk untuk deflator, nomor apa yang harus digunakan sebagai gantinya? Tidak ada jawaban tunggal. Untuk sektor jasa, dapat dilihat indeks harga konsumen (IHK) untuk jasa seperti kesehatan dan pendidikan. Untuk manufaktur, seseorang dapat mengambil CPI untuk pakaian/alas kaki dan barang-barang rumah tangga lainnya. Semua indeks ini berjalan di 55.75%. Jadi, mari kita bersikap konservatif dan menggunakan 5% sebagai deflator untuk keuangan dan manufaktur. Dalam hal ini, GVA riil finansial akan menunjukkan tingkat pertumbuhan 2,6% dibandingkan dengan 9,9% yang dilaporkan. Untuk sektor manufaktur, hanya 70% dari perkiraan GVA yang diperoleh dengan menurunkan angka nominal dari sektor korporasi, sedangkan 30% sisanya didasarkan pada Indeks Produksi Industri. Oleh karena itu, seseorang perlu mengambil 70% dari GVA nominal, kemudian mengempiskannya sebesar 5%, lalu menambahkan kembali sisanya. Dalam hal ini, pertumbuhan nyata GVA manufaktur mencapai 7,7% dibandingkan dengan yang dilaporkan 12,6%. Dengan penyesuaian untuk keuangan dan manufaktur ini, menjaga angka untuk sektor lain tidak berubah, kami mendapatkan tingkat pertumbuhan PDB riil untuk kuartal ketiga sebesar 5%. Dengan kata lain, ekonomi sedang berjuang, bukan berpacu ke depan. Sekarang, itu tampaknya konsisten dengan apa yang kita lihat. (*)