ALL CATEGORY

Bahaya Tionghoa (China) Era Jokowi

Apalagi negara terperangkap hutang yang sangat besar dengan RRC dan warga China yang sering disebut Oligarki itu sudah menguasai semua lembaga negara. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih PADA pertengahan abad ke-19, jumlah imigran Tionghoa yang masuk sudah mencapai seperempat juta orang. Jumlah itu terus meningkat hingga pada 1930. Orang-orang Tionghoa yang jumlahnya makin banyak itu kemudian tinggal berkelompok di satu wilayah yang berada di bawah kontrol pemerintah Hindia-Belanda. Biasa disebut Pecinan. Dalam bidang sosial-budaya, mereka digabung dalam organisasi Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). Sementara, di bidang ekonomi, organisasi Siang Hwee, sebuah kamar dagang Tionghoa (Chineze kamer van koophandel) didirikan. Mereka selanjutnya tinggal untuk selamanya di Nusantara. Hasrat dan keinginan untuk menguasai Jawa seperti apa yang pernah dilakukan oleh Khubilai Khan tidak pernah surut dan padam. Orang orang China sepanjang sejarah terus berbondong-bondong masuk ke Nusantara. Pada 1619 Belanda menunjuk Souw Beng Kong menjadi Kepitein der Chinezen di Batavia. Dan, pada 1837 ditunjuk Tan Eng Goan sebagai Mayoor der Chinezen di Batavia. Ketika itu warga China yang melakukan penyuapan kepada pegawai kompeni sudah dipraktekkan. Dengan minum minuman keras hingga memberikan regognitiegeld (uang dibayar setiap tahun yang dibayarkan sebagai pengakuan atas hak). Belanda tidak akan mampu menguasai Nusantara selama 350 tahun tanpa bantuan opsir China. Itulah sebenarnya yang melakukan dan melaksanakan order penindasan. Berabad-abad Belanda mewariskan struktur ekonomi didominasi ke pedagang China. Penghianatan China di Nusantara antara lain: - Menjadi kaki tangan Belanda dalam menjajah Nusantara. - Mendzalimi warga pribumi dengan sebutan Inlander dan digolongkan dalam kelas terbawah. - Dalam pertempuran 10 November 1945 memberi ruang gerak sekutu. Wajar jika tidak peduli dengan warga pribumi yang berlumuran darah. Bahkan mengaktifkan prajurit kuncir yang kejam, dikenal dengan Poh An Tui. - Sebagai kaki tangan Belanda dalam pertempuran agresi pertama 21 Juli 1947. - Mendirikan dan mendanai PKI Muso termasuk mensuplai senjata. - Mendanai dan mendukung PKI DN Audit kemudian meletus G 30 S PKI. Paska tragedi G-30-S/PKI tersebut munculah Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967 berisi antara lain pembatasan dan perayaan China. Disusul Surat Edaran No. 06/Preskab/6/67 tentang penggunaan nama China dan istilah Tionghoa/Tiongkok ditinggalkan. Gerak-gerik masyarakat China mendapatkan pengawasan ketat dari Badan Koordinasi Masalah China (BKMP) yang menjadi bagian dari Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Muncullah Keputusan Presiden Kabinet No. 127/U/KEP/12/1966 tentang nama bagi masyarakat China. Beruntun keputusan Presiden Kabinet No. 37/U/IV/6/1967 tentang Kebijakan Pokok Penyelesaian masalah China. Pada tahun yang sama muncul Surat Edaran Presidium Kabinet RI No. SE.06/PresKab/6/1967 tentang kebijakan pokok WNI asing dapam proses asimilasi terutama mencegah kemungkinan terjadinya kehidupan ekslusif rasial. WNI yang masih menggunakan nama China diganti dengan nama Indonesia. Mereka memegang teguh ajaran dan filsafat Sun Tsu, Seni Perang, dipelajari dengan tekun dan sungguh-sungguh. Politik bisnis, bisnis itu perang. Kalau pasar adalah medan perang maka diperlukan strategi dan taktik. Sun Tsu menulis: “Serang mereka di saat mereka tak menduganya, di saat mereka lengah. Haruslah agar kau tak terlihat. Misteriuslah Agar kau tak teraba. Maka kau akan kuasai nasib lawanmu. Gunakan mata-mata dan pengelabuhan dalam setiap usaha. Segenap hidup ini dilandaskan pada tipuan”. Ketika Pribumi sedang terus terkena gempuran, keluarlah Instruksi Presiden No. 27 tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Sebuah Keputusan yang menghilangkan akar sejarah terbentuknya NKRI. Sementara, PBB justru melindungi eksistensi warga Pribumi. Melalui Sidang Umum PBB 13 September 2007, mengakui bahwa setiap belahan bumi itu ada penduduk asli (Indigenous People = Pribumi) yang harus dijaga. Pada pendiri bangsa ini sudah berfikir untuk melindungi anak cucu dari kejahatan yang akan memusnahkannya. Di situlah lahir Pancasila dan UUD 1945. Sebagai penghormatan pada kaum pribumi, maka lahirlah Asuransi Bumiputera. Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, Instruksi Presiden No 14/1967 yang melarang etnis China merayakan pesta agama dan penggunaan huruf huruf China dicabut, sehingga lahirlah Keputusan Presiden No. 6/2000, yang memberikan warga China kebebasan melaksanakan ritual keagamaan, tradisi, dan budaya kepadanya. Era Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan Keputusan Presiden No. 19 tahun 2002, hari Imlek menjadi hari libur Nasional. Sejarah terus berlanjut yang tidak pernah dipikirkan oleh para pendiri negeri tercinta ini. Pada Rapat Paripurna MPR RI pada 9 Desember 2001, amandemen ketiga UUD 45. Perjuangan bangsa dengan susah payah dijalani dan diperjuangkan tiba- tiba berahir. Hak Indigenous People terkenal dengan Trilogi Pribumisme dianggap tidak ada. Tidak lagi diakui Pribumi sebagai pendiri negara, penguasa dan pemilik negara. Pasal 6 ( 1 ) UUD 45 yang semula berbunyi: “Presiden ialah orang Indonesia Asli”, diganti menjadi: “Presiden dan Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden”. Sampai di sini mimpi Khubilai Khan sejak abad 13 terwujud dan berhasil menembus pusat kendali politik. Dipertontonkan kepada dunia warisan perjuangan bangsa dibelokkan, pagar negara dirobohkan. Peluang emas bagi warga khususnya keturunan China berlompatan, lalu mendirikan Partai Politik yang sudah diduga arahnya akan menguasai Nusantara. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lahir Keputusan Presiden No. 12 tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. SE - 06/Pred.Kab/6/1967, isinya “kita tidak boleh menyebut China diganti Tionghoa atau komunitas Tionghoa. Sekilas sejarah ini luar biasa, Indonesia tidak pernah mempermasalahkan negeri leluhurnya disebut sebagai identitas aslinya (India, Arab, dll). Kita mengada-ada yang sebenarnya tidak ada yaitu: RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Dalam sejarah di Nusantara terus sebagai penghianat bangsa dan negara. Tentu tidak menafikan ada beberapa warga keturunan China yang tampil patriotik membela negara bahkan sebagai menteri. Tibalah sejarah sedang mencatat di era Presiden Joko Widodo, negara sudah terbuka tanpa hambatan dengan dalih investasi masuklah TKA China tidak diwaspadai, bahkan dilindungi dengan berbagai macam dalih sebagai tenaga kerja ahli dan macam dalih lainnya. Ada keresahan masyarakat bahwa Indonesia sudah dekat, bahkan sudah dikuasi RRC, tidak bisa disalahkan dan tidak bisa diremehkan. Apalagi negara terperangkap hutang yang sangat besar dengan RRC dan warga China yang sering disebut Oligarki itu sudah menguasai semua lembaga negara. Mereka sudah menguasai semua sektor ekonomi dan arah politik negara Indonesia. Negara dalam bahaya – bahaya dan bahaya! (*)

Minta Dukungan Jadi Kabupaten Kepulauan, Pemkab dan DPRD Sumenep Temui Ketua DPD RI

Surabaya, FNN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep bersama anggota DPRD Sumenep meminta dukungan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, untuk mendapatkan status Kabupaten Daerah Kepulauan. Aspirasi tersebut disampaikan langsung kepada LaNyalla yang sedang melakukan kegiatan reses di Jawa Timur, Rabu (27/7/2022). Pada kesempatan itu, hadir di antaranya Hamid Alimunir (Ketua Banggar DPRD Sumenep), Syukri (Wakil Ketua Banggar), dan anggota Banggar masing-masing Dul Siam, Abu Hasan, M Muhri, M Ramzi, Jubriyanto, Syaiful Bar, Irwan Hayat, Akhmad Jasuli, AZ Rakhman, Subaidi, Holik, Suwaifi Qoyyum. Hadir pula Yayak Nurwahyudi, Kepala Bappeda Pemkab Sumenep berserat jajarannya. Ketua Banggar DPRD Sumenep, Hamid Alimunir, berharap RUU Daerah Kepulauan dapat segera disahkan dan Kabupaten Sumenep termasuk di dalamnya. “Kami meminta agar hal ini bisa dikawal DPD RI, agar Kabupaten Sumenep bisa diakui sebagai Kabupaten Kepulauan,” kata Hamid di Surabaya. Dikatakannya, Sumenep memiliki syarat untuk dapat diakui sebagai daerah kepulauan. Sumenep sebagai wilayah kepulauan juga banyak memberikan kontribusi untuk devisa negara. “Tapi tak ada DAK yang masuk ke kami. Tidak boleh katanya,” ujar Hamid. Anggota Banggar DPRD Sumenep, Dul Siam, menambahkan, keinginan untuk menjadi kabupaten kepulauan sudah puluhan tahun diupayakan. “Kami meminta dukungan untuk itu, karena jika dilihat dari sisi geografis, Sumenep lebih memungkinkan menyandang predikat daerah kepulauan dibanding daerah lainnya di Madura ini. Kami memiliki 126 kepulauan,” kata Dul Siam. Kepala Bappeda Pemkab Sumenep, Yayak Nurwahyudi, menjelaskan pihaknya telah menempuh waktu yang cukup lama untuk mendapatkan status daerah kepulauan. Pada pertemuan sekitar 5 tahun lalu untuk membahas draf RUU Daerah Kepulauan, Yayak menjelaskan jika Sumenep telah tercantum sebagai daerah kepulauan. “Kami berada di peringkat enam. Kriterianya sudah jelas. Kami berharap agar RUU tersebut dapat segera disahkan menjadi undang-undang, namun sampai hari ini belum juga diundangkan,” ujar Yayak. Yang ia ketahui, inisiasi RUU Daerah Kepulauan datang dari DPD RI. Oleh karenanya, ia datang menemui LaNyalla dengan harapan dapat segera mendorong kembali agar RUU Daerah Kepulauan dapat segera menjadi prioritas untuk dibahas di parlemen. “Kami berharap dapat dijadikan prioritas agar RUU Daerah Kepulauan ini segera dibahas dan diundangkan,” ujar Yayak. Sementara LaNyalla mengakui jika RUU Daerah Kepulauan memang merupakan inisiatif DPD RI. Meski sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun faktanya draf RUU Daerah Kepulauan ditarik kembali. “Saya akan tetap berusaha untuk memperjuangkan agar RUU Daerah Kepulauan dapat segera dibahas dan diundangkan,” kata LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, UU itu menjadi jawaban permasalahan daerah kepulauan dalam mengejar ketertinggalan pembangunan fisik dan sumber daya manusia. Selain itu, UU Daerah Kepulauan bisa menjadi pendongkrak kebangkitan perekonomian daerah kepulauan di masa pandemi. “Dengan hadirnya UU Daerah Kepulauan, aksesibilitas terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan yang baik, serta produktivitas pulau-pulau kecil, investasi pesisir dan kemandirian ekonomi masyarakat pesisir dapat terwujud,” kata LaNyalla. Dikatakannya, DPD RI melihat bahwa UU Daerah Kepulauan pun sejalan dengan visi dan misi Presiden untuk menjadikan Indonesia Poros Maritim Dunia dan sebagai wujud kehadiran negara di daerah kepulauan, sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945, khususnya Pasal 18A dan Pasal 18B. LaNyalla menjelaskan, ada 9 subtansi penting dari RUU tentang Daerah Kepulauan yang semuanya berorientasi kepada paradigma pembangunan Maritim. Di dalamnya juga mengakomodasi 6 elemen penting seperti posisi geografis, bentuk fisik, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter pemerintahan dan karakter bangsa. Substansi pertama adalah perhatian khusus atas paradigma pembangunan maritim, selain paradigma pembangunan daratan yang sudah ditentukan oleh pemerintah saat ini. “Kedua yakni jaminan pemenuhan kebutuhan fisik dasar dan perlindungan dari cuaca ekstrem. Ketiga, adalah pemenuhan layanan pendidikan dasar dan menengah serta kesehatan yang ditanggung oleh negara,” jelasnya. Keempat, lanjutnya, adalah pendanaan khusus melalui dana khusus kepulauan. Kelima, RUU tersebut mengatur konsep Dana Khusus Kepulauan (DKK) dengan besaran minimal 5% dari dana transfer umum dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil. “Keenam, berkaitan dengan perizinan yaitu izin usaha perikanan tangkap, izin pengadaan kapal tangkap ikan, pendaftaran kapal tangkap untuk bobot 30 sampai 60 gross ton, dan penerbitan usaha serta pengolahan hasil perikanan lintas daerah kepulauan, yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Kepulauan,” paparnya. Ketujuh, mengatur tentang kewenangan tertentu dalam bidang energi dan sumber daya mineral. Kedelapan, adalah tentang kewenangan bidang perdagangan antar pulau skala besar. Sedangkan kesembilan, menyangkut konsepsi bahwa Pulau-pulau Kecil Terluar atau PPKT, adalah aset strategis nasional sebagai penguat kedaulatan NKRI. (mth/*)

Tidak Sadar Dirinya Islamopobia

Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Mahfud MD membela bahwa pemerintah tidak Islamophobia, ia menyatakan \"yang mengatakan itu Abu Janda, bilang ke ini, lalu dibilang Islamophobia, dia yang fobi, pemerintah kan tidak\". Abu Janda sendiri kemudian nyeletuk \"Pak Mahfud, cuma orang tidak waras yang percaya ada Islamophobia di Indonesia\". Islamophobia adalah ketakutan berlebihan kepada Islam. Ketakutan itu muncul karena memang dia memegang keyakinan bukan Islam sehingga Islam adalah pesaing bahkan musuh. Atau timbul karena kebodohan atau kejahilan terhadap ajaran Islam sendiri. Komunitas ini terbanyak justru dari orang Islam. Muslim yang jahil pada Islam.  Tingkat kebodohan tertinggi adalah orang bodoh yang tidak menyadari bahwa dirinya bodoh. Orang yang benar-benar sakit jiwa adalah orang yang tidak meyakini bahwa dirinya sakit jiwa. Lebih parah dia berhalusinasi bahwa orang selain dia yang sakit jiwa. Ia yang paling sehat.  Abu Janda menyatakan bahwa orang tidak waras yang percaya ada Islamophobia di Indonesia. Itu sama saja dengan menuduh Pak Mahfud tidak waras, karena yang bersangkutan menganggap di masyarakat ada Islamophobia  hanya pemerintah tidak. Abu Janda sebenarnya mengakui dirinya tidak waras karena dia tidak sadar masuk dalam model dari kaum Islamophobia.  Empat bentuk sikap Islamophobia, yaitu : Pertama, menista atau menodai agama Islam seperti menyerang kenabian dan atribut Islam lainnya, menyimpangkan pemahaman Islam ke arah persepsi atau nafsunya sendiri, atau juga memprofankan kitab suci. Qur\'an yang semata dijadikan kitab akademis.  Kedua, memfitnah bahwa Islam menciptakan terorisme dan radikalisme. Anti kemajemukan dan hanya membangun fanatisme. Selanjutnya teror, radikal, intoleran itu digelindingkan secara masif untuk membangun ketakutan. Umat Islam dipojokkan dan dipinggirkan.  Ketiga, menyikapi berlebihan terhadap kelembagaan Islam. Pembubaran HTI maupun FPI lalu pembekuan ACT tanpa proses dan putusan Pengadilan adalah sebuah contoh.  Di sisi lain lembaga-lembaga yang mengatasnamakan agama padahal sesat dan meresahkan dibiarkan berkembang seperti Ahmadiyah, Syi\'ah,  Baha\'i, LDII, dan lainnya.  Keempat, kriminalisasi ulama dan tokoh atau aktivis Islam. Ulama atau tokoh Islam yang meninggal tidak wajar patut dicurigai sebagai pembunuhan. Butuh pembuktian lanjutan. Perkara sederhana yang didramatisasi atau proses yang dibuat berlarut-larut adalah bagian dari kriminalisasi.  Jangan gunakan istilah kafir, hindari terma jihad, khilafah, qital, qishash atau lainnya, salam harus untuk semua agama, kritisi pandangan keagamaan soal waris, jender, dan perkawinan beda agama, lalu kecam yang tidak bisa menerima LGBT atau budaya syirk, berdoalah dengan bahasa Indonesia dan jangan kearab-araban. Islam harus sesuai dengan adat dan budaya Indonesia. Nah, semua itu adalah Islamophobia.  Nyatanya di Indonesia itu marak Islamophobia baik yang terjadi di masyarakat maupun dilakukan oleh pemerintah. Hanya persoalan yang paling lucu dan aneh adalah bahwa mereka tidak mengakui dan menyadari atas perilaku Islamophobia itu. Berwajah suci bening, bijak dan tanpa dosa. Indonesia sangat menghargai Islam, katanya. Preet.  Bapak Abu Janda yang sangat Islami telah bersabda \"Cuma orang tidak waras yang percaya ada Islamophobia di Indonesia\". Bagus juga ya, artinya kita berantas orang tidak waras, kita basmi Islamophobia, kita gerakan bersama Anti-Islamohobia. Kita buat Undang-Undang Anti Islamophobia. Agar benar ucapan Bapak Abu Janda dan Bapak-Bapak lainnya bahwa di Indonesia tidak ada Islamophobia.  Hayo basmi Islamophobia, hidup Gerakan Anti Islamophobia! Bandung, 28 Juli 2022

CCTV Merekam Sambo dan Istri Lakukan PCR di Rumah Pribadi

Jakarta, FNN - Satu per satu bukti keanehan kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat  mulai ditemukan. Petunjuk baru tampak dari rekaman CCTV yang beredar di sejumlah awak media. Demikian perbincangan dua wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (27/7/22) di Jakarta. Terungkap isi rekaman CCTV yang diambil di rumah utama Irjen Ferdy Sambo, berlokasi tak jauh dari rumah dinasnya yang diduga menjadi lokasi tertembaknya Brigadir Yoshua. Dari informasi yang dihimpun, CCTV di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo sempat menangkap aktivitas Brigadir Yoshua beberapa saat sebelum tewas, dalam keadaan sehat. Menurut rekaman CCTV rombongan Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathu pulang dari perjalanan Magelang pukul 15.30 WIB. Sekitar 2 menit kemudian masih tampak Brigadir Yoshua di rumah utama. Tak lama kemudian Putri Candrawathi dan Brigadir Yoshua melakukan tes PCR di rumah utama. Ini menjadi tanda tanya, di rumah pribadi ada fasilitas PCR, tapi kenapa Irjen Pol Ferdy Sambo mengaku tes PCR di luar? “Secara logika kenapa melakukan PCR di tempat lain, dan juga ajudannya tidak ikut,” ujar Agi. Pukul 15.50 WIB, terakhir kali Brigadir Yoshua terlihat di rumah pribadi Ferdy Sambo. Dalam rekaman itu terlihat Putri Chandrawathi, Istri Ferdy Sambo, berada di rumah singgah Duren III hanya selama 11 menit, mulai pukul 17.10 sampai 17.21 WIB. Sementara Ferdy Sambo menuju rumah singgah Duren III sekitar pukul 17.12 WIB. Ia berangkat dari rumah pribadi. Selisih dengan Putri hanya sekira dua menit. Jarak antara rumah pribadi di Umah Saguling III dengan rumah dinas di Duren III yang dipakai rumah singgah sekitar 1 km. Ferdy dan istri berada di rumah singgah Duren III pada saat hampir bersamaan menumpang dua mobil berbeda yaitu Toyota Alpard dan Lexus. Hingga pukul 17.50 WIB, wajah Brigadir Yoshua tak terlihat lagi dari rekaman CCTV. Ke mana 1 jam lebih Brigadir Yoshua tak kelihatan di CCTV, itu yang masih menjadi pertanyaan besar. Namun pukul 17.50 WIB, Provos terlihat di lokasi Duren III. Tidak jelas mengapa Provos muncul di lokasi itu. Sekitar pukul 17.11 WIB terlihat ada mobil Patwal mundur ke TKP atau rumah dinas. Diasumsikan dalam waktu itu Brigadir Yoshua ditemukan tewas dengan posisi tertelungkup dengan kondisi luka tembak dan luka lain. “Dari sisi lain ini juga semacam rumor yang beredar, karena kita juga tidak tahu, harus dikonfirmasi dahulu oleh Kadiv Humas Polri atau Polda Metro Jaya,” pungkas Agi Betha. (Lia)

Publik Makin Frustasi Akibat Tekanan Kesulitan Ekonomi, Partai Gelora Tawarkan Solusi Jangka Pendek, Menengah dan Panjang

Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengingatkan pemerintah terhadap dampak inflasi dan tren kenaikan mata uang dollar Amerika Serikat (AS) saat ini, terutama pada sektor pangan.  Hal ini bisa menjadi persoalan besar bagi Indonesia, karena kebutuhan pangan kita sebagian besar masih di impor, sehingga menimbulkan kerawanan tersendiri. Menurutnya, gejolak kenaikan harga pangan masih bisa ditutupi oleh pemerintah saat ini dengan subsidi yang berasal dari windfall profit komoditas sawit dan batubara. Sementara windfall profit tersebut, ditentukan oleh situasi geopolitik global dan keberadaanya di luar kendali Indonesia. \"Jadi kapasitas fiskal pemerintah sebenarnya relatif sangat terbatas. Kemampuan kita mensubsidi ini, kan juga ada limitnya, . sementara pemerintah diminta menyediakan barang untuk masyarakat dengan harga terjangkau,\" kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk \'Kenaikan Harga-harga Menggelisahkan Warga: Apa Kabar Indonesia?, Rabu (27/7/2022) sore. Anis Matta memprediksi kemampuan pemerintah dalam mensubsidi akan semakin terbatas, jika pada September 2022 mendatang, harga BBM dan energi global naik lagi. \"Kita sekarang berhadapan, bukan hanya dengan faktor inflasi saja, tapi juga faktor currency (mata uang, red), tren penguatan dollar. Ini harus segera dicarikan solusi jangka pendek, menengah dan panjang,\" katanya. Ia mengatakan, inflasi di Indonesia kelihatannya lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Tetapi hal itu dipandang hanya sekedar angka-angka makro ekonomi, jika melihat fakta-fakta di lapangan. \"Kalau sudah bicara ekonomi, ini berkaitan dengan dapurnya masyarakat. Publik makin frustasi akibat tekanan kesulitan ekonomi saat ini. Harga-harga naik, daya beli menurun dan kehidupan semakin sulit,\" katanya. Solusi jangka pendeknya, pemerintah tetap dituntut menyediakan harga pangan yang terjangkau dan memperbaiki rantai distribusi. Sementara solusi jangka menengahnya, pemerintah harus membangun pasar domestik yang terintegrasi. Sedangkan solusi jangka panjangnya tetap membangun ketahanan pangan. \"Membangun pasar domestik yang terintegrasi ini tidak ada hubungannya dengan isu proteksionisme, tetapi lebih kepada sisi ketahanan nasional kita, khususnya di sektor pangan dan energi. Jadi orientasi pasar kita pasar domestik yang terintegrasi, tapi harus ada political will dari pemerintah,\" tegasnya. Kepala Badan Pangan Nasional (BPN) Arief Prasetyo Adi mengatakan, BPN telah ditugasi Presiden Joko Widodo untuk melakukan koordinasi dengan tiga kementerian, Kementerian Pertanian, Perdagangan dan BUMN, serta Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menentukan harga wajar kebutuhan pangan sampai ditangan konsumen, termasuk distribusinya. \"Kedepan BPN akan seperti Bank Indonesia, memiliki cadangan yang cukup melakukan intervensi guna menstabilitasi harga pangan. Intinya menghadirkan harga pangan yang wajar dan terbaik untuk konsumen,\" kata Arief.   Arief mengatakan, pemeritah sudah menyiapkan early warning system untuk memantau ketersediaan pasokan komoditas pangan. Hal ini terutama untuk memantau empat komoditas utama yang menggantungkan impor seperti, kedelai, bawang putih, daging sapi, serta gula konsumsi. \"Misalnya untuk menjaga stabilitas harga beras, sudah dipetakan dengan kebutuhan setahun sekitar 29,5 juta ton, dan diharapkan surplus 7,5 juta ton dicapai tahun 2023 mendatang,\" ujarnya. Untuk menjaga ketersediaan pangan, lanjut Arief, BPN telah mengusulkan Kementerian Pertanian melakukan terobosan-terobosan dalam kapasitas produksinya, dengan tidak hanya mengikuti sistem pola tanam selama ini, seperti penggunaan sistem green house.   \"Sedangkan distribusinya, Badan Pangan Nasional memberikan semacam insentif. Daerah yang surplus, kita kirim ke daerah ektrem atau yang memerlukan, hambatan hanya soal konektivitas saja. Tapi kita sudah minta Menteri Perhubungan untuk mengubah rute Tol Laut guna memudahkan distribusi kita,\" katanya. Arief menambahkan, BPN akan membangun ekosistem pangan nasional terintegrasi, selain untuk ketahanan pangan, juga dalam rangka meningkatkan kebutuhan ekspor. \"Kemarin saya ketemu dengan tamu dari Uni Emirat Arab, mereka minat investasi di Indonesia. Mereka mau investasi peternakan sapi dan produk turunannya seperti susu dan keju. Produksi ini bisa untuk memenuhi kebutuhan Indonesia, sisanya baru diekspor. Ini salah satu cara membangun ekosistem pangan melalui kerjasama G to G atau B to B,\" jelasnya. Indonesia Rapuh Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)I, Tulus Abadi menilai terjadinya gejolak harga pangan karena kondisi Indonesia begitu rapuh dalam tatanan pangan.  Fluktuasi harga pangan, menurut Tulus sebenarnya sudah terjadi sejak akhir 2021, dengan mulai terlihat lonjakan harga minyak goreng..   Menurut Tulus, fluktuasi harga pangan tidak semata karena faktor eksternal pelambatan ekonomi dan kecamuk perang Rusia-Ukraina, tetapi juga disumbang adanya keterbatasan pasokan didalam negeri sendiri.  \"Mirisnya mengapa menggantungkan gandum yang tidak diproduksi secara lokal. Kita pengonsumsi mie nomor dua dunia, dan juga roti yang mengandalkan bahan impor,\" kata Tulus. Untuk itu, Tulus sangat menantikan peran Badan Pangan Nasional (BPN) untuk menuntaskan persoalan gejolak pangan. BPN harus mampu membenahi sendi-sendi pasokan, distribusi dan konsumsi pangan.  \"Sekarang, juga kondisi iklim global tak bersahabat, selain pasokan tak merata. Misalnya, Australia sedang mengalami kebakaran maka harga daging melonjak. Sedangkan, mengalihkan impor dari India, malah diduga kuat membawa virus PMK,\" jelasnya. Tidak hanya pangan, menurut Tulus kerentanan juga terjadi bidang energi seperti ketersediaan gas. Pertamina belum lama ini menyesuaian harga Elpiji komersial yang mana kendati masih dibawah biaya produksinya.  \"Kebutuhan gas juga belum mandiri, karena mengandalkan impor, sehingga harus disesuaikan. Sedangkan LPG 3 Kg terus disubsidi dengan barang yang sama, sehingga memicu konsumen bermigrasi ke LPG 3 Kg,\" katanya. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun mengatakan, seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya ibu rumah tangga saat ini merasakan dampak dari krisis ekonomi dan melambungnya harga-harga pangan.   \"Hampir seluruh usia mengakui adanya perasaan krisis Ini bisa terjadi mungkin dirasakan orang tua atau saudaranya. Masalah ekonomi menjadi titik terberat dan stabilitas harga dan hampir 90% menjawab demikian,\" kata Rico. Perasaan adanya krisis ekonomi dan harga, kata Rico Marbun, lebih mencolok, atau jadi top of main public. Diharapkan hal ini  menjadi perhatian publik dan pemerintah. Sebab, publik telah merasakan performa ekonomi dan situasi memburuk. Kondisi ini, menurutnya, akan berimplimasi dan membawa perubahan konstelasi politik khususnya legitimasi politik.  \"Sri Lanka contoh nyata, dalam waktu singkat pemerintahnya tumbang. Begitu juga yang menimpa negara maju, seperti Inggris dan Itali, perdana menteri mengajukan resign,\" ujarnya. Rico memperkirakan, kalau saja kondisi perekonomian yang dirasakan masyarakat terus merosot, Indonesia akan mengalami dampak yang tidak jauh berbeda. Pengaruh kekuatan partai lama juga akan menjadi sulit untuk dipertahankan. Sebaliknya, partai baru yang menawarkan ide yang cemerlang berpeluang mendapat dukungan rakyat banyak. Menurut dia, tugas lembaga survei hanya memotret perasaan masyarakat untuk disampaikan. Perasaan negatif seperti kekhawatiran, waspada, takut, marah dan lainnya lebih dominan dirasakan masyarakat saat ini.  \"Saya kira ini harus jadi perhatian pemerintah, karena ternyata  perasaan ini juga terinfeksi dari dampak pandemik, bukan hanya infeksi Covid-19,\" pungkas Rico Marbunn. (sws)

Wina Armada Jadi Saksi Ahli dalam Sidang Jin Buang Anak

Jakarta,  FNN - Sidang kasus Jin Buang Anak Edy Mulyadi, hari ini menghadirkan tokoh pers nasional, Wina Armada sebagai saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Wina Armada yang pernah menjabat Sekjen PWI Jaya periode 1998-2003 dan Sekjen Dewan Kehormatan PWI periode 2013-2018 dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi ahli, setelah pada sidang sebelumnya menghadirkan Saksi Ahli Linguistik Forenksik dari Universitas Pendidikan Indonesia, Andika Dutha Bachari. Saksi ahli memberi kesaksian seputar UU Pokok Pers,Kode Etik Jurnalistik dan aktivitas kewartawanan. Pada sidang-sidang sebelumnya digelar tiap Selasa-Kamis, saksi yang dihadirkan, diantaranya saksi pelapor baik yang tinggal di Jakarta maupun di Kalimantan Timur. Mereka memberi kesaksian di bawah sumpah. Terdakwa Edy Mulyadi dalam persidangan sebelumnya menyayangkan jawaban saksi yang umumnya jauh dari apa yang disampaikan dalam channel Youtube-nya tentang jin buang anak. \"Sekali lagi tidak saya maksudkan untuk menyinggung perasaan orang Kalimantan,\" katanya. Sebelumnya kesaksian ahli linguistik Andhika, misalnya tidak melihat video secara utuh, hanya 5 menit. Saksi hanya melihat pernyataan dan penjelasan dari penyidik sepotong-sepotong. Saksi lainnya, Ketua Lembaga Adat Kabupaten Penajam Paser Utara mengaku melaporkan Edy Mulyasi dua kali, pertama ke Polda Kalimantan Timur dan kedua ke Polres Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Musa merasa tersinggung karena terdakwa menyebutkan Ibu Kota Negara (IKN) sebagai tempat jin buang anak yang berkonotasi negatif. Sementara itu, salah seorang pengacara Edy Mulyadi, Ahmad Yani mengatakan umumnya saksi tidak mengetahui bahwa dana untuk pembangunan IKN berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan itu berarti uang negara yang bersumber dari pajak yang dibayar rakyat. Pengacara lainnya, Juju Purwanto mengatakan saksi yang dihdirkan JPU tidak berkualitas. \"Saksi  yang hadir sama saja dengan saki-saksi sebelumnya. Kalau saya bilang saksi abal-abal,\" ujar Juju (IP)

Asmara dan Elmaut di Peca Kulit 1771-1772

Oleh Ridwan Saidi | Budayawan  Peca bukan pecah, tapi penyamakan, peca kulit: penyamakan kulit. Lokasi: Mangga Dua sebelum Rawa Bebek dari arah barat. Mangga Dua jalan membukit yang lebar (dua). Bukit kecil: Mangga Rai.. Peca kulit milik seorang letnan kompeni kebangsaan Jerman Erberveld, istrinya orang Thai dan dapat putra Pieter. Selain peca kulit, Erberveld juga punya tanah cukup luas di Sunter. Ketika Erberveld meninggal, warisan semua jatuh ke Pieter. Pieter pun sudah kawin dengan perawan Betawi dan dikaruniai putri Aletta. Pieter pekerjakan buruh 12 orang dengan mandor Ateng Kartadria (makam masih ada di Mangga Dua). Pada tahun 1771 peca kulit dan tana Sunter warisan Erberveld dirampas Gubernur Jenderal dengan alasan Pieter mau berontak di négri Betawi. Dasar tuduhan merujuk dukun idola istri Gubernur Jenderal. Tempat tinggal Pieter di Peca Kulit tiap malam diincar. Namanya juga Pieter sudah menganggur, kerja saban malam cuma ngobrol dengan Ateng dkk. Ini rapat gelap, toch? Persis malam tahun baru tahun 1772 Pieter dan Ateng ditangkap. Pieter disiksa di pijnbank, bangku siksa. Pieter mengaku berencana makar. Landraad, pengadilan, putuskan Pieter dihukum mati. Ateng kena hukum kerja grakal (keras) 8 tahun. Pieter akan jalani hukum mati pada April 1772. Elit Batavia yaitu seniman dan pebisnis protes. Seorang penyair menulis protes dalam puisi yang bagus. Beberapa hari lagi Pieter digantung, keluarga boleh bezoek. Nyonya Pieter tak pergi, ia terlalu lemah, cuma Aletta yang datang ke bui. Aletta: Papa kasih terang cerita,  waarom Papa mau berontak? Pieter: Tidak mijn dochter Aletta Aletta: Maar papa ada mengaku toch Pieter: Alette, papa disiksa (Air mata membasahi lantai bui) Aletta: O mijn papa, ik heb van jouw, I love U. Jalanilah kematian itu dengan tabah.  Pada hari penggantungan Aletta dan mamanya berhadir. Banyak juga pebisnis dan seniman yang berhadir. Seorang pebisnis bujang asal Jerman terus tatap Aletta dengan pandangan sendu. Lama-lama Aletta berasa juga. Namanya juga tumbak asmara sudah melesat.  Pieter sudah dieksekusi. Banyak yang kasih salam duka pada Aletta dan mama, termasuk pebisnis bujang tadi. Lewat sebulan négri Batavia gempar lagi. Aletta akan bersanding dengan pebisnis bujang di pelaminan. Pesta besar2an digelar 3 hari 3 malam. Semua orang terpandang di négri Batavia diundang, kecuali GubJen VOC dan bininya yang doyan dukun. (RSaidi)

Ketua DPD RI LaNyalla Dilaporkan ke Badan Kehormatan Karena Diduga Melanggar Kode Etik

Jakarta, FNN – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA Lanyalla Mahmud Mattalitti telah resmi dilaporkan kepada Badan Kehormatan DPD RI pada Jumat, 22 Juli 2022. Laporan tersebut dibuat oleh Oktorius Halawa dan Eliadi Hulu dengan dugaan bahwa Ketua DPD RI tersebut telah melanggar kode etik berupa tindakan intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai Lembaga Peradilan dan tindakan pemanfaatan akun resmi media sosial DPD RI untuk kepentingan pribadi. “Benar bahwa pada hari Jumat, 22 Juli 2022, Kami telah melaporkan dan membuat pengaduan kepada Badan Kehormatan DPD RI terhadap Saudara AA Lanyalla Mahmud Mattalitti sebagai Ketua sekaligus anggota DPD RI,” kata Oktoriusman Halawa dalam rilis tertulisnya, Rabu siang (27/7/2022). “Berdasarkan data dan fakta yang telah kami kumpulkan, maka patut diduga Ketua DPD RI telah melakukan pelanggaran Kode Etik, Tata Tertib, dan Ketentuan dalam UU MD3,” ujar Oktoriusman Halawa. Menurut Oktoriusman Halawa, Laporan atau Pengaduan tersebut telah disampaikan dan dilakukan verifikasi oleh Kantor Kesekretariatan Badan Kehormatan DPD RI dan Pengaduan dinyatakan lengkap dan diterima langsung oleh Kepala Sub. Bagian Tata Usaha Set. Badan Kehormatan DPD RI sesuai dengan tanda terima Pengaduan tertanggal 22 Juli 2022. Para Pelapor menuturkan bahwa kedudukan hukum dari Para Pengadu dalam membuat Pengaduan ini adalah Para Pengadu merupakan warga negara Indonesia yang juga adalah warga daerah yang hak konstitusional kedaerahannya dijamin oleh Pasal 18, 18A dan Pasal 18B UUD 1945. Dengan adanya DPD RI, maka Para Pengadu sebagai warga daerah memiliki hak untuk mengikuti, mengawal, dan memberikan masukan terhadap DPD RI baik secara kelembagaan maupun kepada anggota DPD RI secara individu sepanjang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan amanah sebagai anggota DPD RI. “Ketua DPD RI dinilai telah menyalahgunakan kewenangan dan jabatan serta mengatasnamakan Lembaga DPD RI untuk melakukan tindakan intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan melalui media sosial resmi DPD RI,” tegas Oktoriusman Halawa. “Bahwa sebagai contoh, pada tanggal 15 Juni 2022, akun resmi media sosial DPD RI yaitu Instagram telah membagikan konten yang berjudul “Jika Gugatan Presidential Threshold DPD RI Ditolak, KPI Sebut MK Lecehkan Lembaga Negara dan Rakyat\". “Konten ini menunjukkan bahwa DPD RI berupaya mengintervensi Mahkamah Konstitusi yang sedang memeriksa dan akan memutus perkara pengujian undang-undang serta berupaya untuk merenggut independensi dan kemerdekaan hakim Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa perkara a quo,” tutur Eliadi Hulu yang juga Pengadu. “Lebih lanjut, dalam postingan tersebut terdapat foto bersama antara Ketua DPD RI dengan beberapa orang lainnya dengan memegang Spanduk yang bertuliskan “Tolak Gugatan DPD, MK Lecehkan Lembaga Tinggi Negara & Rakyat”,” tambah Eliadi. Selain itu, Para Pengadu menilai Ketua DPD RI telah melakukan tindakan pemanfaatan akun resmi media sosial DPD RI untuk kepentingan Pribadi. “Bahwa beberapa postingan dalam akun resmi Instagram DPD Republik Indonesia mengandung dan lebih menonjolkan kepentingan pribadi Ketua DPD RI serta bersifat ketua sentris,” ungkap Eliadi. Salah satu contohnya, postingan pada 27 Mei 2022 yang berjudul “Paham Suasana Kebatinan Rakyat, LaNyalla Ungkap Cita-Cita Jadi Presiden untuk Jaga Kedaulatan” dan postingan 28 Mei 2022 berjudul “Bertemu Try Sutrisno, Lanyalla Dapat Wasiat untuk Selamatkan Bangsa dan Negara”. “Konten ini jelas mengandung tujuan kampanye terselubung dan (untuk) kepentingan pribadi dari Saudara LaNyalla, bukan kepentingan Lembaga DPD maupun Daerah atau Rakyat. Apalagi, tindakan tersebut dilakukan dengan menggunakan fasilitas negara yaitu akun media sosial resmi Lembaga Negara,” tegas Eliadi. Melalui Pengaduan kepada Badan Kehormatan DPD RI, Para Pengadu menguraikan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Ketua DPD RI tersebut telah melanggar ketentuan dalam UU MD3, Kode Etik, dan Tata Tertib yang berlaku. “Yang bersangkutan telah Kami adukan dengan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 258 huruf “b”, “d”, dan “f” UU MD3, Pasal 5 huruf “l”, “m”, “q”, dan “t” Kode Etik DPD Nomor 2 tahun 2018, serta melanggar tata tertib dan sumpah/janji jabatan anggota DPD RI,” tegas Eliadi Hulu. (mth)

Ibu Rumah Tangga hingga Kaum Muda Merasakan Krisis Ekonomi

Jakarta, FNN - Masalah ekonomi saat ini menjadi masalah terberat di Indonesia dibanding dengan masalah lainnya seperti pendidikan, atau keamanaan dan lainnya. Perasaan adanya krisis ekonomi dan harga, lebih mencolok, atau jadi top of maine public. Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta saat Gelora Talks bertema : Kenaikan Harga-harga Menggelisahkan Warga: Apa Kabar Indonesia? secara daring, di Jakarta, Rabu (27/7) menuturkan, bahwa angka inflasi yang terungkap dalam data BPS sebesar 4,5 %. Tetapi sesungguhnya, kemungkinan secara spesifik harga sektor pangan sudah melambung 9%. “Memang riwayat terjadi krisis 98 lampau, semua ekonom mengatakan mantranya fundamental kuat, tetapi tiba-tiba jeblok dan terjadi krisis. Tanda ini, di negara yang kuat saja seperti Amerika Serikat, sudah ada pemandangan antre makanan,” tuturnya. Mayoritas masyarakat merasakan adanya krisis ekonomi dan melambungnya harga-harga pangan. “Mulai dari ibu rumah tangga hingga kaum muda merasakannya,” kata Rico Marbun, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median. Apabila kondisi perekonomian yang dirasakan masyarakat terus merosot, Indonesia akan mengalami dampak yang tidak jauh berbeda dengan Sri Lanka. “Seharusnya ini menjadi perhatian publik dan pemerintah,” ungkapnya.  Pengaruh kekuatan partai lama juga akan menjadi sulit untuk dipertahankan. Sebaliknya, partai baru yang menawarkan ide yang cemerlang berpeluang mendapat dukungan rakyat banyak.  Ketua YLKI, Tulus Abadi menilai terjadinya gejolak harga pangan karena kondisi Indonesia begitu rapuh dalam tatanan pangan.  Fluktuasi harga pangan, menurut Tulus sudah terjadi sejak akhir 2021, dengan mulai terlihat lonjakan harga minyak goreng. ”Begitupun, disusul lonjakan harga BBM, yang sulit dihindari,” tuturnya.   Merespon hal ini, Kepala Badan Pangan Nasional (BPN), Airef Prasetyo mengutarakan, BPN berperan melakukan koordinasi tiga kementerian seperti Pertanian, Perdagangan serta BUMN sekaligus.  “Kedepan BPN akan seperti Bank Indonesia, memiliki cadangan yang cukup melakukan intervensi guna menstabilitasi harga pangan,” pungkasnya. (Lia)

Inflasi Diperkirakan Mencapai 4,5 Persen pada 2022

Jakarta, FNN - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memproyeksi laju inflasi pada 2022 mencapai 3,5 persen sampai 4,5 persen secara tahunan atau lebih tinggi dari asumsi APBN 2022 sebesar tiga persen.Ia mengatakan inflasi melampaui asumsi APBN 2022 karena kenaikan harga komoditas global terutama energi dan pangan.\"Laju inflasi 2022 diperkirakan 3,5 persen sampai 4,5 persen, ini memang lebih tinggi dari proyeksi awal APBN 2022. Kenaikan (harga komoditas global) ini tentu berpotensi meningkatkan harga komoditas dalam negeri,\" katanya dalam Konferensi Pers APBN KiTa secara daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.Pemerintah akan terus mewaspadai perkembangan harga terkini dan menstabilkan harga pangan agar tidak langsung berdampak kepada masyarakat atau konsumen.Di tengah ketidakpastian global, instrumen APBN juga tetap digunakan sebagai bantalan untuk melindungi daya beli masyarakat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.\"APBN berperan sebagai shock absorber, kita ingin menjaga daya beli masyarakat dan sekaligus memastikan momentum pemulihan ekonomi terus terjaga. Dalam konteks ini untuk menjaga daya beli tercermin dari angka inflasi yang relatif terjaga dibandingkan banyak negara lain,\" tegasnya.Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada Juni 2022 mencapai 0,61 persen atau secara tahun kalender sebesar 3,19 persen.Adapun secara tahunan inflasi pada Juni 2022 mencapai 4,35 persen atau lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55 persen. Inflasi ini sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Juni 2017. (Sof/ANTARA)