ALL CATEGORY

Ustaz Dituduh Teroris, Ismar Syafruddin: Terdapat Cacat Prosedur

Jakarta, FNN – Kasus terduga terorisme yang tergabung dalam Jamaah Islamiah, Ustaz Farid Okbah, Ustaz Zain an Najah, dan Ustaz Anung al Hammat berlangsung secara daring pada Rabu (24/08/22) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Kelas IA Khusus.  Koordinator penasihat hukum para terdakwa mengatakan bahwa terdapat cacat prosedural dalam penanganan kasus dan telah melanggar Pasal 28 dan Pasal 18 KUHAP mengenai terorisme.  Pelanggaran itu meliputi tidak ada pendampingan dalam proses penyidikan terhadap para terdakwa serta tidak diizinkan para penasihat hukum maupun keluarga untuk mengunjungi terdakwa.  \"Khusus untuk kasus ustaz kita, setelah proses ini kita tidak diberi hak untuk melakukan kunjungan, baik keluarga maupun Kami, penasihat hukum,\" ujar Ismar Syafruddin.  \"Untuk minta surat kuasa saja sampai pihak kejaksaan JPU menyatakan bahwa kami kesulitan untuk dipertemukan dengan terdakwa,\" tambahnya.  Oleh karena itu, Ismar berharap agar adanya pemindahan terdakwa dari rutan Cikeas ke lapas terdekat dengan PN Jakarta Timur sesuai dengan SOP dan kewenangan Majelis Hakim.  Juju Purwantoro juga menyampaikan harapannya agar penengakan hukum berjalan secara prosedural.  \"Intinya, kita menghendaki prosedur atau sistem hukum di Indonesia, terutama yang diberlakukan kepada ulama kita, umat kita, dalam hal ini adalah Islam, itu harus equal (diterapkan yang sama),\" ungkap Juju.  \"Jangan sampai terjadi dan terjadi lagi kalau seolah-olah diindikasikan, disangkakan terorisme ada pembatasan-pembatasan demikian rupa seperti yang tadi di persidangan karena KUHAP kita tidak mengatur pada pembatasan itu. Kita harus mengacu pada KUHAP. Demikian, harapan kami.\"  Sidang ditunda hingga Rabu, 31 Agustus 2022 dengan menghadirkan ketiga terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Kelas IA Khusus. (rac)

Sidang Perdana Ustadz Farid Okbah Berlangsung Alot

Jakarta, FNN – Sidang perdana kasus tuduhan teorisme dengan tiga terdakwa, Ustaz Farid Ahmad Okbah, Ustaz Zain an Najah, dan Ustaz Anung al Hammat digelar pada Rabu (24/08/22) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.  Sidang ini dipimpin oleh I Wayan Sukanila, selaku Ketua Majelis Hakim dengan kedua anggotanya Novian Saputra dan Henry Dunant Manuhua.  Para simpatisan beserta keluarga terdakwa terkait mulai berdatangan ke ruang utama persidangan sekitar pukul 09:00 WIB. Pihak media tidak diperkenankan masuk berkenaan dengan adanya larangan merekam video atau mengambil foto selama persidangan berlangsung.  Agenda pertama persidangan dilaksanakan secara daring. Persidangan tersebut berjalan secara alot dikarenakan lamanya pertimbangan JPU dan majelis hakim mengenai teknis pelaksanaan sidang.  Para penasihat hukum, Ismar Syafruddin, Juju Purwantoro, dan Azzam Khan memperjuangkan permohonan agar sidang dapat dilaksanakan secara luring dengan persetujuan dari Ketua Majelis Hakim.  Menurut penasihat hukum, pengadaan sidang secara offline (luring) didasarkan pada adanya kebebasan secara materil dengan menghadirkan terdakwa pada sidang selanjutnya.  Dengan adanya tuntutan tersebut, kesepakatan hakim dan jaksa penuntut umum akhirnya menetapkan sidang lanjutan akan dilakukan secara luring pada Rabu, 31 Agustus 2022.  Ketua Majelis Hakim, I Wayan, juga mengumumkan bahwa sidang selanjutnya akan ditetapkan beberapa batasan. Sidang dapat dihadiri sekitar 30-35 orang dengan pembatasan terhadap jumlah penasihat hukum.  Di akhir persidangan, penasihat hukum berpesan agar media dapat serius untuk ikut mengawal kasus tuduhan terorisme terhadap ulama ini. Diharapkan kasus ini menjadi kunci supaya kasus terorisme lainnya dilakukan sesuai prosedur penyidikan dengan pendampingan pengacara.  Kasus Ustaz Farid Okbah telah berlangsung sejak November 2021. Berdasarkan keterangan penasihat hukum, kurangnya transparansi badan penegak hukum serta pelanggaran dalam proses penyidikan menghambat penyelesaian kasus ini. (oct)

Kapolri Undur Diri, Itu Baru Presisi

Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI KETIKA terlontar pernyataan ikan busuk mulai dari kepalanya, maka sekarang menjadi relevan buat kapolri membuktikan komitmen dan konsistensi pada ucapannya sendiri. Sebagai pemimpin institusi Polri, Jenderal Sigit sulistyo bukan hanya berwenang mengendalikan dan menentukan performans korps Bayangkara itu. Ia juga harus bertanggungjawab terhadap baik-buruknya kinerja kepolisian. Tak ada kegagalan dan kesalahan anak buah, kecuali berasal dari ketidakmampuan pemimpinnya. Terlepas adanya konstelasi yang menggunakan istilah perang bintang dan peran mafia dalam polri. Kasus Ferdy Sambo seperti menjadi puncak krisis dan kekisruhan yang menjadi aib bagi lembaga yang sejatinya melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Polri seakan mencapai klimaks dari runtuhnya kepercayaan publik. Meski tak bisa dipungkiri, masih banyak polisi jujur dan baik yang setia kepada rakyat dan negara. Sulit membangun citra Polri yang mengalami distorsi dan terdegradasi secara struktural, sistemik dan berlangsung masif sejak lama. Karakter yang coba dimunculkan melalui slogan prediktif, responsibility, transparan dan berkeadilan (presisi). Patut dihargai dan diapresiasi publik sebagai langkah progressif revolusioner dalam memulihkan dan mereformasi Polri. Dengan tugas berat menciptakan keamanan dan  ketertiban masyarakat serta fungsi penegakan hukum di satu sisi, di lain sisi Polri mendapat tantangan  yang tidak mudah dalam membenahi jajaran internalnya baik secara personal maupun institusional. Ada \"good will\" dan \"political will\" dari Polri memperbaiki lembaga negara yang langsung di bawah presiden itu, meski pada akhirnya menjadi hegemoni sekaligus korban politisasi dari kepentingan kekuasaan. Kasus Ferdi Sambo menggelinding menjadi titik nadir kenistaan Polri. Polri pernah menjadi fenomenal sekaligus historis karena Pak Hoegeng,  mantan kapolri yang jujur dan berwibawa. Polri juga sempat mendapat kritik, satir dan sinis dari Gusdur yang pernah menjadi presiden RI, dengan menyebut hanya ada tiga polisi yang baik yaitu Pak Hoegeng, patung polisi dan polisi tidur. Seharusnya, stigma dan stereotif itu menjadi cambuk juga effort bagi perubahan Polri yang lebih baik. Layaknya jargon revolusi mental yang digaungkan Jokowi, yang dianggap dekat dan memberikan kewenangan tak terbatas dalam sosial hukum, sosial politik, sosial ekonomi dan sosial keamanan kepada Polri. Alih-alih tampil trengginas, Polri justru tampil geragas gagal memafaatkan previlage dan menjadi anak emas presiden. Boleh jadi tereduksinya Polri menjadi representasi Jokowi yang penuh ironi dalam memimpin negara ini. Kini, Polri seperti harus menghadapi situasi dan kondisi yang berada pada \"point of no return\", untuk menyelamatkan institusi, rakyat, negara dan bangsa. Tak cukup sekedar operasi bersih-bersih diri dari polisi bertabiat penghianat dan yang menjadi irisan mafia atau oligarki. Polri yang telah menjadi bagian dari sindikasi penjahat yang membajak konstitusi dan memengaruhi politik kekuasaan. Tidak ada pilihan lain, selain merombak total personal dan sistem yang ada pada polri. Begitupun negara dan semua kewenangan yang kompeten terhadap Polri, termasuk presiden dan DPR harus berani membuang orang jahat dan menyelamatkan orang baik secara terintegrasi dan komprhensif di kesatuan korps kepolisian yang ada tanpa terkecuali. Jika ingin mendapatkan, setidaknya melihat ada peluang untuk \"blessing in the sky\" dalam rangka menghidupkan dan mengembalikan nama baik Polri di mata rakyat. Sepatutnya, Ferdi Sambo dan komplotannya, semua yang bersentuhan dengan domain interest dan konflik kepentingan internal, serta akses dan sumber cengeraman oligarki harus diamputasi.  Termasuk semua petinggi Polri yang terkontaminasi dan memainkan peran \"the invicible hand\". Jika terbukti dan valid data keterlibatannya, para mantan kapolri termasuk kapolri yang menjabat sekarang dimana kasus Ferdy Sambo menguak, mutlak diambil tindakan tegas. Khususnya Kapolri yang mustahil tidak berkomunikasi, berkoordinasi dan berkonsolidasi selama ini, dimana konspirasi kejahatatan yang menjangkiti Polri bukanlah terjadi dengan proses yang singkat dan berdiri sendiri. Demi keselamatan Polri serta demi keselamatan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Seandainya ilustrasi hewan yang tak bermoral itu bisa dipakai, bahwasanya ikan busuk dimulai dari kepala. Menjadi kehormatan, martabat dan harga diri sekaligus pertanggungjawaban moral, bagi kapolri untuk undur diri dari jabatannya.  Karena kapolri undur diri, itu baru presisi. Rasa -rasanya terlalu lama menunggu hingga Jokowi undur diri. Munjul, Cibubur - 24 Agustus 2022.

Kapolri: Sidang Kode Etik Diselesaikan dalam Sebulan ke Depan

Jakarta, FNN - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo berkomitmen bahwa pihaknya akan menyelesaikan proses sidang kode etik profesi dalam 30 hari ke depan terhadap personel Polri yang diduga melanggar.“Kami berkomitmen untuk segera bisa menyelesaikan proses sidang kode etik profesi ini dalam waktu 30 hari ke depan. Ini juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap para Terduga pelanggar,” kata Listyo Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Jakarta, Rabu.Ia mengungkapkan bahwa sebanyak 97 personel diperiksa dengan 35 personel diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri terkait kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Polri telah melakukan penempatan khusus kepada 18 personel.“Dikurangi 3 orang terduga pelanggar karena Saudara Ricky dan Saudara Ferdy Sambo dilakukan penahanan oleh Bareskrim Mabes Polri dan satu orang sedang dirawat di RS Bhayangkara (sehingga menjadi 15 personel),” tuturnya.Dalam kesempatan tersebut, Listyo juga menjelaskan hasil laporan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Khusus (Timsus), yakni diduga dilakukan perencanaan terlebih dahulu oleh Ferdy Sambo dalam kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.Adapun motif mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo dalam melakukan perencanaan peristiwa tersebut adalah kemarahan dan emosi setelah mendengar laporan dari istri Ferdy Sambo, yakni Putri Chandrawati terkait peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah, yang dianggap mencederai harkat dan martabat keluarga.“Untuk lebih jelasnya akan diungkapkan di persidangan,” kata Kapolri.Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengungkapkan bahwa Komisi III DPR ingin mengupas tuntas kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.Oleh karena itu, melalui RDP bersama Kapolri, Komisi III DPR akan mengonfirmasi kejelasan kasus hukum yang menjerat Ferdy Sambo dan menggali isu-isu lainnya yang berkaitan dengan Ferdy Sambo di tubuh Polri. (Ida/ANTARA)

DPD Sarankan Fadel Muhammad Fokus Masalah Utang BLBI Bank Intan

Jakarta, FNN – Ketua Panitia Khusus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Dewan Perwakilan Daerah (Pansus BLBI DPD) Bustami Zainudin menyarankan agar Fadel Muhammad fokus untuk menyelesaikan masalah utang BLBI Bank Intan yang belum lunas.Adapun Fadel Muhammad yang merupakan pemilik Bank Intan baru saja dicopot dari posisi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui Sidang Paripurna kedua DPD masa sidang I Tahun Sidang 2022-2023.“Dari 136 anggota DPD dalam Sidang Paripurna, 96 anggota menginginkan Fadel diganti. Dari perspektif saya, sebaiknya Pak Fadel menerima ini dan segera fokus menyelesaikan masalahnya dengan Satgas BLBI,” kata Bustami dalam resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.Ia menjelaskan Pansus BLBI DPD bekerja berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dengan demikian pada 10 Agustus 2022 Pansus BLBI DPD memanggil Fadel Muhammad untuk dikonfirmasi mengenai data Kemenkeu dan BPK terkait BLBI yang diterima Bank Intan.Dalam data Kemenkeu dan BPK, disebutkan bahwa per Desember 2020 Bank Intan masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp136,43 miliar. Namun kepada Pansus BLBI DPD, Fadel terus bersikeras bahwa masalah utang BLBI Bank Intan sudah selesai.Sayangnya, kata Bustami, pengakuan Fadel tersebut tidak didukung bukti berupa Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).\"Fadel mengklaim kasus Bank Intan terkait dengan utang BLBI sudah selesai dan bahkan sudah ada Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung (MA). Akan tetapi, data Kemenkeu menunjukkan sebaliknya sehingga kami konfrontasi soal data ini,” ungkapnya.Sementara itu Anggota Pansus BLBI DPD Darmansyah Husein menjelaskan sebagai penerima fasilitas BLBI tahun 1997-1998 lalu, Fadel yang merupakan pemegang saham Bank Intan menerima BLBI senilai Rp1,4 triliun dan para pemegang saham, termasuk Fadel, masih harus memenuhi pelunasan sebesar Rp125 miliar.“Tetapi kepada Pansus BLBI DPD, Fadel menyanggah bahwa Bank Intan menerima fasilitas senilai Rp1,4 triliun, namun mengakui menerima Rp 150 miliar dan sudah lunas. Ini artinya belum selesai karena BPK dan Kemenkeu menyatakan sebaliknya,” kata Darmansyah. (mth/Antara)

Dokumen Penerimaan Mahasiswa Baru Tiga Fakultas Unila, Diamankan KPK

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dokumen penerimaan mahasiswa baru dari penggeledahan gedung Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung (Unila).\"Diperoleh barang bukti, antara lain dokumen terkait penerimaan mahasiswa baru dan data elektronik,\" kata Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri di Jakarta, Rabu.Penggeledahan itu dilakukan tim penyidik KPK di Universitas Lampung, Bandarlampung, Selasa (23/8).\"Tim segera lakukan analisis dan menyita sebagai barang bukti untuk perkara dimaksud,\" tambahnya.KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Unila Tahun Akademik 2022.Tiga tersangka selaku penerima suap adalah Rektor Karomani (KRM), Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi (HY), dan Ketua Senat Muhammad Basri (MB); sedangkan seorang tersangka pemberi suap adalah Andi Desfiandi (AD) selaku pihak swasta.Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan KRM, yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta, dengan memerintahkan HY, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo, dan MB untuk menyeleksi secara \"personal\" terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.Apabila ingin dinyatakan lulus, maka calon mahasiswa baru dapat \"dibantu\" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan ke pihak universitas.Selain itu, KRM juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi HY, MB, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin, selaku dosen, dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM atas perintah KRM.Uang tersebut telah dialihkan dalam bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar. (Ida/ANTARA)

Cara WNA Tiongkok Memperoleh Paspor Palsu Masuk Indonesia, Didalami Imigrasi

Jakarta, FNN - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI masih mendalami cara dua orang warga negara asing (WNA) asal Tiongkok yang memperoleh paspor palsu Meksiko untuk masuk ke Indonesia.\"Itu yang lagi kami dalami. Informasi terakhir yang kami peroleh dua WNA Tiongkok ini bertransaksi di luar,\" kata Koordinator Penyidikan Keimigrasian pada Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham Hajar Aswad di Jakarta, Rabu.Aswad mengatakan pihaknya belum mengetahui siapa saja yang diduga ikut membantu menerbitkan paspor palsu Meksiko bagi dua warga Tiongkok, Chen Yongtong dan Wu Jinge.\"Saya belum tahu itu orang Indonesia atau orang asing,\" tambahnya.Dia menegaskan Ditjen Imigrasi akan berkoordinasi dengan Direktorat Intelijen untuk menelusuri dan mendalami hal tersebut, serta memastikan apakah kedua WNA Tiongkok yang masuk ke Indonesia itu terlibat sindikat tertentu atau tidak.Apabila ditemukan adanya indikasi mengarah sindikat kejahatan tertentu, lanjutnya, Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan instansi terkait lainnya akan membongkar hingga tuntas. Aswad menjelaskan pihaknya akan mendalami alasan kedua WNA Tiongkok tersebut bisa lolos saat pemeriksaan oleh petugas di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.\"Ditjen Imigrasi bersama Direktorat Intelijen akan mendalami penyebab dua WNA asal China tersebut bisa lolos dari pemeriksaan petugas,\" katanya.Namun, dari keterangan petugas di bandara, pemeriksaan terhadap Chen Yongtong dan Wu Jinge telah dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).\"Karena di sistem, visanya itu masih berlaku dan tidak ada masalah. Paspornya awalnya juga oke secara fisik. Namun, pas didalami oleh forensik dan dikonfirmasi ke kedutaan, ternyata paspornya tidak terdaftar,\" ujar Hajar Aswad.Dia menegaskan lolosnya dua WNA asal China tersebut dari pemeriksaan petugas di bandara sama sekali tidak ada unsur kesengajaan. (Ida/ANTARA)

Indonesia Perlu Tetap Waspada Meski Mampu Melewati Krisis

Jakarta, FNN - Wakil Presiden RI Ma\'ruf Amin menekankan Indonesia perlu tetap bersikap waspada meskipun telah mampu melalui krisis dengan baik, bahkan beragam pencapaian positif di berbagai sektor perekonomian.Hal itu disampaikan Ma\'ruf Amin dalam sambutannya secara daring pada Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional ISEI Tahun 2022 di Jakarta, Rabu.\"Bangsa kita patut bersyukur atas aneka pencapaian di tengah berbagai ragam persoalan, termasuk pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren positif, inflasi yang relatif terkendali, dan surplus neraca perdagangan. Sungguh pun begitu, kita wajib waspada karena aneka rintangan telah menghadang di depan mata,\" kata Ma\'ruf.Wapres menyebutkan beberapa tantangan ke depan, di antaranya pada tingkat global, inflasi di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang tembus di atas 8 persen. Sementara itu, pada tingkat domestik, sejak awal dekade 2000-an kontribusi sektor industri terhadap produk domestik bruto (PDB) terus mengalami penurunan.Untuk itu, kata Ma\'ruf, harus ada pendalaman ekonomi yang memberikan nilai tambah.\"Artinya, pendalaman ekonomi yang bernilai tambah menjadi pekerjaan rumah pada masa mendatang. Reindustrialisasi menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari,\" katanya.Dari sisi kemandirian pangan dan energi, dia memandang perlu penguatan dan pemerataan kedua sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian itu agar dapat turut mendukung pemerataan kesejahteraan di Indonesia.Dari aspek ekonomi, kata Wapres, mengejar pertumbuhan ekonomi juga harus ikhtiar dalam mewujudkan pemerataan pembangunan, yakni memastikan kehadiran infrastruktur ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan teknologi sampai ke pelosok negeri agar pertumbuhan ekonomi menyentuh semua lapisan, bukan hanya segelintir orang yang menikmatinya.Menutup sambutannya, Wapres mengingatkan kemampuan Indonesia menghadapi tantangan harus menjadi pengalaman berharga sebagai bekal menghadapi tantangan berikutnya pada masa depan.\"Sejarah memberikan pelajaran bahwa Indonesia bisa keluar dari krisis 2008 dengan baik dan perekonomian kembali berada di jalur pemulihan tahap demi tahap. Saya juga yakin perkara sosial ekonomi yang dihadapi kali ini bisa dilalui dengan baik, insyaallah, berbekal pengalaman dan pengetahuan tersebut,\" kata Wapres. (Ida/ANTARA)

Savak dan Negara Polisi

Oleh Arief Gunawan (Pemerhati Sejarah) SEJARAWAN Harry Poeze menyebut rezim Hindia Belanda (1800-1949) sebagai era Politiestaat, alias era Negara Polisi, yang oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer kehidupan pribumi kala itu dilukiskan bagaikan tinggal di sebuah Rumah Kaca. Politiestaat menekankan Rust en Orde (Ketenangan dan Ketertiban). Atas  nama jargon ini di era 1920-an polisi kolonial menindas para tokoh pergerakan kemerdekaan. Sedangkan KNIL berperan menumpas perlawanan rakyat di sejumlah daerah. Agresi Militer Pertama dan Kedua Belanda (1947-1948) yang dikecam oleh dunia internasional dihaluskan dengan istilah Aksi Polisionil. Sebuah eufemisme untuk menempatkan tokoh-tokoh seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan lainnya, seolah kriminal belaka, yang mengganggu Rust en Orde. Waktu Dinasti Pahlavi berkuasa di Iran, 1950-an sampai 1979, sistem Politiestaat dipraktekkan.   Savak (Sazeman-e Ettela’at va Amniyat-e Keshvar), alias dinas polisi rahasia dan intelijen Iran, dipakai buat menopang rezim yang lemah. Sekaligus untuk mengawasi dan menekan para tokoh kritis yang mengoreksi kesalahan pemerintah. Dinas polisi rahasia ini ditakuti karena sangat terkenal dengan kebengisannya dalam menyiksa dan mengeksekusi, serta memiliki puluhan ribu agen dengan berbagai peran.  Tatkala pecah Revolusi Iran yang berujung kejatuhan Reza Pahlavi, Savak digambarkan sebagai institusi yang paling dibenci oleh rakyat, karena membekaskan banyak trauma akibat tindakan kejam yang dilakukan. Dalam menjalankan operasinya organisasi ini dipimpin oleh seorang jenderal polisi Iran di bawah mentor  dinas rahasia CIA dan Mossad Israel. Savak yang merupakan peliharaan dinasti Pahlavi juga disebut merampas satu miliar dolar kekayaan negara yang mereka simpan di luar negeri. Bagaimana kepolisian di era kolonial Hindia Belanda ? Sejarawan Marieke Bloembergen di dalam buku “Polisi Zaman Hindia Belanda” mengatakan, orang Belanda memberlakukan Politik Etis tapi tetap ingin mempertahankan status quo dengan menggunakan polisi. Manfaat sosial polisi waktu itu cukup menonjol, selain menjaga Rust en Orde, polisi juga memastikan warga untuk menjaga kebersihan pekarangan rumah, tidak membiarkan ternak berkeliaran, menjaga ketenangan jam istirahat pada malam hari, dan peran-peran lainnya, yang menggambarkan upaya untuk mengadabkan (civilize) masyarakat sipil menurut ukuran Eropa. Pada masa itu ada banyak bentuk polisi. Antara lain cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), stands politie (polisi kota), hingga veld politie (polisi lapangan).  Sedangkan jabatan kepolisian tertinggi ialah hood agent setingkat bintara, inspecteur van politie, dan commissaris van politie yang hanya untuk orang Belanda. Golongan pribumi hanya boleh memegang jabatan tertentu seperti mantri polisi atau wedana polisi. Kecuali anak priyayi ningrat yang diberikan privilege untuk menjadi petinggi polisi. Polisi di Hindia Belanda, menurut Marieke Bloembergen, adalah produk yang lahir dari ketakutan dan kepedulian orang Belanda sendiri di Hindia Belanda.  Mereka was-was karena bagaimana pun mereka tinggal di sebuah negeri yang asing, di mana masyarakat di sekeliling mereka mempunyai budaya dan pemahaman lain terhadap komunitas kulit putih. Karena itu mereka membutuhkan polisi untuk mendapatkan rasa aman. Menurut sejarawan Margreet van Till di dalam buku “Batavia Kala Malam: Polisi, Bandit, dan Senjata Api”, saat reorganisasi kepolisian dilakukan antara 1904 dan 1916 di kalangan bumiputera untuk pertamakalinya muncul ekspresi  emansipasi politik, antara lain lahir Budi Utomo dan Sarekat Islam. Pada periode ini polisi kolonial mulai memiliki seragam secara modern, tinggal di barak-barak, mendirikan sekolah teknik kepolisian, dan semakin banyak orang Eropa yang jadi polisi.  Momentum lain ialah didirikannya PID (Politieke Inlichtingen Dienst) atau Dinas Intelijen Politik, Hindia Belanda,  yang beranggotakan para polisi.  Di masa ini untuk pertamakalinya pula diperkenalkan daktiloskopi, yaitu ilmu tentang sidik jari. Disusul pemberlakuan Wetboek van Stafrecht, alias KUHP, pada 1918. Cita-cita luhur berdirinya kepolisian nasional banyak bersumber dari para tokoh sipil yang merupakan pejuang kemerdekaan. Di antaranya Mohammad Yamin, Sutan Sjahrir, dan beberapa lainnya. Sutan Sjahrir misalnya menekankan pentingnya sebuah Polisi Negara yang berorientasi kepada keamanan sipil dengan mengedepankan humanisme. Saat meresmikan sekolah kepolisian nasional di Magelang, pada 1946,  Perdana Menteri pertama RI itu mengamanatkan hal ini kepada Kepala Jawatan Kepolisian Negara Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kapolri pertama RI). Penekanannya adalah Polisi Negara bukan Negara Polisi (Politiestaat). Polisi Negara adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dalam rangka terpeliharanya keamanan di dalam negeri. Sedangkan Mohammad Yamin tak kurang pula jasa-jasanya terhadap kepolisian nasional. Dengan pengetahuannya yang luas ia menginspirasi lahirnya konsepsi tentang Bhayangkara dan sosok Gajah Mada sebagai abdi negara yang ideal. Namun setelah gegap-gempita kemerdekaan yang melahirkan semangat dekolonisasi dan restrukturisasi terhadap kepolisian ternyata terjadi diskontinuitas.  Karena upaya untuk membentuk dan membangun organisasi kepolisian baru yang berciri humanis tidak disertai dengan perubahan fundamental.  Politisasi dan karakter militeristik malah semakin terlihat kuat saat ini. Inner world atau dunia batinnya, memakai istilah sejarawan Peter Britton, cenderung dijiwai oleh mentalitas jago.  Jago, menurut Peter Britton, adalah jawara lokal yang dalam tindakannya terhadap masyarakat dibayar oleh pihak yang punya uang. ***

Motif Tewasnya Brigadir J Dipertanyakan Anggota DPR ke Kapolri

Jakarta, FNN - Anggota Komisi III DPR RI Adies Kadir mempertanyakan terkait motif pembunuhan Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.\"Kapolri bilang tunggu sampai di persidangan. Apa yang terjadi dengan motif kasus ini membuat masyarakat menunggu,\" katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kapolri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.Dia meminta motif pembunuhan Brigadir J itu jangan sampai menjadi pertanyaan kembali di masyarakat. Di sejumlah kasus lain, menurutnya, motifnya dapat dibuka kepada masyarakat, sementara untuk kasus Brigadir J tidak disampaikan secara jelas kepada masyarakat.Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi III DPR Habiburokhman yang meminta motif penembakan Brigadir J dibuka lebih awal ke masyarakat.\"Tidak ada salahnya disampaikan awal motif dan latar belakang,\" kata Habiburokhman.Menurut dia, motif dan latar belakang kasus pembunuhan berencana itu masih menjadi pertanyaan di masyarakat. Hal itu membuat spekulasi di kalangan masyarakat hingga mengaitkan dengan dugaan keinginan untuk membongkar perkara lebih besar, termasuk soal bunker uang.Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam paparannya mengatakan motif tersangka Irjen Pol. Ferdy Sambo melakukan perbuatan tersebut karena merasa marah setelah mendengar laporan dari istrinya, Putri Candrawathi, terkait peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah. Sambo menganggap perbuatan Brigadir J mencederai harkat dan martabat keluarga. \"Untuk lebih jelasnya nanti diungkapkan di pengadilan,\" kata Listyo Sigit.Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Tim Khusus Polri telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau RR, dan asisten rumah tangga Kuwat Ma\'ruf.Kelima tersangka itu dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.Selain itu, terdapat enam perwira polisi yang diperiksa karena diduga menghalangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J atau obstruction of justice. Dari enam nama tersebut salah satunya adalah Ferdy Sambo. (Ida/ANTARA)