ALL CATEGORY

Ada Indikasi Kuat Pelanggaran HAM Dalam Kematian Brigadir J

Jakarta, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menemukan adanya indikasi kuat terjadinya pelanggaran HAM dalam kasus kematian Brigadir J khususnya yang mengarah pada obstruction of justice atau upaya penghambatan penegakan hukum.\"Makanya salah satu fokus kami misalnya soal obstruction of justice dalam konteks kepolisian itu perusakan tempat kejadian perkara,\" kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Kamis.Komnas HAM, kata dia, mendalami dan memperhatikan terkait obstruction of justice dalam kasus tersebut. Sebab apabila ditemukan, hal itu merupakan bagian dari pelanggaran HAM.\"Jadi kalau pertanyaannya saat ini banyak ditemukan indikasi adanya pelanggaran HAM khususnya soal obstruction of justice ? Indikasinya sangat kuat,\" kata dia.Ia mengatakan dalam konteks hukum biasa atau kasus kematian Brigadir J, obstruction of justice terkait dengan perusakan tempat kejadian perkara, pengaburan cerita dan lain sebagainya. Namun, dalam konteks HAM yang lebih luas mengarah kepada hambatan terhadap proses penegakan hukum.Komnas HAM, ujarnya, belum bisa menyimpulkan apakah hal tersebut terjadi atau tidak. Namun, kuat indikasi mengarah pada terjadinya obstruction of justice dalam kasus tewasnya Brigadir J dengan tersangka Bharada E, RR, KM dan Irjen Polisi Ferdy Sambo.Sementara itu, terkait pemeriksaan Ferdy Sambo, Kadiv Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo mengatakan tim khusus Polri berkoordinasi dengan Komnas HAM yang juga mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu.\"Kemudian untuk Komnas HAM, karena hari ini ada pemeriksaan Irjen FS sebagai tersangka maka fokus tim khusus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Sehingga Irjen FS, belum bisa diperiksa Komnas HAM, karena pemeriksaan tim khusus Polri sifatnya pro justitia,\" kata Dedi. (Ida/ANTARA)

Terkait Kasus Brigadir J, Polri Menyelidik Tersangka Lain

Jakarta, FNN - Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto menyebutkan tersangka penembakan terhadap Brigadir J ditetapkan empat orang, namun penyidik tim khusus Polri masih bekerja untuk menetapkan tersangka lainnya untuk kasus turunan yakni pelanggaran etik dan obstruction of justice.“Kalau untuk kasus penembakan sudah lengkap (empat tersangka). Kasus turunannya, kami tunggu Itsus (Inspektorat Khusus) sedang mendalami peran mereka,” kata Agus dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Kamis.Terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menjelaskan, kasus turunan yang dimaksudkan adalah pelanggaran etik dan menghilangkan atau menyembunyikan barang bukti (obstraction of justice) yang dilakukan oleh 31 personel Polri.Pemeriksaan ini dilakukan oleh Tim Itsus di bawah pimpinan Wakil Irwasum Polri, yang telah memeriksa sebanyak 56 orang personel Polri, di mana 31 di antaranya terbukti diduga melanggar etik karena tidak profesional dalam menangani olah tempat kejadian perkara (TKP).Selain pelanggaran etiknya, tim juga akan memeriksa pelanggaran unsur pidana yakni terkait menghilangkan dan menyembunyikan barang bukti.“Ya, tapi kalau ada pelanggaran pidana obstraction of justice akan dilimpahkan ke penyidik untuk diproses pidana,” kata Dedi.Dedi menyebutkan, saat ini kedua tim yakni tim penyidik dan tim Itsus bergerak melakukan pemeriksaan. Tim sidik memeriksa tersangka Ferdy Sambo di Mako Brimob, dan pemeriksaan terhadap tersangka Kuat Maruf di Bareskrim Polri.Kemudian, tim Itsus melakukan pemeriksaan terhadap penyidik dari Polda Metro Jaya di Mabes Polri.“Semua masih berproses rekan-rekan nanti hasilnya akan disampaikan,” kata Dedi.Penyidik tim khusus Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo yang terjadi Jumat (8/7) lalu. Keempat tersangka adalah Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf alias KM.Keempat tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati, atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (Ida/ANTARA)

Pemimpin Indonesia Harus Memiliki Kapasitas Tinggi

Jakarta, FNN - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan Indonesia memerlukan pemimpin yang memiliki kapasitas tinggi untuk menghadapi berbagai tantangan global.\"Saat ini masih terlalu jauh untuk berbicara politik 2024. Pekerjaan rumah kita masih besar dan tantangan juga masih banyak; yang jelas, pemimpin Indonesia ke depan harus memiliki kapasitas tinggi untuk menghadapi berbagai macam tantangan global,\" kata Moeldoko dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.Selain memiliki kapasitas tinggi, lanjutnya, sosok kepala negara Indonesia juga harus mampu adaptif terhadap perubahan dan berani mengambil risiko atas kebijakan yang diambil secara konstitusional.Selanjutnya, pemimpin Indonesia harus siap menghadapi kompleksitas dampak globalisasi dan siap merespons kejutan-kejutan yang akan terjadi akibat kemajuan teknologi.\"Selain harus memiliki kapasitas tinggi, pemimpin Indonesia ke depan harus siap dengan semua perubahan-perubahan,\" ujarnya.Dalam pertemuan dengan salah satu pimpinan media, mantan Panglima TNI itu juga berpesan agar media tidak terjebak dengan pemberitaan yang cepat tanpa mengedepankan kebenaran. Apalagi, saat ini sumber informasi bisa didapat dari siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. (Ida/ANTARA)

Termodinamika Politik Istilah Baru Peran Oposisi Sebagai Roda Penggerak Demokrasi

Jakarta,  FNN - Menyambut ulang tahun kemerdekaan RI ke-77, portal berita Forum News Network (FNN) menggelar diskusi publik bertajuk \"Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka Membangun Ekonomi, Politik & Hukum yang Beradab\" Kamis, 10 Agustus 2022 di aula Soho Pancoran, Jakarta Selatan. Acara yang dihadirkan secara hybrid itu dipandu oleh wartawan senior, Hersubeno Arief ini, dengan narasumber  antara lain Tamsil Linrung (anggota DPD-RI), Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), Rocky Gerung (pengamat politik), Ahmad Yani (praktisi hukum), MS Ka\'ban (mantan Menteri Kehutanan) dan sebagai keynote speaker Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti melalui rekaman video. Rocky Gerung memberikan sebuah pandangan baru terkait oposisi (pihak yang berlawanan dengan pemerintah) bahwa oposisi itu diperlukan dalam pemerintahan yang sehat  Rocky menjelaskan bahwa, oposisi adalah salah satu pilar penting dalam menggerakan roda demokrasi. Oposisi berperan sebagai pihak penegur penguasa ketika dinilai \"kebablasan\" dalam menjalankan kepemerintahan.  \"Jadi oposisi itu semacam teguran terhadap kekuasaan, oposisi itu adalah interupsi terhadap kekuasaan,\" ujarnya Rocky juga menjelaskan bahwa adanya kesamaan antara oposisi dengan teori fisika termodinamika ke-2, dimana baik elemen panas maupun oposisi sama-sama memindahkan satu energi positif dari satu dimensi ke dimensi lain.  \"Jadi sekali lagi, kita mau mengucapkan \'oposisi\' karena hanya dengan cara itu kita bisa mentransfer energi kita pada masa depan, ber oposisi artinya kita menabung harapan untuk masa depan,\" ujarnya. Mantan pengajar filsafat di FIB Universitas Indonesia itu menambahkan bahwa karena adanya kesamaan antara fisika dengan politik, maka dapat kita sebut bahwa \"Oposisi\" adalah termodinamika dalam politik.  Diskusi ini dibuat dengan tujuan untuk mengingatkan kembali masyarakat terhadap perjalanan panjang bangsa Indonesia yang genap berumur 77 tahun sejak kemerdekaanya. (hab)

Kebijakan APBN Tidak Pro Rakyat

Lalu, dari sisi belanja, realisasinya sudah mencapai Rp 1.444,8 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.031,2 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 413,6 triliun. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies KETIKA dibutuhkan defisit untuk meringankan beban ekonomi rakyat, APBN 2022 malah dibuat surplus: menahan belanja negara, menahan subsidi yang dibutuhkan rakyat, dan bangga pula? Penerimaan naik 21,2%, belanja hanya naik 13,7%? Membuat APBN surplus, atau defisit, itu tidak diperlukan keahlian khusus, tinggal menyesuaikan belanja negara. Yang diperlukan keahlian khusus itu adalah terkait masalah sosial APBN, apakah belanja negara tersebut adil bagi masyarakat, khususnya yang berpendapatan rendah? Cobalah kita lihat berita berikut. Melansir Kontan.co.id, Senin (08 Agustus 2022 13:22 WIB), Kemenkeu mencatat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 masih menunjukkan surplus hingga akhir Juli 2022, yakni sebesar Rp 106,1 triliun. Angka tersebut setara 0,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, surplus APBN tersebut terjadi karena  pendapatan negara masih tumbuh cukup baik. Hingga Juli 2022 pendapatan negara tercatat mencapai Rp 1.551 triliun dan belanja negara sudah terealisasi sebesar Rp 1.444,8 triliun. “(Surplus terjadi) karena karena pendapatan negara yang tumbuh cukup baik, sehingga sampai Juli 2022 APBN kita masih menghadapi surplus, bukan defisit,” tutur Febrio dalam agenda Tanya BKF: Capaian Perekonomian dan Mitigasi Risiko Global ke Depan, Senin (8/8/2022). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga semester I tahun 2022 dalam kondisi yang sangat baik dengan mencatatkan surplus sebesar Rp 73,6 triliun atau 0,39% dari produk domestik bruto (PDB). Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Kamrussamad mengingatkan, meski APBN hingga Semester I-2022 mengalami surplus, namun pemerintah harus mencermati tekanan fiskal yang akan dihadapi seiring ancaman inflasi global, tren kenaikan harga minyak dunia dan tren kenaikan harga makanan akibat krisis pangan. “APBN semester I memang surplus Rp 73,6 triliun. Ini didorong oleh kenaikan penerimaan pajak, cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tapi, kondisi surplus ini juga karena memang penyerapan belanja pemerintah masih rendah. Artinya, ini juga menandakan perputaran APBN di ekonomi domestik masih minim,\" ujar Kamrussamad dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kontan.co.id, Kamis (28/7/2022). Ia menambahkan, di kuartal akhir, penyerapan belanja akan tinggi karena proses birokratis anggaran siklusnya demikian. Namun, yang lebih penting adalah pemerintah perlu mengantisipasi kenaikan subsidi akibat ancaman inflasi dan kenaikan harga minyak dunia yang trennya mengalami peningkatan. “Pada perdagangan selasa kemarin, misalnya, harga minyak dunia naik kembali dua dollar. Realisasi penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar juga sudah melampaui 50% dari kuota sejak awal tahun sampai 20 Juni 2022. Kalau begini, tekanan fiskal di kuartal mendatang sudah di depan mata,” katanya. Kamrussamad menyebutkan, saat ini, anggaran belanja subsidi tadinya adalah Rp 207 triliun, namun dikarenakan konsumsi energi yang meningkat, maka subsidi bisa mencapai Rp 284,6 triliun bahkan lebih. Jika harga minyak terus naik maka akan berdampak pada subsidi yang disalurkan pemerintah. \"Belum lagi dengan ancaman krisis pangan. Tren kenaikan harga pangan akan berlanjut dipengaruhi tren tingginya harga pupuk, gangguan rantai pasok akibat perang di Ukraina,\" katanya. Adapun dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022, defisit APBN 2022 diturunkan menjadi Rp 840 triliun atau 4,5% dari PDB. Sedangkan sebelumnya dirancang Rp 868 triliun atau 4,85%. Lebih lanjut, Febrio menyebutkan, realisasi pendapatan negara hingga Juli tumbuh 21,2% jika dibandingkan periode sama tahun lalu. Sedangkan belanja negara naik 13,7% dari periode sama tahun lalu. Ia merinci, pendapatan negara hingga Juli 2022 terdiri dari, penerimaan perpajakan senilai Rp 1.213,5 triliun atau tumbuh 24,4% yoy dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 337,1 triliun atau meningkat 11,4% yoy. Kemudian,  penerimaan perpajakan diperoleh dari dari penerimaan pajak yang meningkat 25,8% yoy atau Rp1.028,5 trilun. Serta penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp185,1 triliun atau meningkat 17,7% yoy. Lalu, dari sisi belanja, realisasinya sudah mencapai Rp 1.444,8 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.031,2 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 413,6 triliun. Febrio bilang, meski saat ini terjadi surplus secara terus menerus,  APBN akan tetap mengalami defisit meski pendapatan diperkirakan terus tumbuh. Ini karena belanja negara juga akan terus meningkat, termasuk pembayaran subsidi dan kompensasi BBM dan listrik. “Sehingga proyeksi defisit APBN akan tetap ke arah 3,92% dari PDB pada tahun 2022 atau lebih baik,” imbuhnya. (*)  

Rocky Gerung: Kejahatan Ekonomi-Politik Bisa Disembunyikan dari CCTV, namun Tidak Bisa dari Akal Sehat

Jakarta, FNN – Pengamat politik Rocky Gerung menegaskan bahwa bangsa ini belum merdeka secara ekonomi maupun politik. Secara ekonomi, masih banyak orang miskin sedangkan secara politik bangsa ini belum merdeka dari jeratan presidential threshold 20 persen. “Kesimpulan saya adalah bahwa Indonesia tidak merdeka, baik secara ekonomi dan secara politik. Hal ini dikarenakan kejahatan ekonomi-politik dapat disembunyikan dari CCTV, namun tidak dapat disembunyikan dari kecerdasan akal,” katanya dalam diskusi publik bertemakan \"Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka, Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab\" di aula Soho Pancoran, Jakarta Selatan yang digagas oleh portal berita Forum News Network (FNN) Rabu (10/08/22). Rocky juga mengaitkan permasalahan di istana dengan teori fisika thermodinamika. Dikatakan Rocky bahwa oposisi itu penting karena itu merupakan teguran atau interupsi terhadap kekuasaan. Selain Rocky, beberapa pembicara yang hadir antara lain H.A.A. LaNyalla Mahmud Mattalitti (Ketua DPD RI), Tamsil Linrung (anggota DPD RI), Rocky Gerung (pengamat politik), Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), MS Kaban (manten Menteri Kehutanan), dan Ahmad Yani (praktisi hukum). Acara yang berlangsung selama 4 jam itu dipandu oleh dua wartawan senior FNN, Hersubeno Arief sebagai moderator dan Agi Betha sebagai MC.   \"Jadi, kalau hari ini kita melakukan refleksi 77 tahun Indonesia merdeka dengan tonggak Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi tidak nyambung lagi, karena negara proklamasi sudah bubar sejak tahun 2002 karena pergantian konstitusi yang dilakukan di tahun 1999 sampai 2002 telah memenuhi unsur-unsur pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945 karena telah menghilangkan nilai perjanjian luhur bangsa Indonesia,\" ujar LaNyalla dalam pidato yang disampaikan secara daring sebagai topik pembahasan pada diskusi publik ini. Tamsil Linrung menanggapi refleksi 77 tahun Indonesia berdasarkan relevansi tujuan bernegara yang terlampir pada mukadimah UUD 1945. Tamsil menyoroti ketidaksetaraan kehidupan masyarakat dengan isi tujuan negara dengan merefleksikannya melalui kondisi masyarakat Indonesia. Selain itu, faktor lainnya datang dari pengaruh oligarki yang mana ditempatkan pada masa keemasan di negara ini. Tamsil juga menyampaikan adanya harapan terjadi reformasi ketika suatu konstitusi kebablasan saat menangani permasalahan. Sementara praktisi hukum Ahmad Yani, menyinggung dari sisi hukum bahwa adanya kontradiksi dalam batang tubuh UU mengenai liberalisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar UUD negara Indonesia. Yani juga menyentil soal konstruksi lembaga negara dan produk undang-undang yang perlu dikaji ulang. Dalam kesempatan ini, Yani juga mengharapkan agar struktur institusi dapat ditata ulang sehingga berbagai permasalahan yang sedang dihadapi, seperti kasus FS, KM50, dan Djoko Tjandra dapat diselesaikan oleh institusi yang terlibat sesuai dengan prosedurnya. Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban merujuk pada pendapat LaNyalla dan Yani bahwa batang tubuh UU yang berubah, sedangkan pembukaan adalah tekad niat negara Indonesia. Kaban mengaitkan pada persoalan sejarah orde baru hingga masa reformasi. Keunggulan partai-partai yang tidak reformis sehingga terjadi perubahan UUD yang tidak sesuai dengan mekanisme. Kaban juga mempertanyakan pertanggungjawaban presiden dan berpesan agar masyarakat memahami keadaan politik di Indonesia, terutama generasi muda. “Enak banget jadi presiden sekarang, tidak ada pertanggungjawaban di akhir jabatan,” katanya heran. Dari sudut pandang ekonomi, Ichsanuddin Noorsy membahas kecemasan masyarakat. Kecemasan yang berkaitan dengan ekonomi itu dibagi menjadi periode masa Soekarno hingga tahun 1998 dan masa Habibie sampai Joko Widodo. Kesimpulan yang disampaikan adalah Indonesia belum merdeka. Dalam bahasannya, masyarakat harus dapat menerima 5-I, yaitu dapat menerima invasi, intervensi, infiltrasi, interferensi, dan tidak perlu takut untuk intimidasi. Ichsanuddin juga membahas utang yang dimiliki di setiap periode kepresidenan yang berdampak pada masalah struktural. Diskusi publik berlangsung selama hampir 4 jam dan ditutup dengan sesi tanya jawab dari peserta diskusi. Pertanyaan dijawab oleh setiap pembicara dari masing-masing perspektif. Di kesempatan terakhir, moderator berharap dengan diselenggarakan diskusi ini, segala materi yang disampaikan dapat bermanfaat bagi seluruh peserta yang hadir. Acara dimulai sekitar pukul 14:30 hingga 17.30 WIB dan juga disiarkan secara daring melalui kanal Youtube FNN TV. (oct)

Refleksi 77 Tahun Kemerdekaan RI, Inilah Masa Keemasan Oligarki

Jakarta, FNN –  Bangsa Indonesia seharusnya menikmati kemerdekaan secara nyata. Merdeka dari kebodohan, kesengsaraan, kemiskinan, dan cengkeraman oligarki. Peran tinggi yang menjadikan kesenjangan sosial merajalela disebabkan oleh kekuasaan oligarki. Maka, kita harus kembali serius mengenai ketatanegaraan kita. Demikian disampaikan anggota DPD RI 2019-2024 mewakili Sulawesi Selatan, Drs. H Tamsil Linrung saat menjadi narasumber dalam acara diskusi publik dengan tema ‘Refleksi  77 Tahun Indonesia Merdeka Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab,’ yang digagas Forum News  Network (FNN) di aula Soho Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (10/08). “Kita harus serius mengenai kajian ketatanegaraan kita, UUD sekarang bukan 1945 tetapi 2002, karena itu kalau kita mau melakukan refleksi 77 tahun Indonesia, apa yang selama ini dikawal FNN tidak relavan, karena isi dari mukadimah UUD RI 1945 salah satunya membahas mengenai ‘mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap masyarakat dan tumpah darah Indonesia, mensejahterahkan masyarakat umum. Namun, faktanya semua ini kita semakin jauh dari lapangan, survei membuktikan kesenjangan,” tegasnya. Tamsil merasa prihatin lantaran adanya ketidaksetaraan politik dan bagaimana kehidupan masyarakat semakin jauh dari sejahtera, serta angka kemiskinan semakin bertambah. Ada kondisi di mana masyarakat masih banyak yang kelaparan, mereka hanya mengkonsumsi nasi dan garam, lalu ada beberapa aktivitas masyarakat yang tidak menghasilkan. Sungguh sangat menyedihkan apabila berpendidikan tinggi tetapi tidak punya pekerjaan, ini merupakan tujuan awal untuk mengembalikan makna bernegara. Problem hari ini lanjut Tamsil adalah masalah kekuasaan oligarki yang sangat kuat. Pemimpin Indonesia kehausan jabatan. Semua berada di bawah cengkraman oligarki. Negeri ini terlalu memanjakan dan menempatkan oligarki. Maka, masa keemasan tumbuh subur di Indonesia di tahun ini juga. “Tema yang dicanangkan yaitu mengenai Ekonomi, Politik, dan Hukum yang menjadi fokus dan berada dalam lingkup DPD RI, adalah untuk mengembalikan kedaulatan ke masyarakat,” jelasnya. Menurut Tamsil, ketidaksesuaian juga berdampak pada kondisi saat ini, yang mencanangkan pemilu. Pada dasarnya, spirit dari tonggak reformasi dahulu menggaungkan bahwa presiden tidak lebih dari tiga periode. Merujuk pada Putusan MK sebelum proglegnas DPD RI memprioritaskan apa yang menjadi bahasan UU RI Tahun 2017 Pasal 222, mengenai Presidential Threshold yang kalau dirangkai UUD 1945 Pasal 6A Ayat (2) mengenai paket-paket calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Kedua pasal tersebut, kata Tamsil benar-benar tidak sejalan. Karena kondisi krisis kepemimpinan (Pemilu) menjadi penghambat kedaulatan yaitu adanya angka 25% mandat partai atau gabungan partai. Sudah saatnya kepemimpinan kembali mengambil dasar-dasar nilai keutamaan yang ada pada UUD 1945 dengan addendum. Tamsil dan DPD RI mengajak masyarakat terus mengawal apa yang seharusnya makna dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Acara ini dilaksanakan oleh portal berita Forum News Netwotk (FNN) pada Rabu, 10 Agustus 2022, bertempat di Gedung Soho lt. 9, Jl. MT Haryono, Pancoran, Tebet, Jakarta Selatan. Acara berlangsung mulai dari pukul 13.00 hingga 17.00 dengan pembicara kunci AA LaNyalla Mahmud Mattaliti (Ketua DPD RI), Tamsil Linrung (Ketua Kelompok DPD untuk MPR RI), Rocky Gerung (pengamat politik),  Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), mantan Menteri Kehutanan MS Kaban, dan Ahmad Yani (praktisi hukum). Acara ini dipandu  oleh wartawan senior FNN Harsubeno Arief. (ind)

Refleksi 77 Tahun Kemerdekaan Indonesia, LaNyalla: Tujuan Bernegara Sudah Dihapus Total Sejak 2002

Jakarta, FNN – Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk memberikan dukungan kepada negara dan bangsa ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satunya dengan mengajak masyarakat untuk mengetahui isu-isu dan situasi dalam negara serta memikirkan dan bertindak mencari  solusinya. Sebagai bentuk kepedulian atas kondisi bengsa yang semakin memprihatinkan, Forum News Network menyelenggarakan diskusi publik dalam rangka memperingati HUT RI  ke-77 yang berjudul \"Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka, Membangun Ekonomi, Politik dan Hukum yang Beradab\". Acara ini dilaksanakan pada Rabu, 10 Agustus 2022, bertempat di Gedung Soho lt. 9, Jl. MT Haryono, Pancoran, Tebet, Jakarta Selatan. Acara berlangsung mulai dari pukul 13.00 hingga 17.00 dengan pembicara kunci AA LaNyalla Mahmud Mattaliti (Ketua DPD RI), Tamsil Linrung (Ketua Kelompok DPD untuk MPR RI), Rocky Gerung (pengamat politik),  Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), Ahmad Yani (praktisi hukum) dan MS Kaban (mantan Menteri Kehutanan). Acara ini dipandu oleh Harsubeno Arief, selaku Dewan Redaksi FNN. Sebagai pembicara kunci dalam acara , LaNyalla mengatakan bahwa bangsa Indonesia sudah tidak bisa merefleksikan kemerdekaan dengan uji cita-cita dan tujuan bangsa. \"Karena sangat jelas cita-cita dan tujuan nasional yang terdapat di dalam Pembukaan serta Pancasila sudah tidak nyambung lagi dengan isi pasal-pasal di dalam konstitusi itu,\" papar LaNyalla. \"Lebih parah lagi naskah penjelasan undang-undang Dasar 1945 yang sangat terang benderang untuk menjelaskan bagaimana mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional negara ini resmi dihapus total sejak tahun 2002,\" tambahnya. Hal itu bermula pada 13 November 1998 Tap MPR XVIII/MPR/1998 telah mencabut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai materi pendidikan ideologi yang diterapkan melalui penataran P4 dengan pertimbangan karena Materi muatan dan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara. Dengan tegas LaNyalla mengatakan bahwa sumber masalah yang terjadi lantaran terjadinya amandemen UUD 1945 yang ugal-ugalan. \"Inilah pangkal dari semua persoalan yang semakin membuat Indonesia karut marut karena penghilangan Pancasila sebagai identitas konstitusi dilakukan secara malu-malu tapi mau atau malu-malu kucing, sehingga kita menjadi bangsa yang memalukan karena terhina untuk selalu meminta-minta pinjaman dan utang,\" tegasnya. Di akhir pernyataannya, LaNyalla berdoa untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, juga mengajak untuk selalu bersatu. \"Marilah kita satukan tekad untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar dengan cara addendum sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm agar Indonesia kembali dengan sistemnya sendiri,\" ucapnya sambil terisak menahan kesedihan. Tujuan digelarnya acara ini, untuk mengingatkan kembali kepada rakyat tentang keadaan Indonesia sejak kemerdekaan hingga kini. Selain itu juga untuk mengingatkan bahwa Indonesia sekarang sedang berada dalam kondisi kritis, serta membuka wadah aspirasi bagi masyarakat. (fik)

Ichsanuddin Noorsy: Ada Tiga Hal yang Menandai Indonesia Belum Merdeka

Jakarta, FNN – Menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, masyarakat antusias memasang bendera dan umbul-umbul. Sesungguhnya jika ditelaah lebih dalam, tujuh puluh tujuh tahun Indonesia dilahirkan, akan tetapi Indonesia masih belum merdeka. \"Saya mulai dengan cerita era Soekarno. Sebenarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949 itu adalah asal muasal Indonesia dijajah. Jadi, setelah merdeka, habis-habisan bertahan, aksi militer satu, aksi militer dua. Maka sejak KMB 27 Desember 1949 melahirkan Republik Indonesia Serikat (RIS) maka sesungguhnya hingga saat ini Indonesia masih belum merdeka,\" kata pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy dalam diskusi publik \'Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab\' yang diselenggarakan oleh Forum News Network (FNN) di aula lantai 9 Soho Pancoran, Jakarta Selatan (10/8/22). Dalam pandangan Ichsan – panggilan akrabnya -  bahwa ada tiga hal yang menandai Indonesia belum merdeka. \"Pertama adalah Indonesia ingin tetap tertib mempertahankan birokrasi di perusahaan-perusahaan asing. Yang kedua, Indonesia diminta untuk mematuhi ketentuan ekonomi dan keuangan yang ditetapkan oleh IMF. Dan yang menarik adalah ketiga, bahwa Indonesia diminta untuk melunasi utang pemerintah Hindia Belanda sebesar 4,5 miliar gulden. Padahal utang itu dibuat dalam rangka Belanda menyerang Indonesia,\" paprnya. Ichsan mengartikan ketiga hal itu sebagai bentuk penundukan dan penerimaan terhadap invasi, intervensi, infiltrasi, interferensi, dan intimidasi. Dalam upaya melawan penjajahan tersebut, mantan anggota DPR RI tersebut mengatakan bahwa Soekarno membatalkan perjanjian KMB pada 1956. \"Padahal KMB adalah salah satu wujud intervensi, invasi, infiltrasi, interferensi, dan intimidasi, dibatalkan oleh Soekarno. Apa artinya? Soekarno tidak ingin membayar utang yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, Soekarno tidak mau menjadi anggota IMF, dan Soekarno tidak ingin perusahaan-perusahaan Belanda mengeruk habis harta. Maka dilakukanlah nasionalisasi,\" jelas Ichsanuddin. Faktor ekonomi yang begitu disoroti oleh Ichsanuddin Noorsy menjadi faktor yang sangat menentukan masa depan. Bahkan Ichsanuddin memaparkan kemungkinan terjadi atau tidaknya sebuah krisis ekonomi. Dan pada akhir pernyataan, Ichsanuddin yang pernah menjadi wartawan itu mengajak untuk menjalankan visi dan misi bangsa Indonesia. \"Kita kembali ke dalam visi dan misi Indonesia. Visi Indonesia adalah Indonesia yang bebas, merdeka, berdaulat, adil, dan makmur, alinea kedua Undang-undang Dasar. Dan misinya adalah aliena keempat,\" pungkasnya. Selain Ichasnuddin Noorsy, pembicara yang hadir dalam diskusi tersebut antara lain anggota DPD RI, Tamsil Linrung, mantan Menteri Kehutnana MS Kaban, dan pengamat politik Rocky Gerung, praktisi hukum Ahmad Yani dengan moderator Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti hadir dalam bentuk rekaman video menyampaikan keynote speaknya. Di ujung pidatonya, LaNyalla tampak ingin menangis menahan kesedihan dan kekecwaaan yang mendalam menyaksikan perjalanan bangsa Indonesia. (rac)

Pelajaran Berharga Ferdy Sambo

Mahfud menegaskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit sudah menjelaskan masih ada 28 anggota polisi lain yang akan diperiksa terkait pelanggaran etik dari total 31 orang di kasus penembakan Brigadir J. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies SEBUAH pelajaran sangat berharga, jangan sewenang-wenang saat berkuasa. Siapapun bisa jatuh tanpa terduga. Pelaku kejahatan akan mendapat balasan setimpal. Semoga eksekutif, legislatif dan yudikatif belajar dari peristiwa ini: jalankan tugas demi keadilan. Apakah eksekutif, legislatif, yudikatif sudah menjalankan tugas dengan adil, untuk kepentingan rakyat banyak? Apakah Omnibus Law, IKN adil? Apakah pengelolaan SDA, penanganan hukum dan korupsi, sudah adil? Apakah PT 20% adil? Kalau belum, segera perbaiki! Jangan sampai terlambat. Melansir CNN Indonesia, Rabu (10 Agu 2022 07:10 WIB), mantan Kepala Divisi dan Profesi Pengamanan (Kadivpropam) Polri Irjen Ferdy Sambo dijerat pidana dengan ancaman hukuman mati usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Sambo dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto 56 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun. “Penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” kata Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa (9/8/2022). Komjen Agus menyebut bahwa aksi dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J terhadap Putri Chandrawati besar kemungkinan tidak terjadi. Hal tersebut disampaikan Agus pasca Tim Khusus mengumumkan bahwa tak ada fakta tembak-menembak antara Brigadir J dan Bharada E di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga 46 Jakarta Selatan itu. Sehingga kepolisian menerapkan jerat dugaan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam pasal 340 KUHP. “Kalau Pasal 340 KUHP diterapkan, kecil kemungkinannya itu (pelecehan oleh Brigadir Yosua),” ujar Komjen Agus kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa (9/8/2022). Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya masih mendalami motif penembakan yang menewaskan Brigadir J. “Motif, saat ini sedang dilakukan pendalaman terhadap saksi-saksi dan juga terhadap ibu Putri. Jadi saat ini belum bisa kita simpulkan namun yang pasti ini jadi pemicu utama terjadinya pembunuhan untuk apa kesimpulannya tim saat ini terus bekerja,” terangnya. Listyo Sigit memastikan, Sambo melakukan penembakan dengan senjata milik Brigadir J berkali-kali ke dinding untuk merekayasa agar terkesan telah terjadi tembak-menembak. Dalam kasus ini, Polri telah menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Mereka ialah Bharada E alias Richard Eliezer, Bripka RR alias Ricky Rizal, KM alias Kuat serta Irjen Pol Ferdy Sambo. Bharada E dijerat dengan Pasal 338 Jo 55 dan 56 KUHP. Sementara itu, tiga tersangka lainnya termasuk Irjen Ferdy Sambo dikenakan Pasal 340 Sub 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP. Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan motif Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J merupakan persoalan sensitif. Dia mengatakan alasan yang mendasari perintah penembakan itu belum bisa diungkap ke publik. “Yang penting sekarang telurnya sudah pecah, itu yang kita apresiasi dari Polri. Soal motif, hanya boleh didengar orang dewasa yang nanti dikonstruksi Polisi,” kata Mahfud di Kemenko Polhukam, Selasa (9/8/2022). Mahfud menegaskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit sudah menjelaskan masih ada 28 anggota polisi lain yang akan diperiksa terkait pelanggaran etik dari total 31 orang di kasus penembakan Brigadir J. “Kalau ditemukan etik itu berhimpitan dengan pidana. Misalnya, ketika dia mencopot CCTV, itu bukan sekadar tidak profesional tapi sengaja agar terjadi hilangnya jejak ya, bisa dipidana juga. Kita tunggu. Yang penting sekarang telur pecah dulu,” tegas Mahfud. (*)