ALL CATEGORY
Selamat Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dirgahayu NKRI Ke-77
Pak SBY dan Mas AHY (Agus Harymurti Yudhoyono), saya percaya didikan dari AMN atau AKABRI Magelang bisa mewujudkan dengan perbuatan “NKRI Harga Mati”. Oleh: Widi Agus Pratikto, Guru Besar ITS Surabaya ATAS Rachmat Allah, serta perjuangan dan pengirbanan Rakyat Indonesia maka Kita Merdeka. Kemerdekaan diperoleh dengan pengorbanan luar biasa dari seluruh rakyat NKRI. Indonesia kini sedang sakit dan tidak biasa. Kedepan Tokoh Nasional dan Tokoh Partai akan menentukan arah negara dan bangsa.. Ibu Megawati, Pak SBY, Pak Prabowo, Pak A Syaichu, Pak Surya Paloh, dan lainnya, mohon kiranya mengutamakan NKRI kedepan, daripada memikir diri sendiri atau partainya. Saya Widi Agus Pratikto, pernah membantu Ibu Megawati, Bapak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Bapak Djoko Widodo melalui Kementerian Kelautan dan Kementerian Luar Negeri. Mohon berkenan Ibu dan Bapak sekalian bisa meneropong ke depan mengenai permasalahan bangsa dan negara Indonesia. Bapak Djoko Widodo dan Bapak Prabowo Subianto – Rival dan Kawan – juga dahulu kami pernah mendukung. Kami ketemu Pak Prabowo di Pulau Madura. Kami membantu Pak Djokowi dalam forum Internasional bersama sahabat-sahabat di Kementerian Luar Negeri. PNG, Solomon, Vanuatu dan lain-lain adalah bahagian dunia ke depan yang harus memperoleh atensi Indonesia. Mohon Bapak dan Ibu sekalian bisa Berperan “Madeg Pandito”, sehingga Indonesia bisa mengedepankan Kemaslahatan Rakyat NKRI. Wabil khusus untuk Bapak Prabowo, sekarang Menteri Pertahanan NKRI, sehingga memahami betul situasi NKRI, kami mohon dengan hormat Bapak berkenan menjadi Guru Politik dan Negara untuk kita semua. Pak Surya Paloh, penyemangat bangsa sudah waktunya Bapak memegang janji-janjinya guna meng-implementasikan kebaikan untuk NKRI. Pak Achmad Syaichu, senang kiranya Bapak mengawal dengan Istiqomah PKS yang selalu mengetengahkan Amar Makruf Nahi Munkar. Pak SBY dan Mas AHY (Agus Harymurti Yudhoyono), saya percaya didikan dari AMN atau AKABRI Magelang bisa mewujudkan dengan perbuatan “NKRI Harga Mati”. Mohon doa Para Sahabat, para Paderi, Para Alim Ulama, Para Tokoh Bangsa dan Tokoh Agama kita jaga pada 2024 menjadi Perwujudan Pengorbanan Kita untuk NKRI. Semoga Allah Taala, menijabahi Permohonan kami dan kita semuanya. Aamiin Yaa Robbal Alamin. Salam Sehat dan MERDEKA! Surabaya, 16 Agustus 2022. (*)
Pimpinan 3 Matra TNI Diskusikan Stabilitas di Jeda Sidang Tahunan MPR
Jakarta, FNN - Tiga pimpinan matra TNI ketika jeda Sidang Tahunan MPR/DPR 2022 mendiskusikan soal upaya merealisasikan harapan Presiden RI Joko Widodo yang meminta agar terciptanya stabilitas nasional. \"Beliau-beliau berdiskusi untuk bagaimana dapat merealisasikan harapan Presiden yang meminta agar terciptanya stabilitas nasional, apalagi sebentar lagi sudah memasuki tahun pemilu,\" kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Tatang Subarna dalam keterangan di Jakarta Selasa. Dalam diskusi tersebut, kata dia, ketiga perwira tinggi bintang empat itu memastikan akan terus berkolaborasi dengan apik untuk memastikan terjaganya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal itu, lanjut dia, mengingat Presiden Jokowi juga berpesan agar jangan sampai terjadi lagi polarisasi di berbagai sektor kehidupan. \"Tiga matra TNI siap membantu untuk memperkuat konsolidasi nasional seperti yang diamanatkan Presiden. TNI akan terus berjuang demi persatuan dan kesatuan bangsa dan rakyat Indonesia,\" kata Tatang. Ketiga pimpinan matra TNI, menurut dia, tampak kompak pada momen Hari Ulang Tahun Ke-77 Republik Indonesia. Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurrahman, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Yudo Margono, dan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Fadjar Prasetyo berkumpul usai menghadiri Sidang Tahunan MPR dalam rangka HUT Ke-77 RI. Di sela-sela kegiatan di gedung parlemen, Kasad, Kasal, dan Kasau bercengkerama menghabiskan waktu bersama di kediaman Kasad di kompleks Pati, Kuningan, Jakarta, Selasa (16-8-2022). Menurut Kadispenad Brigjen TNI Tatang Subarna, pertemuan ketiganya berlangsung dengan hangat. Sambil berbincang santai, mereka juga turut berdiskusi mengenai pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disampaikan dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR. (Ida/ANTARA)
Kemerdekaan dan Maqashid As-Syari’ah
Saya akhiri dengan mengingatkan kita semua bahwa esensi dasar dari Kemerdekaan itu ada pada deklarasi “Laa ilaaha illa Allah-Muhammad Rasulullah”. Oleh: Imam Shamsi Ali, Warga Indonesia, Imam di kota New York dan Presiden Nusantara Foundation USA BANGSA Indonesia kembali menyambut hari ulang tahun RI dengan riang dan penuh semangat. Beragam aktivitas dipersiapkan. Dari upacara bendera pada hari H hingga berbagai perlombaan menjelang hari peringatan peristiwa penting bangsa ini. Di tengah kegembiraan ini tentu ada baiknya kita bersama kembali merenungi makna dan hakikat dari Kemerdekaan yang kita rayakan. Hal ini menjadi penting agar perayaan itu tidak menjadi sekedar acara seremonial tahunan yang membawa kehampaan. Kemerdekaan dalam pertimbangan Maqashid as-Syaria’ah. Maqashid As-Syari’ah atau hal-hal yang dituju atau yang ingin dicapai dengan Syari’ah Islam menjadi sangat penting dalam membicarakan kemerdekaan. Urgensi ini minimal karena dua alasan: Pertama, karena memang Syari’ah seringkali dipahami secara literal dan sempit, baik oleh sebagian Umat Islam maupun non Muslim. Akibatnya Syariah seringkali menjadi momok yang menakutkan banyak orang. Kedua, untuk menyampaikan bahwa Syariah justru berbalik dari sangkaan sebagian yang masih memandangnya dengan pandangan negatif. Satu diantaranya seolah Syariah itu bertentangan dengan HAM, termasuk kebebasan. Padahal Syariah justru sebenarnya “jalan untuk tegaknya HAM dan kebebasan”. Jika kita ambil garis lintas, Maqashid as-Syariah dan Kemerdekaan tersebut merupakan dua entitas yang senyawa. Semua elemen atau anasir Maqashid as-Syariah secara mendasar juga menjadi tujuan utama dari deklarasi kemerdekaan. Yang berbeda hanya pada kisaran teknikalitas untuk mencapai tujuannya masing-masing. Sebagaimana disepakati oleh para Ulama Islam, khususnya para ahli di bidang hukum Islam atau Syariah, ada lima tujuan utama dari penerapan hukum Islam yang lebih dikenal dengan istilah Maqashid as-Syariah. Ketujuh tujuan itu adalah: Hifzul hayaah (menjaga kehidupan); Hifzu ad-diin (menjaga agama); Hifzul ‘Irdh (menjaga kehormatan); Hifzul ‘aqal (menjaga akal); Hifzun nasl (menjaga keturunan). Jika kita kaitkan dan coba pahami makna Kemerdekaan dengan memakai kacamata Maqashid as-Syariah ini maka akan ditemukan sebuah pemahaman hakikat Kemerdekaan yang begitu dalam dan sempurna. Mungkin banyak yang belum sempat memikirkan betapa agama secara umum dan Syariah secara khusus memiliki ikatan makna dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sangat wajar jika tujuan Kemerdekaan sesungguhnya memiliki ikatan yang kuat dengan Maqashid as-Syariah itu. Merdeka Itu Hidup Jika merujuk pada tujuan pertama Syariah, yaitu menjaga kehidupan, maka sejatinya Kemerdekaan itu juga merupakan bagian dari esensi kehidupan. Orang yang tidak merdeka sesungguhnya secara esensi sedang mengalami kematian. Dan karenanya memperjuangkan Kemerdekaan itu adalah juga memperjuangkan lehidupan. Maka lebih jauh dapat dipahami bahwa mereka yang rela dijajah atau diperbudak, sebenarnya mereka sedang kehilangan kehidupannya yang hakiki. Itulah yang menjadikan Bilal bin Rabah merasa lebih nyaman dan kuat di saat telah masuk Islam karena dengan Laa ilaaha illa Allah. Bahkan di saat-saat tersiksa sedemikian dahsyatnya. Berbicara tentang kehidupan tentu bukan sekedar karena bernafas. Makna kehidupan di sini juga mencakup ekonomi dan segala yang terkait dengannya. Karenanya tujuan Syariah menjaga kehidupan juga tidak terlepas dari pentingnya menjamin kehidupan perekonomian manusia. Demikian hendaknya kemerdekaan juga mutlak dipahami sebagaj hadirnya jaminan ekonomi bagi warga negara. Jangan sampai di satu sisi ada pengakuan Kemerdekaan. Tapi di sisi rakyat tidak merasakan jaminan ekonomi itu. Merdeka Itu Beragama Merujuk kepada pokok kedua dari Maqashid as-Syariah maka sejatinya merdeka itu tidak bisa dipisahkan dari agama/keyakinan (religion/faith). Beragama itu adalah bagian dari kehidupan manusia yang integral. Dalam bahasa agama itu sendiri disebutkan bahwa manusia itu memiliki kefitrahan. Dan kefitrahan itulah agama (dzalika ad-diin Al-qayyim). Oleh karenanya, Kemerdekaan yang diproklamasikan harus menjadikan agama terjamin dan memberikan ruang luas untuk perkembangannya. Pengakuan kemerdekaan tapi pada saat yang sama melakukan supresi kepada agama dan pemeluknya menjadikan kemerdekaan itu tidak bermakna. Syariah hadir untuk menjaga agama (hifzud diin). Maka Kemerdekaan juga terjadi agar kebebasan dalam menjalankan agama demi menjaga kefitrahan manusia. Merdeka Itu Kehormatan Pokok ketiga dari Maqashid as-Syariah adalah hifzul ‘Irdh atau menjaga kehormatan manusia. Sebagian ulama menyebut bagian ini secara spesifik dengan menjaga keturunan (hifzun nasl). Sehingga larangan zina misalnya menjadi aturan baku dalam Syariah. Kehormatan tentu tafsirannya banyak. Tapi, salah satu yang paling mendasar adalah nilai-nilai moralitas dalam kehidupan manusia. Moralitas itu dijunjung tinggi karena menyangkut kehormatan hidup manusia. Jika merujuk pada pokok tujuan Syariah tersebut, maka Kemerdekaan harus menghadirkan jaminan integritas moral. Moral menjadi modal utama dalam membangun kehidupan publik. Termasuk di dalamnya tanggung jawab publik para pemegang amanah. Karenanya merdeka tetapi praktek korupsi merajalela menandakan esensi Kemerdekaan masih belum terwujud. Demikian pula mengaku merdeka tapi praktek-praktek immoralitas cenderung menjadi sesuatu yang biasa saja, termasuk pergaulan lawan jenis bebas (zina) berarti ada yang salah dengan pengakuan kemerdekaan. Tapi secara khusus, jika kita pahami bagian ini dengan menjaga keturunan (hifzun nasl), maka kaitannya dengan Kemerdekaan jelas dimaknai sebagai hadirnya jaminan masa depan generasi. Jaminan ini tentunya mencakup jaminan politik, pendidikan dan tidak kalah pentingnya adalah jaminan ekonomi masa depan generasi bangsa. Jangan sampai hawa nafsu bahkan keegoan untuk membangun, tapi dengan hutang yang tidak terkendali. Akibatnya generasi masa depan akan terbebani dengan beban ekonomi yang tidak ringan. Merdeka Itu Berakal Pokok kelima dari Maqashid as-Syariah (tujuan Syariah) adalah menjaga akal. Tentu kata akal (aql) di sini bermakna luas, termasuk pemikiran, ilmu, bahkan opini atau pendapat. Maka pada kaitan ini Kemerdekaan itu menghadirkan sebuah jaminan berkembangnya ilmu pengetahuan secara umum. Kemerdekaan bahkan lebih jauh harus menjamin kebebasan berpikir dan mengembangkan pemikiran. Sehingga memungkinkan terjadinya berbagai inovasi dalam kehidupan bangsa. Tapi tidak kalah pentingnya juga hidzul aql dalam konteks Kemerdekaan adalah pentingnya jaminan beropini/berpendapat. Bahkan pendapat yang sekalipun berbeda dan berseberangan dengan posisi kekuasaan penting untuk terjamin. Begitu banyak contoh dalam sejarah Islam, termasuk bahkan Bagaimana para sahabat berbeda pendapat dengan Rasulullah dalam hal-hal teknis keduniaan. Apalagi dalam konteks kehidupan berbangsa yang telah bersepakat untuk mengadopsi Demokrasi sebagai pegangannya. Merdeka Itu Menjamin Kepemilikan Pokok terakhir dari Maqashid as-Syariah adalah jaminan kepemilikan. Maka dalam Syariah mencuri itu diharamkan. Bisnis dimotivasi dan riba juga telah diharamkan karena dengan bisnis kememilikan terjamin. Dengan Riba itu pastinya seseorang akan menjadi objek dari pemilik modal. Jika hal ini dikaitkan dengan Kemerdekaan maka merdeka itu juga berarti hadirnya rasa kepemilikan (sense of ownership). Tentu dimulai dari kepemilikan negara itu sendiri. Tapi lebih jauh Kemerdekaan harus memberikan ruang yang luas kepada bangsa untuk menjadi pemilik negara dan isinya. Jika diambil satu contoh saja maka hal ini akan menjadi jelas. Dalam hal kepemilikan tanah misalnya, Kemerdekaan sejati harus dimaknai sebagai jaminan bahwa rakyat banyak harus memiliki akses yang luas untuk memilki tanah di negaranya sendiri. Jika Kemerdekaan yang dirayakan dengan penuh kegembiraan ini tapi kepemilikan tanah ada di tangan segelintir orang maka esensi Kemerdekaan masih harus diperjuangkan. Demikianlah makna Kemerdekaan dalam perspektif Maqashid as-Syariah. Dengan pemaparan ini Semoga kealergian bahkan phobia kepada Syariah tidak lagi berlebihan. Syariah hadir untuk mewujudkan Maqashid (tujuan) yang senyawa dengan tujuan Kemerdekaan itu. Saya akhiri dengan mengingatkan kita semua bahwa esensi dasar dari Kemerdekaan itu ada pada deklarasi “Laa ilaaha illa Allah-Muhammad Rasulullah”. Jangan sampai ada upaya untuk memisahkan, bahkan membenturkan di antara keduanya. Karena bagi bangsa Indonesia komitmen keagamaan (religiositas) dan Kebangsaan (nasionalitas) adalah dua entitas yang senyawa dan tak terpisahkan. Ewako! Dirgahayu RI ke-77. Merdeka! Manhattan City, 16 Agustus 2022. (*)
Rocky Gerung: Jujur Sebenarnya dari Tujuh Tahun Lalu, Kita Tidak Merdeka
Jakarta, FNN - Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi 16 Agustus 2022, harus membicarakan soal Sambo dan reformasi Polri. Apalagi dalam situasi menjelang 17 Agustus besok ini, semua lembaga dan atau pemimpin tinggi lembaga negara itu, KPK, Mahkamah Konstitusi, dan segala macam itu memberikan public address supaya rakyat paham bahwa mereka mengerti persoalan. Tetapi, dalam konteks yang normatif itu justru orang menuntut hal yang deskriptif, yaitu ada Sambo, ada keadaan ekonomi yang buruk, ada potensi perang, dan macam-macam. Demikian analisis pengamat politik Rocky Gerung dalam perbincangan dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 16 Agustus 2022. “Jadi kalau tidak ada isu strategis yang presiden pidatokan, orang anggap presiden tahu masalah tapi menyembunyikan juga, atau memang presiden tidak tahu masalah, sehingga selama kira-kira 2 tahun ini atau kalau mau jujur sebenarnya dari tujuh tahun lalu, kita tidak merdeka,\" paparnya. Berikut kutipan lengkap wawancaranya: Halo Bung Rocky, apa kabar ini tanggal 16 Agustus, sehari menjelang kemerdekaan Indonesia yang ke-77. Dan hari ini Presiden Jokowi direncanakan akan menyampaikan seperti biasa tradisi tahunan. Pak SBY katanya ada di Malaysia sehingga tidak bisa hadir. Tapi banyak orang berharap sebenarnya ini momentum yang penting juga Pak Jokowi menyinggung soal dan peristiwa apa yang terjadi di kepolisian, karena ini luar biasa. Saya membaca sekarang ini sudah ada 63 orang anggota Polri yang diperiksa dan sekarang bertambah yang dikenakan sanksi etik, ada 36 orang. Kemarin kan hanya 31 orang, sekarang naik menjadi 36 orang. Jadi terus bertambah. Jadi menurut saya memang ada soal yang serius dan saya akan heran kalau Pak Jokowi tidak membicarakan soal itu. Ya, selalu ada hal yang disebut pidato yang normatif dan ada yang sebaliknya yaitu deskriptif. Artinya, mengungkapkan hal yang memang menjadi problem. Yang normatif tentu nyanyi Indonesia Raya, lalu mengingat jasa-jasa pahlawan, menyebutkan bahwa isi konstitusi itu memelihara perdamaian dunia, mencerdaskan bangsa, dan segala macam. Tetapi, dalam konteks yang normatif itu justru orang menuntut hal yang deskriptif, yaitu ada Sambo, ada keadaan ekonomi yang buruk, ada potensi perang, ada macam-macamlah. Nah, kita mau tahu sebetulnya Pak Jokowi punya perspektif nggak dalam soal itu. Jadi, sekali lagi, dalam soal perspektif, pemimpin itu diminta untuk memberi perspektif. Menteri-menterinya yang akan menerjemahkan secara teknis. Tetapi, selama kira-kira 2 tahun ini atau kalau mau jujur sebenarnya dari tujuh tahun lalu, kita tidak merdeka. Kita tidak merdeka karena masih ada penguasaan aset oleh segelintir orang. Kita tidak merdeka karena masih ada ketegangan sosial antara etnis. Kita tidak merdeka karena pers tetap hati-hati untuk membuat headline. Jadi itu yang mustinya didengar oleh publik melalui analisa perspektif dari Pak Jokowi. Kenapa? Kan nggak bisa Pak Jokowi bilang ya karena ada kelompok-kelompok yang tidak menginginkan NKRI. Lo itu Anda yang memimpin, kenapa ada kelompok yang tidak pro NKRI? Jangan-jangan kompak itu tidak menginginkan Anda sebetulnya. Jadi satu refleksi besar justru di dalam upaya kita untuk menyongsong hari depan dan menyongsong problem-problem perubahan politik di dunia itu. Kita mau dengar juga dari Pak Jokowi khusus tentang Sambo. Kan biasa saja kan? Presiden, justru di dalam forum yang bisa kasih public address yang lebih komprehensif, dia musti kasih sinyal bahwa kepolisian ada masalah besar. Bahwa Sambo hanyalah titik noda kecil dari problem yang maha dahsyat di kepolisian. Bahwa kekuasaan seringkali memanfaatkan aparat-aparat itu untuk memperlebar pengaruhnya. Bahwa nanti Pak Tito mungkin akan jadi Kepala Kepolisian karena ada usul supaya kepolisian ada di bawah Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin Pak Tito. Apa masalahnya nanti kalau Pak Tito yang jadi membawahi kepolisian, misalnya. Semua itu orang ingin dengar walaupun secara tidak perlu terang-terangan. Itu yang kita sebut perspektif. Perspektif itu samar-samar tetapi memberi semacam ketajaman pandangan, visi dari Presiden terhadap problem bangsa. Nah kita di FNN ingin dengarkan itu nanti di dalam pidato. Ya mungkin nggak terdengar. Ya, oke. Ini kita kan selalu, meskipun kita membahas Sambo, tapi kita membahasnya dari persoalan etik. Dan saya kira ini ramai karena Pak Jokowi pidato di depan anggota DPR di tengah isu. Ada informasi yang belum belum dikonfirmasi bahwa Sambo ternyata kemarin melakukan operasi besar-besaran dari sisi dana. Yang jelas sudah terbukti itu ketika dia mencoba menyuap petugas LPSK, yaitu memberi dua amplop tebal, bahkan ada media yang menyebutkan tebalnya satu sentimeter, tergantung Dollar atau rupiah. Tetapi ditolak. Dan kemudian sekarang malah bergulir ke KPK. Kemudian IPW juga mengaku dia ada informasi bahwa dana mengalir ke DPR dan sebagainya. Ini kan bener-bener bahwa kita melihat Sambo itu betul-betul kita bisa gunakan untuk memotret apa sebenarnya yang terjadi di negara kita ini. Betul, bahwa publik tahu ada aktivitas kepolisian, bahkan sampai beroperasi di Komisi III. Dan itu bukan karena kepolisiannya yang ingin intervensi karena memang diundang oleh Komisi III. Itu jadi pengetahuan umum bahwa Komisi III (sering) dengan kepolisian: dalam membuat regulasi, dalam memutuskan perkara; paling nggak ada sinyal dari Komisi III. Dan Komisi III isinya adalah tentu tidak semua anggota di situ. Itu Komisi yang paling strategis yang sangat dekat dengan kekuasaan karena anggota-anggotanya datang dari faksi-faksi pendukung Jokowi. Jadi sekaligus sebetulnya Presiden Jokowi bisa mengucapkan itu, semacam sinyal bahwa permainan uang itu memang juga berlangsung di parlemen. Dia harus buka itu supaya presiden dilihat oleh publik sebagai mengerti masalah. Jadi kalau tidak ada isu strategis yang presiden pidatokan, orang anggap presiden tahu masalah tapi menyembunyikan juga, atau memang presiden tidak tahu masalah. Jadi musti terlihat bahwa Presiden itu pidato hal yang deskriptif tadi itu, yang situasional. Itu sebetulnya intinya kenapa mungkin masih ada beberapa waktu presiden mengucapkan hal-hal itu di luar teks yang sudah pasti dibuatkan oleh timnya dan teks itu pasti hal-hal yang normatif saja. Nanti saya minta supaya kita bersabar karena krisis ekonomi dan ada peluang kita untuk memperoleh kembali pertumbuhan itu kalau ekspor komoditas kita membaik. Itu kan normatif kalau membaik. Padahal komoditas itu fluktuatif di dunia. Nanti korupsi harus saya pimpin ulang tuh, padahal ya di depan mata beredar lalu-lalang para koruptor. Jadi, sekali lagi point saya, atau cara pandang FNN adalah kita minta presiden perlihatkan bahwa dia paham suasana. Paham suasan artinya raise an issue isu-isu mutakhir. Ini yang akan membuat bangsa ini pulih lagi. Masih ada satu setengah tahun. Dan orang mungkin berpikir nanti kepolisian kalau di bawah Pak Tito bagaimana? Karena ada sekarang seolah-olah disebarkan survei apakah kepolisian di bawah presiden atau di bawah Menteri Dalam Negeri. Ya tentu Pak Tito merasa kalau di bawah saya, saya juga pernah jadi Kapolri. Tapi apa persepsi publik kalau survei itu kemudian dianggap sebagai ya memang diupayakan supaya kepolisian kembali ke wilayah istana melalui kepemimpinan Pak Tito. Kalau presiden ya nggak ada soal itu. Tetapi kan orang masih di lihat Pak Tito sebagai Kepala Kepolisian. Ini juga bisa jebakan pada Jenderal Tito sebagai Menteri Dalam Negeri. Jadi, hal-hal semacam ini harus diumpankan pada publik, diumpankan dengan baik supaya publik bereaksi. Itu intinya. Tetapi pers pasti akan bertanya pada Pak Presiden. Jadi biasakan juga Pak Presiden, setelah pidato jangan langsung pulang ke istana lalu makan tumpeng di situ. Berhenti sebentarlah di door stop supaya pers bisa bertanya karena ini situasi yang menegangkan, 36 pejabat di kepolisian terlibat. Itu artinya bahaya betul negara ini. Dan saya kira juga begini ya, KPK ini kan mendapat laporan soal adanya pemberian suap ke LPSK. Saya kira walaupun sekarang proses pidananya bergulir, tidak ada salahnya kalau kemudian KPK juga bergerak. Ini sebagai bentuk simbol moral. Saya kira memang ini soal serius ketika ada seorang pejabat kepolisian yang terlibat dalam perkara dan kemudian ingin menyuap lembaga negara yang lain. Memang, itu fungsi KPK juga fungsi proaktif untuk kasih sinyal etis itu. Dan nunggu laporan juga pasti laporan sampe juga ke KPK. Tapi satu keadaan yang agak darurat, KPK ambil inisiatif untuk bikin konferensi pers dan bahkan mendorong masyarakat untuk tambahkan pada kami bukti-bukti itu. Itu intinya. Demikian juga Mahkamah Konstitusi, ini ada soal yang lebih besar dari sekadar Sambo bahwa ini ada desain politik yang menyebabkan orang main uang dalam pemilu segala macem itu. Itu yang kita maksud dalam situasi menjelang 17 Agustus besok ini, semua lembaga dan atau pemimpin tinggi lembaga negara itu, KPK, Mahkamah Konstitusi, dan segala macam itu, kasih public address supaya rakyat paham bahwa mereka mengerti persoalan. Jadi, jangan MK bisanya cuma menunggu-nunggu orang lapor, Presiden Threshold terus dia jawab secara kaset rusak bahwa itu adalah open legal policy. Nanti KPK juga begitu, nanti kita nunggu perkembangan kasusnya. Itu ucapan normatif semua. Jadi ini pentingnya satu momen 77 tahun dan kita bercakap-cakap sebagai bangsa. Itu itunya. Oke. Memang kita dari kemarin selalu mengingatkan bahwa ini jadi momentum Sampo ini. Sambonya selalu kita sebut selesai, sudah selesai kasus pidananyalah. Nanti tinggal orang bicara soal motif, siapa lagi terlibat. Tetapi, fakta bahwa kemudian orang melihat seorang Sambo bisa mengatur sampai ke mana-mana. Kalau kita lihat kan dari 36 orang ini bermacam-macam, ada yang dari Provos yang tentu jelas banyak di bawah Sambo, ada Polda, ada Puslabfor, dan sebagainya. Ini betul-betul kita melihat jadi sistematis. Dan orang kemudian teringat loh ini sudah jadi well organized crime lembaga ini. Nah, itu yang sekarang dicurigai publik. Kalau dari pihak Sambo mampu untuk secara percaya diri untuk menyogok, artinya memang sebelumnya banyak hal yang dia lakukan. Kan jalan pikirannya begitu. Jadi Pak Sambo mungkin menganggap ya itu mereka sudah tahu kok mentalnya. Karena itu, walaupun dia dalam keadaan terdesak secara kriminal, dia masih paham fungsi uang. Kan itu intinya. Mereka yang menolak itu oke saya tolak, ya mungkin saja dia nolak. Tapi sangat mungkin dulu aparat yang di sekitar mereka yang menolak juga pernah menerima. Kan Pak Sambo itu dia bikin proyeksi bahwa secara psikologis dia mengendalikan suasana melalui amplop-amplop satu cm tebalnya itu. Jadi ini sudah jadi kebiasaan sehingga aparat Pak Sambo merasa oh iya, itu memang grammar kita, SOP kita adalah itu, 1 cm amplop. Entah buat apa, entah buat siapa. Dan kebiasaan itu kemudian dianggap bakal efektif lagi sehingga dilakukan lagi cara yang sama. Nah, dalam kasus yang lain mungkin itu sukses, tapi karena ini kasus yang sudah jadi cause selebre, sudah diselebritikan sebagai kasus, lalu semua mulai seolah-olah mulai menahan diri. Oh, enggak, kami menolak. Padahal, sebetulnya sebelum kasus ini sangat mungkin tidak ada yang menolak amplop-amplop 1 cm itu kan. Apalagi 1,5 cm. Iya, kan memang Pak Mahfud MD, misalnya, dia bercerita bahwa ketika peristiwa terjadi itu Pak Sambo nangis-nangis di depan Kompolnas, kemudian dia juga berusaha menghubungi sejumlah anggota DPR. Tapi kemudian banyak yang tidak bisa dikontak. Ada juga yang tidak diangkat teleponnya. Tapi artinya ini dia sudah mengerti sebenarnya jalur-jalur ke mana yang mesti dia mainkan gitu. Ya, itu sebagai sutradara dia ngerti pemain lakon yang dia kenal dulu itu si ini, yang bagian bagian ngurus lighting si itu. Jadi di luar kepala Pak Sambo tahu itu skenario yang harus dia mainkan, karena dia tahu orang-orang yang akan dia rekrut untuk mainkan skenario itu sudah paham siapa Sambo dan apa tim di belakangnya. Tetapi, ini semua gejala yang tadi disebutkan, Presiden harus tahu sedetail itu bahwa konspirasi, kasak-kusuk, segala macam itu sudah jadi semacam mata pencaharian semua pejabat. Itu intinya tuh, dan itu yang musti presiden ucapkan. Tapi nanti juga ada orang yang berenang. Tapi kalau presiden ucapkan itu ya ucapkan juga potensi conflict of interest di dalam Pemilihan Walikota Solo, walikota Medan. Kan akhirnya orang akan tuntup sampai di situ. Begitu konsekuensinya. Karena itu seringkali FNN mengatakan etik itu akan menerobos semua hal. Kalau soal hukum yang mungkin itu tidak terkena pasal ini, tapi matahati etik rakyat itu nggak bisa dicegah melalui kacamata hitam yang dipasangkan pada semua orang. Tidak semua orang harus dipasangkan kacamata hitam sehingga melihat kegelapan doang. Selalu ada cahaya dari masyarakat sipil yang bikin orang atau bikin kekuasaan bahkan tiba-tiba karena sudah biasa pakai kacamata hitam, tiba-tiba bergelimpangan. Efek-efek dari penerangan ini yang harus membuat bangsa ini tumbuh. (ida, sof)
Merdeka?
Hampir semua indikator ekonomi kita menunjukkan bahwa kita ini hanya bisa menjadi bangsa jongos bagi bangsa lain. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Business HARI ini kita mendengarkan pidato Nota Keuangan Presiden RI Joko Widodo di hadapan MPR sebagai joint session DPR dan DPD. Besok kita akan merayakan Hari Kemerdekaan RI yang ke-77. Tradisi pidato RI 1 di depan MPR tentang kebijakan keuangan setahun yang akan datang ini perlu kita cermati karena tiga hal. Pertama, pidato itu sekaligus simbol upaya Pemerintah saat ini untuk menjadi bangsa yang merdeka. Kemerdekaan tanpa kemerdekaan ekonomi adalah omong kosong. Kemerdekaan politik hanya mitos saat ekonomi kita terjajah. In a globally interconnected world, ekonomi kita akan segera terpengaruh saat dunia pertama seperti AS, dan Eropa, sudah jatuh ke dalam resesi, inflasi dan berbagai krisis termasuk krisis pasokan energi dan makanan akibat konflik Rusia-Ukraina. Kedua, Menkeu Sri Mulyani Indrawati berusaha meyakinkan masyarakat bahwa Indonesia kecil kemungkinannya mengalami resesi, walaupun harga-harga mulai naik, dan jumlah hutang swasta, BUMN dan Pemerintah sendiri membubung tinggi mencapai lebih dari 30% PDB. Dalam logika birokrasi saat ini hutang dinilai lumrah, apalagi rasio terhadap PDB masih tergolong rendah di banding negara-negara pertama tadi. Ketiga, sikap pemerintah terbaru atas pandemi Covid-19 yang selama 2 tahun terakhir dijadikan alasan untuk APBN tanpa-kontrol, pelambatan ekonomi dan pembatasan public liberty, legislasi berbagai UU termasuk RUU KUHP, serta investasi proyek-proyek mercusuar semacam Ibu Kota Negara di Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Perlu diwaspadai bahwa UU KUHP yang baru ditangan POLRI saat ini akan menjadi ancaman bagi kebebasan sipil serta jalan raya menuju police state. Logika hutang sebagai hal lumrah adalah logika International Monetary Fund dan The World Bank yang hidupnya dari hutang. Kedua institusi keuangan global ini merupakan sponsor bagi banyak nation states yang dimerdekakan usai Perang Dunia II. Sejak Konferensi Meja Bundar 1949, ekonomi RI harus mengikuti konstitusi IMF yang ditetapkan 1944 di Brettonwoods untuk memperoleh pendanaan bagi pembangunannya. Amanah UUD45 langsung dipasung oleh konstitusi IMF ini. Resep utama institusi kapitalisme global ini adalah menggolongkan RI sebagai negara miskin, lalu pembangunan dirumuskan lebih sebagai upaya peningkatan konsumsi perkapita, dengan standard Barat, bukan upaya untuk mewujudkan kemerdekaan dengan memperluas kemerdekaan itu. Negara miskin dengan tingkat konsumsi rendah ini dijadikan alasan untuk berhutang. Padahal hutang apalagi hutang ribawi adalah instrumen nekolimik yang pernah dikhawatirkan Bung Karno. Sebagai contoh adalah konsumsi energi perkapita kita saat ini sekitar 1kL setara minyak perkapita pertahun. Bandingkan dengan konsumsi energi perkapita pertahun Eropa dan Jepang sekitar 7kL, sedangkan AS telah mencapai 10kL. Tidak mengherankan jika sejak reformasi, pembangunan pembangkit listrik kita digenjot dengan melibatkan swasta dan membakar BBM dan batubara. Itupun berakhir dengan PLN merugi karena regulasi energinya diatur untuk kepentingan pemilik modal asing. Mungkin hutang tidak terlalu bermasalah jika tanpa riba sekaligus produktif. Sejak Nixon shocks 1971, dunia di bawah kepemimpinan AS masuk ke dalam sistem keuangan ribawi full fledged. USDollar menjadi alat tukar utama dunia, namun tidak dipijakkan pada emas. The Federal Reserve bisa mencetak uang USD out of thin air. Semua transaksi global harus berbasis USD. Sementara itu negara merdeka itu mengikuti langkah The Fed untuk mencetak uang kertas mereka masing-masing out of thin air juga. Namun dalam transaksi global negara-negara itu harus menggunakan USD. Akibatnya, selama bertahun tahun, sumberdaya alam kita dikuras habis, sejak tambang hingga kayu dan ikan, dengan dibayar uang kertas yang senilai lebih tinggi sedikit dibanding kertas toilet. Nekolimisasi kaffah oleh Barat atas Republik ini terjadi terus hingga hari ini. Namun sejak sepuluh tahun silam, baik China dan Rusia mulai membangun sistem keuangan global alternatif untuk menantang dominasi USDollar. Ini yang menjelaskan kekalahan AS di Afghanistan, dan kemerosotan dominasi Eropa dan AS di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Bahkan Fareed Zakarya sudah meramalkan degradasi dominasi Barat ini dalam A post-American World. Terakhir adalah pengakuan Presiden Perancis Macron saat pidato kemenangannya dalam Pilpres baru baru ini bahwa Barat telah kehilangan imajinasi politik dengan memusuhi Rusia tetangga dekatnya sendiri untuk melayani kepentingan AS nun jauh di seberang Atlantik. Pada saat Nadiem Makarim melontarkan kebijakan “Merdeka Belajar Kampus Merdeka” kita sebagai bangsa perlu dengan jernih melakukan muhasabah atas diri kita sendiri. Hampir semua indikator ekonomi kita menunjukkan bahwa kita ini hanya bisa menjadi bangsa jongos bagi bangsa lain. Sistem Pendidikan dibiarkan dikerdilkan menjadi sistem persekolahan massal paksa untuk menyediakan buruh yang cukup trampil agar bisa menjalankan mesin-mesin pabrik, yang sekaligus cukup dungu untuk setia bekerja bagi kepentingan pemilik modal asing. Padahal, sistem pendidikan kita itu seharusnya merupakan strategi budaya untuk membangun bangsa yang berjiwa merdeka di mana warga muda diberi kesempatan luas untuk belajar merdeka. Kawasan Matraman, 16 Agustus 2022. (*)
Bendera Merah Putih Sepanjang 2.500 Meter di Muara Bungo Pecahkan Rekor MURI
Jambi, FNN – Pemerintah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi pecahkan satu rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) karena menggelar Kirab Bendera Merah Putih sepanjang 2.500 meter yang dibawa oleh lebih dari 7.500 orang, dalam rangka memeriahkan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-77. Kirab Bendera Merah Putih, dimulai dari depan rumah dinas Bupati Bungo, Minggu (14/8/22) yang dilepas oleh Bupati Bungo H. Mashuri dengan diikuti oleh unsur Forkopimda, pejabat di lingkup Pemda Bungo serta pihak swasta, sekolah dan kampus-kampus. Ribuan masyarakat kabupaten Bungo tumpah ruah di jalan protokol yang menjadi perlintasan Bendera Merah Putih untuk menyaksikan kegiatan tersebut. Sementara peserta pembawa bendera sepanjang jalan yang mengitari Pasar Muara Bungo dengan rute panjang sekitar 5,5 KM terus menyanyikan berbagai lagu kebangsaan Indonesia. Bupati Bungo H. Mashuri dalam sambutan saat melepas kirab bendera merah putih mengatakan bahwa kegiatan ini akan memecahkan Rekor Indonesia dengan menghadirkan pihak Museum Rekor Indonesia (MURI). Dalam hal ini, Mashuri juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang ikut serta dalam menyukseskan kegiatan Kirab Bendera Merah Putih sepanjang 2.500 meter, demi memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 77 tahun, pada 17 Agustus mendatang. “Kami menyampaikan ucapan terimakasih bukan hanya kepada jajaran lingkup Pemda Bungo, namun kepada semua pihak terkait yang dengan semangatnya untuk memeriahkan HUT RI ke 77 sehingga kegiatan ini bisa terlaksana dengan lancar,” ujarnya. Mashuri berharap, agar prestasi Rekor Muri yang diperoleh Kabupaten Bungo, untuk selalu dipertahankan oleh warga Kabupaten Bungo. Sementara, Viser Pradana, Tim Verifikasi Rekor Muri mengatakan, jika bendera merah putih yang terbentang dengan menyusuri sepanjang jalan Sultan Thaha, Kecamatan Pasar Muaro Bungo, Kabupaten Bungo Jambi, tercatat sebagai Rekor Muri. “Setelah kami verifikasi, bendera merah putih sepanjang 2.500 meter di Kabupaten Bungo, tercatat Rekor Muri Indonesia,” kata Pradana. Dijelaskannya, prestasi Rekor Muri sebelumnya di raih oleh Kabupaten Jayapura, Papua, dengan panjang 2.300 meter. (Lia)
Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo Satu Paket Pembunuhan
Jakarta, FNN – Seiring berjalannya waktu, fakta baru dari keterlibatan Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat mulai terkuak. Kini Putri Candrawathi juga terseret dalam pusaran kasus itu karena hasil penyidikan dari barang bukti yang ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP). Disebutkan Komnas HAM dalam rekaman CCTV yang diterima, mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terekam ngobrol dengan istrinya Putri Candrawathi selama 1 jam di rumah pribadinya, di Saguling, Jakarta. Percakapan antara Sambo dan Putri itulah yang disebut memicu terjadinya tindakan keji untuk membunuh Brigadir Yoshua. Wartawan senior Forum News Network (FNN) Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (15/8/22) ikut mengomentari persoalaan tersebut. “Menurut saya, percakapan antara Sambo dan Putri itu bukan memicu, tetapi ikut mengantarkan terhadap terjadinya peristiwa eksekusi Brigadir Yoshua,” kata Agi. Agi menjelaskan sebelumnya Putri Candrawathi diposisikan sebagai korban yang hampir dilecehkan oleh Brigadir Yoshua dan dia membuat laporan palsu bahwa dia telah dilecehkan. Kemudian, Putri Candrawathi turut hadir ketika Ferdy Sambo menawarkan uang sebesar 1 miliar kepada Bharada E. Sebelumnya Bharada E telah mengaku bahwa dirinya dijanjikan uang dalam jumlah yang cukup besar untuk tutup mulut. Tak hanya Bharada E, dua orang lain yang berada di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo itu juga dijanjikan akan mendapatkan bagian yang cukup besar jika tetap bungkam. Hal tersebut disampaikan secara terbuka oleh mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara. Lalu, Putri Candrawathi juga melaporkan pelecehan tersebut kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Laporan ini seolah-olah dia sebagai korban, ini kan untuk memberatkan laporan yang pertama ke Polres itu tadi bahwa dia telah menerima pelecehan, setelah itu dia kemudian terguncang sehingga membutuhkan perlindungan, kemudian semua orang merasa kasihan kepada Ibu Putri,” ungkap Agi. Berdasarkan fakta tersebut, peran Putri Candrawathi ini cukup besar dalam kasus eksekusi Brigadir Yoshua ini, bukan hanya Ferdy Sambo saja. “Ya ini bisa satu paket sama Sambo ya ibu Putri ini,” pungkas Hersubeno. (Lia)
Mereka Melawan, Habisi Saja Sekalian!
Tetapi kelambanan dalam mengatasi kasus Sambo masih juga muncul dengan berbagai alasan, seperti: ini sensitif, ini hanya bisa diketahui orang dewasa, ini semua adalah kelemahan yang nyata terjadi. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih TIMSUS harus bisa memperdayai dan mengendalikan Geng Sambo yang masih ingin melakukan perlawanan. Peta kekuatan mereka sangat tidak sulit untuk dideteksi, kendala yang muncul adalah beban pada dirinya kalau terlibat dan semua teman sendiri dalam satu kesatuan Bayangkara. Tiba-tiba muncul istilah dari netizen sedang terjadi perang mafia/geng dalam tubuh Polri. Timsus mesti lebih cerdik, karena mereka dipastikan masih menyimpan tipu muslihat, bahkan sangat mungkin mereka juga akan pasang strategi balik memperdayai Timsus. Bisa saja mereka dianggap sudah lemah tapi tidak boleh sembrono. Serangan balik bisa saja terjadi, apalagi melibatkan para jenderal. William Macnaghten (panglima perang dari Inggris berusia empat puluh lima tahun) mengatakan, sebuah negara yang beradab tidaklah menggunakan pembunuhan untuk memecahkan masalah politiknya. Kasus Sambo masih gelap, mengapa, urusan, dan motif apa Sambo sampai melakukan pembunuhan, pasti tersimpan psikologi yang tidak normal bagi seorang perwira tinggi dengan sebutan jenderal. Situasi sudah tidak ada tempat untuk kompromi dan negosiasi apapun itu alasannya, semua yang terlibat harus menghadapi resikonya Mereka rata-rata memiliki sifat ganas. Diduga kuat, mereka juga terlibat telah melakukan kekejaman seperti peristiwa KM 50. Main watak tiba-tiba mengiba di depan Timsus. Jangan menangis, mengeluh, merintih, atau menampilkan wajah memelas, hadapi semua resikonya. Kekeliruan yang paling fatal adalah pandangan bahwa uang dan kepentingan sanggup membeli kepatuhan, ketaatan, loyalitas. Tapi, setelah ketahuan dan terbongkar perilaku jahatnya, tiba-tiba menjadi pesakitan sedemikian hinanya. Mereka baru terkejut ketika uang justru telah membawa bencana. Ketika menghadapi para mafia dan sedang berhadapan dengan mereka pikiran kita jangan tersingkap dalam bentuk ucapan dan gerakan peluang kompromi sekalipun itu teman. Pantulkan sikap tegas dan pasti Anda melawan habislah Anda sekalian. Menghadapi para penjahat tidak seperti menghadapi benda mati seperti dalan seni mekanis, tapi menghadapi manusia yang memiliki potensi akan berekasi melawan. Timsus berhadapan dengan mata para penjahat. Jangan memandang mereka apa adanya, tapi harus mampu memandang mereka sehingga bisa menembus segalanya untuk membaca sifat hakikinya. Tidak akan jera sekalipun dibuang ke Nusakambangan. Tampaknya, Presiden Joko Widodo sudah kehilangan wibawanya sampai tiga kali minta kasus Sambo segera dibuka seterang-terangnya, toh diabaikan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk mengatasi masalahnya. Tanpa megurangi apresiasi kita atas sikap tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah menetapkan Sambo sebagai tersangka. Terus menetapkan pihak-pihak yang melanggar etik. Tetapi kelambanan dalam mengatasi kasus Sambo masih juga muncul dengan berbagai alasan, seperti: ini sensitif, ini hanya bisa diketahui orang dewasa, ini semua adalah kelemahan yang nyata terjadi. Potensi mereka akan melawan masih tetap ada, melakukan perhitungan dan pengamatan yang seksama dan bisa saja akan lahir prinsip harakiri bersama. Karena kasus Sambo benar-benar melibatkan pejabat tinggi negara yang telah terserang virus uang. Kita berharap, segera beritahu mereka, Anda melawan, Anda akan semakin berat akibatnya, terus melawan habisi saja sekalian. Bisa dibina ya dibina. Jika tak bisa dibina, ya “dibinasakan” atau dihabisi saja sekalian. Urusan Sambo ini harus berakhir dengan pertimbangan Final reformasi di tubuh Polri atau sebuah reformasi total untuk mengembalikan wibawa dan citra Polri sesuai peran, fungsi, dan Tupoksinya. (*)
Rumah Mewah Ferdy Sambo di Magelang DigeledahTim Bareskrim
Jakarta, FNN – Kasus jenderal polisi menembak mati ajudannya terus melahirkan episode baru. Kisahnya mirip sinetron yang mengundang rasa penasaran. Wartawan senior Forum News Network (FNN) Hersubeno Arief dan Agi Betha komentari rumah Irjen Ferdy Sambo di Kabupaten Magelang yang kini menjadi sorotan. Pasalnya, kejadian di rumah tersebut diduga awal penyebab Irjen Ferdy Sambo marah hingga merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat. “Kejadian awal kan emang dikatakan di Magelang, hanya saja kejadian soal pelecehan seksual diskenario oleh Sambo terjadi di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta” kata Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (15/8/22). Tim kepolisian telah melakukan penyelidikan terkait kasus meninggalnya Brigadir Yoshua di Kabupaten Magelang, Senin (15/8/2022). Kabereskrim Komjen Agus Andrianto menyatakan pihaknya tidak bisa menghilangkan atau mengabaikan rangkaian peristiwa yang memang memperlihatkan bahwa Brigadir Yoshua bersama sejumlah pihak terkait bertolak dari Magelang ke Jakarta beberapa jam sebelum peristiwa pembunuhan terjadi. Tim datang dengan mengendarai 10 mobil yang terdiri dari tim Ditlabfor Polda Jateng, Inafis Polda Jateng, dan Polsek Mertoyudan. Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol. Iqbal Alqudusy, mengaku Polda Jateng dan Polres Magelang hanya sebatas mendampingi tim khusus Polri dalam melakukan penyelidikan di rumah Ferdy Sambo yang ada di Magelang. Seperti apa rumah Ferdy Sambo di Magelang? Rumah pribadi milik Sambo berlokasi di Residence Cempaka, Dusun Saragan, Desa Banyurojo, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah. Rumah Sambo itu memiliki dua lantai, bercorak kuning gading, sedangkan di bagian depan terdapat aksen berwarna coklat. Kisaran harga rumah di Cempaka Residence berkisar Rp 1,3 miliar. Menurut keterangan Ketua RT, Joko Sutarman, sebelum ditinggali Ferdy Sambo, rumah tersebut sempat ditinggali oleh mantan Kapolri Idham Aziz sewaktu anaknya bersekolah di SMA Taruna Nusantara, Idham kemudian pindah sekitar tahun 2017. Lebih lanjut, Hersubeno menyatakan bahwa rumah Sambo itu temasuk dalam kategori perumahan elite di Magelang dengan harga 1,3 miliar. “Tak heran banyak orang melongo melihat gaya hidup keluarga Sambo ini dengan jabatannya sebagai seorang Irjen yang kita mengetahui gajinya, tunjangannya, tetapi gaya hidupnya betul-betul mewah,” pungkasnya. (Lia)
Presiden Jokowi Menekankan Pentingnya Optimalisasi Ekonomi Hijau
Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya optimalisasi sumber energi bersih dan ekonomi hijau untuk mewujudkan Indonesia inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.\"Selain hilirisasi, optimalisasi sumber energi bersih dan ekonomi hijau juga harus terus ditingkatkan,\" kata Presiden Jokowi saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2022 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.Presiden menyatakan bahwa persemaian dan rehabilitasi hutan tropis dan hutan mangrove serta rehabilitasi habitat laut akan terus berlanjut, dan akan menjadi potensi besar penyerap karbon.Energi bersih dari panas matahari, panas bumi, angin, ombak laut, dan energi bio, menurut Presiden, akan menarik industri penghasil produk-produk rendah emisi.\"Kawasan industri hijau di Kalimantan Utara akan menjadi Green Industrial Park terbesar di dunia. Saya optimistis kita akan menjadi penghasil produk hijau yang kompetitif di perdagangan internasional. Upaya tersebut bisa langsung disinergikan dengan program peningkatan produksi pangan dan energi bio,\" jelasnya.Jokowi menilai pemanfaatan kekayaan hayati laut secara bijak, juga akan menjadi kekuatan besar untuk produk pangan, farmasi, dan energi. Demikian pula halnya dengan perkebunan, antara lain, kelapa sawit, Indonesia telah terbukti menjadi pemasok terbesar CPO dunia.Adapun untuk beras konsumsi, Presiden menyatakan Indonesia sudah tidak lagi mengimpor dalam 3 tahun terakhir. Pembangunan bendungan dan irigasi telah mendukung peningkatan produktivitas nasional.\"Alhamdulillah, kita baru saja memperoleh penghargaan dari International Rice Research Institute yang disaksikan oleh FAO karena kita dinilai mampu mencapai sistem ketahanan pangan dan swasembada beras sejak 2019,\" jelasnya. (Ida/ANTARA)