ALL CATEGORY
Tahap Pertama Berkas Ferdy Sambo Dilimpahkan ke JPU
Jakarta, FNN - Penyidik Tim Khusus (Timsus) Polri melimpahkan tahap I (satu) berkas perkara Irjen Pol. Ferdy Sambo dan tiga tersangka pembunuhan berencana Brigadir J lainnya ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung, Jumat.Ketua Timsus Polri Komjen Pol. Agung Budi Maryoto mengatakan penyidik bekerja secara marathon menuntaskan berkas perkara empat tersangka secara maksimal untuk bisa dilimpahkan kepada JPU.“Itulah yang dikerjakan. Oleh karena itu penyidik dan timsus ini bekerja marathon terutama kepada empat tersangka yaitu FS, KM, RR dan RE secara maksimal melengkapi pemberkasan perkaranya,” kata Agung.Sebelum dilimpahkan, kata Agung, penyidik melaksanakan gelar untuk kelengkapan berkas perkara.“Terhadap keempat tersangka ini penyidik Insya Allah selesai ini, akan menyerahkan berkas perkara tersebut kepada kejaksaan selaku JPU. Selesai rilis ini (dilimpahkan),” kata Agung, yang juga menjabat Inspektur Pengamanan Umum (Irsum).Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi mengatakan pelimpahan berkas perkara ini agar secepatnya dapat dipelajari oleh JPU sehingga bisa dinyatakan lengkap dan dibuktikan di persidangan.“Hari ini akan kami laksanakan pelimpahan ke kejaksaan atau tahap I untuk kemudian dipelajari oleh teman-teman jaksa penuntut umum,” kata Andi.Terpisah Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyatakan telah menerima pelimpahan berkas tahap I tersangka Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.“Keempat orang tersangka disangka melanggar Pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 56 ke-1 KUHP,” kata Ketut.Setelah pelimpahan berkas perkara tersebut, kata Ketut, akan dilakukan penelitian oleh jaksa peneliti (Jaksa P-16) yang ditunjuk dalam jangka waktu 14 hari untuk menentukan apakah berkas perkara dapat dinyatakan lengkap atau belum secara formil maupun materiil (P-18).“Selama dalam penelitian berkas perkara dan untuk mengefektifkan waktu yang diberikan oleh undang-undang, Jaksa Peneliti akan melakukan koordinasi dengan penyidik guna mempercepat penyelesaian proses penyidikan,” kata Ketut. (Sof/ANTARA)
Ketua DPD RI: Konflik Lahan di Banyuwangi Tak Boleh Korbankan Siswa
Jakarta, FNN – Konflik lahan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, membuat siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Darul Huda tak bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sekolah yang terletak di Desa Alasbuluh, Banyuwangi, tersebut disegel akibat konflik lahan. Sehingga siswa terpaksa melakukan kegiatan belajar mengajar di luar ruang kelas. Hal itu memantik perhatian Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Menurutnya, sengketa lahan segera diselesaikan dan tidak mengorbankan para siswa dalam menuntut ilmu. “Jangan dibiarkan berlama-lama para siswa harus terlantar dalam menuntut ilmu. Ini imbas dari konflik lahan yang sama sekali para siswa tak terlibat. Jangan korbankan masa depan mereka,” tegas LaNyalla, Jumat (19/8/2022). Senator asal Jawa Timur itu meminta Pemkab Banyuwangi segera menyelesaikan sengketa tanah agar tidak mengorbankan anak-anak siswa yang sudah sepekan belajar di luar kelas. LaNyalla berharap pihak-pihak yang bersengketa segera membuat kesepakatan agar tidak mengorbankan hak-hak para siswa. “Kepentingan bersama dan hak-hak siswa harus dikedepankan,” ujar LaNyalla. Dikatakannya, apabila pihak sekolah Darul Huda merasa penyegelan gedung sekolah tidak memiliki dasar yang kuat dan terkesan sepihak, karena segala bentuk dokumen milik yayasan, maka pemda perlu secepatnya turun tangan untuk segera menyelesaikan masalah ini. “Kita tidak dapat membiarkan kasus ini terjadi lebih lama lagi. Saya meminta agar pihak-pihak terkait seperti pemda, Dinas Pendidikan Banyuwangi dan BPN untuk segera turun tangan,” imbau LaNyalla. Ia tak ingin kasus serupa terjadi di daerah lainnya. Di mana penyerobotan lahan bisa terjadi begitu saja dan mengorbankan hak-hak orang lain. “Kita khawatir penyerobotan lahan atau sengketa lahan lainnya akan terjadi jika kasus ini dibiarkan begitu saja. Tentu akan merugikan hak-hak orang lain,” tutur LaNyalla. Sebelumnya, siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Darul Huda Desa Alasbuluh Banyuwangi masih harus belajar di musala di luar gedung sekolah. Hampir sepekan mereka tidak bisa belajar di dalam kelas karena sekolah masih disegel akibat sengketa lahan. Pejabat setempat telah mendatangi lokasi MTs dan MA Darul Huda dan melakukan mediasi di Kantor Desa Alasbuluh pada Senin (14/8/2022). Hadir Plt Kepala Bakesbangpol Banyuwangi Moh Lutfi, Plt Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi Suratno, Kepala MA Darul Huda, Abdurrahman, perwakilan pihak penyegel yang dihadiri Kuasa Hukum Ahmad Subhan, serta sejumlah wali murid. Hasil pertemuan tersebut masih belum menemui titik terang dan kejelasan untuk keberlangsungan kegiatan belajar mengajar siswa-siswi. (Ida/LC)
TNI dan POLRI
Oleh: Sugeng Waras, Kolonel Purnawirawan TNI dan POLRI adalah institusi negara yang memiliki peran dan fungsi berat serta mulia. Sayangnya hingga saat ini kita belum menemukan karakter, ucapan, dan tindakan yang mencerminkan figur Panglima Besar Jenderal Sudirman yang berasal dari santri dan ulama maupun sosok Jenderal Hoegeng Iman Santoso yang juga berasal dari rakyat pribumi biasa. Pasti akan dijawab: bukan masanya, beda eranya, tidak sama tantangannya maupun lain situasi dan kondisinya. Dulu…, sewaktu ABRI, keduanya berkedudukan sama meskipun fungsinya berbeda. Namun dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Polri berada di bawah komando dan kendali langsung Presiden, sedangkan TNI bak cicit Presiden, cucu Menko Polhukam, dan anak Menhan. Kini, jumlah personil, persenjataan ringan seperti motor boat di perairan polisi lebih hebat daripada Angkatan Laut, senjata laras panjang perorangan polisi juga melesat hebat dibanding Angkatan Darat. Apalagi soal peran, fungsi, dan tugasnya terutama soal hukum, polisi paling luar biasa dibanding pihak manapun, mulai ngurusi soal ketertiban hingga pelanggaran baik secara administrasi maupun implementasi, polisi tidak ada duanya. Bahkan, terkait tugas-tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP), entah karena berubah, ketidak-pahaman, diserah-terimakan atau diambil-alih, menjadi rancu dan tumpang tindih antara hak dan kewajiban TNI dan Polri, termasuk penerapan status Bawah Kendali Operasi (BKO) maupun Bawah Perintah (BP), sehingga terkesan apa yang dikerjakan TNI terserah apa yang ditentukan Polri, padahal sudah ada UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 yang mengatur tentang OMSP. Bukan soal iri-mengiri, tapi marilah kita melihat keserasian, keseimbangan, efektif dan efisiensi pencapaian sasaran, sehingga hak dan tanggung jawab urusan kedaulatan negara yang dijabarkan dalam kedaulatan wilayah, juga keamanan dan keselamatan rakyat dapat terbagi habis. Dalam kaitannya dengan strategi, geografi, demografi, dan kondisi sosial yang juga meliputi aspek aspek idologi, politik, sosial, budaya, agama, hukum dan pertahanan keamanan, kita pernah memedomani doktrin induk, doktrin dasar dan doktrin operasional dalam mengantisipasi, mencegah, menghadapi, serta mengawasi maupun mengevaluasi hakekat ancaman baik dari dalam negeri, luar negeri maupun link up-nya, sejak jauh dari garis lingkaran terluar udara dan laut, masuk garis terluar udara dan laut, garis lingkaran saat menginjak daratan, hingga telah masuk sebagian dan seluruh wilayah Indonesia, dari manapun datangnya serta dalam bentuk, jenis dan apapun sifat ancamannya. Namun, kini seakan tidak peka dan tidak peduli terhadap itu semua, hingga tak terperhatikan bahwa baik wilayah wilayah strategis, sumberdaya alam strategis dan sarana prasarana strategis dan potensial nyaris dikelola dan dikuasai asing, terutama China. Bukan kita benci China, tapi selayaknya kita prihatin dengan para pemimpin negara ini yang membiarkan dan meloloskan agresifitas China atas Indonesia. Seolah begitu buruknya kinerja pemegang dan pewenang kekuasaan negara ini. Seakan hanya mampu menunjukkan kegaduhan, ketidak-adilan, kebohongan, keributan, kekacauan, ketidak-jelasan, kesemerawutan dan tumpang tindih, yang terkesan mengabaikan kehendak, kepentingan dan suara rakyat. Negara bak diwarnai, perpecahan, persengketaan, persekongkolan, korupsi, dan lain lain yang rentan membuat kemunduran bangsa. Sewajarnya kita semua memandang dan menilai, ini kesalahan para oknum pimpinan terbawah sampai teratas, dalam hal ini Presiden sebagai Kepala Negara. Kesimpulanya, marilah kita beresolusi membenahi ini semua, tanpa pandang bulu untuk menerima dan mengakui siapapun, apapun dan dari manapun orangnya, untuk menerima penghargaan dan penghormatan bagi mereka yang baik, serta memberikan hukuman bagi mereka yang salah atau buruk. Konkritnya baik Kapolri maupun Panglima TNI harus paham dan sadar serta bangun dan bangkit, untuk kembali kepada jati dirinya, untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai sumpah dan janjinya. Jangan biarkan prajurit dan bawahannya sewenang-wenang menggunakan senjata, membuat takut rakyat, menyakiti rakyat serta membiarkan presiden dan para pembantunya melihat rakyat perih, pedih, dan menderita. Bandung, 12 Maret 2021. (*)
Dugaan Kebocoran 17 Juta Data Pelanggan PLN Dicek oleh CISSReC
Semarang, FNN - Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC mengecek dugaan kebocoran lebih dari 17 juta data pelanggan PT PLN (Persero) yang informasinya pengunggah menjual data tersebut sejak Kamis (18/8) malam.\"Jika diperiksa, sampel data yang diberikan tersebut hanya muat 10 pelanggan PLN. Dari data tersebut, berisi banyak informasi dari pelanggan PLN, misalnya nama, ID pelanggan, alamat, tipe pelanggan, dan batas daya,\" kata Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Dr. Pratama Persadha ketika dimintai konfirmasi di Semarang, Jumat petang.Disebutkan pula bahwa kebocoran tersebut diunggah pada hari Kamis (18/8) oleh anggota forum dengan nama identitas Loliyta. Di unggahan tersebut diberikan sampel hasil data yang diduga berisi sampel database pelanggan PLN.Menurut dia, sampelnya lengkap berisi ID, identitas diri pelanggan (idpel) PLN, nama, nama konsumen, energy type, kWh, alamat, meter no, unit UPI, meter type, nama unit UPI, unit ap, nama unit ap, unit up, dan nama unit up.Ketika dicek nomor ID pelanggan yang diberikan pada sampel ke dalam platform pembayaran, kata Pratama, tertera nama pelanggan yang sesuai dengan sampel data yang diberikan.\"Maka, kemungkinan data yang bocor ini merupakan data dari pelanggan milik PLN,\" kata Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).Sebenarnya, kata dia, 10 sampel data pelanggan PLN dari total 17 juta data yang diklaim tersebut belum bisa dibuktikan telah terjadi kebocoran data. Hal ini berbeda dengan kebocoran data BPJS serta lembaga besar lain, misalnya, yang data sampelnya dibagikan relatif sangat banyak, ribuan bahkan jutaan data.\"Saat ini perlu menunggu si peretas memberikan sampel data yang lebih banyak lagi sambil PLN melakukan digital forensik dan membuat pernyataan,\" kata Pratama.Tim Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) saat mencoba menghubungi lewat Telegram, sang pengunggah tidak merespons, bahkan akunnya tidak aktif dalam beberapa hari terakhir.Bila benar terbukti, lanjut Pratama, PLN harus belajar dari berbagai kasus peretasan yang pernah menimpa banyak institusi dan lembaga pemerintah lainnya.Ia memandang perlu BUMN itu lebih meningkatkan security awareness dan memperkuat sistemnya. Masalahnya, rendahnya awareness mengenai keamanan siber merupakan salah satu penyebab mengapa banyak situs pemerintah yang jadi korban peretasan.\"Di Tanah Air, upaya perbaikan itu sudah ada, misalnya pembentukan CSIRT (Computer Security Incident Response Team). CSIRT inilah nanti yang banyak berkoordinasi dengan BSSN saat terjadi peretasan,\" katanya. (Ida/ANTARA)
Istri Sambo Ditetapkan Menjadi Tersangka: Bukti Keseriusan Kapolri
Jakarta, FNN - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Dawam mengapresiasi Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo setelah Tim Khusus Polri menetapkan istri Irjen Ferdy Sambo Putri Candrawathi sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.\"Ini menjadi bukti Kapolri serius dan konstruktif dalam mengusut kasus pembunuhan Brigadir J,\" ujar Dawam dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Jumat.Dawam mengatakan bahwa Kapolri telah memenuhi rasa keadilan publik setelah menjerat istri eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J. Menurutnya, keputusan penetapan tersangka istri Sambo tentu tidak mudah.\"Hal ini dibutuhkan keberanian sikap dan keteguhan hati sebab melibatkan personel keluarga anggota Polri yang sebelumnya aktif di lingkungan langsung beliau,\" tutur Dawam.Dawam menyebut Kompolnas mendukung Kapolri menuntaskan kasus pembunuhan Brigadir J. Ia mengatakan kasus ini harus dibongkar secara transparan dan objektif.\"Dengan demikian, meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Polri yang pelan-pelan saat ini mulai tumbuh kembali. Sejak awal kami melihat proses hukum Kasus Duren Tiga ini akan dilakukan dengan serius sampai tuntas,\" katanya.Sebelumnya, Tim Khusus Polri menetapkan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J di Rumah Dinas Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan, setelah mengantongi cukup bukti.\"Penyidik telah melaksanakan pemeriksaan mendalam dengan scientific crime investigation termasuk dengan alat bukti yang ada dan sudah dilakukan gelar perkara maka penyidik telah menetapkan saudara PC sebagai tersangka,\" kata Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol. Agung Budi Maryoto di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat.Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi menjelaskan tim penyidik melalui sejumlah tindakan penyidikan berhasil menemukan rekaman CCTV vital yang berada di TKP Duren Tiga.Dengan demikian total lima tersangka yang dijerat dalam kasus tersebut, dengan empat tersangka lain adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, dan Asisten Rumah Tangga Kuwat Maruf. Mereka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto Pascal 56 KUHP. (Ida/ANTARA)
Merdeka dari Radikalisme Masih Menjadi Tugas Bersama
Jakarta, FNN - Pendakwah milenial Habib Husein Ja\'far Alhadar mengatakan, setelah 77 tahun merdeka dari keterjajahan fisik, upaya memerdekakan Indonesia dari intoleransi dan radikalisme masih menjadi tugas atau pekerjaan rumah bersama yang perlu diselesaikan oleh segenap bangsa Indonesia.\"Kemerdekaan melawan intoleransi dan radikalisme itu masih menjadi pekerjaan rumah kita,\" kata Habib Husein, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.Hal tersebut, menurut dia, masih menjadi tugas bersama yang perlu dituntaskan oleh seluruh pihak karena sampai saat ini media digital Tanah Air belum merdeka dari intoleransi dan radikalisme.Lebih lanjut, Habib Husein menyampaikan kondisi tersebut ditunjukkan oleh hasil riset Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Jakarta pada tahun 2021 yang menyebutkan, dari keseluruhan konten yang ada di media digital, jumlah konten bermuatan tidak moderat mengalami peningkatan sebesar tiga kali lipat dibandingkan konten moderat yang hanya berjumlah sekitar 20 persen.\"Konten yang tidak moderat itu menguasai lebih dari 60 persen perbincangan di media digital. Nah oleh karena itu, ini menjadi kerja bersama kita semua, bukan hanya antar-bidang, melainkan juga antar-gender,\" ucap dia.Selanjutnya, sebagaimana tema peringatan HUT Ke-77 RI \"Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat\", Habib Husein memaknai 77 tahun kemerdekaan Indonesia sebagai momentum bagi bangsa ini untuk pulih lebih cepat dari segala dorongan nafsu dan egoisme serta bangkit lebih kuat dari segala isu sektarian atau diskriminatif yang bersifat politik identitas pemecah belah kebinekaan.Lalu, dia menilai tantangan kebangsaan yang harus dihadapi oleh seluruh pihak saat ini adalah menerjemahkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. Menurutnya, narasi-narasi baru dibutuhkan agar generasi muda mampu menghayati nilai Pancasila sesuai dengan perspektif dan cara mereka.\"Jadi, tidak lagi soal menghafal Pancasila. Tidak lagi soal itu, tapi soal bagaimana mereka menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dengan ragam fenomena yang baru,\" ujar Habib Husein.Adapun upaya internalisasi nilai-nilai Pancasila itu, lanjut dia, dapat dilakukan oleh pemerintah dengan mendorong percepatan edukasi dan moderasi melalui propaganda persatuan, sebagaimana kemerdekaan bangsa dicapai melalui persatuan.\"Edukasi dan moderasi untuk menuju persatuan di tengah perbedaan itu menjadi kekuatan utama kita dari dulu. Tanpa keduanya, kita tidak akan pernah bisa merdeka dari segala tantangan yang ada, baik itu korupsi, kemiskinan, maupun lain sebagainya,\" jelasnya.Oleh karena itu, Habib Husein memandang ada dua hal yang harus menjadi agenda pemerintah agar ke depannya tidak ada lagi anak bangsa yang terjangkit virus intoleransi dan radikalisme sehingga Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan dapat diwujudkan.Pertama, pemerintah perlu mendorong seluruh masyarakat untuk senantiasa mewaspadai narasi-narasi intoleransi dan radikalisme yang ada di sekitar mereka karena narasi-narasi tersebut akan terus bertumbuh dengan beragama corak propaganda, seperti narasi bermuatan cara berpikir yang sesat.Kedua, lanjut dia, pemerintah juga perlu membangun narasi-narasi yang bersifat segar tentang toleransi dan inklusivitas dalam beragama dan berbangsa.\"Dengan demikian, pada akhirnya, kesadaran tentang pentingnya toleransi, inklusivitas, serta moderasi anak bangsa terus bertumbuh, terus terperbarui, dan yang paling terpenting adalah terhubung atau relate dengan mereka karena relate itu kata kunci bagi anak muda,\" tuturnya. (Ida/ANTARA)
HUT Ke-77 RI Momentum Renungkan Kembali Tri Sakti
Jakarta, FNN - Anggota Komisi II DPR RI Riyanta mengatakan bahwa HUT Ke-77 RI harus menjadi momentum untuk merenungkan kembali cita-cita pendiri bangsa menuju bangsa berdaulat, salah satunya Prinsip Tri Sakti yang digagas Soekarno.Ketiga pemikiran Bung Karno dalam Tri Sakti itu adalah berdaulat dalam bidang politik, berdaulat dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.\"Bung Karno sebagai pendiri bangsa ini telah mencanangkan dalam pikiran besarnya, yaitu Tri Sakti,\" kata Riyanta dalam siaran tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.Ketiganya, kata Riyanta, merupakan visi yang semestinya dilaksanakan secara konsisten agar Indonesia benar-benar menjadi negara besar di tengah keterbatasan potensi yang dimiliki negara lain.Riyanta menilai modal sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah dibandingkan negara-negara lain di dunia sehingga dapat menjadi modal untuk kebangkitan Indonesia.Selain itu, kata Riyanta, prinsip gotong royong mutlak diperlukan dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari sebagaimana prinsip hidup orang Jawa, yaitu \"Holobis Kuntul Baris\" atau burung bangau yang sedang berbaris.\"Kesejahteraan global selalu didengungkan oleh Bung Karno. Hal itu kini telah menjadi tren global dalam membangun kawasan-kawasan ekonomi,\" ujarnya.Riyanta menilai Kemerdekaan Indonesia merupakan jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.\"Kepada putra-putri bangsa segera ambil peluang dalam rangka membangun ekonomi nasional. Ciptakan kekuatan ekonomi lokal di seluruh wilayah. Di kabupaten, di kota, semua anak muda harus bergerak,\" ucapnya. (Ida/ANTARA)
Rocky Gerung: Relasi Kuasa Menyulitkan Reformasi Kepolisian
Jakarta, FNN – Terkuaknya rekayasa kasus pembunuhan Brigadir J mengantarkan fokus persoalan pada internal kepolisian dengan terbongkarnya aktivitas perjudian di kalangan polisi. Sejak beredarnya grafik \"Kekaisaran Sambo\", media mulai menyelidiki dan mempertanyakan asal harta kekayaan oknum polisi. Dalam perbincangannya melalui kanal Youtube Rocky Gerung Official, Rocky bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief menyoroti internal institusi kepolisian sejak terungkapnya kasus perjudian yang dipimpin oleh Ferdy Sambo. \"Semua soal ini berawal dari institusi kepolisian yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik, oleh partai-partai politik, oleh tokoh-tokoh politik,\" ucapnya dalam video berjudul \"Pasukan \"Kaisar\" Sambo Bersiap Serang Balik. Kapolri Harus Waspada!\" yang dirilis pada Jumat, 19 Agustus 2022. Beredarnya informasi mengenai kasus perjudian di kepolisian perlu diselidiki lebih lanjut. Rocky menjelaskan isu harus diurai secara perlahan sebelum institusi dibenahi secara keseluruhan. \"Publik harus konsolidasi dulu isunya. Konsolidasi ini yang memungkinkan kita benahi kepolisian sebagai institusi,\" sambung Rocky. Kemudian, Rocky mengaitkan pada posisi Jendral Listyo Sigit Prabowo, yang terjepit oleh dua arus, yaitu arus publik dan arus politik dari atas. Di saat publik menginginkan percepatan dalam membongkar kasus, sementara itu Kapolri juga mendapat tekanan politik untuk menuntaskan kasus sehingga dianggap mampu dan tidak dilakukan pergantian kapolri. Hersubeno menyatakan setelah Ferdy Sambo dinyatakan sebagai tersangka dalam pembunuhan Brigadir J, publik kini tertarik dengan isu pangkat dan pasukan Sambo dari luar daerah. Rocky menanggapi bahwa untuk mengungkap kasus bergantung pada relasi kuasa di antara institusi terkait. \"Kita tahu bahwa relasi kuasa antara politisi dan kepolisian (antara partai dan kepolisian) itu tidak berubah. Jadi, selama relasi kuasa di luar kepolisian masih sama, maka sulit untuk melakukan reformasi dari dalam,\" ungkap Rocky Gerung. Menanggapi persoalan ini lebih jauh, Rocky menjelaskan selama independensi belum diperoleh, maka objektivitas publik juga akan mendua. Reformasi dilakukan, namun masih berlangsung pola kekuasaan di belakang kepolisian. Meskipun dorongan publik bermaksud baik yang berharap institusi kepolisian selamat dalam menghadapi berbagai masalah ke depan, seperti politik global, pemilu, dsb. Seperti yang diberitakan, beredarnya isu perjudian dan atau Konsorsium 303 yang diduga dipimpin oleh Ferdy Sambo viral di media sosial. Setelah terungkapnya skenario dan pelaku pembunuhan Brigadir J, publik kini terfokus dengan isu dalam internal kepolisian yang perlu pembenahan. (oct)
Negara Hukum untuk Kedaulatan Rakyat, Bukan Kekuasaan Belaka!
Jakarta, FNN – Menko Polhukam Mahfud MD mempertanyakan, “Mengapa DPR hanya diam saja ketika ada meledak kasus Brigadir Joshua ini?” ucap Harsubeno Arief mengutip pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD dalam kanal YouTube Hersubeno Point yang berjudul “Fahri Hamzah: Komisi III DPR, Sudah Jadi Komisi Tega”. Dalam video tersebut Hersubeno mengangkat kembali topik yang dia dengar dari Gelora TV, Rabu (17/8/2022) dengan topik “77 Tahun Kemerdekaan: Negara Hukum dan Masa Depan Indonesia” dengan pembicara Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah dan Ketua Fraksi Demokrat MPR RI Benny K. Harman, serta pengamat hukum dan tata negara Refly Harun. Fahri Hamzah mengutarakan keresahan yang dirasakan oleh dirinya dan juga temannya, “Karena sistem seperti sekarang ini memang mempersulit wakil rakyat untuk tetap menjadi wakil rakyat ini ada problem juga pada sistem kita”. “Tantangan paling besar bagi negara kita ini adalah tentang negara hukum ini. Hal itulah yang menjelaskan kenapa pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia yang terutama pasca amandemen dalam bentuk dan kedaulatan itu mencantumkan konsepsi-konsepsi dasar,” tambahnya. Fahri Hamzah menambahkan, dalam pasal pertama UUD 1945 menjelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, serta kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Baru kemudian pasal atau ayat ketiganya adalah negara Indonesia adalah negara hukum. Dari hal tersebut Fahri Hamzah menambahkan bahwa Indonesia sebagai negara hukum harus jelas penegakannya. “Indonesia sebagai negara hukum harus menganggap bahwa setelah persoalan bentuk negara dan persoalan kedaulatan rakyat, maka negara hukum adalah perintah yang paling penting yang menjadi dasar kita untuk membaca negara dari hari ke hari. Jangan sampai perhatian kita itu beralih kepada soal jalan debatan dan lain-lain,” tegasnya. Benny K. Harman menangapi dan berpendapat bahwa Indonesia ini belum merdeka secara hukum. Karena ada dua alasan. “Pertama, hukum yang kita bikin dari awal sampai sekarang ini kan material, hukum pertama yang kita bikin ini rakyat tidak dilibatkan,” ujarnya. Hal itu disebabkan hanya yang memiliki kekuasaan yang membentuk hukum, sedangkan rakyat hanya menjalani hukum tersebut. “Yang kedua, hukum yang mereka buat itu bukan berasal dari jiwa rakyat. Tapi hukum itu banyak diimpor dari luar. Sumber materialnya dari luar, sumber material dari luar ini dirumuskan sedemikian rupa menjadi aturan hukum dan itulah yang dilaksakan oleh rakyat kita,” tambah Benny Harman. Benny Harman juga berpendapat tentang pelaksanaan dan penegakan hukum yang tidak adil karena substansi hukumnya sendiri sudah tidak adil. Padahal makna kemerdekaan tadi adalah kedaulatan dalam bidang politik dan kemandirian dalam bidang ekonomi. Polemik inilah yang membuat negara kita sekarang ini tampak rapuh karena tidak berbasiskan pada hukum sebagai fondasi awalnya, akan tetapi berbasiskan kekuasaan. Benny juga menggambarkan situasi ini dengan adanya kasus internal di Polri. Dari kasus tersebut dapat dilihat bagaimana proses penegakan hukum yang dilandasi kekuasaan. “Ini kan perkembangan ini salah satu model contoh bagaimana sebetulnya aktor-aktor penegak hukum ini bekerja secara menonton, secara formalistik, teknik birokratik gitu ya, yang membuat publik juga kalau lembaga resmi saja menyampaikan informasi bohong begitu, siapa lagi yang kita percaya,” tandas Benny Harman. Usia 77 tahun kemerdekaan Indonesia harusnya menjadi tonggak evaluasi perjalanan kita dalam bernegara. Banyaknya permasalahan dalam penegakan hukum membuat masyarakat bertanya kembali tentang landasan negara kita yang katanya \'negara hukum\'. (Fikri)
Sidang Paripurna DPD RI Putuskan Tamsil Linrung Gantikan Fadel Muhammad
Jakarta, FNN – Sidang Paripurna ke-2 DPD RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 yang dipimpin Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2022), memutuskan pergantian Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI. Salah satu agenda yang dibahas dalam sidang tersebut adalah tindak lanjut penyampaian mosi tidak percaya terkait keinginan mayoritas anggota DPD RI untuk menarik Fadel Muhammad dari jabatan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI. “Dalam Sidang Paripurna ke-13 DPD RI Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022, diputuskan bahwa mosi tidak percaya akan diteruskan ke Badan Kehormatan dan Kelompok DPD RI,” tutur LaNyalla yang memimpin sidang, didampingi Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan B. Najamudin. LaNyalla melanjutkan, dalam perkembangannya, mosi tidak percaya yang awalnya ditandatangani 91 anggota DPD RI bertambah menjadi 97 anggota yang membubuhkan tanda tangan. Dalam Sidang Paripurna ke-1 Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 telah ditetapkan terkait penarikan dukungan itu keputusannya diserahkan kepada pimpinan DPD RI. “Maka pimpinan DPD RI pada sidang kali ini menyepakati penarikan tersebut. Untuk itu dalam sidang kali ini kita perlu melakukan pemilihan Wakil Ketua MPR utusan DPD RI untuk mengisi kekosongan posisi tersebut,” tutur LaNyalla. Selanjutnya masing-masing wilayah diminta bermusyawarah untuk mengusulkan calon Wakil Ketua MPR dari utusan DPD RI. Sub wilayah Barat I mengusulkan nama Abdullah Puteh (Aceh), Sub Wilayah Barat II merekomendasikan Bustami Zainudin (Lampung), Sub Wilayah Timur I usul Tamsil Linrung (Sulawesi Selatan) dan Sub Wilayah Timur II mengusulkan Yorrys Raweyai (Papua). Saat ditawarkan untuk dilakukan musyawarah kepada keempat calon ternyata hal itu tidak tercapai. Pimpinan sidang memutuskan pemilihan dengan mekanisme voting yang diikuti sebanyak anggota 96 anggota DPD RI. “Akhirnya dengan mengantongi 39 suara Tamsil Linrung diputuskan sebagai Wakil Ketua MPR utusan DPD RI pengganti posisi Fadel Muhammad,” ujar Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono. Sedangkan kandidat lainnya Bustami Zainudin memperoleh 21 suara, Yorrys Raweyai 19 suara dan Abdullah Puteh 14 suara. Sementara terdapat 2 suara tidak sah dan 1 abstain. Sebelumnya Fadel Muhammad dalam sidang tersebut menolak atas mosi tidak percaya tersebut. Fadel merasa dirinya tidak berbuat hal-hal yang melanggar. “Untuk itu saya akan melakukan upaya hukum atas keputusan tersebut. Upaya hukum secara internal dengan melapor ke BK. Upaya dari luar, saya akan membuat somasi terhadap Ketua, pimpinan dan para anggota DPD RI yang menandatangani. Saya menganggap langkah itu tidak sesuai tata tertib dan tidak ada dalam aturan di DPD, untuk itu saya akan menuntut somasi sebesar 100 miliar (rupiah) yang ditanggung oleh DPD RI,” papar dia. Langkah selanjutnya, Fadel dan tim hukum juga akan melaporkan ke polisi atas pencemaran nama baik. “Ketiga karena sudah ditetapkan dan diketok palu dalam Sidang Paripurna oleh Ketua DPD RI, maka kami akan ajukan hal ini ke PTUN. Yang terakhir kami akan mengajukan perdata dengan penetapan ganti rugi,” tuturnya. (mth/*)