ALL CATEGORY

MAKLUMAT: Duka Cita Purnawirawan TNI, Duka Cita Indonesia

Bandung, FNN - Sugeng Waras seorang purnawirawan TNI AD mengajak seluruh anggota FPPI (Purn & ALB) dan Eks Tri Matra, dimana pun untuk hadir di Polsek Lembang, Bandung Jawa Barat. Tujuannya untuk mengkounter Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi yang dianggap ada kejanggalan. Sugeng menegaskan maklumat ini sebagai Forum Solidaritas Purnawirawan TNI, dalam menyikapi wafatnya rekan kita  Letkol purn H Muhamad Mubin alumni AKABRI 1982,  yang telah dibunuh di Lembang Jawa Barat, ditusuk/dianiaya  berat dengan tusukan benda tajam/pisau dapur oleh seorang oknum Cina bernama  Herdy Hernando. Adapun latar belakang dan kronologis kejadian adalah Letkol purn H Muhamad Mubin adalah alumni AKABRI 1982, sewaktu taruna siswa pernah menjabat sebagai Perwira Rohani Islam Taruna, jabatan terakhir sebagai Komandan Kodim Tarakan Kalimantan. Dalam mencukupi kebutuhan sehari hari hidupnya di masa pensiun, dia bekerja sebagai  sopir salah satu perusahaan mebel di Lembang  (yang tidak diketahui oleh sang Boss hingga akhir hayat, bahwa sopirnya adalah seorang mantan Perwira TNI). Pada hari Selasa 16 Agustus 2022, seperti biasa dia mengantar sekolah anak majikanya di STK Jalan Kayu Ambon no 18, rt 01, rw 12, Desa Lembang,  Kecamatan Lembang, Kabupaten  Bandung Barat,  Provinsi Jawa Barat. Dia memarkir mobilnya di depan toko, kemudian mengantar/menyeberangkan anak tersebut. Sesampai di sekolah, ternyata sekolahnya sedang libur, dan dia langsung kembali ke mobil bersama anak itu. Sesuai penyampaian dari seorang saksi yang dekat dengan TKP (inisial disembunyikan), sesampainya di mobil Letkol Purn M Mubin ditegor oleh seorang karyawan toko tersebut, tidak boleh parkir mobil di depan pintu dan diminta  untuk segera memindahkan mobilnya,  karena pemilik rumah bertabiat pemarah, dan terjadilah adu mulut (tidak berkelahi). Saat Letkol Purn M Mubin masuk mobil, seorang oknum Cina bernama  HH yang sedang di dapur, begitu mendengar keributan di luar langsung mengambil dan membawa pisau dapur serta menusukkan pisaunya ke bagian leher Letkol Purn M Mubin dari belakang dan samping ketika Letkol M Mubin dalam posisi di dalam kendaraan. Jam menunjukkan sekitar pukul 08.30 WIB. Meskipun Letkol purn M Mubin berusaha menangkis dan mengelak dengan tanganya namun oknum Cina  terus berusaha menusuk  Letkol Purn M Mubin sehingga terdapat beberapa luka di dada dan perutnya. Dalam keadaan luka parah dan bersimbah darah Letkol Purn M Mubin masih sadar dan mencoba menghindar dan menjalankan mobilnya. Ketika mencapai jarak sekitar 25 meter Letkol Purn M Mubin tidak sanggup lagi menjalankan mobilnya  akibat banyaknya  pendarahan yang keluar dan mobil  terhenti. Saat itulah beberapa orang yang berada dekat lokasi kejadian menolong Letkol Purn M Mubin, dikeluarkan dari mobil dan selanjutnya dibawa ke rumah sakit terdekat, RS SESPIM POLRI, Lembang. Setelah mendapat pertolongan tambahan, merasa tidak sanggup mengatasi, kemudian Letkol purn H M Mubin dilarikan ke RS Kartika Asih Bandung. Akibat banyaknya  pendarahan yang keluar, akhirnya Letkol purn M Mubin tidak tertolong dan meninggal dunia. Tak lama kemudian viral photo pelaku adalah seorang oknum Cina, tampil pertama setengah badan tanpa topi, dan tampil photo berikutnya bertopi haji warna putih. Pada proses selanjutnya, ketika keluarga korban diwawancarai penyidik / polisi ada beberapa hal yang tidak sesuai fakta di lapangan. Pertama,  Dalam BAP disebutkan telah terjadi perkelahian. Kedua, tidak dituangkan keberadaan anak kecil yang di antar kesekolah, sedangkan sesungguhnya berada di samping sopir. Melengkapi informasi, setelah diadakan penyelidikan oleh seorang aktifis 66 ( Inisial C ), setelah diadakan pertanyaan kepada beberapa orang disekitar TKP dengan menunjukkan foto foto pelaku, ternyata tidak ada yang tahu / kenal (bisa diduga foto yang dimuat dimedsos bukan pelaku sebenarnya). Di samping itu, ada informasi dari seseorang yang berpotensi jadi saksi pihak korban, menyampaikan ada oknum  orang yang sudah menerima uang dari kleuarga pelaku. Patut diduga, oknum penyidik telah membuat keterangan palsu / bohong yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan serta ada dugaan kerjasama antara penyidik dengan pihak pelaku ( ada adagium, tidak sedikit oknum polisi pada setiap kejadian perkara yang terlintas di kepalanya akan mendapat rezeki / uang). Dalam hal yang terkait jeratan pasal  351 ayat 1 tentang penganiayaan dengan tuntutan hukum maksimal 2 tahun penjara dari penyidik patut diduga telah menyelewengkan dengan sengaja tidak dimunculkan ayat 2 dan 3 tentang penganiayaan berat dan pembunuhan dengan ancaman hukuman diatas 15 tahun penjara atau hukuman mati. Oleh karenanya, Tim Gabungan para purn dan tokoh serta aktifis sekitar Bandung akan : a. Melakukan pers rilis sebagai kounter BAP yang dibuat polisi pada Sabtu, 20 Agustus 2022. b. Melakukan kunjungan silaturahmi ke Polsek Lembang pada Minggu, 21 Agustus 2022, pukul 10.00 dilanjutkan berbelasungkawa ke rumah duka Kopo, pada  pukul 12.00. Diharapkan seluruh purnawirawan di Bandung dan sekitarnya khususnya dan di manapun berada umumnya, untuk hadir dalam kedua acara tersebut ( silaturahmi ke Polsek Lembang dan kunjungan belasungkawa k rrumah duka ) dengan berpakaian purnawirawan nuansa doreng dan hijau TNI serta baret / topi satuan lama, sebagai rasa kepedulian dan solidaritas sesama purnawirawan TNI. Dalam acara point b tersebut  akan dikoordinir oleh Kol purn Sugeng Waras Ketum FPPI dan Ruslan Buton eks TNI AD sebagai panglima Eks Tri Matra. Sugeng mengajak kita semua untuk menegjakkan kejujuran, kebenaran dan keadilan, Purnawirawan TNI selalu bersama rakyat. (*)

Sadis Membunuh Mantan Dandim Layak Dihukum Mati

Oleh  M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan LEMBANG daerah utara Bandung dingin udaranya akan tetapi ada berita panas dari sana yakni tumpahan darah Letkol Purn. H. Muhammad Mubin mantan Dandim Tarakan akibat tusukan berkali-kali oleh orang yang diberitakan bernama Henry Hernando alias Aseng seorang pengusaha. Konon alasan pembunuhan sederhana yakni Ia kesal karena Mubin memarkir mobil di depan tokonya.  Mubin sendiri memarkirkan mobil untuk mengantar ke sekolah anak pemilik toko meubel dimana ia bekerja. Mantan Dandim alumni Pesantren Darul Ulum Jombang Jatim yang memilih pensiun dini ini memang orang yang sederhana. Ternyata hanya soal parkir ia telah menjadi korban dari arogansi pengusaha keturunan. Lima luka tusukan di antaranya di leher telah menewaskan secara mengenaskan.  Sayang tidak ada penjelasan resmi pihak Kepolisian di tingkat Sektor mengenai duduk perkara sebenarnya.  Simpang siur motif pembunuhan, katanya kesal karena sering parkir menghalangi. Terkesan ada yang ditutup-tutupi. Isu yang berkembang adalah Henry Hernando memiliki hubungan dengan pejabat Kepolisian. Hal ini perlu mendapat klarifikasi agar tidak menjadi liar. Pengalihan penanganan oleh Polda Jabar harus dibarengi dengan penilaian kerja Polsek Lembang dan Polres Cimahi agar tidak menimbulkan dugaan penanganan awal yang tidak profesional. Sanksi perlu dijatuhkan bila terbukti terjadi kekeliruan.  Baru saja di Jakarta publik diramaikan oleh kasus pembunuhan Brigadir J di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo tiba tiba di Bandung dikejutkan oleh pembunuhan sadis seorang mantan Dandim Letkol TNI (Purn) Muhammad Mubin oleh seorang pengusaha Henry Hernando.  Serasa bergerak cepat dari Sambo ke Hernando.  Mungkin untuk menutupi persoalan SARA maka tiba tiba Henry Hernando berpotret  memakai topi yang mengesankan sebagai seorang muslim. Padahal soal pembunuhan  tidak bisa dipersoalkan apa agamanya. Bahkan rekayasa seperti ini justru menimbulkan persoalan SARA baru. Yang mendandani jelas telah melanggar etika dalam penanganan perkara. Polsek atau Polres harus diusut keterlibatannya.  Semakin terlihat kejanggalan semakin menimbulkan pertanyaan. Apa motif sebenarnya dari pembunuhan sadis pengusaha keturunan ini  ? Siapa dirinya apakah pengusaha kecil, menengah, atau bagian dari jaringan bisnis besar  ? Apa bisnis yang bersangkutan ? Hanya toko di Lembang atau ada sesuatu yang disembunyikan. Mengapa sekitar tokonya sebagai TKP tidak cepat dibuat \"police line\" ?  Henry Hernando telah ditetapkan sebagai tersangka. Hanya disangkakan melanggar Pasal 351 KUHP soal penganiayaan bukan 338 KUHP untuk pembunuhan. Adapun dengan membawa pisau yang sepertinya dipersiapkan sangat mungkin untuk dikenakan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Bukankah tersangka kesal karena korban sering parkir di depan rukonya. Artinya ada dendam. Penusukan berkali-kali ke leher, dada, dan perut itu bukan penganiayaan. Pembunuhan atau pembunuhan berencana.  Aseng layak dihukum mati  !  Seorang Purnawirawan telah dibunuh sadis tanggal 16 Agustus 2022. Pelakunya seorang pengusaha. Jika tidak dikuak kasusnya oleh rekan seangkatannya Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, maka nampaknya kasus ini akan adem-adem saja. Ada rasa kesengajaan untuk menutupi atau \"melindungi\". Benar atau tidak, Kepolisian harus menyidik dengan terbuka dan transparan.  Jangan ada cerita Sambo di Bandung. Keadilan harus ditegakkan walaupun ia adalah teman macan, singa, ataupun naga. Pembunuhan Letkol TNI (Purn) Muhammad Mubin bukan kasus sederhana. Purnawirawan TNI pun tentu tidak mungkin bisa tinggal diam atau berpangku tangan. Martabat yang terinjak oleh arogansi pengusaha keturunan yang bertindak sadis.  Polisi menghadapi ujian kejujuran dan kerja profesional. Di tengah bobroknya mental penyiksa dan perekayasa sejenis Irjen Ferdy Sambo dan squad jahatnya. (*)

Menuju Reformasi Total Institusi Polri, Wacana atau Dilema-1

Oleh Raden Baskoro HT (Forum Diaspora Indonesia Asia-Pasific) Tak pernah satu detikpun saat ini layar TV dan layar HP kita lepas dari berita Sambo, plus dengan komentar dan ceiloteh netizen se-Nusantara. Irjen Pol Ferdy Sambo, ex-Kadiv Propam kalau kita flash back 50 hari yang lalu adalah sosok besar, kuat, dan menakutkan, hari ini berbalik arah total 180 derjat. Pada kesempatan ini, kita tak perlu lagi mengurai dan mengulas bagaimana peristiwa hukum penuh darah dan rekayasa memalukan ini berjalan. Kesimpulan yang kita ambil adalah telah terjadi sebuah skandal dan kejahatan besar luar bias (extraordinary crime), yang dilakukan oleh PJU (Pemangku Jabatan Utama) di tubuh institusi Polri. Bersama para rekan dan anak buahnya secara sistematis dan terukur. Jabatan Kadiv Propam itu bukan jabatan biasa. Propam itu seperti Polisinya bagi Polisi. Yang mempunyai kewenangan menangkap, menyelidiki, memproses dan mengadili secar kode etik setiap Polisi apapun pangkat dan jabatannya ketika melakukan kesalahan maupun pelanggaran kode etik. Jabatan Divisi Propam itu seperti yang dikatakan oleh Irjen Pol Ferdy Sambo itu sendiri adalah, “ Brand Ambasador dari performa Polisi itu sendiril”.dalam sebuah unggahan video yang begitu viral. Artinya, kejahatan yang dilakukan oleh Sambo Cs tidak bisa lagi kita kerdilkan itu adalah “prilaku oknum” semata. Ini adalah sebuah kejahatan yang tersistem, yang berarti ada permasalahan mendasar, komprehensif dan integral melanda korps Bhayangkara ini. Meskipun pada satu sisi, kita tentu tidak juga megeneralisir semua Polisi itu jahat. Tak bisa kita pungkiri lagi saat ini, bagaimana perluasan kewenangan Polisi pada masa reformasi khususnya era rezim Jokowi akhirnya memakan korban internalnya sendiri. Kewenangan Polisi yang begitu luas, menjadikan Polri seolah jadi institusi paling “Super Power, Super Body, Full Power” di negara ini. Polri hari ini tidak saja memiliki persenjataan canggih mutakhir, tetapi juga punya “senjata kewenangan” hukum sosial politik yang tanpa batas. Beda dengan TNI, meskipun punya senjata dan perlatan tempur, tapi tunduk pada kekuasaan “Supremasi Supil” di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan. Beda lagi dengan Polri yang langsung sebagai anak emas di bawah Presiden. Kewenangan yang begitu luas, memiliki pasukan bersenjata, serta jadi “anak emas” Presiden, membuat Polri terjerambab ke dalam pusaran arus Politik. Akibatnya, Polri yang seharusnya menjadi aparat negara yang tunduk dan loyal pada hukum, hari ini terjebak menjadi alat dan tameng kekuasaan. Seperti ada semacam hubungan mutualisme antara Polri dan penguasa. Diberi kewenangan dan fasilitas kekuasaan, tapi bekerja sebagai garda utama pendukung kekuasaan. Sebenarnya sudah banyak kritikan, masukan, yang disampaikan oleh para aktifis, akademisi, purnawirahan dan para ahli, bahwa sudah saatnya Polri melakukan reformasi. Belajar kepada TNI yang sudah jauh mereformasi dirinya dan beradabtasi dengan cepat pasca reformasi. Tapi pemerintah hari ini khususnya tidak bergeming sama sekali. Kenapa? Karena pemerintah hari inilah yang paling merasakan manfaat dari kekuasaan Polisi yang super body dalam melindungi kepentingan politik dan kekuasaannya. Sampai akhirnya skandal besar Sambo Cs ini terkuak kepada publik, barulah banyak yang tersadarkan bahwa, memang telah terjadi sebuah kerusakan sistematis, disorientasi kewenangan dalam tubuh Polri.  Tidak bisa kita nafik kan bagaimana opini dan asumsi rakyat menilai Polisi hari ini. Telah terjadi degradasi, demoralisasi, destrukturisasi wajah Polisi di mata masyarakat luas. Bagaimana rakyat marah dan tidak percaya lagi pada Polisi ; Anak buahnya sendiri saja tega di bunuh dengan kejam. Rumah tangga nya saja tidak bisa dia jaga apalagi institusi apalagi rakyat? Dengan telanjang juga kita semua melihat dan mendengar bagaimana akrobatik rekayasa cerita berbolak balik mempertontonkan kebohongan demi kebohongan tanpa rasa malu ? Pagi bilang A, siang bilang B, malam bilang C.  Apa jadinya negara ini kedepan, apabila para penegak hukumnya sendiri adalah penjahat? Tukang rekayasa? Tukang backing kejahatan? Tukang bohong tanpa rasa malu? Dan setiap tugasnya tak luput dari embel-embel kata “uang”. Kejahatan yang dilakukan oleh Sambo Cs, baik yang telah diakuinya pada publik maupun yang belum, adalah wajah dan panggung utama sosok Polisi hari ini. Apalagi kalau isu tentang harta karun satgassus, narkoba, judi, ilegal mining, dan kriminalisasi pelakunya semua adalah Polisi terbukti? Sungguh tak bisa lagi kita bedakan antara mana yang Polisi dan mana mafia yang berseragam. Skandal Sambo Cs, sepak terjang Satgassus yang sangat meresahkan adalah aib besar bagi lembaga kepolisian. Dan semua ini harus diusut tuntas dan setransparansinya. Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada Polisi.  Untuk itu, arus isu tentang reformasi total terhadap institusi Polri secara menyeluruh harus segera direalisasikan. Bukan wacana lagi. Bukan dilema lagi. Cukup sudah kejadian Skandal Sambo Cs dan sepak terjang Satgassus ini menjadi bukti otentik, bahwa telah terjadi kerusakan dan disorientasi tugas kepolisian di Indonesia. Sudah saatnya kembalikan lagi, jati diri Polisi sebagai penegak hukum, penjaga Kamtibmas, dan bertindak sebagai melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat. Politik kepolisian adalah politik negara yang hanya tunduk pada hukum dan konstitusi dimana rakyat di dalamnya adalah pemegang daulat tertinggi. Polisi dipisahkan dari ABRI melalui TAP/MPR/VI/2000 agar menjadi sipil yang humanis bersenjata untuk melumpuhkan. Polisi non-kombatan bukan untuk tempur dan jadi pembunuh rakyatnya sendiri. Sudah saatnya UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia di revisi dan direkonstruksi ulang baik secara substansi, struktural, kultural, dan orientasi. Hentikan menarik-narik Polisi masuk kedalam rumpun kekuasaan. Indonesia adalah negara berbentuk Republik dan memganut paham demokrasi dalam sistem politiknya. Artinya, secara konsepsi bernegara harus di pisahkan mana yang negara dan mana yang pemerintah. Dimana Polisi itu adalah pelaksana regulasi, bukan kacung kekuasaan. Yang merepresentasikan dirinya pemerintah itu adalah negara. Ini tidak benar dan salah total.  Reformasi Polri harus dimulai dari repositioning, meletakkan Polri secara mandiri di bawah koordinasi kelembagaan kementrian. Seperti TNI di bawah Kemenhan RI. Silahkan dikaji, apakah berada di bawah Kemendagri, Polhukam, Kementrian baru KamNas, atau kembali digabungkan bersama TNI? Selanjutnya, juga pemurnian pemahaman yang dapat memisahkan antara pengertian keamanan sebagai konsep dengan keamanan ketertiban masyarakat sebagai fungsi. Begitu juga dalam penugasan satuan tempur kombataj dalam Polisi, yang itu jelas bertentangan dengan UU dan konvensi Jenewa tahun 1949, dimana kepolisian Indonesia juga tergabung dalam IOSCE yang beranggotakan 57 negara di dunia. Yang sepakat menempatkan tugas kepolisian sebagai Polisi yang humanis dan menjunjung tinggi HAM. Ini secara fakta, jelas bertolak belakang dengan performance Polri saat ini. Keberadan Brimob, Densus 88, Gegana, bisa di anggap sebagai polisinisasi kekuasaan kedalam negara. Ini jelas inskonstitusional. Pemahaman dan diktrin Polisi sebagai “the guardian of state” ini yang akhirnya menghilangkan jati diri Polisi Indonesia yang humanis pengayom rakyat sesuai Tri Brata, kembali menjadi “militeristik” bak monster pembunuh bagi rakyatnya sendiri. Meskipun hal ini dilematis bagi penguasa hari ini yang sudah “keenakan” mendapatkan manfaat dari loyalitas subjektif Polisi sebagai alat kekuasaan, Polri hari ini harus di selamatkan, di keluarkan dari kubangan arus politik kekuasaan. Polisi adalah institusi kebanggaan masyarakat Indonesia. Jangan sampai di peralat oleh tangan-tangan jahil politisi jahat yang memanfaatkan Polisi jadi tameng kekuasaannya. Reformasi total Polisi harus segera di realisasikan. Stop wacana dan lawan upaya rezim ini untuk selalu membenturkan dan mengadu domba Polisi dengan rakyat khususnya yang bersebrangan secara pilihan politik. Cukup sudah skandal memalukan Sambo Cs dan Satgassus ini, terjadi satu kali ini saja. Mari bersama kita kembalikan citra baik Polisi kepada publik. Kita dukung Kapolri hari ini Jendral Sigid melakukan pembersihan dan reformasi total terhadap institusi Polri. Kita tunggu dan awasi bersama ya..  Australia, 18 Agustus 2022

Menko Polhukam: Peran Tokoh Islam Sangat Besar dalam Kemerdekaan NKRI

Makassar,  FNN -- Peran tokoh-tokoh Islam sangat besar dalam kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI) dan mereka ikut terlibat dalam perancangan konstitusi dan Pancasila. Hal itu diungkapkan  Menko Polhukam Mahfud MD, ketika menjadi pembicara kunci pada Dialog Kebangsaan Wahdah Islamiyah di kampus STIBA Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022). \"Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, kita mengenal dengan tokoh-tokoh Islam seperti Agus Salim, Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim yang ikut memperjuangkan berdirinya NKRI bahkan terlibat langsung dalam penyusunan konstitusi dan dasar-dasar negara. Olehnya itu, mari kita jaga NKRI dengan sepenuh hati,\" kata Mahfud.  Ormas Islam, kata dia, merupakan aset nasional yang patut untuk dijaga keberadaannya, demi memperkuat NKRI.   “Ormas Islam adalah aset nasional yang bisa memperkuat NKRI sebagaimana ormas-ormas yang lain. Indonesia sebenarnya sudah berakar di lubuk hati bangsa Indonesia dari seluruh suku di penjuru wilayah. Negeri indah Indonesia, menanti dan merindukan karya-karya mu. Dan itu Wahdah Islamiyah,” ujar Mahfud. Terkait kiprah ormas Wahdah Islamiyah, Mahfud MD memberi penilaian positif. Bahkan ia begitu antusias menghadiri Dialog Kebangsaan bertema “Dengan Takwa dan Komitmen pada Konstitusi, Kita Wujudkan NKRI Jaya dan Harmoni”  yang digelar Wahdah Islamiyah.  \"Saya menyambut gembira dan terharu dengan Dialog Kebangsaan ini yang memilih tema \'Dengan Taqwa dan Komitmen pada Konstitusi Hukum Kita Wujudkan NKRI Jaya dan Harmoni\'. Dari tema ini ada kata taqwa, konstitusi dan harmoni adalah 3 variabel penting, dan menjadi pertimbangan bagi saya untuk hadir,\" ujar Mahfud MD. Pada kesempatan ini, Mahfud juga berkisah awal mengenal Wahdah Islamiyah. Kala itu ia juga menjadi pembicara dalam Muktamar Wahdah Islamiyah yang diselenggarakan secara online karena masih masa pandemi. “Dan waktu itu saya tanya sama Badan Intelejen Negara (BIN), menurut identifikasi BIN tentang Wahdah Islamiyah ini seperti apa? Saya akan datang tapi saya ingin tahu dulu. Kemudian identifikasi BIN mengatakan bahwa Wahdah Islamiyah adalah organisasi Islam yang berasas kebangsaan, menyatakan kesetiaanya kepada NKRI. Olehnya itu, BIN merekomendasikan kami untuk datang ke sana dengan tujuan mensolidkan komitmen tersebut,” jelasnya. Berasaskan Islam Sementara itu, Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin secara singkat mengenalkan ormas yang dipimpinnya kepada Mahfud MD dan para hadirin yang mengikuti Dialog Kebangsaan.  Wahdah, kata Ustaz Zaitun, adalah ormas nasional yang didirikan dan terdaftar secara resmi di Kemendagri pada 2002, berasaskan Islam dan Pancasila serta berlandaskan paham Ahlussunah wal jamaah. “Wahdah Islamiyah selalu menyampaikan pesan nasihat kepada para pemuda agar tidak tertarik terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekstremisme dan terorisme,” tambah Zaitun Rasmin. Terkait isu radikalisme dan terorisme, Zaitun, menyampaikan bila Wahdah telah mengeluarkan puluhan pernyataan yang mengecam tindakan tersebut. Baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri. Wahdah Islamiyah juga bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah melakukan kegiatan-kegiatan kebangsaan.  Hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Wahdah benar-benar merupakan bagian dari bangsa ini dan mampu bekerja sama dengan komponen bangsa lainnya. Pada kesempatan tersebut, Zaitun Rasmin juga menyampaikan adanya isu, kecurigaan dan juga fitnah yang dilakukan pihak lain terhadap Wahdah Islamiyah. Fitnah tersebut adalah soal gerakan radikal yang disematkan kepada Wahdah. “Itu semua kami terima dengan penuh kesabaran,” kata UZR. Isu dan fitnah yang dialamatkan pada Wahdah itu, kata Zaitun Rasmin, pada akhirnya tidak terbukti. Sebab pihaknya selama ini merasa terbuka, menerapkan ‘open management’ dan tidak ada yang disembunyikan. “Alhamdulillah sampai hari ini tidak satupun dari pengurus atau kader Wahdah yang dinyatakan terlibat atau ikut kegiatan terorisme atau radikalisme,” tegasnya. (TG)

Hapus Pangkat Jenderal, Polisi di Bawah Bupati-Walikota Saja

Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior FNN  FERDY Sambo membongkar semuanya. Mulai dari mentalitas jenderal, gaya hidup, sampai soal tambang duit hitam. Pendek cerita, Polri sekarang ini menjadi beban rakyat. Bukan pelindung. Bukan pula pengayom. Kasus Sambo membuat rakyat semakin jengkel melihat Polisi. Boleh jadi rakyat menganggap semua polisi seperti Sambo. Apa boleh buat. Tentulah masih banyak polisi yang baik, yang lurus.  Tapi, tidak bisa dibantah bahwa banyak sekali kasus tercela yang melibatkan anggota Polri. Atas dasar inilah publik melihat semua polisi sama saja. Polisi yang baik-baik menjadi tak kelihatan. Prihatin! Kembali ke Sambo, polisi berbintang dua ini menjerumuskan Kepolisian ke jurang kehancuran. Sambo mengakui bahwa dialah yang merencakan pembunuhan Brigadir Yoshua (Brigadir J). Ini berarti Sambo mengakui juga tindakan sadis terhadap korban. Ketegaan Sambo ini besar kemungkinan terkait dengan pangkat dan posisinya. Pangkatnya jenderal, jabatannya Kadiv Propam. Pangkat tinggi, posisi super kuat. Sambo merasa bisa berbuat apa saja tanpa hukuman. Dan merasa bisa mengatur skenario yang diinginkannya. Bawahan akan mengikuti perintah. Dan memang inilah yang menyebabkan begitu banyak bintang satu, Kombes, AKBP, Kompol, AKP, dll, terseret bersama Sambo. Sambo tak hanya menggunakan perintah hirarkis. Dia juga menjanjikan uang besar kepada orang-orang yang membantunya dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Jadi, pangkat tinggi dan uang banyak. Inilah yang diandalkan Sambo. Kombinasi yang sangat ‘powerful’: kekuasaan dan uang. Susah ditolak oleh bawahan. Sambo menyalahgunakan kekuasaannya. Plus duit besar. Dari mana Sambo mendapatkan duit besar? Diduga kuat Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih, yang non-struktural, membukakan pintu duit besar itu. Banyak dugaan bahwa Sambo membangun jaringan masif mirip Mafia, di tubuh Polri dengan berlindung di balik Satgas percepatan penanganan kasus. Sampai di sini, kita menemukan tiga ramuan yang membuat Sambo dianggap super kuat. Dia dikatakan lebih kuat dari Kapolri sendiri. Ketiga ramuan itu adalah: pangkat jenderal, wewenang khusus (Satgassus), dan duit besar. Dengan pangkat jenderal, Sambo mengepalai Satgassus. Dengan Satgassus, Sambo diduga mengumpulkan duit besar. Dengan duit besar, Sambo bisa melakukan apa saja. Sebagai contoh, dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Sambo menjanjikan uang besar kepada sejumlah pelaku. Bahkan, dia diyakini mencoba menyogok LPSK dengan aplop tebal. Tak mungkinlah uang receh diamplopkan untuk LPSK. Sekarang, para pengamat dan publik menuntut reformasi total Polri. Tuntutan ini sangat tepat. Tepat alasan, tepat momennya. Tetapi, bagaimana seharusnya reformasi total itu dilaksanakan? Kalau kita serius ingin melenyapkan Mafia di Kepolisian, Mabes di dalam Mabes, abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan), termasuklah Polri dibawa-bawa untuk kepentingan politik, dlsb, maka ada dua tindakan drastis yang perlu dilakukan. Pertama, hapus pangkat jenderal di Kepolisian. Paling tinggi hanya pangkat komisaris besar (Kombes). Pangkat jenderal, secara psikologis, akan membuat polisi merasa kuat, bisa berbuat apa saja, mengatur apa saja, dan kebal hukum. Kedua, hapus struktur kepolisian nasional. Cukup Polres atau Polwil saja yang dikepalai oleh seorang Kombes. Dengan begini, polisi tidak bisa disalahgunakan oleh para politisi, khususnya seorang Capres. Lebih kurang begini penjabarannya. Tidak ada lagi Mabes Polri dan Mapolda. Tidak ada lagi jalur komando dari Kapolri atau Kapolda sampai ke Kapolsek seperti sekarang. Yang ada hanya Mapolres atau Mapolwil. Kapolres atau Kapolwil ditempatkan di bawah Bupati atau Walikota. Kapolres atau Kapolwil adalah polisi yang paling tinggi pangkat. Hanya kombes. Tidak ada lagi perintah dari satu orang jenderal, baik itu Kapolri, Kabareskrim, Kadiv, dan jabatan nasional lainnya, yang harus diikuti oleh 500,000 plus anggota Polri seperti sekarang ini. Jalur ini rawan penyalahgunaan kekuasaan. Contoh, sekarang ini Direktorat Narkoba di Mabes Polri bisa turun ke wilayah Polsek ketika ada penangkapan narkoba dalam jumlah besar. Di sinilah abuse of power bermula. Bandar besar narkoba yang tersangkut penangkapan seperti ini sangat mungkin akan dijadikan sumber duit oleh orang-orang Mabes yang mengambil alih atau mengawasi kasus ini. Contoh lain adalah Satgassus yang akhirnya dimanfaat oleh Ferdy Sambo untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Bahkan dia bisa membangun jaringan Mafia di tubuh Polri. Dengan tidak adanya polisi berpangkat jederal, hanya Kombes yang tertinggi, dan wilayah kerja seluas kabupaten-kota atau gabungan beberapa kabupaten, maka seorang Kapolres atau Kapolwil tidak punya kekuatan untuk membentuk Mafia. Seorang Kapolres tidak bisa mengandalkan pangkatnya untuk melindungi para bandar judi dan bandar narkoba. Dia hanya menjadi bos di wilayah yang sangat kecil dengan jumlah anggota rata-rata di bawah seribu orang di satu Polres atau Polwil. Sebagian besar Kapolres atau Kapolwil tidak punya bandar besar narkoba dan perjudian di wilayah hukum mereka. Terakhir, keuntungan lain yang didapat dari penghapusan Polri dan Polda adalah penghematan uang rakyat. Hitungan cepat menunjukkan peniadaan Mabes Polri dan 34 Mapolda akan menghemat duit sekitar Rp13 triliun per tahun. Atau setara dengan 11% anggaran Polri 2022. Ambil satu contoh, yaitu Mabes Polri. Di sini ada 27,000 personel yang bertugas. Sangat sulit dipahami untuk apa jumlah sebesar ini? Hanya membuang-buang uang rakyat. Tapi, penghematan bukanlah tujuan utama reformasi total yang diusulkan ini. Urusan terbesarnya adalah mencegah Kepolisian agar tidak menjadi ajang bagi para jenderal sok kuasa seperti Ferdy Sambo untuk berbuat sewenang-wenang yang akhirnya merugikan seluruh rakyat. Jadi, mari kita bangun Kepolisian yang “core business”-nya adalah pencegehan kriminalitas, penegak hukum, perlindungan untuk rakyat. Tidak perlu jenderal, tidak perlu Mabes dan Mapolda. Cukpup Polres atau Polwil. Untuk kejahatan besar, penanganan terorisme, kejahatan lintas wilayah, dan aspek Interpol tentunya bisa diatur dalam UU baru tentang Kepolisian.[]

Rapuhnya Moralitas Kekuasaan

Renungan Kemedekaan oleh Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle RAKYAT Indonesia beberapa hari belakangan ini gelisah, karena Indonesia ini berjalan entah kemana. Tak jelas tujuan dan limbung, sebentar ke kiri, sebentar ke kanan. Katanya sudah merdeka 77 tahun, tapi makna kemerdekaan itu terasa semakin jauh. Tak jelas dan limbung karena negara dan pengelolanya berjalan tanpa moralitas kekuasaan yang jelas, sementara rakyat mengais-ngais secercah harapan untuk hidup saat beban ekonomi menaik. Lihatlah beberapa hal berikut ini, pertama, kita melihat istana di hari perayaan kemerdekaan menteri-menteri berjoget ria, lagu cinta, yang dibawakan anak belum dewasa. Biasanya peringatan kemerdekaan dilakukan dengan lagu-lagu kebangsaan, yang membuat seluruh orang hikmat dan merinding. Misalnya, lagu Padamu Negeri, ciptaan Kusbini. Atau setidaknya lagu Merah Darahku, ciptaan Gombloh. Dengan lagu kebangsaan, secara sosiologis, manusia terhubung dengan perjuangan yang belum selesai. Kemerdekaan yang belum selesai. Jika dengan lagu cinta cintaan, \"Ojo dibandingke\", apalagi mengeksploitasi anak kecil sebagai penyanyi, tentu tidak terhubung dengan \"public domain\" atau \"public interest\". Persoalan kedua tentang moralitas kekuasaan, tentu saja soal pembunuhan Brigadir J. Supremasi Hukum adalah kata kunci \"Justice\". Sebuah negara didirikan untuk mendistribusikan keadilan bagi rakyat. Tanpa meletakkan hukum sebagai tulang punggung, tentu semuanya akan kacau balau.  Bagaimana mengatur hukum bagi kepentingan semua orang? Negera membangun institusi penegakan hukum dan keadilan. Salah satunya adalah kepolisian. Kita sudah melihat dalam bulan kemerdekaan ini, beberapa jenderal polisi, terlibat kasus melakukan pembunuhanan dan saling bantu dalam kasus pembunuhan tersebut, yakni Ferdi Sambo dkk. Jika kita nonton film \"City of Lies\", Jhonny Deep, di HBO, polisi di Los Angeles, Amerika, juga terjadi hal yang sama, yakni polisi berkelakuan mafia. Tapi, yang kita alami dalam 77 tahun merdeka ini adalah ternyata jenderal jenderal ini merupakan bagian dari kekuasaan negara, bukan soal pribadi. Mengapa demikian? Karena dalam rezim Jokowi, polisi bekerja bukan saja untuk urusan penegakan hukum, melainkan juga menghancurkan lawan-lawan politik dari rezim yang berkuasa. Jokowi selama ini menyandarkan penyingkiran oposisi pada polisi. Sambo adalah intinya polisi saat kemarin itu, ketua propam dan ketua institusi ekstra kuat, Satgasus. Jadi wajah Sambo, sekali lagi, adalah refleksi wajah kepolisian. Mahfud MD mengungkapkan tanpa adanya polisi bintang 3 yang bermoral, kemungkinan Sambo bebas. Tentu saja karena Kapolrinya juga ingin bertransformasi ke arah yang benar. Persoalan ketiga adalah ekonomi rakyat kecil. Jokowi, via LBP, sudah menyatakan akan menaikkan harga BBM, minggu depan. Selama ini pemerintah menyatakan bahwa negara terlalu banyak mensubsidi rakyat, sekitar Rp. 500 triliun.  Tentu saja rakyat akan memikul beban kenaikan harga yang sangat besar. Sebelum kenaikan BBM, pertalite dan solar, saat ini rakyat sudah mengalami beban mahalnya harga-harga kebutuhan pokok. Padahal upah tidak naik atau naik tidak signifikan. Belum kita melihat yang PHK, semakin banyak. Mengharap pada keluarga besar (extended family), sebagai sistem perlindungan sosial tradisional, semakin sulit. Karena, semua orang juga semakin sulit. Lalu kemana berharap, jika negara mencabut subsidi? Jika subsidi dipangkas? Persoalan terakhir adalah demokrasi dan kebebasan rakyat. Kita melihat bahwa beberapa ulama masih di penjara. Alasannya adalah membuat onar, seperti kasus Habib Bahar Smith, Edi Mulyadi, Bunda Meri di Lampung, dan  kasus-kasus yang dicurigai polisi sebagai  teroris.  Menghukum lawan-lawan politik karena mengganggu kekuasan adalah ajaran Machiavelli. Niccollo Machiavelli, filosof Florence era 1500 an, mengatakan penguasa tidak perlu berharap dicintai, tapi berharaplah untuk ditakutin rakyat. Ketakutan rakyat lebih mulia daripada dicintai. Ini adalah moral iblis. Dimana negara dan kekuasaan dibangun untuk merampok kekayaan bangsanya, bukan menciptakan keadilan sejati. Di era modern, di mana kontrol social dari \"civil society\" diperlukan, justru kebebasan, kritik dan perbedaan pendapat haruslah menjadi tiang utama negara. Jokowi sudah mengingatkan agar tidak ada lagi politik identitas. Sebenarnya siapa yang berlindung dalam isu politik identitas itu? Di era sebelum Jokowi justru ketika rezimnya menganut demokrasi, tidak ada kekerasan politik atau permusuhan politik horisontal di masyarakat. Pemenjaraan dan penangkapan ulama serta aktifis politik hanya gencar di era rezim Jokowi. Itu paralel dengan kekuasaan aparatur polisi, begitu besarnya. Catatan Akhir Negara adalah sebuah institusi representasi kepentingan rakyat. Untuk benar-benar bisa memberi fungsi keadilan, diperlukan moralitas kekuasaan. Moralitas itu adalah sebuah nilai-nilai yang di dalamnya kepentingan pribadi ditransfer menjadi kepentingan publik. Orang-orang harus melihat pemimpinnya meneteskan air mata ketika acara kemerdekaan di istana, dengan lagu lagu kebangsaan yang menggugah spirit, bukan berjoget-joget lagu cinta. Orang-orang harus terkoneksi dengan sejarah.  Hukum dan keadilan harus tumbuh dalam fundamental nilai-nilai. Penegak hukum harus mengerti bahwa dia adalah teladan. Kalau bisa moralitasnya berbasis agama, rajin ibadah dan membenci uang-uang haram. Penegak hukum dan perangkat hukum tidak lagi menjadi bagian dari kepentingan politik rezim, dia harus adil terhadap siapapun. Tidak boleh digunakan untuk mendukung seseorang dalam pemilu atau lainnya. Moralitas kekuasaan dengan nilai-nilai kecintaan pada rakyat harus merujuk pada maksud Indonesia Merdeka. Keadilan untuk semua rakyat. Saat ini kita berada pada kerapuhan moralitas kekuasaan. Tapi kita, ketika melihat misalnya  masih ada jenderal bermoral di kepolisian, kita masih bisa berharap bahwa masih ada harapan ke depan. Jokowi harus mampu menunjukkan langkah ke depan, membangun Indonesia Merdeka yang kokoh berbasis moral yang tangguh. Reformasi kepolisian dan birokrasi harus dilakukan. Ulama dihormati. Pemimpin harus merakyat. Subsidi pangan dan energi pokok harus dipertahankan. Serta demokrasi diutamakan. Dirgahayu Republik Indonesia ke 77. Tetap Berharap. Tetap Semangat! Depok, 19/8/22

Sang Saka Merah Putih Dikibarkann di Pemkot San Francisco

Jakarta, FNN - Konsulat Jenderal RI (KJRI) di San Francisco menyampaikan apresiasi kepada pemerintah kota setempat yang turut merayakan Hari Kemerdekaan RI dengan mengibarkan Sang Saka Merah Putih dan mengumandangkan lagu kebangsaan \"Indonesia Raya\".\"Atas nama negara dan bangsa Indonesia, kami menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kota San Francisco yang turut memperingati HUT ke-77 Republik Indonesia dan telah menjadi bagian dari kemeriahan rangkaian kegiatan peringatan kemerdekaan negara kami tercinta pada tahun ini,\" kata Konsul Jenderal (Konjen) RI San Francisco Prasetyo Hadi dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.Menurut dia, peringatan hari ulang tahun (HUT) kemerdekaan RI kali ini membawa arti penting karena tidak hanya dihadiri oleh beberapa pejabat pemerintah daerah di San Francisco, tetapi juga sejumlah korps diplomatik, para kepala perwakilan negara asing, dan beberapa mitra kerja KJRI San Francisco dari berbagai kalangan, baik Pemerintah Federal AS maupun kelompok bisnis, akademisi, diaspora Indonesia, seniman, dan tokoh organisasi masyarakat Asia.Dalam upacara pengibaran bendera di balai kota tersebut, Wali Kota San Francisco London N. Breed menyampaikan Piagam Proklamasi kepada KJRI San Francisco yang berisi ucapan selamat dari kota dan masyarakat setempat dan mendeklarasikan 17 Agustus 2022 sebagai Hari Persahabatan dan Warisan Indonesia-Amerika di San Francisco (Indonesian-American Friendship and Heritage Day).\"Pengibaran Bendera Merah Putih di Balai Kota San Francisco tidak hanya untuk memperingati kemerdekaan Indonesia, tetapi juga sebagai kebanggaan kita yang bertugas di wilayah kerja San Francisco karena apresiasi dan tradisi penghormatan yang tinggi oleh Pemerintah San Francisco kepada korps diplomatik yang bertugas,\" ujar Konjen Prasetyo.Direktur Kantor Wali Kota San Francisco Mark Chandler, yang menjadi tuan rumah pengibaran bendera RI, mengungkapkan bahwa Indonesia adalah mitra strategis AS di kawasan Asia, dan kerja sama Indonesia dengan berbagai pihak di San Francisco saat ini semakin beragam dan menunjukkan dekatnya hubungan kedua negara.\"Kami di San Francisco menyaksikan bahwa hubungan kerja sama dengan Pemerintah Indonesia termasuk dengan KJRI San Francisco saat ini semakin erat, tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga pariwisata, sosial budaya hingga pendidikan,\" kata Chandler.Kegiatan pengibaran bendera negara asing di Balai Kota San Francisco merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak 2007. Pemerintah San Francisco senantiasa menawarkan kepada perwakilan negara asing di wilayahnya untuk mengibarkan benderanya di balai kota itu pada hari besar nasionalnya.\"Atas pendekatan KJRI San Francisco kepada Pemerintah Kota, untuk tahun ini peringatan HUT RI di Balai Kota San Francisco terkesan sangat spesial karena tidak hanya terdiri dari pengibaran Bendera Merah Putih tetapi Pemerintah Kota San Francisco juga bersedia menyalakan cahaya berwarna merah putih di seluruh gedung balai kota pada 17 Agustus 2022 untuk menghormati kemerdekaan Indonesia,\" kata Prasetyo.KJRI San Francico mengajak seluruh masyarakat dan diaspora Indonesia di AS untuk senantiasa menjaga tali persaudaraan, persatuan dan kesatuan, serta kerukunan karena semua itu merupakan modal penting untuk bergerak bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia di tengah tantangan yang semakin meningkat. (Sof/ANTARA)

Kemeriahan Perayaan HUT RI di Bangladesh dengan Joget "Mendung Tanpo Udan"

Jakarta, FNN - Joget bersama diiringi lagu dangdut Mendung Tanpo Udan memeriahkan perayaan HUT ke-77 RI di KBRI Dhaka, Bangladesh, selama panggung gembira pada Rabu (17/8).Acara Panggung Gembira yang diikuti oleh masyarakat dan diaspora Indonesia di Bangladesh itu juga diisi dengan pertunjukan tari-tarian dan pembacaan puisi, bazar makanan dan minuman, serta kerajinan tangan khas Indonesia.“Ini kan Agustusan pertama bagi KBRI setelah dua tahun tidak bisa bertemu masyarakat karena pandemi, jadi kita mau meneruskan tradisi bahwa Agustusan adalah bulannya pesta rakyat,” kata Duta Besar RI untuk Bangladesh dan Nepal Heru Hartanto Subolo dalam keterangan tertulis, Jumat.Sebelum pesta rakyat, KBRI melaksanakan upacara pengibaran bendera Merah Putih yang diikuti WNI dan diaspora Indonesia dari berbagai latar belakang dan kelompok usia, bahkan hingga balita dan anak-anak.“Terima kasih KBRI Dhaka telah mengundang kami. Selama upacara, saya tidak berhenti menangis karena haru dan rindu dengan Indonesia,” kata Mirsa, seorang WNI yang bekerja untuk Organisasi Kesehatan Dunia di Bangladesh.Setiap akhir pekan sepanjang Agustus, KBRI menyelenggarakan berbagai perlombaan khas HUT RI seperti lomba makan kerupuk, lomba membawa kelereng dengan sendok di mulut, tenis meja, domino, serta kegiatan seru lainnya.Makanan tradisional khas Nusantara juga selalu tersedia di setiap pekan dan sepanjang acara untuk mengobati rindu pada kampung halaman.Sebagian besar WNI merupakan mantan pekerja migran Indonesia (PMI) yang kemudian menikah dan bersuamikan warga Bangladesh.Kebanyakan dari mereka bertemu jodoh mereka di negara ketiga, seperti Singapura dan Malaysia, ketika sedang bekerja sebagai PMI.Ketika diboyong ke Bangladesh, tidak terbayang bahwa mereka akan lama sekali tidak pulang ke kampung halama.Saat COVID-19 mulai melanda dunia, harapan untuk berkumpul dengan keluarga di Indonesia semakin jauh dari bayangan. BersejarahAgustus juga merupakan bulan yang bersejarah bagi rakyat dan sejarah Bangladesh, karena pada 15 Agustus 1975, presiden pertama Bangladesh Sheikh Mujibur Rahman, yang dikenal dengan sebutan Bangabandhu, terbunuh bersama istri, anak, dan menantunya.Karena peristiwa itu, Agustus dianggap sebagai bulan yang kelam bagi rakyat Bangladesh.Untuk menghormati rakyat dan pemerintah Bangladesh, sehari sebelum HUT ke-77 RI yaitu pada 16 Agustus 2022, Dubes Heru bersama kepala perwakilan negara-negara ASEAN di Dhaka melakukan kunjungan ke Museum Bangabandhu dan menyampaikan salam duka sebagai rasa solidaritas persahabatan antara Indonesia dan Bangladesh. (Sof/ANTARA)

Gandeng Hotel Bintang Lima, KBRI Beijing Promosikan Wisata Bali

Beijing, FNN - Kedutaan Besar RI di Beijing bekerja sama dengan salah satu hotel bintang lima di ibu kota China itu untuk mempromosikan pariwisata Bali.Promosi tersebut dilakukan dengan menggelar Festival Kuliner Bali pada 17 Agustus 2022 yang bertepatan dengan perayaan HUT ke-11 Republik Indonesia dan berlanjut hingga 18 September 2022.\"Saya bangga bisa bekerja sama dengan hotel Westin mengantarkan pengalaman-pengalaman Anda tentang Bali di jantung kota Beijing,\" kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun ketika membuka festival kuliner bertajuk \"Summer Never Ends in Bali\", Kamis (18/8) malam.Menurut dia, kehadiran berbagai makanan Bali berupa nasi lawar, babi guling, sate lilit, dan ayam betutu bakal menjadi pengalaman tersendiri bagi warga China, yang dalam tiga tahun terakhir belum bisa berwisata ke luar negeri, termasuk Indonesia.\"Saya yakin bahwa momentum ini mengundang Anda sekalian bisa mengunjungi Bali, terutama sejak tersedianya penerbangan ke Indonesia sekarang,\" kata Dubes.William Yosanto, General Manager The Westin Financial Street Beijing, mengatakan bahwa festival kuliner tersebut digelar sebagai bentuk upaya membantu pemerintah Indonesia mempromosikan pariwisata Bali.\"Melalui festival ini setidaknya kami juga memberikan pengalaman tersendiri kepada para pengunjung tentang kuliner Bali sebelum mereka benar-benar bisa mengunjungi Bali,\" ujarnya.Dalam festival tersebut, Westin mendatangkan juru masak profesional dari Bali, I Made Suriana.\"Sudah banyak orang China yang pernah ke Bali. Tentu mereka sudah kenal dengan seafood Jimbaran. Sekarang kami suguhkan di sini yang rasanya kami sesuaikan dengan lidah lokal,\" kata chef yang membuka restoran makanan khas Bali di Sanya, Hainan, itu.Pada acara pembukaan Kamis malam, pengunjung membeludak. Apalagi, ada pertunjukan tari-tarian yang dibawakan oleh para mahasiswi Indonesia yang sedang menyelesaikan studi di Jinan, Provinsi Jiangsu.\"Sebenarnya saya sudah beberapa kali menikmati makanan khas Indonesia. Saya datang ke sini karena memang ada Festival Kuliner Bali,\" kata Ioana Gomoy, warga negara Moldova yang sudah lama tinggal di Beijing.China menjadi negara yang memberikan kontribusi terbesar wisatawan asing ke Bali sebelum pandemi COVID-19.Mulai Agustus, telah dibuka penerbangan langsung Jakarta-Beijing --yang dalam tiga tahun terakhir dihentikan sebagai dampak dari pandemi COVID-19.Untuk sementara penerbangan dari beberapa kota di China menuju Indonesia hanya sampai Jakarta, belum ke kota-kota lain. (Sof/ANTARA)

Pemberhentian Tidak Hormat Ferdy Sambo Dalam Proses Propam Polri

Jakarta, FNN - Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri tengah memroses pemberhentian tidak dengan hormat Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai anggota Polri atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.\"Kadiv Propam Polri sudah melaporkan (PTDH) masih dalam proses pemberkasan,\" kata Inspektur Pengawasan Umum (Irsum) Polri Komjen Pol. Agung Budi Maryoto di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.PTDH anggota Polri ini diatur dalam Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah ditetapkan pada 14 Juni 2022 dan diundangkan pada 15 Juni 2022.Berdasarkan Pasal 111 berbunyi \"Terhadap terduga pelanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang diancam dengan sanksi PTDH diberikan kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu sebelum pelaksanaan Sidang KKEP\".\"Insya Allah dalam waktu dekat juga akan dilakukan sidang kode etik tapi belum bisa minggu ini, tapi paling tidak minggu berikutnya,\" ujar Agung.Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama tiga tersangka lainnya, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’aruf.Selain keempat tersangka, penyidik baru menetapkan Putri Candrawathi sebagai tersangka baru, yang sama-sama dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.Dalam kasus ini Ferdy memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J, ia juga mengaku menjadi otak dari pembunuhan berencana. (Sof/ANTARA)