ALL CATEGORY

Perusahaan Amerika Bangun Pabrik Baterai dan Microchip di Indonesia

New York, FNN --- Pada hari Kamis 25 Agustus 2022 bertempat di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York, telah dilakukan penandatanganan Joint Venture antara Allied Harvest NA (AHNA), LLC dengan Charge CCCV (C4V), LLC untuk pembangunan pabrik baterai berteknologi canggih di Bantaeng, Sulawesi Selatan.  Selain  itu juga dilakukan penandatanganan  Memorandum of Understanding (MoU) antara AHNA, Krakatoa Technologies America, LLC dan Allied Harvest Ventures Ltd untuk pengadaan chips traktor, truk dan kendaraan listrik di Karawang, Jawa Barat.  Joint Venture antara AHNA dengan C4V merupakan tindak lanjut dari penandatangan MoU sebelumnya yang juga dilakukan di KJRI New York pada tanggal 9 Juni 2022 untuk membangun pabrik baterai berbasis litium. Tujuan dari Joint Venture merupakan kesepakatan yang mengikat dalam mewujudkan rencana tersebut. Investasi awal yang dikucurkan untuk proyek ini senilai 300 juta dollar AS. Sementara itu MoU tiga pihak antara AHNA, Krakatoa Technologies America dan Allied Harvest Ventures bertujuan untuk pengadaan chips Electric Vehicle (EV) traktor dan alat pertanian lainnya di Karawang, Jawa Barat, yang menurut rencana akan diluncurkan pada bulan September ini.  Penandatanganan Joint Venture AHNA dan C4V dilakukan oleh Muhammad Shamsi Ali, CEO Allied Harvest NA, LLC dan Darryl Wood selaku Chief Financial Officer (CFO) C4V. Sementara penanda tanganan MOU antara AHNA, Krakatao dan Harvest Ventures dilakukan oleh Muhammad Shamsi Ali, CEO Allied Harvest NA, LLC, Bondan Rufen selaku CEO Krakatao dan Jason Lie, selaku perwakilan Harvest Ventures. Dalam sambutannya Konjen RI New York, Dr. Arifi Saiman, MA menyatakan bahwa merupakan suatu kehormatan bagi Konsulat Jenderal Republik Indonesia di New York untuk menjadi tuan rumah penandatanganan Joint venture dan MoU ini, dimana berbagai pihak ingin berkolaborasi satu sama lain dengan menggabungkan sumber daya dan kemampuan mereka untuk membangun pabrik baterai di Bantaeng, Sulawesi Selatan dan komitmen untuk mengembangkan kendaraan listrik (\"EV\") di Karawang, Jawa Barat.  \"Kami sangat senang dapat bermitra dengan Allied untuk menghadirkan solusi teknologi energi terbarukan C4V yang bersih, aman, efisien, dan terbarukan ke Indonesia, \" kata  Clifford Olin, selaku Chief of International Business Development of C4V. Sementara itu Shamsi Ali, CEO Allied Harvest, NA, LLC menyatakan,  penandatanganan Joint Venture dengan C4V dan MOU dengan Krakatoa dan Harvest Venture ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan bisnis B20 Roadshow, 21 April 2022 di KJRI New York.  \"Harapannya semoga penanda tanganan join venture dengan C4V dan MOU dengan Krakatoa dan Harvest Ventures merefleksikan persahabatan dan kedekatan Indonesia dan Amerika Serikat, khususnya bidang perdagangan dan investasi, \"  kata Shamsi Ali dalam siaran persnya Kamis (25/8/2022)  Mewakili Harvest Ventures, Jason Lie menyatakan bahwa sebagai payung dari perusahaan Allied Harvest di Amerika, Eropa, Singapura dan Indonesia, kini Harvest Ventures akan melangkah mewujudkan proyek pembukaan EV di Indonesia dengan merek “Allied”.  Semua ini akan menjadi bagian dari kontribusi Harvest Ventures dalam pengembangan produksi alat-alat pertanian dan mobil listrik berteknologi tinggi. Sementara itu Bondan, CEO Krakatao dalam sambutannya menegaskan, kemitraan yang disepakati akan terus berkontribusi pada pembangunan ekosistim chips electric vehicles di Indonesia.   Implementasi kesepakatan joint venture dan MoU tersebut lebih dari sekedar kalkulasi bisnis. Lebih jauh diharapkan agar menjadi jembatan bagi penguatan relasi antara Indonesia dan Amerika, khususnya di bidang perdagangan ekonomi. (TG)

Jika Kasus KM 50 Tetap Ditutup, Islamopobia atau "Perang Salib"

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  TIDAK ada alasan rasional berbasis ideologi Pancasila untuk tidak membuka seterang-terangnya kasus pembunuhan sadis 6 laskar FPI di Km 50. Proses peradilan saat ini tercium hanya sandiwara. Ada upaya menutup-nutupi yang dikira dapat menghilangkan jejak lalu dilupakan. Mimpi dari pemegang kekuasaan otoriter. Rakyat khususnya umat Islam menilai Kepolisian dan Pemerintahan Jokowi masih berhutang nyawa atas 6 warga negara. Aktivis Islam.  Sasaran tokoh Islam dan ulama Habib Rizieq Shihab dengan penguntitan dan pembuntutan bukan berkualifikasi penegakan hukum tetapi pola kerja mafia seperti dalam film. Asyik dan menarik aksi kejar-kejaran penjahat yang berniat mencelakakan jagoan pemeran utama. Ada kebencian berbaur ketakutan pada Habib Rizieq Shihab yang kedatangannya disambut meriah oleh umat Islam. Ketakutan khas kaum Islamophobist.  Menurut pejabat negara atau cendikiawan  atau squad buzzer di Indonesia yang mayoritas muslim itu tidak ada Islamophobia. Adanya hanya di negara minoritas muslim. Benarkah ? Faktanya pembunuhan sadis 6 anggota Laskar FPI jelas merupakan wujud dari Islamophobia. Nah, untuk mendukung dan membuktikan benar atau tidak pernyataan di atas, maka perlu dibuka dan usut kembali kejahatan kemanusiaan dari kasus Km 50 tersebut.  Dari terkuaknya kasus Duren Tiga yaitu pembunuhan Brigadir Joshua oleh Irjen Fredy Sambo dan ajudannya, maka peran Satgassus yang dipimpin  oleh Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo turut terbuka pula. Untunglah Kapolri Jenderal Listyo Sigit dengan cepat membubarkan Satgassus yang bekerja bagai organisasi mafia tersebut. Diduga operasi Km 50 menjadi bagian dari kerja Satgassus. Ini artinya peran komando Irjen Ferdy Sambo dengan bantuan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menjadi sangat besar. Perlu penelusuran dan pembuktian. Pembuktian dan mungkin ketidakbenaran dugaan tersebut harus dilakukan dengan membuka sejelas-jelasnya kasus pelanggaran HAM berat pembunuhan 6 anggota Laskar pengawal HRS. Jawaban mesti diberikan atas banyaknya pertanyaan.  Jika tetap ditutup,  maka pertanyaan terberat yang mungkin muncul dalam benak umat Islam yakni adakah di dalamnya terdapat spirit \"perang salib\" yang berbasis kebencian dan upaya untuk melumpuhkan umat Islam ?  Berat untuk menyebut konflik agama, tetapi dengan posisi strategis beberapa aparat dalam struktur Kepolisian dan operasi adalah non muslim maka wajar muncul anggapan demikian. Sungguh sadis pula perlakuan kepada korban dengan cerita karangan yang dibuat kemudiannya. Kasus Km 50 telah menjadi tragedi hukum dan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Aktivis Islam yang dibantai.  Di era kepemimpinan akhir Jokowi sebaiknya segera ada \"goodwill\" untuk menuntaskan dan membongkar kasus Km 50 sebab jika dilewati masa Pemerintahan Jokowi, bukan mustahil persoalan pelanggaran HAM berat ini akan memfokuskan pada peran kepemimpinan politik Jokowi sendiri. Kejahatan politik yang harus dipertanggungjawabkan. Pak Jokowi berpotensi untuk menjadi pesakitan.  Semoga fikiran jernih masih melekat pada para pemangku kebijakan politik di negeri bermoral NKRI yang berideologi Pancasila ini. Jauh dari praktek politik \"menghalalkan segala cara\" khas kepemimpinan di negara Komunis.  Akan tetapi jika Indonesia ternyata menjalankan politik menghalalkan segala cara, maka secara sadar atau tidak sebenarnya faham Komunis sudah memasuki ruang strategis pemerintahan dan kenegaraan.  Lampu merah telah menyala. 

Politik Combat Islamo phobia: US - Iran Deal Soal Nuclear

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  Yang mengganjal US dengan gejolak Iran 1979 yang berujung terjungkalnya Shah Iran adalah US keburu melalukan pembibitan nuklir di Iran di masa Shah. Dan per tahun 1979 rezim bertukar dengan Ayatullah. Pergumulan pemikiran di kalangan Gedung Putih dalam beberapa hari terakhir saja bikin bisul pecah. Tercapai deal US-Iran soal nuklir. Asset dan dollar Iran yang dibekukan akan segera cair. Pergerakan diplomasi US di PBB yang hasilkan resolusi PBB 15/3/2022 tentang Combat Islamo phobia bukan sekedar langkah taktis tapi strategis. Strategi bukan dalam arti sigma taktik, tapi dalam bahasa ormas disebut garis perjuangan.  Penyelesaian dengan Suriah bagi US bukan prioritas dalam takaran waktu, tapi mungkin sudah ada  pertemuan dengan Suriah dalam tingkat rendevouz. Ini grand strategi AUKUS vis a vis Rusia dan China. Tokoh2 pemerintahan Indonesia tidak banyak gunanya kalau hebat2i Rusia dan China sekedar mau bikin AUKUS cemburu. Tak bakal AUKUS cemburu. Ini politicking jaman kuda gigit besi yang dilakukan tokoh2 itu. Cemburuin AUKUS dengan harapan siapa tahu Indonesia dirangkul tak guna. Mungkin dahi AUKUS agak mengernyit kalau Indonesia bikin poros Jakjingkwa: Jakarta Beijing Moskwa. Deal politik US-Iran gejala perubahan politik global. Islam sudah recognized sebagai faktor dalam politik global. Indonesia harus menyimak perkembangan ini secara intelek. Politicking jaman kuda gigit kue talam, tinggalkanlah. (RSaidi)

Pimpinan Komisi III DPR RI Pimpin Sidang Bergaya Sambo

Dengan waktu terbatas dan tidak semuanya diberikan kesempatan untuk membuat statements dan mengajukan pertanyaan adalah atas kesepakatan bersama demi efektifitas hasil kerja persidangan menjadi maksimal. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih SAAT berlangsungnya Rapat Kerja Komisi III dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berlangsung suasana framboyan, semilir saling menyampaikan sanjungan puja-puji apresiasi untuk Kapolri dengan resonansi irama yang sejuk, sesekali suara genit. “Bapak telah bertindak cepat dan tepat. Pekerjaan Bapak sangat berat, semoga Tuhan memberkati atas kerja kerasnya dan atas nama anggota Komisi III DPR RI menyampaikan terima kasih”. Begitu kira-kira ucapannya.   Memang tidak semua berisi sanjungan sekalipun tetap saling jaga perasaan demi kebersamaan terdengar usulan yang substansial ditunggu masyarakat, tentang di mana Sambo saat ini, harus dihukum seberat-beratnya, bagaimana keterlibatan FS dengan bandar judi online 303, narkotika, dan kaitan dengan peristiwa KM 50. Rapat Kerja DPR RI dengan mitra kerjanya Kapolri sesungguhnya sudah ada dalam ketentuan konstitusi yang ketat: berupa dengar pendapat legislatif, pengawasan, investigasi dan konfirmasi. Terpantau lebih kuat pada fungsi pertama, fungsi lainnya terpantau melemah dan terdengar lebih kuat berupa kisi-kisi sanjungan dan puji-pujian. Fungsi pengawasan, investigasi, dan konfirmasi sangat minim, bahkan ketika fungsi itu muncul kelakar dan tetap saja diakhiri dengan sanjungan, terkesan sangat hati-hati kalau sampai melukai perasaan Kapolri dengan timnya. Kejadian fatal sidang yang dipandu Ketua Komisi ketika akan merumuskan rekomendasi komisi III untuk Kapolri, bukan hanya terjadi kebingungan menyusun kalimat otomatis substansi hasil pengawasan, investigasi nampak asalasalan. Celakanya untuk susunan kalimat melalui Pimpinan Sidang dimintakan pendapat kepada Kapolri untuk memperbaiki, dan Kapolri spontan tengok Kabareskrim untuk bantu diperbaiki, dan langsung disetujui floor. Ironi dan memalukan tetapi benar-benar terjadi. Kondisi tersebut memberi petunjuk tidak ada keseriusan dan persiapan yang baik dari Komisi III yang sesungguhnya rekomendasi semestinya sudah tersusun rapi dengan muatan substansi yang pakem sebelum masuk Rapat Kerja dengan Kapolri. Hasilnya semestinya tidak ada kompromi dengan Kapolri selain harus dilaksanakan atas nama rakyat Sebelum rapat kerja semestinya sudah ada joint hearings antar perwakilan antar partai yang ada di komisi tersebut. Saat rapat kerja hanya untuk konfirmasi mempertajam dari hasil rekomendasi yang sudah disiapkan. Substansi dan kalimat tidak ada kompromi dengan mitra kerja. Apalagi menyerahkan susunan kalimat rekomendasinya ke mitra kerja (staf Kapolri) dari konsep yang anggota Komisi III nampak gagap dan tidak siap. Demikian pula kejadian memalukan saat berlangsungnya Rapat Kerja, terjadi keributan saling interupsi. Aneh kenapa ini terjadi, apa akibat Pimpinan Sidang yang bergaya Sambo yang super kuasa mengatur jalannya sidang, sampai masuk mencegat hak hak dari anggota dewan. Kejadiannya menggelikan, aneh dan konyol, akibat Pimpinan Sidang bergaya feodal dan asal-asalan. Prosesi sidang yang lucu, justru membuat jalannya sidang tidak lancar, dan terkesan underdog Pimpin Sidang bersama Kapolri. Fungsi Pimpinan Sidang itu hanya sebagai mengatur lalu-lintas perdebatan anggotanya (bukan boss perusahaan) pada sidang yang sedang berlangsung agar berjalan tertib, rapi, organized, adil, fair untuk semua members dan tujuan hearing itu tercapai. Pimpinan sidang lupa atau tidak paham bahwa secara konstitutional, semua anggota dewan  adalah setara (equal) dalam hak, tugas, tanggung-jawab.  Fungsi jabatan sebagai Ketua/Wakil Ketua Komisi yang otomatis sebagai pimpinan sidang tidak boleh mengambil hak istimewa bagi anggotanya yang terdiri dari beberapa fraksi. Mereka sama memiliki one vote di dalam sidang sidang komisi. Untuk menghindari sidang yang selalu teriak-teriak penuh interupsi, gaduh, ribut, tidak teratur dan semawut , aturan tata-tertib hearing dan persidangan di DPR  perlu ditinjau kembali, diperbaiki dan disempurnakan tentang tatib persidangan. Semisal sebelum masuk sidang dengan mitra kerjanya, wajib ada persiapan bahan yang harus dilakukan  rapat bersama antar unsur fraksi menyusun statement inti yang harus ditanyakan dan dipertahankan  atas masalah yang akan diperdebatkan. Sekaligus ada kesepakan juru bicara yang disepakati untuk menyampaikan points yang disampaikan kepada mitra kerjanya, agar masuk proses sidang berjalan rapi, tertib berjalan lancar dan tujuan tercapai dengan baik, terhindar dari interupsi yang tidak perlu, dewan terjaga eksistensi dan kompetensinya. Dengan waktu terbatas dan tidak semuanya diberikan kesempatan untuk membuat statements dan mengajukan pertanyaan adalah atas kesepakatan bersama demi efektifitas hasil kerja persidangan menjadi maksimal. Hanya anggota dewan atau yang telah dipilih dan disepakati mewakili semua partai politik itu yang boleh menyampaikan statements dan mengajukan pertanyaan kepada mitra kerja, dengan batasan waktu yang terukur tanpa mengurasi substansi keutuhan materinya. Interupsi hanya boleh dilakukan oleh anggota sidang justru ketika pimpinan sidang, menyimpang dari fungsi dan tugasnya, seperti tiba tiba mengintervensi hak-hak yang sama sesama anggota sidang atau ngelantur menjadi feodal, bergaya bos dan otoriter seperti gaya Sambo atau melemah mentalnya karena ada gangguan underog di depan Kapolri. (*)

UUD 1945 Versus UUD NRI 1945 (2)

Ketiga, pemilihan presiden secara langsung oleh seluruh rakyat Indonesia menyimpang dari sila ke-4 Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta PEMBELA UUD NRI 1945 hasil amandemen 1999-2002 umumnya kurang tertarik berdebat filosofis tentang mengapa ada yang disebut Lembaga Tertinggi Negara MPR, mengapa ada sistem Perwakilan Musyawarah. Saran saya kepada kelompok pendukung UUD 2002, berdebatlah dengan Prof. Kaelan, Prof. Yudhie Haryono, Dr. Mulyadi, Dr. Ichsanuddin Noersy tentang tema tersebut. Tak cukup dengan menyatakan bahwa Lembaga Tertinggi itu sistem Komunis (Prof Jimly dan Mayjen Purn. Saurip Kadi). Berdebatlah soal Pilpres Langsung sebgai anak kandung UUD 2002 hasil amandemen UUD 1945. Lihat output dari praktik Pilpres langsung yang amburadul. Berdebatlah output dari masuknya asas Kapitalisme dalam pasal 33 UUD 2002 hasil Amandemen UUD 1945 yang membuat rakyat miskin makin membludak dan kesenjangan makin menggila. Sayangnya, Dr. Refly Harun keluar dari grup Konstitusi; sempat ikut beberapa lama tanpa komentar lalu keluar. Padahal di forum itu banyak orang yang faham konstitusi dan politik negara. Kalau negara mau maju, harus berani diskusi keras dengan siapa pun yang pantas jadi lawan bertukar pikiran. Menanggapi tulisan Hatta Taliwang tersebut, Chris Komari menulis, “Yang paling sulit adalah mencari compromised version, dan itu mampu dilakukan oleh para founding fathers dengan: (1) Pancasila: (2) Preambule; (3) UUD 1949 asli. Sebaiknya, kita meminta agar teks asli UUD 1945 hasil compromised version para founding fathers dipisahkan dengan 4x teks amandemen. Dari situ nanti kita perdebatkan, teks amandemen mana yang bertentangan, mengubah dan merusak teks asli UUD 1945 hasil compromised version para founding fathers. Yang harus diperbaiki dan diamademen ke-5 adalah semua teks amandemen 4x itu, bukan teks aslinya. Saya ingin tahu, Indonesia itu mau mengadopsi sistem pemerintahan yang bagaimana. (a) Demokrasi; (b) Non-Demokrasi; (c) Atau yang bagaimana? Kalau disebut negara Demokrasi Pancasila, atau Demokrasi Terpimpin, atau Demokrasi Sila ke-4 Pancasila, maka konsep sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahannya seperti apa? Sekarang rakyat Indonesia masih seperti dulu; ada kelompok pro-UUD 1945 asli, ada yang pro-UUD 2002 amademen, ada yang pro-Pancasila, ada yang pro-Demokrasi, ada yang pro-Khilafah, dan ada yang nyrempet-nyrempet neo-communism. Tidak mungkin kita ngotot dengan versi yang kita inginkan saja. Tugas terberat generasi sekarang adalah mencari jalan tengah (compromised version), seperti para dulu, untuk memperbaiki ruwet dan carut-marut demokrasi lontong sayur yang dibanggakan di Indonesia, tetapi tidak bermanfaat bagi rakyat. Akan tetapi seperti sulit, karena generasi sekarang lebih sok tahu demokrasi dibanding generasi lama, padahal tidak. Generasi dulu itu, jauh lebih menguasai sistem pemerintahan demokrasi dibanding generasi sekarang. Dengan ego yang sok tahu generasi sekarang ini, akan sangat menyulitkan upaya upaya untuk mencari compromised version. Zulkifli S. Ekomei pun mengunggah tulisannya di  https://bergelora.com/titik-nadir-uud45-palsu/“Titik Nadir UUD 1945 Palsu”. Setelah Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus diperingati, sidang pertama PPKI digelar satu hari sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945. Sidang tersebut menghasilkan sejumlah keputusan, yakni: (1) Mengesahkan rancangan UUD sebagai UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945; (2) Memilih Sukarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden; (3) Untuk sementara waktu tugas presiden dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Demikianlah, maka di hari itu, 18 Agustus 1945 itu pula diperingati sebagai Hari Konstitusi. Peringatan Hari Konstitusi RI ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008. Hari Konstitusi adalah momentum bersejarah dalam memperingati adanya sistem ketatanegaraan Indonesia, salah satunya UUD 1945 yang menjadi landasan hukum Indonesia. Lucunya, konstitusi yang telah ditetapkan dengan Tap MPRS itu kini telah diganti dengan UUD 2002 alias UUD 1945 palsu yang dilahirkan tanggal 10 Agustus 2002, maka ini bisa disebut sebagai sebenar-benar kebohongan yang nyata dan pemalsuan yang dilegalkan. Seperti diketahui UUD 1945 telah diganti oleh para pengkhianat melalui kudeta konstitusi secara senyap, sehingga diberlakukannya UUD NRI 1945, yang lebih dikenal sebagai UUD 2002 atau UUD 1945 palsu tersebut, para pengkhianat ini tidak punya nyali untuk mengatakan ”mengganti”, tetapi ”mengubah”. Padahal mereka terang-terangan telah melakukan persekongkolan jahat dengan membentuk ”Koalisi Ornop Untuk Konstitusi Baru”, kemudian mereka memakai jasa para preman di Senayan yang tergabung dalam Panitia Ad Hoc 1 MPR 1999-2004 yang melanjutkan proyek kejahatannya dengan membentuk kelompok yang bernama ”Forum Konstitusi” bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi (Lembaga Negara produk UUD 1945 Palsu) yang bertugas mengamankan proyek kejahatan ini. Alhamdullillah, jika ini akhirnya DPD yang juga adalah produk UUD 1945 Palsu menyadari tentang perlunya kembali ke naskah asli UUD 1945 karya agung para pendiri bangsa. Dewan Perwakilan Daerah sebagai penjelmaan Utusan Daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, di mana setiap anggotanya dipilih oleh rakyat dengan jumlah suara lebih besar dibanding suara yang diperoleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat, karena setiap propinsi hanya diwakili oleh 4 orang anggota DPD, sementara untuk anggota DPR setiap propinsi masih dibagi menjadi beberapa daerah pilihan, tetapi dalam praktik ketatanegaraan kewenangan DPD jauh lebih kecil dibanding DPR, kenapa? Karena DPD tidak punya kewenangan membuat Undang-Undang. Inilah salah satu ketimpangan yang akibat diberlakukannya secara paksa UUD 1945 Palsu. Ketimpangan yang lain adalah UUD 1945 palsu menganut sistem presidensial, tetapi semua pejabat pembantu Presiden harus lolos “fit and proper test” yang dilakukan oleh parlemen, dalam hal ini DPR, dan untuk meloloskan pejabat yang bersangkutan tidak menutup kemungkinan adanya praktik-praktik suap. Dugaan ini terbukti ada beberapa pejabat yang sudah lolos ternyata tersangkut masalah korupsi. Berbicara masalah korupsi, DPR adalah salah satu lembaga korupsi yang menjadi sarang koruptor terbesar; sudah banyak anggota DPR, bahkan pimpinan DPR yang menjadi terpidana tindak pidana korupsi. Kelemahan demi kelemahan dari UUD 1945 Palsu mulai terkuak. Selain soal kewenangan DPD dan banyaknya pejabat yang tersandung kasus korupsi, MPR kini tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, sehingga tidak bisa lagi menerbitkan TAP, apalagi melakukan perubahan terhadap UUD, sehingga beberapa pemikiran mendasar, seperti menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara menemui jalan buntu. Akhirnya, dilahirkanlah GBHN tiruan atau GBHN palsu yang disebut PPHN. Namun, soal telah disepakatinya PPHN ini ketua MPR dari Fraksi Golkar bohong, dan dibantah ketua Fraksi Golkar MPR. Jika hal ini benar, maka sinyalemen Habib Rizieq Shihab benar adanya, bahwa Negeri ini sudah dalam posisi darurat kebohongan. Presiden bohong, menteri-menterinya bohong, polisi juga bohong, dan sekarang MPR juga bohong. Selanjutnya, jika ketimpangan-ketimpangan dan kebohongan semakin banyak, dan tidak terkendali, maka bukan hal yang mustahil jika kemudian terjadi “dead lock” atau dengan kata lain UUD 1945 palsu sampai pada titik nadir. Apakah kondisi ini tidak ada jalan keluarnya? Selama hidup masih dikandung badan, pasti ada jalan! Zulkifli S. Ekomei adalah seorang dokter yang sedang memperjuangkan kembalinya UUD 1945 yang asli. Zulkifli S. Ekomei menambahkan, bahwa para pendiri negeri ini bukan orang sembarangan. Dengan rahmat Allah dan didorong oleh keinginan luhur berhasil membuat negara lengkap dengan sistem pemerintahannya untuk dilanjutkan oleh generasi penerusnya, dan kalau kurang sempurna boleh disempurnakan. Maka dalam UUD 1945 ada pasal 37, ada penjelasan, ada aturan peralihan kalau perlu disempurnakan, ada aturan tambahan kalau perlu ada yang ditambahkan; ternyata ada anak bangsa yang terkena “inferior syndrome” kagum kalau melihat bule, sama dengan pelacur-pelacur yang senang kalau dapat pelanggan bule; ke luar negeri 3 bulan, di sana musim dingin, harus pakai jas, pakai sleyer, balik ke Indonesia musim kemarau, nggak mau melepas jas dan sleyernya, karena takut dikatakan ketinggalan jaman. Demikian juga melihat UUD negaranya, dianggapnya ketinggalan jaman, diobrak-abrik seenaknya. Apa sih sulitnya menjaga warisan, kalau niatnya baik, kalau tidak punya motif lain, menghamba pada bangsa lain, dasar bangsa tempe, jancukan memang! Menurut hemat penulis, efek empat kali Amandemen UUD 1945 sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut. Pertama, MPR tidak dapat meminta pertanggungjawaban kepada Presiden, karena Presiden bukan mandatarisnya. Kedua, Presiden menjadi superpower, ditambah lagi sebagai atasan langsung Kapolri. Ketiga, pemilihan presiden secara langsung oleh seluruh rakyat Indonesia menyimpang dari sila ke-4 Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keempat, membuahkan Presidential Threshold 20% sebagai produk monopoli partai politik dalam merumuskan Undang-Undang Pemilui Nomor 7 Tahun 1917 Pasal 222, yang mengamputasi hak-hak rakyat untuk mengusulkan calon presiden. Kelima, Presiden RI tidak harus warga negara Indonesia asli. Quo Vadis Bangsa Indonesia? (*)

Terjerat Kasus Penganiayaan, Napoleon : Ini Bentuk Pembelaan Saya Terhadap Keyakinan Saya

Jakarta, FNN - Kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh terduga Napoleon Bonaparte terhadap M. Kece masih menempuh jalur persidangan, sidang kali ini masuk ke tahap pembacaan pledoi sebagai bentuk pembelaan terhadap terduga.  Selepas sidang, Napoleon Bonaparte memberikan komentar pembelaan terkait tindakan yang menjadi sebab dirinya terjerat kasus penganiayaan. Beliau mengatakan bahwa tindakan yang ia lakukan adalah bentuk pembelaannya terhadap agama, ia tidak terima jika agama yang sangat dijunjungnya itu di lecehkan oleh sembarang orang.  \"Kalau yang lain cuma ngomong doang, kalau saya bertindak. Karena orang menari-nari itu akan kesenangan jika kita hanya mengomentari saja, \" ujarnya kepada wartawan saat sesi wawancara setelah melakukan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampe RayaRaya No. 133, Kamis 25 Agustus 2022. Mantan Inspektur Jendral Polisi itu juga mengatakan bahwa sudah menjadi prinsipnya untuk bertindak, ketika keyakinannya dilecehkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.  \"Jika keyakinan kau dilecehkan dan kau diam saja, maka sesungguhnya kau tidak punya agama tidak punya keyakinan. Masalahnya Ini bukan bela Islam tapi membela milikmu, keyakinanmu,\" ujarnya  Napoleon Bonaparte berharap, dengan tindakannya tersebut akan menghentikan pelecehan terhadap agama, karena agama adalah hal yang sensitif dan harus berhati-hati dalam membicarakannya.  \"Saya ingin menunjukkan kepada publik, bahwa bermain-main dengan itu (agama) saya siap berhadapan dengan pengadilan lagi,\" tambahnya Perlu diketahui bahwa, baik Irjen. Pol. Napoleon Bonaparte dan Muhammad Kece adalah seorang narapidana di Rutan Bareskrim. Dengan adanya peristiwa ini, Irjen. Pol. Napoleon terjerat Pasal 170 juncto Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dan Pengeroyokan dengan ancaman hukuman penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp4.500. (Habil)

Ada Yang Janggal Dalam Proses Kaburnya Bandar Judi Medan Ke Singapura

Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior FNN  Bandar judi online terbesar di Sumatera, Jhoni alias Apin BK, melarikan diri ke Singapura. Bersama keluargnya. Itu terjadi tak lama setelah tim Polda Sumut yang dipimpin langsung oleh Kapolda Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak melancarkan operasi penggerebekan markas judi Apin di kawasan elit Cemara Asri, tak jauh dari Medan. Sepintas lalu, kronologi larinya Apin bersama keluarganya itu masuk akal. Tetapi, sesungguhnya tidak bisa diterima. Oleh akal sehat. Mari kita telusuri logika dalam proses pelarian Apin itu. Dari sini nanti, kita bisa menyimpulkan apakah logis si Apin disebut melarikan diri. Operasi penyerbuan markas judi online dilakukan pada 9 Agustus 2022. Tak berapa lama setelah penggerebekan, Apin dan keluarganya meninggalkan Medan menuju Singapura pada hari yang sama. Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan kaburnya Apin baru diketahui pada 16 Agustus ketika mereka mengecek ke Imigrasi. Pihak Imigrasi mengatakan Apin dan keluarganya melewati TPI (tempat pemeriksaan imigrasi) bandara Kualanamu pada 9 Agustus menuju Singapura. Banyak kejanggalan. Dan kejanggalan-kejanggalan itu akan terlihat ketika kita ingin mengetahui jawaban atas beberapa klaster pertanyaan berikut ini. 1. Kok bisa mereka kabur pada hari yang sama dengan hari penggerebekan, dan kaburnya satu keluarga pula? Bukankah logistik dan dokumentasi satu keluarga itu biasanya ribet? Menggunakan pesawat terjadwal atau pesawat carteran? 2. Dari mana Apin tahu tentang operasi penggerebekan itu dan dari mana dia tahu Polisi akan menangkap dirinya? Siapa yang memberitahukan itu kepada dia? 3. Mengapa Polda tidak lebih dulu menangkap Apin baru kemudian melancarkan penggerebekan? Atau, mengapa tidak ditangkap serentak dengan penggerebekan? Apakah Polda tidak tahu Apin itu bandar judi online? 4. Mengapa Polda baru bertanya ke Imigrasi pada 16 Agustus? Bukankah Apin sangat perlu ditangkap? Mengapa begitu lama selang waktu yang diperlukan untuk mengecek status Apin ke pihak Imigrasi? Jadi, sangat mengherankan kronologi dan proses Apin BK melarikan diri ke Singapura. Kejanggalan yang menyelimuti isu ini bisa menyulut pertanyaan: apakah dia benar melarikan diri murni karena kecanggihan intelijen pribadinya? Ataukah, “perfect timing” (kalkulasi waktu yang sempurna) kaburnya Apin itu merupakan buah dari investasi panjang dan besar yang dia lakukan selama ini di industri perlindungan dan perbekingan Indonesia? Tentu Anda semua mengharapkan pertanyaan ini terjawab dalam waktu yang tak terlalu lama.[]

Sidang Jin Buang Anak, Majelis Hakim Sebut Ahli Pers Lampaui Kewenangan

Jakarta, FNN – Persidangan kasus terdakwa Edy Mulyadi dalam perkara \"Jin Buang Anak\" kembali digelar pada Kamis (25/08/22) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang kali ini menghadirkan dua saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).  Wina Armada Sukardi, selaku mantan anggota dewan pers, hadir sebagai ahli menyampaikan bahwa pendapatnya mewakili dewan pers. Berdasarkan keterangannya, dewan pers menerima laporan dari Polri terkait kasus EM seperti yang diatur dalam Memorandum of Understanding (MOU) antara keduanya.  Dalam pernyataannya, Wina menyangkal video beserta konten terdakwa sebagai produk jurnalistik berdasarkan pleno yang dilakukan dewan pers.  Menurutnya, otoritas dewan pers hanya memeriksa kasus yang berada dalam ranah pers dan apabila kasus terkait bukan karya jurnalistik, maka bukan kewenangan dewan pers. Sehingga tindakan EM tidak mendapat perlindungan dari dewan pers dikarenakan menurutnya EM belum menerima sertifikasi wartawan dan dianggap bukan wartawan.  Menanggapi penasihat hukum terdakwa terkait bukti yang dikatakan bukan merupakan produk jurnalistik, ahli mengatakan penelusuran unsur berita bohong dan fitnah dilihat berdasarkan perangkat pada pers.  \"Kami melakukan penelusuran, analisa, audit tentu kami berdasarkan perangkat-perangkat yang ada pada pers, antara lain kode etik jurnalistik,\" tutur Wina dalam persidangan.  Menanggapi tuturan tersebut, Adeng Abdul Qohar selaku Majelis Hakim, kembali menyoroti jawaban Wina yang masih menggunakan analisis UU pers meskipun dalam konteks ahli mengetahui bahwa terdakwa bukanlah wartawan seperti yang dikatakan sebelumnya. Wina menjawab bahwa dewan pers tidak mempunyai kewenangan akan hal tersebut.  Majelis Hakim menyebut bahwa ahli telah melampaui kewenangan.  Terdakwa Edy menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan Wina yang mengatakan bahwa dirinya bukan wartawan. EM juga tidak sepakat dengan video yang dikatakan bukan produk jurnalistik dan mengandung kebohongan, SARA, atau kebencian.  Di luar persidangan, Edy Mulyadi menyinggung tentang berita acara koordinasi yang diberikan oleh JPU di dalam sidang serta pernyataan, penilaian, dan rekomendasi yang merupakan produk dewan pers. EM juga mengklarifikasi bahwa legalitas dirinya sebagai wartawan FNN telah terdaftar berdasarkan fakta dan bukti.  Sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa, 30 Agustus 2022 dengan menghadirkan tiga saksi ahli, Azyumardi Azra (Ketua Dewan Pers), Dr. Muhammad Taufiq (Ahli Pidana), dan Refly Harun (Ahli Hukum Tata Negara) serta saksi fakta dari WALHI. (oct)

Jalani Sidang Etik, Sambo Harus Dihukum Berat

MANTAN Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mulai, Kamis (25/8/2022), menjalani sidang etik terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir Joshua di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, ada 8 Juli 2022. Sidang diselenggarakan terkait tindakan Sambo membunuh Brigadir Joshua yang disertai dengan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mengaburkan motif dan kronologi kejadian, seperti merusak tempat kejadian perkara (TKP), merusak barang bukti yang di antaranya berupa CCTV di lokasi kejadian, dan sebagainya. Sidang secara tertutup, dipimpin Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri, dan menghadirkan 15 saksi yang tiga diantaranya juga merupakan tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, yakni Bharada Richard Eliezer yang hadir secara virtual, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf. Selebihnya adalah lima orang dari Patsus Brimob, lima dari Patsus Provost dan dua saksi dari luar Patsus. Saksi dari Patsus Brimob: mantan Karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan, mantan Karoprovos Brigjen Benny Ali, mantan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, mantan Kaden A Biro Paminal Kombes Agus Nurpatria, dan mantan Kabag Gakkum Roprovost Divpropam Polri Kombes Susanto. Saksi dari patsus Provos adalah RS, AR, ACN, CP, dan RS, sedang dua saksi dari luar patsus adalah HM dan MB. Menjelang sidang digelar, wartawan mendapat informasi, Sambo membuat permohonan maaf kepada seluruh pihak yang terdampak kasus tewasnya Brigadir J. Dia menuangkan permohonan maaf itu di atas selembar kertas yang ditandatangani dan bermaterai. Surat itu bertanggal 22 Agustus 2022. Bahkan, sebelumnya, Sambo sudah mengajukan pengunduran dirinya sebagai anggota Polri. Tapi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, saat ini Polri telah menerima surat itu dan sedang menindaklanjuti. “Ada suratnya, tapi sedang dihitung oleh tim sidang karena memang ada aturan-aturannya,” kata Sigit kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8/2022).“Ya suratnya ada, tapi tentunya kan dihitung apakah itu bisa diproses atau tidak,” tambahnya.Menurut pengamat politik Rocky Gerung, posisi seseorang dalam kedudukan tertinggi harus bertanggung jawab sampai akhir. “Nggak boleh mengundurkan diri, itu (jelas) terlarang. Kalau orang membuat kesalahan itu pertanggungjawabkan dulu, baru ia minta konsekuensi: dipecat atau dimaafkan; dibui atau direhabilitasi,” tegasnya. “Satu kejahatan moral itu bersifat final, nggak mungkin ada diskresi. Moral itu skalanya nominal. Bermoral atau tidak bermoral,” lanjut Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal Rocky Gerung Official, pada Kamis, 25 Agustus 2022. Berikut petikan dialog Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung selengkapnya. Hari ini berlangsung sidang kode etik Irjen Pol. Ferdy Sambo. Ya itu, akhirnya persidangan Pak Sambo nanti akan jadi banyak elemen atau banyak variabel. Dari soal etik itu benar-benar, lalu kriminalnya soal lain. Tapi ada soal yang orang samar-samar melihat, posisi seseorang dalam kedudukan tertinggi harus bertanggung jawab sampai akhir. Nggak boleh mengundurkan diri, itu terlarang. Kan kalau orang membuat kesalahan itu pertanggungjawabkan dulu, baru ia minta konsekuensi: dipecat atau dimaafkan; dibui atau direhabilitasi. Jadi kita juga musti belajar. Nanti tiba-tiba presiden di ujung pemerintahannya gagal lalu minta mengundurkan diri. Nggak bisa, Anda akan diproses mengapa gagal dengan janji-janji Anda. Anda minta dipuji terus. Kita musti kasih kritik. Jadi begitulah etika bekerja. Etika sifatnya absolut. Dan yang absolut itu tidak boleh dicicil. Sekali bikin kesalahan etis, ya sudah terima tanggung jawabnya. Mau dia jenderal, mau dia kopral, sama-sama. Fungsi dia adalah mempertanggungjawabkannya. Bertanggungg jawab itu harus dalam kedudukan sebagai petahana. Jadi kedudukan riil hari ini, present position dia apa. Sebagai jenderal, ya dia akan disidang sebagai jenderal. Nggak bisa mengundurkan diri. Itu persoalannya. Kalau ini etika yang dijunjung tinggi, saya kira hukuman yang harus dikenakan pada Pak Sambo harus sangat berat. Mengapa kita musti mengatakan harus sangat berat karena beliau itu jenderal dan Kepala Divisi Propam yang tugas utamanya adalah menjaga etik dari seorang polisi. Itu kan polisinya polisi. Ini bukan soal sentimen. Tapi ini bagaimana ketika ada orang yang diberi tanggung jawab dan dia mengkhianati tanggung jawabnya, hukumannya tidak boleh sama dengan orang biasa-biasa saja. Itu dalam pidana namanya pemberatan. Tapi kita mengerti bahwa semua orang merasa kalau dia memegang posisi kedudukan pemimpin overside itu seperti Propam itu, lalu dianggap oke dia musti justru diberi keringanan. Ya nggak bisa itu. Demikian juga MKD DPR. Kan seringkali anggota MKD itu terlibat juga dalam hal yang sederhan, tapi nanti dimaafkan di MKD. Ya nggak bisa. Justru karena di MKD maka dia harus lebih terhormat dari orang yang dia periksa. Itu pantasnya begitu. Tetapi, satu hal yang sering disalahartikan, etik itu seolah-olah semacam tata tertib. Jadi orang yang melanggar tata tertib itu seolah pelanggaran kecil. Padahal bukan. Etik itu melanggar moral, bukan melanggar tata tertib. Kalau tata tertib ya namanya etika. Itu bedanya. Jadi lembaga etik beda dengan lembaga etika. Jadi, hal musti kita pastikan bahwa kalau pelanggaran etik itu berlangsung, itu artinya moral dia nggak boleh kita perbaiki lagi atau nggak boleh kita kasih tawar-menawar. Karena satu kejahatan moral itu final, nggak mungkin ada diskresi. Lain kalau pidana masih bisa ada potongan hukuman. Kan orang itu hanya boleh disebut bermoral atau tidak bermoral. Kalau dibilang dia bermoral separuh, itu artinya tidak bermoral. Bermoral 90 persen juga tidak bermoral. Moral itu skalanya nominal. Bermoral atau tidak bermoral. Itu intinya. Nah, sekarang fokus perhatian publik pasti di Indonesia, bahkan dunia di mana diaspora Indonesia di luar negeri dengan gampang mengakses info-info semacam ini, tertuju pada Polri yang sedang melakukan sidang kode etik Ferdy Sambo. Dan ini, kalau kita lihat bahwa “public disthrush” gara-gara Ferdy Sambo semakin meluas, dan diakui oleh pimpinan Polri, termasuk Pak Listyo Sigit, yang selalu ngomong bahwa persepsi publik. Tapi patokannya lembaga survei. Bagaimana perlakuan Polri pada dia akan menjadi sorotan: apakah dia bebas merdeka atau diborgol? Yang pasti fokus publik akan tertuju pada perlakukan Polri terhadap dia. Nah itu yang dituntut. Bahkan publik nuntutnya berlebih, karena mungkin terlalu lama pembiaran soal-soal semacam ini. Bukan sekadar di kepolisian, tetapi juga di Kejaksaan, pokoknya lembaga penegak hukum, bahkan DPR.  Jadi, kejengkelan orang itu sudah di puncak. Dan, orang ingin tahu apakah peristiwa ini bisa membalikkan persepsi kita tentang kedudukan etis seorang pejabat tinggi. Kalau misalnya di kepolisian, ini akan dilakukan evaluasi kurikulum di jenjang kepolisian apa saja yang diterangkan di situ. Apakah ada pelajaran tentang etik atau bahkan tentang etos yang berhubungan dengan cara seseorang mengevaluasi dirinya sendiri. Bukan dia dievaluasi orang lain tapi dia sendiri mampu mengevaluasi. Karena itu yang disebut sebagai etos kepemimpinan. Dia yakin bahwa dia punya mental untuk potensi berbohong. Dia yakin bahwa dia punya mental potensi untuk melakukan kejahatan, bahkan di dalam dirinya sendiri. Jadi, itu mustinya ditanamkan dari awal bahwa pejabat tinggi justru punya peluang untuk melakukan kejahatan. Karena itu, self assasment dia itu yang musti ditegaskan. Ini penting. Kita kembali pada paham-paham lama bahwa ujian etis itu betul-betul harus radikal. Mereka yang masuk kepolisian dengan menyogok, itu pasti nggak mungkin mendapat pengalaman etos yang luar biasa. Saya kenal pejabat Polri yang pinter sekaligus beretika. Dan itu sebetulnya makin lama makin sedikit dan lalu orang akan anggap seluruh kepolisisn yang akhirnya harus direformasi ulang, di-install. Ini pelajaran penting, dan kelihatanntannya Pak Sigit itu ada dalam kerisauan dirinya sendiri mampu atau tidak dia melalukan hal itu. Tapi perlahan-lahan masyarakat mendorong Pak Sigit walaupun di ujungnya mungkin dia nanti diganti oleh Presiden Joko Widodo. Tapi Pak Sigit musti beri kuliah moral pada publik pada peristiwa ini. Di DPR kemarin itu sudah bagus, Pak Sigit sebagai jenderal telah melakukan, melaporkan monitoring dia terhadap Sambo, bahkan dia ungkapkan dari hari pertama dia tahu dia sudah dapat semacam insting bahwa seperti ada sesuatu yang nggak benar. Itu penting, perwira lain juga mengikuti itu. Jadi, sekali lagi betul, evaluasi kurikulum etis di kepolisian itu harus juga menjadi evaluasi seluruh institusi pemerintah, termasuk Istana yang sering berbohong. Nah, kalau kita misalnya menuntuk Pak Ferdy Sambo dihukum sangat berat itu bukan karena sentimen pribadi, bukan karena kita mau campur tangan dalam urusan internal kepolisian, tetapi saya kira sangat wajar karena persoalannya justru biang kesalahan di bangsa ini adalah ketika masalah-masalah etika ini justru dianggap ringan dan mengatakan tidak ada dalam hukum. Padahal produk hukum itu juga produk yang sangat buruk karena itu produk akal-akalan, produk kong kalikongan antara eksekutif, legislatif, dan oligarki. Nah, itu betul. Jadi, kalau kita lihat dari atas itu bangsa ini masuk dalam satu jebakan permisifness, terlalu permisif dalam banyak hal. Kong-kalikong antara pejabat dan oligarki, begitu juga bahkan di universitas kong-kalikong, rektor kong-kalikong dengan dekan, dekan kong-kalikong dengan para penguji. Sifat permisifness itu yang menggerogoti daya tahan moral kita. Dan itu yang berlangsung sampai LSM juga banyak yang begitu, para advokat juga begitu. Dan itu semua orang tahu. Jadi, rakyat itu sebetulnya menonton hal yang harusnya nggak perlu mereka tonton. Akibatnya, rakyat juga ikut saja. Oke sialakan kalian korupsi, maka bagilah korupsi itu ke kami kalau lagi pemilu. Kami menerima serangan fajar. Bahkan terang-terangan. Antara ngeledek sambil oke ini pragmatisme. Politik nggak bisa lagi dituntun dengan nilai dengan value. Ini yang akan kita bongkar supaya 2024 kalau terjadi peristiwa elektoral yang betul-betul bersih, bangsa ini bisa berlari dengan kecepatan etis yang luar biasa. Itu poinnya. (mth/sws)

Kongres Kedua Umat Islam Sumatera Utara Dimulai Jumat

Medan, FNN - Untuk kedua kalinya, Kongres Umat Islam Sumatera Utara akan diselenggarakan mulai Jumat (26/8) hingga Ahad (28/8). Seperti kongres pertama 2018, diskusi akbar ini mengambil tempat di Asrama Haji, Medan, Jalan AH Nasution. Ketua panitia KUI, Dr Masri Sitanggang, menjelaskan banwa pertemuan yang merupakan kombinasi tabligh akbar dan diskusi itu akan menjadi wadah untuk memupuk persatuan di kalangan umat Islam dari berbagai aliran dan mazhab. Di kongres ini, kata Masri, umat Islam dari segala warna akan menyatu dan menjalin silaturahmi. “Kongres akan memperkuat persaudaraan,” ujar Masri. Ditambahkan oleh ketua panitia, para pemimpin dan pemuka ormas-ormas Islam semuanya siap menggalang persatuan demi pembangunan bangsa dan negara. Dikatakannya, semua pihak menunjukkan dukungan kuat dan sepenuh hati. Panitia kongres ke-2 ini terdiri dari berbagai elemen yang berasal dari hampir semua organisasi yang ada di Sumatera Utara. Tidak ada yang tertinggal. Sementara itu, penasihat KUI, Ustad Azwir, mengatakan acara ini dilaksanakan untuk memberikan kontribusi positif di tengah situasi yang sedang tidak kondusif di segala bidang kehidupan. Menurut Ustad Azwir, semua orang sedang galau pada saat ini. “Kalau ada yang tidak galau, patut dipertanyakan pemikirannya,” kata guru dan sekaligus pemuka agama yang dikenal tegas dan garis lurus itu. Ustad Azwir mengkritik para pengelola negara yang dikatakannya tidak berfungsi mensejahterakan rakyat. “Tugas negara hanya satu, yaitu memakmurkan takyatnya,” kata penceramah yang selalu lantang dalam menyampaikan kajian dan kritik. Sekretaris panitia, Dr Efi Brata, menjelaskan bahwa sesi-sesi diskusi atau seminar akan diikuti peserta tetap sebanyak 350 orang. Kelompok-kelompok diskusi akan dibagi menjadi berbagai bidang yang sangat populer di masyarakat seperti soal energi dan pertambangan, politik, ekonomi, dll. Diskusi akan menyimpulkan saran dan rekomendasi kepada pihak yang mengelola pemerintahan. (AU)