ALL CATEGORY

Dokumen Penerimaan Mahasiswa Baru Tiga Fakultas Unila, Diamankan KPK

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dokumen penerimaan mahasiswa baru dari penggeledahan gedung Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung (Unila).\"Diperoleh barang bukti, antara lain dokumen terkait penerimaan mahasiswa baru dan data elektronik,\" kata Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri di Jakarta, Rabu.Penggeledahan itu dilakukan tim penyidik KPK di Universitas Lampung, Bandarlampung, Selasa (23/8).\"Tim segera lakukan analisis dan menyita sebagai barang bukti untuk perkara dimaksud,\" tambahnya.KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Unila Tahun Akademik 2022.Tiga tersangka selaku penerima suap adalah Rektor Karomani (KRM), Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi (HY), dan Ketua Senat Muhammad Basri (MB); sedangkan seorang tersangka pemberi suap adalah Andi Desfiandi (AD) selaku pihak swasta.Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan KRM, yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta, dengan memerintahkan HY, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo, dan MB untuk menyeleksi secara \"personal\" terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.Apabila ingin dinyatakan lulus, maka calon mahasiswa baru dapat \"dibantu\" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan ke pihak universitas.Selain itu, KRM juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi HY, MB, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin, selaku dosen, dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM atas perintah KRM.Uang tersebut telah dialihkan dalam bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar. (Ida/ANTARA)

Cara WNA Tiongkok Memperoleh Paspor Palsu Masuk Indonesia, Didalami Imigrasi

Jakarta, FNN - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI masih mendalami cara dua orang warga negara asing (WNA) asal Tiongkok yang memperoleh paspor palsu Meksiko untuk masuk ke Indonesia.\"Itu yang lagi kami dalami. Informasi terakhir yang kami peroleh dua WNA Tiongkok ini bertransaksi di luar,\" kata Koordinator Penyidikan Keimigrasian pada Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham Hajar Aswad di Jakarta, Rabu.Aswad mengatakan pihaknya belum mengetahui siapa saja yang diduga ikut membantu menerbitkan paspor palsu Meksiko bagi dua warga Tiongkok, Chen Yongtong dan Wu Jinge.\"Saya belum tahu itu orang Indonesia atau orang asing,\" tambahnya.Dia menegaskan Ditjen Imigrasi akan berkoordinasi dengan Direktorat Intelijen untuk menelusuri dan mendalami hal tersebut, serta memastikan apakah kedua WNA Tiongkok yang masuk ke Indonesia itu terlibat sindikat tertentu atau tidak.Apabila ditemukan adanya indikasi mengarah sindikat kejahatan tertentu, lanjutnya, Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan instansi terkait lainnya akan membongkar hingga tuntas. Aswad menjelaskan pihaknya akan mendalami alasan kedua WNA Tiongkok tersebut bisa lolos saat pemeriksaan oleh petugas di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.\"Ditjen Imigrasi bersama Direktorat Intelijen akan mendalami penyebab dua WNA asal China tersebut bisa lolos dari pemeriksaan petugas,\" katanya.Namun, dari keterangan petugas di bandara, pemeriksaan terhadap Chen Yongtong dan Wu Jinge telah dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).\"Karena di sistem, visanya itu masih berlaku dan tidak ada masalah. Paspornya awalnya juga oke secara fisik. Namun, pas didalami oleh forensik dan dikonfirmasi ke kedutaan, ternyata paspornya tidak terdaftar,\" ujar Hajar Aswad.Dia menegaskan lolosnya dua WNA asal China tersebut dari pemeriksaan petugas di bandara sama sekali tidak ada unsur kesengajaan. (Ida/ANTARA)

Indonesia Perlu Tetap Waspada Meski Mampu Melewati Krisis

Jakarta, FNN - Wakil Presiden RI Ma\'ruf Amin menekankan Indonesia perlu tetap bersikap waspada meskipun telah mampu melalui krisis dengan baik, bahkan beragam pencapaian positif di berbagai sektor perekonomian.Hal itu disampaikan Ma\'ruf Amin dalam sambutannya secara daring pada Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional ISEI Tahun 2022 di Jakarta, Rabu.\"Bangsa kita patut bersyukur atas aneka pencapaian di tengah berbagai ragam persoalan, termasuk pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren positif, inflasi yang relatif terkendali, dan surplus neraca perdagangan. Sungguh pun begitu, kita wajib waspada karena aneka rintangan telah menghadang di depan mata,\" kata Ma\'ruf.Wapres menyebutkan beberapa tantangan ke depan, di antaranya pada tingkat global, inflasi di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang tembus di atas 8 persen. Sementara itu, pada tingkat domestik, sejak awal dekade 2000-an kontribusi sektor industri terhadap produk domestik bruto (PDB) terus mengalami penurunan.Untuk itu, kata Ma\'ruf, harus ada pendalaman ekonomi yang memberikan nilai tambah.\"Artinya, pendalaman ekonomi yang bernilai tambah menjadi pekerjaan rumah pada masa mendatang. Reindustrialisasi menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari,\" katanya.Dari sisi kemandirian pangan dan energi, dia memandang perlu penguatan dan pemerataan kedua sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian itu agar dapat turut mendukung pemerataan kesejahteraan di Indonesia.Dari aspek ekonomi, kata Wapres, mengejar pertumbuhan ekonomi juga harus ikhtiar dalam mewujudkan pemerataan pembangunan, yakni memastikan kehadiran infrastruktur ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan teknologi sampai ke pelosok negeri agar pertumbuhan ekonomi menyentuh semua lapisan, bukan hanya segelintir orang yang menikmatinya.Menutup sambutannya, Wapres mengingatkan kemampuan Indonesia menghadapi tantangan harus menjadi pengalaman berharga sebagai bekal menghadapi tantangan berikutnya pada masa depan.\"Sejarah memberikan pelajaran bahwa Indonesia bisa keluar dari krisis 2008 dengan baik dan perekonomian kembali berada di jalur pemulihan tahap demi tahap. Saya juga yakin perkara sosial ekonomi yang dihadapi kali ini bisa dilalui dengan baik, insyaallah, berbekal pengalaman dan pengetahuan tersebut,\" kata Wapres. (Ida/ANTARA)

Savak dan Negara Polisi

Oleh Arief Gunawan (Pemerhati Sejarah) SEJARAWAN Harry Poeze menyebut rezim Hindia Belanda (1800-1949) sebagai era Politiestaat, alias era Negara Polisi, yang oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer kehidupan pribumi kala itu dilukiskan bagaikan tinggal di sebuah Rumah Kaca. Politiestaat menekankan Rust en Orde (Ketenangan dan Ketertiban). Atas  nama jargon ini di era 1920-an polisi kolonial menindas para tokoh pergerakan kemerdekaan. Sedangkan KNIL berperan menumpas perlawanan rakyat di sejumlah daerah. Agresi Militer Pertama dan Kedua Belanda (1947-1948) yang dikecam oleh dunia internasional dihaluskan dengan istilah Aksi Polisionil. Sebuah eufemisme untuk menempatkan tokoh-tokoh seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan lainnya, seolah kriminal belaka, yang mengganggu Rust en Orde. Waktu Dinasti Pahlavi berkuasa di Iran, 1950-an sampai 1979, sistem Politiestaat dipraktekkan.   Savak (Sazeman-e Ettela’at va Amniyat-e Keshvar), alias dinas polisi rahasia dan intelijen Iran, dipakai buat menopang rezim yang lemah. Sekaligus untuk mengawasi dan menekan para tokoh kritis yang mengoreksi kesalahan pemerintah. Dinas polisi rahasia ini ditakuti karena sangat terkenal dengan kebengisannya dalam menyiksa dan mengeksekusi, serta memiliki puluhan ribu agen dengan berbagai peran.  Tatkala pecah Revolusi Iran yang berujung kejatuhan Reza Pahlavi, Savak digambarkan sebagai institusi yang paling dibenci oleh rakyat, karena membekaskan banyak trauma akibat tindakan kejam yang dilakukan. Dalam menjalankan operasinya organisasi ini dipimpin oleh seorang jenderal polisi Iran di bawah mentor  dinas rahasia CIA dan Mossad Israel. Savak yang merupakan peliharaan dinasti Pahlavi juga disebut merampas satu miliar dolar kekayaan negara yang mereka simpan di luar negeri. Bagaimana kepolisian di era kolonial Hindia Belanda ? Sejarawan Marieke Bloembergen di dalam buku “Polisi Zaman Hindia Belanda” mengatakan, orang Belanda memberlakukan Politik Etis tapi tetap ingin mempertahankan status quo dengan menggunakan polisi. Manfaat sosial polisi waktu itu cukup menonjol, selain menjaga Rust en Orde, polisi juga memastikan warga untuk menjaga kebersihan pekarangan rumah, tidak membiarkan ternak berkeliaran, menjaga ketenangan jam istirahat pada malam hari, dan peran-peran lainnya, yang menggambarkan upaya untuk mengadabkan (civilize) masyarakat sipil menurut ukuran Eropa. Pada masa itu ada banyak bentuk polisi. Antara lain cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), stands politie (polisi kota), hingga veld politie (polisi lapangan).  Sedangkan jabatan kepolisian tertinggi ialah hood agent setingkat bintara, inspecteur van politie, dan commissaris van politie yang hanya untuk orang Belanda. Golongan pribumi hanya boleh memegang jabatan tertentu seperti mantri polisi atau wedana polisi. Kecuali anak priyayi ningrat yang diberikan privilege untuk menjadi petinggi polisi. Polisi di Hindia Belanda, menurut Marieke Bloembergen, adalah produk yang lahir dari ketakutan dan kepedulian orang Belanda sendiri di Hindia Belanda.  Mereka was-was karena bagaimana pun mereka tinggal di sebuah negeri yang asing, di mana masyarakat di sekeliling mereka mempunyai budaya dan pemahaman lain terhadap komunitas kulit putih. Karena itu mereka membutuhkan polisi untuk mendapatkan rasa aman. Menurut sejarawan Margreet van Till di dalam buku “Batavia Kala Malam: Polisi, Bandit, dan Senjata Api”, saat reorganisasi kepolisian dilakukan antara 1904 dan 1916 di kalangan bumiputera untuk pertamakalinya muncul ekspresi  emansipasi politik, antara lain lahir Budi Utomo dan Sarekat Islam. Pada periode ini polisi kolonial mulai memiliki seragam secara modern, tinggal di barak-barak, mendirikan sekolah teknik kepolisian, dan semakin banyak orang Eropa yang jadi polisi.  Momentum lain ialah didirikannya PID (Politieke Inlichtingen Dienst) atau Dinas Intelijen Politik, Hindia Belanda,  yang beranggotakan para polisi.  Di masa ini untuk pertamakalinya pula diperkenalkan daktiloskopi, yaitu ilmu tentang sidik jari. Disusul pemberlakuan Wetboek van Stafrecht, alias KUHP, pada 1918. Cita-cita luhur berdirinya kepolisian nasional banyak bersumber dari para tokoh sipil yang merupakan pejuang kemerdekaan. Di antaranya Mohammad Yamin, Sutan Sjahrir, dan beberapa lainnya. Sutan Sjahrir misalnya menekankan pentingnya sebuah Polisi Negara yang berorientasi kepada keamanan sipil dengan mengedepankan humanisme. Saat meresmikan sekolah kepolisian nasional di Magelang, pada 1946,  Perdana Menteri pertama RI itu mengamanatkan hal ini kepada Kepala Jawatan Kepolisian Negara Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kapolri pertama RI). Penekanannya adalah Polisi Negara bukan Negara Polisi (Politiestaat). Polisi Negara adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dalam rangka terpeliharanya keamanan di dalam negeri. Sedangkan Mohammad Yamin tak kurang pula jasa-jasanya terhadap kepolisian nasional. Dengan pengetahuannya yang luas ia menginspirasi lahirnya konsepsi tentang Bhayangkara dan sosok Gajah Mada sebagai abdi negara yang ideal. Namun setelah gegap-gempita kemerdekaan yang melahirkan semangat dekolonisasi dan restrukturisasi terhadap kepolisian ternyata terjadi diskontinuitas.  Karena upaya untuk membentuk dan membangun organisasi kepolisian baru yang berciri humanis tidak disertai dengan perubahan fundamental.  Politisasi dan karakter militeristik malah semakin terlihat kuat saat ini. Inner world atau dunia batinnya, memakai istilah sejarawan Peter Britton, cenderung dijiwai oleh mentalitas jago.  Jago, menurut Peter Britton, adalah jawara lokal yang dalam tindakannya terhadap masyarakat dibayar oleh pihak yang punya uang. ***

Motif Tewasnya Brigadir J Dipertanyakan Anggota DPR ke Kapolri

Jakarta, FNN - Anggota Komisi III DPR RI Adies Kadir mempertanyakan terkait motif pembunuhan Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.\"Kapolri bilang tunggu sampai di persidangan. Apa yang terjadi dengan motif kasus ini membuat masyarakat menunggu,\" katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kapolri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.Dia meminta motif pembunuhan Brigadir J itu jangan sampai menjadi pertanyaan kembali di masyarakat. Di sejumlah kasus lain, menurutnya, motifnya dapat dibuka kepada masyarakat, sementara untuk kasus Brigadir J tidak disampaikan secara jelas kepada masyarakat.Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi III DPR Habiburokhman yang meminta motif penembakan Brigadir J dibuka lebih awal ke masyarakat.\"Tidak ada salahnya disampaikan awal motif dan latar belakang,\" kata Habiburokhman.Menurut dia, motif dan latar belakang kasus pembunuhan berencana itu masih menjadi pertanyaan di masyarakat. Hal itu membuat spekulasi di kalangan masyarakat hingga mengaitkan dengan dugaan keinginan untuk membongkar perkara lebih besar, termasuk soal bunker uang.Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam paparannya mengatakan motif tersangka Irjen Pol. Ferdy Sambo melakukan perbuatan tersebut karena merasa marah setelah mendengar laporan dari istrinya, Putri Candrawathi, terkait peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah. Sambo menganggap perbuatan Brigadir J mencederai harkat dan martabat keluarga. \"Untuk lebih jelasnya nanti diungkapkan di pengadilan,\" kata Listyo Sigit.Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Tim Khusus Polri telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau RR, dan asisten rumah tangga Kuwat Ma\'ruf.Kelima tersangka itu dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.Selain itu, terdapat enam perwira polisi yang diperiksa karena diduga menghalangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J atau obstruction of justice. Dari enam nama tersebut salah satunya adalah Ferdy Sambo. (Ida/ANTARA)

Publik Tidak Percaya Hasil Otopsi Ulang Brigadir Yoshua

Jakarta, FNN – Pengumuman hasil otopsi ulang atau ekshumasi Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat merupakan berita yang dinanti-nanti oleh publik, terutama pihak keluarga Brigadir Yoshua. Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) akhirnya membongkar hasil otopsi ulang Brigadir Yoshua. Ketua PDFI Ade Firmansyah menyampaikan bahwa luka di tubuh almarhum adalah murni luka senjata api, tidak ditemukan adanya bekas penganiayaan di jenazah. “Saya bisa yakinkan sesuai dengan hasil pemeriksaan kami baik saat melakukan autopsi, pemeriksaan penunjang dengan pencahayaan, dan mikroskopik bahwa tidak ada luka-luka di tubuhnya selain luka akibat kekerasan senjata api,” kata Ketua Tim Dokter Forensik dr Ade Firmansyah di Mabes Polri, Jakarta, Senin (22/8/22). Hal ini membuat publik tidak percaya, karena apa yang dipaparkan oleh Tim Dokter Forensik ini jauh berbeda dengan temuan yang diumumkan oleh pengacara keluarga Kamaruddin Simanjuntak. Berikut perbincangan dua wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Selasa (23/8/22) di Jakarta. Agi Betha menyampaikan hasil pantauan dari media sosial ramai sekali komentar masyarakat yang mengatakan tidak puas dengan hasil otopsi tersebut. “Suara masyarakat itu saya pantau dari media sosial, saya lihat ramai sekali komentar masyarakat yang mengatakan tidak puas dengan hasil otopsi tersebut. Apalagi mereka memang berharap Brigadir Yoshua ini mengalami penyiksaan,” ungkap Agi. Menurut Agi, dugaan sebelumnya yang disampaikan oleh Kamaruddin Simanjuntak itu karena pihak keluarga melihat dan mendokumentasikan jenazah yang memang terdapat bekas luka, tetapi mereka belum mengetahui bahwa luka itu diakibatkan tembakan peluru dalam jarak dekat. Narasi awal diduga almarhum ditembak dari belakang kepala hingga jebol sampai ke hidung depan. Pas dibuka bagian perut sampai ke kepala ditemukan otaknya yang pindah kebagian perut. Kemudian Agi menjelaskan dari hasil penelusurannya mengenai otopsi ulang yang terjadi di Eropa, Amerika maupun Asia, sesudah dilakukan otopsi kemudian otak itu dipindahkan, itu merupakan hal yang biasa. “Di Eropa terjadi hal seperti itu, berdasarkan tulisan ilmiah yang saya baca, dalam hal Yoshua menurut pihak forensik sesudah ditembak kepalanya itu dalam keadaan bocor. Kalau kita lihat literasi lagi, otak itu sekian persen isinya air, yang artinya ketika itu sudah tidak berfungsi maka bisa mengeluarkan cairan yang banyak. Sehingga makanya itu diletakkan di dalam plastik dan kemudian di tempatkan yang aman, tidak di kepala lagi karena kepalanya sudah bocor,” jelas Agi. Lebih lanjut, Agi mengatakan kalau ini  memang merupakan sesuatu yang baru kita ketahui, karena menurutnya pak Kamaruddin pun juga baru satu kali ini menangani kasus seperti ini. “Ya ini disebut pengalaman, karenan pengalaman itu selalu berawal dari satu peristiwa,” tuturnya. Hersubeno sangat mengapresiasi Kamaruddin, karena dialah yang mengubah jalan cerita saat menemui kejanggalan di jenazah yang dikirim oleh pihak keluarga. “Kalau kemarin keluarga tidak berani melawan polisi dan dokumentasi jenazah, saya kira ini tidak akan terbuka kasusnya,” ungkap Hersu. Menurutnya, tidak heran kenapa netizen marah dengan hasil otopsi ini, karena dari awal kasus ini dimulai dengan kebohongan. “Kalau kepercayaan publik tidak ada lagi, ya seperti ini apapun yang benar ya tetap tidak dipercaya. Makanya kita hidup harus diawali dengan kepercayaan,” pungkasnya. (Lia)

Memalukan Rektor Unila Ditangkap KPK, Ini Baru Namanya Radikal

REKTOR Universitas Lampung (Unila) Prof. Karomani ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) di Bandung, Jawa Barat. Dia ditangkap atas kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru.   Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, suap yang diduga diterima oleh Karomani adalah terkait penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri.“Terkait dugaan korupsi suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di universitas negeri Lampung tersebut,” kata Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu (20/8/2022). Selain Karomani, KPK juga menangkap tujuh orang lainnya dalam OTT itu. Namun belum dijelaskan peranan seluruh pihak yang ditangkap KPK itu.Ali Fikri mengatakan, saat ini semuanya masih diperiksa intensif di Gedung KPK di Jakarta. KPK akan menyampaikan perkembangan kasus ini lebih lanjut. Kanal Rocky Gerung Official kali ini membahas soal Rektor Ulina ini bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung, Selasa (23/8/2022). Petikannya. Saya jujur dengan apa ingin membahas soal ini dengan nada yang sangat prihatin gitu ya ini peristiwa yang terjadi di Lampung ada Rektor Unila Universitas Lampung itu bersama Wakil Rektor nya dan kemudian ada beberapa orang ada orang swasta itu terlibat dan ditangkap oleh KPK,yang satu itu. Yang menyedihkan itu adalah modus penangkapannya, dia ini ditangkap karena menerima suap dari mahasiswa yang ini kalau jalur mandiri kan mereka enggak lolos jalur SBMPTN kalau enggak salah begitu. Ini uang bisa berbicara gitu dan urusannya cemen cemen nih 100 juta sampai 250 juta, tapi saya bayang kan sekarang masuk perguruan tinggi pun juga sudah mulai nyogok gitu. Yang kedua ini saya baca media netizen itu pun mengkait-kaitkan karena ternyata beliau ini Profesor Aon Karomani, ini adalah Wakil Ketua PWNU nggak salah di Lampung itu dan orang kemudian membanding-bandingkan dengan dari Maming sebelumnya pendarah NU djadi menurut saya ini dua institusi yang sakral gitu seharusnya yang bisa kita jaga nama baiknya. Dan akhirnya orang bertanya ini uang yang dikorupsi di Lampung itu ngalirnya ke mana? Apakah dua nama tadi di kedua institusi juga berkepentingan atau terseret-seret kan tetap orang juga loh kok ini diasuh secara intelektual yang peralatan utamanya adalah berpikir, kenapa dia jadi koruptor, kan itu intinya. Jadi terkait dengan kesolehan NU, kenapa jadi koruptor? Jadi orang anggap bahwa iya gak ada urusannya lagi status di apa itu (NU) tapi mentalnya emang udah korup. Tapi kita harus melanjutkan bahwa yang terjadi di Lampung itu sama seperti yang terjadi kepolisian itu fenomena kecil dari bentuk ikan besar negara ini yang memang etikanya udah hilang. Jadi kalau si rektor bilang ya saya memang ketangkap dan direktur yang lain juga saya tahu lebih parah lagi mereka jual-beli disertai ada yang rektornya minta supaya langsung ujiannya di depan dia. Jadi hal beginian udah lumrah di dalam sistem rekrutmen ketenaga pendidikan di Indonesia. Beberapa waktu lalu ada kasus di Sulawesi Utara di Manado di Universitas Samratulangi itu ada seorang calon Rektor yang kemudian di-bully dan ditolak hanya karena si calon rektor ini adalah saudara kandung dari seorang tokoh oposisi itu. Ada poster besar-besaran itu, tolak dia, dia adalah adik dari tokoh oposisi itu. Kami relawan Jokowi tidak ingin seorang saudara tokoh oposisi itu jadi Rektor di Manado. Jadi bayangkan sampai segitu tuh. Saya pikir tadi anda mau sebutin! Oke enggak papa, jangan dibuka silakan cari siapa calon Rektor Samratulangi yang ditolak. Dan, akhirnya Menteri Nadiem Makarim itu memutuskan untuk menunda karena di situ terlihat ada aliran uang tuh jadi mulai dari rekrutmen Rektor terjadi aliran uang dan aliran uang itu jabatan dimuliakan demikian juga soal-soal ke pintu masuk pertama udah aliran uang. Masa’ orang diijinkan masuk belajar bukan karena otaknya bagus, tapi karena uangnya banyak. Kan itu masalahnya di Unila sekarang tuh. Jadi fasilitas publik kita betul-betul hancur apalagi dalam keadaan kita ini, masyarakat sipil lagi mengkonsolidasikan diri untuk membongkar korupsi justru tempat dididiknya etika kesipilan di Universitas yang mempertontonkan korupsi. Jadi orang akan tanggapi ngapain kalian masyarakat sipil berupaya untuk bersih padahal pusat-pusat kalian itu bangkrut segera korupsi. Jadi rektor itu kan simbol dari masyarakat sipil. Nah dia sendiri menghina dirinya sendiri itu kan masyarakat sipil lagi dibanggakan. Kan dia sendiri mengaku \"ya saya lebih baik korupsi daripada masuk di dalam peristiwa menjadi simbol etis untuk memberantas korupsi\". Jadi ini tantangan bagi Pak Nadiem sebagai menteri yang disebut Merdeka Belajar akhirnya kita balik lagi pada satu soal penting gue nggak ada sinyal dari Istana guna memberantas korupsi sebetulnya. Dan itu yang dimanfaatkan oleh orang. Kalau jadi restore, ngapain lagi sih kaya. Dia bilang, saya sudah kaya ilmu sudah kaya. Tapi mungkin dia lihat tetangga dia yang anggota Komisi Tiga itu kok dia kaya, makanya berupaya untuk hidup seperti Komisi 3 itu. Oke memang ini menarik karena anda tadi soal peran Menristek, kalau dulu Mendikbud gitu, ini memang boleh dibilang sebagai siapapun sekarang menjadi Rektor itu adalah terobosan pusat. Ini pasti bisa menjaga kepentingan pusat. Kenapa? Karena suara hak seorang menteri atau hak seorang presiden secure menteri pendidikan itu 35% dalam menentukan. Saya kemudian baca-baca, Oh ya ini ternyata senat waktu tidak memilih rektor ini karena dia kalah Senat tidak memilih dia tetapi karena dia dapet 1 Blok suara tiga puluh lima persen dari Menteri ya dia langsung memilih menjadi seorang Rektor dan kemudian kita nggak kaget kalau rektor sekarang ini juga seperti buzzer ngomongin soal radikalisme dan berbagainya kan gitu. Lalu dia praktekkan radikalisme itu, yaitu korupsi, korupsi, dan korupsi. Itu kan tindakan sangat radikal kan itu, mengambil akar-akar uang itu kan tentu tindakan radiks primer. Jadi, Pak Nadiem akhirnya musti evaluasi lagi yang disebut hak privasi dari menteri-menteri pendidikan untuk menentukan rektor 30% suaranya tuh jadi jangan sampai yang 30% ini justru dimanfaatkan oleh tukang sogok ini yang ngelihat, oke mending begitu terpilih lalu dianggap dia akan bersih. Padahal, sebelumnya dari awal dia udah sogok Senatnya, biasanya supaya dia terpilih dan akhirnya nanti Senat itu akan dia bayar lagi dengan korupsi itu. Sementara Pak Menteri enggak tahu permainan di bawah ini. Ini pentingnya semacam Rektor watch, bukan hanya police watch kita mesti bentuk itu tuh. Jadi, inti saya adalah bahwa Presiden Jokowi tidak kasih sinyal kuat tentang pemberantasan antikorupsi. Kalau pengusaha nyogok ya oke-lah itu lebih memuluskan retpik itu birokrasi yang panjang itu kalau anggota DPR nyuri iya udah biasa itu tradisi di partainya begitu. Tapi ini adalah Rektor, itu artinya Presiden harus terangkan kenapa dia gagal untuk memberi brief pada orang yang paling dipercaya sebetulnya, yaitu para pendidik. Kan itu intinya, sekarang masalah itu yang kita kembalikan Istana tuh, jangan-jangan memang ada Kakak Pengasuh di antara para rektor ini. Oke yang tadi bukan 30 persen Bung Rocky 35 persen, jadi otomatis siapapun yang didukung oleh menteri atau didukung oleh Presiden itu pasti terpilih dan ini kita melihat di situ salah satu sumber pemburukan yang terjadi. Saya sepakat dengan anda bahwa kenapa soal ini kita sorot, sebab ini kampus  perguruan tinggi yang diharapkan orang-orang terdidik dengan etikabilitas itu yang baik. Nah kan sangat berbahaya ketika ada orang cerdas secara otak tetapi dia minus atau dungu secara etikabilitas, ini kan jauh lebih berbahaya. Ya, saya kemarin habis diskusi panel dengan ustadz akal sehat, UAS Ustadz Abdul Somad di sebuah universitas kecil di Jakarta punya Muhammadiyah. Namanya Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan. Dan itu setelah ditolak di banyak kampus, lalu dipilih kampus kecil itu dan mereka senang karena kita bicara tentang masa depan bangsa. Banyak kampus yang menolak saya, menolak Ustadz Abdul Somad hanya karena menganggap ini pasti akan ditegur oleh pemerintah kalau menerima saya dan Abdul Somad untuk bicara tentang korupsi, tentang keadilan sosial, tentang Islamofobi. Jadi, kampus sekarang itu seolah disulap jadi tempat para bazer. Karena itu bazer yang tentuin bahwa Rocky Gerung dan Abdul Somad itu gak boleh tuh. Pasalnya, laporkan, mungkin ke pembisik presiden. Karena, kata presiden, itu bukan urusan saya. Dulu dia lapor ke pejabat di bawahnya atau mungkin para Rektor ini begitu masuk nama saya dan Abdul Somad itu langsung merasa alergi. Itu bahayanya kalau kampus itu diberi sinyal buruk tentang komposisi kode tugas kampus beroposisi itu, bukan korupsi itu point dasarnya. Jadi kenapa bangsa ini tertatih-tatih menuju masa depannya, karena enggak ada semacam kelegaan untuk menerima pikiran-pikiran alternatif. Bayangkan misalnya kalau Unila itu ada semacam kegiatan oposisi atau mahasiswa setiap hari ada forum bersama Rektor membahas pikiran-pikiran oposisi. Si Rektor juga akan merasa oke ya maksudnya hebatlah dia membuat politik Istana dan tetap berpegang pada nilai akademis, maka si Rektor tidak akan terlibat dalam korupsi itu. Ini kan soal suasana jadi rektor ini pasti juga bagian dari permasalahannya mungkin rektor merasa saya mesti pelihara buzer di kampus saya supaya dapat status khusus. Jadi kelihatannya pak rektor berpikir dia harus pelihara buzer karena dia dilarang untuk menerima para oposan di kampus itu kan, jadi supaya seolah-olah ada laporan bahwa kampus itu udah bebas. Oposisi bazer ini digerakkan itu perlu uang. Jadi sangat mungkin juga korupsinya itu demi kepentingan memelihara kekuasaan dan kalau dia disidang misalnya terus dia bilang, ya saya korupsi karena nggak ada uang dari kakak pembina. Jadi saya musti pelihara buzer sendiri itu dengan cara itu. Bahkan, terbongkar lagi. Jadi ada peta baru investasi Rektor Unila itu terkait dengan peta Polda di situ atau peta DPRD jadi petarung meretakkan. Lalu ada rektor lain merasa mulai terganggu karena bisa juga Rektor Unila ini nyanyi bahwa dia tahu rektor yang lain di seluruh Indonesia lakukan hal-hal yang sama. Lalu rektor-rektor bilang ke konferensi Pers sama-sama, tapi tidak menerima uang, sama seperti Kapolri yang tiba-tiba bikin konfersi pers bersama bahwa terlibat judi online, jadi ini yang kita sebut tadi gonjang-ganjing yang maha dahsyat sedang berlangsung di nusantara. Dan ini kan apa yang terjadi di Polri. Kemudian apa yang terjadi di Unila saya kira dan kemudian juga ribut-ribut sendiri di kalangan DPR itu saya kira ini menunjukkan bahwa memang sudah terjadi pembusukan di semua rektor gitu ya? Nah, betul mesti kita anggap begitu. Bahwa alam sedang mengaduk-aduk bangsa ini dan adukan terakhir yang tertapis adalah mereka betul-betul bersih. Nah, itu yang lagi kita tunggu, kita mungkin hanya perlu 2-3 Rektor di Indonesia bersih lalu bersama-sama dengan tiga political yang juga bersih bersama-sama dengan pejabat-pejabat Istana yang masih bersih, lalu ada sembilan orang yang kemudian betul jadi Pandawa itu maksudnya. Mari kita bandingkan ini ya karena kita ini orang jadul ya, orang terlama dan anda juga, saya juga dulu aktif di pergerakan. Bahkan, di masa orde baru gitu kalau ketika sangat kuat kalian pemerintahan di masa Pak Harto itu masih muncul rektor-rektor yang kritis. Orang yang saya kira kalau di UI itu yang legend ada Profesor Mahar Mardjono, ya kemudian di UGM ada Profesor Koesnadi Hardjasoemantri, mungkin ada Sutan Iskandar Alisjahbana di ITB itu. Jadi kita masih bisa menyebut itu. Sekarang kita sulit sekali bisa menyebut nama-nama rektor itu yang masih tetap berani tegak itu bicara tentang apa independensi kampus dan juga kebebasan mimbar akademis. Ya itu diingatkan ajaibnya itu di masa orde baru yang otoriter, rektor Negeri justru bersama Mahasiswa Pak Maryono di UI, Pak Andi Hakim Nasution di ITB dan tadi UGM dan ITB, jadi ada semacam sebenernya kaitan etnis di antara rektor ini yang merasa bahwa Universitas tidak boleh memasuki dalam jebakan kekuasaan dan mereka justru yang diingat oleh publik, orang enggak ingat lagi. Siapa menteri zaman Pak Harto tuh karena ada banyak betul menteri yang betul-betul pintar dan orang kepintaran dia karena memang brief dengan baik dan oleh pengetahuan teknokratis tuh. Tetapi yang orang akan ingat kok oposisi sebelumnya berlangsung di masa Pak Harto diam-diam. Kita masih lihat bagaimana Pak Marita kalau ngasih sinyal kita tahu oke di pro oleh mahasiswa dan Andi Hakim Nasution, begitu juga Iskandar Alisjahbana. Semua hal yang baik di masa lalu itu dilupakan oleh Rektor-Rektor yang sekarang. Kenapa? Karena politik berubah menjadi tuker tambah jabatan semuanya. Dulu nggak ada tuh kasak-kusuk untuk jadi rektor ya biasa aja dianggap ya jadi rektor itu karena memang biasa aja dan Pak Harto juga mengerti bahwa enggak boleh Universitas itu terlalu dikendalikan bahwa ada menteri yang kemudian tiba-tiba kaku menafsirkan lebih jauh, itu karena menganggap bahwa Presiden Soeharto sudah ingin agar supaya dikendalikan oposisi di kampus. Tapi tetap rektor-rektor ini memunculkan wawancara-wawancara yang cerdas dan orang anggap sinyal moral itu atau masa depan atau sinyal etika politik masih ada pada 5 rektor ini. Jadi, hal ini yang membuat kita ingin kembali pada masa lalu bukan kembali pada masa kekuasaan politik, militer tapi kembali pada etika Universitas yang masih bisa menjungjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Ngomong-ngomong jaman Pak Harto itu enggak ada obral Doktor Honoris Causa seperti sekarang ya saya membaca bahwa Pak Harto bahkan ini pernah menolak juga ketika UI waktu itu berniat memberikan penghargaan Doktor Honoris Causa pada pak Harto. Ya itu begitu Pak Harto merasa buat apa? Dia itu presiden yang punya jabatan tertinggi dan nanti disuruh kasih cula-cula. Padahal Pak Harto setiap Minggu kasih kuliah itu Klompencapir dengan bahasa yang sangat akademis dan di belakangnya itu para Profesor justru yang mem-briefing dia dengan data yang bagus. Pak harto mengerti betul keadaan pertanian. Kalau soal keadaan rakyat itu di luar kepala Pak Harto bisa terangkan secara sangat akademis, itu mungkin yang dianugerahi Pak Harto dikasih Doktor Honoris Causa saja. Tentu bagi Pak Harto ngapain jadi kasih Doktor dan sudah ngajar kok jadi hal semacam ini yang memperburuk universitas sekaligus kita minta pendapat Nadiem mengevaluasi pemberian-pemberian Doktor Honoris Causa karena itu jadi dagang politik juga di situ. Jadi Universitasnya bakal dapat proyek dari seseorang yang di-doktor-kan di situ dan si doktor akan mendapat kehormatan yang memang dia perlukan untuk biodata dia nanti itu. Jadi apa pentingnya soal-soal semacam itu ketika akhirnya timbul peristiwa kekacauan publik di kepolisian itu, jadi track off itu yang kemudian kita anggap bahwa bangsa ini lagi diburuhkan, tidak butuhkan itu yang akan membersihkan batin republik ini. Ya tapi kita tetap hati-hati ini Bung Rocky ketika kita ngomongin dibandingkan dengan pak Harto. Nanti ada yang bilang wah ini bagian dari ordebaru, apalagi kemudian ketahuan saya juga pernah jadi wartawan di Istana gitu, ya pantes cara berpikirnya seperti itu. Saya ingin menjelaskan bahkan pada masa itu ketika juga sangat represif terhadap Pers atau lembaga TEMPO dan sebagainya dulu ya jaman Pak Harto itu orang zaman itu wartawan masih banyak yang bersikap kritis gitu. Itu waktu itu kita saya masih anggap Kompas itu juga beroposisi diam-diam ngasih sinyal. Jadi sekaligus belency-nya ada sebetulnya, tapi memang pada waktu itu dunia menginginkan Indonesia dikelola secara otoriter karena prinsip developmentalisme itu. Jadi Pak Harto juga ada bagian dari konspirasi global yang menyebabkan beliau akhirnya juga dibatalkan kepresidenannya oleh konversi global. Jadi, kita enggak dendam pada Pak Harto. Kita anggap Pak Harto selesaikan pas itu, sekarang orang tiba-tiba mau pergi pada Orde Baru lagi, \"ya nggak bisalah\", bahkan anak-anak pak Harto bikin partai politik dan masuk dalam sistem demokrasi kan itu biasa aja itu, jadi ngapain melihara dendam untuk sesuatu yang ke sebetulnya di dalamnya ada banyak pelajaran bagus. Misalnya dalam soal ekonomi itu betul-betul setelah teknokratis Pak Harto mempersilahkan para ekonom yang berpikir sebagus di UI untuk menjalankan ekonomi. Demikian juga soal politik itu dengan mudah dianggap, sudahlah itu urusan militer memang pada waktu itu militerisme itu gejala umum di dunia ketiga yang disebut oleh Huntington sebagai transisi menuju demokrasi itu. Tapi sekarang kita nggak mungkin membandingkan itu sama seperti orang kalau Lex kritik saya tuh Rocky Gerung, Jokowi zaman Orde Baru udah hilang kepalanya kan justru kita enggak ingin supaya zaman itu kembali dan karena itu saya ke beroposisi pada Presiden Soeharto. LBH, seluruh masyarakat sipil sejarah kita ada di situ. Hersubeno itu tahu semua apa yang ada di balik Istana karena dia wartawan Istana tapi bukan berarti dia ingin kembali ke situ. Jadi, semua orang yang dungu ini menganggap bahwa kalau kita bikin perbandingan kita ingin dan membanggakan bukan justru lebih perbandingan supaya yang sekarang mengerti bahwa yang ini di era demokrasi bahkan oposisi yang dilarang itu lebih buruk dari era Soeharto sebetulnya tuh. Dan ini nothing personal ya, bukan personal dengan Pak Jokowi, nggak ada urusannya dengan persoalan itu. Karena sebagai wartawan memang kita harus tetap mengambil jarak pada kekuasaan. Saya kira itu posisi media juga seperti itu, apalagi ketika lembaga-lembaga yang harusnya berperan sebagai oposisi terus kemudian ada pemeriksaan lembaga-lembaga antara eksekutif, yudikatif dan Legislatif itu sekarang semua di bawah kontrol dari lembaga dari eksekutif itu menjadi sangat lebih penting lagi untuk media juga semakin mencari jarak dengan kekuasaan. Ya itu pentingnya jurnalis dan kampus beroposisi, seminggu lalu saya bicara di Universitas Balikpapan, Uniba itu Universitas yang juga dapat proyek untuk riset tentang IKN, rektornya secara terang-terangan mengatakan dia pro IKN. Tetapi dia mengundang saya untuk diskusi. Padahal saya anti IKN kan, itu rektor yang bagus, lalu kita berdebat di situ supaya mahasiswa dengar ada versi Rektor ada versi saya tuh. Jadi, Pak Bakir Andi di situ betul-betul itu universitas kecil, Universitas Balikpapan, tapi itu Universitas keren karena berani mengundang oposisi untuk bertengkar di dalam forum akademis. Dan saya dengar dari Pak Rektor Universitas Balikpapan beberapa menteri juga tokoh politik hadir di situ. Jadi tirulah Rektor Uniba itu, jangan tiru Rektor Unila yang ketakutan untuk menggunakan oposisi, tapi berani untuk korupsi. Itu kan ajaib, takut untuk mengundang oposisi tapi berani korupsi. Ya itu gimana nilai kebesarannya dia itu. Ya, sudahlah itu sudah terjadi dan mau diapain? Itu pelajaran penting bagi kita untuk mengetahui bahwa arah bangsa ini bahkan sinyal buruk melalui Universitas khusunya Unila. Dan saya tadi amati ternyata anda itu kalau di kampus-kampus besar apalagi PTN itu ditolak karena takut gitu ya tapi kemudian universitas-universitas kecil tapi ada juga swasta yang gak boleh mengundang karena anda besar sekarang yang kecil justru berani, dengan mudah anda nasuk. Ini jadi memang kita ingat small its beautiful itu terwujud dalam sekarang. Itu betul kata shoemaker itu small is beautiful jadi sekali lagi no itu andalah beautiful. (mth/sws)

Prabowo Berpeluang Jika Triumvirat

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Prabowo-Puan atau Prabowo-Cak Imin atau Jokowi-Prabowo merupakan pasangan yang berat untuk merebut simpati atau memenuhi keinginan rakyat. Prabowo-Puan bercitra kepanjangan rezim yang dinilai telah gagal atau ambyar. Prabowo-Cak Imin hanya bertumpu pada kekuatan Prabowo sendiri, dukungan Cak Imin di kalangan NU sudah terbelah. Sedangkan Jokowi-Prabowo merupakan pasangan inkonstitusional dan tontonan aksi dari permainan wajah ambisi dan kelucuan yang dipaksakan.  Memaksakan Prabowo untuk maju sebagai Capres tentu berisiko atas keberhasilannya. Prabowo 2024 berbeda dengan Prabowo 2019. Kegagalan pada 2024 bakal menjadi monumen dari seorang figur yang gagal permanen. Artinya perlu perenungan keras atas kenekadan langkah. Partai Gerindra juga akan terpengaruh masa depannya. Bahwa Prabowo itu unggul pada survey tidak menjadi ukuran. Bisa saja efek myopsis dari tipu-tipu lembaga survey. Di tengah modus pekerjaan dari lembaga hoax terdahsyat di era kini.  Peluang Prabowo terbuka jika ia memulai langkah dengan terobosan sebagai triumvirat. Artinya Jokowi yang tidak selesai hingga 2024. Jika ini terjadi Konstitusi mengatur tiga figur untuk memimpin negeri sementara yaitu Prabowo Subianto (Menhan), Tito Karnavian Mendagri) dan Retno Marsudi (Menlu).Tentu figur terkuat dengan daya dukung partai politik adalah Prabowo. Dengan status ini Prabowo akan unggul dan kuat untuk proses Pilpres berikutnya pada tahun 2024. Posisinya sebagai incumbent.  Jika Prabowo masih atau sangat bersemangat untuk menjadi Presiden,  seharusnya bersama kekuatan oposisi mendesak presiden Jokowi dan Wapres Ma\'ruf Amien agar segera mengundurkan diri demi rakyat, bangsa, dan negara. Jokowi sudah sulit untuk mendapat dukungan tulus dalam kepemimpinannya. Negara sendiri sepertinya sudah bergerak auto pilot.  Ketidakmampuan Presiden Jokowi dalam pengelolaan ekonomi, hukum, HAM, agama maupun demokrasi berpengaruh besar terhadap kapabilitas anggota Kabinet. Sulit memberi penilaian ada Menteri yang sukses dalam memimpin kementriannya, termasuk Prabowo. Ia tidak akan mampu menjual kesuksesan kementrian. Justru di era ini kedaulatan negara terancam dan rapuh.  Jalan strategis bagi Prabowo adalah triumvirat. Artinya harus turut mendesak Jokowi agar mundur dari jabatannya. Ma\'ruf Amin tentu mengikuti. Ini adalah upaya untuk menyelamatkan Negara.  Pertanyaan mendasarnya adalah mau dan beranikah Prabowo ? Tentu diragukan.  Puja-puji setinggi langit pada Jokowi bahkan berbau menjilat membuat Prabowo kehilangan karakter kenegarawanan yang diharapkan.  Warga yang dulu mendukung habis Prabowo untuk Presiden dan kini berhimpun dalam komunitas pendukung calon Presiden lain berteriak \"Sudahlah tidak perlu bicara lagi Prabowo. Prabowo sudah habis\". Ia mengeluh betapa kecewanya pada ketidakpedulian Prabowo atas kesulitan dan tragedi yang menimpa pendukung-pendukunganya di era pemerintahan Jokowi. Prabowo itu pelit dalam bersimpati apalagi mengadvokasi.  Prabowo memang bukan pemimpin yang baik.  Bandung, 24 Agustus 2022

Timteng Anteng?

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  SETELAH PD II ketegangan Timur Tengah bermula dari perang 6 hari Arab vs Israel tahun 1967. Sejak itu pergolakan tak henti di sejumlah negara Arab:  Suriah, Libanon, Mesir, Sudan, Libya, Somalia, Iraq , Iran, Yemen, saya tambahkan Afganistan. Kini yang bergolak cuma Yemen.yang pemerintahannya  belum stabil, juga Somalia tapi tak ada gangguan keamanan.  Afrika utara seperti Tunis, Aljazira, dan Morocco tak ada soal. Libanon idem hanya kota Beirut masih terbelah. Libya sedang membangun. Tak ada berita perang dari Sudan.  Yang masih lajut soal konflik Palestina Israel. Israel masih terus menggangu tapi sejak 2021 mereka selalu dapat balasan dari Palestina di atas batas setimpal. Lagi pula Biden berjanji negara Palestina harus terwujud dalam periode Biden sebagai Presiden.  Afganistan menuju normal, dan hubungan dengan USA oke kok. Iran mesti duduk berunding dengan USA. Tapi tak jelas siapa yang belum mau. Dalam setahum terakhir ini USA tidak sibuk dengan Timteng, tapi tahun 2022 ini Resden Biden telah berkunjung ke Istael. USA tidak banyak lagi keluarkan belanja perang untuk Timteng. Tampaknya fokus dalam setahun ini Indo Pacific. Rezim Pakistan Imran Khan roboh, menyusul Rajapaksha Srilanka. Krisis politik Thailand lagi bermula. Myanmar pun  econ dan politiknya memburuk. Indonesia? Waswas di bawah bayangan krisis ekonomi. Kondisi poitik tak bagus2 bangat. Muncul pula kasus di Polri yang setelah dicongkel-congkel tampaknya mengakar. Selain itu pengeja-wantahan polugri tak konsisten. Satu pihak kepingin jadi juru damai dunia, di lain pihak beberapa menteri nada bicaranya tak bersahabat dengan USA bahkan dengan Western. Timteng relatif anteng, kalau ada gejolak mungkin dampaknya terkendali. Berbeda dengan Venezuela yang  telah menjadi jalan tiada ujung. Kalau menyimak narasi tokoh-tokoh resmi Indonesia seperti sedang cari negara \"senior\" yang potensi mendonor. China sementara belum bisa bantu apa-apa. Entah sampai kapan.   Lantas coba lirik Rusia. Menurut seorang tokoh resmi,  gara-gara perang Rusia banyak untung karena laris dagang miyak. Minyaknya murah. Nasib baik mungkin pembeli dapat hadiah langsug tanpa diundi. Rusia untung bersih sehari dari minyak 5 M dollar. Narasi ini unik, karena itu media LN banyak yang muat. Polugri kita perlu dikaji ulang. Juga perlu ditetapkan pejabat jubir polugri. Kalau pejabat bicaranya tertib \'kan dilihatnya juga enak.  Soal kepingin jadi juru damai macam Turki sabar dikit ya.  Udahlah sekarang jadi warga Indo Pacific yang baik aja ya. (RSaidi)

Fadel Muhammad, Diberhentikan SBY Dimosi tak Percaya DPD

KAMIS, 18 Agustus 2022, lewat pemungutan suara terbuka, Tamsil Linrung terpilih menjadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) utusan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Lewat Sidang Paripurna DPD,  senator asal Sulawesi Selatan itu berhasil meraih 39 suara dari 96 suara. Tamsil berhasil mengalahkan tiga calon Wakil Ketua MPR lainnya, yaitu Abdullah Puteh mewakili Barat Satu, Ahmad Bustami mewakili Barat Dua. Yorrys Raweyai mewakili Timur Dua. Timur Satu secara aklamasi menunjuk Tamsil Linrung.  Dengan terpilihnya senator asal Sulawesi Selatan itu, secara otomatis mendongkel Fadel Muhammad. Pendongkelannya dari kursi empuk itu bukan datang secara tiba-tiba.  Melainkan melalui proses yang cukup lama dan panjang. Anggota DPD pun melakukan mosi tidak percaya terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang diberhentikan (dipecat?) oleh Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), karena lebih sering jalan-jalan ke luar negeri bersama istrinya ketimbang bekerja di MPR. Mosi tidak percaya itu terjadi karena sebagian besar anggota DPD menganggap Fadel tidak memperhatikan atau membawa aspirasi di MPR. Jadi, pemberhentian Fadel lewat pemungutan suara langsung yang dipimpin Ketua DPD, A.A.LaNyalla Mahmud Mattaliti itu lebih terhormat, ketimbang dengan cara-cara lainnya. Pemberhentian oleh SBY bukan tanpa alasan. Setidaknya hal itu dilakukan pendiri Partai Demokrat itu karena mendapat dua surat menyangkut penjualan tanah oleh Fadel ke Istitut Agama Islam  Negeri (IAIN) - sekarang menjadi  Universitas Islam Negeri (UIN) -  seluas 40 hektar di Desa Cikuya, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang, Banten. Surat pertama datang dari Rektor IAIN saat itu, Komaruddin Hidayat. Surat kedua dilayangkan anggota DPD, A.M.Fatwa.  Transaksi jual-beli tanah tersebut terjadi sewaktu Quraish Shihab, menjadi rektor kampus yang berlokasi di Ciputat, Kotang Tangerang Selatan, Banten itu. Tanah yang hingga sekarang masih belum jelas itu dibeli dengan menggunakan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 1996. Dana yang digunakan Rp 5 miliar. Berdasarkan keterangan yang diperoleh FNN, bulan Juli 2022 yang lalu, anggota DPD Banten, Habib Ali Alwi bersama Rektor UIN, Prof.Dr.Amany Lubis dan timnya turun mengecek lokasi lahan tersebut. Kabarnya, selain lokasinya yang terpencar, juga ada beberapa lahan yang diklaim milik orang lain atau dikuasai orang lain. Sebenarnya, ada peristiwa nenarik ketika SBY mencopotnya dari jabatan sebagai Menteri  Kelautan dan Perikanan. Hal itu menyangkut keaman dan wibawa Presiden SBY. Ceritanya, menjelang Maghrib, Fadel yang sudah diberhentikan, datang ke Istana Presiden, meminta bertemu dengan SBY. Dengan gestur tubuh agak marah, ia \"memaksa\" supaya ketemu. Akan tetapi, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) tidak mengizinkannya. Harap maklum, Fadel bukan lagi menteri. Hal itu menyangkut keamanan Kepala Negara. Selagi masih menteri pun, tidak mudah \'nyelonong\' bertemu presiden. Ada aturan prorokol yang harus diikuti. Apalagi, menteri yang sudah diberhentikan. Karena tidak diizinkan masuk, Fadel yang juga berkasus dalam BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) senilai Rp 136 miliar itu pergi menggerutu. Di mata teman-teman wartawan yang biasa meliput kegiatan istana, Fadel marah dan kesal. Akan tetapi, tidak berdaya lagi, karena \'taringnya\'  sudah dicabut SBY. Nah, ia pun melakukan manuver lain. Ia menggunakan Akbar Tanjung, koleganya di Partai Golkar untuk mempertanyakan alasan mengapa SBY mencopotnya. Namun, manuvernya itu tenggelam bak ditelan ombak, karena Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar waktu itu mengajukan Sharif Cicip Sutardjo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, dan disetujui dan diangkat SBY. Kembali ke pendongkelan Fadel dari kursi Wakil Ketua MPR yang tidak melalui proses tiba-tiba, ada baiknya ia merenungkan kembali berbagai manuver yang akan dilakukannya, termasuk mengajukan tuntutan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Sejumlah perlawanan lainnya akan dilakukan mantan politikus Partai Golkar itu. Termasuk melaporkan anggota DPD ke Badan Kehormatan DPD, dan mengajukan gugatan secara perdata dan pidana. Apa yang akan dilakukan itu, merupakah hak Fadel sebagai warga negara. Akan tetapi, apakah itu dilakukan karena nafsu politik, atau karena emosi?  Semakin bermanuver, perlawanan dari sesama senator pun akan terjadi. Kita menunggu ke mana Fadel berlabuh? Melakukan perlawanan, berarti banyak teman sesama senator menjadi musuh. Tidak melakukan perlawanan, ya harus menanggung malu, karena digusur dari jabatan sebagai Wakil Ketua MPR RI.*